• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV/AIDS Pada Pasien NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta Tahun 2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV/AIDS Pada Pasien NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta Tahun 2013."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

i

GAMBARAN PERILAKU BERISIKO TERINFEKSI HIV/AIDS PADA PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT

(RSKO) JAKARTA TAHUN 2013

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Naparudin

NIM: 1110103000096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah–Nya sehingga penelitian dengan judul “Gambaran Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV/AIDS Pada Pasien NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta Tahun 2013” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa bantuan dari berbagai pihak sangat berperan dalam penyelesaian penelitian ini. Oleh sebab itu, penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp. And dan dr. H.M. Djauhari

Widjajakusumah AIF, PFK selaku dekan dan pembantu dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M. Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing kami dari awal hingga terselesaikannya penelitian ini.

4. dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, SpKJ, MPH selaku Psikiater RSKO Jakarta yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing kami dari awal hingga terselesaikannya penelitian ini.

5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter 2010.

6. Zr. Diah, Zr. Ngatisa, Zr. Nurwahda Hasan, dan Ibu Azizah serta seluruh staf Poliklinik Metadon RSKO Jakarta yang telah membantu dan

(6)

vi

penyakit dalam, poliklinik metadon, Medical Education Pikiatri (MPE) dan rehabilitasi di RSKO Jakarta.

7. H. Sa’udi dan Hj. Narpi selaku orangtua penulis yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materi serta kaka saya tersayang Sawanah Am.Keb dan adik–adik tercinta Wahyu, Nabeli Saputra, Sindi Maecelsi, Sumberi Illahi yang selalu menjadi motivasi demi terselesaikannya laporan penelitian ini.

8. Kawan–kawan seperjuangan riset Fajri Nugraha, Muhammad Dadan Kurniawan, Febri Hanifah, Rima Pahlasari serta sahabat dan teman–teman Program Studi Pendidikan Dokter 2010 serta seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 20 September 2013

(7)

vii

ABSTRAK

Naparudin. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran Perilaku Berisiko Terinfeksi HIV/AIDS Pada Pasien NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan

Obat (RSKO) Jakarta Tahun 2013.

Penyalahgunaan NAPZA sebagai salah satu penyebab penyebaran penyakit HIV/AIDS yang meningkat dari tahun ke tahun. Beralihnya penggunaan NAPZA dari menghisap menuju penyuntikan yang dikenal sebagai Injecting Drugs User (IDU) menjadikan pengguna NAPZA sebagai subjek potensial tertular dan menularkan HIV melalui jarum suntik yang tidak steril atau dipakai secara bergantian. Survei Kemenkes RI menunjukan jumlah kasus baru HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat. Penelitian epidemiologi ini deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta Tahun 2013. Hasilnya didapatkan penderita HIV/AIDS (populasi penelitian) sebanyak 47 orang yang memiliki riwayat pecandu NAPZA. Semua responden pernah melakukan hubungan seksual dan mempunyai riwayat konsumsi NAPZA. Perilaku berisiko tersebut didominasi sebagian besar pada kelompok usia 26–35 tahun (66%), mayoritas dari mereka lulusan SMA (63,8%), lebih dari separuh responden dikategorikan pengetahuan kurang (68,1%), jenis NAPZA yang sering digunakan adalah heroin dengan pemakaian NAPZA jarum suntik (89,4%), dan perilaku seks tanpa menggunakan kondom (68,1%).

Kata Kunci : NAPZA, HIV/AIDS, Gambaran

(8)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

1.4.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 3

(9)

ix

4.2.1.2. Pendidikan Terakhir ... 27

4.2.1.3. Pengetahuan ... 28

4.2.2. Gambaran NAPZA, Cara Penggunaannya dan Perilaku Berisiko Jarum Suntik. ... 28

(10)

x

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1. Simpulan ... 31

5.2. Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

LAMPIRAN ... 36

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidup Human Immunodeficency virus (HIV) ... ... 6

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Stadium Klinis HIV/AIDS menurut WHO. ... 7

Tabel 2.2 Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV. ... 9

Tabel 4.1 Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Usia 2013 .. 23

Tabel 4.2. Distribusi HIV/AIDS Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2013 ... 23

Tabel 4.3. Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Pengetahuan

di RSKO Jakarta Tahun 2013 ... 24

Tabel 4.4. Distribusi Jenis NAPZA Heroin dan Cara Penggunaanya pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013. ... 24

Tabel 4.5. Distribusi Jenis NAPZA Shabu–shabu dan Cara Penggunaanya pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013. ... 24

Tabel 4.6. Distribusi Jenis NAPZA Metadon dan Cara Penggunaanya pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013. ... 24

Tabel 4.7. Perilaku Menyuntik Narkotika pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013. ... 25

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).1 Transmisi atau penularan penyakit ini dapat melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian, dan melalui hubungan seks tidak aman. Perilaku– perilaku seperti ini dapat menyebabkan penularan HIV yang sangat cepat.1

Menurut data Joint United Nations Programme on HIV and AIDS

(UNAIDS), pada tahun 2011 terdapat 34 juta populasi dunia atau 0,8% penduduk usia dewasa berusia 15–49 tahun hidup dengan HIV positif dan

ada sekitar 5% diantaranya meninggal karena HIV/AIDS. Berdasarkan data dari 50 negara, jumlah penderita HIV positif pada pekerja seks sekitar 12%,

dan mengakibatkan mereka berpotensi 13,5 kali lebih besar terkena HIV dibandingkan dengan perempuan bukan pekerja seks. Perilaku seks lain yang berisiko terinfeksi HIV berupa seks antara sesama jenis (homoseksual).1

Di Indonesia, jumlah kasus penderita HIV yang dilaporkan dari tahun 1987 hingga tahun 2005 sebanyak 859 kasus, 2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009 (9.793), tahun 2010 (21.591), tahun 2011 (21.031), tahun 2012 (21.511), tahun 2013 (5.369). Sehingga jumlah kumulatif dari tahun 1987 hingga akhir Maret 2013 ditemukan bahwa penderita HIV adalah sebanyak 103.759 kasus dengan jumlah terbanyak pada provinsi DKI Jakarta yaitu 23.792 kasus terinfeksi HIV. Kelompok usia tertinggi untuk menderita HIV berdasarkan studi tersebut adalah usia 25–49 tahun (70,7%). Faktor risiko lain yang berperan dalam peningkatan kasus adalah heterosekual, penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun dan homoseksual.2

Melihat data mengenai HIV/AIDS yang cenderung meningkat, maka ingin diketahui perilaku apa saja yang berisiko menjadi penyebab terjadinya

(13)

HIV/AIDS pada pasien NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS pada pasien NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta Tahun 2013?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum:

Untuk mengetahui gambaran perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS pada pasien NAPZA Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.

1.3.2. Tujuan Khusus:

1. Mengetahui karakteristik pasien NAPZA dengan perilaku berisiko

HIV/AIDS di RSKO Jakarta.

2. Mengetahui tingkat pengetahuan mengenai distribusi HIV/AIDS

pada pasien NAPZA dengan perilaku berisiko HIV/AIDS di RSKO Jakarta.

3. Mengetahui perilaku berisiko HIV/AIDS pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain :

1.4.1. Bagi Peneliti

 Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan bagi peneliti

(14)

1.4.2. Bagi FKIK Syarif Hidayatullah Jakarta

 Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tentang gambaran perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS pada pasien NAPZA.

1.4.3. Bagi RSKO Jakarta

 Sebagai informasi mengenai perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIV/AIDS

2.1.1. Pengertian HIV/AIDS

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan gejala akibat penurunan sistem imun, yang disebabkan oleh infeksi HIV. Virus ini akan beredar keseluruh tubuh dan mengenai organ limfoid. HIV mempunyai gen Tat yang memiliki peran mempercepat replikasi virus itu sendiri sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem imun secara meluas dan menimbulkan berbagai infeksi dan keganasan pada penyakit lainnya.3

Pada penderita AIDS akan terjadi penurunan jumlah CD4 yang merupakan salah satu jenis sel yang berperan terhadap pertahanan tubuh.

Jumlah CD4 pada orang normal adalah antara 500-1.600 sel/mm3. Saat jumlah sel CD4 mulai jatuh di bawah 200 sel/mm3, maka orang tersebut akan

didiagnosis sebagai AIDS dengan risiko terhadap infeksi oportunistik. Tanpa pengobatan, orang yang didiagnosis dengan AIDS biasanya bertahan sekitar 3 tahun. Setelah seseorang memiliki infeksi oportunistik yang berbahaya, harapan hidupnya hanya sekitar 1 tahun.4,5

2.1.2. Transmisi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) pertama kali ditemukan pada simpanse di Afrika yang darahnya kontak dengan manusia ketika hewan tersebut disembelih atau dimasak oleh orang Afrika sehingga terjadi penyebaran virus (Cross Infection) dari hewan kemanusia dan menjadi HIV.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) hanya dapat ditemukan dari cairan tubuh, Contohnya dalam darah termasuk darah haid, darah plasenta, cairan vagina, cairan servik uteri, air mani atau cairan lain yang keluar dari alat kelamin laki–laki kecuali air seni.3

Virus penyebab AIDS menempel pada sel imun yang disebut sel dendritik. Sel–sel ini ditemukan di daerah mukokutan (membran mukosa)

(16)

yang melapisi mulut, vagina, anus, penis, dan saluran pernapasan bagian atas.6

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui: a. Hubungan Seksual

Sebagian besar penularan penyakit akibat infeksi HIV terjadi melalui hubungan seksual, baik melalui vagina, anal maupun mulut. Pada saat hubungan seks terjadi mikrolesi akibat gesekan dan melalui lesi tersebut virus yang terdapat dalam cairan tubuh pasangan seks yang menderita HIV dengan mudah akan ditularkan kepada pasangannya.7 b. Parenteral

Penularan HIV selain melaui hubungan seksual, dapat juga secara parenteral, penggunaan jarum suntik, transfusi darah dan alat–alat tusuk lainnya seperti alat tindik, pisau cukur, alat tato dan alat khitan yang

terkontaminasi oleh HIV.7 c. Tranplasenta dan Perinatal

Bayi dalam kandungan mendapatkan zat makanan dan oksigen dari darah ibu yang dipompakan ke darah bayi. Pada umunya, darah bayi tidak tercampur dengan darah ibu sehingga tidak semua bayi yang dikandung ibu dengan HIV positif tertular HIV saat dalam kandungan. Perlindungan plasenta dapat rusak bila ada infeksi virus, bakteri atau parasit pada plasenta atau keadaan dimana daya tahan tubuh ibu sangat rendah. Bayi dapat juga tertular HIV saat persalinan dan menyusui meskipun diketahui konsentrasi HIV pada ASI lebih rendah daripada darah. Sekitar 10–20% bayi akan terinfeksi HIV bila bayi diberi ASI hingga18 bulan atau lebih.7

2.1.3 Siklus Hidup HIV

Siklus hidup HIV ini penting untuk diketahui karena akan akan berkaitan dengan penatalaksanaannya. Tatalaksana secara farmakologi adalah dengan menggunakan obat yang digunakan untuk mengendalikan infeksi HIV, yang bekerja mengganggu siklus replikasi HIV.8

(17)

dihancurkan, dan jumlah sel CD4 turun drastis. Setelah beberapa minggu, sistem kekebalan mulai membentuk antibodi terhadap HIV dan antibodi ini mulai melawan virus, sehingga viral load mulai menurun dan jumlah CD4 meningkat kembali. Antibodi baru dapat terdeteksi melalui tes HIV setelah beberapa minggu (window period). Pada masa ini, viral load dan daya menular paling tinggi.8

Adapun siklus hidup HIV dalam tubuh manusia dapat terlihat dalam gambar 2.1

Gambar 2.1 Siklus Hidup Human Immunodeficency virus (HIV) Sumber : http://www.AIDSeducator.org/images/106-HIV-Life-Cycle.jpg.7

Keterangan:7

1. Virus bebas

(18)

3. Infeksi: Virus menembus sel dan mengeluarkan materi genetik ke dalam sel target.

4. Reverse transcription: RNA (serat tunggal) virus diubah menjadi DNA (dua serat) oleh enzim reverse transcriptase.

5. Pemaduan: DNA virus dan DNA host menyatu yang dibantu oleh enzim integrase.

6. Transcription: Waktu sel yang terinfeksi menggandakan diri, DNA virus dibaca dan rantai protein panjang dibuat.

7. Perakitan: Rantai protein virus mengelompok.

8. Tonjolan: Jutaan virus yang belum matang mendesak keluar sel dengan bantuan enzim protease.

9. Virus yang belum matang melepaskan diri dari sel yang terinfeksi. 10. Menjadi matang: Rantai protein pada bibit virus baru dipotong oleh

enzim protease menjadi protein tunggal. Protein ini bergabung menjadi virus baru.

2.1.4. Stadium Klinis HIV/AIDS

Klasifikasi HIV/AIDS menurut WHO pada remaja dan dewasa berdasarkan tanda dan gejala klinis yang muncul pada pasien sebagai berikut :

Tabel 2.1 Stadium Klinis HIV/AIDS menurut WHO.

Clinical Stage 1  Asimptomatik.

 Limfadenofati generalisata yang persisten

Clinical Stage 2  Berat badan menurun yang tidak jelas penyebabnya (<10% dari berat badan semula).

 Infeksi saluran nafas berulang, sinusitis, tonsilitis otitis media dan faringitis.

 Herpes zooster.  Angular cheilitis.

 Ulserasi oral yang berulang.  Dermatitis seboroik.  Infeksi jamur pada kuku.

(19)

 Diare kronik yang tidak jelas penyebabnya selama lebih dari sebulan.

 Demam persisten yang tidak diketahui penyebabnya (>37,60 intermiten atau konstan selama lebih dari sebulan).

 Infeksi bakteri berat (Pneumonia, Pyomyositis, infeki sendi atau tulang, meningitis atau bakteremia).

 Stromatitis ulseratif nekrotik akut, gingitivitis atau periodontitis  Anemia yang tidak jelas penyebabnya (<8g/dl), neutropenia (<0,5 x

109 perliter).

 Trombositopenia kronik (<50 x 109 perliter).

Clinical Stage 4 Wasting Syndrome.

Pneumocystis pneumonia.

 Bakterial pneumonia berat berulang.

 Infeksi herpes simplek kronik (orolabial, genital, anorektal selama lebih dari sebulan atau bagian visceral lainnya).

 Kandidiasis esofageal (kandidiasis trakea, bronkus atau paru).  Tuberkulosis paru.

 Sarkoma kaposi.

 Infeksi CMV (retinitis atau infeksi di organ lain).  Toxoplasmosis di sistem saraf pusat.

 HIV ensefalopati.

Cryptococcosis ekstrapulmo termasuk meningitis.  Infeksi bakteri non–TB yang luas.

 Leukoensefalopati multifokal progresif.  Cryptosporodiasis kronik (dengan diare).  Isosporiasis kronik

 Mikosis yang luas (coccidiomikosis atau histoplasmosis).  Karsinoma servikalis invasive.

 Leishmaniasis atipikal yang luas.

 Bakteremia salmonella non–tifoid yang berulang.

 Limfoma (serebral atau sel B non–hodgin) atau tumor lain terkait HIV.

 Nefropati/kardiomiopati simptomatik terkait HIV.

Sumber : World Health Organization. WHO Case Definitions of HIV for Surveillance and Revised

(20)

2.1.5. Kriteria Diagnosis HIV

Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebagian besar terdiagnosis dengan melihat dari pemeriksaan laboratorium seperti darah atau air liur untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi terhadap HIV. Namun gejala dan tanda klinis infeksi HIV dapat membantu untuk menentukan diagnosis. Adapun gejala dan tanda klinis yang patut diduga karena infeksi HIV terlihat pada tabel 2.2. Tapi diagnosis seperti ini tidak akurat untuk virus yang baru menginfeksi karena tubuh membutuhkan waktu selama 8–12 minggu untuk membentuk antibodi. Dalam beberapa kasus waktu terbentuknya antibodi dapat mencapai 6 bulan lamanya.

Tabel 2.2 Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV

Keadaan Umum

adan >10% dari berat badan semula.

o

C) yang lebih

dari satu bulan.

.

.

Kulit

PPE* dan kulit kering yang luas* merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan

seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi

tidak selalu terkait dengan HIV Infeksi.

Infeksi Infeksi jamur

Infeksi viral tau melibatkan lebih dari satu

dermatom)*

(21)

Gejala neurologis (terus menerus dan tidak

jelas penyebabnya)

*Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV

Sumber : WHO SEARO 2007.10

2.1.6. Diagnosis Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah

seseorang terinfeksi HIV sangatlah penting, karena pada infeki HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah bertahun–tahun lamanya.3

Pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis HIV secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan serologik untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus dan deteksi antigen.3

Pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi antibodi yaitu tehnik

Enzyme–Link Immunoabsorbent Assay (ELISA) yang biasa digunakan di Indonesia, aglutinasi atau Dot–Blot Immunobinding Assay. Adapun tes untuk mendeteksi keberadaan virus yang memberikan diagnosis dalam hitungan hari setelah infeksi dapat digunakan metode isolasi dan kultur virus.3

2.2.Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)

Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain (NAPZA) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama susunan saraf pusat. Pengaruh yang ditimbulkan oleh konsumsi zat ini dapat berupa gangguan fisik, psikis, dan fungsi sosial akibat

kebiasaan, ketagihan serta ketergantungan terhadap zat ini. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan yang menitik beratkan

(22)

NAPZA sering disebut juga zat psikoaktif, yaitu yang bekerja pada otak sehingga menimbulkan perilaku, perasaan dan pikiran.11

2.2.1. Narkotika

Zat atau obat yang berasal dari tanaman baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi atau sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu:11

Narkotika Golongan I

Merupakan jenis narkotika yang dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dalam jumlah terbatas. Adapun Narkotika jenis ini adalah:11

1. Opium mentah 2. Psilosina, psilotsin. 3. Psilobisin

4. Metamfetamin 5. Metakualon 6. Amfetamin

Narkotika Golongan II

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Dikelompokkan dalam narkotika golongan II yaitu: Metadon, morfin dan petidin adalah beberapa contoh Narkotika dari jenis ini.11

Narkotika Golongan III

(23)

potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Merupakan narkotika golongan III yaitu: kodein dan buprenorfin.11

2.2.2.Psikotropika

Menurut Undang–undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika, pengertian psikotropika yaitu zat atau obat, baik alamiah maupun sinteis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.11

Psikotropika dibedakan dalam golongan–golongan sebagai berikut:11

Psikotropika Golongan I

Jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan tertinggi, hanya digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tidak untuk pengobatan (seluruhnya ada 14 jenis), antara lain:11

a) MDMA (Ecstacy)

b) LSD (Lysergic Diethylamide). c) Mescaline

Psikotropika Golongan II

Kelompok psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan menengah, digunakan untuk kepentingan ilmu

pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 14 jenis) contohnya adalah

amphetamine (shabu-shabu).11

Psikotropika Golongan III

Merupakan jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan sedang, mempunyai khasiat, digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 9 jenis), antara lain:11

(24)

c) Fenobarbital

Psikotropika Golongan IV

Jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan rendah dan digunakan luas untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 60 jenis), antara lain:11

a) Diazepam b) Barbital c) Klobazam d) Nitrazepam

Menurut UU tentang narkotika No. 35 Tahun 2009 ada beberapa penambahan dari golongan I dan golongan II dari psikotropika. Karena

sering terjadi penyalahgunaan buprenorfin yang sebelumnya masuk pada psikotropika golongan II pada UU tentang Psikotropika No. 5 Tahun 1997 dipindahkan ke golongan III pada UU Narkotika No. 35 tahun 2009.11

2.2.3. Zat Adiktif Lain

Bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut narkotika dan psikotropika:12

A. Minuman beralkohol

Minuman beralkohol, mengandung etanol etil alkohol yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat. Jika digunakan secara bersamaan dengan narkotika atau psikotropika, akan memperkuat efek narkotika dalam tubuh manusia:12

Ada 3 golongan minuman beralkohol ;

 Golongan A : kadar etanol 1–5%, (Bir).

 Golongan B : kadar etanol 5–20%, (Berbagai jenis minuman anggur).

 Golongan C : kadar etanol 20–45%, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson

House, Johny Walker, Kamput).

(25)

Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) yang mudah menguap merupakan senyawa organik yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Zat yang sering disalah gunakan, antara lain: lem, thiner, penghapus cat kuku, dan bensin.13

2.3. NAPZA dan Perilaku Berisiko.

NAPZA yang merupakan bahan kimia bekerja di otak dengan memanfaatkan sistem komunikasi otak dan mengganggu kerja sel–sel saraf yang mengirim, menerima, memproses informasi. Beberapa obat, seperti ganja heroin mampu mengaktifkan neuron karena memiliki struktrur kimia yang sifatnya menyerupai neurotransmiter alami. Kesamaan dalam struktur

reseptornya dan memungkinkan NAPZA untuk mengunci dan mengaktifkan sel saraf. Walaupun partikel NAPZA jenis ini menyerupai neurotransmiter

alami, namun partikel dari obat tersebut menyebabkan pesan abnormal dikirim.14

Sebagian besar NAPZA akan bekerja secara langsung maupun tidak langsung pada system reward dengan membuat dopamin berlebih. Dopamin adalah neurotransmiter yang bekerja dalam pengaturan emosi, kognitif, motivasi, dan perasaan senang. Stimulasi yang berlebihan dari dopamin, akan mengubah perilaku kita menjadi euphoria sehingga menyebabkan seseorang mengalami kecanduan.15

(26)

Pada penelitian lain yang dilakukan terhadap kaum homoseksual diketahui bahwa pengguna NAPZA merupakan multi drugs user (lebih dari tiga jenis NAPZA dalam jangka waktu > 3 bulan secara bersamaan), keterlibatan dalam aktivitas di guy club dan perilaku seksual berisiko sangat berpengaruh terhadap status HIV orang tersebut. Penggunaan nitrat inhalan dan alkohol diprediksi menjadi 2 substansi yang berpengaruh terhadap perilaku oral seks dan anal seks yang tidak terproteksi.16

Beberapa substansi yang digunakan secara bersamaan akan melemahkan penilaian seseorang, hilangnya memori jangka pendek dan turunnya fungsi kognitif, semua ini dapat meningkatkan kejadian perilaku berisiko terhadap HIV positif.16

2.4.Teori Health Belief Model

Teori Health Belief Model, termasuk dalam pendekatan intrapersonal. Pendekatan yang dilakukan menekankan pada aspek kognitif atau model

kognitif. Digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Perilaku kesehatan ditentukan secara langsung oleh dua keyakinan:17

 Ancaman yang dirasakan (perceived threat of injury or illness).

 Pertimbangan keuntungan dan kerugian (benefits and costs).

Penilaian tentang ancaman ditentukan oleh:

 Ketidakkebalan yang dirasakan (perceived vulnerability).

 Keseriusan yang dirasakan (perceived of severity).

 Petunjuk untuk berperilaku (clues to action) seperti: media masa,

kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain,

dll.

Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan dan pertimbangan keuntungan dan kerugian, dipengaruhi oleh:

 Variabel demografis: usia, jenis kelamin, latar belakang budaya.

 Variabel struktural: pengetahuan dan pengalaman tentang masalah.

(27)

persepsinya terhadap keparahan penyakit. Kedua hal tersebut akan mendorong seseorang untuk memikirkan suatu perilaku pencegahan terhadap HIV. Namun faktor–faktor manfaat ataupun hambatan dalam melaksanakan perilaku pencegahan tersebut akan sangat mempengaruhi, misalnya kesulitan dalam mengakses jarum suntik, mahalnya kondom, perilaku petugas kesehatan akan menghambat perilaku pencegahan seseorang terhadap HIV.9

2.4.1. Kerangka Teori

Berdasarkan teori HBM mengenai perilaku seseorang didapatkan kerangka konsep sebagai berikut:17

Faktor penguat:

 Keluarga

 Teman Faktor predisposisi:

 Pengetahuan HIV/AIDS

Pemakaian jarum untik bergantian Perilaku

Pengetahuan

Transfusi darah

Berisiko HIV/AIDS

(28)

2.4.2. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori HBM mengenai perilaku seseorang didapatkan kerangka konsep sebagai berikut:17

= Hal yang diteliti

= Tidak diteliti

Pengetahuan (penularan/pencegahan)

Demografis (usia, pendidikan)

Perilaku berisiko HIV: - dalam pemakaian NAPZA suntik secara

bergantian tanpa di cuci lagi - dalam perilaku seksual berisiko Pasien dengan

diagnosis HIV (+)

Jenis NAPZA Dominan

Golongan NAPZA

Latar belakang pecandu NAPZA (+) Latar belakang pecandu NAPZA (-)

(29)

18

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan variabel keluaran berupa variabel kategorik dengan desain potong lintang atau cross sectional

untuk mengetahui gambaran perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS di RSKO Jakarta Tahun 2013.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat: Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Ketergantunga Obat Jakarta, Jalan Lapangan Tembak No. 75 Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur 13720.

Waktu: Bulan Februari 2013–April 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien poliklinik penyakit dalam, poliklinik metadon, MPE dan rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Pengumpulan sampel dilakukan dengan metode

consecutive sampling.

3.3.2. Jumlah Sampel

(30)

Jadi, jumlah sampel minimal adalah sebesar 43 orang. Untuk menggantikan pasien yang drop out maka ditambahkan 10% dari total sampling sehingga didapatkan sampel sebesar : n + 10% (n) = 43 + 10% (43) = 47 orang.

3.3.3. Kriteria Sampel

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

 Semua pasien poliklinik penyakit dalam, poliklinik metadon,

Medical Education Psychiatry (MPE) dan rehabiltasi yang terdiagnosis pasti HIV/AIDS tahun 2013 diperoleh dari hasil laboratorium.

 Memiliki riwayat konsumsi NAPZA dalam setahun.

3.3.3.2. Kriteria Eksklusi

◦ Pasien yang tidak memiliki riwayat mengkonsumsi NAPZA. N = Zα2 x P x Q

d2

N = 1,962 x 0,5 x 0,5 0,152

(31)

3.4. Alur Penelitian

3.5. Manajemen Data

Pengambilan data kuesioner seluruh pasien poliklinik penyakit dalam, poliklinik metadon, MPE dan rehabilitasi yang terdiagnosis HIV/AIDS pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013. Data diinput dan dianalisis menggunakan software SPSS versi 16.0 lalu data disajikan secara deskriptif dalam bentuk narasi, teks, dan tabel.

Membagikan kuisioner kepada pasien HIV dengan riwayat konsumsi NAPZA

sebanyak 47 pasien Mendatangi poliklinik penyakit dalam, poliklinik

metadon, MPE dan rehabilitasi pasien NAPZA Izin dari diklit

RSKO Jakarta Izin FKIK

UIN SH

Data diinput dan dianalisis menggunakan software

SPSS versi 16.0 Kesimpulan

Melakukan pengecekkan data dengan rekam medis pasien

HIV didapat 47 pasien

Persiapan peneliti

Identifikasi pasien yang terdiagnosis HIV

(32)

3.6. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara

Ukur

Hasil Ukur Skala

HIV/AIDS Responden yang terdiagnosa

HIV/AIDS atau tanpa

penyalahgunaan narkoba yang

telah mengalami

ketergantungan terhadap satu

atau lebih narkotika,

psikotropika, dan bahan adiktif

lain, baik secara fisik maupun

psikis sesuai UU RI No. 35

tahun 2009 dan UU No.5 tahun

1997.

kuesioner Jenis NAPZA:

heroin,

tahunnya yang terakhir.

kuesioner  <17 tahun  17–25 tahun  26–35 tahun  36–45 tahun  >45 tahun

Kategorik

Pendidikan Jenjang pendidikan formal

tertinggi yang pernah diikuti

oleh responden meliputi tamat

SD, SMP, SMA, dan S1. Saat

terdaftar sebagai pasien RSKO

kuesioner  SD

HIV/AIDS meliputi cara

penularan, pencegahan dan

sumber informasi

kuesioner  Pengetahuan baik berikut: memberikan atau

meminjamkan atau memakai

(33)

digunakan baik dengan teman,

sebagai berikut: memiliki

pasangan seks lebih dari satu,

melakukan hubungan seks

anal, melakukan hubungan

seks tanpa kondom.

kuesioner Jenis hubungan

(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Penelitian ini dilaksanakan pada 47 responden, dimana responden adalah pasien yang terdiagnosis HIV/AIDS yang berada di poliklinik penyakit dalam, poliklinik metadon, MPE dan rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta pada Tahun 2013.

4.1.1.Karakteristik Responden 4.1.1.1. Usia

Tabel 4.1. Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013 Berdasarkan Usia.

Kelompok Usia (tahun) Jumlah (pasien) Persentase (%)

17 – 25 2 4,3

26 – 35 31 66,0

36 – 45 14 29,8

Total 47 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kelompok usia dengan pengguna NAPZA terbanyak yaitu pada kelompok usia 26– 35 tahun (66,0%).

4.1.1.3. Tingkat Pendidikan

Tabel 4.2. Distribusi HIV/AIDSpada Pecandu NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013 Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Pendidikan Jumlah (pasien) Persentase (%)

SMP 4 8,5

SMA 30 63,8

Diploma 6 12,8

Sarjana (S1) 7 11,9

Total 47 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penderita HIV/AIDS pada pecandu NAPZA terbanyak adalah SMA (63,8%).

(35)

4.1.2. Pengetahuan Responden tentang HIV 1 Pernah mendengar tentang HIV 47 (100%) 2 Menular melalui hubungan seks tanpa

pelindung

34 (72,3%)

3 Berganti-ganti pasangan seks merupakan faktor risiko

29 (61,7%)

4 Menular melalui darah yang tercemar HIV 27 (57,4%) 5 Menular melalui ibu hamil dengan HIV ke

8 Mencegah penularan: tidak berganti pasangan seks

33 (70,2%)

9 Mencegah penularan: tidak berhubungan seks 19 (40,4%) 10 Mencegah penularan: tidak berbagi jarum

dengan penasun

41 (87,2%)

Ket: Reponden boleh memilih lebih dari satu

Perilaku berisiko HIV/AIDS terkait dengan pengetahuan yang dimiliki individu, berupa cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS. Pada penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan individu terhadap cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS dilihat dari skor pertanyaan yang terdiri dari 10 item

pertanyaan. Setiap jawaban benar diberikan skor satu sementara jawaban salah diberikan skor nol. Jumlah skor masing–masing responden

(36)

4.1.3. Konsumsi Jenis NAPZA dan Cara Penggunaannya

Tabel 4.4.Distribusi Jenis Heroin dan Cara Penggunaanya pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013.

Cara Konsumsi

Heroin

Jumlah (Pasien) Perentase (%)

Suntik 42 89,4

Non Suntik 1 2,1

Bukan Pemakai 4 8,5

Total 47 100

Tabel 4.5.Distribusi Jenis Shabu–shabu dan Cara Penggunaanya pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013.

Cara Konsumsi Shabu–shabu

Jumlah (Pasien) Perentase (%)

Suntik 6 12,8

Non Suntik 20 42,6

Bukan Pemakai 21 44,7

Total 47 100

Tabel 4.6.Distribusi Jenis Metadon dan Cara Penggunaanya pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013.

Cara Konsumsi Metadon

Jumlah (Pasien) Perentase (%)

Suntik 4 8,5

Non Suntik 21 44,7

Bukan Pemakai 22 46,8

Total 47 100

(37)

ketiga jenis NAPZA tersebut jenis heroin merupakan jenis NAPZA yang terpopuler digunakan pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013.

4.1.4.Perilaku Menyuntik NAPZA

Tabel 4.7. Perilaku Menyuntik Narkotika pada pasien NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2013.

No Perilaku Menyuntik NAPZA Ukuran

f (%)

2 Penggunaan jarum secara bergantian

- Ya - Tidak

20 (42,6) 27 (57,4) 3 Kesulitan memperoleh

jarum suntik baru

- Ya - Tidak

6 (12,8) 41 (87,3) Dari perilaku penggunaan NAPZA dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menggunakan NAPZA suntik pertama kali saat berada di bangku Sekolah Menengah Atas (51.1%).

Besarnya penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan teman sebesar 57,4%. Sebagian besar reponden 87,3% merasa mudah untuk memperoleh jarum suntik baru.

4.1.5. Perilaku Seks Berisiko

Tabel 4.8. Perilaku Seks Berisiko HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan di RSKO Jakarta Tahun 2013.

No Perilaku Terkait Hubungan Seks Ukuran f

(%) 1 Pernakah Anda melakukan

hubungan seks?

- Ya - Tidak

47 (100) 0

2 Hubungan jenis yang mana Anda lakukan

3 Penggunaan kondom setiap

hubungan seks --Ya Tidak

15 (31,9) 32 (68,1)

4 Berganti–ganti pasangan - Ya - Tidak

24 ( 51,1) 23 (48,9)

5 Membayar orang untuk

melakukan hubungan seks -Ya

-Tidak

(38)

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dapat dilihat bahwa responden seluruhnya pernah melakukan hubungan seksual, dengan hubungan terbanyak adalah jenis vaginal (48,9%) namun hubungan secara vaginal anal (14,9%) dan vaginal oral (36,2%) cukup tinggi. Responden sebagian besar mengaku tidak menggunakan kondom dalam berhubungan seks (68,1%) dan sebagian besar responden melakukan hubungan seks dengan pekerja seks (87,2%), sekitar (51,1%) responden mengaku sering berganti–ganti pasangan dalam berhubungan seks.

4.2.Pembahasan

4.2.1.Karakteristik Responden

4.2.1.1. Usia

Penelitian ini menunjukkan usia 26–35 tahun (66%) melebihi dari separuh responden yang diteliti. dr. Ciaran Mulholladind

menjelaskan bahwa usia produktif memiliki kecenderungan dua kali lebih rentan kecanduan NAPZA dibandingkan dengan usia non-produktif.19 Keadaan ini sesuai dengan responden di RSKO mayoritas dari responden telah berpenghasilan.

4.2.1.2. Pendidikan Terakhir.

(39)

ketika mengalami masalah Ia cenderung menyendiri dan berpotensi untuk konsumsi NAPZA, karena kurangnya kemampuan untuk mengekspresikan berbagai macam perasaan dan pikiran kepada orang lain.23

4.2.1.3. Pengetahuan.

Penularan HIV/AIDS sampai saat ini masih tetap melalui perilaku berisiko. Perilaku itu meliputi penggunaan jarum suntik tidak steril pada Injecting Drugs User (IDU) dengan perilaku seks berisiko (tidak menggunakan kondom dan berganti–ganti pasangan). Menurut Departemen Kesehatan tahun 2002, penderita AIDS di Indonesia terinfeksi HIV pada usia muda, karena minimnya pengetahuan tentang HIV/AIDS.24 Dibenarkan pada penelitian Rampel, mayoritas pengetahuan remaja atau siswa sekolah menengah itu rendah mengenai

HIV/AIDS.25 Perilaku berbagi jarum suntik dan berhubungan seks tanpa kondom serta berganti–ganti pasangan dapat menularkan HIV.25

4.2.2.Gambaran Jenis NAPZA, Cara Penggunaannya dan Perilaku Berisiko Jarum Suntik

(40)

Layanan Jarum Suntik Steril (LJSS). Saat ini Layanan Jarum Suntik Steril relatif mudah di akses penasun. Akses layanan dapat diperoleh di LSM, petugas penjangkau dan beberapa Puskesmas di Jakarta. Dilaporkan bahwa program Layanan Jarum Suntik Steril (LJSS) sudah banyak dimanfaatkan oleh pengkonsumsi NAPZA. Sebanyak 72% pengkonsumsi NAPZA dilaporkan aktif mengakses Layanan Jarum Suntik Steril.27

Pada penelitian ini sekitar (57,4%) memakai jarum suntik tidak bergantian, dan (68,1%) mencuci jarum setelah dipakai oleh penasun lain. Ada beberapa penasun yang menggunakan air pemutih (44,7%) sebagai air untuk mencuci jarum suntik setelah pemakaian. Kandungan air pemutih tersebut sodium hipoklorit (NaClO) suatu bahan kimia yang bisa menonaktifkan virus dengan kadar >52,5 ppm.28 WHO merekomendasikan untuk pencucian jarum suntik dengan menggunakan klorin 5000 untuk

mematikan semua jenis patogen.29

4.2.3.Perilaku Seks Berisiko.

Seluruh responden pernah melakukan hubungan seksual, dengan hubungan terbanyak adalah jenis vaginal (48,9%). Responden sebagian besar mengaku tidak menggunakan kondom dalam berhubungan seks (68,1%) dan sebagian besar responden melakukan hubungan seks dengan pekerja seks (87,2%). Menurut kajian yang dilakukan oleh UNICEF Indonesia bahwa pengetahuan orang muda tentang HIV telah mengalami peningkatan, tetapi masih terbatas dan pengetahuan orang muda belum memadai untuk menjamin perilaku yang aman. Penggunaan kondom saat berhubungan seksual dapat menghambat transmisi HIV dari host yang positif HIV ke host yang belum terinfeksi HIV.30

(41)
(42)

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik demografi pasien HIV/AIDS RSKO Jakarta didominasi oleh tingkat pendidikan lulusan SMA (63,8%), kelompok usia 26–35 tahun (66,0%).

2. Lebih dari separuh responden (55,3%) masih dikategorikan memiliki pengetahuan kurang, sementara sisanya (44,7%) memiliki pengetahuan baik.

3. Gambaran perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS didominasi oleh penggunaan jarum suntik (89,4%), perilaku seks berisiko seperti tanpa

menggunakan kondom (68,1%).

5.2. Saran

1. Penelitian ini dapat sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya yang bersifat analitik dalam hal melihat hubungan menganalisis perilaku seksual beresiko terinfeksi HIV/AIDS sebagai akibat dari kecanduan NAPZA sehingga penyebaran HIV dapat semakin diminimalisir dan kemudian dihilangkan.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. UNAIDS. Report on the Global AIDS Epidemic 2012. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Diunduh dari http://www.unAIDS.org/en/media/unAIDS/contentassets/documents/epidemi

ology/2012/gr2012/20121120_UNAIDS_Global_Report_2012_with_annexes

_en.pdf. Pada tanggal 16 September 2013 pukul 12.00.

2. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia pada Juni 2013.

http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf. Pada tanggal 16 September 2013

pukul 12.00.

3. Sudoyo Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ; 5. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal 2861.

4. Diakses dari Mayo Clinic Staff. HIV/AIDS: Causes. Tersedia pada

http://www.mayo.com/ health/hiv AIDS/DS00005/DEKTION = CQUSE.Diunduh pada tanggal 12 Januari 2013.

5. Brooks, F. Geo. Butel, S. Janet. Morse, Stephen A. 2004. Mikro Biologi Kedokteran, Jawet, Melnik dan Adelberg. Ed 23. Jakarta : Sagung Seto. Hal 292.

6. What HIV does in your body.http://AIDS.gov/hiv-AIDS-basics/just-diagnosed-with-hiv-AIDS/hiv-in-your-body/hiv-lifecycle/ diakses pada 16

September 2013 pukul 13.00.

7. What HIV does in your body.http://AIDS.gov/hiv-AIDS-basics/just-diagnosed-with-hiv-AIDS/hiv-in-your-body/hiv-lifecycle/ diakses pada 16

September 2013 pukul 13.00.

8. Yayasan Spiritia. Kelanjutan Penyakit HIV. Diunduh dari http://spiritia.or.id/cst/dok/jalaninf1.pdf pada tanggal 16 September 2013

pukul 12.20.

(44)

http://www.who.int/hiv/pub/guidlines/HIVstagingl50307.pdf. Pada 15 September 2013.

10. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa,--Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2011.

www.sliderhare.net/ympda/pedomanart2011. Diunduh pada 17 September

2013.

11. Diakses dari Undang–Undang Republik Indonesia No.35 tahun 2009 tentang

Narkotika tersedia pada

http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/uu35narkotika.pdf di

unduh pada 12 Januari 2013.

12. Diakses dari Makalah Pengabdian pada Mayarakat Psikotropika yang Berbahaya bagi Kesehatan,

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/02_psikotropika_berbahaya.pdf.

pada 12 Januari 2013 pada pukul 15.30 WIB.

13. Undang Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

http://www.slideshare.net/Bembenk/uu-05-1997. Pada 13 Januari 2013.

14. Diakses dari Survey Snapshot : Substance Use and Risky Sexual Behavior : Attitude and Practices Among Adolescents and Young Adults–Februari 2002. KaiserFamily Foundation.

http://www.kff.org/youthhivstds/loader.cfm?url=/commonspot/security/getfil

e.cfm&PageID=1490. Pada 13 Januari 2013.

15. Diakse dari Halkitis Perry, Persons Jeffrey. Recreational Drug Use and HIV– Risk Sexual Behavior Among Men Frequenting Gay Social Venues. http://files.nyu.edu/mm18/public/publications/2HalkitisSOCIALSERVICES.

pdf.pada 12 Januari 2013.

16. National Institute on Drug Abuse (NIDA). Drugs, Brains, and Behavior: The Science Of Addiction.

http://drugabus.gov/publications/science-addiction/drugs-brain.

Pada 12 Januari 2013.

(45)

Medicine and Health, University of Muhammadiyah Jakarta. Pada 21 April, 2012 pada pukul 7.59 WIB.

18. Dahlan,M.Sopiyudin.. Langkah–langkah Membuat proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Sagung Seto: Jakarta. 2010. Hal 34. 19. Dr. Ciaran Mulholland, MRC clinical scientist. Men and addiction.

http://www.netdoctor.co.uk/menshealth/facts/addiction.htm. Pada 10 Juli

2014

20. Diakses Badan Pusat Statistik. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011. Pada 1 September 2013.

21. Diakses Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim POLRI. Kasus Narkoba di Indonesia Tahun 2006–2010. http://gmdm4nation.org/resources-24-drugsituation.html. Pada 2 September 2013.

22. Supriatna, Aang. (2012). Upaya Pencegahan dan Penyembuhan Patologi Sosial Penyalahgunaan Narkotika Berbasis keagamaan. Jurnal Respository

Universitas Pendidikan Indonesia.

23. Davis, N. J. (1999). Subtance Abuse and Mental Health Services Administration Center for Mental Health Services Division of Program Development, Special Populations and Projects Special Programs Deevelopment Branch (301), pp.443-2844. Status of Research and Research-based Programs. http://mentalhealth.samhsa.gov/schoolviolence/. 13 Agustus 2014.

24. Diakses Badan Narkotika Nasional. Survey Nasional Pengembangan dan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesian Tahun 2011.

http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/post/2012/05/29/20120529145842-10263.pdf. 2 September 2013.

25. Diakses Rampel et al. Knowledge Attitudes and Sexual Behavior Related to HIV/AIDS, Prevetion Among Malaysian Adolescents 2009. Pada 7 September 2013.

(46)

http://www.academicjournals.org/jahr/PDF/Pdf2010/Oct/Bakhbakhi%20et%2

0al.pdf. pada tanggal 16 September 2013 pukul 13.00.

27. KPA NASIONAL, HCPI, INTUSIA Inc., dan PUSAT PENELITIAN KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA. Efektivitas Program Penjangkauan di Kalangan Penasun dalam Menurunkan Perilaku Berisiko HIV. 2010.

28. CDC - Oral Sex and HIV Risk. 2009.

Diunduh dari http://www.cdc.gov/hiv/resources/factsheets/pdf/oralsex.pdf. pada tanggal 16 September 2013 pukul 21.00.

29. Diakses who. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Jenewo: who. 2008. Hal. 23–24. Pada 7 September.

30. Ringkasan Kajian UNICEF Indonesia - Respon terhadap HIV & AIDS. Oktober 2012.Diunduh dari

http://www.unicef.org/indonesia/id/A4_-_B_Ringkasan_Kajian_HIV.pdf.

pada tanggal 15 September 2013 pukul 19.00.

31. NYC - Women, Unprotected Anal Sex and HIV Risk. Volume 9, No. 2. New York City Department of Health and Mental Hygiene. 2010. Diunduh dari

(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)

Pola Distribusi Pasien HIV Positif dengan Riwayat Pecandu NAPZA Berdasarkan Perilaku Seks Berisiko (penggunaan kondom) di RSKO Jakarta Tahun 2013.

Pola Distribusi Pasien HIV Positif dengan Riwayat Pecandu NAPZA Berdasarkan Perilaku Seks Berisiko di RSKO Jakarta Tahun 2013.

p2

N Valid 47

Missing 0

p2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid vaginal 23 48.9 48.9 48.9

vaginal oral 17 36.2 36.2 85.1

vaginal anal 7 14.9 14.9 100.0

(56)

Pola Distribusi Pasien HIV Positif dengan Riwayat Pecandu NAPZA Berdasarkan Perilaku Seks Berisiko Berganti Pasangan di RSKO Jakarta Tahun 2013.

P1

N Valid 47

Missing 0

P1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ganti pasangan 24 51.1 51.1 51.1

tidak ganti pasangan 23 48.9 48.9 100.0

(57)

KUESIONER A

Data Demografi Responden

1 Nomor urut wawancara

2 Tanggal wawancara (Tgl/Bln/Thn) / /

3 Lama Wawancara Jam _____ sampai _____ ( ____menit)

4 Nama Responden

5 Usia _____ tahun

6 Pendidikan terakhir 1. Tidak sekolah

2. SD

3. SMP

4. SMA

5. Sarjana/Universitas

7 Alamat Responden

(58)

KUESIONER B

Data Pengetahuan Responden

Petunjuk pengisian

Pernyataan–pernyataan dibawah ini adalah pengetahuan tentang bagaimana terinfek/tertularnya HIV/AIDS.

Bacalah dengan cermat, pilihlahan boleh dari satu sesuai dengan responden ketahui tentang bagaimana cara penularan HIV/AIDS.

I. PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN

INFEKSI HIV

A. Pengetahuan (penularan HIV)

1. Pernahkah Anda

a. Hubungan seks tanpa menggunakan kondom b. Berganti–ganti pasangan

c. Transfusi darah yang tercemar d. Dari ibu hamil dengan HIV ke bayi

e. Menggunakan jarum suntik yang sudah tidak steril

a. Hubungan seks berisiko selalu memakai

kondom

b. Tidak berganti pasangan

c. Tidak melakukan hubungan seks

d. Tidak berbagi jarum dengan penasun lain

B. Perilaku terkait penggunaan jarum suntik napza

1. Dalam 1 tahun terakhir, apakah

Anda

(59)
(60)

mengalami kesulitan

memperoleh jarum suntik baru?

2. Tidak

C. Perilaku Terkait Hubungan Seksual

1. Apakah Anda yang Anda lakukan dalam seminggu

Kuesioner penggunaan NAPZA, di kutip dari :

Sawitri, Hartawan, Septarini, N. Kuesioner Penelitian “Survei Perilaku Berisiko dan Perilaku Pencegahan Tertular HIV di Lapas Kerobokan, Denpasar, Bali”.

(61)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Naparudin

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 21 Agustus 1990

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Ir. Sutami Mauk Tangerang. RT. 11/RW.03.

Kec. Mauk Barat Kel. Mauk Barat. Kab. Tangerang.

Nomor Telepon/HP : 081297941417

Email : navaovank@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1) Tahun 1997 – 2003 : Sekolah Dasar Negeri Setia Bhakti

2) Tahun 2003 – 2006 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Mauk 3) Tahun 2006 – 2010 : Sekolah Menegah Atas La Tansa

Gambar

Gambar 2.1  Siklus Hidup Human Immunodeficency virus (HIV) ........ .............      6
gambar 2.1
Tabel 2.1 Stadium Klinis HIV/AIDS menurut WHO.
Tabel 2.2 Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV
+5

Referensi

Dokumen terkait

Zuraidah, “ Meningkatkan prestasi Belajar Matematika Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD (Studi kasus siswa kelas X RPL 5 SMK Negeri 6 Malang tahun

Alasan penulis memilih judul “Manajemen Pembiayaan Pendidikan di Sekolah Plus (Studi Kasus di SD Plus Citra Madinatul Ilmi Banjarbaru)”, yaitu:.. Manajemen pembiayaan sangat

Widoningsih, Sri (2011) Peningkatan Kemampuan Mengemukakan Kembali Berita dengan Media Audio Visual Pada Peserta Didik Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 5

Berdasarkan model pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG) menunjukkan bahwa Klasifikasi yang dihasilkan analisis SIG berdasarkan kontribusi nilai produksi komoditas

Jenis masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh seberapa besar teman sebaya terhadap motivasi belajar siswa di MAN 1 Rajagaluh Kecamatan.. Rajagaluh

1) Memberikan masukan dalam mengembangkan model pembelajaran terutama pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share berbantuan media gambar untuk meningkatkan disiplin

memperhatikan proses dan hasil belajarnya. Dalam proses belajar terdapat beberapa unsur antara lain yaitu penggunaan metode untuk menyampaikan materi kepada para

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.36/MEN/2007 tentang Kurikulum Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Edisi