• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tasauf Bagi Pengikut Tarekat : Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Tasauf Bagi Pengikut Tarekat : Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT

(Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah

Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

untuk memenuhi syarat-syarat Strata 1 (satu) dan mencapai gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fils.I.)

Oleh : Khusnul Adib

NIM : 202033101134

Pembimbing : Drs. H. Zuhdi Anwar, M.A.

NIP : 150 010 935

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H. / 2008 M.

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul “PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT

(Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)” yang disusun oleh

KHUSNUL ADIB Nomor Induk Mahasiswa 202033101134 jurusan Aqidah Filsafat, telah melalui bimbingan oleh dosen pembimbing skripsi dan dinyatakan syah sebagai karya ilmiah. Oleh karena itu, skripsi ini dapat diujikan pada sidang munaqasyah sesuai ketentuan yang ditetapkan Fakultas

.

Jakarta, 14 Nopember 2008

Yang Mengesahkan,

Pembimbing

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT

(Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)” diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasyah pada 1 Desember 2008 di hadapan dewan penguji.

Jakarta, 1 Desember 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota,

Drs. H. Harun Rasyid, M. A Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M. A

NIP: 150 232 921 NIP: 150 293 239

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dr. Syamsuri, M. A. Dr. Hamid Nasuhi, M. A.

NIP: 150 241 817 NIP: 150 240 089

Mengetahui Pembimbing

Drs. H. Zuhdi Anwar, M.A.

(4)

KATA PENGANTAR

ﺮ ا

ﻦ ﺮ ا

ﷲا

Rasa puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah swt. Tuhan

semesta alam. Berkat rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya telah memberikan

keringanan penulis dalam melangkah untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul

“PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT (Studi Kasus

Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera

Rawamangun Jakarta Timur)”

Shalawat salam senantiasa tercurahkan kepada insan mulia yang menjadi

teladan agung sepanjang masa, Nabi Muhammad saw., serta keluarganya,

sahabatnya dan pengikutnya yang selalu menjalankan perintah dan larangannya.

Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk

memenuhi syarat-syarat lulus Strata 1 (satu) dan untuk mencapai gelar Sarjana

Filsafat Islam (S.Fils.I.) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari tidak sedikit hambatan yang

dihadapi. Namun, dengan optimis, keteguhan hati, kerja keras, dan fokus akhirnya

selesai penulisan skripsi ini. Dan, penulis menyadari kalau penulisan ini tidak

luput dengan adanya bantuan dari pelbagai pihak yang sangat memperlancar

dalam penulisannya. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima

kasih kepada:

1. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin

(5)

v

2. Bapak Bapak Dr. Syamsuri, M.A. sebagai penguji satu dan Bapak Dr.

Hamid Nasuhi, M.A. sebagai penguji dua.

3. Bapak Drs. H. Harun Rasyid, M.A., sebagai Ketua dan Bapak Drs.

Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. sebagai Sekretaris Jurusan program

Non-Reguler Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

4. Bapak Drs. H. Zuhdi Anwar, M.A. sebagai pembimbing skripsi yang

telah meluangkan waktu dan kesabarannya dalam memberikan

bimbingan dan pengarahan yang sangat berarti demi kelancaran

penyusunan skripsi ini.

5. Para dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang dengan sabar dan ikhlas mentransformasikan

ilmu-ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Yayasan Emilliyatil Abbasyiah, PT. Ranji Kuningan Jakarta, yang

telah memberikan beasiswa dalam proses belajar penulis.

7. K.H. Wahfiudin, S.E., M.B.A. sebagai Pemimpin Yayasan Aqabah

Sejah-tera Rawamangun Jakarta Timur yang telah memberikan

petunjuk tentang Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah demi kelancaran

terselesaikannya penulisan ini.

8. Ustaz Handri sebagai badal di Jamaah tarekat Qadiriyah

Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera yang memberikan ijin,

bimbingan, dan kesabarannya dalam penulisan skripsi ini.

9. Ustaz Rahman, ustaz Teguh, Bapak Sugi, Ibu Yuli, ustaz Latif, Bapak

(6)

informasi-nya dalam proses wawancara penulisan, dan segenap staf Yayasan

Aqabah Sejahtera yang tidak bisa penulis sebut satu per satunya di sini.

10.Kedua orang tua kandung penulis yang tiada henti-hentinya mengiringi

langkah penulis dan selalu mencurahkan doa untuk keberkahan dan

kesuksesan bagi penulis.

11.Kedua orang tua angkat penulis di Jakarta, Bapak H. Masrur Ainun

Najih dan Ibu H. Dalif Laily yang selalu mendidik penulis agar selalu

bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga skripsi ini

cepat terselesaikan.

12.Adik penulis, Nella, Ripatung, Santhud, dan Mat, yang telah

memberikan semangat dan doa selama proses penulisan skripsi ini.

13.Bapak Suntoro sebagai petugas perpustakaan LIPI yang telah memberi

kemudahan dalam proses peminjaman buku-buku yang dibutuhkan

penulis.

14. Teman-temanku; Mas Masyhar, Mustopa, Gus Dayat, Eddy, Gopir,

Sail, Khotib, Arwani, Sendy, Sitie, Murtadho, Mas Rizki, Aji, Pakde,

Adi, dan Refi atas doa dan semangatnya yang diberikan kepada

penulis. Dan, secara khusus kepada Anas yang sudah memberikan

dukungan dan pinjaman komputernya sampai selesai penulisan skripsi

ini.

15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang ikut

berpartisipasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga mendapat

(7)

vii

Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak

kekurangannya. Oleh karena itu, penulis memohon kepada para dosen

pembimbing pada khususnya, dan dosen di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat pada

umumnya, serta kepada setiap pembaca, untuk memberikan saran dan kritik yang

membangun agar penulis bisa memahami kekurangannya dan mampu

memperbaiki kesalahan-kesalahannya dalam penulisan-penulisan selanjutnya.

Jakarta, 1 Desember 2008

(8)
(9)

ix

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...

D. Metodologi Penelitian...

3. Hubungan Tasawuf dan Tarekat...

4. Tokoh-tokoh tasawuf dan Ajaran-ajarannya...

B. TAREKAT QADIRIYAH NAQSHABANDIYAH (TQN)...22..

1. Latar Belakang dan Pendiri...

2. Jaringan TQN di Indonesia...

(10)

c. Zikir...

d. Khataman...

e. Manaqib....

f. Tawashul...

C. JAMAAH TQN YAYASAN AQABAH SEJAHTERA (YAS)...

1. Kegiatan-kegiatan Umum YAS...

2. Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah YAS...

BAB III PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT...

A. Pemahaman Tasawuf...

B. Amalan-amalan Yang Dikerjakan...

C. Pengaruh Tasawuf Bagi Anggota TQN Setelah Talqin...

BAB IV PENUTUP...

A. Kesimpulan...

B. Kritik dan Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 38

41

42

44

45

45

50

55

55

66

70

73

73

74

75

(11)

xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Proses globalisasi saat ini telah merambah ke seluruh urat nadi kehidupan

umat manusia, pengaruhnya sangat kompleks dan signifikan. Untuk membentengi

diri dari pengaruh globalisasi tersebut, setiap manusia agar memahami potensi

dirinya baik secara lahiriah maupun spiritual. Problem dalam kehidupan

bermasyarakat seperti kesenjangan antara nilai-nilai yang bersifat duniawi dan

ukhrawi itu biasa terjadi. Dalam situasi demikian, tasawuf merupakan kendaraan

pilihan untuk mengatasi masalah seperti ini.1 Manusia modern yang rasional cenderung mengedepankan aspek akal (rasio) tanpa memperhatikan potensi hati

(qalb), padahal Islam tidak membuat dikhotomi demikian. Hal itu berakibat fatal,

karena ketika akalnya sudah tidak mampu lagi menyelesaikan

masalah-masalahnya kemungkinan ia akan mudah putus asa, depresi, stres, bahkan bunuh

diri. Untuk mengatasi masalah dengan baik dibutuhkan sebuah ketenangan dan

kesabaran. Tasawuf sebagai disiplin keislaman merupakan penawar untuk

memberikan kesetimbangan antara fungsi akal dan hati. Konsep yang ada dalam

tasawuf mengajarkan hidup dengan benar, rajin beribadah, berakhlak mulia,

merasakan indahnya hidup dan nikmatnya ibadah.2 Konsep tersebut jika sungguh-sungguh dilaksanakan oleh setiap warga negara kemungkinan besar bisa

memperbaiki ke arah yang lebih baik kondisi moral dan spiritual warga negara.

1

Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), Cet. IV, hal.278.

2

Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial,,(Bandung: Mizan Pustaka, 2006), Cet. I, hal. 36-37.

(12)

Tarekat merupakan lembaga yang mengajarkan kajian-kajian tasawuf,

mengamalkan isi yang terkandung di dalamnya yang disertai oleh pembimbing

yang mempunyai silsilah hingga Rasul Muhammad saw.. Dalam tarekat itu,

seseorang akan mempelajari segala sesuatu tentang tasawuf. Kajian-kajian yang

dipelajari dalam dunia tasawuf merupakan kajian-kajian yang dipelajari dalam

dunia tarekat juga. Jadi, sekarang ini tidak salah jika disimpulkan bahwa tasawuf

sudah menjadi tarekat.3

Seseorang yang ingin bertarekat tidak bisa hanya dengan mengikuti

pengajian-pengajian tasawuf dan membaca buku-buku tasawuf. Pengajian tasawuf

itu bisa sebagai bentuk pencerahan agar semakin yakin kepada Allah dan semakin

“luas dada” seseorang. Sedangkan dalam tarekat, ada bagian terpenting yang tidak

bisa ditemukan hanya dengan mengikuti pengajian-pengajian tasawuf atau dengan

membaca buku-buku terkait, yaitu keberadaan mursyid.4

Tarekat di dunia Islam bermacam-macam tidak terhitung jumlahnya, tidak

ada angka yang pasti berapa jumlah macam tarekat seluruhnya. Ada dua tarekat

besar yang berkembang dalam dunia Islam, yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekat

Naqshabandiyah. Kedua tarekat ini mempunyai pendiri, teknik berzikir, dan latar

belakang yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Akan tetapi, oleh ulama

Indonesia dari Sambas, Kalimantan, dua macam tarekat yang mempunyai teknik

berzikir dan latar belakang bertolak belakang itu justeru dipadukan dalam satu

paket tarekat tersendiri tanpa mengajarkannya secara terpisah, tarekat tersebut di

Indonesia disebut tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

3

Sukardi, (ed), Kuliah-kuliah Tasawuf, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), hal. 17.

4

(13)

xiii

Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah (selanjutnya ditulis Tarekat

Qadiriyah Naqshabandiyah atau disingkat TQN) termasuk satu di antara tarekat

yang banyak pengikutnya di Indonesia, terutama di pulau Jawa,5 di luar pulau Jawa penyebaran TQN tidak melalui lembaga pendidikan formal seperti

pesantren, sehingga TQN hanya tersebar dalam kalangan orang awam dan tidak

memperoleh kemajuan yang berarti. Lain halnya di pulau Jawa, TQN disebarkan

melalui pondok-pondok pesantren yang didirikan dan dipimpin oleh para

pengikutnya, maka perkembangannya pun pesat sekali sehingga kini merupakan

tarekat yang paling besar dan berpengaruh di kawasan ini.6

Satu cabang TQN yang ada di Pulau Jawa yaitu Pondok Pesantren

Suryalaya, Sebuah pesantren di Kampung Godebag, Tasikmalaya, Jawa Barat,

pesantren ini mengajarkan ajaran tasawuf sekaligus sebagai pusat dari

perkembangan tarekat. Sejak pondok pesantren ini berdiri sengaja diarahkan agar

menjadi pusat pengembangan tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah.7

Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) di Suryalaya dikenal sebagai

salah satu pusat TQN yang aktif dan dinamis. Mursyidnya K.H.A.Shohibul Wafa

Tajul Arifin (Abah Anom) telah berhasil mengembangkan cabang-cabangnya,

bukan hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia

dan Brunei Darussalam. Abah Anom juga dikenal telah mendesain khusus praktik

5

Depag Republik Indonesia Balai Penulisan Aliran Kerohanian/Keagamaan, Lembaga Pengoba-tan Inabah Tarekat Qadiriyah Naksyabandiyah Suryalaya, (Semarang: Depag RI Balai Penulisan Aliran Kerohanian/Keagamaan, 1993), hal. 30.

6

Muhammad Nur Latif, Ajaran Mistik Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi dalam Naskah Tarekat yang dibangsakan Kepada Qadiriyah dan Naqshabandiyah (Suatu Analisis Isi Teks), Laporan Penelitian, (Jakarta: The Toyota Foundation Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, 1995), hal. 71.

7

Shohibul Wafa Tajul Arifin, Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah, dari:

(14)

zikir dan shalat untuk merehabilitasi remaja yang kecanduan obat terlarang dan

narkotika dengan membangun Pondok Inabah. Telah berdiri 23 Pondok Inabah di

dalam dan luar negeri.8

Wakil talqin (khalifah) Abah Anom yang diamanatkan untuk

mengembangkan tarekat Qadiriyah dan Naqshabandiyah (TQN) di Jakarta adalah

K.H.Wahfiudin, S.E., M.B.A.9 Saat ini, media pengembangan TQN di Jakarta melalui Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS), keberadaannya merupakan cabang

pengembangan TQN yang ada di Suryalaya Jawa Barat. YAS adalah yayasan

yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial yang bertujuan meningkatkan

kualitas manusia pada sisi intelektual, emosional dan spiritual. Bidang tasawuf di

YAS adalah satu dari seluruh program yayasan yang beliau pimpin.

Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS) didirikan tahun 1994 oleh

K.H.Wahfiudin di Jakarta. Di bidang pendidikan yayasan ini menyelenggarakan

beberapa kegiatan, di antaranya berupa kursus-kursus, in house training, outbond

training, pesantren kalbu, pelatihan mubalig, dan seminar-seminar.

Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya berada di Jakarta, tetapi juga di kota-kota besar

lainnya di luar Jakarta. Salah satu unit yang bergerak khusus memberikan

pelatihan-pelatihan yang langsung dipimpin oleh K.H.Wahfiuddin adalah Radix

Training Center (RTC). Secara individu beliau telah memberikan beberapa

training di pelbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Kemudian, pada

awal 2004 itu juga beliau membentuk sebuah tim training yang solid dalam

8

Sri Mulyati, et.al, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Prenada Mulia, 2005), Cet.II, hal. 264.

9

(15)

xv

rangka kaderisasi. Meskipun RTC usianya masih belia, namun telah

memunculkan beberapa training yang diselenggarakan.

Di antara kegiatan-kegiatan YAS adalah zikir bersama dan ceramah

keagamaan. Kegiatan ini dilakukan setiap Senin malam dan Kamis malam.

Kegiatan yang diselenggarakan Senin malam dimulai dengan shalat Maghrib

berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan zikir TQN, ini berlangsung hingga azan

Isya berkumandang. Setelah shalat Isya berjamaah, dilanjutkan dengan zikir TQN,

kemudian diisi dengan ceramah keruhanian, yang isinya tidak hanya menekankan

pada penguasaan jiwa dari hawa nafsu, penyucian hati, dan memperbanyak

berzikir kepada Allah tetapi juga hal-hal yang bersifat pemantapan semangat

ajaran TQN dengan argumen-argumen logis tentang kebenaran ajaran tarekat dan

keberuntungan orang yang mengikutinya. Setelah ceramah, kegiatan selesai dan

diakhiri dengan membaca shalawatserta bersalaman dengan ustaz Wahfiudin dan

sesama jamaah. Sedangkan kegiatan yang berlangsung setiap Kamis malam,

dimulai dengan shalat Maghrib berjamaah, kemudian dilangsungkan dengan zikir

umum, yang berlangsung hingga azan Isya. Setelah shalat Isya berjamaah, diisi

dengan zikir TQN, kemudian dilanjutkan dengan siraman rohani hingga selesai.

K.H.Wahfiudin merupakan khalifah di Jakarta dari Abah Anom

Tasikmalaya, bagaimana ustaz Wahfiudin menerapkan ajaran tarekat Qadiriyah

Naqshabandiyah di Jakarta?, bagaimana jamaah TQN asuhan ustaz Wahfiuddin

dalam memahami ajaran TQN yang telah mereka jalani? apakah TQN

berpengaruh bagi kehidupan mereka? Hal-hal inilah yang menjadikan penulis

(16)

penulisan skripsi, yaitu “PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT (Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)”. Semoga penulisan ini akan mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembahasan tentang tasawuf dan tarekat sangat luas, dalam penulisan ini

pembahasannya hanya dibatasi pada lingkup kegiatan Jamaah Tarekat Qadiriyah

Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jaktim. Sedangkan

perumusannya, sebagai berikut:

1. Pemahaman apa yang diperoleh oleh Jamaah Aqabah Rawamangun

tentang studi tasawuf pada Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah?

2. Apa saja amalan yang dikerjakan oleh mereka?

3. Apa pengaruh yang dihasilkan bagi mereka setelah talqin anggota TQN?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penentuan tujuan dan manfaat penelitian sangat dibutuhkan dalam

melakukan sebuah penelitian. Karena tanpa tujuan isi sebuah penelitian akan tidak

dimengerti dan tidak fokus pada pokok permasalahan.

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut;

1. Penulis mendapatkan pemahaman apa yang diperoleh oleh Jamaah Aqabah

Rawamangun tentang studi tasawuf pada Tarekat Qadiriyah

Naqshabandiyah.

(17)

xvii

3. Memperoleh jawaban tentang pengaruh yang dihasilkan bagi mereka

setelah talqin anggota TQN.

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini agar segenap Jamaah

Yayasan Aqabah dan kepada penulis sendiri pada khususnya serta para pembaca

pada umumnya, setelah memahami isi skripsi ini itu tidak hanya pemahaman yang

tidak disertai tindakan sebagai reaksi dari pemahaman yang telah didapat darinya.

Diharapkan juga adanya perilaku yang cenderung lebih mengedepankan aspek

sosial, tidak mudah mengikuti hawa nafsunya, dan menjadi seorang beriman

bertakwa yang selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhannya.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk

mendapatkan data dengan tujuan tertentu, dan dalam rangka melakukan usaha

tersebut digunakan metode ilmiah.10 Penulisan skripsi ini mengunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu prosedur penulisan yang menghasilkan data deskriptif,

ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu

sendiri.11 Sebuah penelitian kualitatif itu lebih menekankan perhatian pada proses bukannya hasil atau produk.12 Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data-data tambahan seperti dokumen

dan lain-lain. Dan, hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu

penulis dan subjek penelitian.

10

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2001), hal. 12.

11

Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hal. 21.

12

(18)

2. Proses Analisa Data

Dalam upaya mendapatkan informasi dan data yang akurat dari informan,

ada teknik yang harus ditempuh dalam memilih informan yang memenuhi kriteria

suatu penelitian. Seorang informan harus bisa memberi informasi yang bisa

dipercaya kebenaran dan akurasinya, serta mempunyai pengetahuan dan

pengalaman dalam bidang yang menjadi bahan penelitian.13 Teknik penarikan informan yang memenuhi kriteria yang digunakan adalah jenis snow ball, suatu

aktifitas ketika penulis mengumpulkan data dari satu informan ke informan

lainnya yang memenuhi kriteria dan berhenti ketika tidak ada informasi baru lagi,

terjadi pengulangan informasi oleh informan yang berbeda, atau disebut

mengalami titik jenuh.14 Yaitu, penulis mencari informan sebanyak mungkin, prosesnya dimulai dari informan pertama, dari informan pertama ini penulis

menganalisa apakah jawaban yang diberikan informan itu sudah sesuai dengan

maksud dan tujuan penulisan skripsi ini ataukah belum, kemudian dilanjutkan

dengan mencari data informan kedua, dari informan kedua ini penulis

menganalisanya, begitu juga seterusnya hingga jawaban yang diberikan informan

kepada penulis itu tidak ada variasi jawaban. Dengan begitu, penulis berhenti

dalam pencarian data dari informan selanjutnya. Penggunaan teknik ini juga

didasarkan karena tidak adanya informasi konkret jumlah populasi keseluruhan.15 Jumlah peserta TQN secara keseluruhan berjumlah sekitar 200-an, akan

tetapi yang cukup aktif dalam kegiatan Senin malam atau Kamis malam di

13

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, (Malang: UMM Press, 2008), Cet. III, hal. 77-78.

14

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, hal. 82-83.

15

(19)

xix

lingkungan Yayasan Aqabah itu sekitar 20-an. Besarnnya sampel (sebagai

informan, bukan sampel seperti yang ada dalam penelitian kuantitatif) tidak

kurang dari 10 persen dari populasi, sementara ada pula yang mengatakan

minimal 5 persen dari populasi.16 Mengingat ini adalah tipe Snow Ball, maka dalam proses penarikan informan yang bisa memberikan data secara mendalam

dan akurat, penulis tidak bisa menentukan sebelumnya berapa sampel yang akan

penulis ambil. Dan, sangat mungkin terjadi sampel yang penulis ambil itu

berjumlah sedikit. Jumlah sampel yang sedikit itu merupakan ciri khas penulisan

kualitatif.17 Sebenarnya tidak ada aturan yang tegas mengenai berapa besarnya anggota sampel yang dianjurkan dalam sebuah penulisan. Jika sampel yang

digunakan itu besar, maka biaya, tenaga dan waktu yang disediakan harus besar

pula. Sesungguhnya tidak ada sampel yang 100% representatif, kecuali jika

sampel yang digunakan itu seluruh anggota populasi (total sampling).18 Dalam penulisan kualitatif, “populasi” itu tidak ada dan pengertian sampling adalah

pilihan penulis sendiri secara purposif disesuaikan dengan tujuan penulisan. Yang

menjadi sampel hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi yang relevan

saja.19

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang perlukan, teknik pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

16 Bungin, Burhan, (Ed), Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. III, hal. 45.

17

Hamidi, Metode Penulisan Kualitatif, hal. 87.

18

Husaini Usman, dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologgi Penulisan Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara 2003), Cet. IV, hal. 52.

19

(20)

1. Observasi, adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis

terhadap gejala-gejala yang diteliti.20 Objek yang diteliti yaitu pengikut jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN)

Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS) Rawamangun. Penulis mengikuti

kegiatan yang diadakan oleh TQN YAS, di antaranya adalah

kegiatan yang dilaksanakan pada Senin malam dan Kamis malam.

Langkah yang dilakukan penulis ialah mendatangi ke kantor YAS

yang beralamat di jln. Balai Pustaka V-3, Rawamangun Jakarta

Timur.

2. Wawancara. Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang

atau lebih secara langsung.21 Dalam melakukan wawancara penulis dengan menggunakan pakaian bebas tapi sopan dengan mendatangi

kediaman informan, dan berusaha menciptakan suasana

kekeluargaan dengan tujuan agar informan tidak merasa

diinterograsi sehingga dapat memberikan informasi sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya.

3. Dokumentasi. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah

pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.22 Data yang dikumpulkan melalui dokumen cenderung sekunder,

sedangkan data-data yang dikumpulkan dengan teknik observasi,

20 Husaini dan Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. IV, hal. 54.

21 Husaini dan Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, hal. 57-58.

22

(21)

xxi

dan wawancara cenderung primer atau data yang didapat dari pihak

pertama.

4. Penulisan kepustakaan (Library Research), yaitu penulis berusaha

memperoleh data dengan cara membaca buku yang berkaitan

dengan judul atau topik yang sedang ditulis. Sehingga data yang

dikumpulkan itu ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan.23

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan ini tidak salah dalam penulisannya, penulis menggunakan

buku panduan penulisan skripsi, tesis, dan disertasi yang diterbitkan oleh Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat terbaru dan buku EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).

Dan, supaya penulisan skripsi yang berjudul “PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT (Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)” ini tidak tumpang tindih penulis menyusunnya sebagai berikut;

Di dalam BAB I dimulai dengan pendahuluan, yang berisi latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II A mengandung isi tentang tasawuf dan tarekat, pengertiannya,

hubungan antara tasawuf dan tarekat, tokoh-tokoh dan ajaran-ajarannya.

Sedangkan Bab II B menjelaskan tentang tarekat Qadiriyah Naqsybandiah, yang

memuat tentang latar belakang, pendiri, jaringan tarekat Qadiriyah

Naqshabandiyah di Indonesia, dan amalan–amalan Tarekat Qadiriyah

23

(22)

Naqsybandiah. Bab II C menjelaskan jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah

Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS), yang memuat tentang kegiatan-kegiatan umum

YAS dan jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah YAS.

Pada BAB III menjelaskan tentang pengaruh tasawuf bagi pengikut

tarekat, yang menjelaskan tentang pemahaman tasawuf anggota TQN,

amalan-amalan yang dikerjakan mereka, dan pengaruh yang dihasilkan bagi anggota TQN

setelah talqin.

Pada BAB IV diisi dengan penutup yang terdiri dari kesimpulan, kritik dan

(23)

xxiii

BAB II

AMALAN TASAWUF JAMAAH TAREKAT QADIRIAH NAQSHABANDIAH YAYASAN AQABAH SEJAHTERA A. TASAWUF DAN TAREKAT

1. Pengertian Tasawuf

Pelbagai keterangan yang menjelaskan asal istilah “tasawuf.” Istilah

tasawuf. pada zaman Rasul Muhammad saw., para sahabat, dan tabi’in Islam tidak

dikenal. Kemudian setelah masa tabi’in, datang suatu kaum yang mengaku zuhud

yang berpa-kaian shuf (bulu domba), karena pakaian inilah mereka mendapat

julukan sebagai nama bagi mereka yaitu sufi.24

Ada pula keterangan yang menyatakan bahwa “tasawuf” berasal dari

Yunani, shopos yang artinya “hikmah” atau “keutamaan.” Menurut pendapat ini,

sufi itu para pencari hikmah atau ilmu hakikat. Pendapat lain, tasawuf berasal dari

shafa yang berarti “bening” karena hati sufi selalu bening, sedangkan lainnya

berpendapat tasawuf berasal dari shaff atau shafwun yang artinya barisan, sebab

para sufi selalu dalam barisan terdepan dalam mencari kerelaan Ilahi.25 Menurut Abu Bakar al-Kattani (w.322 H), tasawuf adalah pembersihan hati dan

pe-nyaksian terhadap realitas hakiki.26 Menurut Harun Nasution, hakekat tasawuf adalah kita mendekatkan diri kepa-da Tuhan.27 Penghalang untuk bisa “melihat”

24

Abu Abdirrahman Uli, Hakekat Tasawuf, diakses pada 12 Juli 2008, dari: http://www.-cybermq. com/index.php?pustaka/detail/15/1/pustaka-235.html.

25

Rivay Siregar, Tasawuf, dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme (Jakarta: Raja Grafindo Per-sada, 2002), Cet. II, hal. 31-32.

26

Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial,hal. 51.

27

Harun Nasution, Tasawuf, dari: http://haizam.tripod.com/tasauf/tasawuf.html, diakses pada 25 September 2007.

(24)

Dia adalah sikap mendewakan diri sendiri. Ketika seseorang masih

mempertahankan ego dirinya, hanya memenuhi semua kepentingan pribadinya, ia

tidak akan bisa “melihat” Allah, menghayati kebesaran-Nya, mengerti

keadilan-Nya, menyaksikan keindahan-keadilan-Nya, merasakan kehangatan kasih sayang-Nya.

Maka, agar bisa khusyuk seolah-olah melihat Dia, kita harus “menghancurkan

diri” bagaikan gunung Sinai dalam kisah Musa28 yang sirna mencair oleh tajalli, cahaya Allah. Semakin larut kita menghampakan diri dalam fana, semakin jelas

wajah Allah bagi mata hati kita.29

Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia.

Kedekatan Tuhan kepada manusia disebut Quran Ayat 186 dari surah

al-Baqarah menjelaskan,

Artinya, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permoho-nan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."

28

Al-Quran Surah al-A’raf ayat 143, “Dan tatkala Musa tiba di Miqat lalu berkata, ‘Tuhanku, tampakkan-lah diri-Mu supaya aku bisa melihat-Mu Maka Tuhan pun berkata, “Kamu tidak akan bisa melihat-Ku, tetapi pandang saja gunung di seberangmu, bila dia tetap di tempatnya, maka kamu akan melihat-Ku”. Maka ketika Tuhannya menampakkan cahaya-Nya ber-tajalli kepada gunung, jadilah gunung itu hancur lebur. Maka Musa tersungkur pingsan. Dan setelah siuman dia berkata, ‘Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku akan menjadi orang mukmin pertama’.”

29

(25)

xxv

Untuk “mencari” Tuhan, murid (orang yang sedang “mencari” Tuhan)

tidak perlu pergi jauh, cukup ia “masuk” ke dalam dirinya dan Tuhan yang

dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat

al-Quran Surah al-Anfal ayat 17 berikut menjadi landasan;

☺ ⌧

Artinya, “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu'min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Masih menurut Harun Nasution, di dalam tasawuf, jalan untuk

mendekatkan diri yang ditempuh seseorang agar sampai ke tingkat “melihat”

Tuhan dengan mata hati dan akhirnya “bersatu” dengan Tuhan demikian panjang

dan penuh “duri”. Tidak sebentar seseorang harus menempuh jalan yang sulit itu,

karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai puncak tujuan tasawuf.

Jalan itu disebut thariqah dalam bahasa Arab, dan dari sinilah berasal kata

“tarekat” dalam bahasa Indonesia.30

Sejatinya, pencarian asal istilah tasawuf cukup kesulitan. Setiap orang bisa

berbeda dalam pendefinisiannya, kesulitan itu tampaknya karena esensi tasawuf

yang berpangkal pada pengalaman rohaniah (hati, kalbu) yang hampir tidak

mungkin bisa dijelaskan secara tepat dengan lisan.31 Peran hati atau kalbu merupakan organ yang amat penting, karena dengan mata hatilah seseorang

30

Harun Nasution, Tasawuf.

31

(26)

merasa bisa menghayati segala rahasia yang ada dalam alam gaib dan puncaknya

adalah penghayatan makrifat kepada Allah.32 Akan tetapi, meskipun kesulitan dijelaskan dengan lisan, setidaknya para pelaku tasawuf bisa dilihat dari sikap

lahiriahnya yang menunjukkan bahwa ia bertasawuf. Karena tasawuf itu, selain

berkaitan dengan ruhaniah juga berusaha menciptakan manusia yang hidup

dengan benar, rajin beribadah, berakhlak mulia, merasakan indahnya hidup dan

nikmatnya ibadah.33 Jadi, apa yang disebut tasawuf tidak lebih dari etika atau moralitas.34 Kata “moral” sering diidentikkan dengan budi pekerti, adab, etika, tata krama, dan sopan santun.

Dari definisi-difinisi tasawuf tersebut dapat disimpulkan bahwa, secara

garis besar tasawuf dikategorikan dalam dua bagian. Pertama, bagian yang

berkaitan dengan latihan rohani, ibadah kepada Allah. Kedua, bagian yang

menyangkut pendidikan mental dan jiwa untuk mencapai keluhuran serta

kesempurnaan budi pekerti (muamalah).35

Jadi, tasawuf itu dalam rangka selain dianjurkan memperbanyak ibadah

juga dalam rangka “membersihkan hati”, mengamalkan hal-hal yang baik, dan

meninggal-kan hal-hal yang buruk. Seorang “pencari Tuhan” dituntut selalu

ikhlas, rela, tawakal, dan zuhud. Oleh karena itu, tasawuf dengan akhlak itu

sejatinya berhubung rapat satu sama lain. Tasawuf adalah yang batin, sedangkan

akhlak adalah yang lahir, atau yang pokok adalah tasawuf, buahnya adalah akhlak

32

Simuh, Tasawuf dan perkembangannya dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. II, hal.121.

33

Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, hal. 36-37.

34

Said Aqil, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, hal. 40-41.

35

(27)

xxvii

yang mulia. Dengan demikian, hubungan antara tasawuf dengan akhlak tidak

terpisah.

Di dalam dunia tasawuf terdapat istilah-istilah ajaran yang banyak dianut

oleh pengikutnya. Istilah-istilah tersebut diperkenalkan oleh tokoh-tokoh tasawuf

yang berjaya pada masanya, di antaranya; fana, baqa, ittihad, dan hulul

dipopulerkan oleh Abu Yazid al-Bustami pada tahun 874 M., wahdat al-wujud

oleh Muhy al-Din ibnu Arabi pada tahun 1165 M., al-insân al-kâmil oleh Abdul

Karim al-Jilli (w.1428 M.), mahabbah oleh Rabiah al-Adawiyah pada abad VIII

M., ma’rifah diperkenalkan oleh al-Ghazali pada tahun 1105 M..36

2. Pengertian Tarekat

Istilah yang sering diidentikkan dengannya adalah “tarekat”. Istilah “tarekat”

mempunyai arti “jalan”, yakni jalan menuju kebenaran dalam tasawuf, sebagai

cara atau aturan hidup dalam keagamaan atau ilmu kebatinan, tarekat juga bisa

dinamakan dengan “persekutuan para penuntut ilmu tasawuf”.37

Menurut bahasa, asal kata “tarekat” berasal dari kata Arab “thariqah”.

Sebagai suatu istilah generis, perkataan tarekat berarti “jalan” atau lebih lengkap

lagi “jalan menuju surga” di mana waktu melakukan amalan-amalan tarekat

tersebut si pelaku berusaha mengangkat melampaui batas-batas kediriannya

sebagai manusia dan men-dekatkan dirinya ke sisi Allah swt.. Istilah “tarekat”

juga bisa diartikan dengan suatu kelompok organisasi (dalam lingkungan

tradisional) yang melakukan amalan-amalan zikir tertentu dan menyampaikan

36

Mustofa, Akhlak Tasawuf, hal. 246-278.

37

(28)

suatu sumpah (biasa disebut baiat atau talqin) yang formulanya telah ditentukan

oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut.38

Dari definisi “tarekat” tersebut, disimpulkan mengacu pada dua hal.

Pertama, tarekat diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering dilakukan

oleh penempuh jalan tasawuf, untuk mencapai tingkatan kerohanian yang biasa

disebut dengan al-Maqamat dan al-Ahwal, pengertian ini menonjol pada abad IX

dan X Masehi.. Kedua, tarekat diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan

menurut aturan yang dipimpin oleh syaikh yang menganut aliran tarekat tertentu.39 Sedangkan tujuan utama pendirian pelbagai tarekat adalah untuk membina

dan mengarahkan seseorang agar bisa merasakan hakikat Tuhannya dalam

kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna.40 Mengenai hukum seseorang yang masuk tarekat dan mengamalkannya, jika

ia menghendaki belajar membersihkan hati dari sifat-sifat yang rendah dan

berusaha menghiasi dengan sifat-sifat terpuji, maka hukumnya fardhu ‘ain. Akan

tetapi, jika ia menghendaki khusus untuk zikir dan wirid, maka termasuk sunah

Rasulullah saw.. Adapun mengamalkan zikir dan wirid setelah baiat maka

hukumnya wajib, karena untuk memenuhi janji.41

Keberadaan tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah sudah diakui sah

keberadaannya di nusantara. Pada tanggal 10 Oktober 1957 para kyai mendirikan

38

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), Cet. I, hal. 135.

39

Mustofa, Akhlak Tasawuf, hal. 281-282

40

Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat Telaah Historis Gerakan Politik

Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), hal. 55.

41

(29)

xxix

suatu badan federasi bernama Pucuk Pimpinan Jam’iyyah Ahli Thoriqoh

Mu’tabarah, dan menentukan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah sebagai tarekat

yang mu’tabar (sah).42

Istilah-istilah yang ada dalam tarekat di antaranya; suluk, baiat, zawiyah,

silsilah, wali, mursyid, dan keramat.

3. Hubungan Tasawuf dan Tarekat

Penjelasan singkat tentang tasawuf dan tarekat mempunyai pengertian yang

searah, yaitu upaya mendekatkan diri kepada Allah. Usaha seseorang untuk

mendekatkan diri kepada Allah tidak hanya berasal dengan menjalankan

perintah-perintah wajib dalam agama seperti yang sudah lazim dikerjakan seperti sholat,

puasa dan haji. Jalan untuk itu diberikan oleh al–tasawwuf,43 sedangkan tarekat merupakan sarana untuk mencapai tujuan tasawuf.44

Pemahaman yang mengidentikkan “tarekat” dan “tasawuf” tidak sepenuhnya

salah, walaupun secara bahasa keduanya mempunyai pengertian yang berbeda.

Tasawuf secara spesifik sebenarnya bagian dari pembedahan rahasia di balik

teks-teks Ilahiah, sedangkan tarekat merupakan bagian kecil praktik peribadatan yang

mencoba memasuki dunia tasawuf dan dapat berfungsi untuk mengetahui hal-hal

yang berkaitan dengan nafsu dan sifat-sifatnya kemudian meninggalkannya dan

mengisi dengan tindakan yang terpuji.45 Dengan demikian, tarekat merupakan bagian dari tasawuf.

42

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hal. 143.

43

Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, ( Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2002), Cet, I, hal. 68.

44

Mahjudin, Kuliah Akhlak Tasawuf (Jakarta: Kalam Mulia, 1996), Cet. II, hal. 93.

45

(30)

Sekarang ini, tasawuf sudah menjadi tarekat.46 Karena, dari bagaimana langkah seseorang mengatur nafas agar selalu mengingat Allah, cara menjaga hati

agar terhindar dari “penyakit-penyakitnya”, dan amalan-amalan ruhaniah lainnya.

Di antara ja-lan yang ditempuh bisa melalui ketika seseorang bertarekat. Tasawuf

itu tidak bisa diamalkan, artinya, jika seseorang ingin bertasawuf maka

diharapkan ia bertarekat. Di dalam tarekat, seseorang memperoleh keterangan

yang berkaitan dengan tasawuf. Di dalam tarekat juga khususnya yang

muktabarah, seseorang memperoleh bimbingan dalam mendekatkan diri kepada

Allah dari seorang guru (mursyid) yang mempunyai ajaran dan bersilsilah sampai

Nabi Muhammad saw..

Dilihat dalam konteks secara umum, bahwa istilah tarekat di dalam tasawuf

itu tidak hanya ditujukan pada aturan dan cara-cara tertentu yang dibimbing oleh

syaikh tarekat, dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut syaikh

tarekat, tetapi lebih dari itu. Tarekat meliputi segala aspek ajaran yang ada dalam

agama Islam seperti shalat, puasa, haji dan sebagainya. Yang mana, semuanya itu

merupakan cara atau mendekatkan diri kepada Allah.47

Jadi, setelah melihat tujuan yang diharapkan dari tasawuf dan tarekat adalah

sama, “upaya mendekatkan diri kepada Allah”, maka tidak salah jika seseorang

memahami tasawuf dengan cara baiat dalam tarekat, bahkan ada pendapat yang

me-nerangkan bahwa tarekat sebagai salah satu tahapan yang harus dilalui dalam

kehidupan tasawuf.48

46

Sukardi, Kuliah-kuliah Tasawuf, hal. 17.

47

Rosihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), Cet.I, hal.166.

48

(31)

xxxi

4. Tokoh-tokoh Tasawuf dan Ajaran-ajarannya

Pembahasan tentang tokoh-tokoh tasawuf tidak bisa dilepaskan dengan

aliran yang berkembang di dalamnya. Ada dua jenis aliran dalam tasawuf, tasawuf

Akhlaqi dan Falsafi. Tasawuf akhlaqi merupakan tasawuf sunni yang memagari

dirinya dengan al-Quran dan Hadis secara ketat, serta mengaitkan dengan ahwal

(keadaan) dan maqamat (tingaktan ruhaniah) mereka pada dua sumber tersebut.

Sedangkan tasawuf falsafi, tasawuf yang bercampur dengan ajaran-ajaran filsafat

kompromi dalam mengunakan term-term filsafat yang maknanya disesuaikan

dengan tasawuf.49

Tokoh tasawuf yang termasuk dalam aliran tasawuf akhlaqi di antaranya

Hasan al-Bashri (21 H./632 M.). Dari Hasan al-Bashri mula-mula muncul

pembahasan tentang ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, dan usaha

mensucikan jiwa manusia dari sifat-sifat tercela.50 Ajaran-ajaran tasawuf yang dipelopori oleh Hasan al-Basri secara garis besar terangkum dalam dua istilah,

yaitu khauf dan raja. Seseorang harus takut (khauf) dan pengharapan (raja) tidak

akan dirundung kemuraman dan keluhan, tidak pernah tidur senang karena selalu

mengingat Allah. Selain itu, seseorang harus bersedih hati kalau tidak mampu

menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah.

Gambaran ketakutannya seperti seolah-olah neraka hanya untuk dirinya.51 Di antara ajaran Hasan al-Bashri dan senantiasa menjadi buah bibir kaum sufi adalah:

Anak Adam !

Dirimu, diriku !

49

Rosihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, hal.97.

50

Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. V, hal.164.

51

(32)

Dirimu hanya satu,

Kalu ia binasa, binasalah engkau

Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu. Tiap-tiap nikmat yang bukan surga, adalah hina.

Dan, tiap-tiap bala bencana yang bukan neraka aalah mudah.”52

Tokoh lain selain Hasan al-Bashri yang tergolong dalam aliran tasawuf

akhlaqi adalah al-Ghazali. Nama lengkap al-Ghazali ialah Abu Hamid

Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, lahir di Thus pada 450-550

H./1034-1111 M. Dalam bidang tasawuf, al-Ghazali membawa paham

al-Ma’rifah, namun paham al-Ma’rifah al-Ghazali berbeda dengan yang dibawa oleh

Zunnun al-Misri. Bagi al-Ghazali, Ma’rifah ialah mengetahui rahasia Tuhan dan

mengetahui peraturan-peraturan-Nya mengenai segala yang ada. Orang yang

sudah ma’rifah kepada Allah (‘Ârif billah) tidak akan mengatakan kata-kata “Ya

Allah, atau Ya Rabb”, karena memanggil Tuhan dengan kata-kata serupa itu

menunjukkan bahwa Tuhan masih berada dibelakang tabir, diibaratkan orang

yang duduk berhadapan tidak akan memanggil temannya dengan kata-kata seperti

itu.53 Ajaran-ajaran pokok al-Ghazali dapat pula dilihat dalam kitabnya Ihya Ulum

al-Din. Selain Hasan al-Bashri dan al-Ghazali, yang tergolong dalam tokoh

tasawuf akhlaqi adalah al-Muhassibi (w.243 H) dan al-Qusyairi (376 H.)

Demikianlah keterangan singkat mengenai tasawuf akhlaqi dan

tokoh-tokohnya. Sedangkan aliran tasawuf falsafi di antara tokohnya adalah ibn ‘Arabi

(560 H.). Nama lengkapnya, Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdullah

ath-Tha’i al-Haitami, lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol.54 Ajaran sntral ibn ‘Arabi adalah Wahdat al-Wujud. Menurut ibn ‘Arabi, wujud semua yang ada

52

Rosihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, hal.100.

53

Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, hal.179

54

(33)

xxxiii

ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik juga,

tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat. Wujud alam pada

hakikatnya adalah wujud Allah, tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim dan

yang hadis. Tidak ada perbedaan antara yang menyembah dan yang disembah,

antara yang menyembah dan yang disembah adalah satu. Penjelasan mengenai

mengapa terlihat dua jika antara makhluk dan khalik itu bersatu? Oleh ibn ‘Arabi

dijelaskan bahwa manusia tidak memandangnya dari sisi yang satu, tetapi

memandang keduanya bahwa keduanya adalah khalik dari sisi yang satu dan

makhluk dari sisi yang lain.55 Tokoh lainnya yang tergolong dalamtasawuf falsafi adalahal-Jilli (1365 M.) dan ibn Sabi’in (1217-1218 M.).

B. TAREKAT QADIRIYAH NAQSHBANDIYAH (TQN) 1. Latar Belakang dan Pendiri

Menelusuri sejarah perkembangan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah

(TQN) di dunia Islam merupakan suatu pekerjaan yang tidak mungkin, karena

tidak dikenalnya jenis tarekat tersebut. Namun, kehadiran TQN di Indonesia tentu

tidak terlepas dari sejarah perkembangan kedua tarekat yang digabungkan itu,

yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqshabandiyah. Kedua tarekat tersebut

merupakan dua tarekat besar di Dunia Islam.56 Penggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut karena pertimbangan logis dan strategis, bahwa kedua tarekat

tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengkapi, terutama jenis zikir dan

metodenya. Di samping keduanya juga memiliki kecenderungan yang sama, yaitu

55

Rosihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, hal.145-152.

56

(34)

menekankan pentingnya syariat dan menentang faham Wihdatul Wujud.57

Karena Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) merupakan gabungan

dua tarekat besar, berikut adalah penjelasan garis besar kedua tarekat tersebut;

Pertama, Tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syaikh Abdul Qodir Jailani

(wafat 561 H./1166 M.) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad

Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zangi Dost Jailani. Sedangkan nama lengkap

al-Jailani adalah Muhy al-Din Abu Muhammad Abd al-Qadir ibn Abi Shalih Zangi

Dost Musa ibn Abi Abdillah ibn Yahya al-Zahid Muhammad ibn Daud ibn Musa

ibn Abdillah ibn Musa al-Jun ibn Abd al-Muhshin ibn al-Hasan al-Mutsanna ibn

Muhammad al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib (r.a.).58 Syaikh al-Jailani Lahir di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Syaikh

Abdul Qadir juga dikisahkan mempunyai karomah yang menambah yakin para

penganutnya. Di antara kisah karomah tersebut ialah, Syaikh Abdul Qadir sejak

dilahirkan pada siang hari bulan puasa menolak untuk menyusu, baru menyusu

setelah waktu buka puasa.

Ajaran-ajaran Syaikh Abdul Qadir yang diberikan dalam ribath yang

dipimpinnya diteruskan oleh anak-anaknya tetap hidup dalam zawiyah-zawiyah,

tempat untuk melatih diri dalam kehidupannya. Dari zawiyah-zawiyah inilah

lambat laun terbentuk suatu komunitas muslim penganut ajaran syaikh Abdul

Qadir di bidang tasawuf, yang kemudian dikenal dengan Tarekat Qadiriyah.59 Ajaran tarekat Qadiriyah, melalui dua tahapan, tahapan pertama berlangsung

singkat sedangkan tahapan kedua berlangsung lama dan selalu dalam pantauan

57

Shohibul Wafa Tajul Arifin, Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah.

58

Harun Nasution, et.al., Thoriqot Qodiriyyah Naqsyabandiyyah, hal. 59.

59

(35)

xxxv

guru, karena berupa perjalanan panjang nan berat. Tahapan pertama, pertemuan

guru (syaikh) dan murid (artinya penempuh jalan tarekat, bisa juga disebut sâlik),

murid mengerjakan sholat sunah muthlaq dua rakaat diteruskan membaca surah

al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian murid

duduk bersila di depan guru dan mengucapkan istighfar, lalu guru mengajarkan

lafaz Laailaha Illa Allah, dan infahna binafhihi minka kemudian dilanjutkan

dengan al-Quran Surah Al-Fath ayat 10. Setelah itu, guru mendengarkan kalimat

tauhid (Lâ Ilâha Illallah) sebanyak tiga kali sampai ucapan sang murid tersebut

benar dan itu dianggap selesai. Kemudian guru berwasiat, membaiat sebagai

murid, berdoa dan minum. Kedua, tahap perjalanan. Tahapan kedua ini

memerlukan proses panjang dan bertahun-tahun, karena murid akan menerima

hakikat pengajaran, ia harus selalu berbakti, menjunjung segala perintahnya,

menjauhi segala larangannya, berjuang keras melawan hawa nafsunya dan melatih

dirinya (mujâhadah-riyadhah).60

Amalan-amalan tarekat ini adalah mengucapkan kalimat tauhid, zikir “Laa

ilaha Illa Allah” dengan suara nyaring, keras (jahar) yang disebut nafi istbat.

Selain itu, dalam setiap selesai melaksanakan sholat lima waktu diwajibkan

membaca istighfar tiga kali atau lebih, shalawattiga kali, Laa Ilaha Illa Allah 165

kali.61 Pendiri tarekat Qadiriyah yakni Syekh Abdul Qadir Jilani memberikan syarat-syarat zikir, yaitu selain berzikir dengan hentakan keras dan suara kencang,

pezikir harus dalam keadaan wudhu sempurna, agar cahaya zikir dapat diraih

60

Arrusodo, Tarekat Qadiriyah. diakses pada 03 Maret 2004, dari;

//www.sufinews.com/in-dex.php?subaction=showfull&id=1078317640&archive=&start_from=&ucat=8&go=tarekat.

61

(36)

dalam batin pezikirnya, dan hati mereka menjadi hidup dengan cahaya tersebut

seperti kehidupan abadi ukhrawi.62

Sejarah tarekat Qodiriyah di Indonesia berasal dari Mekah. Tarekat

Qodiriyah menyebar ke Indonesia pada abad ke-16, khususnya di seluruh Jawa,

seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa

Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren

Tebuireng Jombang Jawa Timur. Syeikh Abdul Karim dari Banten adalah murid

kesayangan Syeikh Khatib Sambas yang bermukim di Makkah, merupakan ulama

paling berjasa dalam penyebaran tarekat Qodiriyah. Murid-murid Sambas yang

berasal dari Jawa dan Madura setelah pulang ke Indonesia menjadi penyebar

Tarekat Qodiriyah tersebut. Tarekat ini mengalami perkembangan pesat pada abad

ke-19, terutama ketika terjadi pemberontakan dalam menghadapi penjajahan

Belanda.63

Kedua, Tarekat Naqshabandiyah. Nama tarekat ini dinisbatkan kepada

seorang sufi yang hidup antara tahun 717 H./1317 M.–791 H./1389 M, Syaikh

Muhammad Bahauddin Naqsyabandi di kota Bukhara, wilayah Uzbekistan

sekarang.64

Mengenai teknis zikir, tarekat ini membedakan dirinya dengan tarekat lain.

Zikir yang dipraktikkan adalah zikir diam (khafi; tersembunyi, qalbi; dalam hati).

Jumlah hitungan zikir yang mesti diamalkan lebih banyak daripada kebanyakan

62

Abdul Qadir al-Jailani, Rahasia Segala Rahasia, penerjemah Anding Mujahidin, (Jakarta: Laksana Utama 2004), Cet. I, hal. 127.

63

Arrusodo, Tarekat Qadiriyah.

64

(37)

xxxvii

tarekat lain. Dua zikir dasar Naqsyabandiyah, biasanya diamalkan pada pertemuan

yang sama adalah zikir ism al-dzat (mengingat yang Haqiqi) dan zikir tauhid

(mengingat ke-Esaan). Yang pertama terdiri dari pengucapan Asma Allah

berulang-ulang dalam hati ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil

memusatkan perhatian kepada Tuhan semata. Zikir Tauhid (juga zikir tahlil atau

zikir nafyi wa itsbat) terdiri atas bacaan perlahan disertai dengan pengaturan

nafas, kalimat Lâ Ilâha Illa Llah, yang dibayang-kan seperti menggambar jalan

(garis) melalui tubuh. Bunyi la permulaan digambar dari daerah pusar terus ke

hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung

bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, illa dimulai dengan turun melewati bidang

dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah dihujamkan dengan

sekuat tenaga dengan membayangkan jantung itu mendenyutkan asma Allah dan

membara.

Zikir dapat dilakukan secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Para

penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan zikir secara sendiri-sendiri,

tetapi mereka yang tinggal dekat seseorang syaikh cenderung ikut serta secara

teratur dalam perte-muan-pertemuan yang dilakukan secara berjamaah.

Demikianlah garis besar singkat dua tarekat besar yang mendasari Tarekat

Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN). Setelah melihat garis besar kedua tarekat yang

mendasari Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah bukan berarti tarekat ini akan

mempu-nyai amalan yang sama dengan kedua tarekat induk yang mendasarinya.

(38)

penggabungan dan modifikasi yang sedemikian ini memang suatu hal yang sering

terjadi di dalam Tarekat Qadiriyah.65

Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah ini didirikan oleh Syaikh Ahmad Khatib

Sambas (1802-1872 M.) yang dikenal sebagai penulis kitab Fath al ‘ârifîn.

Sambas adalah nama sebuah kota di sebelah utara Pontianak, Kalimantan Barat.

Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid tarekat Qadiriyah di samping juga mursyid

dalam tarekat Naqshabandiyah. Tetapi ia hanya menyebutkan silsilah tarekatnya

dari sanad Tarekat Qadiriyah. Sampai sekarang belum diketemukan secara pasti

dari sanad mana beliau menerima baiat Tarekat Naqsabandiah.66 Syaikh Ahmad Khatib tidak mengajarkan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah secara terpisah,

tetapi dalam satu kesatuan yang diamalkan secara utuh sekalipun kedua tarekat

yang mendasarinya itu mempu-nyai metode tersendiri, baik dalam aturan-aturan

kegiatan, prinsip-prinsip maupun cara pembinaannya.67

Tujuan dari tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah adalah,

Ilahî Anta Maqshûdî Waridlôka Mathlûbi A’thînî Mahabbataka wa Ma’rifataka.68

Artinya, “Ya Tuhanku ! hanya Engkaulah yang ku maksud, dan

keridhaan-Mu lah yang kucari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifat kepada-Mu.

Dalam doa tersebut bagi sâlik TQN wajib dibaca dua kali sehari. Kandungan

doa ini ada tiga:

1. Taqorrub terhadap Allah swt., ialah mendekatkan diri kepada Allah dalam jalan uIwaniyah yang dalam hal ini dapat dikatakan tak ada sesuatu pun

65

Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 46.

66

Shohibul Wafa, Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah.

67

Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, hal. 49.

68

(39)

xxxix

yang menjadi tirai penghalang antara âbid dan ma’bud, antara kholiq dan makhluk.

2. Menuju jalan mardhotillah, ialah menuju jalan yang Allah swt. rela. Dalam segala gerak-gerik manusia diharuskan mengikuti atau mentaati perintah Tuhan dan menjauhi atau meninggalkan larangannya. Hasil budi pekerti menjadi baik, akhlak pun baik dan segala hal ihwal-nya menjadi baik pula, baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun yang berhubungan dengan sesama manusia atau dengan makhluk Allah.

3. Kemahabbahan dan kema’rifatan kepada Allah swt.. Rasa cinta dan

ma’rifat terhadap Allah “dzat laisa kamitslihi syaiun” yang dalam

mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati. Kalau telah tumbuh mahabbah, timbullah berbagai macam hikmah di antaranya membiasakan diri dengan selurus-lurusnya dalam hak dlohir dan bathin, dapat pula mewujudkan “keadilan” yakni dapat menetapkan sesuatu dalam haknya dengan sebenar-benarnya. Pancaran dari mahabbah datang pula belas kasihan ke sesama makhluk di antaranya cinta pada nusa bangsa beserta agamanya. Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah ini adalah salah satu jalan buat membukakan diri supaya tercapai arah tujuan tersebut.69 Setelah Syaikh Sambas belajar pendidikan agama dasar di kampungya,

untuk meneruskan studinya beliau berangkat ke Mekah pada usia sembilan belas

tahun dan menetap di sana hingga wafatnya pada tahun 1289 H./1872 M. Di

Mekah beliau belajar ilmu-ilmu Islam termasuk tasawuf, dan mencapai posisi

yang sangat dihargai di antara teman-temannya, dan kemudian menjadi tokoh

yang sangat berpengaruh di Indonesia. Di antara gurunya adalah Syaikh

Muhammad Arsyad al-Banjari (w.1812 M.), dan Ahmad Khatib Sambas

merupakan murid yang sudah sampai tingkat tinggi dan diangkat sebagai Mursyid

Kammil Mukammil.70

2. Jaringan TQN di Indonesia

Pada abad 19 M Tarekat Syattariah sudah tidak diterima oleh masyarakat

Jawa karena dianggap membuka pemikiran-pemikiran bid’ah, yang akhirnya

69

A.Shohibulwafa, Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah.

70

(40)

mengalami kemerosotan pendukung. Hal ini membuat keberadaan Tarekat

Qadiriyah Naqshabandiyah yang mulai masuk pada abad tersebut menjadi mudah

diterima di pulau Jawa. Selain itu, kemudahan tersebut kemungkinan besar juga

karena kemasyhuran kedua tarekat yang mendasarinya (Tarekat Qadiriyah dan

Tarekat Naqshabandiyah) yang sudah dikenal sejak puluhan bahkan ratusan tahun

yang lalu.71

Syaikh Sambas dalam mengajarkan disiplin ilmu Islam bekerja sama dengan

syaikh-syaikh besar lainnya yang bukan pengikut tarekat seperti Syaikh Tolhah

dari Cirebon, danSyaikh Ahmad Hasbullah ibn Muhammad dari Madura, di mana

mereka berdua pernah menetap di Mekah.72 Pada tahun 1970, ada 4 tempat penting sebagai pusat Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah di pulau Jawa

yaitu;

1 Rejoso(Jombang) di bawah bimbinganSyaikh Romli Tamim.

2 Mranggen(Demak) di bawah bimbinganSyaikh Muslih.

3 Suryalaya (Tasikmalaya) di bawah bimbingan Syaikh Ahmad Shahibul

Wafa Tajul Arifin(Abah Anom).

4 Pagentongan(Bogor) di bawah bimbinganSyaikh Thohir Falak.73

Secara garis besar, perkembangan TQN di Indonesia sebagai berikut;

Perkembangan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah di Jawa Tengah berpusat di

71

Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, hal. 102-103.

72Sejarah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah, http://www.cybermq.com/index.php?pus-taka/detail/15/1/pustaka-220.html.

(41)

xli

Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak. Pesantren ini didirikan oleh

Kiai Abdul Rahman pada tahun 1905, lalu dilanjutkan oleh putranya, Kiai Muslih,

yang merupakan mursyid dari dua silisilah. Pertama, Kiai Asnawi Banten dan

Kiai Abdul Latif Banten. Kedua, Mbah Abdur Rahman Menur, utara Mranggen

yang dibaiat oleh Ibrahim al-Barumbuni (Brumbung). Salah satu murid Kiai

Muslih, Kiai Abu Nur Djazuli telah menyebarkan TQN di Brebes. Mengenai TQN

di Madura, seorang khalifah dari Syaikh Sambas dari Madura bernama Ahmad

Hasbullah. Kiai Ahmad Hasbullah telah sukses mengembangkan TQN di luar

pulau Madura yaitu Rejoso, yang berpusat di Pesantren Darul Ulum yang

didirikan oleh Kiai Tamin dari Madura. TQN diperkenalkan oleh menantu beliau,

Kholil yang mengambil baiat dari Ahmad Hasbullah di mekah. Dari Khalil

kemudian diteruskan oleh putra sendiri yaitu Kiai Romly Tamim, dan diteruskan

oleh Kiai Mustain Romly. Sesudah itu, TQN ditreruskan oleh Kiai Rifai Romly

(w.1994), yang menerima ijazah dari saudaranya Mustain Romly. Kepemimpinan

TQN diteruskan oleh K.H Dimyati Romly yang menerima ijazah dari Kiai Romly

dan Kiai Mustain Romly.74

Sedangkan perkembangan TQN di Banten, khalifah dari Syaikh Abdul

karim Banten untuk daerah asalnya ialah Kiai Asnawi dari Caringin.

Keturunannya, Kazim meneruskannya di daerah Menez kemudian diteruskan oleh

putranya Ahmad. Sementara itu, Kiai Asnawi juga membentuk khalifah dari

Cilegon, Abdul Latif bin Ali. Adapun TQN di daerah Bogor dikembangkan oleh

Kiai Fala, yang salah seorang khalifah dari Syaikh Karim banten. Di antara murid

74

(42)

Syaikh Sambas dari Sumatra adalah H. Ahmad Lampung, sedangkan khalifah

Syaikh Sambas dari Palembang adalah Muhammad ma’ruf bin Abdullah khatib.

Selain dari Lampung dan Palembang, khalifah Syaikh Sambas lainnya adalah

H.Muhammad Ismail bin abdul Rahim al-Bali dan Muhammad Ali dari

Lombok.75

Penggambaran tentang struktur silsilah TQN yang dikembangkan oleh

khalifah-khalifahnya di Indonesia secara garis besar, sebagai berikut;

75

(43)

xliii

= Panah yang dituju menunjukkan silsilah dari guru mursyid ke murid

3. Amalan-amalan

Semua tarekat pasti menggunakan dasar utama al-Quran dan Hadis. Karena

dua dasar utama tersebut merupakan dasar agama Islam. Selain menggunakan

dasar al-Quran dan Hadis, juga didasarkan pada perkataan ulama al-Ârifîn dari

kalangan salaf al-Shâlihîn. Mengenai ajaran TQN, setidaknya ada empat ajaran

pokok dalam tarekat ini, yaitu ajaran tentang kesempurnaan suluk, adab para

murid, zikir, dan muraqabah.76 Keempat ajaran inilah pembentuk citra diri yang paling dominan dalam kehidupan para pengikut tarekat Qadiriyah

Naqshabandiyah. Ajaran-ajaran tersebut juga membentuk identitas diri yang

membedakan antara pengikut tarekat dengan yang lain, khususnya ajaran yang

bersifat teknis, seperti tata cara dalam berzikir, muraqabah, dan bentuk-bentuk

upacara ritualnya. Kemudian, selain amalan-amalan yang berhubungan dengan

sesama manusia juga terdapat amalan lainnya berupa teknis berzikir, khataman,

manaqib, dan tawashul.

a. Kesempurnaan Suluk

Ajaran yang sangat ditekankan dalam ajaran TQN adalah suatu keyakinan

bahwa kesempurnaan suluk (merambah jalan kesufian dalam rangka mendekatkan

diri kepada Allah), adalah jika berada dalam tiga dimensi keislaman, yaitu Islam,

76

(44)

Iman, dan Ihsan. Ketiga term tersebut sangat populer dengan istilah syariat,

tarekat dan hakikat.77

b. Adab Para Murid

Kitab yang sangat populer di kalangan sunni juga di kalangan pesantren

salaf yang menjadi rujukan bagi sebagian besar tarekat adalah Tanwir al-Qulub fi

Muammalati ‘allam al-Guyûb karya Muhammad Amin Kurdi di samping

kitab-kitab rujukan yang lain, di dalam kitab-kitab tersebut diuraikan panjang lebar tentang

adab bagi murid, juga dijelaskan pentingnya memperbaiki adab, dan ini

merupakan unsur ajaran pokok yang ada dalam mazhab tasawuf. Secara garis

besar, seorang murid atau pun ahli tarekat harus menjaga empat adab, yaitu adab

kepada Allah, kepada syaikh (guru, mursyid), kepada ikhwan, dan adab kepada

diri sendiri.78

a). Adab kepada Allah. Yaitu dengan cara mensyukuri setiap nikmat

pemberian Allah setiap waktu dan kesempatan, tidak bersembunyi dari seseorang

kecuali ada uzur. Tidak menunda pemberian kepada orang yang meminta pada

waktu lain. Tidak sekali-kali menolak orang-orang yang meminta-minta, kecuali

karena hikmah, bukan karena kikir dan bakhil. Berusaha mengeluarkan

(menjauhi) kecenderungannya kepada selain Allah. Mengutamakan kepentingan

saudaranya sesama muslim dengan apa yang dimilikinya. Menjauhi sesuatu yang

77

Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 61.

78

(45)

xlv

diagungkan (diperebutkan) oleh kebanyakan manusia, termasuk di dalamnya

adalah berbuat yang tidak jelas hukum-nya.79

b). Adab kepada mursyid. Usaha murid ke arah kesempurnaan itu

merupakan perjuangan batin yang dilakukan di bawah bimbingan pembimbing

ruhani, murid di hadapan pembimbing ibarat mayat di tangan pemandinya.

Menjadi tugas sang pem-bimbinglah untuk memperhitungkan sifat-sifat si murid,

untuk menjadikannya memi-liki sifat rendah hati, selalu bertaubat, menjaga lisan,

berpuasa, dan perbuatan-perbuatan lainnya, juga samadi, membaca doa,

mengulang-ulang terus menerus per-mohonan yang mengisi hari-hari bagi si calon

sufi.80

Dengan demikian, keberadaan pembimbing sangat dibutuhkan. Oleh karena

itu murid harus benar-benar beradab kepada Syaikh. Secara garis besar ada 10

macam aturan yang harus dijalani murid, dari sepuluh aturan itu lima di antaranya

dapat dikatakan sebagai doktrin bagi tindakan sosial murid tarekat, sedangkan

yang lainnya berlaku bagi tindakan spiritual para murid, yaitu berhubungan

dengan rabithah dan washilah.81Sepuluh aturan itu sebagai berikut:

1. Seorang murid harus memiliki keyakinan, bahwa maksud dan tujuan

suluk-nya tidak mungkin berhasil tanpa perantara gurunya.

2. Seorang murid harus pasrah, menurut dan mengikuti bimbingan guru dengan rela hati.

3. Jika murid berbeda pendapat dengan guru, baik masalah kulliyat maupun juzi’yyat, masalah ibadah maupun adat, maka murid harus selalu mengalah dan menuruti pendapat gurunya karena i’tirad

79

Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 67.

80

H.L Beck dan N.J.G. Kaptein, Pandangan Barat Terhadap Literatur, Hukum, Filosofi, Teologi dan Mistik Tradisi Islam, (Jakarta: INIS, 1998), Jilid I, hal. 62.

81

(46)

(menentang) guru itu meng-halangi berkah dan menjadi su ul

khatimah.

4. Murid harus berlari dari semua yang dibenci gurunya dan turut membenci apa yang dibenci gurunya.

5. Jangan tergesa-gesa mengambil ta’bir (mengambil kesimpulan) atas masalah-masalah seperti; impian, isyarat-isyarat, walaupun murid lebih ahli dari gurunya dalam hal itu.

6. Merendahkan suara di majlis gurunya, jangan memperbanyak bicara dan tanya jawab dengan gurunya, karena itu akan menjadi sebabnya

mahjub.

7. Kalau mau menghadap guru jangan sekonyong-konyong, atau tidak tahu waktu.

8. Jangan menyembunyikan rahasia di hadapan guru.

9. Murid tidak boleh menukil pernyataan guru kepada orang lain, kecuali yang sekedar dapat dipahami oleh orang-orang yang diajak bicara. 10.Jangan menggunjing, mengolok-olok, mengumpat, memelototi,

mengkritik, dan menyebarluaskan aib guru kepada orang lain.82

Apa saja yang disampaikan mursyid benar-benar diterima oleh murid

dengan hidmat dan tidak ada yang bertanya, apalagi sampai mempermasalahkan

sesuatu yang menurutnyakurang pas. Hal ini setidaknya ada tiga faktor penyebab,

yaitu;

Pertama, keawaman murid dan penghormatan berlebihan kepada Guru. Kedua, metode bimbingan guru yang bersifat doktrinal, sehingga murid merasa lebih baik sami’na wa atha’na.

Ketiga, baik guru maupun murid lebih mementingkan segi-segi praktis bagi tindakan keagamaan mereka.83

Sami’na wa atha’na yang dilakukan murid tidak bisa dikatakan bahwa

tindakan murid tersebut adalah ketinggalan jaman yang tidak sesuai lagi dengan

perkembangan model pendidikan modern, yang menganjurkan murid untuk tampil

kritis, kreatif dan adanya interaktif antara guru dan murid. Sedangkan dalam dunia

tarekat kedudukan murid di hadapan guru ibarat seorang pasien di hadapan dokter

spesialis, yang mana kemungkinannya justeru pasien sendiri itu tidak mengetahui

82

Kharisudin Aqib, al-Hikmah, hal. 68-70.

83

(47)

xlvii

penyakit-penyakit yang dideritanya sehingga dokter spesialislah yang akan

memberi informasi tentang penyakit pasien dengan sesungguhnya dan

mengobatinya. Murid dan guru dalam tasawuf juga bisa diibaratkan dengan

seorang pasien yang sedang berkonsultasi dengan psikolog. Pasien psikolog

maupun pasien dokter spesialis hanya bisa “diam” dan harus mentaati segala

perintah dan larangan-larangan yang diberikan kepadanya tanpa harus

membantah, walaupun bagi pasien anjuran atau larangan yang diberikan itu

sungguh berlawanan dengan pemahamannya.

c). Adab sesama ikhwan. Hubungan murid dan ikhwan harus dijaga, tidak

pantas seseorang yang sama dalam “pencarian” cita-cita mulia dicampuri dengan

pertikaian. Oleh karena itu, murid harus mempunyai pedoman adab kepada

ikhwan. Adab sesama ikhwan sebagai berikut:

1. Hendaknya menyenangkan ikhwan dengan sesuatu yang

menyenangkan, dan jangan mengistimewakan dirimu sendiri.

2. Jika bertemu, hendaknya bersegera mengucapkan salam, mengulurkan tangan (mengajak berjabat tangan), dan bermanis-manis kata dengan mereka.

3. Menggauli dengan akhlak yang baik, yaitu memperlakukan mereka sebagaimana kamu suka diperlakukan.

4. Merendahkan hati kepada mereka.

5. Usahakan agar mereka rela (suka), pandanglah bahwa mereka lebih baik dari dirimu.

6. Berlemahlembutlah dalam menasehati ikhwan jika kamu melihat mereka menyimpang dari kebenaran.

7. Perbaikilah prasangkamu kepada mereka. 8. Jika minta izin (keringanan), maka kabulkan.

9. Jika ada pertikaian antara sesama ikhwan maka damaikanlah di antara keduanya.

10.Jadikanlah kalian teman dalam semua keadaan.

11.Hendaklah kalian memberi tempat duduk kepada ikhwan dalam majlis. 12.Hendaknya membatasi berpaling dari mereka, dan mendukung mereka

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan beberapa tahapan seperti: (a) Studi pustaka yaitu mencari literatur yang mendukung

Perlakuan coating bakteri probiotik dan, coating tanpa bakteri dan coating fungisida pada penyimpanan 3 bulan berbeda nyata dengan kontrol, kemudian coating fungisida,

Dengan praktek dan diskusi kelompok virtual peserta didik dapat menerapkan layout dan komposisi pada lembar kerja desain grafis.. Materi Pembelajaran (Rincian dari Materi

Dianggarkan dalam biaya operasional

Setelah game Sejarah Terbentuknya Kota Samarinda dibangun, maka dilakukanlah pengujian untuk mengetahui apakah game berjalan dengan baik sehingga game ini dapat dijadikan

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi terutama kepada Allah SWT

Pengaruh Disiplin Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Pegawai Hasil uji hipotesis dan analisis regresi menunjukkan bahwa variabel disiplin

Hambatan dan upaya yang dilakukan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah dalam mengimplementasikan PP No : 53 Tahun 2010 dan Permenkumham Nomor 33 Tahun 2017