Di susun Oleh :
lndi Astarika
NIM: 1010170022974
Skripsi ini diajukan untuk memcnuhi scbagian pcrsyaratan dalam
mcmpcrolch gclar sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDAY ATULLAH
.JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk mcmcnuhi scbagian syarat-syarat
mcncapai gclar Sarjana Psikologi
Pcmbimbing I
Olch:
lndi Astarika
NIIVI: 1010170022974
Di Bawah bim bingan
セュ「ゥュ「ゥBァ@
tr
セセ@
D
rui. )-,,Za
Ii ro tunIJrcA'scp Clrncru!Bani, Psi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAIVI NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
.JAKARTA
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 November· 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 14 Juli 2006
Sidang Munaqasyah
Dra. Hartati M. Si
Anggota:
Drs. AIGul Rahman Shaleh, M. Si
nipZGᄋQセゥᄃ@
293 224Pembimbing I
NIP. 150 238 773
Dra. H". Zahr
Penguji II
I
fhayah, M. Si
Pembimbing II
Drs. Asep Chaerul Gani
(D) Hubungan Konflik Peran dengan Kepuasan Kerja
(F) Terdapat banyak hal yang membuat perempuan mernutuskan untuk mengarnbil peran sebagai ibu rurnah tangga atau menjadi ibu yang bekerja. Kedua-duanya tentu saja memiliki konsekuensi tersendiri, terlebih bagi perempuan yang menjalani peran tersebut secara
bersamaan. Pada kenyataannya ketika peran-peran l:ersebut berasal dari domain yang berbeda serta menuntut untuk dilaksanakan secara
bersamaan, munculah konflik peran dan bila keadaan tersebut tidak berjalan selaras biasanya akan timbul kecemasan dan juga stress yang dalam hal ini penulis golongkan dalam terjadinya konflik peran.
Penelitian tentang kepuasan kerja menjadi penting dalam suatu organisasi karena kepuasan kerja yang tinggi pada gilirannya akan meningkatkan efiktivitas perusahaan secara keseluruhan. Kepuasan dan ketidakpuasan kerja memiliki akibat langsung terhadap efektivitas
organisasi. Beberapa penelitian dilakukan untuk membuktikan pengaruh kepuasan kerja terhadap variabel organisasi tertentu.
Populasi penelitian ini berjumlah 150 orang. Sample penelitian ini berjumlah 105 orang kariawati PT. Garuda Indonesia Gate, dimana populasi dan sample memiliki kesamaan khususnya dalam hal
manajemen perusahaan. lntrumen penelitian yang difJUnakan adalah skala model liker! yang terdiri dari 18 item mengenai konfik peran dengan indeks diperoleh koefisien relyabilitas 0,8007, 13 item mengenai
kepuasan kerja aspek harapan diperoleh indeks koefisien reliabilitas 0.7692 dan 15 item mengenai kepuasan kerja aspek kenyataan diperoleh indeks koefisien reliabilitas 0,840 Adapun analisis data menggunakan analisa product moment dengan tehnik pengumpulan data random sampling.
Dari hasil pengolahan data di simpulkan bahwa terdapat keragaman hal yang menyebabgan terjadinya konfik peran baik dalam harapan terhadap pekerjaan yang kariawati hadapi maupun dalam kenyatan yang kariawati terima. Namun pada akh1rnya tidak terdapat hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja.
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... v
KA TA PENGANT AR ... vi
DAFTAR ISi ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 BAB 2 PENDAHULUAN ... . 1.1. Latar Be/akang Masalah ... . 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1. Pembatasan Masalah 1.2. 2. ldentifikasi Masalah ... . 1.2. 3. Perumusan Masalah ... . 1.3. Tujuan Penelitian ... . 1.4. Manfaat Penelitian ... . 1.5. Sistematika Penulisan ... .. 1 1 8 8 8 9 9 9 9 KAJIAN TEORI ... 11
2.1. Perempuan Bekerja . .. . . ... . .. .. . .. .. .. . . .. . ... ... . .. ... .... .. .. .... 11
BAB 3
2.2.3. Faktor-faktor yar.g m・ュー・ョセQ。イオィゥ@ Konflik Peran 2.2.4. Sumber Konflik Peran ... .
2.2.5. Cara Mengatasi Peran Ganda ... . 2.2.6. Kategori Penyesuaian Peran ... . 2.3. Definisi Kepuasan Kerja ... . 2.4. Faktor-faktor yang Mempangaruhi l<epuasan Kerja ... . 2.5. Kerangka Berpikir
2.6. Hipotesa ... .. 31 33 36 38 41 44 48 50 METODOLOGI PENELITIAN ... 51 3.1. Jenis Penelitian ... .. 3.2. Populasi dan Sample Penelitian ... .
3.2.1. Populasi ... . 3.2.2. Sample ... . 3.2.3. Teknik Pengambilan Sample ... . 3.3. Desain Penelitian ... .. 3.4. Variabel Peneltian dan Definisi Operasional. ... .
3.4.1. Variabel ...
3.4.2. Definisi Operasional ... . 3.5. Metode dan lnstrumen ... .
3.7.2. Skala Kepuasan Kerja ... ... 59
3.8. Tehnik Pengumpulan d。セ。@ ... ... 63
3.9 Prosedur Penelitian ... 63
3.9.1. Pra Penelitian ... 63
3.9.2. Penelitian ... ... ... 64
3.9.3. Post Penelitian ... ... .... ... 64
3.10. Analisa Data ... ... ... ... ... ... .. .... ... 64
3.11.Uji lnstrumen Penelitian ... 66
3.11.1.Uji Persyaratan... 69
3.11.2 ... ··· ··· 64
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISJS DATA... 73
4.1. Gambaran Umum Responden ... 73
4.2. Presentasi Data... 74
BAB 5 PENUTUP ... 73
5.1. Kesimpulan ... ... 73
5.2. Diskusi ... 74
1.1. Latar Beiakang Masalah
Terjadinya revolusi industri menjadi awal pembagian tugas kerja antara
laki-laki dan perempuan. Sejak terjadinya revolusi lndustri, tugas pencari nafkah
keluarga menjadi tugas pria, sedangkan tugas mengurus rumah dan
mengurus keluarga menjadi tugas perempuan. Setelah revolusi terjadi
pekerjaan rumah menJadi pekerJaan yang diberi upah dan pekerja harus
meninggalkan rumah untuk bekerja dalam pabrik-pabrik atau kantor. Namun
sifat penurut, sederhana, submisif, yang merupakan karakteristik feminin
membuat perempuan akan terancam dalam dunia pekerjaan.
Pembagian kerja ini cenderung memperkuat ketergantungan perempuan
terhadap laki-laki, baik secara ekonomi maupun secara emosional. Karena
berdasarkan fungsi perempuan untuk melahirkan dan mengasuh anak, maka
pekerjaan perempuan hanya berkisar dalam rumah. Jadi tempat yang pantas
perempuan adalah menikah dengan laki-laki yang 。セ。イL@ mencari nafkah dan
menjadi kepala rumah tangga (Goldman dan Milna, 1909:76).
Pada saat ini pembagian kerja berdasarkan jenis kel?min tidak lagi dapat di
terima begitu saja oleh kaum perempuan. Mere:<a merasa bahwa dengan
pemhagian kerja ini, di mana kaum perempuan di rumah dan kaum lnki-laki r'
bekerja di Juar rumah, akan ュ・ョセゥオョエオョァヲZ。ョ@ kaurn lal<.i-laki saja. Perempuan
menjadi tidak berkembang sebagai manusia karena dunianya serba terbatas
sedangkan kaum pri3 dapat mengembangk<Jn c'irinya ᄋセ・」」ゥイ。@ optimal
(Budiman, 1958:2). Selain itu pekerjaan rumah tangga merupakan pekerjaan
berat, membosankan dan ini tida1< saja pandangan perempuan tapi juga
rnerupakan pandangan suami-suami mereka. Pekerjaan rumail :::ingga juga
merupakan pekerjcian yang yang terisoli:· dan mernbuat perernpuar: tidak
berkembang. (Berg, 1968: 162) .... ••
Kenyataannya saat ini terda;:iat banyak alasan yang membuat perempuan
memutuskan untuk bekerja. Kebutuhan finansial, ke'·1utuhan sosial relasional.
セ@ . セ@ / ' .
セ・「オエオィ。ョ@ akan aktualisasi diri, dan lain lain adalah benerapa alasan yano
. .
..
'--
- セ@ . .ュ・ョケ・「N。「セ。ョ@ .Vf.qnita ュ・NャャIゥセャQ@ untuk bekerj? (Rini, 2002). 0 ara perernpuan
beranggapan bahwa dengan hekcorja rnereka akan mendapatkan baberapci
manfaat r:Jiantaranya adalah manfaat linansial. lbu yang t "kerja akan
menikmati kualitas hidup yang leuih baik, seperti gizi, pendidikan, tempat
tinggal, sandang, hiburan, dan fasilitas kesehatan.
Tujuan lain wanita bekerja adalah untuk ュ・セゥイゥアォ。エャ\Z。⦅ョ@ har_ga d'.r.i セ・ャオセAjャ。@
gan oeman!apan identitas. Dengan bekerja memun9kinkan wanita
mengekspresikan dirinya dangan cara yang produktif dan kre2tif. Melalui
bekerja, wanita berusaha menemukan arti dan identitas dirinya dan
pencapaian tersebut mendatangkan rnsa percayci cliri dar. kebahagiaan.
Relasi yang sehat dan positif dengan keluarga dap<.t terJadi karena wanita
pekerja memiliki wawasan yang luas, pola berfikir yang terbuf:a, dan lecih
dinamis. lstri dapat dijadikan sebagai partner untuk bertukar pikiran, saling
I.
membagi harnpan, pandangan dan l8nggung jawab. Pemenuhan kebu'uhar
sosial dapat diperoleh para ibu dengan menjalin hubungan dengan orang
lain. Melalui :\egiatan bertemu rekan kerja ibu bekerja dapat berbagi
perasaan, pandangan dan pemecahan IT'asalah. Peningkatan keterampilan
dan kompetensi didapatkan oleh para pernmpuan pek'3rja dengan
menyesuaikan diri terhadap tuntutan pel\erjaan. PeninQkcitan keterampilan ini
akan meningkatkan rasa percaya diri dc.n mendatang!,an ni'ai yang lebih tagi
Rini (2002) juga memaparkan beberapa penelitian rnengenai studi tentang
kepuasan hidup wanita bekerja yang pernah dilakukan oleh Ferree (1976)
menunjukkan bahwa wanita yang bekerja menunjukkan tingkat kepuasan
hidup sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja,
meski ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan. Dalam studi lain masih
menyangkut kebahagiaan kehidupan para ibu bekerja, yang dilakukan oleh
Walters dan Mc Kenry (1985) menunjukkan, bahwa rnereka cenderung
merasa bahagia selama para ibu bekerja tersebut dapat mengintegrasikan
kehidupan keluarga dan kehidupan kerja secara harmonis.
Faktor-faktor di atas tentu saja tergantung pendekatan perempuan tersebut
terhadap pekerjaan. Frieze et al (1978:369) menambahkan, seorang
perempuan dapat bekerja karena ingin memelihara standar hidup tertentu
bagi keluarganya. Bagi perempuan ini, pekerjaan hanya memberi sedikit
kepuasan tertentu karena waktu yang dibutuhkan untuk bekerja dan untuk
mengurus rumah tangga merupakan beban yang cukup berat. Ada
perempuan yang bekerja untuk memperkaya pribadinya (personal
enrichment). Perempuan ini juga ingin memberikan suasana yang baik bagi
anak-anaknya tetapi sebenarnya ia merasa bahwa mengurus rumah tangga
sepanjang waktu adalah membosankan dan tidak memenuhi
memerlukan rangsangan dengan bekerja di luar rumah saat anak-anaknya
berkembang dewasa.
\,'\
Dari penjabaran di alas dapat disimpulkan, menjadi ibu rumah tangga atau
menjadi ibu yang bekerja keduanya memiliki konsekuensi dan kelebihan bagi
yang menjalaninya. Bagi perempuan yang menjalani peran ganda menjadi
ibu rumah tangga sekaligus perempuan bekerja, tentunya memiliki
konsekuensi tersendiri.
_Terkadang keadaan tersebut menimbulkan kecemasan bagi wa_nita vanq
menicilani peran fillnda. Linakunaan dan dirinva menqin_ginkan peremou<'ln
11ntuk mPni<'lrli ihu sPk<'lliaus istri vana baik dan daoat memenuhi sem1m
セ@
-kebutuhan. Di saat yang sama perempuan juga menginginkan agar
pekerjaannya berjalan dengan baik, dan ketika peran-peran tersebut berasaj
dari domain yang berbeda serta menuntut untuk dilaksanakan secara,
bersamaan, munculah konflik peran dan bila keadaan tersebut tidak berjala,n
selaras biasanya akan timbldl_kecemasan dan juqa stress (waspada.co.id).
Secara um um orang berpendapat jika seseorang dihadapkan pada pekerjaan
yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan individu
tersebut mengalami strees kerja. Menurut Philip L Rice (seperti dikutip Rini
2002) seseorang dapat dikatakan mengalami stress kerja jika urusan stress
memerlukan rangsangan dcrngan bekerja di luar rumah saat anak-anaknya
berkembang dewasa.
Dari penjabaran di atas dapat dis;mpulkan, menjadi it>u rumah tangga atau
menjadi ibu yang bekerja keduanya n1emiliki konsekuensi dan kelebihan bagi
yang rnenjalaninya. Bagi perempuan yang menjalani peran ganda menjadi
ibu rumah tangga sekaligus perempuan bekerja, エ・ョセオョケS@ memiliki
korisekuensi tersendiri.
Ter'.\adang keadaan tersebut menimbulkan kecemasan bagi wanita yang
menjalani peran ganda. Lingkungan dan dirinya menginginkan p€:rempuan
untuk menjadi ibu sekaligus istri yang baik dr-m dapat memenuhi semua
kebutuhan. Di saat yang sama perempuan juga menginginkan agar
pekerjaannya berjalan dengan baik, dan ketika prxan-peran tersebut berasal
dari domain yang berbeda serta menuntut untuk dil::iksanakan secara
bersa;naan, munculah konflik peran clan bil<.i keadaa11 tersebut tidak berjalan
selaras biasanya akan timbul kecemasan dan juga strr3:3s (waspacla.co.id).
Secara um um orang berpendapat jika seseorang dihadapkan pada pekerjaan
yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikataka,1 individu
tersebut mengalami strees kerja. Menurut Philip L Rice (saperti dikutip Rini
2002) seseorang dapat dikatakan mengal;:i:ni stress kerja jika urusan stress
individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya didalam perusahaan,
karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah
pekerjaan yang terbawa ke rumah tangga juga menjadi penyebab stress
kerja.
Adanya konfik peran memang tidak langsung berpengaruh kepada kepuasan
kerja. Namun penelitian tentang konflik peran menjadi penting dalam suatu
organisasi karena kepuasan kerja yang tinggi akan mendorong peningkatan
kerja individu (karyawan) dan kelompok, yang pada gilii·annya akan
meningkatkan efektivitas perusahaan sacara keseluruhan.
Adanya konflik peran yang dialami oleh ibu bekerja dan tak mampu dikelola
dengan baik, akan menghambat kepuasan kerja pun kepuasan hidupnya.
Perasaan bersalah (meninggalkan perannya sementara waktu sebagai ibu
rumah tangga) yang tersimpan, membuat sang ibu tersebut tidak dapat
menikmati perannya dalam dunia kerja.
Untuk mengatasi stress kerja tersebut telah banyak kiat yang dikeluarkan
oleh beberapa ahli untuk menanggulangi masalah tersebut, namun sejauh ini
tidak dapat dipastikan semua perempuan bekerja telah memahaminya
sehingga mereka mampu mengatasi konfik peran tersebut dan pada
kenyataannya setiap orang belum tentu dapat menyelesaikan satu masalah
Lebih jauh lagi konflik peran juga diketahui tidak mempengaruhi kepuasan_
kerja secara langsung. Kenyataannya konflik peran lebill dipengaruhi oleh
oleh hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah internal organisasi.
Sedanqkan kepuasan kerja lebih berkaitan dengan harapan seseorang
terhadap organisasi yang ia geluti. Seorang akan merasa.<.<in kepuasa1 kerja
jika harapannya terhadap organisasi sesuai dengan ャセ・ョケ。エ。。ョ@ yang ia
had a pi.
Namun renelitian tentang kepuasan kerja menjadi pznting dalam suatu
organisasi karena kepuasan kerja yang tinggi akan rnendorong peningkatan
kinerja individu (karyawan) dan kelompoi<:, yang pada !Jilirannya akcin
meningkatkan efikt1vitas perusahaan secara keselurul1an. Kepuasan dan
ketidcikpuasan kerja memiliki akibat langsung terhada;-. efektivitas organisasi.
Beberapa penelitian dilakukan untuk membuktikan peni;,2ruh kepuasan kerja
terhadao variaoel organisasi ter\8ntu. Kepentingan para rnanajer pada
keputusar. kerja cenderung berpusat pada efek\ivitasnya terhad::ip kinerja
karyawan. Para peneliti telah mengenali kepentingan ini, jwJi kita
mendapatkan banyak sekali studi yan9 clirancang untuk menilai dampak
kepuasan kerja pada produkt1vitas, absensi dan keluarga karyawan
(Robbinson 1996)
Dan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian
1.2. Pembatasan dan perumusan masalah
1.2.1 Pembata:3an masalah
Agar penelitian ini lebih terarah oan te,fokus, maka penulis perlu memberikan
batas::in sebagai berikut:
.---·
Konflik peran adalah situasi psikologis di mana harapun-harapan peranseseorang pada saat yang bersamaan, baik dari individu sendiri maupun
lingkungan, saling bertentangan.
Kepuasan kerja merupakan sikap mengenai perasaan seseorang terhadap
pekerjaan dan kondisi yang terka1t dengan pekerjaan. seperti lin;ikungan
pekerjaan, hubungan dengan rekan kerja dan atasan. sert::i pek:')rjaan itu
sendiri.
1.2.2 ldentifikasi Masalah
a. Adakah l<onflik peran yang dialami oleh karyawa+i Garuda Indonesia?
b. Adakah jenis kon'lik pe.-an yang dialami oleh kary.awati GarucJa
Indonesia?
c. Bagaimana kepuasan kerja karya'Nati Garuda lndooei;ia?
d. Adcikah jenis kepuasan yang dialami oleh ォ。イケ。キ。エゥセPQ、。@ lndone;;ia?
1.2.3 Perumusan Masalah
Dari seJumlah masalah di atas peneliti membatasi permasalahan ini pada
Hubungan antara Konflik Peran dengan Kepuasan KerJa.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan
Konflik Peran dengan Kepuasan Kerja Karyawati PT. Garuda Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan guna memberi masukan guna mengP.rnbangkan teori
aplikasi psikologi industri dan organisasi (PIO) dan psikologi sosial.
Secara prnktis, dapat dijadikan bilhan gambaran mengenai konflik peran
yang dialami perempuan, serta pengaruhnya terhadap kepuasan kerja.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menggunakan APA style
BAB 1: Bau pertama penulis membagi ke dalam beberapa bagian yaitu latar
belakang masalah, pembatasan, dan perumusan masal8h, tujuan
manfaat, dan sistematika penulisan.
/
BAB 2: Bab dua merupakan kerangka konsep penulisan untuk sub bab
pertama tentang Perempuan Bekerja, serta peran perempuan.
Berikutnya Konflik peran yang terdiri dari definisi konflik peran, jenis,
jenis konflik peran, faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran,
sumber-sumber konflik peran, cara mengatasi peran ganda, kategori
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Sub bab ke
empat berisi hubungan antara konflik peran dengan kepuasan kerja.
Sub bab kelima berisi skema penelitian. Sedangkan sub bab terakhir
berisi hipotesis.
BAB 3: Bab ini berisikan beberapa bagian yaitu metode dan pendekatan
penelitian, metode pengumpulan data, variabel dan definisi
operasional, teknik pengambilan sampel, subjek penelitian,
instrumen pengumpulan data, dan analisis data.
BAB 4: Bab ini berisikan gambaran umum responden serta deskripsi hasil
penelitian utama
2.1.
Perempuan Bekerja
Semiati lbnu Umar (1982) mel".gatakan bahwa kerja 11erupakan asµek positif
yang penting karena bekerja membuat segalenya lebih berarti. lstirahat
misalnya, lebih berarti bila kita bekerja. Sadar atau tidal< manusia tidal< lepas
dari bekerja karena bekerja merupakan aktivitas y;·1ng sentral dari manusia.
Menu rut Peter dan Hansen (seperti dikutip lbnu Urnar, 1982) dengan bekPrja
seseorang dapat:
1. Mencapai identitas diri.
2. Mencapai tingkat sosial tertentu dalarn ュ。ウケ。イョZセ。エN@
3. Merasa senang dan terlepas dari rasa bosan.
4. Melakukan sesuatu yang konstruktif dan kreatif jan dapat
menyumbangkan ide-ide.
5. Sembuh dari situasi yang m•3nekan dan rutin.
Hal tersebut tentu sa1a tergantung pada pend,ckatan p8rempuan terhadap
dapat bekerja karena ia membutuhkan uang tambahan, dan memelihara
standard hidup tertentu bagi keluarganya. Bagi perempuan ini, pekerjaan
hanya memberi sedikit kepuasan karena waktu yang dibutuhkan untuk
bekerja dan untuk mengurus keluarga merupakan beban berat. Ada
perempaun yang bekerja untuk memperkaya pribadinya (personal
enrichment). Perempuan ini juga ingin memberikan suasana rumah yang baik
bagi anak-anaknya. Tetapi sebetulnya ia merasa dengan mengurus rumah
sepanjang waktu adalah membosankan dan tidak memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pribadinya. Ada perempuan yang merasa mereka membutuhkan
rangsangan dengan bekerja di luar rumah setelah anak-anak berkertlbang
dewasa.
Bagi perempuan yang bekerja dengan alasan memperkaya pribadinya dan
bukan karena minat akan pekerjaan itu sendiri, mungkin tidak begitu tertarik
pada pengembangan karir dan hanya bekerja bila jadwal pekerjaannya dapat
disesuaikan dengan jadwal tanggung jawab terhadap keluarga. Bagi mereka,
walaupun bekerja di luar rumah meminta lebih banyak energi, mereka
cenderung mengakomodasikan hal ini dengan sukarela karena ia memilih
untuk bekerja. Dari penelitian yang dilakukan oleh Nye dan Hoffman (Frieze
et al. 1978 : 370) penyesuaian diri dilaku"an dengan mengurangi
hiburan-hiburan, mengurangi menonton televisi dan mengurangi kegiatan sosialnya.
hanya mengalami waktu yang sedikit dengan keluaqJanya. Sebenarnya ia
mengorbankan kepuasan yang didapat dari pengembangan karir.
Perempuan lain bekerja karena mendapatkan kepuasan utama dari karir
mereka. (Frize et al 1987:371) Perempuan yang tertarik dengan karirnya
mungkin sudah berkeluarga dan mempunyai anak, mengurus rumah tangga
dan tugas mengasuh anak telah menjadi sama atau kurang penting baginya
dibanding pekerjaannya. la terkadang harus bekerja berat untuk
mengembangkan dan menghabiskan banyak waktu jauh dari keluarga.
Dari uraian diatas, dapat diasumsikan bahwa perempuan yang bekerja
dengan alasan memenuhi kebutuhan ekonorni dan alasan memperkaya
pribadinya paling mendapat kesulitan dalam mengatur tugas rumah tangga
dan pekerjaan karena baginya pekerjaan adalah tambahan beban baginya.
Sebenarnya tugas yang penting baginya adalah ュ・ョセQオイオウ@ keluarga. Sedang
bagi perempuan yang bekerja karena karir, kurang mendapat kesulitan
karena karir yang paling utama atau setidaknya sama pentingnya dengan
keluarga.
Pada umumnya pekerjaan memiliki dampak terhadap keluarga. Nieva dan
Gutek (1981: 45-47) mengemukakan pendapat-pendapat dari beberapa ahli
1. Adanya peningkatan perasaan kompeten dc.n wei/.-being
Ada 「・「・セ。ー。@ bukti bahwa bekerja memiliki efek rehStbilitas le1·hadap
kesehatan mental bila diukur berdasarkan stress p.:.ikologis. Bernald (1971
dan 1972) mP-mperlihatl<an bahwa perempuan yang bekerja memiliki
frekuensi simptom stress yang lebih rendah daripad :i ibu rum ah tangg<i. f Z。セ@
untuk bekerh. bebas dari rasa bosan clan temissihnya perempuan dari _
_ kegiatan rum ah tangg_a memba11tu tercaoainva ket ahagiaan dan
self-_[ulfi!imenj perempuan.
Menurut Barnet dan Barunch (1979), bekerja meni11gkatkan rasa well-being
bagi perempuan. Perempuan r.1endapatkar rasa korr.peten melalui bekerja
untuk mendapatkan up3/1. Kendatipun manfaat finansial /\arena be/\erja jug<J
neningkatkan kedew;3saan dan r·erasaan l.l;ihwa din rnarnpu. Efek-e,ek
inipun mempengaruhi tingkah ャ。ォセQョケ。@ da:am keluargEJ. Rasa percaya diri
yang meningkat membuatnya Jetih asseriif dalam mernutuskan kapan
memiliki anak. Deng<.Jn peningkatan perasC1a11 v.e/,'-bei11g ini perempuan
meminta orang lain untuk menghargainya. Meskipun belt.:m tentu lingkungan
dapat menerima ha/ itu dan hal ir i dapat membuatnya konflik.
2. Adanya peningkatan kekua:;<1an d<tlam keluar')a.
Sfillios-Rothschild dan Dijkers (1978) dan Blood (1965) mengatak:rn bahwa
kekuasaan dalarr, keluarga. He;T (1953), Blood d2'1 Wolfe (1960) serta
Geiken (1964) menemukan bahwa pasangan-pasangan yang s::ima-sama
bekerja cenderung berdiskusi untuk inemutuskl111 pernbelian-p211belian besilr
daripada pasangan-pasangan oimana suarni merupakan satu-satunya
pencari nafkah dala:n keluar9a. Dalam kasus-kasu:; tertentu, ketidak
tergantungan finansial berarti bahwa istri tidak dapat lagi memJapat uang
saku atau meminta persetujuan suami atau lingkungan tidal< dapat menerima
pengurangan kekuasaan ini. Menurut Sawhill (10"T6), salah satu efek yar.g
mungki:1 timbul dari meningkat11ya jumlah perempuan yJng bekerja adal:.:ih
meningkatnya angka perceraian.
3. Bekerja rnempengaruhi kepuasan pet kawinan
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Hoffert dan More (1979) serta
Staines (1980) menunjukkan bal1wa ibu rumah trn9ga yang bekerja
mempunyai.efek yang sangat kPcil te;hadap kepuasan atau penyesuaian
ョセイォ。キゥョ。ョN@ Campbell, Confersc dan rtog0rs (197<3) menAm11kan bah"'"'
. pekerjaan di luar rumah tirlak meningl\atl{an atau menurunkan a.ii
...Q.§rlrnwin_ari bila dilihat dari sudut pandang istri. Staines et al (1978) setuju
dengan hasil penelitian ini, mereka tidak menemukan odanya perbedaan
penyesuaian perkawinan antara ibu rumah tangga vang hekerja di luar rurnah
dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. HoffrT,an ("1978) mengal<.1kan
istri untuk bekerja dan istri mevakini pilihan untuk bekeria maka terda :lat
peninqkatan kepuasan oerkawinari.
4. 81:iknrja meningkat.kan beban kerja perempuan
lbu rumah tangga yang bekerj<i ternyata tidak bertagi tugas rumilh tangga
dengan suami mereka. Hegdes dan Barnet (1972) ュNセNQ・ZZュオォ。ョ@ bahwa istri
menghabiskan lebih banyak waktu, baik untuk pei(erjaan yw1:;; menghasilk<.in
uang maupuntidak. Bryson dan Jonson (1978) menemukan bahwa
perempuan yang bersuamikan Psikolog tidak puas 、セョァ。ョ@ jumlah waktu \
yang harus mereka sisihkan untuk pekerjaan rumah tangga dibandhgkan
dergan suami merel<a.
Gutek dan Stever ( 1978) dan Bryson et al ( 19·, 6: mene.mukan bahwa selain
melakukan tugas mengasuh dan mengurus rumah tangga, perempuan yang
bekerja juga harus mendukung pekerjaan suami Kanter (1971)
memerinciny2 lebih jauh untuk mengatakan bahwa oerempuan diharapkan
mengikuti suami mereka bila SL'ami mendapat tawara;i bekerja yang
lebih-bail<, mereka diharapkan menghadiri resepsi-resepsi yang.d1adak2n kantor
suami dan harus mau ciiajak berdisk•Jsime:igenai masalah-m8c>alah
Dari penelitian-penelitian para ahli di atas jelas bahwa perempuan yang
bekerja memiliki beban tugas yang lebih besar karena mereka harus bekerja
pun harus melaksanakan tugas rumah tangga dan menunjang karir suami.
Selain efek kumulatif dari bekerja, Nieva dan Guteek mengemukakan efek
harian yang disebut Plecck sebagai Work spill-over, yaitu :
1. Perempuan yang bekerja tidak dapat mengunakan waktu sebagaimana
yang ia inginkan dan fleksibelitas jadwal kerja mempengaruhi kehidupan
keluarga.
2. Waktu yang digunakan untuk transportasi juga merupakan faktor penting
karena jarak antara tempat kerja dan rumah akan membatasi alokasi
waktu perempuan, semakin kecil kemungkinan bagi perempuan yang
bekerja untuk menghadiri pembagian raport anak, mengantar anak ke
tempat les, dan sebagainya.
3. Jumlah upah dan prestasi yang diperoleh dari pekerjaan juga salah satu
faktor penting. Keluarga yang dapat rekreasi bersama dapat
menggunakan jasa pembantu.
4. Kondisi fisik dan emosional perempuan bekerja yang sudah lelah
sesampainya di rumah akan mempengaruhi pembawaan perannya
Sepertiga sampel penelitian Pleck (1979) terpengaruh effek harian ini dalam
tingkat yang sedang. Work spil!-overdapat berpengaruh pada
1. Waktu kerja suami yang berlebihan karena selain ia harus bekerja, suami
juga harus membantu pekerjaan rumah tangga.
2. Orang tua tunggal/ singe! parent mengalami ketidaksesuaian antara
jadwal kerja dengan tugas-tugas rumar tangga. la harus berperan sebagai
ayah dan sebagai ibu.
3. Perempuan yang bekerja mengalami waktu kerja yang berlebihan dan
terdapat ketidaksesuaian jawal kerja dengan urusan rumah tangga.
Mereka menjadi terlalu letih, dan mudah tersinggung (Nieva dan Gutek,
1981: 46-47)
Andrisani dan Shapiro (Nieva dan Gutek, 1981 ;48) menemukan bahwa
tuntutan yang yang bertentangan antara keluarga dan pekerjaan
menyebabkan penuturan kepuasan kerja dan kehadiran anak yang masih
kecil memperbesar masalah. Tetapi walaupun demikian, sebagian besar
perempuan tidak bersedia melepaskan taggung jawab mengasuh anak.
Di pihal< lain, sebagian besar suami tidak bersedia mengambil alih lebih
banyak tanggung jawab keluarga. Tugas-tugas yang mereka lakukan adalah
tugas-tugas yang paling tidak mengancam maskulinitas mereka. Mereka lebih
ringan padahal istri bekerja menginginkan suami meningkatkan keterlibatan
mereka dalam tanggung jawab keluarga (Nieva dan Gutek, 1981 : 48)
Potter dan Rhoads lebih jauh lagi menemukan bal1wa keterlibatan suami
tidak dapat diukur dari segi materi tetapi lebih pada waktu dan tanggung
jawab. Suami dan istri dalam berbagai tugas mencari nafkah dan urusan
rumah tangga. Suami akan berpartisipasi asalkan mereka mulai terlibat pada
awal perkawinan tersebut dan asalkan mereka percaya bahwa mereka harus
membantu. Kesediaan istri, jumlah anak atau tanggung jawab pekerjaan juga
bukan merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah waktu yang diluangkan
suami untuk urusan rumah tangga. Harkas (1976) menyatakan bahwa jumlah uang yang diperoleh istri bukan merupakan predil<tor keterlibatan suami
dengan tugas-tugas rumah tangga. (Neeva dan Gutek, 1981 : 49)
Melihat pembahasan di atas jelaslah bahwa jika perempuan memilih untuk
bekerja maka masalah yang dihadapinya tidak hanya dari kantor saja tetapi
banyak efek-efek kerja yang berpengaruh pada kehidupan berkeluarga.
Peran ganda perempuan, yaitu sebagai perempuan bekerja tidak selamanya
sejalan dengan perannya sebagai ibu rumah tangga.
keluarga. Berg mengilustrasikan kesulitan tersebut dalam beberapa ucapan
perempuan yang bekerja :
"diving my attention is a major problem. Always making decisions wether i
will focus on work, children or husband. And whatever i choose, i feel
guilty about the other"
" ... On Friday night, I'm exhaused and need the weeekend to rechange my
self. I feel guilty that I'm not with my children, but feel a great sense of
satisfaction and fulfillment from my career. I never expected to feel so
torn.
Ternyata dari ilustras1 diatas, banyak perempuan yang merasa bersalah atas
keputusan yang diambilnya, apapun bentuknya. Dibalik perasaan bersalah itu
juga ada rasa puas dari hasil kerjanya. l<arena dua perasan yang
bertentangan ini, ia merasa terombang-ambing.
Menurut Berg (1968: 113), kata-kata yang biasa digunakan untuk
menggambarkan perasaan perempuan adalah kata-kata mengenai kesulitan
dan dilema yang dihadapinya, seperti : 'jug/ing misalnya, seorang perempuan
bekerja harus mengurus pendaftaran anaknya masuk SMP sedang pada hari
itu ada rapat dimana ia harus memberi laporan keuangan bulanan. Kata
lainnya adalah balancing, dimana berusaha agar waktu yang dihabiskan di
kantor dapat dikompensir dengan berkumpul bersarna keluarga pada hari
Kata 'matryred, juga digunakan perempuan untuk menggambarkan perasaan
dimana ia merasa harus mengorbankan kemajuan karirnya demi kemajuan
anak dan suaminya. Dengan kata 'torn', perempuan menggambarkan
bagaimana ia merasa terbagi antara mengejar kebutuhan untuk memperkaya
pribadinya dengan bekerja dan kebutuhan untuk dapat memperhatikan
anaknya yang sedang remaja. Sedang kata 'puled, menggambarkan
bagaimana ia merasa tertarik pada dua macam kegiatan yang sama-sama
membutuhkan perhatian, wakti dan energinya, yaitu kerja dan mengurus
keluarga. Kata lain, yaitu feeling split in two digunakan perempuan untuk
keadaan dimana ia merasa harus berada didekat anaknya yang sedang
mendapat Iuka karena jatuh di sekolah dan pada saat yang sama ia harus
menghadiri pertemuan dengan klien di kantornya.
Dengan adanya tuntutan-tuntutan yang sangat besar pada seorang ibu
rumah tangga yang bekerja, perempuan harus memiliki kejelasan tujuan,
energi yang besar, dan keyakinan akan diri sendiri untuk berhasil. Tetapi
menurut Berg, perasaan bersalah mempengaruhi sikap dan tert<dang
tindakan mereka. Hal ini terjadi karena dalam hati mmeka, perempuan
mene.rima batasan-batasan dari stereotype yang berlaku dalam masyarakat
(dalam hal ini lebih bersifat tradisional) bahwa perempuan tidak boleh
Edheim (Berg, 1968; 127), seorang terapis mengataf:an bahwa istri yang
bekerja menyambut keberhasilan mereka dengan melakukan sesuatu yang
dapat merusak dirinya sendiri justru pada saat-saat dimana dia harus
melakukan sesuatu yang produktif. Hal ini justru semakin sulit karena
perempuan sibuk memenuhi berbagai tuntutan dal.arn kehidupannya
sehingga ia tidak dapat melihat bahwa perasaan bersalah yang tidak disadari
itu membuat perempuan merasa perlu dihukum dan dengan demikian mereka
secara tidak sadar menjadi destruktif terhadap karir mereka. Bila mereka
menghadapi kegagalan, mereka menjadi tidak baha9ia dan frustrasi. Hal ini
selanjutnya mempengaruhi interaksi mereka dengan anak mereka atau
dengan kolega atau bawahan mereka. lbu rumah tangga yang bekerja
merasa ba[lwa anaknya sendiri tidak mendapat kasih sayang. Dengan
demikian ia menekan empatinya terhadap kolega atau bawahannya. Menurut
Cohen (Berg, 1968: 135), karena ibu yang merasa bersal.ah maka banyak di
antara mereka yang menyabot rasa senang yang clidapatnya dari bekerja
dengan menjadi sakit, seperti kram ketika haid, migrane, sakit punggung,
sakit perut dan lain-lain yang membuat mereka tidak dapat merasa bahagia.
Selain itu perempuan yang bekerja merasa bahwa ia tidak dapat mengontrol
hidupnya. la harus membagi tanggung jawab mengasuh anak dengan
tidak bekerja maka anaknya akan terjatuh dari tangga, padahal hal ini dapat
terjadi pad a anak-anak dari istri-istri yang tidak bekerja jug a. (Berg, 1968:141)
Selain perasaan bersalah dan gaga/ yang menyebabkan perempuan tegang
dalam pekerjaan, tidak bahagia dan membuatnya tidak dapat bekerja secara
efektif, ada perempuan yang merasa bahwa sejak ia menjadi ibu rumah
tangga ia menjadi /ebih sensitif terhadap masalah teman sekantor, lebih
mengerti kebutuhan orang lain, lebih perseptif, lebih terorganisir, dalam
bekerja dan lebih memperhatikan detail-detail. Minatnya menjadi bertambah
/uas, empati dan insight menjadi lebih berkembang dan ia menjadi lebih
sabar. Ada juga perempuan yang merasa bahwa dengan bekerja ia menjadi
lebih obyektifdalam menilai keluarga (Berg, 1968:151)
2.1.1. Peran Perempuan
Lewis, seperti dikutip Rohayati (2000:26) menje/askan mengenai beberapa
peran utama yang dimi/iki oleh wanita yang berperan Aセ。ョ、。N@ Peran-peran ini
dimiliki oleh perempuan sehubungan dengan aktivitasnya dalam dua
lingkungan kehidupan yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan pekerjaan.
a. Sebagai /bu
Peran sebagai ibu yang terpenting adalah memberikan kasih sayang dan
dan membimbing belajar anak-anaknya. Seorang ibu merupakan tempat
sang anak mencurahkan segala isi dan permasalahannya.
b. Sebagai lstri
Peran sebagai istri dimulai ketika perempuan melangsungkan pernikahan.
Dimana seorang istri harus dapat menjalankan kewajibannya sebagai
seorang istri diantaranya melayani suami baik lahir maupun batin serta
menyiapkan keperluan suami.
c. Sebagai lbu Rumah Tangga
lbu rumah tangga identik dengan seorang perempuan yang telah menikah
dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dimana pekerjaan domestik ini
selalu dilimpahkan kepadAkaum perempuan.
d. s・「。ァ。ゥp・ォ・セ。@
Peran sebagal pekerja adalah peran dalam pekerjaari yang selalu ditampilkan
oleh seorang yang menduduki suatu posisi dalam organisasi pekerjaan.
Sebagai pekerja, perempuan akan ditunlut untuk memenuhi kewajiban
perannya sebagai pekerja sesuai dengan jenis pekerjaannya dengan
melakukan seluruh tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan jam kerja
2.2.1. Definisi
Linton, mendefinisikan peran sebagai berikut:
" ... the pattern of behavior expected of an individual by virtue of the
position he or she occupies within the society" (clalam Goldman dan
Milman 1969 : 80)
Shaw dan Costanzo mendefinisikan peran sebagai
" the function a person performs when occupyinQ a particular
characteristic (positions) within a particular social context"
Menurut Goldman dan Milman (1969:80), konflik peran adalah situasi dimana
harapan-harapan peran seseorang pada saat yang bersamaan, baik dari
individu sendiri maupun dari lingkungan, tetapi bersifat bertentangan.
Sedangkan Fisher memberikan definisi sebagai berikut: "(Role is) the pattern
of behavior that we perform when we occupy a particular position in the sicoal
system".
Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud peran adalah pola tingkah laku yang
diharapkan pada seseorang sebagai pemilik posisi tertentu dalam suatu
masyarakat. Untuk setiap peran melekat harapan peran (role expectation)
Siti Royani, 2002 dalam ensiklopedi psikologi menyatakan konflik merupakan
keadaan psikologi tentang kebimbangan yang terjadi bila seseorang secara
serentak dipengaruhi oleh dua daya kekuatan yang saling berlawanan
dengan kekuatan yang kira-kira sama.
Situasi konflik mengharuskan seseorang memilih atau mengambil keputusan
(Halord J Leafith, 1997). Beberapa situasi konflik melibatkan
kebutuhan-kebutuhan pokok yang penting, yang saling bertantangan, dan tidak dapat
dihindarkan. Konflik timbul dalam situasi dimana terdapat dua atau lebih
kebutuhan, harapan, keinginan dan tujuan yang tidak bersesuaian saling
bersaing sehingga menyebabkan salah satu organisme merasa ditarik ke
arah dua jurusan yang berbeda sekaligus menimbu\kan perasaan yang tidak
enak (Linda I Davidoff, 1991; 178)
Sedangkan peran adalah rangkaian pola yang mempelajari tindakan dan
perbuatan yang ditatnpillkan seseorang dalam situasi interaksi (Gardner
Lindzey, 1959). Peran menurut Linton (dalam Geor(Jaldman, 1959) ada\ah
pola tingkah laku yang diharapkan dari individu den9an melihat posisi yang
ditempati di dalam masyarakat. Menurut Park dan Burgess (dalam Gardner
Lindzey, 1959) peran merupakan pola sikap dan tindakan yang seseorang
lstilah peran ini diambil dari dunia teater (Sarlito Wirawari. 2001). DalBm
!eater, seorang aktor harus bermc:•n sebagai tokoh tertentu dan dalam
posisinya dalam tokoh itu ia diharapl<an untuk berperilak..i secara エ・イエ・ョセオN@
l<emudian posisi aktor dalam !eater (sandiwara dianalogikan dangan posisi
seseorang dalam masyarakat.
Penulis menyimpulkan peran merupakan pola sikap yang dilakuakn
seseorang dalam menempati posisinya dalam masyarakat. Masing-masing
peran yang ditempati dalam masyarakat seperti ibu, istri, pei<2rjR, dan
lain-lain memiliki harapan-ha1--;ipan alas perannya masinu-masing. Seorang ibu
rumah tangga memiliki harapan-harapan atas perannya masjng-masing.
Seorang ibu rumah tangga memiliki harapan peran yakni harus dapat
mengurus pekerjaan rum<01h tangga seorang ibu yang harus memberikan
perlindungan bagi anak-anaknya. Harapan peran adalah harapar,- harapa11
orang lain pada umumnya tentang perilaku-perilaku pantas, yang
seyogyanya ditunjukkan oler, seseorang yang merniliki peran tertentu
(Sarwono, 2001 ). Harapan peran merupakan hara pan yang dimili'<i
masyarakat mengenai tingkah laku yang sesuai dengan hak dan kewajiban
yang harus ditampilkan individu yang memiliki peratl.
Dua jenis harapan yang umum adalan hak dan kewajiban (Gardner Lindzey,
c. Konflik mendekat-menghindar (approach-avoidance conflict) akan terjadi
bila seseorang menghadapi serempak antara yang menarik dan yang
tidak menarik dan harus memilih salah satu diantaranya.
d. Konflik mendekat-menghindar ganda (approach-avoidance double
conflict) melibatkan dua tujuan dan masing-masing sama-sama
mengandung kebaikan dan keburukan sekaligus.
Konflik para ibu pekerja khususnya para buruh pabrik perempuan terjadi
karena keadaan yang memaksa termasuk contoh kasus konflik
mendekat-menghindar ganda. Seorang ibu harus memilih antara bekerja diluar rumah
dan menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Bekerja akan membuatnya tidak
dapat menjadi istri dan ibu seutuhnya. Sedangkan di rumah saja tidak akan
mendapatkan uang tambahan.
Seseorang mengalami konflik karena adanya kebututlan-kebutuhan tertentu
yang tidak dapat dihindarkan satu sama lain. Konflik akan teratasi apabila
(Harold J. Leavith, 1997 :56) :
a. la dapat menemukan beberapa cara baru yang belum diketahui
sebelumnya untuk memuaskan kedua kebutuhan itu secara penuh.
b. la dapat merubah pikirannya tentang salah satu kebutuhan-kebutuhan itu
c. la dapat mengatur kembali persepsinya tentang dunia dengm1 SE lah satu
dari sekian banyak cara untuk menempatkan konflik itu di dal<im
perspektif baru dan kurang berarti.
Adapun tipe konflik peran dibagi menjadi dua (Theodore
R.
Sarbin, 1968 : 540):a. lnterrole conflict yaitu seseorang mengalami konflik ketika menempati dua
posisi atau lebih dimana harapan atas perannya saling berteritangan.
Contohnya, seseorang peremouan yang memiliki peran sebr:1gai ibu dan
pekerja. Perannya sebagai ibu menuntutnya untul( rnenjaga anak-anak,
sedangkan perannya sebagai pekerja menuntutnya agar bekerja dengcin
bail< sesuai dengan jadwal dan peraturan yang a<Jc..
b. :ntrarole conf!ictyaitu seseorang mengalami konflik ketika dJa kelompok
atau lebih memiliki harapan peran 1ang bertentangan terhadap satu peran
yang sama. Contohnya, peran orang tua dalarn 'nenQasuh anak-anak.
Ada kelompok yang mengharapkan orang tua harus bersikap demokratis
tetapi kelompok lain menuntut orang tua harus bersikap otoriter agar
ana/(-anak rnudah diatur.
Sesuai dengan dua tipe konflik peran di atas Eric Hoyl8, seperti dikutip
a. Konflik peran terjadi ketika kelompol<-kelornpok y;:mg berbeda mempunyai
harapan yang beragam terhadai:; perari yang sarna.
b. Konflik peran terjadi ketika dua harapan peran a'.<iu lebih yang di tempati
oleh seseorang mengalami konflik_
Konflik peran yang tepat dalam penelitian in1 adalah konflik peran yang terjadi
ketika dua harapan atau lebih yang ditempati seseorang rnengalami konflik.
Dapat disimpulkan bahwa seorang wanita bekerja yang berperan lebiil dari
dua akan mengalami konflik peran ketika mereka mengcilami kesulitan dalam
menampill<an perannya dalam keluarga dan dnlam pekerjaan yang
bertentangan secara bersamaan.
2.2.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran
Khan dikuti;- v:;sephin Dwi Eka S (2000:61) menunjul<kan bahwa faktor
organisasi dan faktor karakteristik individual dapat n.empengaruhi faktor
peran yang dihadapi penyandang peran.
a. Faktor Organisasi
Menurut Kahan faktor organisasi yang mempengaruhi konflik peran adalah
persyaratan peran (ro/Ci requirement), rnisalnya kewajiban untuk berhubungan
dengan lingkungan luar. Peran organisasi yang khusus dalam berl1ubungan
dengan lingkungan luar tersebut dikenal sebagai peran batas (boundary
Dalam mnnjalankan perannya sebagai pemera11 bE.tas (bcndery agent),
lndividu yang bersangkutan dituntut untuk selalu berperilaku mewakili
p8rusahaan atau organisasinya sckaligus mempengaruhi lingkungan luar
agar lebih mengenal pt:rusahaan dimana ia bekerja. Konflik peran terjadi
karena adanya tuntutan dari perusahaan dan lingkungan luar :yang saling
bertentangan sa1u dengan lainnya.
b ᄋセ。N。ォエ・イゥウエゥォ@ pada penyandang
Menurut Khan karakteristik individual perlu dipertimbangkan dalar.1 rnenelaah
tentang konflik peran karena beberapa alasan.
Pertama, karakteristik individual mempengaruhi harapan rlan jenis tuntutan yang diberikan pemberi peran terhadap penyandanfl peran. Jenis tuntutan
yang diberif·.an pemberi peran itu tergantung perilaku penyandang perar
dalam menjalcinkan peran menjalankan peranriyE. Jika penyandang peran
dipandang sebagai indi•1idu y11ng tinggi tingkat keluwesannya dan cukup
mempu menghadapi konflik yang terji.ldi, pemberi pe.-Ern akan memi:>erikan
kepadanya segala jenis tugas dan tuntutan. Sebaiknyc,, Jika penyandang
peran dipandang sebagai indi11irlu yang kaku, kemur1gkinan besar pemberi
peran akan memberikan tanggung jawab da11 tuntutan te:rtentu saja yang
Kedua, karakteristik individual merupakan mediator l1ubungan antara
tuntutan yang diberikan oleh pemberi peran denga11 oengalaman/
penghayatan penyandang peran. Melalui perantara karakteristik individu itu,
reaksi emosi menyandang peran terhadap tuntut.:in atau stress ak<in
berbeda-beda.
Ketiga, karakteristik individu juga mempengaruhi pernilihan coping
mechanism. Beberapa penyc.ndang pemn mungkin rnemerlukan cope
terhadap situasi yang menegangkan dangari regulasi ernosi sedangkan
penyandang peran yang lainnya mungkin melakukan cope dengan pola
pemecahan masalah.
Selain fak\or di atas, besar kecilnya l<onflik diper.gGruhi oleh faktor budaya.
Konflik 11ang d.ialami disebabkan adanya tuntutan terhad<:lp suatu peran dan
tuntutan tersebut ditentukan oleh harapan atau normc1 yang berlaku di
lingkungan sosial tersebut (Ninik Wul;mdari, 1997). Dengan demikian fa!<tor
---
·---·
bud a ya di li::;:;.;ngan sosial memrengaruhi besar kerjlnya konflik.
2.2.4 Surnber Konflik Pernn
Secara teoritis konflil< ::ieran yang dialami ibu bekerja adalah konflik antara
peran dalam keluarga (sebagai istri dan ibu) cJengan peran dalam pekerjaan
oleh Greenhaus dan Beutell (dalam E. B Goldsmith, 1989) yang
mendefinisikan konflik peran keluarga dan pekerjaan (work-family conflict)
sebagai bentuk dari interrole conflict dimana tekanan peran dari pekerjaan
dan keluarga satu sama lain bertentangan dalam beberapa aspek.
Barbara Harris (1930) mengemukakan bahwa seora11g pekerja perempuan
akan mengalami konflik jika mereka juga berperan ウQセ「。ァ。ゥ@ istri dan ibu. Dan
Baruch dkk (1983) mengungkapkan bahwa konflik peran yang dialami ibu
bekerja disebabkan karena perempuan tersebut tidak hanya memainkan satu
peran, melainkan tiga peran, yaitu peran istri, ibu dan pekerja. Burr dkk
(dalam P. Voydanooff, 1987) menyebutkan bahwa semakin besar jumlah total
peran yang dimainkan individu, semakin besar pula pertentangan dalam hal
·- waktu, tenaga, dan komitmen.
Greenhaus dan Beutell (dalam E.B. Goldsmith, 1983) menyatakan bahwa
kekurangan waktu merupakan dasar konflik peran antara keluarga dan
pekerjaan. Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membagi waktu
antara pekerjaan dengan keluarga disebabkan karena tidak tersedianya
waktu untuk memenuhi tuntutan tugas dari peran-perannya baik sebagai ibu
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Baruch dirk dalam
pembuatan alat ukur yaitu membcigi konflik peran sehanai wanita bekJrja,
istri, dan sebagai ibu.
Dalam hal peran sebagai ibu, peneliti membagi c..u<l, y&1t11 peran sebagai
orang tua dan peran sebagai ibu rumah tangga. Peran se'Jagai orang tua
rnerupakan konfllik peran yang dominan dialami ibu bekerja ad&lah
pengasuhan an:ik terutama yang memiliki anak kecil. Ras:J bers&!ah karena
meninggalkan anak untuk seharian bekerja merupak-;m persoalan yang sering
terpendarn oleh para ibu bekerja. Sebagai ibu rumah tangga mereka harus
dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga seti2:p harinya, meskipun
kadang mereka telah memiliki perigasuh anak maupun pembantu rumah
tangga yang bertugas mengurusi masalah kasar dalc.,r1 rumah tangga.
Konflik peran sebagai istri diantarnnya adalah karena rnereka rnerasa
bersalah karena tidak dapat memt:)nuhi seluruh kew<Jjit>annya sebagai istri.
Dan konfl:k sebagai pekerja diantc.iranya adalah teman ker.ia yang tidak dapat
bekerja sama, pekerjaan yc;ng melelahkan dan membosankan, serta
peraturan yang kaku. Situasi seperti itulah yang membuat sang ibu menjadi
amat lelah sememtara kehadiranr.ya sangat cinantikan oleh keluarga di
rumah. Kelelahan fisik dan psikis itulah yang sering rnembuat mereka sensil1f
casting' dan menurut Weistaian dan Deutshberger ( 1963) sebagai
altercasting.
c. Multi peran mungkin dibawakan secara bergantian pada suatu periode tanpa adanya kata-kata yang menunjukkan pergantian peran yang eksplisit. Misalnya, seorang memberi saran sebagai teman, dan pada saat selanjutnya, sebagai pengacara tanpa adanya kata-kata yang menunjukkan terjadinya pergantian peran
Kesulitan peran muncul dalam situasi dimana terdapat kebingungan atau konflik dalam persepsi individu mengenai peran-peran dan harapan peran masyarakat. Bila hal ini terjadi, maka terjadi pembawaan peran yang tidak efektif dan timbul perasaan bingung pada diri individu.
Menurut Kolb, dalam diri individu yang sedang konflik terjadi pertentangan antara dua response tendencies yang tidak sesuai yaitu antara sikap, kebiasaan dan nilai-nilai yang ia dapat dari keluarganya, sekolahnya, dan pranata-pranata sosial lainnya yang mengajarnya standar moral dan tradisi, dengan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan yang tidak
memuaskan keinginan-keinginan individu yang bertentnngan tacii. Bila tidak
berhasil, maka individu mengalami kecemasan.
2.2.6 Ka·iegori Penyesuaian Peran
Sarbin mengemukakan lim3 kategori penyesuaian diri ( Lindzey dan Aronson,
1969; 541 ):
1. Tingkah laku instrumental dan ritual (instrurnentnl and ritual act)
Tingkah laku instrume'1tal merupakan tingkah laku yang ditujukan pada
lingkungan luar dirinya dalam usahanya untuk men9ubsh
ke1adian-kejadian utama yang menyebabkan ketegangan mental.
2. Penyebaran Perhatian (deployment of attention)
Teknik ini beroperasi pada sinyal sensoris bukan pada l\ejadian-kejadian
yang menyebabkan ketegangan mental. Penggunaan teknik ini juga tidak
mengubah sumber konflik karena ketegangan konflik hanya diperkecil
dengar. mengabaikan salah satu dari input yang bertentangan.
3. Perubahan dalam keyak'nan (change in the belief si3tem)
lndividu mengubah keyakinan yang relevan mengc:nai perannya yang
menimbulkan konflik. Sinyal yang menimbulkan konflik dijadil<an kongruer,
dengan mengubah keyakinan individu mengenai S<ilu atau kedua input
terse but.
Dengan teknik ini individu menurunkan efek konflik dan bukan penyebab/anteseden konflik. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan 'Tranquilize1' yang berfungsi mengurangi aspek-aspek pengalaman yang menimbulkan konfik untuk waktu yang terbatas. Conteh
'tranquilizer' adalah : obat-obatan, tidur, makan. Sedangkan releazer
adalah keterlibatan indiv1du dalam aktivitas otot dan motorik yang intens seperti berolahraga, dan mengikuti pertandingan olah raga yang formal.
5 . Kegagalan Penyesua1an d1r1
Ada kemungkinan individu tidak berhasil ketika menc:oba keempat cara penyesuian diri di atas atau mungkin ia tidak mencobanya sama sekali. Ketegangan mental tetap berada pada tingkat tinggi dan kemampuan individu untuk menguranginya menyebabkan timbulnya berbagai efek somatik dan tingkah laku seperti, kepuasan kerja yang rendah, kurang percaya pada manajemen, ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan (Kahn et. al 1968) Selain itu juga terjadi penurunan efektivitas dalam membawakan peran.
2.3.
Definisi Kepuasan Kerja
penelitian mengenai kepuasan kerja mengakibatkan banyak pula pengertian tentang kepuasan kerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan reaksi afektif individu terhadap pekeqaan dan lingkungan kerja, yang juga meliputi sikap dan penilaian terhadap pekerjaan (Rambo dikutip Haryono, 2001). Locke (1976) Mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang positif atau menyenangkan yang merupakan hasil dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerJa seseorang. Davis dan Newstrom (1989) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai yang menyenangkan (favorable) atau tidak menyenangkan (unfavorable), terhadap pekerjaaan mereka. Ada perbedaan penting antara perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan dan dua elemen sikap pegawai atau sikap umum suatu kelompok.
Spector (1997,2000) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah variabel sikap yang merefleksikan bagaimana perasan seseorans1 mengenai
pekerjaan dan berbaga1 aspek dari pekerjaan, yaitu perasaan mengenai apa yang disukai (kepuasan) atau yang tidak disukai (ketidakpuasan) terhadap pekerjaannya. Robins (1998) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya.
employee feel about his or her job. It is a generalizer attitide toward the job
based on evaluation of d1ffereent aspect of the job".
Definisi di atas menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan cara
seseorang (karyawan) merasakan peker1aannya. Variasi perasaan tersebut
merupakan penilaian karyawan terhadap aspek-aspek kerja. Aspek kerja
yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah gaji, kondisi kerja,
pemimpin, promosi, job content, dan keselamatan kerja. (Waxley dan Yulk
1977). Hal ini berarti, hasil penilaian karyawan terhadap aspek-aspek
tersebut akan mempengaruhi perasaanya. Pernyataan ini sesuai dengan
definisi kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Lockey (1976) sebagai
berikut:
Job satisfaction may be defined as an pleasurable or positive emotional state
resulting from the appraisal of one's job or job experiences
Dari definisi ini berarti, penila1an terhadap aspek-aspek yang berkaitan
dengan pekerjaan berperan penting dalam menentukan kepuasan kerja. Hal
ini diperkuat dengan definisi kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Kahn
dan Schooler (seperti dikutip Jayaratne1993;114) sebagai berikut:
.. measure men's satisfaction or dissatisfaction with those aspects or their
Kepuasan kerja selalu disamakan dengan sikap kerja, tetapi yang penting
untuk mengenali perbedaan keduanya yang disebabkan karena perbedaan
orientasi teoritis yang berbeda pula. Kepuasan kerja dapat juga diartikan
sebagai bentuk dari pekerJaan yang terlihat sebagai penyediaan sesuatu
dimana seseorang menyadari keseJahteraan yang kondusif. Sedangkan
pandangan lain menyatakan kepuasan kerja merupakan respon emosi
terhadap suatu kerja (Miler, 1992)
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap mengenai perasaan seseorang terhadap
pekerjaan dan kondisi yang terkait dengan pekerjaan, seperti lingkungan
pekerjaan, hubungan antara rekan kerja dan atasan, serta pekerjaan itu
sendiri.
2.4.
Faktor-faktor yang Mernpengaruhi Kepuasan Kerja
Ada dua pendekatan dalam penelit1an kepuasan kerja, yailu pendekatan
global dan pendekatan faset. Pendekatan global membahas kepuasan kerja
sebagai perasaan yang um um mengenai pekerjaan atau sekumpulan tingkah
laku yang berhubungan dalam berbagai aspek pekerjaan. Pendekatan global
digunakan ketika semua sikap karyawan merupakan minat, misalnya ketika
seorang menemukan akibat dari suka atau tidak sukanya terhadap pekerjaan.
pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan atau ketidakpuasan. Hal ini
dapat bermanfaat bagi organisasi yang ing1n ュ・ョァゥ、・ョエゥヲゥャセ。ウゥォ。ョ@
sumber-sumber ketidakpuasan sehingga mereka dapat memperbaikinya. Terkadang
kedua pedekatan tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran
yang jelas atau lengkap mengenai kepuasan kerja karyawan.
Kepuasan faset meliputi kepuasan terhadap imbalan seperti gaji atau
kompensasi lain (fringe benefits), orang lain seperti rekan kerja atau penyelia
pekerjaan itu sendiri, dan organisasi. Pendekatan faset akan memberikan
gambaran yang lengkap mengenai kepuasan kerja darip21da pendekatan
global. Tiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda pada tiap faset
pekerjaan. Misalnya, seseorang tidak merasa puas dengan imbalan yang di
terima tetapi pada saat yang bersamaan dia sangat puas dengan
pekerjaannya dan penyelia. Spector (1997,2000) menyatakan bahwa
karyawan tidak hanya berbeda tingkat kepuasan antar faset, tetapi faset-faset
tersebut juga berkorelasi tidak terlalu tinggi satu sama lain. Hal ini
membuktikan bahwa setiap orang dapat memiliki perasaan yang berbeda
terhadap faset dalam pekerjaan. Mereka berusaha untuk mempunyai
perasaan global yang memiliki tingkat yang sama pada setiap aspek
Spector (1997) mengatakan bahwa korelasi faset kepuasan yang berbeda
pada struktur yang sama akan lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi
faset kepuasan dari struktur yang berbeda. Misalnya, kepuasan terhadap
tuntutan gaji yang merupakan faset dari imbalan berkorelasi lebih kuat satu
sama lain dibandingkan dengan kepuasan terhadap komunikasi atau
prosedur kerja yang merupakan faset dari konteks organisasional.
Sedangkan Lockey (1976) menganalisis berbagai penelitian mengenai
struktur dari faset-faset kepuasan kerja dalam empat kelompok besar yaitu,
imbalan, orang lain, sifat pekerjaan, dan konteks organisasional.
Selanjutnya kepuasan kerja dipengaruhi oleh ha! hal yang berkaitan dengan
kondisi pekerjaan, individu yang berperan penting dalam pekerjaan tersebut.
Lockey menyatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan
dapat menciptakan kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan
Wexley dan Yulk ( 1977) menyatakan bahwa kesesuaian antara keterampilan
dan bakat individu dengan pekerjaan juga akan menciptakan kepuasan kerja.
Menurut Chandwick dan Jones (1969 dalam sirigel dan Lane, 1982)
Tantangan (chalange) pekerjaan juga berpengaruh dalam menentukan
kepuasan kerja.
Gaji yang diterima dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Hal ini karena gaji
memuaskan kebutuhan fisik. simbol status. dan rasa aman. Hal ini sesuai
dengan pendapat Goodman (dalam dalam sirigel dan Lane, 1977) bahwa
kepuasan terhadap gaji dipengaruhi oleh kebuutuhan dan nilai pekerjaan
tersebut. Apabila gaji yang diterima tenaga kerja bernilai positif dan
memuaskan kebutuhannya, maka ia akan merasa puas.
3. Promosi
Timbulnya peraan puas terhadap promosi dipengaruhi oleh gaji, pengakuan
dan perasaan dihargai. Timbulnya perasaaan puas ini dipengaruhi oleh
kenaikan gaji, pengakuan, dan perasaan dihargai, perasaan puas terhadap
promosi berkaitan dengan keinginan dan tingkat kepentingan promosi
tersebut bagi tenaga ker1a
4. Pengakuan secara Verbal
Menurut Locke (1976). Pengakuan adalah faktor yang menimbulkan
perasaan puas dan lldak puas lni dimungkinkan karena 'pengakuan'
merupakan umpan balik atau isyarat bagi tenaga kerja alas keberhasilannya
menampilkan tingkah laku sasaran, misalnya pujian dari pemimpin
merupakan isyarat bagi bawahan bahwa pekerjaannya memuaskan.
1. Faktor Personal
Adalah faktor yang ada dalam diri karyawan Dengan kat Jain faktor personal
adlah perbedaan-perbedaan individu yang ada pada diri kariawan yang
mempengaruhi kepuasan kerja (Landy, 1985 dan greenberg & Baron 1993). Faktor personal tersebut meliputi
1. Demografis
Faktor demografis yang dimaksud disini adalah karakteristik pada
kariawan yang mencakup usia, jenis, kelamin, dan tingkat pendidikan.
2. Faktor Organisasional
Faktor organisasional adalah fktor-faktor yang berada dalm lingkungan
organisasi yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seorang lndividu
(Greenberg & Baron, 1993). Yang dimaksud fktor-faktor organisasional adalah tugas dalam pekerjaan, sistim penggajian, promosi, pengakuan
Verbal, Kondisi lingkungan kerja, desentralisasi kekusan, supervisi, rekan
kerja, dan bawahan, kebijakan organisasi
2.5
Kerangka Berfikir
Mengingat konflik peran yang kemudian mengakibatkan dinamika stress pada
pekerja dapat melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat
individu bekerja, maka penelitian ini dirasa perlu dilakukan oleh perusahaan.
individu (karyawan) dan kelompok, yang pada giliranny21 akan meningkatkan efektivitas perusahaan secara keseluruhan. Maka adanya konflik peran pada karyawati 1uga merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh perusahaan selain oleh ibu yang menjalan1 posisi gand21 sebagai ibu rumah tangga, sebagai istri, maupun sebagai pekerja.
2.6
Hipotesa
Bagan Konfik Peran
Pengasuhan anak
•
Sebagai
II> Sebagai Orang
...
•
Komunikasi dan interaksi!bu Tua dengan anak
•
Pemenuhan kebutuhan anakSebagai lbu
セ@
[:
Pekerjaan Rumah TanggaRumah Tangga Waktu untuk Keluarga
•
Pemenuhan kewajiban Sebagai lstri\---+
sebagai istri•
Komunikasi dan interakasi dengan suami•
Tuntutan suami•
Hubungan emosional[:
Waktu dan peraturan kerjaSebagai Rekan-rekan kerja
Keahlian
Gaji
Pengembanga n Diri
Atasan
Rekan Kerja
2.6
Hipotesa
Bagan Kepuasan Kerja
I ·: __
rMMオエMゥョMゥエ⦅。⦅ウセセセセMMMMG@
Kepuasan pada keahlian ketepatan•
•
•
Pembayaran yang seharusnya
Gaji yang tidak memadai Gaji yang kurang dari
i:-oh'°'r11n\1..,,
1 ·: ·--T-id_a_k_a_d_a_p_e_n_g_e_m_b_a-ng_a_n---' Promosi yang tidak sewajarnya
Drl"'\mr.ci \#<":'ll"V'• COUl<":'li.-:orn\I ....
I ": __
Ujiank⦅・⦅ウMッー⦅。⦅ョ⦅。⦅ョMMセMMMセ@
Ketidakpuasan pada atasan
I ":
--K-e-bo_s_a_n_a_n _ _ _ _ _ _ Tanggungjawab Kesesuaian intelegensi __,3.1.
Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam peelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, dimana validitas didapatkan berdasarkan perhitungan data
kuantitatif. Sedangkan, metode penelitian yang digunakan adalah metode
kuesioner.
3.2
Populasi dan Sample Penelitian
3.2.1 Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah para pekerja perempuan.
Adapun karakteristik subjek adalah sebagai berikut
a. lbu berusia antara 20-45 tahun dengan pertimbangan usia rata-tara
wanita bekerja yang telah menikah
b. lbu rumah tangga yang sudah memiliki minimal seorang anak dengan
pertimbangan agar mereka sudah berperan sebagai ibu.
c. Telah bekerja minimal satu tahun dengan pertimbangan mereka sedah
dapat merasakan adanya konflik atau tidak
3.2.2 Sample
Gay (dalam Consuelo G. Selivia, 1993) menawarkan untuk populasi yang
sangat kecil pada penelitian deskriptif diperlukan minimum 20% dari populasi.
Tetapi penulis mengambil 70% dari populasi dengan pertimbangan agar
penelitian ini lebih mendekati kebenaran. Peneliti mengambil sample 105
orang kariawati perempuan
3.2.3 Teknik pengambilan sampel
Dalam penelitian ini sample yang digunakan adalah tehnik pengambilan
sample purposif ( Puposive Sampling Method) yaitu cara pengambilan subjek
didasarkan atas tujuan tertentu dengan syarat pengambilan sample harus
didasarkan atas ciri, sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan
ciri-ciri pokok populasi (Suharsini Ari Kunto, 1989: 113)
3.3 Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang dilakukan ini adalah design penelitian deskriptif,
dimana desain ini bertujuan untuk menentukan fakta dengan interpretasi yang
tepat, termasuk desain untuk studi kumulatif dan eksploratif yang
berkehendak hanya untuk mengenal fenomena-fenomena untuk keperluan
Dalam penelitian deskriptif juga termasuk
1. Studi untuk melakukan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena,
kelompok dan individu
2. Studi untuk menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk
meminimalisasi bias dan memaksimumkan reliabilitas.
3.4 Variable Penelitian dan Definisi Operasional
Penelitian ni terdiri dari dua variabel. Variabel bebasnya adalah konflik peran
dan variabel terikatnya adalah kepuasan keqa.
3.4.1 Variabel
Penelitian ini menggunakan tiga veriabel. Variabel bebasnya adalah konflik
peran, dan fariabel terikatnnya adalah kepuasan kerja clitinjau dari aspek
harapan dan kenyataan.
3.4.2 Definisi operasional
a. Konflik peran adalah konflik yang dialami oleh seorang ibu yang
memerankan tiga peran yaitu sebagai ibu, istri, dan pekerja. Konflik peran
ini karena mereka clituntut untuk memenuhi tugas perannya dalam waktu