• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN PICUNG (Pangium edule Reinw.) SEBAGAI INSEKTISIDAUNTUK HAMA WALANG SANGIT (Leptocorisa oratorius F.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN PICUNG (Pangium edule Reinw.) SEBAGAI INSEKTISIDAUNTUK HAMA WALANG SANGIT (Leptocorisa oratorius F.)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN PICUNG (Pangium

edule Reinw.) SEBAGAI INSEKTISIDAUNTUK HAMA

WALANG SANGIT (Leptocorisa oratorius F.)

SKRIPSI

Oleh :

Amalia Choirunnisa 20120210031

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

ix

untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak daun picung yang efektif untuk mengendalikan walang sangit. Metode aplikasi yang digunakan, yaitu kontak dan anti-feedant dengan percobaan faktor tunggal yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap yang diulang 5 kali. Perlakuan yang diujikan adalah ekstrak daun picung dengan konsentrasi 2,5%; 5%; 10% dan 15% yang dibandingkan dengan pestisida sintetik berbahan aktif metomil 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun picung sebagai pestisida organik berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas dan kecepatan kematian walang sangit. Konsentrasi ekstrak daun picung 2,5%-15% yang diberikan secara kontak dan 15% secara anti-feedant menghasilkan tingkat mortalitas yang tidak berbeda dibandingkan dengan pestisida metomil 1%, namun tingkat kecepatan kematian masih lebih rendah dibandingkan pestisida sintetik metomil 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pestisida ekstrak daun picung kontak dengan konsentrasi 15% paling efektif untuk mengendalikan hama walang sangit dengan tingkat mortalitas 100%, kecepatan kematian 2,98 ekor/hari.

(11)

x

ABSTRACT

Research of picung leaves extract (Pangium edule Reinw.) concentration

test as insecticides for rice bugs (Leptocorisa oratorius F.) aims to get the most effective concentration of picung leaves extract for controlling rice bugs. This research used a Completely Randomized Design with single factor. The tested treatment was picung leaves extract concentration, consists of 2.5%; 5%; 10% and 15% which compared to synthetic pesticides-active metomil 1% and were given in 2 application methods, named contact and anti-feedant with 5 repetition in each treatment. The results indicate that extract of picung leaves as organic pesticides were significantly effect against mortality level and death speed of rice bugs. Picung leaves extract concentrations of 2.5%-15% with contact method and 15% with anti-feedant method showed results of mortality level that were no different compared with pesticides metomil 1%, however level of death speed still less compared with synthetic pesticides metomil 1% from the same concentration. The results showed that organic pesticide picung leaves extract with contact method with a concentration of 15% was the most effective for controlling rice bugs. It has 100% mortality level and death speed 2,98 head/day.

(12)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Walang sangit (Leptocorisa oratorius F.) sudah menjadi hama yang merugikan bagi para petani padi. Tanaman padi dikenal sebagai tanaman pangan penghasil beras yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya. Keberadaan walang sangit selama budidaya padi menjadi sangat mengganggu para petani. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa serangan satu ekor walang sangit per malai dalam satu minggu dapat menurunkan hasil 27% (Anonim, 2009 dalam Rivo dkk, 2013). Selain itu serangan yang cukup tinggi dapat menyebabkan tanaman padi gagal panen atau menurunkan kualitas gabah serta kuantitas hasil produksi. Walang sangit menyerang pada fase pembungaan dengan menghisap cairan tumbuhan, mengakibatkan bulir padi sedang terisi dihisap walang sangit dan menjadi setengah hampa serta akan mudah pecah jika masuk dalam pengilingan (Himawan dkk, 1997 dalam Liliana,2009).

(13)

2

pestisida. Soekadar (2014) mengatakan banyaknya dampak negatif dari penggunaan insektisida anorganik memunculkan ide untuk mencari cara yang lebih ramah lingkungan sehingga diperlukan penelitian baru dalam pengendalian yang lebih aman dan sederhana yaitu dengan menggunakan insektisida organik.

(14)

sianida dalam jumlah kecil saja 2,5-5 ppm dapat mematikan hampir semua spesies hewan dalam beberapa menit pasca konsumsi.

Keberhasilan aplikasi pestisida organik tergantung pada tingkat konsentrasi pestisida yang diaplikasikan. Kefektifan pestisida organik ditunjukkan dengan jumlah dan kecepatan kematian hama serta pengaruhnya ke tanaman. Hasil penelitian Soekadar dkk (2014) mengenai aplikasi ekstak tanaman picung pada mortalitas penggerek buah kopi menunjukkan semakin besar konsentrasi ekstrak biji dan daun picung maka semakin besar pula jumlah hama yang terbunuh. Oleh karena itu, penggunaan pestisida organik dengan tingkat konsentrasi tertentu berpengaruh pada jumlah hama yang mati maka dilakukanlah penelitian ini dengan tujuan untuk mencari konsentrasi ekstrak daun picung yang efektif mengusir dan membunuh hama, khususnya walang sangit, dari ekstrak daun picung yang mengandung senyawa bioaktif sebagai insektisida. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam pengendalian hama, khususnya walang sangit, sehingga penggunaan insektisida sintetik dapat ditekan seminimal mungkin.

B. Perumusan Masalah

Tingkat konsentrasi ekstrak daun picung yang efektif untuk membunuh walang sangit.

C. Tujuan Penelitian

(15)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hama Walang Sangit pada Tanaman Padi

1. Morfologi Walang Sangit

Walang sangit (Leptocorisa oratorius Fabricius, (Hemiptera:Alydidae); syn. Leptocorisa acuta) adalah serangga yang menjadi hama penting pada tanaman budidaya, terutama padi. Dalam klasifikasinya, walang sangit termasuk kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Hemiptera, family Alydidae, genus Leptocorisa dengan spesies Leptocorisa acuta (Wikipedia, 2015)

(16)

Bahkan petani sudah banyak yang memanfaatkan untuk mengendalikan populasi walang sangit tersebut. Salah satu caranya adalah memasang bahan-bahan yang sedang membusuk seperti terasi, burus, kepiting, dan kotoran ayam ras (Suhardi, 1996 dalam Solikhin, 2000) dan beberapa gulma air (Israel dan Rao cit. Srivastavadan Saxena, 1964 dalam Solikhin, 2000) di dekat malai. Di dalam senyawa yang membusuk tersebut terdapat senyawa volatil yang mampu menarik serangga, termasuk walang sangit. Ada perbedaan ketertarikan antara walang sangit dewasa jantan dengan yang betina terhadap kepiting yang membusuk, yaitu walang sangit jantan dewasa tertarik pada bahan membusuk sedangkan walang sangit betina tidak tertarik. Penelitian Solikhin (2000) menunjukkan bahan membusuk tersebut diurutkan dari yang paling disukai hingga kurang disukai walang sangit adalah darah sapi yang membusuk, keong emas, kepiting, bekicot dan daging iga sapi.

2. Fase Pertumbuhan dan Gejala Serangan

(17)

6

kulit (instar) 5 kali hingga menjadi imago. Serangga dapat kawin pada fase ini setelah 4-6 hari. Pada kondisi yang cocok, imago dapat hidup hingga 115 hari pada suhu antara 27-30℃, curah hujan rendah dan sinar matahari terang serta berkembang biak di lahan dataran rendah maupun dataran tinggi. Namun rata-rata dapat hidup selama 80 hari (Ashikin dan Thamrin, 2008 dalam Liliana, 2009). Morfologi walang sangit jantan dan betina memiliki perbedaan dimana ujung ekor

(abdomen) walang sangit jantan terlihat agak bulat atau terlihat seperti “kepala ulat” sedangkan walang sangit betina lancip dan lebih besar daripada walang

sangit jantan (Nurman, 2012). Mereka aktif terbang dari rumpun ke rumpun pada waktu pagi dan sore hari, berada pada pangkal tanaman pada siang hari karena walang sangit tidak banyak beraktivitas di siang hari. Walang sangit dewasa sangat kuat terbang dan dalam jumlah banyak dapat bersama-sama terbang menuju lahan pertanaman lain dengan cepat. Walang sangit dapat berpindah tempat (migrasi) dari rumput-rumputan, gulma, atau dari daerah tumbuh-tumbuhan berkayu yang ada disekitar pertanaman padi (Elvira, 2013).

Menurut Kartoharjo (2009) dalam F. Cyntia (2015) tanaman inang utama walang sangit adalah padi. Selain padi, beberapa reumputan yang dapat berfungsi sebagai tanaman inang adalah Peniculum crusgalli L. Scop dan Paspalum dilatanum Poir., Echinocloa crusgalli dan E. colunum.

(18)

rumpun atau suatu komunitas tanaman, fase pembungaan memerlukan waktu selama 10-40 hari karena terdapat perbedaan laju perkembangan antar tanaman maupun antar anakan. Apabila fase 50% bunga telah keluar, maka pertanaman diangap dalam fase berbunga. Pertumbuhan memasuki stadia pemasakan yang terdiri dari masak susu (masa bertepung), menguning dan masak panen dengan penuaan daun, yaitu pada 65 Hari Setelah Tanam (HST). Pada fase inilah walang sangit menyerang dengan cara alat pengisapnya ditusukkan pada rongga di antara dua kulit penutup biji padi (antara "lemma" dan "palea") dan menghisap cairan susu dari biji yang sedang berkembang. Akibat dari serangan ini akan mengurangi ukuran dan kwalitas biji padi. Biji yang terkena serangan ini akan pecah pada waktu digiling menjadi beras karena banyak biji yang tidak masak penuh atau bulir menjadi hampa (Elvira, 2013). Pada bekas tusukannya, timbul suatu bercak-bercak putih yang disebabkan cendawan Helminthosporium (Wikipedia, 2014).

Dalam keadaan yang tidak terdapat bulir yang masak susu, walang sangit masih dapat memakan bulir padi yang mulai mengeras dengan mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat (Tjahjono dan Harahap, 1994 dalam Liliana, 2009).

(19)

8

kualitas gabah serta kuantitas hasil produksi. Menurut Kalshoven (1981) dalam Septiana dkk (2014) serangan hama walang sangit dapat menyebabkan kekurangan hasil dan kerugian mencapai 50%. Kelompok kepik seperti kepinding tanah juga selalu ditemui pada daerah rawa lebak dengan kondisi lahan yang selalu tergenang air dan kelembaban yang tinggi (Septiana dkk, 2014).

B. Pestisida

1. Pestisida Anorganik

Wiwin dkk (2008) mengatakan dalam upaya memperkecil kerugian ekonomi

usahatani akibat serangan OPT, umumnya para petani masih sangat

menggantungkan pada penggunaan pestisida kimia sintetik tanpa menyadari dampak penggunaan pestisida kimia jangka panjang. Penggunaan pestisida yang yang tidak tepat dan tidak benar, baik jenis maupun dosis penggunaannya seringkali menimbulkan masalah OPT dan ledakan OPT diantaranya sebagai berikut.

a. Resistensi (ketahanan) hama.

Resistensi adalah proses dimana populasi hama terseleksi dan setelah beradaptasi, sehingga hama dapat lambat laun menjadi tahan terhadap pestisda. b. Resurgensi atau Ledakan OPT sekunder.

(20)

populasi hama selalu rendah menjadi tidak ada atau kepadatan populasinya tidak lagi mampu mengendalikannya.

c. Residu pestisida.

Sejak tahun 1980, residu pestisida telah ditemukan mencemari beberapa jenis sayuran seperti kentang, kubis, sawi, tomat dan wortel pada daerah-daerah sentra sayuran di Jawa Barat (Pacet, Pengalengan, Lembang), Jawa Tengah (Getasan, Ambarawa, Tawangmangu) Jawa Timur (Batu), Sumatera Utara, dan Jambi. d. Kesehatan manusia.

Beberapa jenis penyakit yang telah diteliti dapat diakibatkan oleh efek samping penggunaan senyawa pestisida antara lain leukemia, myaloma ganda, lymphomas, sarcomas jaringan lunak, kanker prostat, kanker kulit, kanker perut,

melanoma, penyakit otak, penyakit hati, kanker paru, tumor syaraf dan neoplasma

indung telur. Selain dari pada itu, beberapa senyawa pestisida telah terbukti dapat menjadi faktor "carsinogenic agent" baik pada hewan dan manusia.

Dari uraian dampak pestisida sintetik diketahui bahwa dampak buruk pestisida kimia sintetik tidak sebanding dengan manfaat yang diterima petani. Untuk meminimalisir hal tersebut, peran pestisida organik pun diperlukan sebagai pestisida yang lebih ramah lingkungan.

2. Pestisida Organik

(21)

10

fenolik, dan zat-zat kimia sekunder lainnya. Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman yang terserang OPT, tidak berpengaruh terhadap fotosintesis pertumbuhan ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya. Pada OPT, senyawa bioaktif tersebut berpengaruh terhadap system saraf otot, keseimbangan

hormon, reproduksi,perilaku berupa penarik, anti makan dan sistem

pernafasannya (Wiwin dkk, 2008).

Wiwin dkk (2008) juga menambahkan, lebih dari 1500 jenis tumbuhan dari berbagai penjuru dunia diketahui dapat digunakan sebagai pestisida organik. Di Filipina, tidak kurang dari 100 jenis tumbuhan telah diketahui mengandung bahan aktif insektisida. Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun. Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida organik antara lain Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae. Selain bersifat sebagai insektisida, jenis-jenis tumbuhan tersebut juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida maupun rodentisida. 3. Keunggulan dan Kelemahan Pestisida Organik

(22)

Keunggulan :

a. Bahan baku murah (cukup menekan biaya produksi), mudah diperoleh, mudah dibuat ekstrak, sederhana dan pembuatannya tidak memakan waktu lama serta dapat dibuat dalam skala kecil;

b. Tidak meninggalkan residu pestida sehingga relatif aman terhadap lingkungan karena terbuat dari bahan alami tumbuhan sehingga menghasilkan pertanian yang sehat dan bebas residu pestisida;

c. Mudah terurai dan ramah lingkungan;

d. Kandungan bahan aktifnya tidak menyebabkan keracuanan pada tanaman sehingga aman untuk dikonsumsi;

e. Tidak menimbulkan kekebalan pada hama dan dapat mengatasi OPT yang telah kebal pestisida kimia.

Kelemahan :

a. Daya kerjanya relatif lambat dibandingkan pestisida kimia sehingga aplikasinya harus lebih sering dilakukan;

b. Daya racunnya rendah sehingga tidak langsung membunuh hama sasaran,

melainkan membunuhnya perlahan karena sifatnya anti-feedant dan

penghambat perkembangan bagi hama ;

c. Tidak tahan sinar matahari dan tidak tahan disimpan lama atau cepat kadaluwarsa;

(23)

12

4. Pembuatan Pestisida Organik

Secara umum penguasaan teknologi dalam pembuatan pestisida organik, mulai dari teknik penyediaan bahan baku sampai produksi masih terbatas. Cara sederhana pemanfaatan pestisida organik yang umum dilakukan oleh petani di Indonesia dan di negara berkembang lainnya adalah penyemprotan cairan hasil

perasantumbuhan (ekstraksi menggunakan air), pengolahan sederhana,

penempatan langsung atau penyebaran bagian tumbuhan ditempat – tempat tertentu pada lahan pertanaman, pengasapan (pembakaran bagian tanaman yang

mengandung bahan aktif pestisida), penggunaan serbuk tumbuhan untuk

pengendalian hama di penyimpanan, dan pembuatan pestisida organik dengan cara fermentasi (Wiwin dkk, 2008).

Petunjuk pembuatan dan aplikasi pestisida yang berasal dari ekstrak tanaman: a. Pilih tanaman/bagian tanaman yang yang sehat (bebas dari serangan OPT); b. Apabila bahan pestisida akan disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama,

pastikan bahwa bagian tanaman yang akan digunakan tersebut benar-benar kering dan disimpat pada tempat yang mempunyai ventilasi. Tidak disimpan dalam tempat yang terbuat dari plastik. Apabila bahan pestisida tersebut akan digunakan pastikan bahan tersebut tidak berjamur;

c. Untuk membuat ekstrak tanaman, gunakan peralatan khusus. Bersihkan peralatan tersebut setelah digunakan;

(24)

e. Simpanlah sediaan pestisida organik di tempat khusus, tidak terjangkau oleh anak – anak dan hewan peliharaan.

Dalam proses pembuatan pestisida organik, bagian tanaman seperti daun, bunga, biji dan akar bisa digunakan untuk pengendalian OPT dalam bentuk bubuk (bahan dikeringkan kemudian digiling atau ditumbuk) dan larutan hasil ekstraksi. Proses ekstraksi sederhana dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

a. Ekstraksi bahan segar dengan air

Dimulai dengan pengumpulan bahan/penyortiran, kemudian bahan tersebut dicuci untuk membersihkan dari kotoran yang menempel, lalu penghancuran. Penghancuran bahan bisa dengan cara diblender ataupun ditumbuk. Kemudian perendaman dalam air selama (1 – 3 hari). Penyaringan/pemerasan larutan hasil ekstraksi. Larutan hasil ekstraksi siap pakai.

b. Ekstraksi bahan kering dengan air

Sama seperti ekstraksi bahan segar, dimulai dengan pengumpulan

bahan/penyortiran. Namun kemudian pengeringan. Pengeringan daun dengan cara dikeringanginkan sedangkan biji/bagian yang lebih tebal dijemur di bawah sinar matahari. Lalu pencucian. Penghancuran dengan cara digiling atau ditumbuk. Perendaman dalam air selama (1–3 hari). Penyaringan/pemerasan larutan hasil ekstraksi. Larutan hasil ekstraksi siap pakai.

c. Ekstraksi dengan pelarut alkohol

(25)

14

C. Daun Picung sebagai Insektisida

Picung (Pangium edule Reinw.) termasuk family Achariaceae

(sebelumnya termasuk family Flacourtiaceae). Tanaman picung memiliki banyak nama di setiap daerah. Secara umum tanaman bernama Kepayang, Pacung atau Picung (Sunda), Pucung, Pakem atau Kluwak (Jawa), Pangi (Bugis), Kayu Ruba Buah (Lampung) dan sebagainya (Hatta, 1993). Dalam klasifikasinya, tanaman picung termasuk kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Malpighiales, family Achariaceae, genus Pangium dengan spesies P.edule (Wikipedia, 2014).

Hatta (1993) mengatakan tanaman picung dapat hidup hingga umur di atas 100 tahun. Tinggi pohon dapat mencapai 40 meter. Batang pokoknya besar dan pada pangkal-pangkal pohon terdapat banir-banir berdiameter mencapai 2,5 meter. Daun picung sebagian besar mengumpul di ujung ranting dan bertangkai daun panjang. Helaian daun dari pohon picung muda berbentuk lekuk tiga, sedangkan pada pohon yang tua bundar telur melebar dengan pangkal daun berlekuk sehingga berbentuk seperti jantung yang ujungnya meruncing. Dwi (2011) menambahkan permukaan atas daun gundul berwarna hijau tua mengkilat, sedangkan permukaan bawahnya berambut coklat dan tersusun rapat dengan tulang daun yang menonjol. Panjang daun umumnya 20 cm dengan lebar 15 cm.

(26)

maka ulat tersebut akan segera keluar dan kemudian mati. Selain itu, cairan dari remasan daun picung dapat dimanfaatkan sebagai obat luka dan pemberantasan hama tanaman. Kandungan dalam daun picung yang memiliki sifat racun antara lain alkaloid, glikosida, senyawa protein, alkohol, asam organik non amino, resinoid, tannin, fenol, dan terpenoid (Rubatzky, 1998 dalam Rusman, 2002). Di daerah Minahasa, daging yang dibungkus daun picung dapat tetap segar dalam beberapa hari sebelum dimasak. Bahkan masyarakat Minahasa dan di Sulawesi Utara biasa memakan daun picung sebagai bahan sayuran (Hatta, 1993).

Riset Yuningsih dari Balai Penelitian Veteriner Bogor dalam Balittra Banjarbaru (2012) menyebut biji picung mengandung 1.000-2.000 ppm asam sianida tergantung kondisi biji. Biji yang keras mengandung 2.000 ppm, biji lunak 1000 ppm, biji berair dan daun picung 500 ppm. Menurut Yuningsih asam sianida dalam jumlah kecil saja 2,5-5 ppm dapat mematikan hampir semua spesies hewan dalam beberapa menit pascakonsumsi (Balittra, 2012).

(27)

16

kabar baik karena mustahil hanya mengandalkan buah dan kulit kayu semata untuk bahan baku pestisida. Sebagai bahan baku pestisida, daun picung terpilih sebagai bagian tanaman picung yang idealnya bisa dimanfaatkan untuk pestisida, disamping buah picung yang digunakan sebagai bumbu masakan. Daun picung memiliki panjang dan lebar 40 dan 44 cm. Daun dapat dipanen sekaligus memangkas daun tua. Asal belum menguning daun tua pun dapat digunakan bahan baku pestisida.

Menurut Burkill (1935) dalam Rusman (2002) asam sianida yang dibebaskan tanaman picung dapat mempengaruhi enzim pernapasan sitokrom oksidase sehingga proses tranfor elektron pada rantai pernapasan terhenti dan proses oksidasi serta fosforilasi dihambat, serangga mati karena tidak mampu menukar atau menggunakan oksigen darah. Rubatzky (1998) dalam Rusman (2002) mengatakan senyawa dalam tanaman picung yang bersifat racun antara lain alkaloid, glikosida, senyawa protein, alkohol, asam organik non amino, resinoid, tannin, fenol dan terpenoid. Alkaloid merupakan jenis racun yang paling sering ditemukan dalam tanaman dan racun tersebut berpengaruh terhadap sistem saraf hama. Glikosida mengandung satu gula sederhana dan satu non gula. Unsur non gula tersebut menjadi racun jika glikosida terhidrolisis menjadi hidrogen sianida atau asam sianida. Glikosida sering menyebabkan penghambatan pernapasan. Senyawa protein yang terdapat dalam picung menghambat berbagai proses metabolisme dan merupakan allergen (penyebab alergi). Alkohol bersifat racun syaraf pembuluh (neurovaskular). Asam organik yang berasosiasi dengan

(28)

mengakibatkan ketidakseimbangan ion dan kerusakan ginjal. Resinoid, tannin, fenol dan terpenoid adalah senyawa yang menyebabkan iritasi kulit. Tanin dapat menurunkan ketercernaan protein. Racun mineral memiliki berbagai peranan, sering mengganggu fungsi vitamin dan penyerapan zat gizi tertentu. Penumpukan nitrat dapat mengganggu fungsi pernapasan dan timbunan selenium, air raksa atau kadmium dalam jumlah banyak sangat beracun. Selain itu, tanaman picung memiliki senyawa atsiri yang berpengaruh pada berkurangnya keinginan makan disebabkan oleh bau dan rasanya.

Tabel 1. Uji Bagian Tanaman Picung Terhadap Mortalitas Berbagai Hama

Bahan tumbuhan

Sumber : Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Banjarbaru, 2012.

Dari berbagai percobaan senyawa aktif picung, asam sianida dan piretrin mematikan hama dengan menyerang pusat saraf bila terhirup dan tertelan. Piretrin bekerja cepat membuat pingsan serangga. Namun, sebagian besar serangga biasanya bangun kembali setelah sempoyongan beberapa saat. Sebab, banyak serangga mampu menguraikan dan menetralisir piretrin dengan cepat melalui proses metabolisme dalam tubuhnya.

(29)

18

dan sawi disemprotkan 500 liter ekstrak daun picung 1 kali seminggu areal tanam rusak hanya 10-15% dan setara dengan pestisida sintetis berbahan aktif

Deltametrin atau pestisida organik mimba (Azadirachta indica). Belakangan daya

bunuh picung melonjak setelah berpadu dengan kirinyu (Chromolaena odorata) dan bintaro (Cerbera odollam). Pencampuran membuat pestisida organik itu mematikan serangga seperti belalang, ulat grayak, ulat jengkal hingga 95%. Campuran ketiganya kini sudah dipatenkan Indonesia atas nama Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balittra, 2012).

D. Hipotesis

(30)

19

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian dan Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk pembuatan ekstrak daun picung dan Desa Tegalrejo, Tamantirto, Kasihan, Bantul untuk persiapan dan pelaksanaan penelitian.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : imago walang sangit keturunan pertama (F1), terasi, metanol, air, daun picung muda dan insektisida sintetik berbahan aktif metomil 1%. Imago walang sangit F1 diperoleh dari Bapak Didik sebagai pengembangbiak hama. Terasi diperoleh dari pasar. Terasi berfungsi sebagai umpan buatan atau makanan bagi walang sangit selain tanaman padi. Daun picung muda diperoleh dari warga yang menanam pohon picung di sekitar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Metanol dan insektisida sintetik diperoleh dari toko bahan kimia.

(31)

20

di sekitar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kertas saring diperoleh dari Toko alat medical. Rotary evaporator, meminjam dari Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Rotary evaporator berfungsi untuk memisahkan ekstrak yang akan digunakan dari pelarut.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan metode percobaan faktor tunggal yang disusun dalam RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 5 ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah konsentrasi ekstrak daun picung terdiri dari 4 konsentrasi, yaitu 2,5%, 5%, 10%, 15% dan insektisida sintetik berbahan aktif metomil 1% sebagai pembanding (kontrol). Masing-masing perlakuan dan kontrol diuji dengan 2 metode aplikasi yaitu racun kontak dan anti-feedant.

D. Cara Penelitian

1. Pembuatan ekstrak daun picung

(32)
(33)

22

2. Penyiapan walang sangit dan toples

Imago walang sangit yang digunakan berjumlah 5 ekor per ulangan sehingga total ada 250 ekor imago walang sangit untuk semua perlakuan. Imago walang sangit (Lampiran 4.d) disimpan di dalam strimin di sekitar rumah sebelum pengaplikasian ekstrak daun picung.

Toples yang digunakan terbuat dari plastik bening. Kemudian tutup toples dilubangi sebanyak ±11 lubang kecil agar walang sangit tetap dapat bernapas ketika disimpan dalam toples.

3. Penyiapan larutan terasi sebagai umpan walang sangit

Terasi yang dipakai ±5 gram dicampur dengan air 1 liter. Kemudian campuran diaduk hingga rata menjadi larutan terasi (Lampiran 4.r). Larutan terasi tersebut diserap dalam kapas sebagai bahan carrier (Lampiran 4.s) agar larutan terasi tidak membasahi toples. Kemudian kapas yang berisi larutan terasi tersebut siap untuk dipakai sebagai umpan walang sangit.

4. Aplikasi

Cara pengaplikasian ekstrak daun picung sebagai perlakuan konsentrasi dan insektisida sintetik berbahan aktif metomil 1% sebagai pembanding atau kontrol, dilakukan dengan cara semprot menggunakan handsprayer disesuaikan dengan perlakuan konsentrasi dan metode aplikasinya. Volume semprot yang diberikan untuk semua perlakuan adalah ± 3 ml.

(34)

masih berada di dalam strimin agar tidak terkena semprot. Setelah penyemprotan selesai, walang sangit dimasukkan ke dalam toples (Lampiran 4.t) yang sudah berisi kapas dengan larutan terasi dan kemudian toples ditutup agar walang sangit tidak terbang.

Pada racun kontak, walang sangit diletakkan di dalam toples terlebih dahulu untuk disemprot ekstrak daun picung dan insektisida sintetik berbahan aktif metomil 1%. Setelah disemprot, kapas dengan larutan terasi dimasukkan ke dalam toples yang sudah berisi walang sangit yang telah disemprot pestisida. Kemudian toples ditutup agar walang sangit tidak terbang.

5. Pengamatan

Pengamatan (Lampiran 4.u) dilakukan setiap 6 jam sekali yang dimulai setelah aplikasi ekstrak daun picung hingga pengamatan hari ke-14 setelah aplikasi untuk mengetahui efek racun dari masing-masing perlakuan.

E. Parameter Pengamatan

1. Jumlah walang sangit yang mati (ekor)

Pengamatan jumlah hama yang mati dilakukan setiap 6 jam sekali dimulai setelah pengaplikasian ekstrak daun picung hari pertama hingga hari ke 14 setelah aplikasi dengan mencatat jumlah hama yang mati ditandai dengan tidak adanya aktifitas atau pergerakan dari walang sangit. Data pengamatan jumlah hama yang mati digunakan untuk menghitung tingkat mortalitas, kecepatan kematian hama dan ekstrak daun picung jika dibandingkan dengan kontrol.

(35)

24

Mortalitas menunjukkan tingkat kematian hama walang sangit dalam bentuk persentase. Tingkat mortalitas dapat dihitung dengan rumus :

Mortalitas = J a wa a a ya a

J a a wa a a ya d a x %

b. Kecepatan kematian (ekor/hari)

Kecepatan kematian dapat dihitung dengan rumus :

V = N T +

N T +

N

T + ⋯ + N T

Ket : V = Kecepatan kematian (ekor/hari) T = Pengamatanhari ke-

N = Jumlah walang sangit yang mati (ekor)

F. Analisis data

Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk grafik dan histogram. Hasil pengamatan kuantitatif dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam atau analysis

of variance(ANOVA).Apabila ada perbedaan nyata antar pengaruh perlakuan yang

diujikan maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan's Multiple Range Test

(36)

25

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Mortalitas dan Kecepatan Kematian

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi ekstrak daun picung kontak dan anti-feedant berpengaruh nyata terhadap mortalitas walang sangit (Lampiran 3).

Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi 2,5%-15% dan 15% diberikan secara anti-feedant tidak berbeda dengan pestisida sintetik metomil 1%, yaitu sebesar 96% hingga 100%. Ekstrak daun picung sebagai anti-feedant dengan konsentrasi 2,5% hingga 10% menunjukkan tingkat mortalitas yang lebih rendah dibanding pestisida sintetik metomil 1%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun picung maka semakin tinggi tingkat mortalitas yang dihasilkan (Tabel 2).

Tabel 1. Tingkat Mortalitas dan Kecepatan Kematian Hama Walang Sangit pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Picung menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada

(37)

26

Pestisida ekstrak daun picung menghasilkan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Meskipun aplikasi ekstrak daun picung anti-feedant menghasilkan tingkat mortalitas walang sangit yang sudah melebihi 50%, namun jika dibandingkan dengan penggunaan pestisida sintetik metomil 1%, tingkat mortalitas walang sangit dengan ekstrak daun picung sebagai anti-feedant masih lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pestisida dengan aplikasi anti-feedant atau anti-makan berpengaruh pada berkurangnya keinginan makan yang disebabkan oleh bau dan rasa dari kandungan atsiri pada daun picung sedangkan pestisida aplikasi kontak membunuh hama dengan cara mengenai langsung ke tubuh hama. Pestisida tersebut masuk ke tubuh hama melalui kulit, mulut atau alat pernapasan hama. Hama akan mati jika tubuhnya bersentuhan langsung dengan pestisida dan menyebabkan hama mengalami kerusakan saraf pusat dan terganggu pernafasannya. Menurut Burkill (1935) dalam Rusman (2002) asam sianida yang dibebaskan tanaman juga dapat mempengaruhi enzim pernapasan sitokrom oksidase sehingga proses tranfor elektron pada rantai pernapasan terhenti dan proses oksidasi serta fosforilasi dihambat dan hama mati karena tidak mampu menukar atau menggunakan oksigen darah seperti halnya terjadi pada walang sangit yang diuji dengan ekstrak daun picung pada penelitian ini.

(38)

pernapasan. Senyawa protein yang terdapat dalam picung menghambat berbagai proses metabolisme dan merupakan allergen (penyebab alergi). Alkohol bersifat racun syaraf pembuluh (neurovaskular). Asam organik yang berasosiasi dengan garam terlarut seperti natrium oksalat merupakan racun yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ion dan kerusakan ginjal. Resinoid, tannin, fenol dan terpenoid adalah senyawa yang menyebabkan iritasi kulit. Tanin dapat menurunkan ketercernaan protein. Racun mineral memiliki berbagai peranan, sering mengganggu fungsi vitamin dan penyerapan zat gizi tertentu. Penumpukan nitrat dapat mengganggu fungsi pernapasan dan timbunan selenium, air raksa atau kadmium dalam jumlah banyak sangat beracun.

Riset Yuningsih dari Balai Penelitian Veteriner Bogor dalam Balittra (2012) menyebutkan kandungan asam sianida pada daun picung adalah 500 ppm dan dalam jumlah kecil saja 2,5-5 ppm dapat mematikan hampir semua spesies hewan dalam beberapa menit pascakonsumsi maka pestisida berbahan baku picung memiliki potensi untuk dijadikan salah satu pengendalian hama di lapangan.

(39)

28

cukup tinggi terhadap walang sangit sehingga tingkat mortalitasnya sama dengan jenis pestisida sintetik.

Sama halnya dengan tingkat mortalitas, hasil penelitian menunjukkan konsentrasi ekstrak daun picung berpengaruh nyata terhadap kecepatan kematian walang sangit (Lampiran 3).

Ekstrak daun picung kontak dengan konsentrasi 2,5% hingga 15% dan ekstrak daun picung anti-feedant 15% menunjukkan tingkat kecepatan kematian yang tidak berbeda satu sama lain dan tingkat kecepatan kematian tersebut lebih rendah dari pestisida sintetik metomil 1%. sedangkan tingkat kecepatan kematian walang sangit terendah pada perlakuan ekstrak daun picung anti-feedant konsentrasi 2,5% (tabel 2).

(40)

kandungan kimia organik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahan segar. Semakin banyak konsentrasi ekstrak daun picung maka semakin kental atau semakin banyak bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak tersebut.

Namun pestisida ekstrak daun picung memiliki kecepatan yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pestisida sintetik metomil 1%. Dapat diasumsikan bahwa tingkat konsentrasi yang tinggi memiliki jumlah kandungan yang lebih banyak sehingga dapat menyebabkan tingkat kecepatan kematian walang sangit semakin tinggi.

(41)

30 IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pestisida ekstrak daun picung dengan konsentrasi 15% yang diberikan secara kontak paling efektif untuk mengendalikan hama walang sangit dengan tingkat mortalitas 100% dan kecepatan kematian 2,98 ekor/hari.

B. Saran

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djunaedy. 2009. Biopestisida Sebagai Pengendali Organisme

Pengganggu Tanaman (OPT) yang Ramah Lingkungan. Jurnal Fakultas

Pertanian UNIJOYO.pdf

Anggun Fitri Radziah, Priyo Wahyudi dan Hadi Sunaryo. 2016. Uji Aktivitas Insektisida Nabati Fraksi Metanol, Etil Asetat Dan NheksanDari Ekstrak Metanol Biji Sirsak (Anonna Muricata L.)Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti L.. Fakultas Farmasi Dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.pdf

Anonim, 2009. Kandungan Sianida pada Tanaman Picung, Mampu

Mengendalikan Hama Keong Mas. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Balitbangtan.http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/one/788/. Diakses tanggal 3 Mei 2015.

Balittra. 2012. Hama pun Mabuk Kepayang. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra).ccc. Diakses tanggal 4 Mei 2015.

Dilah Nita Rikara dan Sari Yanti Hayanti. 2012. Teknologi Pembuatan Pestisida Organik dan Cara Penggunaannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi.pdf Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Diakses tanggal 1 Mei 2015.

Ernest H. Sakul, Jacklin S.S. Manoppo, DalvianTaroreh, Revfly I.F. Gerungan

danSanusi Gugule. 2012. Pengendalian Hama Kumbang Logong

(Sitophylus Oryzae L.)Dengan Menggunakan Ekstrak Biji Pangi (Pangium EduleReinw.). Jurnal Departemen Biologi FMIPA Univeristas Negeri Manado.pdf

Hatta Sunanto. 1993. Budidaya Picung : Usaha Produksi Picung dan Minyak Kepayang. Yogyakarta: Kanisius.

(43)

Thunberg.). Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.pdf

Nurman Ihsan. 2012. Beda Walang Sangit Jantan dan Betina.

https://ceritanurmanadi.wordpress.com/2012/03/09/beda-walang-sangit-jantan-dan-betina/.Diakses tanggal 12 Desember 2016.

Rusman. 2002. Penapisan Senyawa Insektisida Dari Ekstrak Daun Picung (Pangium edule Reinw). Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Institut Pertanian Bogor.pdf

Septiana Anggraini, Siti Herlinda, Chandra Irsan dan Abu Umayah. 2014. Serangan Hama Wereng dan Kepik pada Tanaman Padi di Sawah Lebak Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014.pdf

Soekadar Wiryadiputra, Iftitachiatur Rusda dan Iis Nur Asyiah. 2014. Pengaruh Ekstrak Tanaman Picung (Pangium edule) sebagai Pestisida Nabati

Terhadap Mortalitas Penggerek Buah Kopi. Peneliti Perlindungan

Tanaman, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.Program Studi Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember.pdf Solikhin. 2000. Ketertarikan Walang Sangit (Leptocorisa Oratorius F.)Terhadap Beberapa Bahan Organik Yang Membusuk. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika.pdf

Wikipedia, 2014. Kepayang.http://id.wikipedia.org/wiki/Kepayang. Diakses tanggal 27 Mei 2015.

Wikipedia. 2015. Hemiptera.http://id.wikipedia.org/wiki/Hemiptera. Diakses tanggal 3 Mei 2015.

Wikipedia, 2015. Walang Sangit.http://id.wikipedia.org/wiki/Walang_sangit. Diakses tanggal 30April 2015.

(44)

LAMPIRAN

` Lampiran 1. Lay Out Penelitian

Keterangan :

K1: Kontrol (Insektisida sintetik racun kontak) K2 : Kontrol (Insektisida sintetik anti-feedant) H1 :2,5% (Racun kontak)

H2 :5% (Racun kontak) H3 :10% (Racun kontak) H4 :15% (Racun kontak) M1 :2,5% (Anti-feedant) M2 :5% (Anti-feedant) M3 :10% (Anti-feedant) M4 :15% (Anti-feedant) (1), (2), (3) : Ulangan

H2(1)

H1(5) M4(1) M3(5) K1(4) M1(4) H2(4) H1(1) M4(5) M1(1)

M1(3) K1(5) K2(1) M3(2) K2(2) H3(3) M1(5) M2(1) H4(4)

H1(4)

K1(1) M3(1) H2(3) H1(3) H2(5) H3(1) K1(3) M2(5) H1(2)

M2(4) H4(2) H4(1) H2(2) M4(3) M3(3) H3(5) K1(2) H3(2)

K2(3)

M2(3) H4(3) M3(4) H3(4) M4(4) K2(5) M2(2) H4(5) M1(2)

M4(2)

(45)

Lampiran 2. Kebutuhan Ekstrak Daun Picung Tiap Perlakuan

Ekstrak pekat daun picung hasil rotary evaporator kemudian diencerkan hingga volume larutan menjadi 50 ml dengan air atau aquades dan perhitungannya adalah sebagai berikut :

a. Perlakuan 15 %

Kebutuhan ekstrak pekat daun picung 15 % 50 x

Kebutuhan ekstrak pekat daun picung 10 % 50 x

Kebutuhan ekstrak pekat daun picung 5 % 50 x

Kebutuhan ekstrak pekat daun picung 2,5 % 50 ml x

= 1,25 gram Kebutuhan air 97,5 % 50 x

(46)

Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Parameter Pengamatan

1. Mortalitas

Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob. Model 9 6253.061224 694.784580 11.29 <.0001 Galat 39 2400.000000 61.538462

Total 48 8653.061224

2. Kecepatan Kematian

Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob. Model 9 61.67660200 6.85295578 15.24 <.0001 Error 40 17.99208000 0.44980200

(47)

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

a. Daun picung segar b. Penjemuan daun picung segar di

bawah sinar matahari

c. Daun picung kering setelah dijemur

d. Walang sangit e. Daun picung kering diblender

hingga halus

f. Metanol (pelarut untuk maserasi)

g. Serbuk daun picung

sebelum di maserasi pertama

h. Maserasi pertama serbuk daun picung

(48)

j. Penyaringan hasil maserasi (filtrat)

k. Hasil filtrat sebanyak ± 2 liter (campuran filtrat hasil

maerasi 1, 2 dan 3)

l. Alat rotary evaporator untuk menguapkan metanol

m. Filtrat daun picung dievaporasi dalam rotary evaporator

n. Kecepatan rotary evaporator 100 rpm

o. Suhu rotary evaporator 50

p. Penguapan ekstrak daun picung

q. Kebutuhan per perlakuan sesuai perhitungan pada lampiran 2

(49)

s. Kapas sebagai carrier t. Walang sangit disimpan di dalam toples

(50)

UJI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN PICUNG (Pangium edule Reinw.) SEBAGAI INSEKTISIDA UNTUK HAMA WALANG SANGIT (Leptocorisa

oratorius F.)

(Picung Pangium edule Reinw. Leaves Extract Concentration Test as Insecticides for Rice Bugs Leptocorisa oratorius F.)

Oleh :

Amalia Choirunnisa

Ir. H. Achmad Supriyadi, M.M dan Ir. Agus Nugroho Setiawan, M.P Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Research of picung leaves extract (Pangium edule Reinw.) concentration

test as insecticides for rice bugs (Leptocorisa oratorius F.) aims to get the most effective concentration of picung leaves extract for controlling rice bugs. This research used a Completely Randomized Design with single factor. The tested treatment is picung leaves extract concentration, consists of 2.5%; 5%; 10% and 15% which compared to synthetic pesticides-active metomil 1%andwere given in 2 application methods, named contact and anti-feedant with 5 repetition in each treatment. The results indicate that extract of picung leaves as organic pesticides were significantly effect against mortality level and death speed of rice bugs. Picung leaves extract concentrations of 2.5%-15% with contact method and 15% with anti-feedant method showed results of mortality level that were no different compared with pesticides metomil 1%, however level of death speed still less compared with synthetic pesticides metomil 1% from the same concentration. The results showed that organic pesticide picung leaves extract with contact method with a concentration of 15% was the most effective for controlling rice bugs. It has 100% mortality level and death speed 2,98 head/day.

Keyword : Anti-feedant, Contact, Metomil 1%, Picung leaves extract, Rice bug.

INTISARI

(51)

anti-feedant dengan percobaan faktor tunggal yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap yang diulang 5 kali. Perlakuan yang diujikan adalah ekstrak daun picung dengan konsentrasi 2,5%; 5%; 10% dan 15% yang dibandingkan dengan pestisida sintetik berbahan aktif metomil 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun picung sebagai pestisida organik berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas dan kecepatan kematian walang sangit. Konsentrasi ekstrak daun picung 2,5%-15% yang diberikan secara kontak dan 15% secara anti-feedant menghasilkan tingkat mortalitas yang tidak berbeda dibandingkan dengan pestisida metomil 1%, namun tingkat kecepatan kematian masih lebih rendah dibandingkan pestisida sintetik metomil 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pestisida ekstrak daun picung kontak dengan konsentrasi 15% paling efektif untuk mengendalikan hama walang sangit dengan tingkat mortalitas 100%, kecepatan kematian 2,98 ekor/hari.

Kata kunci : Anti-feedant, Ekstrak daun picung, Kontak, Metomil 1%, Walang sangit.

PENDAHULUAN

Tanaman padi dikenal sebagai tanaman pangan penghasil beras yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya. Keberadaan walang sangit selama budidaya padi menjadi sangat mengganggu para petani. Serangan yang cukup tinggi dapat menyebabkan tanaman padi gagal panen atau menurunkan kualitas gabah serta kuantitas hasil produksi. Walang sangit menyerang pada fase pembungaan dengan menghisap cairan tumbuhan, mengakibatkan bulir padi sedang terisi dihisap walang sangit dan menjadi setengah hampa serta akan mudah pecah jika masuk dalam pengilingan (Himawan dkk, 1997 dalam Liliana,2009).

(52)

Burkill (1935) dalam Rusman (2002) mengatakan asam sianida yang dibebaskan tanaman dapat mempengaruhi enzim pernapasan dan proses oksidasi serta fosforilasi dihambat, sehingga serangga mati karena tidak mampu menukar atau menggunakan oksigen darah.

Keberhasilan aplikasi pestisida organik tergantung pada tingkat konsentrasi pestisida yang diaplikasikan. Kefektifan pestisida organik ditunjukkan dengan jumlah dan kecepatan kematian hama serta pengaruhnya ke tanaman. Hasil penelitian Soekadar dkk (2014) mengenai aplikasi ekstak tanaman picung pada mortalitas penggerek buah kopi menunjukkan semakin besar konsentrasi ekstrak biji dan daun picung maka semakin besar pula jumlah hama yang terbunuh. Oleh karena itu, penggunaan pestisida organik dengan tingkat konsentrasi tertentu berpengaruh pada jumlah hama yang mati.

Permasalahannya berapa tingkat konsentrasi ekstrak daun picung yang efektif untuk membunuh walang sangit.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak daun picung yang efektif dalam membunuh walang sangit.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam pengendalian hama, khususnya walang sangit, sehingga penggunaan insektisida sintetik dapat ditekan seminimal mungkin.

TATA CARA PENELITIAN

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : imago walang sangit keturunan pertama (F1), terasi, metanol, air, daun picung muda dan insektisida sintetik berbahan aktif metomil 1%.

Alat – alat yang digunakan adalah : gunting, kertas label, alat dokumentasi, alat tulis, blender, saringan, stirrer atau pengaduk, gelas piala, beaker glass, gelas ukur, timbangan kilo, toples plastic, handsprayer, kertas saring, Rotary evaporator.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan metode percobaan faktor tunggal yang disusun dalam RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 5 ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah konsentrasi ekstrak daun picung terdiri dari 4 konsentrasi, yaitu 2,5%, 5%, 10%, 15% dan insektisida sintetik berbahan aktif metomil 1% sebagai pembanding (kontrol). Masing-masing perlakuan dan kontrol diuji dengan 2 metode aplikasi yaitu racun kontak dan anti-feedant.

Cara Penelitian

(53)

dimaserasi dengan metanol di dalam toples. Maserasi dilakukan dengan cara menuangkan metanol hingga 1 kg serbuk daun picung terendam dan pelarut (metanol) dilebihkan 2 cm diatas permukaan serbuk daun picung di dalam toples (Anggun dkk, 2016). Maserasi dilakukan dengan tiga tahap. Maserasi pertama selama 5x24 jam, maserasi kedua selama 2x24 jam, maserasi ketiga selama 2x 24 jam. Setelah setiap tahap maserasi selesai, hasil maserasi disaring dengan kertas saring Whatmann dan hasil saringan tersebut berupa filtrat dan ampas yang kemudian ampas daun picung tersebut dimaserasi kembali untuk tahap maserasi berikutnya. Filtrat-filtrat dari tiga tahap maserasi tersebut dicampur kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer khusus yang akan digunakan pada rotary evaporator untuk proses evaporasi. Hasil evaporasi kemudian diuapkan sehingga didapatkan ekstrak pekat daun picung (Ernest dkk, 2012). Ekstrak pekat daun picung tersebut diencerkan kembali dengan air atau aquades hingga volumenya 50 ml untuk 2 metode aplikasi dengan konsentrasi yang sama dimana semua ulangan disemprot ekstrak dengan volume 3 ml.

Penyiapan walang sangit dan toples Imago walang sangit yang digunakan berjumlah 5 ekor per ulangan sehingga total ada 250 ekor imago walang sangit untuk semua perlakuan dan disimpan di dalam strimin.

Penyiapan larutan terasi sebagai umpan walang sangit Terasi yang dipakai ±5 gram dicampur dengan air 1 liter. Kemudian campuran diaduk hingga rata menjadi larutan terasi. Larutan terasi tersebut diserap dalam kapas sebagai bahan carrier agar larutan terasi tidak membasahi toples.

Aplikasi Pada anti-feedant, baik ekstrak daun picung maupun insektisida sintetik berbahan aktif metomil 1% disemprotkan ke kapas yang sudah berisi larutan terasi sebagai umpan walang sangit. Ketika penyemprotan berlangsung, walang sangit masih berada di dalam strimin agar tidak terkena semprot. Pada racun kontak, walang sangit diletakkan di dalam toples terlebih dahulu untuk disemprot ekstrak daun picung dan insektisida sintetik berbahan aktif metomil 1%.

Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap 6 jam sekali yang dimulai setelah aplikasi ekstrak daun picung hingga pengamatan hari ke-14 setelah aplikasi. Parameter Pengamatan

Jumlah walang sangit yang mati (ekor) untuk mendapatkan tingkat mortalitas atau tingkat kematian walang sangit (dalam bentuk persentase) dan kecepatan kematian walang sangit per hari.

Analisis data. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk grafik dan histogram. Hasil pengamatan kuantitatif dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam atau analysis of variance(ANOVA).Apabila ada perbedaan nyata antar pengaruh perlakuan yang diujikan maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan's

(54)

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Mortalitas dan Kecepatan Kematian

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi ekstrak daun picung kontak dan anti-feedant berpengaruh nyata terhadap mortalitas walang sangit.

Tingkat mortalitas walang sangit pada aplikasi kontak dengan konsentrasi 2,5%-15% dan 15% diberikan secara anti-feedant tidak berbeda dengan pestisida sintetik metomil 1%, yaitu sebesar 96% hingga 100%. Ekstrak daun picung sebagai anti-feedant dengan konsentrasi 2,5% hingga 10% menunjukkan tingkat mortalitas yang lebih rendah dibanding pestisida sintetik metomil 1%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun picung maka semakin tinggi tingkat mortalitas yang dihasilkan (Tabel 1).

Tabel 1. Tingkat Mortalitas dan Kecepatan Kematian Hama Walang Sangit pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Picung menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada

taraf α 5 %.

(55)

menyebabkan hama mengalami kerusakan saraf pusat dan terganggu pernafasannya. Menurut Burkill (1935) dalam Rusman (2002) asam sianida yang dibebaskan tanaman juga dapat mempengaruhi enzim pernapasan sitokrom oksidase sehingga proses tranfor elektron pada rantai pernapasan terhenti dan proses oksidasi serta fosforilasi dihambat dan hama mati karena tidak mampu menukar atau menggunakan oksigen darah seperti halnya terjadi pada walang sangit yang diuji dengan ekstrak daun picung pada penelitian ini.

Senyawa racun lainnya pada daun picung antara lain alkaloid, glikosida, senyawa protein, alkohol, asam organik non amino, resinoid, tannin, fenol dan terpenoid (Rubatzky, 1998 dalam Rusman, 2002). Alkaloid merupakan jenis racun yang paling sering ditemukan dalam tanaman dan racun tersebut berpengaruh terhadap sistem saraf hama. Glikosida sering menyebabkan penghambatan pernapasan. Senyawa protein yang terdapat dalam picung menghambat berbagai proses metabolisme dan merupakan allergen (penyebab alergi). Alkohol bersifat racun syaraf pembuluh (neurovaskular). Asam organik yang berasosiasi dengan garam terlarut seperti natrium oksalat merupakan racun yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ion dan kerusakan ginjal. Resinoid, tannin, fenol dan terpenoid adalah senyawa yang menyebabkan iritasi kulit. Tanin dapat menurunkan ketercernaan protein. Racun mineral memiliki berbagai peranan, sering mengganggu fungsi vitamin dan penyerapan zat gizi tertentu. Penumpukan nitrat dapat mengganggu fungsi pernapasan dan timbunan selenium, air raksa atau kadmium dalam jumlah banyak sangat beracun.

Sama halnya dengan tingkat mortalitas, hasil penelitian menunjukkan konsentrasi ekstrak daun picung berpengaruh nyata terhadap kecepatan kematian walang sangit.

Ekstrak daun picung kontak dengan konsentrasi 2,5% hingga 15% dan ekstrak daun picung anti-feedant 15% menunjukkan tingkat kecepatan kematian yang tidak berbeda satu sama lain dan tingkat kecepatan kematian tersebut lebih rendah dari pestisida sintetik metomil 1%. sedangkan tingkat kecepatan kematian walang sangit terendah pada perlakuan ekstrak daun picung anti-feedant konsentrasi 2,5% (tabel 1).

(56)

aktif yang terkandung dalam daun picung untuk keluar sehingga bahan aktif racun dapat bekerja secara efektif dalam membunuh hama walang sangit. Seperti yang dikatakan Lakitan (1999) dalam Iman Stuad (2009) bahan kering memiliki kandungan kimia organik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahan segar. Semakin banyak konsentrasi ekstrak daun picung maka semakin kental atau semakin banyak bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak tersebut.

Namun pestisida ekstrak daun picung memiliki kecepatan yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pestisida sintetik metomil 1%. Dapat diasumsikan bahwa tingkat konsentrasi yang tinggi memiliki jumlah kandungan yang lebih banyak sehingga dapat menyebabkan tingkat kecepatan kematian walang sangit semakin tinggi.

Keefektifan pestisida organik dibuktikan dari pengaruh racun yang terkandung di dalam pestisida tersebut mampu membunuh hama dengan cepat dan memiliki daya bunuh yang tinggi antara sebelum dan sesudah disemprot pestisida. Dari hasil penelitian ini, pestisida ekstrak daun picung merupakan pestisida yang termasuk efektif untuk mengendalikan walang sangit, dibandingkan dengan pestisida sintetik metomil 1% yang dikenal petani mampu mengendalikan hama walang sangit pada tanaman padi. Ditunjukkan dari tingkat mortalitas tertinggi menghasilkan 100% dan mampu mematikan walang sangit dengan kecepatan kematian 2,98 ekor/hari.

PENUTUP

Kesimpulan. Pestisida ekstrak daun picung dengan konsentrasi 15% yang diberikan secara kontak paling efektif untuk mengendalikan hama walang sangit dengan tingkat mortalitas 100% dan kecepatan kematian 2,98 ekor/hari.

Saran. Perlu diteliti lebih lanjut pengaruh ekstrak daun picung untuk mengendalikan walang sangit pada tanaman padi di sawah.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djunaedy. 2009. Biopestisida Sebagai Pengendali Organisme

Pengganggu Tanaman (OPT) yang Ramah Lingkungan. Jurnal Fakultas

Pertanian UNIJOYO.pdf

(57)

Balittra. 2012. Hama pun Mabuk Kepayang. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra).ccc. Diakses tanggal 4 Mei 2015.

Dilah Nita Rikara dan Sari Yanti Hayanti. 2012. Teknologi Pembuatan Pestisida Organik dan Cara Penggunaannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi.pdf

Dwi Wulandari. 2011. Pangium edule Reinw. Bina Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Sulawesi.pdf

Ernest H. Sakul, Jacklin S.S. Manoppo, DalvianTaroreh, Revfly I.F. Gerungan

danSanusi Gugule. 2012. Pengendalian Hama Kumbang Logong

(Sitophylus Oryzae L.)Dengan Menggunakan Ekstrak Biji Pangi (Pangium EduleReinw.). Jurnal Departemen Biologi FMIPA Univeristas Negeri Manado.pdf

Hatta Sunanto. 1993. Budidaya Picung : Usaha Produksi Picung dan Minyak Kepayang. Yogyakarta: Kanisius.

Liliana Monica DaConceicao. 2009. Efektifitas Penggunaan Bangkai Yuyu, Katak dan Tikus Sebagai Atraktan Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thunberg.). Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.pdf

Rusman. 2002. Penapisan Senyawa Insektisida Dari Ekstrak Daun Picung (Pangium edule Reinw). Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Institut Pertanian Bogor.pdf

Septiana Anggraini, Siti Herlinda, Chandra Irsan dan Abu Umayah. 2014. Serangan Hama Wereng dan Kepik pada Tanaman Padi di Sawah Lebak Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014.pdf

Soekadar Wiryadiputra, Iftitachiatur Rusda dan Iis Nur Asyiah. 2014. Pengaruh Ekstrak Tanaman Picung (Pangium edule) sebagai Pestisida Nabati

Terhadap Mortalitas Penggerek Buah Kopi. Peneliti Perlindungan

Tanaman, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.Program Studi Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember.pdf Solikhin. 2000. Ketertarikan Walang Sangit (Leptocorisa Oratorius F.)Terhadap Beberapa Bahan Organik Yang Membusuk. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika.pdf

Gambar

Tabel 1. Uji Bagian Tanaman Picung Terhadap Mortalitas Berbagai Hama

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak air daun gamal dengan konsentrasi &lt; 5% dapat direkomendasikan kepada petani sebagai insektisida nabati terhadap hama kutu putih, karena penggunaan konsentrasi ini

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak buah maja mempunyai efektivitas sebagai insektisida nabati terhadap hama walang sangit, konsentrasi ekstrak buah maja 40%

Dapat membandingkan waktu yang dibutuhkan pestisida nabati untuk membunuh hama ulat dengan konsentrasi tertentu..

Dapat membandingkan waktu yang dibutuhkan pestisida nabati untuk membunuh hama ulat dengan konsentrasi tertentu..

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu penggunaan ekstrak biji kluwek sebagai insektisida nabati dengan konsentrasi antara 25 gr/100 ml akuades, 50 gr/100 ml akuades, 75 gr/100

Penyemprotan pestisida organik ekstrak serai wangi konsentrasi 75 ml ditambah air bersih 100 ml lebih berpengaruh dan efektif pada minggu ketiga terhadap

mendeskripsikan pengaruh pemberian kombinasi filtrat daun tembakau dengan filtrat daun paitan pada berbagai perlakuan terhadap mortalitas walang sangit pada tanaman

Data hasil pengamatan diuji dengan uji Standar eror dengan membandingkan persentase serangan dan jumlah hama Plutella xylostella pada tanaman sawi tanpa penggunaan pestisida