• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan interaksi dalam keluarga dengan tingkat kecendrungan pelanggaran disiplin sekolah pada remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan interaksi dalam keluarga dengan tingkat kecendrungan pelanggaran disiplin sekolah pada remaja"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUl\IGAN INTERAKSI DALAM KELUAGA DENGAN

TINGKAT KECENDERUNGAN PELANGGARAN

DISIPLIN SEKOL.AH PADA REMAJA

Oleh HlJSNAH NIM: 101070023018

Skripsi ini cliajukan uniuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITA8 ISLAM NEGERI (UIN)

SYARlF HIDAYATULLAH

(2)

HUBUNGAN INTERAKSI DALAM KELUAGA DENGAN TINGKAT KECENDERUNGAN PELANGGARAN DISIPLIN SEKOLAH

PADAREMAJA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

/

Oleh HUSNAH NIM : 101070023018

DI Bawah Bimbingan

Pembimbing II

ii

Ora.Ne artati M.si

NIP:15 15938

Drs. Rachmat Mulyono, M.si, P.si

NIP: 150293240

FAKUL TAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

111

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN INTERAKSI DALAM KELUARGA DENGAN TINGKAT KECENDERUNGAN PELANGGARAN DISIPLIN

SEKOLAH PADA REMAJA telah diajukan dalam munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Juni 2008. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 20 Juni 2008

Sidang Munaqasyah,

Dekan/

ngkap Anggota,

Ora. Diana Mutiah. M.Si NIP: 1 9277469

I Pembim. ng I,

artati M.Si 15938

Pembantu Dekan/

Sekretaris Merangkap Anggota,

M. Si.

Anggota:

Penguji II

Pembimbing II,

(4)

MOTTC>

Siapa yang menanam pil'?iran, mal'?a al'?an melahirl'?an l'?ebiasaan Menanam l'?ebiasan al'?an melahirl'?an sil'?c1p

Menanam sil'?ap ma!'?a al;ian melahirl:?an nasib (tal<dir)

Dengan membiasal'?an berpil:?ir benar, pmitif, dan l'?onstrul'?tif, maRa itulah yang al<an menjadi penentu nasib l:?ita.

Siapa yang menanam, mal:?a ialah yang ul'?an menuai

-V.Mohan- dikutip dari Naked in a sandstorm

"If

you want smaO: changes, work, on your 6eha1iior, 6ut

if

you ·want

quantum-Ceap changes, worl{,on _-your paradtgm"

-Stephen

Covey-"Semua l'<esulitan sesungguhnya merupal?an l:<!esempatan

bagi jiwa Rita untui'? tumbuh'

1

(Husnah Bahalwan)

''Jlk.u

sesuai dengan

ーイ。Nウ。QャゥjセAャ@

fiam6a-·'l(}t fispatfa-'l(;t"

(H.R. Syaik.ani dan Turmudzi)

(5)

Vmmi tfo'amu memvennur.Iafi rang/?gfi

'l(ftsu!{§esa.'t 6agifU1

Pengor6anannrn adafafi 6ufiJi

1\flsili sayangmu _yang tiatfa fien ti

v

<Terima k,asifi Vmmi, }l6i,fi,_t;i/?gf?.::l?gfis1/{,, £an;4liang-a6ang/U1 yang af(,u sayaugi

}lk.,u menci.ntai Rg,Cian ...

Dengan keikhlasan dan kerendahan hati

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk

Yang tercinta dan tersayang Unurti, Abi, Kakak-kakak, dan Abang-abangku

(6)

.VI

KATA PENGANTAR

(}3ismi{[afiirrafimamrraliim

Tak kuasa rasanya penulis untuk rnenorehkan tinta dilembaran ini. Begitu terharunya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang penuh perjuangan, kebingungan, kesedihan, kesukaran, dan duka cita yang bertubi-tubi, sampai pada akhirnya penulis dapat melaluinya dengan penuh keikhlasan dan dapat menyelesaikan skripsi. Berkat rahmat dan karunia Allah jualah yang telah banyak memberikan kontribusi dalam penyelesaikan tugas akhir yang cukup menguras hati dan pikiran. Dan sebaga1 hambanya yang tidak pernah luput dari ketidaksempurnaan penulis hanya uisa bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan, karena atas keher.dak-Nyalah penulisan skripsi ini bisa selesai dikerjakan.

Penulis menyadar' sepenuhnya bcihwa penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan, baik secara moril maupun materiil dari semua pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi, !bu Dra. Netty Hartati, M.Si selaku dosen pembimbing I, Bapak Ors. Rachmat Mulyono, M.si, P.si,sebagai dosen pembimbing II. Dan seluruh dosen serta staf Fakultas. Terima kasih atas ilmunya, bimbingan dun motivasi yang dengan tulus ikhlas diberikan kepada penulis dari rnulai menginjak kampus tercinta hingga akhirnya melangkah i<eluar untuk menc-:ipai kesuksesan akan masa depan.

(7)

penulis cintai. Terima kasih untuk semua yang telah kalian lakukan untuk penulis. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.

3. Pihak ウ・ᄋセッャ。ィ@ SMU Negeri

1

Jakartc.i. Terima ka5ih atas bantuannya. 4. Teman-teman Seperjuanganku: Sise.a, Maer, Iman, lpin. lngatlah

teman-teman bahwa setiap kita rnengalami kesu:itan maka d1situlah terdapat celah kemudahan yang mesti kita cari dan temukan dengan penuh perjuangan. Dan k&tika kita sudah mendapatkan kemudahan itu, maka kita harus sadar bahwa Allah selalu memberikan kesuksesan kepada hambanya yang harus dila1ui dengan usaha dan doa. Dengan begitu kebahagiaan hakiki akan tercapai.

5. Sahabat-sahabatku di wisma sakina: Dila, Dede, Evi, lta, Pipit, Ochen, Lina, Kak Nani, Kak Noni, dan Kak F:vi. Semoga kita terus menjalani hidup ini dengan keceriaan. Dan jagcilah terus ke:bersamaan kita. 6. Kawan-kawan yang telah banyak rnembantu dan selalu memotivasi

penulis: Zezen, terimakasih untuk kebaikanmu. Riza dan Herman, terimakasih untuk persaudarnan dan persahabatannya. Kebaikan kalian semua tak akan pernah penulis lupal<an,hanya Allah yang bisa

membalasnya.

7. Kawan-kawan Psikologi angkatan 2001, terutarna Kelas C. Semoga kebersamaan kita awal dari pintu keherhasilan.

8. Kawan-kawan HMI dan KOHATI cabang Ciputat: Hodiah, Sufir, lndri, Fita, Anna, lyank. Akhirnya pem.lis bisa lulus jug a seperti kalian ...

9. Kawan-kawan Formaci dan Konmas Perempuan. Dali kalian penulis mendapatl<an meansstream yang baru, yang selama ini selalu menjadi konstruk budaya yang salah.

1 O. Mr. Jam and friends. Thanks untuk bantuan SPSS dan olah datanya.

(8)

Vlll

12. Saudara-saudaraku yang telah berjasa membantu penulis dalarn menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Akhirnya, semoga Allah

swr

membalas kebaikkan saudaraku semua dan

ilmu yang ada bertambah serta bermanfaat. Amin .... Tidak ada yang sempurna di dunia ini, tetapi kita wajib berusaha untuk mendekati kesempurnaan itu.

Terima kasih.

Jakarta,20Juni2008 Penulis

(9)

.IX

DAFTAR ISi

IALAMAN JUDUL ... .

IALAMAN PERSETUJUAN .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. .. .. .... .. .. .. . .. .. .. 11

IALAMAN PENGESAHAN ... ... ... . . ... ... .. . ... iii

101TO ... .

iv

'ERSEMBAHAN ... . v

ATA PENGANTAR... .... . ... . ... · ... . VI IAF-1-AR ISi ... ... ... ... ... .... IX IAFT AR TAB EL .. .. . .. .. .. .. .. .. . .. .. . . .. .. . . .. . .. .. . .. .. . .. . .. .. . .. .. .. . . .. .. .. . . . .. . . .. .. .. .. . .. .. .. .. .. . x 111 IAFTAR GAMBAR... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... xiv

IAFTAR LAMPIRAN... xiv

,BSTHAK... . . . xv

!AB I

PENDAHULUAN ...

... 1-17

·1. 1. Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2. ldentifikasi masalah ... 12

1. 3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 12

·1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1. 4. 2 Tujuan Penelitian ...

:13

1. 4. 2 Manfaat Penelitian ... 14

(10)

3AB 2 KAJIAN TEORI ... 18-42

2. ·1. lnteraksi Dalam Keluarga ... 18

2. 1.1. Pengertian lnteraksi. ... 18

2.1 2.

Pengertian Keluarga dan fオョセjウゥ@ Kekiarga ... :19

2.1.3. Pengertian lnteraksi Dalam Keluarga ... 22

2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi lnteraksi Dr:ilam Keluarga ... 27

2.2. Pelanggaran Disiplin Sekolah ... 28

2.2. 1. Pengertian Disiplin ... 28

2.2.2. Bentuk-bentuk Pelanggaran Disiplin Sekolah ... 30

2. 3. Pengertian Remaja ... 31

2.3. 1. Pengertian dan Batasan Rernaja ... 31

2.3.2. Karakteristik Remaja ... 33

2.3.3. Tug as-tug as Perkembangan .'{emaja ... 36

2.3.4. Fenomena-fenomena Psikologis Masa R.emaja ... 38

2.5. Kerangka Berpikir ... 39

2.6. ,Hipotesis Penelitian ... 42

3AB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... .43-55

3. 1. Jen is Penelitian ... .43

3.1.1. Pendekatan dan l\/1etode Penelitian ... .43

3.2. Variabel penelitian ... .43

(11)

3.2.2. Definisi Operasional Variabel. ... .44

3.3. Pegambilan Sampel. ... 46

3.3.1. Populasi dan Sampel. ... .46

3.3.2. Teknik Pengambilan Sampel. ... .48

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... .48

:.'\.4.1. Metode dan lnstrumen ?e.1elltiar: ... .43

3.4.2. Teknik Uji lnstrumen ... 53

3.4.2.1. Uji Validitas ... 53

3.4.2.2. Uji Reliabilitas ... 54

3.5. Teknik Analisa Data ... 55

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA ... 56-77

4.1. Gambaran Um um Subyek Penelitian ... 56

4.1.1. Berdasarkan Jenis l<elamin ... 56

4.1.2. Berdasarkan Kelas Jurusan ... 57

4.2. Uji Coba lnstrumen Penelitian ... 58

4.2.1. Uji Validitas Item ... 58

4.2.2. Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi dan Motivasi. ... 64

4.2.3. Norma Reliabilitas ... 65

4.3. Uji Persyaratan ... 66

4.3.1. Uji Normalitas ... 66

(12)

.x11

4.3.3. Distribusi Penyebaran Skor Responden ... 71

4.3.4. Uji Hipotesis ... 75

4.4. ,Perbedaaan lnteraksi dalam Keluarga dan Pelanggaran

Disiplin disekolah Dilihat dari Jenis Kelamin ... 77

3AB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ...

79-83

5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Diskusi.. ... 79

5.3. Saran ... 83

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue print skala interaksi dalam keluarga ... !50

Tabel 3.2 Blue print skala pelanggaran disiplin sekolah ... 51

Tabel 3.3 Bobot skor skala ... 53

Tabel 4.1 Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin ... 57

Tabel 4.2 Gamba ran um um responden berdasarkan kelas jurusan ... 57

Tabel 4.3 Hasil instrumen yang valid skala interaksi dalam keluarga ... 59

Tabel 4.4 Blue Print penelitian skala interaksi dalam keluarga ... 61

Tabel 4.5 Hasil uji instrumen yang valid skala pelanggaran disiplin sekolah ... 62

Tabel 4.6 Blue print penelitian skala pelanggaran disiplin sekolah ... 63

Tabel 4.7 Norma Reliabilitas ... 65

Tabel 4.8 Uji normalitas ... 67

Tabel 4.9 Test of normality. ... 68

Tabel

4.10

Nilai uji homogenitas ...

70

Tabel 4.11 Statistik Deskriptif ... 71

Tabel 4.12 Klasifikasi skor skala interaksi dalam k19luarga ... 73

Tahel 4.13 Penyebaran skor responden keseluruhan ... 73

Tabel

4.14

Klasifikasi skor skala pelanggaran disiplin sekolah ...

74

Tabel 4.15 Penyebaran skor responden keseluruhan ... 75

Tabel 4.16 Uji korelasi antara variabel interaksi dalam keluarga dengan pelanggran disiplin sekolah ... 76

[image:13.518.13.451.50.513.2]
(14)
[image:14.522.21.450.124.540.2]

DAFTAR GAMB.AR

Gambar 4.1 Scatterplot skala interaksi dalam keluarga ... 67 Gambar 4.2 Scatterp/ot ska la pelanggaran disiplin sel<olah ... 68

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat izin penelitian

Lampiran 2. Surat keterangan telah melakukan penelitian Lampiran 3. J\ngket try out

XJV

Lampiran 4. Skor hasil try out skala interaksi dalam keluarga dan pelanggaran disiplin sekolah

Lampiran 5. Validity skala interaksi dalarn keluarga dan pelanggran disiplin

sekolah

Lampiran 6. Angket penelitian

Lampiran 7. Reliability skala interaksi dalam keluarga dan pelanggran disiplin

sekolah

(15)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Megeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(B) Juni 2008

(C) Husnah

(D) Hubungan interaksi dalam keluarga dengan tingkat kecenderungan

pelanggran disiplin sekolah pada remaja

(E) 82 halaman+lampiran

xv.

(F) Salah satu bentuk kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran yang

dilakukan disekolah.Penyebab pelanggaran disekolah yang dilakukan remaja sangat kompleks. Dan salah satunya muncul akibat faktor keluarga yang bermasalah. Sebab linjkungan keluarga merupakan lingkungan primer dan ujung tombak tumbuh kembangnya kejiwaan seorang anak. Kegagalan atau keberhasilan pembentukan kejiwaan seorang anak tidak bisa dilepaskan begitu saja dari faktor interaksi dalam keluarganya. Sementara pendidikan disekolah hanyalah sebatas faktor sekunder bagi pembentukan kejiwaar. seorang anak.Oleh karenanya sebuah pelanggaran atau kenakalan yang dilakukan oleh remaja disekolahnya merupakan bagian dari i<ehagalan interaksi didalam keluarganya.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari secara empirik hubungan interaksi dalam keluarga dengan tingl<at kecenderungan pelanggaran disiplin sekolah pada remaja. pッーオャ。セゥ@ dari penelitian ini adalah siswa-siswi SMUN 1 Jakarta. Metode sampling yang digunakan adalah

Purposive Sampling (N = 73). Data c'ikumpulkan dengan menggunakan skala interaksi dalam keluar9a dengan skala pelanggaran disiplin sekolah pada remaja dan diolah dengan me11ggunakan uji T (!-test). Dari hsil perhitungan diketuhui bahwa nilai (r··hitung) yang dihasilkan adalah

sebesar -0,457. Sementara nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan N=73 adalah sebesar 0,306. Sehingga nilai r hitung yang dihasilkan adalah (-0,457) atau <:·label 0,306. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausal yang negative atau terbalik dan

signifikan antara interaksi dalam keluarga dengan tingkat kecenderungan pelanggaran disiplin sekolah pada remaja. Disarankan agar pihak sekolah menerapkan disiplin sekolah dengan tegas dan tetap menjaga hubungan bail<. dengan orang tua siswa/siswi.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAl\I

1.1. Latar Belakang Masalah

Dunia remaja selalu saja menarik untuf; di kaji. Masa remaja merupakan

tahapan kehidupan di mana individu mengalami fase transisi dari masa

kanak-kanak ke fase dewasa. Fase transisi ini ditandai oleh ketidakstabilan

emosi, mulai matangnya organ seksua/, pencarian identitas diri, dan lain-lain.

Fase transisi yang tidak jelas ini tak jmang menimbulkan banyak masalah.

Ba.1yak sekali kasus kenakalan rernaja yang terjadi, misalnya saja yang

terjadi di SMU'.\J 1 Jakarta kllususnya. Para Siswa-siswinya yang terlibat dalam tawuran, perkelahian, dan melakukan pelanggaran·.·pelanggaran

disiplin sekolah, seperti membolos, mencontek, dan berpakaian tidak sesuai

(17)

Dan bukan hanya itu saja masalah yang terjadi pada remaja, kita juga sering

menjumpai tindakan-tindakan remaja yang sebenarnya bisa digolongkan ke

dalam tindakan pelanggaran norma sosial atau bahkan sebagai pelanggaran

hukum. Televisi dan surat kabar masih sering memberitakan kasus

pencurian, pencopetan dan bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh remaja

yang masih sekolah. Kasus belakangan yang arr.cit marak dan

mengguncangkan adalah beredarnya video mesum pasangan muda mudi

sekolah di beberapa daerah seperti di lndramayu, Bandung, Kalimantan,

jセ⦅ォ。イエ。@ dan daerah lain. Adegan-adegan itu hampir semuanya direkam

melalui telepon genggam. Beberapa kasus bahkan dilakukan dengan sengaja

ketika mereka mengenakan seragam sekolah dan dilakukan di sekolah.

Kasus-kasus di atas, oleh para psikclog, sering dirnasukkan ke dalam apa

yang disebut dengan kenakalan remaja ljuvenile delequency). Kenakalan

remaja sendiri mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari

perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial seperti bertindak berlebihan

di sekolah, tidur saat belajar dan lain-lain, pelanggaran seperti kabur dari

sekolah, melawan pada guru,mencontek dan lain-lain sampai pada

tindakan-tindakan kriminal seperti mencuri, membunuh, dan lain-lain (Santrock, 2002).

Masih menurut Santrock (2002), pelanggaran-pelanggran yang dilakukan

(18)

pelanggaran-3

pelanggran indeks (index offense) dan pelan!igaran-pelanggaran status

(status offense). Pelanggaran indeks merujuk pada jenis pelanggaran yang

bersifat kriminal baik yang dilakukan oleh remaja atau orang dewasa.

Tindakan-tindakan seperti penyerangan, pencurian, pemerkosaan,

pembunuhan dan lain-lain masuk dalam kategori ini. Sedangkan pelanggaran

status merujuk pada tindakan pelanggaran yang tidak terlalu serius, seperti

rnencoba minuman beralkohol, lari dari rumah, kabur dari sekolah, tidak

mengerjakan tugas sekolah, ketidakmampuan mengendalikan diri dan

lain-lain. Adapun kedua tipologi itu dibuat untuk tujuan--tujuan hukum (Sanlrock,

2002).

Sarwono (2004) memberikan sebuah definisi yang lebih jelas tentang apa itu

kenakal<in remaja. Menurutnyci, semuci tir1dakan rernaja yan9 rnenyimpang

dari ketentuan yang berlaku dalarn masyarakat atau lingkungan (norma

agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga dan lain-lain) dapat disebut

sebagai tindakan pelanggaran. Jika pe!anggaran atau penyimpangan ito

terjadi terhadap norma hukum pidana, barulah disebut kenakalan. Dengan

demikian, menurut Sarwono, kenakalan remaja ada1ah istilah yang me11gacu

pada jenis pelanggaran hukurn pidana yang jika tingkah laku itu dilakukan

(19)

luar tindakan pelanggaran terhadap hukum pidana itu hanya disebut perilaku

menyimpang saja.

Menurut Jansen (dalam Sarwono, 2004) memaparkan bahwa ada empat

jenis kenakalan rernaja. Empat jenis kenakalan remaja tersebut meliputi;

pertarna, kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti

perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain. Kedua,

Kenakalan yang menimbulkan korban msteri seperti perusakan, pencurian,

pencopetan, pemerasan dan lain-lain. Ketiga, kenakalan sosial yang tidak

menirnbulkan korban pada pihak lain seperti pelacuran, seks pra nikah,

penyalahgunaan obat dan lain-lain. Yang terakhir, ke empat, kenakalan

melawan status, misalnya pengingkaran seorang anak terhadap statusnya

sebagai pelajar dengan cara membolos sekolah, tidak disiplin, tidak

mengerjakan tugas, melawan pada orang tua1 dan lain-lain. Mernang pada

usia mereka perilakt.:-perilaku demik1ar. tidak dimasukkan l<e dalam jeni&

pelanggaran hukum. Namun jika dibiarkan, kelak remaja tersebut akan ·

mudah melakukan perlawanan terhadao status dalam masyarakat, seperti

terhadap atasan atau hukurn yang berlaku.

(20)

5

Sementara itu Kooi dan Schutx (dalam Sul<adji, 2000) membagi jenis-.ienis

pelanggaran disiplin sekolah kedalam hma kelompok: pertama, agresi fisik.

Contohnya pemukulan, perkelahian, d;;m pengerusakan. Kedua, kesibukan

berteman saat guru mengajar. Misalny<i: berbincang-bincang, berbisik-bisik,

clan berkunjung ketempat duduk ternan tanpa iz1n Ketiga, mencari perhatian,

seperti mengedarkan tulisan, atau garnbar-gambar dengan maksud

mengalihkan perhatian dari pelajaran. Keempat, menentang wibawa guru.

Misalnya tidak mau menurut, rnemberontak, memprotes dengan kasar, dan

mencari perselisihan dengan mengkritik, menertawakan dan mencemooh.

Kelima, berperilaku nakal. Misalnya merokok , datang terlambat, mernbolos,

kabur dari kelas, mencuri, menipu, berµakaian tidak sesuai dengan

ketentuan, memeras, minum-minuman keras, dan menggunakan obat-obat

terlarang.

Terlepas dari definisi yang telah disodorkan oleh para ahli psikologi, yang

lebih menarik untuk dicermati adalah µenyebab dari tindakan-tindakan .

kenakalan atau pelanggaran yang dilnkukan oleh remaja tersebut. Sekilas

tentu kita bisa menerka bahwa penyebabnya sangat kornpleks dan rurnit

Faktor keluarga, pergaulan, kejiwaan, ekonorni dan lain-lain berjalin

berkelindan menciptakan semua kejadian itu. Namun meskipun begitu rumit

(21)

6

bisa diterangkan oleh tiga jenis pendekat.;;n, yakni pendekatan sosiogenifo:,

psikogenik, dan biogenik. Penyebab scsiogenik memandang kenakalan

muncul akibat faktor keluarga dan masyarakat yang bermasalah. Keluarga

dan masyarakat sekitar remaja hidup memegang peranan yang arnat penting

dalam memunculkan tindakan pelanggaran atau bahkan kenakalan pada

remaja.

Teori psikogenik memandang bahwa pelanggaran dan kenakalan disebabkan

oleh faktor-faktor dalam jiwa remaja sendiri seperti karena faktor perasaan

rendah diri, kurangnya kontrol emosi, deprivasi akan kasih sayang atau

bahkan karena faktor psikopatologi (Singgih dan Sutantoputri, dalam

Gunarsa, 2006). Singgih dan Sutantoputri menambahkan bahwa menurutnya

faktor orang tua dan hubungan keluarga pada ujungnya memegang peran

penting dalam pernbentukan jiwa seor<:1ng remaja. Anak-anak remaja

mengalami pembentukan psikologis dalam keluarga, dan karena itu faktor

penyebab psikologis bagi munculnya sebuah pelanggaran atau kenakalan

tidak bisa dilepaskan dari faktor interaksi dalam l<eluarganya.

Pendekatan ketiga, yakni biogenik, memandang bahwa sebuah pelanggaran

(22)

pendekatan ini, faktor fisik, organik dan biologis menyumbang peran penting

dalam memunculkan tindakan pelan9garan. Sebagai contoh, pendekatan ini

melihat salah satu penyebab seseor ang melakukan pelanggaran adalah

karena adanya kekurangmatangan perkembangan pada sistem belahan

depan (frontal lobe) otal< yang dapat rnenghasilkan disfungsi neurofisiologis

dan tingkah laku menyimpang.

Dari ketiga pendekatan tersebut, kita bisa rnenemukan sebuah benang

merah penekanan, yakni betapa pentingnya peranan keluarga dalam

memunculkan tindakan pelanggaran atau kenakalan pada remaja. Menurut

Santrock (2002), kegagalan dan kelalaian keluarga dalam memberikan

dukungan pada remaja menyumbang kernungkinan munculnya sikap negatif

pada anak seperti sikap antisosial, pernbangkang, nakal dan lain-lain. Falctor

manajemen keluarga juga menjadi penyebab munculnya hal tersebut Dalarn

sebuah penelitian diungkap bahwa pemantauan orang tua atas kebe;adaan

remajanya menjadi faktor yang paling penting dalam meramalkan

kernunculan kenakalan pada remaja (Santrock, 2002). Secara tidak

langsung, hal tersebut mengindikasikan bahwa kenakalan, salah satunya,

di$ebabi<an oleh tidak adanya pola :nteraksi yang hangat dan intens antma

anak dengan orang tuanya atau dengan anggota keluarga yang lain.

(23)

Sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa ketika beranjak remaja,

seorang anak akan cenderung semakin jauh dari orang tuanya. la menjadi

lebih dekat dan akrab dengan teman-teman sebaya. Kebersamaan anggota

keluarga juga semakin berkurang. Orang tua harus bekerja dan anak-anak

harus sekolah. Keterlibatan orang tua dalam memantau anak-anaknya

cenderung menurun. Komunikasi dan interaksi anak dengan orang tuanya

kadang-kadang hanya sebatas terkait masalah ekonorni saja. Masa.lah

seksual, pola hidup dan lain-lain lebih sering diungkapkan,kepada teman

sepermainannya. Kondisi ini bisa semakin menjadi parah jika orang tua

menerapkan pola asuh yang tidak tepat seperti pola asuh di mana orang tua

sangat dominan dan anak tidak boleh mengeluarkan pendapat dan

keinginannya (pola asuh otoriter). Faktor lain seperti perceraian, kematian

orang tua, orang tua mengalami gangguan sakit jiwa dan lain-lain, menurut

Graham (dalam Sarwono,2004) juga menjadi penyebab lain munculnya

pelanggaran dan kenakalan pada remaja.

8

Kegagalan pemantauan dan manajemen keluarga ini biasanya akan

langsung terlihat di lingkungan sekolah. Seorang anal--, sebagai contoh, jadi

(24)

9

dari sekolah dan lain-lain. Siswa bersangkutan menjadi cenderung lebih

sering melanggar peraturan disiplin yang diterapkan oleh sel<olah. lni sangat

disayangkan karena sekolah adalah tempat yang sangat penting bagi

perkembangan karakter dan jiwa seorang remaja.

Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder bagi seorang anak rernaja

setelah lingkungan primer di dalam keluarga. Seorang anak remaja umumnya

menghabiskan waktu sekitar tuiuh jam di sekolah. lni berarti sepertiga harinya

dihabiskan di sekolah. Sekolah adalah institusi penclidikan formal di mana

diharapkan dari proses belajar di sekol3h seorang remaja mendapatkan

kemajuan berarti dalam hidupnya.

Karena peranannya yang amat penting itu, sekolah, sebagaimana juga dalam

keluarga, menerapkan sejumlah aturan dan norma yang harus diikuti oleh

siswanya agar tujuan pembentukan dan perkembangan intele!<tual, karakter

dan jiwa siswa menjadi berhasil. Peraturan-peraturan ini diharapkan menjadi

instrumen sosialisasi nilai-nilai yang berguna bagi siswa. Pelanggaran yang

terjadi terhadap peraturan disiplin disekolah, yang salah satu penyebabnya

(25)

sosialisasi nilai. Pelanggaran disiplin di sekolah juga tak jarang menjadi

penyebab tindak pelanggaran dan kenakalan yang lebih luas.

10

Santrock (2002) menyebutkan bahwa disamping masalah penggunaan obat

terlarang, kehamilan pada remaja dan lain-lain, masal:ih yang berhubungan

dengan disiplin sekolah menjadi masalah yang amat penting bagi remaja.

Disiplin secara umurn adalah aturan tingkah lal<u dan kepatuhan akan

peraturan yang ditetapkan oleh orang dewasa yang berkuasa di lingkungarr ·

seseorang berada (Hurlock dalam Oantji, 2000). Dari definisi itu kita bisa

mengambil kesimpulan bahwa disiplin sekolah adalah aturan bertingkah laku

dan kepatuhan siswa terhadap peraturan yanrJ ditetapkan oleh guru atau

orang yang memilil<i otoritas disekolah tersebut. Posisi disiplin di sekolah bagi

remaja sangat penting. Disiplin atau tidaknya seorang remaja di sekolah bisa

dijadikan alat ukur perilaku remaja di luar sekolah. Disiplin juga menjadi

penting sebagai ajang latihan kepatuhan pada sistem aturan dan hukum yang

harus ditaati oleh remaja dalam lingl<ungan masyarakat yang sesungguhnya.

Pelanggaran disiplin sekolah, sebagaimana di ungkap oleh Santrock, adalah

salah satu bentul< kenakalan remaja Uuvenile delequency) yang sangat

(26)

11

berakibat serius pada remaja jika dibiarkan. Hal tersebut ibarat pintu yang

akan membuka pintu tindak pe!anggran dan l<enakalan lain yang lebih serius.

Namun, ketimbang mengaitkan pelanggaran disiplin disekolah dengan

tindakan kenakalan lain, lebih baik penulis mencari kenapa penyebab

seorang remaja menjadi cenderung melanggar disiplin sekolah.

Dalam menjawab hal tersebut, tiga pendekaan yang dikemukakan di atas,

yakni pendekatan sosiogenik, psikogenik dan biogenik bisa digunakan.

Menarik jika kita menengok penelitian yang pernah dilakukan terkait d:mgan

judul penelitian ini. Haryati (2004) dalam penelitiannya mengungkap bahwa

pelanggaran disiplin terjadi, salah ウ。セオョケヲャ@ akibat kecerdasan emosi yang

rendah pada diri remaja. Remaja yang merniliki kecerclasan emosi rendah

cenderung bersifat agresif, セ。ォ。ャ@ dan cenderung tidak bisa rnenyesuaikan diri

dalam interaksi dengan orang lain. Kesimpulan dalam penelitiannya

menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi

cenderung lebih kecil kemungkinannya terlibat dalarn pelanggaran disiplin

disekolah. Haryati menekanl<an aspek psikologis sebagai penyebab

(27)

12

Penulis sendiri lebih merasa tertarik p2da pendekatan sosiogenik. Penulis

percaya bahwa faktor interaksi-interaksi dalam keluarga memegang andil

yang besar dalam memunculkan ォ・エ。。セ。ョ@ dan pelanggaran siswa pada

peraturan disiplin disekolah. Masyarakutjuga memang memegang peranan

dalam hal ini. Namun keluarga tetaplah unit primer penyebab munculnya

pelanggaran dalam siswa. Penulis berasumsi bahwa pelanggaran disiplin

terkait dengan tidak sehatnya interaksi seorang remaja dengan keluarganya. ·

Dari pemaparan panjang itulah penulis merasa tertarik untul< meneliti lebih

lanjut tentang hal tersebut. Penulis rnengambil judul HUBUNGAN ANTARA

INTERAKSI DALAM KELUARGA DE NGAN TING KAT KECENDERUNGAN

PELANGGARAN DISIPLIN SEl<OLAH PAD.A REMAJA.

1.2. ldentifikasi Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,

maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

" Apakah interaksi dalam keluarga berhubungan dengan tingkat

(28)

13

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1 Pembatasan Masalah

Adapun yang menjadi pokok pernbatasan masalah disini adalah:

- lnteraksi dalam keluarga, di mana interaksi dalam keluarga diartikan

sebagai hubungan antara individu d:mgan individu lain dalam keluarga

baik antara anak dengan orang tua, maupun antara anaf: dengan saudara

kandungnya sendiri, di mana perilak·J individu yang satu mempengaruhi,

mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya.

- Pelanggaran disiplin sekolah, di man'l hal ini didefinisikan sebagai

pelanggaran yang dilakukan oleh sisv1a-siswi terhadap peraturan yang telah

ditetapkan oleh guru atau orang dewasa yang berkuasa disekolah tempat

anak berada.

- Remaja disini adalah remaja yang bernsia antara 16-18 tahun.

1.3.2. Perumusan Masalah

Yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada hubungan antara interaksi dalam !<eluarga dengan tingkat

(29)

2. Apakah ada hubungan antara interaksi dalam keluarga dengan tingkat

kecenderungan pelanggaran disiplin sekolah pada remaja yang berjenis

kelamin laki-laki dan perempuan?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang

signifikan antara interaksi dalam keluarga dengan tingkat kecenderun0an

pelanggaran disiplin sekolah pada remaja. Apakah benar rernaja yang

cenderung melakukan pelanggaran disiplin sekolah atlalah rernaja yang

mempunyai masalah dalam interaksinya den!Jan keluarga.

1.4.2. Manfaat Penelitian

1.4.2.1. Manfaat Teoritis

Secara teolitis, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam melengkapi

pengayaan diskursus dan wacana ilmu pengetahuan psikologi, terutama

pada psikologi pendidikan, dan perkernbangan tentang hubungan interaksi

dalam keluarga dengan pelanggaran d1siplin sekolah pada remaja.

(30)

15

1.4.2.2. Manfaat Praktis

Secara praktis, sekecil apapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat ·

dijadikan rekomendasi bagi individu, dan dapat dijadikan sebagai media

informasi bagi para praktisi ataupun lembaga1-lenibaga yang memiliki

perhatian khusus terhadap masalah pendidikan khususnya pelanggaran-·

pelanggaran disipl!n sekolah yang dilakukan oleh para remaja yang

berkaitan dengan interaksinya dalam keluarga. Disamping itu penelitian irii

juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat khususnya

para orang tua dan keluarga serta pihal< sekolah untuk melihat tingkat

pelanggaran disiplin para siswa dan anak-anaknya disekolah.

1.5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BABI : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis alrnn men)'ampaikan uraian

seputar latar belakang masalah, identifikasi masalah

penelitian yang melipuli pembatasan dan perumusan

masalah, rnengungkapkan tujuan penelitian, manfaat.

(31)

BAB II

BAB Ill

BABIV

16

: KAJIAN TEORI

Dalam bab ini penulis akan memaparkan kajian teoritis

seputar interaksi dalam keluarga, definisi dan

penjelasannya, faktor-faktor yang mempengaruhinya,

pola-polanya dan lain-lain. Dalam bab ini juga al<an

dipapark.an kajian teorilis terkait masalah disiplin dan

pelanggaran disiplin disekolah, meliputi definisi dan

penjelasan, penyebab pelanggaran, faktor-faktor

pelanggaran disiplin dan lain--lain.

: METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini penulis akan memaparkan desain

penelitain yang akan digunakan, subjek penelitian,

variabel-va,-ia!Jel yar.g digunak.an, instrumen

pengumpulan data dan metode pengolahan data.

: HASIL PENELITfAN

Dalam bab ini penulis akan menyampaikan analisa data

pene!itian dan memaparkan ternunn dari penelitian

(32)

BAB2

KA.HAN TEORI

2.1. lnteraksi dalam Keluarga

2.1.1. Pengertian lnteraksi

Kata interaksi berasal dari bahasa inggris yakr,i interaction, yang terdiri dari inter dan

action. Action berarti tindakan, dan inter berart1 antara .. Jadi interaksi dapat diartikan

sebagai エゥセ、。ォ。ョ@ antara satu sama lainnya (Kamus lengkap bahasa inggns, 1 g94).

Sementara menurut kamus umum bahasa Indonesia (1994), interaksi berarti hal

sewaktu melakukan aksi, berhubungan, memrengaruhi, antar hubungan. Dengan

demikian interaksi adalah suatu tindakan antara satu sama lain yang berhubungan dao

saling mempengaruhi.

Chaplin (1999) memberikan pengertian interaksi sebagai satu pertalian sosial antar

individu yang bersangkutan ウ。ャゥQQセQ@ mempengaruhi sa1tu sarna lainnya.

lnteraksi hampir setiap hari terjadi dimana interaksi itu bersifat dinamis, bila dua individu

bertemu maka interaksi pun dimulai pada saat mereka saling menegur, saling berjabat

tangan, saling berbicara, bahkan ketika saling berkelahi sekalipun. Hal ini sesuai

dengan pendapat Gillin dan Gillin dalam Soekanto(1990) menyebutkan bahwa interaksi

merupakan hubungan-hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang

(33)

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik pengertian rnengenai interaksi yakni

wbungan antar dua individu atau lebih yang saling mempengaruhi satu sama lainnya.

2.1.2. Pengertian Keluarga dan Fungsi Keluarga

Menu rut Bureau of the Census Amerika Serikat (dalam Vernbriarto, 1977) keluarga

adalah

"a group of two or more persons residing together who are related by blood,

marriage, or adaptation".

Batasan yang pada hakekatnya sama dikernukakan oleh Rose (1967) bahwa lceluarga

adalah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang mempunycti ikatan

darah, perkawinan, atau adopsi.

Jika ditinjau dari perspektif psikologi, keluarga dapat diartikan sebagai sekumpular

orang yang hidup bersama dan bertempat tinggal sama yang masing-rnasing anggota

merasakan adanya pertautan batin, sehingga terjadi saling rnempengaruhi dan saling

rnernperhatikan (Rehani, 2003).

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1995) keluarga adalah tenmat yang penting dirnana

anak mernperoleh pengalaman yang mendasar dalam membentuk kemampuannya

agar kelak menjadi orang yang berhasil didalarn masyarakat. Keluarga sangat penting

bagi pembentukan pribadi seseorang, l<arena suasana keluarga mempengaruhi

perkembangan emosi, respon, afektif anak, remaja dan orang dewasa.

(34)

Dengan demikian perlu adanya keluarga yang sehat dan sejahtera agar terjalin pola

interaksi yang harmonis sehingga antara anggota keluarga yang satu dengan yang

lainnya dapat tumbuh dan berkembang sebagai pribadi-pribadi yang memiliki jiwa dan

sikap yang positif.

20

Keluarga memiliki fungsi tertentu dalam tumbuh kembang antar anggotanya. Gunarsa

(1995) memberikan penjelasan mengenai segi-segi keluarga yang sangat penting bagi

perkembangan remaja, yaitu:

1. Keluarga dapat memenuhi kebutuhan remaja akan keakraban dan kehangatan

yang memang perlu baginya.

2. Keluarga dapat memupuk kepercayaan diri anak dan perasaan aman untuk

dapat berdiri dan bergaul dengan orang lain. Tanpa kemesraan dan perlakuan

kasih sayang dari orang tua mereka tidak mampu membentuk

hubungan-hubungan yang berarti dengan orang lain.

3. Supaya remaja dapat belajar berdiri :>endiri baik fisik maupun spiritual dalam aru

dapat bertindak sendiri, ia harus mengalami proses ini secara bertahap.

Dalam hal ini keluarga memegang peranan yang amat besar, yakni dengan

memberikan kebutuhan-kebutuhan yang diper1ukan antar anggotanya, sehingga hak

dan kewajiban mereka terpenuhi.

Keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan multifungsional. fオョAセsゥ@

(35)

<eluarga terhadap anggota-anggotanya. Proses industrialisasi, urbanisasi, dan

sekulerisasi menyebabkan keluarga dalam masyarakat modern kehilangan sebagian

rungsi-fungsi tersebut diatas. Namun dalam perubahan masyarakat, fungsi utama

<eluarga tetap melekat yaitu melindungi, memelihara, rnensosialisasikan, serta

11emberikan suasana kemesraan bagi anggotanya.

21

Sementara Gunarsa dan Gunarsa (1995) mengemukakan secara rinci mengenai fungsi

<eluarga, yaitu:

1 . Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak.

2. Memberikan afeksi atau kasih sayang, dukungan dan keakraban.

3. Mengembangkan kepribadian.

4. Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban, hak dan tanggung jawab.

5. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, sistem nilai

moral kepada anak.

Sedangkan Hurlock (1999) memberikan penjel:lsan mengenai fungsi keluarga pada

perkembanagn individu, yaitu:

1. Keluarga memberi rasa aman pada anak menjadi an1Jgota kelompok yang stabil.

2. Keluarga memenuhi kebutuhan anak secara fisik maupun psil<ologis.

3. Keluarga menjadi sumber kasih sayang dan penerimaan, tidak terpengaruh oleh

apa yang dilakukan anak.

(36)

'.!2

5. Keluarga memberi bimbingan dalam perkembangan pola perilaku yang disetuju,

secara sosial.

6. Keluarga dapat diharapkan bantuannya dalarn memecahkan masalah yang

dihadapi tiap anak dalam penyelesaian pada kehidupan.

7. Keluarga dapat memberikan bimbingan dan bantuan dalam mempelajari

kecakapan motorik, verbal, dan sosial yang diperluk11n untuk penyesuaian.

8. Keluarga merangsang kemampuan anak untul< mencapai keberhasilan disekolah

dan kehidupan sosial.

Besarnya pengaruh keluarga terhadap anak mudah dimengerti, sebab institusi pertama

yang dikenal oleh anak adalah keluarga. Sejalnn dengan itu Havighurst, dkk (1968)

menyatakan bahwa sumbangan yang paling besar dalam pembentukan kepribadian

anak. jadi, perilaku yang diperlihatkan anak atau remaja mencerminkan kehidupan

keluarganya.

Dengan demikian keluarga merupakan institus1 sosial yang paling mendasar bagi

tumbuh kembang antar anggotanya, yang memiliki ikatan darah maupun ikatan secara

emosional.

2.1.3. Pengertian lnteraksi dalam Keluarga

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa keluarga menjadi kelompok sosial

(37)

tempat pertama dari perkembangan segi-segi sosialnya, dan didalam interaksi sosial

dengan orang tuanya yang wajar, ia akan memperoleh bekal yang memungkinkannya

untuk menjadi anggota masyarakat yang berharga, sebaliknya apabila hubungannya

dengan orang tua kurang baik, kemungkinan interaksi sosiai pada umumnya puh

berlangsung kurang baik (Gerungan, 2000).

Gerungan (2000), mengatakan bahwa pengalarnan berinteraksi individu dalam keluarga

akan mempengaruhi pola tingkah laku individu terhadap orang lain dalam masyarakat.

lnteraksi dalam keluarga hampir setiap hari terjadi antar anggota-anggotanya, baik

antara anak dengan orang tua rnaupun anak dengan saudara kandungnya sendiri.

lnteraksi dalam keluarga menurut Mussen, dkk ("1989) terdiri beberapa aspek, yaitu:

1. Keeratan hubungan antar anggota keluarga, baik antara anak dengan orang tuu

maupun antara anak dengan saudara kandungnya.

Keeratan hubungan antar keluarga dikategorikan oleh adanya beberapa hal

yaitu: adanya perhatian dan kasih sayang antar anggota keluarga, min,mnya

perselisihan antar anggota keluarga, adanya sikap saling mempercayai antar

anggota keluarga, adanya kemauan untuk berbagi antar anggota keluarga, dan

penyediaan waktu luang untuk berkumpul dengan kell!argci.

2. Komunikasi yang lancar antara anggota keluarga yaitu antara anal< dengan

orang tua dan antara anak dengan saudara kandungnya, dan selalu

bermusyawarab dalam keluarga. Hal ini dapat dikategorikan oleh beberapa

(38)

24

kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan pengungkapan perasaan antar

anggota keluarga, adanya l<eterbukaan dan kejujuran antar anggota keluarga,

dan adanya respon yang mendalam dalam berkomunikasi.

3. Pola asuh orang tua, yaitu kepemimpinan orang tua yang demokratis, perhatian

kepada anak dan perlakuan orang tua terhadap anak. Pola asuh yang

demokratis dapat dikategorikan oleh beberapa faktor yaitu: kontrol orang tua

terhadap anak tidak kaku, anak diakui sebagai seorang individu, serta terjalin

kerjasama yang baik antara orang tua dengan anal<.

Kebahagiaan dan keharmonisan dalam keluarga tidak sernata-mata diukur dengim

tersedianya dana dan fasilitas yang cukup, akan tetapi yang paling utama ditentukan

oleh adanya keharmonisan hubungan antara orang tua dengan anak seperti perhatian,

keterbukaan, kasih sayang, bimbingan, dan latihan yang diberikan orang tua kepada

anak justru akan lebih penting dalam hal ini. Semiawan (1987), mengemukakan banwa

kebahagiaan dan kesuksesan seseorang tidak semata-mata keberhasilan lahiriah sajn.

Kebendaan hanya sebagai sarana untuk mencapai tingkat kehidupan yang lehih baik.

Yang terpenting adalah meningkatkan harkat dan martabat manusia serta merniliki

ketahanan terhadap berbagai godaan. Kekuatan seperti ini dapat terbentuk dari

ketaatan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan oalam

disiplin keluarga. Sejalan dengan pernyataan ini beberapa pakar seperti

VVirawan,Markum, Achir, dan Soernarjan (1C186) niengataJ;an bc;hwa kenakalan mmaja,

(39)

fan anak yang kurang harmonis. Makin serasi hubungan antara ayah dan ibu makin

Jaik pengaruhnya bagi perkembangan kepribadian reimaja.

2.'i

Sikap orang tua yang positif terhadap pendidikan ana1k serta aspirasi dan harapan ya nu

realistis akan pendidikan, jabatan, dan pekerjaan putra-putrinya dimasa yang akan

:latang tidak kecil artinya bagi terbinanya sikap positif siswa terhadap disiplin sekolah.

Rahmawati (1996), mengatakan bahwa jika se.orang anak mempersepsikan suasana

keluarga sebagai suasana yang menyenangkan, mernberikan kehangatan dan kasih

sayang, maka ia akan merasa aman berada dilingkungan keluarganya. Perasaan aman

ini secara tidak langsung akan berpengaruh dalam kegiatan anak sehari-hari.

Pengaruh yang paling besar didalam keluarga adalah hubungan antar anggota keluarga

baik antara anak dengan orang tua maupun antara anak dengan saudara kandungnya.

Hubungan antara orang tua dan anak turut menentukan persiapan para remaja dalam

menghadapi kesulitan dalam peran sosialnya ( Gunarsa dan Gunarsa, 1995). Orang tua

yang selalu memberikan kasih sayang secara sempuma dan memberikan kadar

kebebasa'1 sesuai dengan umur remaja untuk hertindak tan pa harus melebihi porsi

norma-norma yang berlaku, dapat diharapkan .nenjadi perkembangan anak tumbuh

secara optimal.

Secara umum pembentukan kepribadian dan perkembangan sosial anak dipengaruhi

oleh sikap orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Sikap orang tua dalam mendidik

(40)

26

1nak dalam keluarga. Biasanya semakin banyak anak. maka struktur dinamika Gセ・ャオ。イァ。@

1erubah. Orang tua cenderung mernperlakukan anal< pertama berbeda dengan

anal<-1nak yang lahir berikutnya. Sikap, harapan, tuntutan,pengasuhan, dan kekhaw;iran

1rang tua kepada anak-anakanya dimodifikasikan secara berbeda berdasarkan

1engalaman.

\yat Al-Quran menyebutkan bahwa:

..

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri•rnJ dan keluargamu dari api nerakayan!1

1ahan bakarnya cidalah manusia dan batu;penjaga-penjaganya malaikat-malaikat yang

:asar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya

:epada mereka dan selalu mengerj<1kan apa yang diperintahkan". (QS: At-Tahriim:6)

fal ini menunjukkan bahwa Keluarga rnerupakan pendidikan terpenting bagi

ierbentuknya sikap para anggotanya. Dan Allal1 rnenyuruh untuk tetap memelihara

:eluarga para hambanya dengan sebaik-baiknya. Agar mereka selamat di dunia dan

1khirat.

ladi interaksi keluarga merupakan hubungan timbal balik antar anggota keluarga

!engan selalu meberikan perwujudan kasih sayang dan kehangatan agar tercapai

(41)

セRNQNTN@ Faktor-faktor yang Mempengarnhi lnteraka:si dalam keluarga

:>chaefer dalam Agustina (2001), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat

nempengaruhi hubungan timbal balik antara anggota keluarga, antara lain sebngai

lerikut:

1. Menunjukkan rasa empati, yaitu rnemahami kedaan anggota keluarga dan

mengerti apa yang menjadi keinginan setiap anggota keluarga. Empati

membutuhkan kepekaan untuk dapat rnernahami segala tingkah laku m_,upun

perasaan.

27

2. Saling mencintai, mencintai setiap anggota keluarga berarti juga menghargai

hasil karya setiap anggota keluarga. Oisamr:iinn itu, rnenc.intai setiap anrigota

keluarga berarti juga memperhatikan atau tertarik pada segala (;esuatu yang ada

dalam diri anggota keluarga. Seperti mis::ilnya aktivitas yang dilakukan setiap

anggota ォセャオ。イァ。N@

3. Menunjukkar. kasih sayang, berarti menunjukkan kehangatan kepada anggota

keluarga. Ada berbagai macam cara rne11unjukkan raf.a kasih sayang. Ada yang

menyampaikan kasih sayang secara jelas dan langsung, ada juga dengan cara

yang tidak langsung. Tujuan utamanya adalah bagaimana menunjukkan kasih

sayang sedemikian rupa sehinrJga anggota keluarga merasa dikasihi, disukai,

dan dicintai.

4. Membuat senang, berarti menghibur sefr;ip anggota keluarga, serta meringankan

(42)

ini dapat dilakukan dengan bertindak sopan dan menmima keberadaan setiap

anggota keluarga tanpa menyinggung perasaan antara sesama anggota

keluarga.

6. Membina rasa saling percaya, kepercayaan merupakan suatu rasa percaya

dalam suasana tulus dan ikhlas kepada orang lain. i<.epercayaan dalam keluarga

dapat dikembangkan bila ada keterbukaan dan konsistensi antar anggota

keluarga.

3ementara Gunarsa (1995), mengatakan bahwa faktor-faktor dari interaksi dalarn

<eluarga adalah kebersamaan diantara anggota keluarga, saiing memperhatikan,

セ、。ョケ。@ rasa kasih sayang yang memberikan ォ・ィ。ョァ\セエ。ョ@ dan rasa aman.

2.2. Pelanggaran Disiplin Sekolah

2.2.1. Pengertian Disiplin

Kata disiplin berasal dari bahasa lnggris, yakni discipline. l\lamun cikar kata tersebut

セ・イ。ウ。ャ@ dari bahasa Latin yakni discipulus. Dari bebempa buku didapat bebernpa

:lefinisi disiplin yang dirumuskan oleh para ahli. Diantaranya sebagai berikut:

training that develops self cor.trol, character, or ordetfinGss and efficiency, b)

strict control to enforce obedience, ancl c) エィセI@ result of such training or control;

specifically a self control or orderly cor;duct (IBatttleheim, dalam Dantjie, 1990) .

. .. one who learn from voluntary follows a leader

(43)

セ・ョオイオエ@ Poerwadarminta disiplin diartikan sebagai:

1. Latihan batin dan watak dengan rnaksud supaya perbuatannya selalu mentaati

tata tertib (disekolah atau kemiliteran), dan

2'>

2. Ketaaatan kepada peraturan dan tata tertib (dalam kerniliteran dan sebagainya).

>ukadji (2000),S mengartikan disiplin '3ebagai suatu prose'> bimbingan yang bertujuan

nenanamkan pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasaan tertentu, ata•J membentuk

nanusia dengan ciri-ciri tertentu, terutama meningkatkan kualitas mental dan moral.

>edangkan menurut Riberu ('1987), clisiplin merupakan suatu penataan perilaku yang neliputi kesetiaaan dan ketaatan seseorang ter'ladap penataan perilaku pada

imumnya yang dibuat dalam bentuk tertib hidup atau peraturan harian. Selain itu

lisiplin berkaitan erat dengan pembinaaan sikap hidup, yang menyebabkan manusia

aat dengan ikhlas kepada penataan perilaku yang telah ditetapkan.

·erdapat dua konsep tentang disiplin yang berbeda, yaitu disiplin yang mengacu pada

.onsep "negatif' dan "positif'. Menurut konsep negatif, disiplin berarti pemantauan

nelalui otoritas eksternal. Konsep negatif ini n .erupakan suatu bentuk pengekangan

nelalui sesuatu yang menyakitkan . yalmi dengan memberikan hukurnan. Sementara

(44)

lidalam diri (inner), yaitu disiplin dan kontrol diri yang mengarah pada motivasi dari

lalani diri. Konsep ini lebih mengarah pada kematangan individu.

30

)isiplin sebenarnya mengarah pada perilaku yang me:ngifa;ti seornng pernimpin, seperti

>rang tua, guru, atau orang dewasa lainnya. Disiplin sering dikaitkan dengan saat

limana anak melanggar peraturan atau kebiasaan yang berlaku. Bila seseorang

1erperilaku disiplin, ia diharapkan bertingkah laku patuh, menurut, dan mengikui

aturan-1turan tertentu dilingkungannya.

lertolak dari uraian-uraian tersebut dapat dirumuskan makna clisiplin disekolah, yakni

1eraturan yang dikeluarkan oleh sekolah, untuk mengatur perilaku yang diharapkan

•ang terjadi pada diri siswa atau sernua organ yang ada disekolah, sehingga clapat

1erjalan sesuai clengan ketentuan-ketentuan yc.ng telah clibuat.

!.2.2. Bentuk-bentuk Pelanggaran Disiplin S<Jkolah

'elanggaran clisiplin sekolah clapat terwujucl dalam berbagai bentuk tinclakan. Kooi clan

>chutx (clalam Sukaclji, 2000) rnenggolongkan pelanggaran disiplin sekolah keclalarn

1eberapa セ・ョエオォ@ sebagai berikut:

1.

Agresi fisik. Contohnya pernukulan, perkelahian, clan pengerusakan.

2. K.esibukan berternan saat guru mengaja1. Misalnya: berbincang··bincang,

berbisik-bisik, clan berkunjung keternpat cJuduk teman tanpa izin.

3. Mencari perhatian, seperti rnengedarkan tulisan, atau garnbar-garnbar clengan

(45)

4. Menentang wibawa guru. Misalnya tidak mau menurut, memberontak,

rremprotes dengan l<asar, dan mer.cari perselisihan dengan mengkritik,

menertawakan dan mencemooh.

5. Perilaku nakal. Misalnya merokok , datang terlambat, membolos, kabur dari

kelas, mencuri, menipu, berpakaian tid<.k sesuai dengan ketentuan, memeras,

minum-minuman keras, dan menggunal<an oba1t-obat terlarang.

)isiplin sangat penting bagi siswa disel<olah, maka diberikan lewat pendidikan agar

mak didik dapat berdiri sendiri. Sikap berdiri sendiri adala.h suatu kedewasaan rullani,

;ehingga segala perbuatannya dilandasi dengan suattJ pertanggung jawaban.

"1embantu siswa untuk bersikap mandiri, berarti menolong mereka agar rnenjadi anak

rang bebas dari bantuan orang lain (Goold, 1979).

1.3. Pengertian Remaja

!.3.1.

Pengertian dan Batasan Remaja

31

stilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh

1tau tumbuh menjadi dewasa. Adolescence mempunyai arti yang luas mencakup

cematangan mental, emosional, sosial, fisik (Hurlock, 1999).

セ・ュ。ェ。@ rnenurut WHO (dalam Sarwono, 2004) diberikan definisi tentang remaja yan£l

>ersifat konseptual. Dalam definisi ini dil<emukakan ti£1a kriteria, yaitu biologil<:,

isikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defin.si tersebut berisikan

;ebagai berikut:

i. lndividu berkembang dari saat pertama kali ia rnenunjr.tkkan tanda-tanda seksual

(46)

3-,

2. lndividu mengalami perkembangan psikologik, dan pola indentifikasi dari kanak·

kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relabf lebih mandiri.

WHO juga menetapkan batas usia 10--20 tahun sebagai batasan usia remaja, hal ini

litinjau dari masa kesuburan (fertilitas wanita), batasan tersebut juga berlaku untuk

emaja pria. WHO membagi kurub usia tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal

0-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Di lndone,;ia, batasan remaja mendekati

>ada batasan PBB tentang pemuda, yalcni kurun usia 14-2.4 tahun. Yang dikemukakaan

lalam sensus penduduk 1980 (Sarwono, 2004).

Jeidhart (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1995) menyatakan bahwa masa remaja

nerupakan masa peralihan dari ketergantungan pada masa anak-anak ke masa

lewasa, saat ia harus sudah dapat berdiri sendiri.

vlasa remaja merupakan masa transisi. Mereka rnencoba mengidentifikasikan diri

nereka seperti orang lain. Mereka mencoba meniru dan menyamakan dirinya dengan

okoh yang dianggapnya sebagai hero untuk menemukan sebuah jati dirL

)ari pemaparan diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa remaja m13rupakan

nasa dimana seseorang berada pada rentangan usia dari masa kanak-kanak menuju

(47)

!.3.2. Karakteristik Remaja

<arakteristik remaja ditandai oleh beberapa perkembangan fisik, psikis, kognitif, dan

;osial:

セ・イォ・ュ「。ョァ。ョ@ Fisik

'3rkembangan fisik dapat ditandai dengan:

1.

Pertumbuhan tulang-tulang (badan ュ・ョェセ、ゥ@ tinogi, anggota-anggota badan

menjadi panjang) disetiap tahunnya.

2. Terjadi pertumbuhan payudara (wanita) dan testis membesar (pria).

3. Tumbuh bulu-bulu halus disekitar daerah kemaluan dan ketiak.

4. Pada wanita mengalami haid, dan laki·-laki mengalami ejal;ulasi.

5. terjadi perubahan suara yang membesar

6. Tumbuh bulu-bulu halus di dada dan di wajah.

'erubahan-perubahan fisik ini rnenyel.Jabkan kecanggungan bagi rema.ja, karena ia

1arus mnyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya

Sarwono, 2004).

3unarsa (1995), mengemukakan remaja yang rnenyadari bahwa dirinya tidak mungkin

nencapai atau memperoleh persyaratan fisik. d<Jn sifat-sifat yang ideal , akan merasa

lirinya kurang, dibandingkan dengan teman-ternannya. F'erasaan kurang atau rendah.

liri ini akan mempengaruhi arah dan coral< perkembangan kepribadiannya, juga dalam

(48)

34

'erubahan fisik yang terjadi pada remaja terkadang membuat mereka sulit untuk 1eradaptasi dalam menghadapinya. Namun demikian rnereka rnenanggapinya dengan :ara pandang yang berbeda-beda antara rernaja yang satu dengan yang lainnya.hal ini .esuai dengan pendapat Hurlock (1999), yang rnengatakan bahwa beberapa bentuk 1elarnpiasan yang dapat terlihat antara lain; sifat yang mudah tersinggung,

:ecenderungan menarik diri, tidak dapat diikuti jalan pikiran dan perasaannya,

nenentang kewenangan orang atau guru, sangat kritis terhadap orang lain, dan sangat r.endambaken kernandirian.

>erkembangan Psikis

セ・ュ。ェ。@ dengan citra dirinya menilai diri sendiri dan lingkungannya terutama lingkungan

•osilanya. Dalam masa ini individu rnulai menyadari adanya sifat dan sikap sendiri yang >aik dan yang buruk. Dengan kesadaran itu pula remaja dapat rnenilai sifat dan sikap eman-teman sepermainannya, yang kemudian diperbandingkan dengan sifat dan sikap rang dimilikinya (Mappiare, 1982).

(49)

35

;jfat ernosi rnengalarni perubahan yang drastis, terkadang rnereka rnengalarni

egernbiraan secara tiba-tiba kemudian bergant1 dalam keadaan sedih. Namun

eadaan seperti ini tidak terlepas dari dukungan dan peran orang tua, pendidik, dan

iasyarakat pada lingkungan sekitar rernaja untuk dapat lebih mengenal dirinya.

''

'erkembanagan Kognitif

lerman T (dalam Mappiare, 1982) berpendapat bahwa perkembangan kecerdasan

ang pesat terjadi pada usia 14/16-17 tahun. St:dangkan Piaget rnengatakan

emampuan berpikir hingga mencapai berpikir formal atau operasi formal dialami oleh

eberapa remaja dalam usia pertengahan rnara remaja awal atau usia 11-14 tahun

Mappiare, 1982).

セ・ョオイオエ@ Piaget dalam teorinya mengenai tahap-tahap perkernbangan kognitif,

nenjelaskan bahwa masa formal-operasional pada remaja dan seterusnya, seseorang

.udah rnampu berpikir abstrak dan hip6tesis. Pada tahap ini ia bisa memperkirakan apa

•ang mungkin terjadi (Sarwono, 2004).

)alarn pengarnbilan keputusan, masa remaja memiliki peningkatan. Dalam hal itii

emaja perlu lebih banyak peluang untuk mernpraktekkan dan mendiskusikan

ceputusan yang realistis. Sernentara dalam beberapa hal l<esalahan pengambi:an

ceputusan pada remaja mungkin terjadi ketika dalam realitas yang menjadi masalah

セ、。ャ。ィ@ orientasi masyarkat terhadap rernaja dan kegagalan untuk memberi rnereka

(50)

3ii

•erkembangan Sosial

•erl\embangan sosial saling berhubungan denoan perkembangan pribadi dan moral

emaja akhir. Pandangan remaja terhaclap masyarakat dan kehidupan bersama dalam

1asyarakat banyal( dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pribadi, citra diri, dan rasa

1ercaya diri. Remaja yang memiliki penilaian diri kurang dan hal itu tidak diterimanya,

1aka remaja akhir ini sering memproyeksikan penolakan diri itu pada keadaan atau

otanan masyarakatnya. Timbullah kemudian kritikan-kritil<an remaja terhadap tatanan

an adanya kepincangan-kepincangan sosial yc:.ng terjadi. Dalam hal ini moral dan

1ertimbcingan-pertimbanagn etnis ikut memegang peranan penting (Mappiare, 1982).

セ・ョオイオエ@ Gunarsa (1995) dalam kelompoknya ini remaja memperoleh rasa aman dan

:irlindungi karena diperlakuakn sesuai demng<1n keinginannya. Sementara Hurlock

1999), berpendapat bahwa pengaruh kelomp.)k sebaya ini semakin berkurang seiring

1ertambahnya usia. Disatu sisi remaja ingin mandiri, akan tetapi disisi lain remaja_ masih

1arus mengikuti kemauan orang tua. Dan hal ini dapat menyebabkan timbulnya gejolak

1mosi dan kesulitan-·kesuliatn pada masa remaja.

!.3.3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

llenurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999), terdapat 10 tugas-tugas perkembangan

emaja, yaitu:

1. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebayanya,

(51)

2. Dapat menjalankan peranan sosial menu rut. jends. kelamin masing-masing,

artinya mempelajari dan menerirna peranan masing-masing sesuai dengan

ketentuan-ketentuan/norma··norma masyarakat.

3. Menerima kenyataan jasmaniah serta menggunakannya seefektif-efektifnya

dengan perasaaan puas.

4. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. la

tidak kekanak-kanakan lagi, ia membebaskan dirinya dari ketergantung<Jn

terhadap orang tua atau orang lain.

37

5. Mencapai kebebasan ekonomi. la merasa sanggup hidup berdasarkan usaha11y;;:

sendiri.

6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan. Artinya belajar

memilih satu jenis pekerjaan s<il:'uai dengar bakatnya da:i mempersiapl<an dir;

untuk pekerjaan tersebut.

7. Mempersiapkan diri untuk melakukan pe:kawinan dan hidup berumah tangga.

8. Mengembzngkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan

untuk kepent1ngan hidup bermasyarakat.

9. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapal dipertanggungjawabkan.

A1tinya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang

bertanggung jawab, menghormati serta mentaati nilai-nilai s0sial yang berlaku

dalam lingkungannya.

10. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam

(52)

)ari kesemua tugas-tugas perkembangan remaja ini, dapat kita lihat hubungan yang

angat erat antara lingkungan kehidupan sosial dan tugas-.f.ugas yang harus

liselesaikan pada masanya. Jika semuanya terjalin dengan selaras dan seimbang

naka tiang bagi kehidupan remaja dapat berjalan secara sernpurna.

t.3.4. Fenomena-fenomena Psikologis Masa Rema.ia

38

/lenurut Akram Rid ho (2005) kondisi psikologis masa remaja, yakni antara remaja y:mg

1atu dengan remaja yang lain berbeda beda, beg1tu pula dengan waktu yang terjadi

>erbeda-beda pula. Fenomena-fenomena tersebut diantaranya adalah:

1.

Keinginan untuk selalu menyendiri.

Kecenderungan untuk bergaul mencapai puncaknya terjadi ketika fase nkhir

masa kanak-kanak, akan tetapi setelah memasuki masa remaja, anak akan

cepat sekali berubah, dan keinginan untuk ber(iaul denyan teman-teman

sepermainannya hilang. Meskipun bukan dalam waktu yang cul<up lama.

2. Berpaling dari pekerjaaan dan segala aktivitas.

3. Bosan dan emosi tidak stabil.

Perasaan bosan dan ketidakstabilan ini Gitimbulkan akibat aktivitas yang disukai

pada masa kanal<-kanak, dan cenderuny men[Jhilang pada masa remaja.

4. Penolakan dan keras kepala

Penolakan ini biasanya merupakan reaksi atas celaaan orang-orang

terhadapnya. Pada anak perempuan mereka rnulai rnencoba mendekati ayallnya

untuk bersaing dengan sang ibu, begitu ;uga pada anak laki-laki, mereka

(53)

5. Selalu menentang kekuasaan.

6. Perhatian yang besar terhadap masalah-masalah seks.

7. Melamun

Seorang anak yang puber atau remaja biasanya lebih sering melamun.

Pikirannya menerawang dan tenggelam Jalam khayalannya. Dan ternyata

khayalan ini cukup mampu memecahkan problem-problemnya.

8. Rasa malu yang tinggi.

9. Kurang percaya cliri.

10.

Reaksi yang berlebihan

Biasanya reaksi ini ditujukan pada orang dewasa.

2.5. Kerangka Berpikir

\/lasa-masa remaja sering disebut sebagai ma::.a pencarian identitas dan menemukan

1ilai-nilai baru yang mungkin sebelumnya beluni ditemukan. Masa remaja merupakan

nasa dimulainya kebangkitan kepribadian. Pandangan-pandangan terhadap dunia

;ubyektif selalu ditunjukkan pada perkembani;;an kepribadiannya. Oleh sebab itu, usia

-emaja tentunya akan lebih mudah dan cepat mengadopsi unsur-unsur baru yang

jiterimanya. Dari sinilah remaja masih sangat membutuhkan bimbingan dan

pengarahan informal dari lingkungan keluarga maupun lhigkungan pendidikan forrnal

disekolah, sehingga mereka dapat menghayati nilai-nilai keyakinan dan sikap tertentu

(54)

40

iteraksi dalam keluarga dan latar pendidikan orang tua, pada umumnya dapat

1emberikan wawasan yang luas, sehingga orang tua lebih mampu memahami pribadi

,utra putrinya. Pemherian dan pengertian akan kebutuhan anak secara cepat akan

1empermudah orang tua untuk memberikan birnbingan dan pengarahan yang tepat

an terarah. Dengan adanya bimbingan dan pe11garahan yang tepat dan terarah dari

ngkungan keluarga disinilah remaja dapat tumhuh dan berkembang menjadi manusia

ang berbudi pekerti luhur, cerdas, dan bertanggung jawab.

>truktur dan interaksi dalam keluarga yang utuh merupakan suatu potensi bagi tumbuh

.embang anak, oleh karena itu perlu direalisasil:an dalam tindakan yang nyata.

lubungan yang harmonis antara anggota keluarga sangat penting bagi pembentukan

.epribadian anak secara menyeluruh. Aclanya sikap saling terbuka, perhatian, kasih

,ayang, dan pola asuh yang demokratis merupakan unsur yang sangat besar '

1engaruhnya terhadap pembentukan dan perkembangan sikap anak yang positif. Hal·

1i diperkuat oleh Pernyataan John Store dan Jiyono (1983), bahwa apa yang terjadi

lirumah adalah jauh lebih penting dari pada apn yang tersedia dirumah. Lingkungan

:eluarga yang memberikan rasa aman akan menjadi sarang kuat bagi penegakkan

lisiplin dan moralitas didalam diri anak. Dan t£::ntunya akan memberi kekuatan bagi

mak dalam menghadapi kekacauan dan kekurangdisiplinan yang ditemukan diluar

umah (Riberu, 1987).

)isamping itu jika interaksi dalam keluarga kurang harmonis, maka kemungkinan

(55)

41

)ada mereka untuk menyelaraskan diri dengan peran-peran sosialnya yang dihebank8r 1

>ada mereka, dan tentunya akan mendorong tindak kenakalan yang salah satunya

liwujudkan dalarn perilaku pelanggaran disiplin sekolah. Kena'<alan merupakan suatu

ipaya untuk membentuk suatu identitas walaupun identitas tersebut negatif. oleh

tarena itu interaksi dalam keiuarga merupak.an faktor yang sangat penting dalam

iemberian jalan bagi pencarian identitas remaja.

<eluarga darimana remaja berasal dapat mernpengaruhi kemungkinan rernaja menjadi

Jelikuen atau tidak. Keluarga yang kurang memiliki kohesivitas (kekurang dekatan

1ubungan antara anggota keluarga). ィオ「オョセQ。ョ@ yang tidak hannonis dalam keluarga,

nerupakan suatu prediktor akan kemungkinan Urnbulnya delikuensi. Sebab nilai-nilai

rang dipegang atau dipercayai keluarga tentu saja mempengaruhi nilai pada diri remaja

tu sendiri. Jika didalam hubungan keluarga itu buruk, maka hal ini merupakan bahaya

Jsiko!ogis bagi pembentukan pribadi anak termasuk jU£Ja pada remaja.

Keluarga dapat menjadi benteng yang kokoh bagi anak sehubungan dengan agresi

nilai-nilai buruk yang tumbuh dari luar, asalkan hubungan ke:uarga benar-benar

:linamis, h?rmonis, dan terbuka. Suasana keluarga yang penuh keakraban, salirig

pengertian, bersahabat, toleransi, dan saling ュセョァィ。イァ。ゥ@ akan dapat tumbuh dan

(56)

47

Dengan demikian interaksi dalam keluarga memiliki arti penting dalam penentuan sikap para remaja untuk bertindak melanggar disiplin, baik disiplin didalam lingkungan

keluarga itu sendri maupun pelanggamn disiplin dilingkungan sekolah.

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teori diatas, rnaka yang menja1di hipotesis penelitian adalah: 1. Ha : Ada hubungan yang signifik<.m antara interaksi dalarn keluarga dengan

kecenderungan pelanggaran disiplin pada remaja.

(57)

BAB 3

l\nETODOL()GI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

4:;

Pendekatan yang digunakan dalarn penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif karena data yang dihasilkan berupa angka-angka yang kernudian

dianalisa dengan rnetode statistik dan diinterpretasikan dalarn bentuk uraian.

Metode penelitiannya rnenggunakan rnetode penelitian deskriptif

korelasional. Karena rnetode tersebut digunakan unluk rnengukur tingkat

serta arah hubungan antara interaksi dalarn lceluarga (varibel x) dengan

kecenderungan pelanggaran disiplin sekolah (variabel Y).

3.2. Variabel Penelitian

Varibel dalarn penelitian ini terbagi rnenjadi dua rnacarn, yaitu:

1. Variabel Bebas (Variabel X) : interaksi dalarn keluarga

(58)

3.2.1. Definisi Konseptual

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

lnternksi dalam keluarga, adalah hubungan tirnbal ba11k ar.tar anggota

keluarga dengan selalu memberikan perwujuclan kasih sayang dan

kehangatan agar tercapai hubungan yang harrnonis.

2. Varibel Terikat (Dependent Variabel)

Tセ@

Pelanggaran disiplin sekolah, yaitu pelanggaran terhadap peraturan yang

dikeluarkan oleh sekolah, untuk mengatur perilaku yang diharapkan, yang

terjadi pada diri siswa atau semua organ yang ada disekolah, sehingga dapat

berjalan lancar sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat.

3.2.2. Definisi Operasional Variabel

Skar yang akan diperoleh dari pengukuran:

3.2.2.1. lnteraksi dalam keluarga adalar. keeratan hubungan antar anggota

keluarga, baik antara anak dengan orang tua maupun antara anak

Gambar

Tabel 3.1 Blue print skala interaksi dalam keluarga ........................................
Gambar 4.1 Scatterplot skala interaksi dalam keluarga ............................. 67
gambar dengan rnaksud mengalihkan perhatian dari pelajaran.
Tabel 3.1 Blue Print Skala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saran dalam penelitian selanjutnya adalah dalam mengestimasi nilai Value at Risk portofolio sebaiknya dilakukan dengan membandingkan berbagai model copula yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kritik sosial dan pesan moral lewat pementasan wayang kulit lakon Bima Suci oleh dalang Ni Paksi Rukmawati di Desa Kedung Wangan

Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah antara pihak-pihak yang terkait dan Kantor Satpol PP Kabupaten Bojonegoro akan melakukan

Penerapan Model Pembelajaran Just-In-Time Teaching (Jitt) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Smp Pada Materi Hukum Newton..

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesulitan siswa SMA dalam menyelesaikan soal berbasis pemecahan masalah pada materi barisan dan deret dengan langkah pemecahan

Rendahnya kecernaan lemak kasar kelinci yang diberi perlakuan R1, R2 dan R4 disebabkan oleh kandungan lemak kasar pada ransum R1, R2 dan R4 lebih rendah

Duta Bina Bangsa juga mengunakan kurikulum Taiwan karena pemilik pemilik merasa kurikulum Taiwan yang masih menggunakan huruf tradisional China memiliki nilai kebudayaan