PENGARUH KUALITAS AUDIT, KOMISARIS INDEPENDEN, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, DAN KOMITE AUDIT
TERHADAP COST OF CAPITAL
THE INFLUENCE OF AUDIT QUALITY, INDEPENDENT COMMISSARIES, INSTITUTIONAL OWNERSHIP, AND
AUDIT COMMITTEE TO COST OF CAPITAL
Oleh
TRI WIDARTI 20130420527
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
THE INFLUENCE OF AUDIT QUALITY, INDEPENDENT COMMISSARIES, INSTITUTIONAL OWNERSHIP, AND
AUDIT COMMITTEE TO COST OF CAPITAL SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
TRI WIDARTI 20130420527
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
(QS. Luqman: 14)
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.
(QS. Al-Baqarah: 2)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
(QS. Al-Insyirah: 6)
Terkadang dalam banyak keterbatasan, kita harus sabar menunggu rencana terbaik
datang, sambil terus melakukan apa yang bisa dilakukan
(Tere Liye)
Kunci mencapai sesuatu adalah: niat & dilaksanakan.
Bismillahirohmanirrahim,
Alhamdulillah, terima kasih dan ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan, waktu, serta rahmat-Nya, sehingga penulis diberikan
kemudahan, kekuatan, kesabaran, dan kesehatan untuk menyelesaikan skripi ini.
Untuk alm. Bapak, terimakasih atas semangat dan nasihat yang telah diberikan sampai
akhir hayat Bapak untuk tetap menempuh pendidikan di tengah keterbatasan yang ada
dan yang tak pernah lelah mendukung mengejar cita-cita Untuk Ibu, terimakasih yang
tak terhingga atas doa dan kasih sayang yang begitu tulus, perhatian yang amat besar dan
semangat untuk terus menjadi yang terbaik. Untuk adik-adikku, Ambar dan Riska,
terimakasih atas dukungan, doa, dan perhatian kalian. Untuk kakakku, Mas Eko dan Mb
Dwi.
Untuk Keluarga Ibu Margono, terimakasih banyak atas dukungan, nasihat, dan
Untuk Wisnu Krisna Murti, terimakasih banyak telah memberikan dukungan dan
semangat untuk tetap menjadi lebih baik dan yang selalu ada di saat suka maupun duka.
Untuk teman-teman seperjuangan kuliah sekaligus teman-teman bidikmisi, Mariasih,
Rohmaida Lestari, Nurasih, Umi Khunafatul Janah, dan Yeni Fatmawati, terima kasih
telah menemani menjalani suka duka selama masa perkuliahan ini. Semoga ilmu yang kita
peroleh selama kuliah ini dapat bermanfaat.
Untuk teman-teman satu bimbingan, terimakasih telah berjuang bersama menyelesaikan
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMANPENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
INTISARI ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Landasan Teori ... 13
B. Penelitian Terdahulu... 21
C. Penurunan Hipotesis ... 24
D. KerangkaPemikiran ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
A. Populasi dan Sampel ... 31
B. Jenis dan Sumber Data ... 31
C. Teknik Pengumpulan Data ... 32
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalisasi Variabel ... 32
E. Metode Analisis Data ... 36
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 42
B. Analisis Statistik Deskriptif ... 43
C. Uji Asumsi Klasik ... 48
D. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 51
E. Pembahasan ... 58
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 65
A. Simpulan ... 65
B. Keterbatasan ... 66
C. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA
1. Daftar Perusahaan Sampel
2. Rekapitulasi Variabel Dependen dan Variabel Independen
3. Perhitungan Biaya Modal Ekuitas (Cost of Equity) 4. Perhitungan Biaya Modal Hutang (Cost of Debt) 5. Perhitungan Proporsi Komisaris Independen
6. Hasil Uji SPSS
a. Uji Normalitas
b. Uji Multikolinearitas
c. Uji Heteroskedastisitas
d. Uji Autokorelasi
e. Uji Hipotesis
4.2. Statistik Deskriptif Model 1 ... 43
4.3. Statistik Deskriptif Model 2 ... 45
4.4. Hasil Uji Normalitas ... 48
4.5. Hasil Uji Multikolinearitas ... 49
4.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 50
4.7. Hasil Uji Autokorelasi ... 51
4.8. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Model 1) ... 52
4.9. Hasil Uji T (Model 1) ... 52
4.10. Ringkasan Hasil Hipotesis Penelitian Model 1 ... 55
4.11. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Model 2) ... 55
4.12. Hasil Uji T (Model 2) ... 56
viii
dan komite audit berpengaruh terhadap cost of capital, yaitu biaya modal ekuitas dan biaya modal hutang. Variabel dependen dari penelitian ini adalah biaya modal ekuitas dan biaya modal hutang, sedangkan variabel independennya adalah kualitas audit, komisaris independen, kepemilikan institusional, dan komite audit.
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 52 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013-2015. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji regresi berganda.
Hasil pengujian model pertama membuktikan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif terhadap cost of equity dan komite audit berpengaruh positif terhadap cost of equity. Sedangkan komisaris independen dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap cost of equity. Hasil pengujian model kedua membuktikan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap cost of debt. Sedangkan kualitas audit, proporsi komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh terhadap cost of debt.
viii
committee are influential to the cost of capital that is the cost of equity and the cost of debt. The dependent variables of this research were the cost of equity andt the cost of debt, while the independent variables were audit quality, independent commissaries, institusional ownership, and audit committee.
This research utilized 52 manufacture companies listed in BEI (Indonesia Stock Exchange) in 2013-2015 as the samples. The sampling technique was purposive sampling. The hypothesis was tested by using double regression test.
The test of the first model showed that the audit quality negatively influenced the cost of equity and that the audit committee positively influenced the cost of equity. Moreover, the independent commissaries and institusional ownership did not influence the cost of equity. The test of second model proved that institusional ownership positively influenced the cost of debt. Moreover, the audit quality, independent commissaries, and audit committee did not influence the cost of debt.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar modal merupakan salah satu sarana peningkatan dana bagi
perusahaan yang sudah go public. Pasar modal terdiri dari pasar primer, pasar
sekunder, pasar ketiga, dan pasar keempat. Pasar primer merupakan tempat jual
beli surat berharga yang baru pertama kali diperdagangkan oleh perusahaan
melalui penawaran perdana ke publik (Initial Public Offering), sedangkan
pasar sekunder merupakan tempat jual beli surat berharga yang sudah beredar
atau sebelumnya telah melalui Initial Public Offering (IPO).
Perusahaan-perusahaan yang sudah go public ini dapat meningkatkan dana jangka
panjangnya dengan menerbitkan surat berharga seperti saham dan obligasi
(Hartono, 2015).
Bagi perusahaan yang belum go public, saham-saham perusahaan biasanya
dimiliki oleh pihak internal perusahaan seperti pemilik, manajer, karyawan,
serta hanya sebagian kecil yang dimiliki investor. Untuk perusahaan yang
sedang berkembang, tambahan modal sangat diperlukan. Perusahaan harus
menentukan bagaimana cara memperoleh tambahan modal tersebut, apakah
dengan cara meminjam kepada pihak eksternal atau menerbitkan saham
tambahan baru.
Untuk memperoleh tambahan modal tersebut, perusahaan akan
yang dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal perusahaan. Biaya
untuk memperoleh modal tersebut disebut biaya modal (cost of capital). Cost
of capital terbagi atas cost of equity dan cost of debt (Candra dan Ekawati,
2015). Cost of equity (biaya ekuitas) dikeluarkan sebagai tingkat pengembalian
yang diinginkan investor atas saham yang telah dibelinya, sedangkan cost of
debt (biaya hutang) dikeluarkan untuk memperoleh hutang sebagai tingkat
pengembalian yang diperlukan. Untuk keperluan dimasa mendatang, analisis
biaya modal menjadi hal yang perlu karena dapat digunakan untuk
mengevaluasi proyek jangka panjang perusahaan dengan mempertimbangkan
besarnya kebutuhan dana dan biaya modal yang harus dikeluarkan perusahaan
(Adriani, 2013).
Sesuai dengan prinsip high risk high return yang diterapkan dalam
kegiatan investasi, perusahaan yang memiliki tingkat risiko yang rendah akan
memiliki cost of equity yang rendah karena tingkat pengembalian yang
diinginkan investor juga rendah. Biaya ekuitas merupakan biaya yang harus
ditanggung perusahaan untuk mendapatkan dana dari investor. Hutang
perusahaan merupakan dana pinjaman dari pihak eksternal yaitu kreditor,
seperti hutang bank dan obligasi. Sebelum memberikan pinjaman kepada
perusahaan, kreditor akan memperhitungkan risiko yang mungkin terjadi
dimasa depan, seperti risiko perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban
hutangnya. Atas risiko tersebut, kreditor akan mengantisipasinya dengan
membebankan tingkat bunga atas pinjaman yang diberikan kepada perusahaan.
Hukum hutang piutang dalam syariat islam diperbolehkan. Salah satu adab
dalam hutang piutang adalah mencatatnya atau menuliskan hutang tersebut.
Dalil yang menunjukkan anjuran untuk menuliskan hutang piutang tercantum
dalam Quran Surat Al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:
Artinya:
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 282)
Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai salah satu pasar modal di Indonesia
mewajibkan perusahaan yang sudah go public untuk menyajikan dan
menerbitkan laporan keuangan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009):
“Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan memiliki tujuan yaitu menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.”
Pembuatan laporan keuangan merupakan salah satu bukti transparansi
perusahaan. Semakin luas pengungkapan dari laporan keuangan yang
dilakukan oleh manajemen menunjukkan bahwa perusahaan semakin
transparan dalam menggambarkan aktivitas bisnisnya. Masalah keagenan yang
dialami manajemen dengan pemilik mampu diatasi dengan pengungkapan,
karena pengungkapan dipandang sebagai upaya untuk mengurangi asimetri
informasi (Walker dalam Khomsiyah, 2003).
Asimetri informasi dipicu karena adanya kepentingan yang berbeda antara
pihak manajemen (agent) dengan pemilik modal (principal). Kondisi ini terjadi
karena adanya ketidakseimbangan perolehan informasi antara manajer dengan
mengetahui informasi internal yang lebih luas dan memiliki akses informasi
atas prospek perusahaan di masa mendatang dibandingkan pemilik modal.
Pengungkapan informasi yang lebih berkualitas yang dilakukan perusahaan
dapat mengurangi terjadinya asimetri informasi. Sinyal mengenai keadaan
perusahaan harus diberikan oleh manajer kepada pemilik modal.
Pengungkapan informasi akuntansi dalam laporan keuangan yang diterbitkan
perusahaan merupakan salah satu sinyal yang dapat diberikan perusahaan.
Masalah keagenan muncul sebagai akibat pemisahan fungsi antara fungsi
pengelolaan dan kepemilikan perusahaan. Pemisahan fungsi ini dapat
mempengaruhi tindakan manajemen untuk mementingkan kepentingan
pribadinya dan mengorbankan kepentingan pemilik modal. Untuk mengatasi
masalah ini diperlukan suatu mekanisme pengendalian yaitu dengan penerapan
Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik.
Corporate Governance dapat diartikan sebagai konsep yang mengatur
hubungan antara agent sebagai pihak yang menjalankan operasional
perusahaan dan principal sebagai pihak yang memiliki modal saham agar
tidak terjadi konflik di antara keduanya, terjalin hubungan yang harmonis, dan
saling mendukung demi tercapainya tujuan perusahaan.
Isu GCG menjadi perhatian semenjak terdapat kasus runtuhnya
perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa, seperti seperti Enron, Wolrdcom,
Tyco, Poly Peck, London & Commonwealth, Maxwell, dan lain-lain (Nugroho,
2014). Hal ini terjadi karena lemahnya tindakan monitoring sehingga
yang lama. Selain itu, di Indonesia juga terdapat kasus mengenai penerapan
GCG, salah satunya oleh PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) (Nugroho, 2014)
yang terdeteksi melakukan kecurangan dalam menyajikan laporan
keuangannya. Hal ini dikarenakan PT KAI belum memliki tata kelola
perusahaan yang baik. Belum adanya penerapan GCG juga membuat komite audit PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan
publik.
Penerapan GCG yang efektif dapat mengurangi masalah keagenan dan
juga dapat mengurangi terjadinya asimetri informasi. Murni (2003) telah
membuktikan bahwa pengungkapan informasi dan asimetri informasi
berpengaruh terhadap cost of capital. Sesuai dengan salah satu prinsip GCG
yaitu transparansi, maka asimetri informasi dapat dikurangi dengan penerapan
GCG yang kemudian dapat menurunkan biaya modal perusahaan.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) merupakan sebuah
komite yang dibentuk Pemerintah Indonesia pada tahun 1999. KNKG
mengeluarkan pedoman GCG yang merupakan acuan bagi perusahaan untuk
melaksanakan GCG. Penerapan GCG yang baik dapat mendorong terciptanya
persaingan dan iklim usaha yang sehat serta menunjang stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (KNKG, 2006). Pembentukan
KNKG ini merupakan bentuk kesungguhan pemerintah dalam upaya
menegakkan GCG sebagai akibat keruntuhan perusahaan-perusahaan publik di
Unsur yang terkandung dalam GCG antara lain kualitas audit, komisaris
independen, kepemilikan institusional, dan komite audit. Kualitas audit
merupakan kualitas hasil audit atas laporan keuangan perusahaan yang
dilakukan oleh auditor yang independen dan kompeten (Nugroho, 2014).
Perusahaan yang telah menerapkan GCG akan memilih Kantor Akuntan Publik
(KAP) yang memiliki reputasi baik di mata masyarakat.
Komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris suatu
perusahaan yang tidak berasal dari pihak yang terafiliasi atau pihak yang tidak
memiliki hubungan bisnis dan hubungan keluarga dengan pemegang saham
kontrol, anggota direksi, dewan komisaris lain, dan dengan perusahaan itu
sendiri (KNKG, 2006). Komisaris independen harus mampu menjamin bahwa
tugasnya yaitu melakukan pengawasan dapat berjalan efektif sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku.
Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh investor
institusional, seperti pemerintah, bank, perusahaan asuransi, perusahaan
investasi, atau perusahaan lain (Juniarti dan Sentosa, 2009). Atas tindakan
pengawasan yang dilakukan oleh pemilik institusional, kinerja perusahaan akan
meningkat karena kesempatan manajemen untuk melakukan kecurangan dapat
dikurangi.
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
untuk membantu dewan komisaris menjalankan tugasnya. Komite audit harus
eksternal untuk melaksanakan audit atas laporan keuangan termasuk imbalan
jasanya.
Perusahaan yang mampu menerapkan GCG dapat mengurangi cost of
capital, baik itu cost of equity maupun cost of debt. Seperti penelitian yang
telah dilakukan Byun et al. (2008), Chen et al. (2009), dan Ashbaugh et al.
(2009) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan Corporate Governance
yang baik akan memiliki cost of equity yang lebih rendah. Sedangkan Piot and
Piera (2007) menyatakan bahwa GCG dapat menurunkan cost of debt.
Penelitian yang menguji pengaruh Corporate Governance terhadap biaya
modal ekuitas dan biaya modal hutang antara lain Rebecca dan Siregar (2012)
dan Kurniawati dan Marfuah (2014). Hasil penelitian Rebecca dan Siregar
(2012) menunjukkan bahwa Corporate Governance Index terbukti
berpengaruh negatif terhadap cost of equity dan cost of debt perusahaan. Hasil
penelitian Rebecca dan Siregar (2012) juga menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional hanya berpengaruh negatif terhadap biaya hutang perusahaan.
Kurniawati dan Marfuah (2014) meneliti pengaruh antara efektivitas dewan
komisaris, komite audit, tenure KAP, dan kualitas audit terhadap cost of
equity dan cost of debt. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hanya audit
tenure yang berpengaruh negatif terhadap cost of equity, serta hanya
efektivitas dewan komisaris dan komite audit yang berpengaruh negatif
terhadap cost of debt.
Hasil penelitian Houqe et al.(2015) menunjukkan bahwa kualitas audit
Herusetya (2012) membuktikan hasil yang berbeda yaitu kualitas audit
berpengaruh negatif terhadap biaya modal ekuitas. Penelitian Kurniawati dan
Marfuah (2014) menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh
negatif terhadap biaya modal hutang. Berbeda dengan Rahmawati (2015)
yang membuktikan bahwa komisaris independen berpengaruh positif terhadap
biaya modal hutang. Rebecca dan Siregar (2012) dalam penelitiannya
membuktikan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap
biaya modal ekuitas, tetapi Yunita (2012) menemukan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap biaya modal hutang. Dari beberapa
penelitian tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil penelitian.
Perbedaan ini dapat terjadi karena penggunaan sampel, metode, dan proksi
yang digunakan juga berbeda (Desiliani, 2014).
Penelitian ini mereplikasi penelitian Sari dan Diyanty (2015),
perbedaannya yaitu mengganti variabel kepemilikan keluarga sebagai variabel
independen menjadi kepemilikan institusional dan menambah variabel
dependen yaitu cost of debt. Alasan penggantian variabel kepemilikan
keluarga menjadi kepemilikan institusional karena kepemilikan institusional
lebih mudah ditelusuri dalam struktur modal saham perusahaan, sedangkan
alasan penambahan cost of debt sebagai variabel dependen yaitu untuk
membuktikan bahwa GCG tidak hanya berpengaruh terhadap biaya modal
ekuitas saja, tetapi juga berpengaruh terhadap biaya modal hutang. Sesuai
dengan Candra dan Ekawati (2015) bahwa cost of capital perusahaan terdiri
pengukuran cost of equity, komisaris independen, dan komite audit. Jika
penelitian sebelumnya menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM)
dalam menghitung cost of equity, checklist efektivitas dewan komisaris dan
checklist efektivitas komite audit, maka penelitian ini menggunakan
earnings-price ratio (EP Ratio) untuk menghitung cost of equity, menggunakan
proporsi komisaris independen dan jumlah komite audit. Dari uraian tersebut,
maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas
Audit, Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional, dan Komite Audit Terhadap Cost of Capital”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap cost of capital?
2. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap cost of capital?
3. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap cost of capital?
4. Apakah komite audit berpengaruh terhadap cost of capital?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan:
1. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris bahwa kualitas audit
2. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris bahwa komisaris independen
berpengaruh terhadap cost of capital.
3. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh terhadap cost of capital.
4. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris bahwa komite audit
berpengaruh terhadap cost of capital.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan dalam
bidang akuntansi, khususnya mengenai GCG dan cost of capital.
b. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi penelitian-penelitian
selanjutnya, terutama mengenai GCG dan cost of capital.
2. Manfaat Praktis
a. Perusahaan
Diharapkan dapat menjadi acuan manajemen perusahaan agar lebih
memperhatikan pentingnya kualitas audit dan pentingnya penerapan
Corporate Governance yang baik.
b. Investor dan Calon Investor
Diharapkan dapat dijadikan acuan investor dan calon investor dalam
memandang kualitas audit laporan keuangan perusahaan dan penerapan
investasi yang tepat, khususnya pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI.
c. Kreditor
Diharapkan dapat dijadikan acuan kreditor dalam pertimbangan
pemberian pinjaman kepada perusahaan dengan memperhatikan kualitas
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Teori Agensi
Teori agensi menjelaskan hubungan antara pihak manajemen
sebagai agen dengan pemilik modal sebagai prinsipal. Jensen dan
Meckling (1976) mendefinisikan agency relationship sebagai suatu
kontrak antara satu orang atau lebih principal yang meminta agent untuk
melakukan beberapa pekerjaan yang berhubungan dengan
kepentingannya termasuk dalam mendelegasikan beberapa keputusan
atau memberikan wewenang kepada agent. Pihak manajemen sebagai
pengelola perusahaan harus bertanggung jawab kepada pemilik modal
karena pemilik modal telah memberikan wewenang kepada manajemen
untuk mengambil keputusan yang terbaik demi kemajuan perusahaan
yang dikelolanya.
Adanya kepentingan pribadi yang dimiliki manajer, khususnya
dalam hal kepemilikan, dimana manajer memiliki proporsi kepemilikan
perusahaan yang lebih kecil menyebabkan manajer bertindak tidak
sesuai dengan semestinya. Manajer (agent) bisa saja mementingkan
kepentingan pribadinya demi mendapatkan keuntungan untuk dirinya
sendiri yang bisa merugikan principal. Keadaan ini dapat memicu
besar daripada principal atau terjadi ketidakseimbangan informasi antara
manajer dengan para pemilik saham yang disebut dengan asimetri
informasi.
Manajer yang mengetahui informasi perusahaan lebih banyak
daripada pemilik modal, kemungkinan dapat mengurangi informasi
perusahaan yang dibutuhkan pemilik modal (Nugroho, 2014). Hal ini
dapat dilakukan secara sengaja oleh manajer yang bisa merugikan
pemegang saham dan menguntungkan kepentingan pribadi manajer.
Mekanisme GCG dapat meminimalisir terjadinya asimetri informasi.
Manajer yang mengetahui informasi lebih luas daripada para pemilik
modal seharusnya juga memberikan informasi yang ada tanpa ada unsur
kesengajaan untuk mengurangi informasi tersebut atau menyampaikan
informasi kepada para pemilik modal apa adanya dan sesuai dengan
keadaan yang terjadi. Hal ini dapat disebut sebagai transparansi yang
merupakan salah satu dari asas Corporate Governance.
Corporate Governance yang baik dapat diterapkan untuk
mengatasi terjadinya agency problem (Rebecca dan Siregar, 2012).
Dalam penelitian ini, apabila konflik keagenan terjadi, maka pemegang
saham dan kreditor akan meminta return atau tingkat pengembalian
yang lebih tinggi dari tingkat yang sewajarnya sehingga perusahaan
akan mengeluarkan biaya modal yang lebih besar. Sebaliknya, apabila
konflik keagenan tidak terjadi atau manajer mampu mengelola
menurunkan biaya modal perusahaan atau besarnya sesuai dengan
tingkat wajarnya. Mekanisme Corporate Governance yang dapat
mencegah terjadinya agency problem dapat mengurangi cost of equity
dan cost of debt yang harus ditanggung perusahaan.
2. Good Corporate Governance
Definisi Corporate Goverance menurut Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI, 2002):
“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled.”
Corporate Governance dapat diartikan sebagai konsep yang
mengatur hubungan antara agent sebagai pihak yang menjalankan
operasional perusahaan dan principal sebagai pihak yang memiliki
modal saham agar tidak terjadi konflik di antara keduanya dan terjalin
hubungan yang harmonis dan saling mendukung demi tercapainya
tujuan perusahaan. Tujuan Corporate Governance yaitu memberikan
nilai tambah bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Asas GCG menurut KNKG (2006) yaitu:
1. Transparansi (Transparancy)
“Untuk menjaga obyektifitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan
pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditor, dan
pemangku kepentingan lainnya.”
2. Akuntabilitas (Accountability)
“Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.”
3. Responsibilitas (Responsibility)
“Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melakukan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.”
4. Independensi (Independency)
“Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus
dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak lain.”
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
“Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.”
3. Kualitas Audit
Kualitas audit dapat diartikan sebagai kemungkinan besarnya
auditor yang kompeten dan independen dalam menemukan dan
melaporkan temuan dalam laporan keuangan kliennya. Menurut Juniarti
dan Sentosa (2009) KAP yang memiliki ukuran lebih besar akan
memiliki hasil audit atas laporan keuangan perusahaan yang juga
semakin berkualitas karena KAP sudah memiliki reputasi yang baik di
mata publik. KAP yang berukuran lebih besar akan memiliki reputasi
yang lebih baik daripada KAP yang berukuran lebih kecil. Hal ini
kompeten dan independen sehingga akan lebih berhati-hati dalam
melakukan audit di suatu perusahaan.
Perusahaan yang menerapkan GCG akan memilih auditor yang
berkualitas untuk melakukan audit atas laporan keuangan suatu
perusahaan. Para pengguna laporan keuangan akan lebih mempercayai
hasil audit dari KAP yang berukuran lebih besar karena lebih
berkualitas. Para investor dan kreditor tidak akan meragukan informasi
yang tercantum dalam laporan keuangan auditan perusahaan sehingga
dapat menurunkan cost of equity dan cost of debt atas dana yang telah
diinvestasikan atau dipinjamkan kepada perusahaan.
Menurut Desiliani (2014) terdapat KAP big four dan afiliasinya di
Indonesia diantaranya:
1. Pricewaterhouse Coopers (PWC), berafiliasi dengan KAP
Tanudiredja, Wibisana, dan Rekan.
2. Deloitte Tohce Tomatsu Limited (Deloitte), berafiliasi dengan KAP
Osman Bing Satrio.
3. Ernst dan Young (EY), berafiliasi dengan KAP Purwantono,
Suherman, dan Surja.
4. KPMG, berafiliasi dengan KAP Sidharta dan Widjaja.
4. Komisaris Independen
Dewan komisaris bertugas dan bertanggungjawab untuk
mengawasi dan menasihati direksi dan memastikan bahwa GCG di
dewan komisaris suatu perusahaan yang tidak berasal dari pihak yang
terafiliasi atau pihak yang tidak memiliki hubungan bisnis dan hubungan
keluarga dengan pemegang saham kontrol, anggota direksi, dan dewan
komisaris lain dan dengan perusahaan itu sendiri (KNKG, 2006).
Komisaris independen harus mampu menjamin bahwa tugasnya yaitu
melakukan pengawasan dapat berjalan efektif sesuai dengan hukum
yang berlaku. Satu dari banyaknya komisaris independen dalam suatu
perusahaan harus memiliki background pendidikan keuangan atau
akuntansi. Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta
Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004 menyebutkan bahwa calon perusahaan
yang akan mencatatkan sahamnya wajib untuk memiliki komisaris
independen paling sedikit 30% dari jajaran anggota komisaris yang
dapat dipilih melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Keberadaan komisaris independen di suatu perusahaan adalah posisi
terbaik untuk melakukan fungsi monitoring agar GCG dapat diterapkan.
Menurut Peraturan Nomor IX.I.5 mengenai Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit, komisaris independen adalah anggota
komisaris yang:
1. Berasal dari luar perusahaan.
2. Tidak memiliki saham atau kepemilikan baik secara langsung
maupun tidak langsung pada emiten yang bersangkutan.
3. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten, komisaris, direksi,
4. Tidak memiliki hubungan usaha baik secara langsung maupun tidak
langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten.
5. Kepemilikan Institusional
Pemilik institusional memiliki peran penting agar GCG dalam
suatu perusahaan dapat dijalankan. Pemilik institusional secara
independen melakukan monitoring atas apa yang dilakukan manajemen.
Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh investor
institusional, seperti pemerintah, bank, perusahaan asuransi, perusahaan
investasi, atau perusahaan lain (Juniarti dan Sentosa, 2009).
Atas tindakan pengawasan yang dilakukan oleh pemilik
institusional, kinerja perusahaan akan meningkat karena kesempatan
manajemen untuk melakukan kecurangan dapat dikurangi. Jika
dibandingkan dengan investor individual, monitoring yang dilakukan
investor institusional lebih kuat sehingga peran dalam membatasi
tindakan manajemen untuk melakukan manipulasi lebih besar.
6. Komite Audit
Menurut Peraturan Nomor IX.I.5 Mengenai Pembentukan dan
Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, komite audit merupakan
komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk membantu dewan
komisaris menjalankan tugasnya. Tugas tersebut antara lain memastikan
bahwa (KNKG, 2006):
a. Laporan keuangan disajikan wajar berdasarkan prinsip akuntansi
b. Melaksanakan dengan baik struktur pengendalian internal
perusahaan.
c. Melaksanakan audit eksternal dan audit internal sesuai dengan
standar audit yang berlaku.
d. Memastikan bahwa temuan hasil audit dapat ditindaklanjuti oleh
manajemen.
Komite audit harus menyampaikan kepada dewan komisaris atas
proses pemilihan calon auditor eksternal untuk melaksanakan audit atas
laporan keuangan termasuk imbalan jasanya. Banyaknya anggota komite
audit juga harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan.
7. Cost of Equity
Cost of equity merupakan tingkat pengembalian yang diinginkan
oleh investor ketika investor memutuskan untuk menginvestasikan
uangnya ke perusahaan. Menurut Sari dan Diyanty (2015), cost of equity
sulit untuk diukur karena tidak ada cara bagaimana mengetahui return
yang diharapkan oleh investor secara langsung. Biaya ekuitas
merupakan salah satu faktor penentu estimasi tingkat return yang
diinginkan investor ketika melakukan pendanaan atau investasi ke dalam
perusahaan. Cost of equity merupakan biaya yang harus ditanggung oleh
perusahaan agar memperoleh dana dari investor (Nurjanati dan Rodoni,
2015). Semakin tinggi risiko yang dihadapi perusahaan maka cost of
equity juga semakin besar karena investor akan meminta tingkat
Sebaliknya, semakin rendah risiko perusahaan, maka akan menurunkan
cost of equity.
8. Cost of Debt
Cost of debt merupakan tingkat pengembalian yang diinginkan
oleh kreditor ketika kreditor memutuskan untuk melakukan pendanaan
atau memberikan dananya dalam bentuk pinjaman ke dalam perusahaan.
Cost of debt meliputi tingkat bunga yang harus ditanggung oleh
perusahaan sebagai akibat atas peminjaman kepada pihak eksternal
(Juniarti dan Sentosa, 2009). Menurut Yenibra (2014) biaya hutang
adalah tingkat pengembalian yang diharapkan kreditor atas dana yang
telah dipinjamkan kepada perusahaan sebagai salah satu bentuk usaha
kreditor untuk mengurangi risiko munculnya kerugian atas pinjaman
tersebut. Risiko yang bisa muncul seperti risiko perusahaan tidak
mampu melunasi pinjamannya.
Perusahaan biasanya melakukan pinjaman dana tidak hanya kepada
satu kreditor saja, tetapi juga kreditor yang lainnya. Setiap kreditor
memiliki tingkat bunga atas pinjaman yang berbeda-beda, sehingga
tingkat pengembalian antara satu kreditor dengan kreditor yang lain juga
bermacam-macam. Oleh karena itu, pengukuran cost of debt dapat
dilakukan dengan menghitung beban bunga yang dibayarkan perusahaan
kemudian membaginya dengan rata-rata pinjaman yang memiliki beban
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Perusahaan yang mampu menerapkan Good Corporate Governance
dapat mengurangi cost of capital, baik itu cost of equity maupun cost of
debt. Seperti penelitian yang telah dilakukan Byun et al. (2008), Chen et al.
(2009) dan Ashbaugh et al. (2009) yang menyatakan bahwa perusahaan
dengan corporate governance yang baik akan memiliki cost of equity yang
lebih rendah. Sedangkan dengan Piot and Piera (2007) yang menyatakan
bahwa Good Corporate Governance dapat menurunkan cost of debt.
Corporate governance dapat diukur dengan beberapa indikator seperti
kualitas audit, komisaris independen, kepemilikan institusional, dan komite
audit. Susanto dan Siregar (2012), Herusetya (2012), Sari dan Diyanty
(2015), dan Houqe et al. (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh
indikator-indikator Good Corporate Governance terhadap cost of equity.
Penelitian Susanto dan Siregar (2012) memperoleh hasil bahwa hanya
efektivitas komite audit yang berpengaruh terhadap biaya ekuitas. Kualitas
audit berpengaruh positif terhadap cost of equity diteliti oleh Herusetya
(2012). Hasil penelitian Sari dan Diyanty (2015) menyatakan bahwa
efektivitas dewan komisaris dan komite audit berpengaruh negatif signifikan
terhadap biaya ekuitas, tetapi kualitas audit tidak berpengaruh terhadap
biaya ekuitas. Berbeda dengan hasil penelitian Houqe et al. (2015) yang
membuktikan bahwa kualitas audit dapat menurunkan biaya ekuitas.
Juniarti dan Sentosa (2009) meneliti pengaruh Good Corporate
manajerial, kepemilikan institusional, dan kualitas audit terhadap biaya
hutang dengan hasil bahwa hanya kepemilikan institusional dan kualitas
audit yang berpengaruh terhadap biaya hutang. Penelitian serupa juga
dilakukan oleh Yunita (2012) dengan hasil yaitu hanya kepemilikan
institusional dan kualitas audit yang berpengaruh terhadap biaya hutang.
Pengaruh Good Corporate Governance terhadap biaya hutang juga diteliti
oleh Yenibra (2014) dan Rahmawati (2015). Penelitian Yenibra (2014)
memperoleh hasil bahwa Good Corporate Governance tidak berpengaruh
signifikan terhadap biaya hutang sedangkan kualitas audit berpengaruh
negatif terhadap biaya hutang. Penelitian Rahmawati (2015) memperoleh
hasil bahwa hanya komite audit berpengaruh negatif terhadap biaya hutang.
Rebecca dan Siregar (2012) dan Kurniawati dan Marfuah (2014)
meneliti pengaruh Corporate Governance terhadap biaya ekuitas dan biaya
hutang. Hasil penelitian Rebecca dan Siregar (2012) yaitu corporate
governance index terbukti memiliki pengaruh negatif terhadap biaya ekuitas
dan biaya utang perusahaan, kepemilikan keluarga memiliki pengaruh
signifikan positif terhadap biaya ekuitas perusahaan dan kepemilikan
institusional memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap biaya hutang
perusahaan. Penelitian Kurniawati dan Marfuah (2014) membuktikan bahwa
efektivitas dewan komisaris dan komite audit tidak berpengaruh terhadap
biaya ekuitas tetapi berpengaruh negatif terhadap biaya hutang sedangkan
C. Penurunan Hipotesis
1. Kualitas Audit dan Biaya Modal
Kualitas audit yang baik menunjukkan salah satu indikator
pendukung penerapan GCG di suatu perusahaan, dimana auditor eksternal
merupakan kendali manajer dalam mengukur dan menyajikan laporan
keuangan perusahaannya dengan wajar dan sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku (Susanto dan Siregar, 2012). Perusahaan yang
mampu menerapkan GCG dapat mengurangi cost of capital, baik itu cost
of equity maupun cost of debt.Sesuai dengan teori agensi, principal
sebagai pemilik perusahaan cenderung akan menunjuk agen yaitu Kantor
Akuntan Publik dengan reputasi yang baik agar memperoleh kualitas audit
yang baik dan dapat mengurangi biaya ekuitas. Laporan keuangan
perusahaan yang diaudit oleh KAP big four akan lebih dipercaya oleh para
stakeholder daripada laporan keuangan perusahaan yang diaudit oleh KAP
non big four. Hal ini disebabkan karena KAP yang berafiliasi dengan KAP
big four memiliki reputasi yang baik dan dinilai lebih kompeten dan
independen sehingga mampu mengurangi tindakan kecurangan di suatu
perusahaan. Audit yang dilakukan dengan kompeten, independen, dan
kehati-hatian akan membuat hasil audit lebih berkualitas. Akibatnya,
laporan keuangan auditan menjadi lebih andal dan akan mengurangi risiko
informasi yang terjadi antar pihak manajemen dengan para stakeholder
khususnya investor dan kreditor. Perusahaan akan mengeluarkan cost of
Penelitian Juniarti dan Sentosa (2009), Yunita (2012), dan
Yenibra (2014) menunjukkan hasil bahwa kualitas audit berpengaruh
negatif terhadap cost of debt. Hasil penelitian Houqe et al. (2015)
menunjukkan bahwa perusahaan yang diaudit KAP berkualitas tinggi
akan menurunkan cost of equity. Berdasarkan uraian tersebut,
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1A: Kualitas audit berpengaruh negatif terhadap cost of equity.
H1B: Kualitas audit berpengaruh negatif terhadap cost of debt.
2. Komisaris Independen dan Biaya Modal
Komisaris independen yang berada dalam struktur dewan
komisaris bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk
mengawasi dan menasihati direksi dan memastikan bahwa GCG di
perusahaan dapat diterapkan. Komisaris independen harus mampu
menjamin bahwa mekanisme pengawasan yang menjadi tugasnya dapat
berjalan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan (KNKG,
2006). Proporsi komisaris independen yang semakin besar dapat
meningkatkan kualitas pengawasan karena semakin banyak komisaris
independen yang menuntut transparansi dalam pelaporan dan
pengungkapan perusahaan (Gunawan dan Hendrawati, 2016). Adanya
komisaris independen dalam struktur dewan komisaris suatu perusahaan
berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan yang disusun oleh
perusahaan (Juniarti dan Sentosa, 2009). Laporan keuangan suatu
integritas yang lebih tinggi. Komisaris independen akan melakukan
tindakan pengawasan dan pemberian nasihat kepada dewan komisaris
sehingga melindungi hak-hak pihak di luar manajemen dan
meningkatkan kinerja perusahaan. Peningkatan kinerja perusahaan dapat
mengurangi risiko perusahaan sehingga dapat berpengaruh pada biaya
modal perusahaan karena dapat menjadi pertimbangan bagi investor
maupun kreditor untuk menentukan return yang diminta.
Penelitian Anderson et al. (2003) menunjukkan bahwa komisaris
independen berpengaruh negatif terhadap biaya hutang. Kurniawati dan
Marfuah (2014) telah menguji pengaruh antara efektivitas dewan
komisaris terhadap cost of equity dan cost of debt. Hasil dari penelitian
tersebut yaitu efektivitas dewan komisaris berpengaruh negatif
signifikan terhadap biaya hutang. Pengaruh dewan komisaris terhadap
cost of equity diteliti oleh Sari dan Diyanty (2015) dengan hasil bahwa
efektivitas dewan komisaris sebagai salah satu mekanisme internal
dalam Corporate Governance berpengaruh signifikan negatif terhadap
biaya ekuitas. Dimana di dalam efektivitas dewan komisaris yang diukur
dengan checklist terdapat proporsi komisaris independen (Susanto dan
Siregar, 2012). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dalam
H2A: Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap cost of
equity.
H2B: Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap cost of debt.
3. Kepemilikan Institusional dan Biaya Modal
Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh
investor institusional, seperti pemerintah, bank, perusahaan asuransi,
perusahaan investasi, atau perusahaaan lain (Juniarti dan Sentosa, 2009).
Pemilik institusi akan melakukan pengawasan secara lebih ketat atas
kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan yang meningkat akan
mengurangi risiko perusahaan sehingga investor maupun kreditor akan
meminta return yang lebih kecil. Jika dibandingkan dengan investor
individu, investor institusional memiliki kemampuan yang lebih besar
untuk mengawasi tindakan manajemen, seperti tindakan manipulasi
karena investor institusional tidak mudah diperdaya oleh perusahaan.
Hal ini dapat mengurangi cost of equity dan cost of debt perusahaan.
Hasil penelitian Juniarti dan Sentosa (2009) serta Rebecca dan
Siregar (2012) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh negatif terhadap biaya hutang perusahaan. Natalia dan Sun
(2013) dalam penelitiannya membuktikan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh negatif terhadap biaya modal ekuitas.
H3A: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap cost of
equity.
H3B: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap cost of
debt.
4. Komite Audit dan Biaya Modal
Komite audit merupakan komite yang membantu dewan
komisaris untuk menetapkan auditor eksternal yang akan melakukan
audit atas laporan keuangan perusahan. Banyaknya komite audit dalam
suatu perusahaan harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan
dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan
(KNKG, 2006). Komite audit yang semakin besar jumlahnya dalam
suatu perusahaan dapat meningkatkan pengawasan terhadap auditor dan
kinerja manajemen sehingga pelaporan keuangan semakin berkualitas
(Gunawan dan Hendrawati, 2016). Semakin besar jumlah komite audit
yang memiliki latar belakang dan kemampuan akuntansi atau keuangan
akan berakibat pada biaya modal yang lebih rendah. Hal ini disebabkan
karena komite audit juga bertugas salah satunya untuk memastikan
bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku. Laporan keuangan yang semakin andal dapat
mengurangi terjadinya ketimpangan informasi antara pihak perusahaan
dengan para pengguna laporan keuangan, seperti investor dan kreditor.
Investor dan kreditor tidak akan meminta tingkat pengembalian yang
Hasil penelitian Kurniawati dan Marfuah (2014) menyatakan
bahwa efektivitas komite audit memiliki pengaruh negatif terhadap
biaya hutang. Hasil ini serupa dengan penelitian Rahmawati (2015)
bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap biaya hutang.
Penelitian Sari dan Diyanty (2015) membuktikan bahwa efektivitas
komite audit memiliki pengaruh negatif terhadap biaya ekuitas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H4A: Komite audit berpengaruh negatif terhadap cost of equity.
H4B: Komite audit berpengaruh negatif terhadap cost of debt.
D. Kerangka Pemikiran
Besarnya biaya modal yang harus ditanggung perusahaan dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal. Diantaranya dapat dipengaruhi oleh GCG
yang diukur dengan beberapa indikator diantaranya kualitas audit, komisaris
independen, kepemilikan institusional, dan komite audit. Kualitas audit yang
diproksikan dengan KAP yang berafiliasi dengan big four atau tidak
berafiliasi dengan big four dapat mempengaruhi besarnya biaya modal.
Proporsi komisaris independen dan jumlah komite audit sebagai indikator
praktik GCG secara internal juga dapat mempengaruhi besarnya biaya
modal. Struktur kepemilikan yaitu salah satunya adalah kepemilikan
institusional juga diduga dapat mempengaruhi biaya modal karena investor
institusi akan mengawasi perusahaan lebih ketat daripada investor
31
A. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seluruh
perusahaan manufaktur yang listing di BEI pada tahun 2013-2015. Teknik
pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dimana
peneliti mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu:
1. Perusahaan manufaktur yang listing di BEI dan menerbitkan
laporan keuangan dan laporan tahunan auditan secara lengkap
untuk periode yang berakhir 31 Desember 2013-2015.
2. Perusahaan manufaktur yang menyediakan data-data mengenai
variabel penelitian secara lengkap dalam laporan keuangannya.
3. Perusahaan yang tidak mengalami kerugian selama tahun
2013-2015.
4. Perusahaan yang memiliki hutang berbunga.
5. Perusahaan menyajikan laporan keuangan dalam mata uang rupiah.
B. Jenis dan Sumber data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder atau data tidak
secara langsung diterima oleh peneliti. Data penelitian bersumber dari:
1. BEI untuk memperoleh data berupa daftar perusahaan manufaktur
2. Indonesia Capital Market Directory (ICMD), website Indonesia
Stock Exchange (IDX), dan website perusahaan sampel untuk
memperolah data laporan tahunan serta data-data lain yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik
dokumentasi. Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan
perusahaan manufaktur periode tahun 2013-2015 yang bersumber dari BEI,
ICMD, website IDX, dan website resmi dari perusahaan. Peneliti juga
menggunakan artikel, jurnal penelitian terdahulu, dan buku yang terkait
dengan penelitian.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalisasi Variabel 1. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi oleh variabel independen atau variabel bebas. Dalam
penelitian ini variabel dependen yang digunakan yaitu cost of equity dan
cost of debt.
a. Cost of equity
Cost of equity merupakan tingkat pengembalian yang
diinginkan oleh investor ketika investor memutuskan untuk
digunakan untuk mengukur cost of equity salah satunya adalah
earning-price ratio (EP Ratio) yang digunakan dalam penelitian
Francis et al. (2005), Li et al. (2009), Desiliani (2014), dan Borja
(2015). Penggunaan EP Ratio untuk mengukur cost of capital karena
EP Ratio merupakan pengukuran yang paling populer untuk
mengestimasi tingkat pengembalian dalam pasar ekuitas dan
pengukuran yang secara luas diterapkan (Easton dalam Lie et al.,
2009). Semakin rendah nilai EP Ratio menujukkan bahwa biaya
ekuitas yang harus ditanggung perusahaan juga rendah. Begitu juga
sebaliknya, semakin tinggi nilai EP Ratio menunjukkan bahwa biaya
modal ekuitas yang harus dikeluarkan perusahaan juga tinggi. EP
Ratio dihitung dengan rumus:
b. Cost of debt
Cost of debt merupakan tingkat pengembalian yang
diinginkan oleh kreditor ketika kreditor memutuskan untuk
melakukan pendanaan atau memberikan dananya dalam bentuk
pinjaman ke dalam perusahaan. Cost of debt dapat dihitung dengan
membagi beban bunga yang dibayarkan perusahaan dalam satu
periode tahunan dibagi dengan rata-rata pinjaman jangka pendek
dan jangka panjang yang menghasilkan beban bunga pinjaman
tersebut (Juniarti dan Sentosa, 2009). Rumus untuk menghitung
penelitian Yunita (2012), Kurniawati dan Marfuah (2014), dan
Yenibra (2014). Rumus tersebut yaitu:
2. Variabel Independen
a. Kualitas Audit
Kualitas audit yang baik menunjukkan salah satu indikator
pendukung penerapan GCG di suatu perusahaan. Hasil dari kualitas
audit ini dapat memberikan sinyal dari perusahaan untuk para
stakeholdernya. Kualitas audit dapat diartikan sebagai kemungkinan
besarnya auditor yang kompeten dan independen dalam menemukan
dan melaporkan temuan dalam laporan keuangan kliennya. Dalam
penelitian ini kualitas audit diukur menggunakan dummy variable.
Apabila laporan keuangan perusahaan diaudit oleh KAP big four
maka diberi nilai 1 dan apabila diaudit oleh KAP nonbig four maka
diberi 0. Pengukuran kualitas audit dengan dummy variable
digunakan dalam penelitian Piot dan Pierra (2007), Sari dan Diyanty
(2015), dan Houqe et al. (2015).
b. Komisaris Independen
Komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris
pihak yang tidak memiliki hubungan bisnis dan hubungan keluarga
dengan pemegang saham kontrol, anggota direksi dan dewan
komisaris lain dan dengan perusahaan itu sendiri (KNKG, 2006).
Pengukuran komisaris independen dalam penelitian ini sesuai
dengan Juniarti dan Sentosa (2006) dan Yunita (2012) yaitu dengan
persentase jumlah komisaris independen terhadap total dewan
komisaris. Persentase jumlah komisaris independen dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
c. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh
investor institusional, seperti pemerintah, bank, perusahaan asuransi,
perusahaan investasi, atau perusahaaan lain (Juniarti dan Sentosa,
2009). Dalam penelitian ini kepemilikan institusional diukur dengan
persentase jumlah saham perusahan yang dimiliki institusi terhadap
total saham yang beredar, seperti yang digunakan oleh Yunita (2012)
dan Rahmawati (2015). Persentase kepemilikan institusional
d. Komite Audit
Menurut Peraturan BAPEPAM No IX.1.5 mengenai
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit,
komite audit merupakan komite yang dibentuk dewan komisaris
untuk membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Komite audit
dalam suatu perusahaan paling sedikit satu orang komisaris
independen dan paling sedikit dua orang anggota lainnya yang
berasal dari luar emiten atau perusahaan publik. Komite audit dalam
penelitian ini diukur dengan jumah anggota komite audit yang ada di
perusahaan, seperti yang digunakan dalam penelitian Rahmawati
(2015).
E. Metode Analisis Data
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif bukan merupakan analisis yang
bermaksud untuk menguji hipotesis (Suparno, 2013). Analisis statistik
deskriptif digunakan untuk menyajikan dan mengetahui gambaran atau
deskripsi tentang karakteristik atau keadaan data penelitian, seperti
frekuensi, mean, median, modus, minimum, maksimum, range,
variance dan standar deviasi (Nazaruddin dan Basuki, 2016). Analisis
statistik deskriptif menggambarkan data yang bersangkutan menjadi
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan syarat statistik yang harus terpenuhi
apabila menggunakan analisis regresi linear berganda yang berbasis OLS
(Ordinary Least Square).
a. Uji Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah residual data penelitian yang telah dikumpulkan dan digunakan dalam model
regresi berdistribusi normal atau tidak. Model regresi dapat
dikatakan baik apabila nilai residual berdistribusi normal atau
diambil dari populasi yang normal. Uji statistik normalitas yang
dapat digunakan antara lain Chi-Square, Kolmogorov-Smirnov,
Lilliefors, Shapiro Wilk dan Jarque Bera (Nazarudidin dan Basuki,
2016). Uji statistik normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov. Ketentuan apabila menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov yaitu:
1) Apabila besarnya Asymp Sig. (2 tailed) lebih besar dari 0,05
maka H0 diterima dan dapat dikatakan bahwa residual data
berdistribusi normal.
2) Apabila besarnya Asymp Sig. (2 tailed) kurang dari 0,05 maka
H0 ditolak dan dapat dikatakan bahwa residual data tidak
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah
dalam model regresi berganda terdapat kolerasi yang kuat antara
variabel independen dalam model regresi linear berganda. Model
regresi dapat dikatakan baik apabila tidak terjadi kolerasi di antara
variabel independen. Terjadinya multikolinearitas dalam suatu model
regresi dapat menyebabkan koefisien variabel independen menjadi
tidak signifikan. Cara untuk mengetahui terjadi multikolinearitas atau
tidak dapat diketahui dengan melihat nilai tolerance dan Variance
Inflation Factor (VIF) (Desiliani, 2014). Kriteria dalam uji
multikolinearitas yaitu:
1) Apabila nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF
kurang dari 10, maka model regresi dapat dikatakan tidak
terjadi multikolinearitas.
2) Apabila nilai tolerance kurang dari 0,10 dan nilai VIF lebih
dari 10, maka model regresi dapat dikatakan terjadi
multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual data
suatu pengamatan dengan pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas
adalah terjadinya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua
Model regresi dapat dikatakan memenuhi syarat apabila kesamaan
varians dari residual suatu pengamatan dengan pengamatan yang lain
tetap (homokedastisitas). Uji statistik yang digunakan antara lain uji
Glejser, uji Park atau uji White. Uji heteroskedastisitas dalam
penelitian ini digunakan uji Glejser yaitu dengan meregresikan nilai
residual yang telah diabsolutkan dengan variabel-variabel independen
dalam model regresi. Apabila nilai Sig. pada output uji Glejser lebih
dari 0,05 maka tidak ada hubungan yang signifikan antara seluruh
variabel independen terhadap nilai absolute residual atau dapat
dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi terdapat korelasi residual dari satu pengamatan dengan
pengamatan yang lainnya. Model regresi dapat dikatakan baik
apabila bebas dari autokorelasi. Cara untuk mendeteksi terjadi
autokorelasi atau tidak dapat dilakukan dengan melihat angka D-W
(Durbin-Watson) dengan patokan sebagai berikut (Santoso, 2010):
1) Apabila angka D-W di bawah -2 maka artinya terdapat
autokorelasi positif.
2) Apabila angka D-W di antara -2 sampai +2 maka artinya
tidak terdapat autokorelasi.
3) Apabila angka D-W di atas +2 maka artinya terdapat
3. Uji Hipotesis dan Analisis Data a. Model Penelitian
Pengujian terhadap hipotesis yang telah diformulasikan dalam
penelitian ini menggunakan regresi berganda. Sebelum dilakukan uji
regresi berganda terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk
memastikan bahwa model regresi yang digunakan adalah normal dan
tidak terjadi multikolinearitas, heteroskedastisitas, serta autokorelasi.
Alat bantu statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan aplikasi SPSS.
Model penelitian dalam penelitian ini mengacu pada model
penelitian yang digunakan oleh Kurniawati dan Marfuah (2014).
Model penelitian terdiri dari 2 model dimana model pertama untuk
menguji H1a, H2a, H3a, dan H4a, sedangkan model kedua untuk menguji
H1b, H2b, H3b, dan H4b.
Model 1:
COE i,t = α + β1 KAUD i,t + β2 KINDi,t + β4 KINS i,t + β3 KOAUDi,t+ e i,t
Model 2:
COD i,t = α + β1 KAUD i,t + β2 KINDi,t + β4 KINS i,t + β3 KOAUDi,t + e i,t
Keterangan:
COE i,t : Cost of equity
KAUD i,t : Kualitas audit
KOINDi,t : Komisaris independen
KINS i,t : Kepemilikan institusional
KOAUDi,t : Komite audit
b. Uji Hipotesis
1) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan variabel independen mempengaruhi
variabel dependen (Desiliani, 2014). Apabila nilai R2 mendekati
nilai 1 artinya variabel dependen hampir seluruhnya dijelaskan
oleh variabel independen yang diteliti.
2) Uji Signifikansi Parameter Individual (t-test)
Uji t-test digunakan untuk mengetahui seberapa besar secara
individu atau secara parsial variabel independen mampu
menerangkan variabel dependen. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah kualitas audit, komisaris independen,
kepemilikan institusional, dan komite audit. Sedangkan variabel
dependennya adalah cost of equity dan cost of debt. Pengujian
dilakukan dengan ketentuan alpha atau tingkat kesalahan sebesar
0,05. Hipotesis diterima apabila nilai sig < 0,05 dan koefisien
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Obyek dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI pada tahun 2013-2015. Pemilihan sampel
menggunakan teknik purposive sampling dengan hasil sebanyak 52
perusahaan dan data observasi pada tahun 2013-2015 sebanyak 156
perusahaan. Proses pemilihan sampel disajikan pada Tabel 4.1:
TABEL 4.1.
PROSES PEMILIHAN SAMPEL
No Uraian Model 1 Model 2
1. Jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
tahun 2013-2015. 129 129
2. Perusahaan manufaktur tidak menerbitkan laporan keuangan dan laporan tahunan auditan secara lengkap untuk periode yang berakhir 31 Desember 2013-2015.
(1) (1)
3. Perusahaan manufaktur yang tidak menyediakan data-data mengenai variabel penelitian secara lengkap.
(5) (5)
4. Perusahaan yang mengalami kerugian selama tahun
2013-2015. (48) (48)
5. Perusahaan yang tidak memiliki hutang berbunga. (7) (7)
6. Perusahaan menyajikan laporan keuangan tidak
dalam rupiah. (16) (16)
7. Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel setiap
tahunnya 52 52
Total perusahaan yang dijadikan sampel selama
tahun 2013-2015 (52 × 3) 156 156
Data outliers (41) (11)
Data yang diolah 115 145
B. Analisis Statisitik Deskriptif
TABEL 4.2.
STATISTIK DESKRIPTIF MODEL 1
N Minimum Maximum Mean
Std. Deviation
KAUD 115 .0000 1.0000 .4957 .5021
KIND 115 .0000 1.0000 .3743 .1665
KINS 115 .2248 .9820 .6725 .1715
KOAUD 115 .0000 5.0000 3.0609 .8302
COE 115 .0009 .1082 .0469 .0230
Valid N
(listwise) 115
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Jumlah data yang digunakan dalam penelitian sebanyak 156 data
selama 3 tahun. Namun pada model pertama, setelah dilakukan pengujian
dengan menggunakan SPSS 23.0 diketahui bahwa data tidak berdistribusi
normal. Langkah yang diambil peneliti adalah mendeteksi terjadinya
outliers. Peneliti membuang beberapa sampel agar data berdistribusi normal.
Sampel yang dibuang berjumlah 41 data, sehingga data menjadi berjumlah
115.
Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pada model pertama jumlah
observasi dalam penelitian (N) sebanyak 115. Variabel kualitas audit
(KAUD) memiliki nilai minimum 0; nilai maksimum 1; mean 0,4957; dan
standar deviasi 0,50217. Nilai minimum 0 artinya tidak diaudit oleh KAP
big four. Sedangkan nilai maksimum sebesar 1 artinya diaudit oleh KAP big
four. Mean variabel kualitas audit sebesar 0,4957 atau 49,57% menunjukkan