STUDI PEMBUATAN PLASTIK ELASTOMER DARI HDPE BEKAS DAN BAN BEKAS DENGAN PENAMBAHAN DIKUMIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR DAN DIVINIL BENZEN SEBAGAI ZAT PENGIKAT SILANG
OLEH
CHAYRANI BAKTI PUTRI
110822011
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI PEMBUATAN PLASTIK ELASTOMER DARI HDPE BEKAS DAN BAN BEKAS DENGAN PENAMBAHAN DIKUMIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR DAN DIVINIL BENZEN SEBAGAI ZAT PENGIKAT SILANG
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
CHAYRANI BAKTI PUTRI
110822011
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : STUDI PEMBUATAN PLASTIK
ELASTOMER DARI HDPE BEKAS DAN BAN BEKAS DENGAN PENAMBAHAN
DIKUMIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR DAN DIVINIL BENZEN SEBAGAI
ZAT PENGIKAT SILANG
Kategori : SKRIPSI
Nama : CHAYRANI BAKTI PUTRI
Nomor Induk Mahasiswa : 110822011
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Maret 2014 Komisi Pembimbing
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si Dr. Yugia Muis, M.Si NIP 196106141991031002 NIP 195310271980032003 Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
STUDI PEMBUATAN PLASTIK ELASTOMER DARI HDPE (High Density Polyethlene) BEKAS DAN BAN
BEKAS DENGAN PENAMBAHAN DIKUMIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR DAN
DIVINIL BENZEN SEBAGAI ZAT PENGIKAT SILANG
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Maret 2014
CHAYRANI BAKTI PUTRI
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Adapun skripsi ini disusun merupakan salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga dan kasih sayang yang tulus kepada Ayahanda tercinta H. Ir. Baktiono dan Ibunda Hj. Helmy Marliana, S.Pd, Abang M. Chairun Nawawi ST/Istri,Adik Miftah Huzannah serta Fahmi Rasyid Harahap ST yang selama ini selalu sabar dan mendo’akan, memberi perhatian serta dukungan dan bantuan moril juga material yang telah diberikan kepada penulis.
Selanjutnya keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Yugia Muis, M.Si dan Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini, yang telah memberi panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakan kajian ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dekan Dr. Sutarman, M.Sc. Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara DR. Rumondang Bulan, MS dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc, semua dosen Departemen kimia FMIPA USU dan pegawai di FMIPA USU, rekan-rekan Asisten di Laboratorium Kimia Polimer, serta abangda Edi Suratno, rekan –rekan kuliah khususnya stambuk 2011 Ekstensi Kimia, Evi Putriani dan Ika Agustina Nasution.
STUDI PEMBUATAN PLASTIK ELASTOMER DARI HDPE (High Density Polyethylene) BEKAS DAN BAN BEKAS DENGAN PENAMBAHAN
DIKUMIL PEROKSIDASEBAGAI INISIATOR DAN DIVINIL BENZENSEBAGAI ZAT PENGIKAT SILANG
ABSTRAK
Studi Pembuatan termoplastik elastomer dari HDPE bekas-Abu Ban bekas dengan panambahan dikumil peroksida (DKP) sebagai inisiator dan divinil benzen (DVB) sebagai zat pengikat silang telah dilakukan. Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas dengan variasi 30/70 (g/g), 50/50 (g/g) dan 70/30 (g/g) serta penambahan DKP dan DVB dengan variasi konsentrasi 1 phr, 2 phr, dan 3 phr. Pencampuran dilakukan dengan ekstruder pada suhu 175oC. Campuran ditekan pada hot press 175oC, tekanan 100 Kgf/cm2 selama 30 menit dan spesimen dicetak sesuai ASTM D638. Termoplastik elastomer yang dihasilkan dikarakterisasi berdasarkan pengujian kekuatan tarik, uji morfologi dengan SEM dan analisa suhu terdekomposisi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 30/70 (g/g) dengan 2 phr DKP dan 2 phr DVB memiliki kekuatan tarik tertinggi yaitu 1,70 (Mpa), kemuluran 32,40%, analisa morfologi terlihat homogen dan partikel abu ban bekas terdistribusi sempurna di dalam matrik HDPE bekas dan temperatur terdekomposisi sempurna dengan interaksi matrik HDPE terhadap Abu Ban Bekas.
STUDIES ELASTOMER MANUFACTURE OF HDPE FORMER AND WASTE TYRE DUST WITH THE
ADDITION DIKUMIL PEROXIDE AS AN INISIATOR AND DIVINYL BENZENA
AS CROSSLINKING AGENT
ABSTRACT
Studies the manufacture of HDPE thermoplastics elastomer former-wate tyre dustwith addition dikumil peroxide as an initiator and divinyl benzena as a crosslonking has been carried out. HDPE mixture waste tyre dust with variation 70/30 (g/g). 50/50 (g/g) and 30/70 (g/g) as well as addition of the DKP and DVB concentration variation 1phr, 2phr and 3phr. Mixing is done by extrusion at a temperature of 175ºC. The mixture is pressed in a hot press 175ºC, 100kgf/mm preassure for 30 minutes and specimen as per ASTM D638.Thermoplastics elastomers are produced characterized by tensile strength testing, test morphology by SEM and thermal alakysis with DTA. The result showed that mixture of HDPE-Waste Tyre Dust highes yensile strenght of 1.70M.pa, elongation 32,40%, morphological analysis which looks homogeneous waste tyre dust perfectly dispersed in the HDPE matrix the variation of 70/30 (g/g) and well decomposed waste tyre dust to thr interaction between the HDPE matrix-Waste tyre dust.
Keywords: Thermoplastic Elastomer, HDPE, Waste Tyre Dust, Tensile Strength, SEM, DTA
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar isi vi
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x
Daftar Singkatan xi
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 4
1.3 Pembatasan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.6 Metodologi Penelitian 5
1.7 Lokasi Penelitian 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Polimer 7
2.2 Termoplastik Elastomer 8
2.3 Plastik 10
2.4 Ban 14
2.5 Vulkanisasi 15
2.6 Inisiator 16
2.7 Ikat Silang 17
2.8 Uji Tarik 19
2.9 Analisis Sifat Permukaan dengan PengujianScanning Electron Microscopy (SEM)
2.10 Analisis Thermal Differensial
21
23
BAB 3. METODE PENELITIAN 25
3.1 Bahan-Bahan Penelitian 3.2. Alat-alat Penelitian
26 26
3.3 Prosedur 26
3.3.1 Penyiapan Sampel 26
3.3.2 Pengolahan Campuran HDPE bekas/Abu Ban Bekas dengan DKP tanpa penambahan DVB
26
3.3.3 Pengolahan Campuran HDPE bekas/Abu Ban Bekas+ DKP+ DVB 27
3.3.4 Pembuatan Spesimen 27
3.4 Skema Pengambilan data 29 3.4.1 Bagan Pembuatan Campuran HDPE bekas dan Abu Ban Bekas
dengan Penambahan Dikumil Peroksida sebagai inisiator
29
3.4.2 Bagan Pembuatan Campuran HDPE bekas dan Abu Ban Bekas dengan Penambahan Dikumil Peroksida sebagai inisiator dan Divinil Benzena sebagai Pengikat Silang
30
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1 Hasil Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran Campuran HDPE bekas-Abu
Ban bekas
31
4.1.2 Hasil Analisa Kuat Tarik Campuran HDPE bekas-Abu Ban Bekas 70/30 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
31
4.1.3 Hasil Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran Campuran HDPE bekas-AbuBan bekas 50/550 (g/g) dengan penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
32
4.1.4 Hasil Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 30/70 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa penambahan DVB
32
4.2.1 Hasil Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 70/30 g/g) dengan Penambahan DKP + DVB
33
4.2.2 Hasil Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 50/50 (g/g) dengan Penambahan DKP + DVB
35
4.2.3 Hasil analisa Kuat Tarik dan Kemuluran Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 30/70 (g/g) dengan penambahan DKP + DVB
37
4.3.1 Hasil Analisa DTA dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
39
4.3.2 Hasil Analisa DTA dengan Penambahan DKP + DVB 47
DAFTAR PUSTAKA 49
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1.1 Hasil Analisa Pengujian Kekuatan Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas Tanpa DKP dan DVB
31
4.1.2 Hasil Analisa Pengujian Kekuatan Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas 70/30 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
32
4.1.3 Hasil Analisa Pengujian Kekuatan Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas 50/50 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
32
4.1.4 Hasil Analisa Pengujian Kekuatan Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas 30/70 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
33
4.2.1 Hasil Analisa Pengujian Kekuatan Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban bekas 70/30 (g/g) dengan Penambahan DKP dan dengan Penambahan DVB
35
4.2.2 Hasil Analisa Pengujian Kekuatan Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban bekas 50/50 (g/g) dengan Penambahan DKP dan dengan Penambahan DVB
37
4.2.3 Hasil Analis Pengujian Kekuatan Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban bekas 30/70 (g/g) dengan Penambahan DKP dan dengan Penambahan DVB
39
4.3.2 Hasil Analisa DTA Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
47
4.3.2 Hasil Analisa DTA Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas dengan penambahan DKP + DVB
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Mekanisme Reaksi Dikumilperoksida 17
2.2. Struktur Divinil Benzena 18
3.1. Spesimen Uji Berdasarkan ASTM D638 27
4.1. 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 Grafik Kekuatan Tarik Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas dengan penambahan DKP Grafik Kemuluran Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas dengan penambahan DKP Grafik Kekuatan Tarik Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 70/30 (g/g) dengan penambahan DKP + DVB Grafik Kemuluran Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 70/30 dengan penambahan DKP + DVB Grafik Kekuatan Tarik Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 50/50 (g/g) dengan penambahan DKP + DVB Grafik Kemuluran Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 50/50 (g/g) dengan penambahan DKP + DVB Grafik Kekuatan Tarik Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 30/70 (g/g) dengan penambahan DKP + DVB Grafik Kemuluran Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 30/70 (g/g) dengan penambahan DKP + DVB Hasil Pengujian SEM pada Permukaan TPE HDPE bekas-Abu Ban bekas 70/30 + DKP 33 34 36 36 38 38 40 40 4.10. Hasil Pengujian SEM pada Permukaan TPE HDPE beka-Abu Ban bekas 70/30 + DKP +DVB 43
4.11 Hasil Pengujian SEM pada Permukaan TPE HDPE bekas-Abu Ban Bekas 50/50 + DKP 44
4.12. Hasil Pengujian Permukaan dari TPE HDPE bekas-Abu Ban bekas 50/50 + DKP + DVB 44
4.13 . Hasil Pengujian SEM dari TPE HDPE bekas-Abu Ban Bekas 30/70 + DKP 45
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1.
2.
Grafik Terdekomposisi Analisa DTA Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 70/30 dengan penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
Grafik Terdekomposisi Analisa DTA Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 70/30 dengan Penambahan DKP + DVB
52
53
3.
4.
Grafik Terdekomposisi Analisa DTA Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 50/50 dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
Grafik Terdekomposisi Analisa DTA Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 50/50 dengan penambahan DKP + DVB
54
55
5.
6.
Grafik Terdekomposisi Analisa DTA Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 30/70 dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
Grafik Terdekomposisi Analisa DTA Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 30/70 dengan Penambahan DKP + DVB
56
DAFTAR SINGKATAN
ASTM = American Standard for Testing Materials
DKP = Dikumil Peroksida
DVB = Divinil Benzena
HVA-2 = Homovanilic Acid {2-(4-Hydroxy-3-Methoxy-Phenyl)}
MFI = Melt Flow Indexer
MFR = Melt Flow Rate
NR = Natural Rubber
Phr = Per hundred rubber
HDPE = High Density Polyethylene
PRI = Plasticity Retention Index
TPE = Termoplastik Elastomer
USA = United State American
DTA = Differential Thermal Analysis
LDPE = Low density Polyethylene
MDPE = Medium Density Polyethylene
STUDI PEMBUATAN PLASTIK ELASTOMER DARI HDPE (High Density Polyethylene) BEKAS DAN BAN BEKAS DENGAN PENAMBAHAN
DIKUMIL PEROKSIDASEBAGAI INISIATOR DAN DIVINIL BENZENSEBAGAI ZAT PENGIKAT SILANG
ABSTRAK
Studi Pembuatan termoplastik elastomer dari HDPE bekas-Abu Ban bekas dengan panambahan dikumil peroksida (DKP) sebagai inisiator dan divinil benzen (DVB) sebagai zat pengikat silang telah dilakukan. Campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas dengan variasi 30/70 (g/g), 50/50 (g/g) dan 70/30 (g/g) serta penambahan DKP dan DVB dengan variasi konsentrasi 1 phr, 2 phr, dan 3 phr. Pencampuran dilakukan dengan ekstruder pada suhu 175oC. Campuran ditekan pada hot press 175oC, tekanan 100 Kgf/cm2 selama 30 menit dan spesimen dicetak sesuai ASTM D638. Termoplastik elastomer yang dihasilkan dikarakterisasi berdasarkan pengujian kekuatan tarik, uji morfologi dengan SEM dan analisa suhu terdekomposisi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa campuran HDPE bekas-Abu Ban bekas 30/70 (g/g) dengan 2 phr DKP dan 2 phr DVB memiliki kekuatan tarik tertinggi yaitu 1,70 (Mpa), kemuluran 32,40%, analisa morfologi terlihat homogen dan partikel abu ban bekas terdistribusi sempurna di dalam matrik HDPE bekas dan temperatur terdekomposisi sempurna dengan interaksi matrik HDPE terhadap Abu Ban Bekas.
STUDIES ELASTOMER MANUFACTURE OF HDPE FORMER AND WASTE TYRE DUST WITH THE
ADDITION DIKUMIL PEROXIDE AS AN INISIATOR AND DIVINYL BENZENA
AS CROSSLINKING AGENT
ABSTRACT
Studies the manufacture of HDPE thermoplastics elastomer former-wate tyre dustwith addition dikumil peroxide as an initiator and divinyl benzena as a crosslonking has been carried out. HDPE mixture waste tyre dust with variation 70/30 (g/g). 50/50 (g/g) and 30/70 (g/g) as well as addition of the DKP and DVB concentration variation 1phr, 2phr and 3phr. Mixing is done by extrusion at a temperature of 175ºC. The mixture is pressed in a hot press 175ºC, 100kgf/mm preassure for 30 minutes and specimen as per ASTM D638.Thermoplastics elastomers are produced characterized by tensile strength testing, test morphology by SEM and thermal alakysis with DTA. The result showed that mixture of HDPE-Waste Tyre Dust highes yensile strenght of 1.70M.pa, elongation 32,40%, morphological analysis which looks homogeneous waste tyre dust perfectly dispersed in the HDPE matrix the variation of 70/30 (g/g) and well decomposed waste tyre dust to thr interaction between the HDPE matrix-Waste tyre dust.
Keywords: Thermoplastic Elastomer, HDPE, Waste Tyre Dust, Tensile Strength, SEM, DTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Termoplastik Elastomer (TPE) adalah plastik yang dapat melunak apabila
dipanaskan dan akan kembali kebentuk semula ketika dalam keadaan dingin juga dapat
didaur ulang dengan pemanasan. TPE semakin populer karena mempunyai beberapa
kelebihan diantaranya dapat memperoleh sifat yang diinginkannya berdasarkan dari
kegunaannya. Pembuatan TPE berbasis karet alam atau karet sintetis berpotensi dalam
peningkatan sifat-sifat dari bahan yang akan dihasilkan, yang mana dapat mengubahnya
menjadi barang jadi dan penggunaannya dapat diperluas (Nakason, 2006).
Campuran (paduan) dua atau lebih polimer telah menjadi fenomena penting pada
tahun-tahun terakhir untuk mendapatkan suatu bahan dengan sifat-sifat tertentu seperti
sifat mekanik, fisik, termal dan kemampuan proses yang baik yang tidak ditemukan dari
masing-masing komponen. Paduan antara termoplastik dengan karet-elastomer dapat
menghasilkan suatu material yang disebut termoplastik elastomer (TPE)
(Halimatuddahliana, 2003).
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Charoen Nakason, dkk 2006. Dimana
vulkanisasi termoplastik berdasarkan pada campuran karet alam/polietilena densitas
tinggi dengan menggunakan pengkompatibilizer. Dikumil peroksida (DCP) memiliki
pengaruh besar pada stabilitas serbuk limbah ban yang menyebabkan pembesaran dan
intensitas pembentukan kopolimer sehingga meningkatkan adhesi antar muka antara
Polietilen (PE) adalah salah satu polimer terbesar diproduksi. Selain ringan,
mudah dibentuk, cukup keras, tahan goresan, tahan terhadap zat kimia dan sedikit sekali
menyerap air, sifatnya yang transparan dan tembus cahaya. PE memiliki kekuatan
benturan yang tinggi dan tahan terhadap pelarut organik pada suhu 600C. Adanya
beraneka ragam produk bahan polietilen disebabkan karena polimer ini dapat kompatibel
dengan sejumlah bahan aditif sehingga polimer ini dapat menyambung 22% berat
permintaan termoplastik di dunia. Kelemahan polietilen adalah pada suhu rendah akan
rapuh, dan dalam keadaan murni pada suhu -300C mudah pecah, kaku, mudah retak,
kurang stabil terhadap pemanasan, mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, mudah
terdegradasi oleh zat pengoksida seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida (Rusdi,
2008).
Keunggulan TPE yang dibuat dari proses pencampuran suatu elastomer dan
termoplastik adalah sifat yang dinginkan dapat ditentukan dengan memilih komponen
elastomer dan plastik pada perbandingan rasio pencampuran yang sesuai. Banyak
kombinasi termoplastik dan elastomer yang sudah komersial, diantaranya adalah
campuran polyethylene-ethylene-propilene-diene monomer (PE/EPDM). Namun EPDM
relatif lebih mahal dibandingkan dengan karet alam, sehingga dipelajari kemungkinan
mengganti EPDM dengan karet alam. Pencampuran PE dan karet alam diyakini lebih
ekonomis dan mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dibandingkan PE/EPDM
(Baharuddin, 2009).
TPE adalah kelas polimer yang menggabungkan bahan pengolahan termoplastik
dengan kerja fungsional dari elastomer konvensional. Selama empat dekade terakhir,
perkembangan TPE telah memperoleh banyak perhatian disektor ilmu polimer dan
teknologi. Saat ini TPE telah menjadi salah satu kelas polimer yang memiliki tingkat
yang sangat tinggi dalam kepentingan komersial. Faktor-faktor utama yang bertanggung
jawab untuk pertumbuhan yang berkelanjutan mencakup peracikan sederhana, cepat
fabrikasi dimana bahan tersebut dapat diolah kembali dan mudah untuk didaur ulang
(Pongdhorn, 2009).
suhu pengekstruderan telah meningkatkan kekuatan leburan dari bahan komposit pada
kadar ricih yang rendah (Siriwardena, 2003).
Laboratorium kami telah memfokuskan perhatian pada perkembangan teknologi
untuk secara aktif mendaur ulang limbah karet. Daur ulang limbah karet memerlukan
teknik khusus, karena limbah karet yang merupakan bahan termoset, yang tidak dapat
diproses ulang seperti termoplastik. Pemanfaatan serbuk karet ini adalah salah satu proses
yang paling baik untuk pemanfaatan yang efektif. Cara yang paling menjanjikan untuk
mendaur ulang limbah karet adalah dengan proses termoplastik agar dapat memperoleh
TPE. Namun, adhesi antara limbah karet dan campuran polimer biasanya sangat lemah
karena struktur ikat silang dari limbah karetnya. Untuk memecahkannya, beberapa upaya
dilakukan untuk memproduksi TPE yaitu dengan menambahkan peroksida kedalam
karetnya (Zhang, 2008).
Salah satu contoh TPE yang sangat populer pada saat ini adalah TPE poliolefin
yang didasarkan pada etilen-propilena-diena-monomer (EPDM) atau modifikasikannya.
Blend NR dan termoplastik sekarang menjadi perhatian, termoplastik yang digunakan
seperti polipropilena, HDPE, LDPE, dimana mempunyai beberapa keunggulan sifat,
seperti tahan terhadap hantaman, tahan terhadap bahan kimia dan stabilitas panas yang
baik (Nakason, 2006)).
Awang, 2007, penelitian telah mencampurkan campuran HDPE bekas dengan
vulkanisir ban bekas dengan penambahan dikumil peroksida dan
N,N-m-phenylenebismaleimide (HVA-2) sebagai zat pengikat silang, dimana menunjukkan
bahwa perbandingan campuran 70/30 memiliki kekuatan tarik yang paling optimum dan
campuran tersebut terdistribusi dengan baik dan hanya terjadi interaksi fisik antara
komponen penyusunan campuran (Awang, 2007).
Berdasarkan uraian diatas maka dianggap perlu melakukan penelitian tentang
Studi Pembuatan Plastik Elastomer dari HDPE Bekas dan Ban Bekas sebagai Pengisi
dengan Penambahan Dikumil Peroksida sebagai Inisiator dan Divinil Benzena sebagai
Pengikat Silang. Peneliti ingin menekiti sifat mekanik, morfologi dan sifat termal
termoplastik elastomer dari campuran HDPE bekas dan Vulkanisir Ban bekas
menggunakan alat ekstruder dengan penambahan DKP sebagai inisiator dan penambahan
1.2. Permasalahan
Apakah HDPE bekas dapat diolah kembali menjadi produk jadi dengan kualitas
baik dengan pencampuran vulkanisir ban bekas dan bagaimana pengaruh penambahan
dikumil peroksida dan divinilbenzena terhadap sifat mekanik ,perubahan morfologi
dengan alat scanning electron microscope (SEM) dan perubahan sifat termal dengan
Differensial Thermal Analysis (DTA).
1.3. Pembatasan Masalah
1. Bahan termoplastik yang digunakan adalah HDPE bekas dan bahan elastomer
yang digunakan adalah vulkanisir ban bekas.
2. Inisiator yang digunakan adalah dikumil peroksida (DKP) dengan variasi berat
adalah 1 phr, 2 phr dan 3 phr.
3. Zat pengikat silang yang digunakan adalah divinilbenzena (DVB) dengan variasi
volume 1 phr, 2 phr dan 3 phr.
4. Temperatur yang digunakan pada pengujian yaitu 1750C pada saat mengekstrusi
dan pencetakan spesimen.
5. Karakterisasi meliputi uji mekanik (kekuatan tarik) dan uji morfologi secara SEM, dan analisa termal secara DTA
1.4. Tujuan Penelitian
1. Bagaimana pengaruh penambahan divinilbenzena dan dikumil peroksida terhadap
sifat mekanik, sifat morfologi dan sifat termal yang dihasilkan dari campuran
HDPE bekas dan vulkanisir ban bekas.
2. Untuk mendaur ulang kembali barang-barang bekas berupa HDPE dan ban bekas
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat untuk melakukan penelitian ini adalah untuk mendaur ulang
HDPE bekas dan serbuk ban bekas menjadi produk plastik jadi dengan kualitas baik dan
untuk mengurangi dampak negatif dari barang-barang yang sudah tidak terpakai kembali.
Seperti pembuatan bamper mobil, pembuatan pipa dan alat-alat rumah tangga yang tahan
lama.
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium (Experiment Laboratory) dengan
perlakuan rasio konsentrasi HDPE dan vulkanisir ban bekas 30:70 (g/g), 50:50 (g/g) dan
70:30 (g/g) di dalam ekstruder pada suhu 175oC.
1. Tahap I
Pada tahap ini dilakukan penambahan dikumil peroksida (DKP) kedalam campuran HDPE/vulkanisir ban bekas 30/70 (g/g), 50/50 (g/g) dan 70/30 (g/g) dengan
variasi DKP 1 phr, 2 phr, dan 3 phr, kemudian diekstruder pada suhu 175oC.
Karakterisasi dengan uji tarik, hasil yang didapatkan optimum berdasarkan uji
kekuatan tarik akan diuji dengan SEM dandi uji suhu yang terdekomposisi dengan
DTA.
2. Tahap II
Pada tahap ini dilakukan penambahan DKP dan DVB ke dalam campuran
HDPE/vulkanisir ban bekas 30/70 (g/g), 50/50 (g/g) dan 70/30 (g/g) dengan variasi
DKP 1 phr, 2 phr, 3 phr dan DVB 1 phr, 2 phr dan 3 phr, kemudian diekstruder pada
suhu 175oC. Karakterisasi dengan uji tarik, hasil optimum yang didapatkan
berdasarkan uji kekuatan tarik akan diuji sifat morfologinya dengan SEM dan di uji
suhu terdekomposisi dengan DTA.
3. Tahap III
Pada tahap ini campuran yang diperoleh diletakkan pada lempeng stinlesstil yang
alat press pada suhu 1750C selama 30 menit, hasil cetakan yang terbentuk berupa
spesimen sesuai ASTM D638 dan selanjutnya diuji kekuatan tarik dan uji sifat
morfologinya dengan SEM dan uji suhu terdekomposisi dengan DTA.
Variabel – variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :
Variabel bebas :
• Perbandingan antara HDPE : vulkanisir ban bekas 30:70 (g/g), 50:50 (g/g)
dan 70:30 (g/g)
• Variasi konsentrasi dikumil peroksida 1 phr, 2 phr dans 3 phr
• Variasi konsentrasi divinilbenzena 1 phr, 2 phr dan 3 phr
Variabel tetap :
• Suhu alat ekstruder 1750C
• Suhu penekanan spesimen 1750C
• Waktu penekanan selama 30 menit
• Kekuatab tekan 100 kgf/cm2
Variabelel terikat :
• Uji mekanik kekuatan tarik ,analisa morfologi dengan SEM dan analisa
termal secara DTA
1.7. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer dan Laboratorium Penelitian
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Polimer
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit – unit berulang
sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa yunani poly, yang berarti “banyak” dan mer,
yang berarti “bagian”. Makromolekul merupakan istilah yang sinonim dengan polimer.
Polimer sintetis dari molekul – molekul sederhana yang disebut monomer (bagian
tunggal). Sebagaimana telah disebutkan, bahwa istilah polimer dihubungkan dengan
molekul – molekul yang strukturnya bergantung pada monomer atau monomer –
monomer yang dipakai dalam preparasinya. Jika hanya ada beberapa unit monomer yang
bergabung bersama, polimer dengan berat molekul rendah yang terjadi, disebut oligomer
(bahasa yunani oligos “beberapa”). Karena semua polimer sintetis dipreparasi melalui
monomer – monomer yang terikat bersama, maka beberapa unit kimia akan berulang
sendiri terus menerus (Stevens, 2001).
Contoh – contoh yang tak terhitung dari polimer sintetis yang bisa dicatat,
beberapa diantaranya dikenal sehari – hari, antara lain seperti esoterik : serat – serat
tekstil poliester dan nilon, serta poliamida berkekuatan tinggi untuk rompi tahan peluru
yang ringan, plastik polietilen untuk botol susu, plastik poliuretan untuk jantung buatan,
karet untuk ban mobil, elastomer fosfazena terfluorinasi yang masih bersifat fleksibel
dilingkungan kutub utara (Stevens, 2001).
Polimer yang memiliki kestabilan termal dan oksidasi istimewa, dipakai dalam
aplikasi – aplikasi aerospace berkinerja tinggi. Plastik – plastik teknik polimer yang
dirancang untuk menggantikan logam. Serat aromatik berkekuatan tinggi, yang
didasarkan pada teknologi kristal cair digunakan dalam berbagai aplikasi dari mulai
kawat, ban sampai kabel – kabel untuk menjangkarkan platfom – platfom pemboran
2.2. Termoplastik Elastomer
Termoplastik membutuhkan panas agar dapat mudah terbentuk, termoplastik
dapat terbentuk pada saat panas ataupun dingin dan dapat mempertahankan bentuk
mereka saat keadaan panas ataupun dingin. Bahan-bahan ini dapat dipanaskan dan
direformasi menjadi bentuk baru dalam beberapa waktu tanpa mengalami perubahan
yang signifikan dari sifat mereka. Termoplastik sebagian besar terdiri dari rantai panjang
atom karbon yang terikat bersama ikatan kovalennya. Terkadang atom nitrogen, oksigen
atau sulfur juga terikat secara kovalen dalam rantai molekuler utamanya. Kelompok atom
tersebut akan terikat secara kovalen dengan rantai atom utama (Smith, 2004).
Termoplastik elastomer menujukan sifat fungsional dari bahan elastomer
konvensional dan dapat diproses dengan mesin pengolahan termoplastik. Bahan tersebut
memiliki morfologi fase hetero dan dapat di produksi baik sebagai kopolimer blok atau
sebagai kopolimer campuran, domain dari termoplastik elastomer menjalin pemisahan
pada suhu yang tinggi. Hal ini dapat memungkinkan untuk mengalir, kekerasan yang
domain lagi didapatkan saat menurunkan suhu. Sifat kekuatan pada suhu layanan karena
itu ditingkatkan, bidang termoplastik elastomer berdasarkan karet-karet plastik campuran
telah tumbuh besar, memberikan dua kelas tingkat densitas yang berbeda
(Nakason, 2006).
Termoplastik elastomer semakin populer karena mempunyai beberapa kelebihan
diantaranya adalah memperoleh sifat yang dikehendaki berdasarkan kegunaan akhir, serta
meningkatkan sifat tertentu, memperoleh sifat yang tidak terdapat di alam polimer
tunggal serta memiliki kelebihan apabila digunakan dalam keadaan servis. Walau
bagaimanapun, kelebihan dari segi ekonomi yang diperoleh melalui teknologi ini, di
mana bahan–bahan ini mempunyai sifat –sifat yang dikehendaki tetapi dengan biaya yang
rendah merupakan faktor utama dalam perkembangannya. Berbagai jenis campuran
polimer yang semakin mendapat perhatian seperti campuran elastomer–elastomer,
plastik–plastik dan elastomer termoplastik karena ciri–ciri pemprosesannya yang sama
seperti termoplastik dan sifat tekniknya yang sama seperti elastomer tervulkanisir.
pengurangan dari segi biaya dan bahan, disamping itu dapat meningkatan beberapa sifat
mekanik seperti kekuatan impak dan sifat – sifat lainnya (Hoffman,1989).
Termoplastik elastomer yang dalam kasus ideal adalah menggabungkan sifat
elastomer dengan sifat pengolahan termoplastik. Kombinasi ini dapat diperoleh melalui
kehadiran simultan yang lembut, elastis segmen yang memilili sifat yang mudah
renggang dengan cukup tinggi dan suhu transisi yang rendah (nilai Tg) dan kepekaan
asosiasi (ikat silang). Segmen keras dan lunak harus terdinamika yang bertentangan satu
sama lain sehingga mereka tidak dapat menembus satu sama lain, tetapi dapat bertindak
sebagai fase individul (Hoffman, 1989).
Pada umumnya termoplastik elastomer merupakan material yang mengandung
bagian lunak (soft) yang mempunyai suhu transisi glass (Tg) rendah, dan bagian kaku
(rigid) yang mempunyai suhu leleh (Tm) atau Tg tinggi. Atau dengan kata lain,
termoplastik elastomer mempunyai sifat dan fungsi yang mirip dengan karet vulkanisasi
pada suhu ambien, namun dapat dilelehkan seperti termoplastik pada suhu tinggi.
Karakteristik yang unik tersebut membuatnya sangat berguna dan menarik sebagai
alternatif dari elastomer konvensional dalam berbagai aplikasi dari pasar seperti, industri
otomotif (Hoffman. 1989).
Segmen yang berbeda dapat hadir baik dalam molekul yang sama, sebagian
segmen makromolekul, atau dari distribusi fase mikro heterogen dari termoplastik dari
plastik. Ini berarti bahwa termoplastik merupakan bagian yang ditandai dari komposisi
kimia nya, tetapi menurut perilaku morfologi nya, konsep termoplastik elastomer dapat
digambarkan dengan keadaan agregasi dari sebagian material nya yang ditandai dengan
tarik ulur yang tinggi dan ikat silang. Diatur dalam konfigurasi statistik nya anatara
elemen elastomer nya, ini lebih labil dibandingkan ikat silangnya (Hofmann,1989).
Termoplastik elastomer adalah kelas polimer yang menggabungkan sifat
pengolahan dari termoplastik dengan kinerja fungsional dari elastomer konvensional.
Selama empat dekade terakhir ini perkembangan elastomer termoplastik telah
termoplastik elastomer merupakan salah satu kelas termoplastik polimer paling komersial
(Pongdhorn, 2009).
Diantara perkembangan yang menarik di dalam penyelidikan yang melibatkan
bahan termoplastik dan karet alam adalah dengan penemuan bahan yang dikenali sebagai
termoplastik elastomer, yang mana merupakan kopolimer blok yang mempunyai sifat
elastik dari suhu kamar sampai kira – kira 700C. Termoplastik elastomer dapat diproses
seperti termoplastik konvensional tanpa perlu dilakukan proses vulkanisasi. Sifat elastik
ini disebabkan sifat ikatan silang fisik yang dihasilkan dari pada daya antara molekul
seperti ikatan hidrogen. Ikatan – ikatan ini akan terputus apabila termoplastik elastomer
dipanaskan melebihi suhu tertentu dan terbentuk kembali apabila didinginkan
(Pongdhorn, 2009).
2.3. Plastik
Plastik adalah bagian terpenting dari kehidupan sehari-hari, produk yang terbuat
dari plastik dapat berupa produk canggih seperti tempat untuk makanan sekali pakai
ataupun yang dapat berulang kali dipakai. Salah satu alasan untuk penggunaan plastik
dalam berbagai aplikasi industri adalah karena berbagai luar biasa dari sifat-sifat yang
diberikan oleh plastik dan kemudahan dalam proses pengolahannya. Properti plastik
dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik dengan memvariasikan perubahan
atom struktur nya dikarenakan berbagai fleksibilitas yang sebagaimana telah diatur oleh
kehadiran dari sisi jaringan yang bercabang, dimana panjang dan polaritas rantai sisi
dengan menyesuaikan tingkat bagian dari kristalinitas yang dapat didefenisikan sebagai
jumlah orintasi yang diberikan dari plastik selama prosesing dan melalui
kopolimerisasian campuran antara plastik dengan campuran yang lain dengan melalui
modifikasi dengan jajaran aditif (pengisi, serat, formulasinya dan stabilisator nya)
(Harper, 2000).
Bahan pembuat plastik pada mulanya adalah minyak dan gas sebagai sumber
kopolimerisasi, laminasi dan ekstruksi. Komponen utama plastik sebelum membentuk
polimer adalah monomer yang merupakan bagian atau rantai paling pendek. Misalnya
plastik polivinil klorida mempunyai monomer vinil klorida. Di samping bahan dasar
berupa monomer plastik, maka terdapat bahan-bahan tambah non plastik atau bahan aditif
yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat plastik. Bahan-bahan aditif dalam
pembuatan plastik ini merupakan bahan dengan berat molekul rendah, yaitu berupa
pemeastis, antioksidan, antiblok, antistatis, pelumas, penyerap sinar ultraviolet, bahan
pengisi dan penguat (Harper, 2000).
Plastik dibagi menjadi dua klasifikasi utama berdasarkan pertimbangan –
pertimbangan ekonomis dan kegunaanya yaitu plastik komoditi dan plastik teknik. Plastik
komoditi dicirikan oleh volume nya yang tinggi dan harga yang murah, plastik ini bisa
diperbandingkan dengan baja dan aluminium dalam industri logam. Mereka sering
dipakai dalam bentuk barang yang bersifat pakai-buang (disposable) seperti lapisan
pengemas, namun ditemukan juga berdasarkan pemakaiannya dalam barang-barang yang
tahan lama. Plastik teknik lebih mahal harga nya dan volume nya lebih rendah, tetapi
memiliki sifat mekanik yang unggul dan daya tahan yang lebih baik. Mereka bersaing
dengan logam, kramik dan gelas demgan berbagai aplikasi nya (Stevens, 2001).
Plastik komoditi pada prinsipnya terdiri dari empat jenis polimer utama:
polietilen, polipropilena, polivinilklorida, dan poliester. Polietilena dibagi menjadi
produk massa jenis rendah (<0,94 g/cm3) dan produk massa jenis tinggi (>0,94 g/cm3).
Plastik-plastik komoditi mewakili sekitar 90% dari seluruh produksi termoplastik, dan
sisa nya terbagi di antara kopolimer sirena butadiena, kopolimer
akrilonitril-butadiena-stirena (ABS), poliamida dan poliester. Hampir semua plastik yang telah disebutkan
sejauh ini merupakan termoplastik (Stevens, 2001).
Polietilen adalah polimer dari monomer etilen yang dibuat dengan proses
polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industri minyak dan
batubara (Steven, 2001).
Proses polimerisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu polimerisasi dalam
percabangan yakni campuran dari rantai lurus dan bercabang. Cara kedua, polimerisasi
dengan bejana bertekanan rendah (10-40 atm) menghasilkan molekul makro berantai
lurus dan tersusun paralel (Stevens, 2001).
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai
kekuatan benturan dan kekuatan sobek yang baik. Pemanasan polietilen akan
menyebabkan plastik ini menjadi lunak dan cair pada suhu 1100C. Sifat permeabilitasnya
yang rendah dan sifat mekaniknya yang baik, maka polietilen dengan ketebalan 0.001 –
0.01 inci banyak digunakan unttuk mengemas bahan pangan. Plastik polietilen termasuk
golongan termoplastik sehingga dapat dibentuk menjadi kantung dengan derajat
kerapatan yang baik.
Berdasarkan densitasnya, maka plastik polietilen dibedakan atas :
a. Polietilen densitas rendah (LDPE= Low Density Polyethylene)
LDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah dikleim
dan harganya murah. Dalam perdagangan dikenal dengan nama alathon, dylan dan
fortiflex. Kekakuan dan kuat tarik dari LDPE lebih rendah daripada HDPE (modulus
Young 20.000-30000 psi, dan kuat tarik 1200-2000 psi), tapi karena LDPE memiliki
derajat elongasi yang tinggi (400-800%) maka plastik ini mempunyai kekuatan terhadap
kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi. Titik lelehnya berkisar antara 105
-115o C. Digunakan untuk film, mangkuk, botol dan wadah/kemasan.
b. Polietilen densitas menengah (MDPE = Medium Density Polyethylene)
MDPE lebih kaku dari LDPE dan titik lelehnya lebih tinggi dari LDPE, yaitu
antara 115-1250C, mempunyai densitas 0.927-0.940 g/cm3.
c. Linear-low-density polyethylene (LLDPE)
Kopolimer etilen dengan sejumlah kecil butana, heksana atau oktana, sehingga
mempunyai cabang pada rantai utama dengan interval (jarak) yang teratur. LLDPE lebih
d. Polietilen Densitas Tinggi (HDPE = High Density Polyethylene)
HDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan dan suhu yang rendah
(10 atm, 50-700 C). HDPE lebih kaku dibanding LDPE dan MDPE, tahan terhadap suhu
tinggi sehingga dapat digunakan untuk produk yang akan disterilisasi.
Dalam perdagangan dikenal dengan nama alathon, alkahtene, blapol, carag,
fi-fax,hostalon.
Sebuah HDPE digunakan sebagai komponen campuran yang diproduksi oleh
polietilen. HDPE adalah ijeksi H600J 0,7 g 10-1 min (216 kg beban pada suhu 190oC) dan
kepadatannya 9,97 g cm (Harper, 2006).
HDPE adala salah satu bahan kimia dengan volume densitas tertinggi dengan
komoditas yang dihasilkan di dunia, pada tahun 1998 permintaan di seluruh dunia adalah
1,8 x 1010kg. Metode yang paling umum dalam pengolahan HDPE adalah metode blow
molding, dimana resin berubah menjadi benda berupa botol (terutama untuk botol susu
dan jus), peralatan rumah tangga, mainan, ember, drum, dan otomotif. Hal ini juga sering
diinjeksikan ke dalam bentuk peralatan rumah tangga, mainan, wadah makanan, ember,
tong sampah dan botol susu. Film dari HDPE juga dapat ditemukan sebagai tas di
supermarket ataupun departement store. Dua metode polimerisasi komersial yang paling
sering dipergunakan adalah dengan melibatkan katalis Phillips (didukung dengan
heterogen katalis seperti titanium halida, titanium ester dan aluminium alkil yang
didukung dengan bahan kimiawi yang inert seperti PE dan PP). Terutama berat molekul
diatur melalui kontrol suhu, dimana dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan
penurunan berat molekul, dukungan dari katalis dan kimiawi juga merupakan faktor
terpenting dalam mengkontrol dalam pendistribusian berat dan molekul melekulernya
(Harper, 2000)
2.4. Ban
Ban adalah piranti yang menutupi pelak satu roda. Ban merupakan salah satu
bagian penting dari kendaraan darat karena satu-satu nya bagian yang mempunyai kontak
langsung dengan jalan. Ban berfungsi untuk mengurangi getaran yang disebabkan
ketidakteraturan permukaan jalan. Melindungi jalan dari aus dan kerusakan, serta
mempermudah pergerakan. Oleh karena itu, ban merupakan salah satu bagian kendaraan
yang menjamin keamanan dan kenyamanan berkendara. Seiring dengan perkembangan
otomotif, kebutuhan akan ban pun meningkat. Beberapa produsen ban membuat beragam
jenis ban dengan beragam fungsi dan tipe (Riasmin, 2010).
Ban merupakan salah satu jenis meterial yang terbuat dari karet yang tergolong
jenis polimer elastomer. Sebagian besar ban yang ada sekarang, terutama yang digunakan
untuk kendaraan bermotor, diproduksi dari karet sintetis, meskipun dapat juga diproduksi
dengan menggunakan bahan lain, seperti baja, nylon, rayon, atau polyester. Proses
produksi ban menggunakan teknologi tinggi dari pengolahan bahan baku hingga
pembentukan produk akhir dengan menggunakan peralatan seperti mesin pencampur,
mesin penggiling, mesin pelapis, mesin assembly dan mesin pemasak (Riasmin, 2010).
Berdasarkan struktur polycord, struktur ban dibedakan menjadi tipe ban radial dan
ban biasa. Ban radial memiliki polycord yang tegak lurus dengan garis tengah ban,
ditambah lapisan sabuk atau belt (rigid breaker) searah lingkar ban yang terbuat dari
benang tekstil kuat atau kawat yang dibalut keret membuat tread lebih rigid (Riasmin,
2010).
Ban biasa dibuat dengan polycord miring membentuk sudut 30� - 40� � terhadap
garis tengah ban. Jenis ban ini memiliki tapak (tread) dengan daya serap benturan yang
baik sehingga memberikan kenyamanan berkendara (Riasmin, 2010).
Ban terdiri dari 90% produksi karet campuran. Di Eropa, pada penggunaan
terakhir memadukan karet senyawa umtuk komponen ban yang spesifik telah berubah
dalam beberapa tahun terakhir karena kemajuan ban radial. Sedangkan aslinya campuran
karet telah banyak digunakan dalam tapak senyawa untuk meningkatkan ketahanan
abrasi, dengan ban radial ini, karet ini telah menemukan penggunaan yang lebih besar,
dinding samping dan senyawa manik – manik, karena tapakan radial memiliki ketahanan
2.5. Vulkanisasi
Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikat silang kimia dari rantai molekul yang
berdiri sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Salah satu faktor
yang penting dalam proses vulkanisai adalah suhu, namun tanpa adanya panas pun karet
tetap dapat divulkanisasi. Proses vulkanisasi berperan penting dalam pembentukan sifat
fisik dan sifat kimia yang diinginkan (Riasmin, 2010).
Ada dua jenis vulkanisasi, yaitu vulkanisasi dengan sulfur (belerang) dan
vulkanisasi tanpa sulfur. Vulkanisasi dengan sulfur merupakan teknik vulkanisasi dengan
memanaskan keret dengan sulfur. Vulkanisasi tanpa sulfur adalah dengan uretan
peroksida amina, resin, atau iradiasi yang digunakan spesifik untuk elastomer khusus atau
elastomer umum untuk mendapatkan sifat khusus (Riasmin, 2010).
Vulkanisasi ban dengan cara vulkanisasi dengan sulfur. Walaupun karet alam
dapat di ikat silang dengan peroksida atau dengan energi radiasi tinggi , namun sulfur dan
aselarator juga banyak digunakan. Dibandingkan dengan karet alam sintetis karet alam
lebih membutuhkan konsentrasi sulfur yang pada umum nya lebih tinggi (2-3phr) dan
dengan jumlah lebih kecil dari pada aselarator nya dengan dosis sulfur tinggi 30-40 phr
ebonit nya (Riasmin, 2010).
Untuk sulfur dengan konsentrasi rendah, hasil aselarator nya besar atau tinggi
yang akan dihasilkannya, dalam peningkatan titik didih akan meningkatkan ikat silang
nya. Untuk kadar sulfur tinggi dari ikatan silang yang dapat menghasilkan menyebabkan
vulkanisai akan semakin meningkat saat panas yang memiliki konsentrasi baik dan dapat
mempertahankan kondisi panas nya (Hofmann, 1989).
Dalam proses vulkanisasi digunakan bahan kimia yang dapat bereaksi dengan
gugus aktif pada molekul karet untuk membentuk crosslinking antara molekul. Bahan
kimia ini disebut dengan istilah curring agent (Hoffman, 1989).
Pada vulkanisasi dengan sulfur, bahan yang digunakan sebagai curring agent
donor seperti TMTD (tetramethylthiuramdisulfide) atau DTDM (4.4-dithiodimorpholine)
(Riasmin, 2010).
2.6. Inisiator
Sekarang sudah banyak inisiator – inisiator radikal bebas, mereka bisa
dikelompokkan ke dalam empat tipe utama: peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo,
inisiator redoks dan beberapa senyawa yang membentuk radikal – radikal di bawah
pengaruh cahaya. Diantara berbagai inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida
(ROOH) merupakan jenis yang paling banyak dipakai. Mereka tidak stabil terhadap
panas dan terurai menjadi radikal – radikal pada suatu suhu dan laju yang bergantung
pada strukturnya (Malcolm, 2001). Berikut mekanisme dikumil peroksida dapat dilihat
pada gambar 2.1.
Pemanasan pada suhu 165oC
Radikal kumiloksi (2-phenylpropanoxy) Substrat Ashetonpenon
C
CH
3CH
3O
O
C
CH
3CH
3C
O
CH
3CH
3CH
3C
CH
3O
C
OH
CH
3CH
3CH
42
2
+
2
2
2
+
2 R
2 RH
.
.
.
[image:31.612.39.570.286.695.2]Teknik ikat silang karet dengan peroksida telah dikenal beberapa tahun terkahir
ini. Keuntungan umum peroksida untuk ikat silang adalah sangat baik ketahanannya pada
temperatur tinggi, elastisitas yang baik, dan tidak ada penghilangan warna pada hasil
akhir. Perbandingan peroksida yang digunakan tergantung pada temperatur penguraian
peroksida yang dipilih. Temperatur ikat silang dikumil peroksida yaitu pada 1600C dan
efisiensi ikat silang 50% (Thitithsammawong, 2006).
2.7. Ikat Silang
Ikat silang (crosslink) tersebut mungkin mengandung ciri –ciri struktur yang sama
sebagaimana rantai – rantai utamanya, yang biasanya terdapat pada kasus yang pertama,
atau mungkin mempunyai struktur yang sama sekali berbeda yang lebih karakteristik
pada kasus yang kedua (Saechtling, 1987).
Divinilbenzena memiliki rumus molekul C10H10, dengan titik didihnya 195oC,
tidak larut dalam air dan larut dalam etanol dan eter dan memiliki titik nyala 76oC.
Divinilbenzena merupakan zat pengikat silang yang dapat meningkatkan sifat polimer.
Divinilbenzena telah digunakan dengan luas dalam pabrik perekat, plastik, elastomer,
keramik, pelapis, katalis, membran, farmasi, polimer khusus dan resin penukar ion
(Kroschwitz, 1998) Berikut struktur divinilbenzen dapat dilihat pada gambar 2.2.:
Gambar 2.2. Struktur Divinilbenzen
Divinilbenzena telah digunakan dalam berbagai industri. Sebagai contoh,
divinilbenzena banyak digunakan pada pabrik adhesif, plastik, elastomer, keramik,
material biologis, mantel, katalis, membran, peralatan farmasi, khususnya polimer dan HC
HC
CH2
resin penukar ion. Pada pabrik plastik, divinilbenzena digunakan untuk mengikat silang
dan modifikasi material-material dan membantu proses kopolimerisasi. Divinilbenzena
juga dapat membantu meningkatkan resistansi terhadap tekanan retak, bahan kimia, panas
distorsi, kekerasan dan kekuatan serta membantu meningkatkan stabilitas termal dari
komposisi resin epoksi (Blackley, 1983)
Mekanisme yang paling tepat dalam menurunkan kebebasan molekul adalah ikat
silang kimia yang mengikat bersama rantai – rantai polimer melalui ikatan kovalen atau
ion untuk membentuk suatu jaringan. Kadang – kadang istilang curing dipakai untuk
menunjukan ikat silang, tetapi pada dasarnya semuanya diringkaskan menjadi dua
katagori (1) pengikat silangan selama polimerisasi melaluipemakaian monomer –
monomer polifungsi sebagai ganti dari monomer difungsi; dan (2) ikat silang dalam suatu
tahap proses yang terpisah setelah terbentuk polimer linier (bercabang) (Malcolm, 2001).
Sejumlah perubahan yang ekstrim akan menyertai ikat silang ini. Jika sebelumnya
bersifat dapat larut, maka polimer yang bersangkutan tidak dapat larut lagi (kecuali dalam
kasus beberapa polimer ikat silang ion). Ketika hadir pelarut, suatu polimer ikat silang
akan menggembung ketika molekul – molekul pelarut menembus jaringannya. Tingkat
penggebungan ini selain bergantung pada tingkat pengikatsilangan, juga tergantung pada
afinitas antara pelarut dan polimer. (Malcolm, 2001)
2.8. Uji Tarik
Untuk mengukur kekuatan tarik, modulus, dan elongasi suatu spesimen uji dijepit
pada kedua ujung nya. Salah satu ujung dibuat tetap dan diaplikasikan suatu beban yang
naik sedikit demi sedikit ke ujung lainnya sampai sampel terasa patah (Stevens, 20101).
Spesimen – spesimen uji plastik biasanya mempunyai dimensi. Spesimen – spesimen
serat dan elastomer bentuk nya berbeda, tetapi pada prinsip nya diuji dengan cara yang
sama. Suatu instrumen pengujian khas yang mengukur secara otomatis stress dan strain
20.000 pound. Kekuatan dan elongasi pada titik yield, sebagaimana juga pada patahan
biasanya dicatat (Stevens, 2001).
Instrumen yang sama dipakai untuk mengukur kekuatan komperasif dan fleksur.
Fleks yang berulang dari suatu sampel melalui jarak tertentu sering menyebabkan sampel
rusak pada stress yang lebih rendah daripada untuk fleks tunggal, suatu fenomena yang
dikenal dengan kelelahan. Siklus – siklus yang berselang – seling dari tegangan tensil dan
kompresif juga dipakai untuk mengevaluasi kelelahan. Pada umum nya ketahanan
kelelahan turun ketika kekuatan atau tingkat ikat silang polimer naik (Stevens, 2001).
Uji tarik dalam mesin penguji adalah jenis yang paling sering digunakan untuk
menguji. Satu memperoleh suatu sigmoidal karakteristik tegangan – regangan melalui
kurva disaat karet diperpanjang sampai dengan deformasi besar. Hukum Hooke’s tidak
dapat diterapkan dalam kasus ini (Stevens, 2001).
Dalam rangka untuk mendapatkan nilai yang diinginkan, adalah dengan kebiasaan
untuk mendefenisikan regangan yang sesuai untuk mendapatkan deformasi tertentu (nilai
regangan). Seiring dengan harga regangan
ϭ
300 pada 300% deformasinya. Kurva tegangan – regangan dapat digambarkan secara kuantitatif untuk jenis yang lebih kecil(Hofmann, 1989).
Perbandingan gaya pada sampel terhadap luas penampang lintang pada saat
pemberian gaya disebut tegangan (stress). Tegangan tarik maksimum suatu kekuatan
tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya tarik maksimum
dengan luas penampang mula – mula.
Persamaan tegangan dapat kita lihat dalam persamaan 2.1 sebagai berikut :
σ =
��0
...
(2.1)Dimana :
σ
adalah tegangan (N/m2) F adalah gaya yang bekerja (N)Perubahan panjang yang terjadi akibatprubahan statik (∆l) terhadap pajang batang
mula – mula (lo).Persamaan regangan dapat kita lihat dalam persamaan 2.2 sebagai
berikut :
ε
=
�−�0 �0=
∆� �0...
(2.2)Dimana : ε adalah regangan
l adalah panjang setelah diperpanjang (mm)
l0 adalah panjang mula – mula sebelum perpanjangan (mm)
Modulus elastis adalah ukuran suatu bahan yang diartikan ketahanan material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar modulusnya maka semakin kecil
regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan.Persamaan modulus
elastisitas dapat kita lihat dalam persamaan 2.3 berikut :
E =
��
...
(2.3)Dimana : E adalah modulus elastisitas atau Modulus Young (Nm-2)
σ adalah tegangan (N/m2)
ε adalah regangan (Smith,2004)
Faktor utama merupakan hukum Hooke’s, yang kedua mengkoreksi untuk luas
penampang (ϭ adalah regangan daerah plat badan kaku dari sampel), dan faktor ketiga
merupakan koreksi yang mengikuti dari teori statistik elastisitas karet. Untuk menentukan
kekuatan tarik dan perpanjangan putus di mesin uji, satu menggunakan juga sering (selain
dari sampel persegi panjang) sample cincin yang menyederhanakan rekaan langsung dari
tegangan – regangan diagram. Kekuatan tarik ditemukan untuk sampel reqtangular sering
lebih tinggi dari pada yang ditemukan untuk sampel cincin. Yang kekuatan tariknya
tergantung pada jumlah cacat yang ditemukan dalam sampel yang sebanding dengan
volume sampel. Sampel volume cincin lebih besar daripada sample persegi panjang
2.9. Analisa Sifat Permukaan dengan Pengujian Scanning Electron Microscopy `` (SEM)
SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara
makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen.
Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu
hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron (Rusdi,
2008).
SEM merupakan pencitraan material dengan menggunakan prinsip mikroskopi,
mirip dengan kikroskop optik, namun alih – alih menggunakan cahaya, SEM
menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai
lensanya (Smith, 2004).
Elektron diemisikan dari katoda (electron gun) melalui efek foto listrik dan
dipercepat menuju anoda. Filamen yang digunakan biasanya adalah tungsten atau
lanthanum hexaboride (LaB). Scanning coil, akan mendefleksikan berkas elektron
menjadi sekumpulan array (berkas yang lebih kecil), disebut scanning beam dan lensa
obyektif (magnetik) akan memfokuskannya pada permukan sampel (Simth, 2004).
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan
konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu
dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa
digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik
digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rusdi, 2008).
Pada SEM, sinyal yang diolah merupakan hasil deteksi dari secondary electron
yang merupakan elektron yang berpindah dari permukaan sampel. SEM dipakai untuk
mengetahui struktuur mikro suatu material meliputi tekstur, morfologi, komposisi dan
informasi kristalografi permukaan partikel. Morfologi yang diamati oleh SEM berupa:
bentuk, ukuran dan susunan partikel (Smith, 2004).
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan.
Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang
tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan
diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen
(Smith, 2004).
Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan
ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur
permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan
menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket
(Rusdi, 2008).
SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal bahwa
suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilang permukaan sampel
dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron – elektron
yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyak yang memodulasi berkas dalam
tabung sinar katoda, yang memprodukasi suatu citra dengan kedalamaan medan yang
besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan
SEM terbatas pemakainnya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai
topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 �̇ (Stevens, 2001).
2.10. Differensial Thermal Analysis(DTA)
Dalam metode DTA suatu sampel polimer dan referensi inert dipanaskan,
biasanya dalam asmosfer nitrogen dan kemudian tarnsisi-transisi termal dalam sampel
tersebut dideteksi dan diukur. Pemegang sampel yang paling umum dipakai adalah
cangkir aluminium sangat kecil (emas atau grafit dipakai untuk analisis-analisis diatas
8000C), dan referensinya berupa cangkir kosong atau cangkir yang mengandung bahan
inert dalam daerah temperatur yang diinginkan, misalnya alumina bebas air. Ukuran
sampel bervariasi dari sekitar 0,5 sampai sekitar 10 mg. Sampel dan referensi keduanya
dipanaskan oleh sumber pemanasan yang saama, dengan dicatat perbedaan temperatur
(∆T) antara keduanya. Ketika terjadi satu transisi dalam sampel tersebut, misalnya
transisi gelas atau reaksi ikat silang, temperatur sampel akan tertinggal dibelakang
temperatur referensi jika transisi tersebut endotermik, dan akan mendahului jika transisi
Data di plot sebagai (∆T) di atas ordinat versus temperatur di atas absis. Plot-plot
demikian disebut termogram. Meskipun (∆T) tidak proporsional secara linier, keduanya
mempunyai kaitan dengan kapasitas panas. Dengan demikian termogram-termogram
DTA memiliki bentuk yang sama. Transisi gelas menimbulkan suatu geseran endotermik
pada garis dasar awal karena kapasitas panas sampel yang naik. Transisi-transisi
endotermik terletak dibawah garis dasar pada termogrram-termogram ini, dan transisi
eksotermik terletak diatas, meskipun bervariasi dengan pembuatnya. Dalam laporannya
temperatur-temperatur transisi, adalah hal yang penting untuk menunjukkan apakah satu
peak menunjuk ke permulaan transisi atau ke titik infleksi atau maksimum peak
(Stevens, 2001).
Teknik analisa DTA digunakan untuk digunakan untuk mendeteksi perubahan
fisika (penguapan) atau kimia (dekomposisi) suatu bahan yang ditunjukkan dengan
penyerapan panas (endotermik) dan pengeluaran panas (eksotermik). Proses DTA
meliputi antara lain perubahan fase (suhu transisi gelas), pelunakan, pelelehan, oksidasi
dan dekomposisi. Dalam kaitannya dengan industri teknik analisa analisa DTA
digunakan untuk penentuan kualitas kontrol suatu produk dan bahan khusus polimer
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan - bahan Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Bahan Merek
HDPE Bekas Jeregen
Ban Bekas -
Dikumil Peroksida p.a Merck
Divinilbenzena p.a Merck
Toluen Teknis
3.2. Alat – alat Penelitian
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Nama alat Merek
Alat ekstruder Shimadju
Hot Press Shimadju D6072
Neraca analitis Mettler Toledo
Seperangkat alat SEM JSM-35 C Sumandju Jepang
Beaker Glass Pyrex 50 mL
Beaker Glass Pyrex 2000mL
Spatula
Gunting
Mesin Uji tarik Electronic universal Machine type SC2DE
3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Penyiapan Sampel
1. HDPE bekas yang berupa jeregen bekas dicuci, dikeringkan, dipotong-potong,
dengan ukuran ± 0,5cm x 0,5cm dan ditimbang sebanyak 70 g, 50 g, dan 30 g.
2. Ban bekas yang telah divulkanisir, dan ditimbang sebanyak 30g, 50 g, dan 70
g.
3. Dikumil peroksida ditimbang sebanyak 1 phr, 2 phr, dan 3 phr.
Dengan perhitungan :
phr = 1
100 x berat karet (gram) (3.1)
4. Divinil benzena di ukur sebanyak 1 phr, 2 phr, dan 3 phr.
Dengan perhitungan :
Dari perhitungan phr dapat diperoleh beratnya kemudian dikonversikan ke
perhitungan di bawah ini :
V = �
� (3.2)
Dimana : m = berat
� = massa jenis divinilbenzena (0,93 gr/cm3)
3.3.2 Pengolahan Campuran HDPE bekas – Vukanisir Ban + DKP dan Tanpa Penambahan DVB
Mula-mula 70 g potongan-potongan HDPE dimasukkan ke beaker gelas kemudian
ditambahkan 30 g vulkanisir ban, kemudian ditambahkan 1 phr (0,3g) dikumil peroksida
yang telah dilarutkan dalam 10 mL Toluen, diaduk sampai merata dan dikeringkan di
Ekstruder pada suhu 170oC. Dilakukan perlakuan yang sama untuk campuran
HDPE bekas dan Vulkanisir Ban 50g:50g, 30g:70g dengan variasi dikumil peroksida 2
phr dan 3 phr.
3.3.3 Pengolahan Campuran HDPE bekas –Vulkanisir Ban + DKP + DVB
Mula-mula 70 g potongan-potongan HDPE bekas dan 30g vulkanisir ban
dimasukkan ke dalam beaker gelas, kemudian ditambahkan 1 phr (0,3g) dikumil
peroksida yang telah dilarutkan dalam 10mL Tolluen, diaduk sampai merata dan
dikeringkan di dalam oven blower sampai pelarut menguap. Kemudian ditambahkan
dengan 1 phr (0,3 mL) DVB. Campuran diaduk dan siap dimasukkan ke dalam campuran.
Dalam alat Ekstruder pada suhu 170oC. Dilakukan perlakuan yang sama untuk campuran
limbah plastik HDPE bekas:Vulkanisir ban 50g:50g, 70g:30g dengan variasi DKP 2 phr
dan 3 phr dan variasi DVB 2 phr dan 3 phr.
3.3.4Pembuatan Spesimen
Campuran TPE yang telah dikeluarkan dari alat ekstruder diletakkan di antara
lempengan aluminium berukuran 15 x 15 cm yang telah dilapisi dengan aluminium foil
untuk dibentuk sesuai ASTM D638. Kemudian lempeng tersebut dimasukkan kedalam
Alat tekan hot kompressor yang telah diset pada suhu 175oC. Setelah itu diberi tekanan
100 Kgf/cm2 dan dibiarkan selama 30 menit. Selanjutnya sampel diangkat dan
didiginkan.
50 mm
13 mm
165 mm
20 mm
2 mm
Gambar 3.1 Spesimen uji berdasarkan ASTM D638
3.3.5. Analisa Permukaan dengan SEM
Proses pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan pada permukaan
Sputter JFC-1100. Selanjutnya sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga 1,2
kV pada ruangan khusus sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron
yang terpental dapat dideteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu
rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama
4 menit.
Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 amstrong dimasukkan ke dalam
spesimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan. Hasil
3.4. Skema Pengambilan Data
3.4.1. Bagan Pembuatan Campuran HDPE Bekas dan Vulkanisir Ban Bekas dengan Penambahan Dikumil Peroksida sebagai Inisiator
Dimasukkan ke dalam ekstruder secara
perlahan pada suhu 1700C
Dilapisi lempengan besi berukuran
15x15cm dengan aluminium foil
Diletakkan diantara lempengan besi
Dimasukkan ke dalam alat tekan kompresor
pada suhu 1750C dan tekanan 100 kgf/cm2
Dibiarkan selama 30 menit
Diangkat dan didinginkan
Dikarakterisasi
Dilakukan prosedur yang sama untuk campuran HDPE bekas/Vulkanisir Ban bekas
70g/30g, 50g/50g dengan variasi DKP 2 dan 3 phr.
30g Vulkanisir Ban Bekas 70 g Potongan
HDPE Bekas
1 phr DKP
10mL Tolluen
Campuran HDPE bekas – Vulkanisir Ban bekas-DKP
Polyblend
Spesimen
3.4.2. Bagan Pembuatan Campuran HDPE Bekas dan Vulkanisir Ban Bekas dengan Penambahan Dikumil Peroksida sebagai Inisiator dan Divinil Benzena sebagai Zat Pengikat Silang
Dimasukkan ke dalam ekstruder
secara perlahan pada suhu 175oC
Dilapisi lempengan besi berukuran
15x15cm dengan aluminium foil
Diletakkan diantara lempengan besi
Dimasukkan ke dalam alat tekan kompresor
pada suhu 1750C dan tekanan 100 kgf/cm2
Dibiarkan selama 30 menit
Diangkat dan didinginkan
Dikarakterisasi
Dilakukan prosedur yang sama untuk campuran limbah HDPE bekas/Vulkanisi Ban
Bekas 70g/30, 50g/50g dan 30g/50g dengan variasi DKP 2 dan3 phr dan variasi DVB 2
dan 3 phr.
1 phr DKP
30 g Vulkanisir Ban Bekas 70 g Potongan
HDPE bekas
10mL Tolluen
Campuran HDPE Bekas-Vulkanisir Ban Bekas-DKP-DVB
Spesimen
1 phr DVB
Polyblend
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Pembahasan
4.1.1. Hasil Analisa Kekuatan Tarik (σt) dan Kemuluran (ε) Dari Campuran HDPE Bekas - Abu Ban Bekas tanpa Penambahan DKP dan DVB dan TPE dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
Telah dilakukan pengujian sifat mekanik, yaitu uji kekuatan tarik
terhadapcampuran HDPE bekas dan abu ban bekas tanpa penambahan DKP dan DVB.
Hasil pengujian yang diperoleh adalah nilai load (tegangan) dan stroke (regangan). Dari
data yang diperoleh dapat dihitung nilai kekuatan tarik (σt) dan nilai kemuluran (ε)
dengan menggunakan persamaan (2.1) dan (2.2.). Hasil yang diperoleh untuk
masing-masing perlakuan disajikan dalam Tabel 4.1., Tabel 4.2. Tabel 4.3. dan Tabel 4.4.
Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Kekuatan Tarik (σt) dan Kemuluran (ε) TPE dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas Tanpa Penambahan DKP dan DVB
HDPE Bekas
(g)
Abu Ban Bekas
(g)
Tegangan
(Kgf)
Regangan
(mm/menit)
Kuat tarik
(MPa)
Kemuluran (%)
70 30 17,64 12,40 1,47 24,8
50 50 14,67 12,80 1,23 40,3
30 70 9,96 13,51 0,83 27,02
Keterangan:
4.1.2. Hasil Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas 70/30 (g/g) dengan Penambahan DKP Tanpa Penambahan DVB Tabel 4.2. Data Hasil Analisa Pengujian Kekuatan Tarik (σt) dan Kemuluran (ε)
dari Campuran HDPE Bekas dan Abu Ban Bekas 70/30 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
HDPE Bekas (g) Abu Ban Bekas (g) DKP (phr) Tegangan (Kgf) Regangan (mm/menit) Kuat Tarik (MPa) Kemuluran (%)
70 30 1 17,88 12,80 1,49 25,6
70 30 2 19,08 14,65 1,59 29,3
70 30 3 18,24 13,60 1,52 27,2
4.1.3. Hasil Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas 50/50 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB Tabel 4.3. Data Hasil Analisa Pengujian Kekuatan Tarik (σt) dan Kemuluran (ε)
dari Campuran HDPE Bekas dan Abu Ban Bekas 50/50 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
HDPE Bekas (g) Abu Ban Bekas (g) DKP (phr) Tegangan (Kgf) Regangan (mm/menit) Kuat Tarik (MPa) Kemuluran (%)
50 50 1 16,82 18,61 1,40 37,22
50 50 2 16,20 20,45 1,35 40,09
4.1.4. Hasil Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas 30/70 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
Tabel 4.4. Data Hasil Pengujian Kekuatan Tarik (σt) dan Kemuluran (ε) dari Campuran HDPE Bekas dan Abu Ban Bekas 30/70 (g/g) dengan Penambahan DKP tanpa Penambahan DVB
HDPE Bekas
(g)
Abu Ban Bekas
(g)
DKP (phr)
Tegangan
(Kgf)
Regangan (mm/menit)
Kuat Tarik (MPa)
Kemuluran
(%)
30 70 1 11,64 15,45 0,97 30,9
30 70 2 9,96 18,36 0,97 32,72
30 70 3 9,01 15,31 0,75 30,62
Hasil pengukuran kekuatan tarik (σt) dan kemuluran (ε) TPE dari Campuran HDPE
Bekas – Abu Ban Bekas dengan penambahan DKP dan tanpa penambahan DVB
ditunjukkan pada Gambar 4.1. dan Gambar 4.2
[image:47.612.117.507.442.670.2]Ban Bekas + DKP tanpa Penambahan DVB
Gambar 4.2. Grafik Kemuluran (ε) TPE dari Campuran HDP Bekas – Abu Ban Bekas +
DKP dan tanpa penambahan DVB
4.2. Hasil Analisa Kekuatan Tarik (σt) dan Kemuluran (ε) TPE dari Campuran HDPE bekas – Abu Ban bekas dengan Penambahan DKP dan DVB
Telah dilakukan pengujian sifat mekanik, yaitu uji kekuatan tarik
terhadapcampuran HDPE bekas dan Abu ban bekas dengan penambahan DKP dan DVB.
Hasil pengujian yang diperoleh adalah nilai load (tegangan) dan stroke (regangan). Dari
data yang diperoleh dapat dihitung nilai kekuatan tarik (σt) dan nilai kemuluran (ε)
dengan menggunakan persamaan (2.1) dan (2.2.). Hasil yang diperoleh untuk
4.2.1. Hasil Analisa Kuat Tarik dan Kemuluran dari Campuran HDPE Bekas-Abu Ban Bekas 30/70 (g/g) dengan Penambahan DKP dan DVB
Tabel 4.5 Data Hasil Peng