• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP KEPATUHAN IBU/BAPAK DALAM PENGOBATAN TUBERKULOSIS ANAK DI POLI ANAK RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012-JANUARI 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP KEPATUHAN IBU/BAPAK DALAM PENGOBATAN TUBERKULOSIS ANAK DI POLI ANAK RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012-JANUARI 2013"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP KEPATUHAN IBU/BAPAK DALAM PENGOBATAN TUBERKULOSIS ANAK DI POLI

ANAK RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012-JANUARI 2013

(Skripsi)

Oleh YENI OCTARIA

0918011089

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)
(3)
(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP KEPATUHAN IBU/BAPAK DALAM PENGOBATAN TUBERKULOSIS ANAK DI POLI

ANAK RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012-JANUARI 2013

Oleh YENI OCTARIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh

infeksi adalah tuberkulosis/TB (Depkes RI, 2005). Tuberkulosis ialah

penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Bahkan di Indonesia TB adalah pembunuh nomor

satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor

tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh

kalangan usia (PDPI, 2006). Tuberkulosis masih menjadi penyebab utama

dari morbiditas dan mortalitas pada semua umur terutama di negara

berkembang (WHO, 2008).

Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun

ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima

negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah

India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Pada Global Report

(6)

2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TB baru BTA

positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB

Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus

pengobatan ulang diluar kasus kambuh (PPTI, 2012).

Laporan mengenai jumlah penderita tuberkulosis anak jarang didapat

(Depkes RI, 2008). Namun, besarnya angka kejadian tuberkulosis pada

orang dewasa dapat diperkirakan bahwa angka kejadian tuberkulosis pada

anak tinggi pula (Kartasasmita, 2002). Berdasarkan laporan kasus tahunan

TB di dunia yaitu 9 juta orang, sekitar 1 juta orang (11%) dirata-ratakan

merupakan anak-anak (usia <15 tahun). Hal ini bervariasi di berbagai

negara mulai dari 3 sampai 25% (WHO, 2006). Sementara data yang

diperoleh dari Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di

Indonesia Januari-Juni 2011 didapatkan proporsi pasien TB anak diantara

seluruh kasus TB pada tahun 2008-2010 mempunyai range sebesar 9,4-

11,2% (diharapkan sekitar 15%), terendah pada tahun 2010 dan tertinggi

pada tahun 2008. Bila dibandingkan antara tahun 2010- 2011 terjadi

penurunan hanya sebesar 0,1% (Kemenkes RI, 2011).

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung pada tahun

2011 penemuan suspek Tb paru di Kota Bandar Lampung tahun 2011

sebanyak 8.424 suspek dari target yang ditetapkan 13.533 suspek (62,2%).

Terdapat 1.259 total kasus penderita TB paru. Dari jumlah tersebut total

(7)

total penderita dengan hasil BTA Negatif Rontgen positif adalah 231

kasus, dan jumlah total penderita BTA positif kambuh adalah 28 kasus.

Dari total 1.000 penderita BTA positif diatas, penderita yang berobat atau

diobati sebanyak 750 penderita. Dengan rincian 673 kasus berhasil

sembuh, 45 kasus gagal, 19 kasus tidak periksa dahak, 8 kasus default, 3

kasus pindah, dan 2 kasus meninggal (P2M Dinas kesehatan Bandar

Lampung, 2011).

Meskipun memiliki beban tertinggi kasus TB, Indonesia merupakan

negara pertama di antara negara-negara beban tinggi di kawasan WHO

Asia Tenggara yang berhasil mencapai target TB global untuk deteksi

kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Proporsi kambuh dan

pengobatan gagal masih di bawah 2%, menunjukkan bahwa secara umum,

tingkat resistensi obat TB di antara pasien dirawat di fasilitas kesehatan

masih rendah. Namun, data ini berasal dari Puskesmas, yang telah

menerapkan strategi DOTS sesuai selama 15 tahun terakhir. Masalah

resistansi obat mungkin lebih tinggi dalam sektor rumah sakit dan swasta

yang belum sepenuhnya terlibat dalam program pengendalian TB.

Akibatnya, ketidakpatuhan dengan strategi DOTS dan proporsi tinggi

pengobatan drop out lebih tinggi dibandingkan di Puskesmas (TB

Indonesia, 2011).

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit

(8)

dalam 10 penyakit terbanyak rawat jalan di rumah sakit tersebut. Bagian

Rekam Medis Rumah Sakit Abdul Muluk memberikan data jumlah

kunjungan anak penderita tuberkulosis di poli anak pada tahun 2010

sebanyak 1.761 orang, tahun 2011 sebanyak 1.448 orang dan tahun 2012

periode Januari-Agustus sebanyak 693 orang. Selama 3 tahun terakhir TB

anak sering menempati urutan pertama jumlah kunjungan terbanyak di

Poli Anak Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek setiap bulannya. Data

terakhir pada bulan Agustus 2012 didapatkan jumlah kunjungan sebanyak

92 orang dan TB anak masih merupakan penyakit nomor satu yang

menjadi diagnosis terbanyak di poli anak rumah sakit tersebut pada bulan

tersebut.

Prinsip pengobatan TB anak meliputi: kombinasi lebih dari satu macam

obat; pengobatan jangka panjang, teratur, dan tidak terputus; obat

diberikan secara teratur tiap hari. Prinsip ini dilakukan untuk mencegah

terjadinya resistensi terhadap obat (IDAI, 2007). Dengan pertimbangan

bahaya yang ditimbulkan oleh resistensi kuman TB, maka sangatlah

diperlukan kepatuhan dari pasien dalam menjalani terapi pengobatannya.

Masa pengobatan untuk penderita TB minimal adalah enam bulan. Dalam

rentang waktu yang tidak singkat ini banyak kemungkinan yang bisa

mempengaruhi jalannya terapi. Berdasarkan penelitian yang pernah

dilakukan, ditemukan bahwa di negara-negara berkembang masih sering

dijumpai kejadian ketidakpatuhan terhadap terapi pengobatan tuberkulosis

(9)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan dan

penyembuhan penyakit tuberkulosis, diantaranya adalah: faktor sarana,

faktor penderita, serta faktor keluarga dan lingkungan masyarakat

(Permatasari, 2005). Pola perawatan orang tua terhadap anak tuberkulosis

primer dapat mendukung masa penyembuhan pasien. Lama waktu

pengobatan yang lebih panjang dari yang seharusnya membuat orang tua

tidak sabar dan merasa kasihan pada anaknya karena harus terus minum

obat, maka orang tua tidak datang membawa berobat kembali anaknya

sehingga obat akan berhenti sebelum waktunya yang justru dapat

menimbulkan komplikasi yang sebagian besar terjadi dalam 2 bulan

setelah terjadinya penyakit dan merupakan fokus reaktivasi nantinya

(Ngastiyah, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa ibu/bapak, yang pada

umumnya merupakan orang terdekat dalam keluarga bagi seorang anak,

memiliki peranan penting dalam proses pengobatan dan penyembuhan

anak penderita tuberkulosis. Seorang anak belum dapat mandiri sehingga

membutuhkan dukungan ibu/bapak terutama dalam menjalani pengobatan

tuberkulosis yang sifatnya teratur dan kontiniu. Kepatuhan ibu/bapak

dalam pengobatan anaknya yang menderita tuberkulosis dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang ada dalam diri ibu/bapak tersebut maupun faktor lain

yang berasal dari luar. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk

(10)

dalam pengobatan tuberkulosis anak di Poliklinik Anak Rumah Sakit

Abdul Moeloek.

B. Rumusan Pemasalahan

Tuberkulosis banyak terjadi di dunia, terutama di negara berkembang

seperti Indonesia. Penyakit ini menyerang semua kalangan usia termasuk

anak-anak (usia<15 tahun). Anak yang menderita tuberkulosis

membutuhkan pengobatan yang rutin dan teratur selama waktu tertentu

untuk mendukung kesembuhan anak dari penyakit tersebut. Peran orang

tua, baik ibu maupun bapak, yang merupakan orang yang paling dekat

dengan anak pada umumnya dan banyak berperan dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan anak yang belum mandiri, sangat

dibutuhkan dalam keberhasilan pengobatan tuberkulosis pada anak. Untuk

itu perlu diketahui apa yang menjadi faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi tindakan seorang ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis

yang diderita anaknya melalui tahapan wawancara dengan alat kuisioner.

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Apakah

faktor-faktor yang berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan

(11)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya hal-hal yang berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak

dalam pengobatan tuberkulosis anak.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya faktor pengetahuan ibu/bapak tentang tuberkulosis

berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan

tuberkulosis anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek

Desember 2012-Januari 2013.

b. Diketahuinya faktor sikap ibu/bapak terhadap tuberkulosis

berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan

tuberkulosis anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek

Desember 2012-Januari 2013.

c. Diketahuinya faktor pendorong berupa orang-orang berpengaruh

berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan

tuberkulosis anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek

(12)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi penulis

Memperoleh informasi dan pengalaman langsung dalam perencanaan,

pelaksanaan dan penyusunan hasil penelitian mengenai faktor-faktor

yang berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan

tuberkulosis anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek

Desember 2012-Januari 2013.

2. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam

pengembangan informasi penelitian yang berkaitan dengan

faktor-faktor yang berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam

pengobatan tuberkulosis anak.

3. Rumah Sakit

Dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang

berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan

tuberkulosis anak, yang kemudian diharapkan dapat menjadi masukan

bagi rumah sakit untuk mengupayakan peningkatan informasi yang

diberikan kepada ibu/bapak agar mendukung proses pengobatan

dengan baik sehingga keberhasilan pengobatan dapat tercapai.

4. Ibu dan bapak

Untuk menambah informasi ibu/bapak tentang penyakit tuberkulosis

dan pentingnya dukungan ibu/bapak terhadap proses pengobatan anak

(13)

E. Kerangka penelitian

1. Kerangka Teori

Gambar 1. Teori Lawrence Green (Notoadmojo, 2003). Faktor predisposisi :

a. Pengetahuan b. Sikap c. Keyakinan d. Kepercayaan e. Nilai-nilai

Faktor pemungkin :

a. Adanya puskesmas atau sarana kesehatan b. Adanya prasarana

yang mendukung

Faktor pendorong:

a. Adanya orang-orang di lingkungan sekitar yang berpengaruh

b. Adanya kelompok-kelompok masyarakat khusus

(14)

2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep.

F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Adanya hubungan pengetahuan ibu/bapak terhadap kepatuhan

ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis anak.

2. Adanya hubungan sikap ibu/bapak terhadap kepatuhan ibu/bapak

dalam pengobatan tuberkulosis anak.

3. Adanya hubungan orang-orang yang berpengaruh terhadap kepatuhan

ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis anak. Pengetahuan ibu/bapak

Variabel independen Variabel dependen

Faktor pendorong :

Adanya orang-orang di lingkungan sekitar yang berpengaruh

(15)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis

1. Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.

Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit

ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan

terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara

mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam/BTA (Depkes RI,

2005).

Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman

(16)

penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin,

penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).

Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar

selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup

kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan

makan, baju, dan perlengkapan tidur (Depkes RI, 2005).

Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit.

Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis

serta daya tahan tubuh manusia. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon

dan Kudlich (1930) menemukan bahwa 95.93 % dari 2.114 kasus mereka

mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian

besar melalui udara dan mungkin juga jaringan paru mudah terpapar infeksi

tuberculosis (susceptible), karena memiliki kandungan oksigen yang sangat tinggi

(Husein, 1997).

Penularan kuman terjadi melalui udara. Hal ini disebabkan kuman dibatukkan

atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini

dapat menetap 1 – 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat

bertahan berhari – hari sampai berbulan – bulan. Ia akan menempel pada jalan nafas atau paru – paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikro. Apabila bakteri dalam jumlah bermakna berhasil menembus mekanisme

(17)

penderita akan mencetuskan sistem imun dan peradangan yang kuat. Karena

respon yang hebat ini, yang terutama diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar

5% orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberkulosis aktif. Yang bersifat

menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif

dan hanya pada masa infeksi aktif (Husein, 1997).

Respon imun terhadap tuberkulosis

Karena basil Mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respon imun adalah lebih untuk

mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respon seluler

melibatkan sel T dan makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T

dan jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag – basil tersebut. Kompleks basil, makrofag, sel T, dan jaringan parut disebut tuberkel. Tuberkel akhirnya

mengalami kalsifikasi dan disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada

pemeriksaan sinar-X thoraks. Sebelum ingesti bakteri selesai, bahan menglami

perlunakan (pengkijuan). Pada saat ini, mikroorganisme hidup dapat memperoleh

akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan

walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup di dalam

tuberkel. Diperkirakan bahwa karena viabilitas ini, sekitar 5 – 10 % individu yang pada awalnya tidak menderita tuberkulosis mungkin pada suatu saat dalam

hidupnya akan menderita penyakit tersebut. Bila kuman menetap di jaringan paru,

ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang

(18)

menyebar dengan cepat melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional

yang kemudian akan mengadakan reaksi eksudasi.

Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun

dan peradangan yang hebat. Edema interstitium dan pembentukan jaringan parut

permanent di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan

karbondioksida sehingga pertukaran gas menurun. Pembentukan jaringan parut

dan tuberkel juga mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk difusi gas

sehingga kapasitas difusi paru menurun. Timbul kelainan V/Q yang apabila

penyakitnya cukup luas, dapat menimbulkan vasokonstriksi hipoksik arteriol paru

dan hipertensi paru. Jaringan parut juga dapat menurunkan compliance paru. Fokus primer, limfangitis, dan kelenjar gatah bening regional yang membesar,

membentuk kompleks primer. Kompleks primer terjadi 2 – 10 minggu (6 – 8 minggu) setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji

tuberkulin. Waktu antara terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer

disebut masa inkubasi. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotic komplikasi dan menyebar secara :

a. Per kontinuatum, yakni menyebar ke sekitarnya.

b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di

sebelahnya.

(19)

Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimana pun, terutama di perifer dekat

pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan

atas, sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan tempat

predileksi. Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat pada anak

dibanding orang dewasa. Pada anak penyembuhan terutama kalsifikasi, sedangkan

pada orang dewasa terutama kearah fibrosis. Penyembuhan hematogen lebih

banyak terjadi pada bayi dan anak kecil (Price dan Wilson, 2003).

2. Klasifikasi TB Pada Anak

Tuberkulosis pada anak diklasifikasikan sebagai berikut :

1. TB Primer

a. Kompleks Primer

b. Komplikasi paru dan organ lain (sistemik)

2. TB Post Primer

a. Re-infeksi endogen (karena daya tahan tubuh turun, kuman yang

indolen aktif kembali)

b. Re-infeksi eksogen

3. Diagnosis TB Pada Anak

(20)

Gejala Umum TB anak:

a. Berat badan menurun berturut-turut selama 3 bulan tanpa sebab jelas atau

tidak naik selama 1 bulan meskipun dengan intervensi gizi

b. Anoreksia dan gagal tumbuh (failure to trive)

c. Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas

d. Pembesaran Kelenjar limfe superfisial (KGB leher, KGB inguinal, dan

sebagainya)

e. Gejala saluran napas seperti batuk lama > 30 hari

f. Gejala saluran gastrointestinal seperti diare yang lama dan berulang atau

ditemukannya massa di abdomen dan sebagainya.

Gejala spesifik:

a. TB kulit (scrofuloderma)

b. TB tulang seperti: gibbus (spondilitis), coccitis, pincang, bengkak

c. TB otak dan syaraf: meningitis TB, ensefalitis TB

d. TB mata: konjungtivitis fliktenuaris, tubercle choroid

e. Dan lain-lain.

(Sunarjo, 2009).

(21)

Gambar 4. Gibbus (Spondilitis TB).

2. Test Tuberkulin

Ada 2 macam tuberkulin yang dipakai yaitu Old tuberkulin dan Purified protein

derivate dengan cara Mantoux. Yaitu dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin

PPD intrakutan di volar lengan bawah.Reaksi dilihat 48 – 72 jam setelah penyuntikan. Uji Tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB. Reaksi ini

akan bertahan cukup lama walaupun pasien sudah sembuh sehingga uji

Tuberkulin tidak dapat digunakan untuk memantau pengobatan.

3. Laboratorium hematologi

Tidak banyak membantu. Laju endap darah meninggi pada keadaan aktif dan

kronik. Pada stadium akut bisa terjadi lekositosis dengan sel polimorfonuklear

yang meningkat selanjutnya limfositosis. Gambaran hematologik dapat membantu

mengamati perjalanan penyakitnya. Gambaran darah yang normal tidak / belum

dapat menyingkirkan diagnosis tuberkulosis.

4. Foto Rontgen

Foto thoraks yang khas adalah:

(22)

b) Limfadenitis pada trachea

c) Limfangitis

Foto thoraks yang jelas :

a) TB milier

b) Bronkhogenic Spread

Foto Rontgen thoraks tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik tunggal.

5. Pemeriksaan bakteriologis

Merupakan diagnosis pasti bila ditemukan kuman basil tahan asam, tetapi sulit

pada bayi dan anak. Bahan pemeriksaan dapat diambil dari sputum (pada anak

besar), bilasan lambung pagi hari atau dari cairan lain : LCS, cairan pleura, cairan

pericard. Pemeriksaan dapat dilakukan cara langsung, biakan dengan metode

lama, radiometrik (Bactec), dan PCR. 6. Pemeriksaan histopatologi

Jarang dilakukan pada anak, dilakukan dengan biopsi misalnya dari kelenjar

limfe.

7. Pemeriksaan fungsi paru

Pada umumnya fungsi paru tak terganggu kecuali pada bronkhiektasis hebat.

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada TB anak yang memerlukan tindakan

(23)

8. Pemeriksaan terhadap sumber penularan

Dicari sumber infeksi baik dari keluarga maupun orang lain, dilakukan

pemeriksaan sputum, foto paru, pemeriksaan darah. Bila positif sebaiknya

diisolasi untuk mengurangi kontak dan dilakukan pengobatan.

9. Serologi

Hasil kurang memuaskan dan masih kontroversi, hasil tergantung dari umur,

status imunisasi, Mycobacteriumatypic, tidak dapat membedakan infeksi dan sakit, Interfedon γ.

Problem utama dan penatalaksanaan TB anak adalah :

A. Diagnosis :

- Gejala klinik tidak specifik sehingga sering terjadi over / under diagnosis

dan over/under treatmenBelum ada alat diagnostik yang pasti

- Infeksi TB atau sakit TB tidak ada alat diagnostik yang dapat

membedakan.

B. Kepatuhan berobat

Banyak terjadi putus obat yang berakibat kegagalan pengobatan (Depkes,

2008).

Pendekatan Praktis Untuk Mendiagnosis TB Anak

1. Dengan Skoring System :

a. Stegen (1969)

(24)

c. Dugliasi (1992)

d. Coito (1994)

2. Dengan algoritme : IDAI 1998, 2002, 2006

Algoritme IDAI untuk deteksi awal dan rujukan TB anak

Suspek TB :

a. Kontak dengan penderita TB dg BTA (+)

b. Reaksi akselerasi BCG (3-7 hari)

c. BB turun atau underwight yang tak ada perbaikan dengan

interfensi gizi selama 1 bulan

d. Sering demam tanpa sebab

e. Batuk lebih dari 3 minggu

f. Pembesaran kelenjar limfe

g. Scrofuloderma

h. Konjungtivitas flychtenularis

i. Tuberkulin test positif ( ≥ 10 mm) j. Gambaran radiologis sugestif TB

(25)

Gambar 5. Algoritma TB Anak.

Dengan algoritme ini timbul masalah :

a. Peningkatan kebutuhan obat TB untuk anak

(26)

Sehingga algoritme tersebut disempurnakan menjadi sistem skoring IDAI.

Tabel 1. Sistem Skoring IDAI.

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas Laporan

keluarga, BTA

Uji tuberculin Negatif Positif (≥ 10

mm, atau ≥ 5

Foto toraks Normal/ tidak jelas

Kesan TB

Catatan:

1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

2. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, sinusitis, dan lain-lain.

3. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis TB.

4. Berat badan dinilai saat datang.

(27)

7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6, (skor maksimal 14).

8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

(Kemenkes RI, 2012).

4. Pengobatan Tuberkulosis Anak

Tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan kesehatan dasar dilaksanakan

sesuai alur sebagaimana dalam gambar 6.

Gambar 6. Alur Tatalaksana TB Anak.

Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dihentikan dengan melakukan

evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain. Bila dijumpai perbaikan

klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan

yang berarti, maka pengobatan dihentikan (Kemenkes RI, 2009). Diagnosis TB dengan pemeriksaan selengkap

mungkin (Skor >6 sebagai entry point)

Beri OAT 2 bulan terapi

Ada perbaikan klinis Tidak ada perbaikan klinis

(28)

OAT Kategori Anak

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam

waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif

maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT pada anak : 2(RHZ)/4(RH)

sebagaimana dalam Tabel 2.

Tabel 2. Dosis OAT KDT pada Anak

Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari RHZ (75/50/150)

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak pada anak: 2RHZ/4RH

sebagaimana dalam Tabel 3.

Tabel 3. Dosis OAT Kombipak Anak

Jenis Obat BB

• Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit • Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.

• Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

• OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.

(29)

Tabel 4. Dosis Harian dan Maksimal pada Anak. Nama Obat Dosis harian

(mg/kgBB/hari)

Dosis maksimal (mg

per hari)

Efek samping

Isoniazid 5−15* 300 hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas Pirazinamid 15-30 2000 toksisitas hati, artralgia,

gastrointestinal

Etambutol 15-20 1250 neuritis optik, ketajaman

mata berkurang, buta warna merahhijau,

penyempitan lapang pandang, hipersensitivitas,

gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 ototoksik, nefrotoksik

* Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.

** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat menganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan

penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan

sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada

anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama

6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi

(30)

B. Informasi dan Edukasi tentang tuberkulosis

Menurut Kemenkes RI dalam pelatihan tatalaksana TB bagi pengelola program

TB di fasilitas pelayanan kesehatan, terdapat hal-hal penting mengenai informasi

dan edukasi yang perlu diperhatikan tentang tuberkulosis.

1. Informasi dan edukasi pada pasien TB Pertemuan Awal

Sebelum memberikan informasi kepada pasien tentang TB, ajukan terlebih dahulu

pertanyaan untuk menjajaki pengetahuan mereka saat ini tentang TB. Lalu

gunakan alat bantu yang tersedia seperti lembar balik untuk pasien dalam

menyampaikan informasi tentang TB.

Pesan-pesan yang perlu dikomunikasikan:

a. Penyakit TB

Ulangi pesan yang telah disampaikan pada saat pasien datang sebagai suspek

untuk memperkuat informasi tersebut.

b. TB dapat disembuhkan

Sampaikan kepada pasien bahwa penyakit TB dapat disembuhkan secara

tuntas bila ia menjalankan pengobatan dengan teratur dan tidak putus berobat

di tengah jalan.

c. Kesediaan pasien menjalankan pengobatan

Sebelum memberikan obat kepada pasien, sampaikan bahwa pengobatan tidak

(31)

dalam tubuh menjadi kebal terhadap obat yang saat ini tersedia di Indonesia

dan pengobatan tersebut mahal harganya. Obat yang saat ini diberikan sangat

berkualitas dan disediakan oleh pemerintah. Untuk itu sebaiknya diperlukan

kesungguhan pasien dalam menjalankan pengobatan TB.

d. Bagaimana mencegah penularan TB

Pencegahan dapat dilakukan :

1. Menelan obat secara teratur dan tuntas.

2. Menutup mulut dan hidung ketika batuk atau bersin.

3. Membuka jendela atau pintu agar cahaya matahari dan udara segar masuk

kedalam rumah.

4. Tidak diperlukan diet khusus, tidak memisahkan alat makan, dan

mensterilisasi alat makan minum atau perabot rumah tangga.

e. Kontak serumah

Semua anak yang berusia dibawah 5 tahun yang tinggal serumah dengan

pasien TB harus diperiksa, karena usia tersebut sangat rentan terhadap

berbagai penyakit. Anak-anak mungkin membutuhkan pengobatan

pencegahan atau rujukan ke dokter. Anggota keluarga lain yang serumah yang

mengalami gejala TB harus segera diperiksa.

f. Perlunya pengawasan minum obat

Petugas kesehatan menjelaskan pentingnya pengawasaan menelan obat bagi

pasien. Jelaskan bahwa pasien menelan seluruh obat dengan diawasi oleh

seorang Pengawas Minum Obat (PMO), untuk memastikan bahwa pasien

menelan seluruh obat secara benar, teratur dan sesuai waktu yang ditentukan.

(32)

Penjelasan tentang paduan obat meliputi :

1. Lama waktu pengobatan

2. Jenis obat dan cara pemberiannya

3. Kualitas obat

4. Frekuensi kunjungan mengambil obat

5. Kemana pergi untuk mengambil obat

h. Pemeriksaan lanjutan pada akhir tahap awal

Jelaskan pada pasien untuk melihat kemajuan pengobatan dan memastikan

pasien dapat melanjutkan pengobatan ke tahap lanjutan maka dahak perlu

diperiksa kembali.

i. Kemungkinan yang terjadi selama pengobatan

Pasien perlu tahu secara jelas apa yang mungkin terjadi selama pengobatan

TB, dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

j. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada pasien TB

Perlu disampaikan bahwa pasien sebaiknya menjaga kesehatan dengan hidup

bersih dan sehat, misalnya :

1. Menjemur alat tidur

2. Membuka jendela dan pintu agar udara dan sinar matahari masuk. Aliran

udara dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di udara. Sinar

matahari langsung dapat mematikan kuman.

3. Makan makanan bergizi

4. Tidak merokok dan tidak minum minuman beralkohol

(33)

Tahap lanjutan sepanjang pengobatan

Setelah pertemuan awal dengan pasien TB, lanjutkan memberikan informasi yang

tepat tentang TB pada setiap kunjungan. Selama masa pengobatan, informasi yang

perlu dikomunikasikan adalah :

a. Efek samping obat.

b. Jenis, warna kemasan, jumlah dan frekuensi obat.

c. Pentingnya kepatuhan pasien. Komunikasikan kepada pasien :

1. Kepatuhan berobat sangat penting.

2. Pasien harus menelan seluruh obat yang dianjurkan pada waktu yang telah

ditentukan agar bisa sembuh.

3. Apabila pasien merasa lebih baik, harus tetap melanjutkan pengobatan

sampai selesai.

4. Apabila pasien pindah atau berpergian harus menginformasikan kepada

petugas kesehatan atau PMO, sehingga kelangsungan pengobatan dapat

diatur lagi.

d. Pentingnya pemeriksaan dahak, frekuensi dan arti hasil pemeriksaan.

2. Informasi dan edukasi pada keluarga

Menginformasikan pesan kesehatan untuk keluarga pasien merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan di semua sarana pelayanan

kesehatan. Dukungan anggota keluarga ikut menentukan hasil pengobatan TB.

(34)

mampu mendampingi pasien selama pengobatan. Petugas kesehatan harus dapat

memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien dalam bahasa yang

jelas dan tepat mengenai penyakit, pengobatan dan efek samppingnya, tindakan

atau pemeriksaan yang akan dilakukan dan upaya pencegahan.

Peran keluarga dalam pengobatan

Setelah seseorang ditetapkan sebagai pasien TB maka keluarga adalah orang yang

paling dibutuhkan dukungannya dalam menjalankan pengobatan. Beberapa peran

keluarga dalam mendukung pengobatan pasien TB, yaitu :

1. Memotivasi pasien untuk menjalani pengobatan sampai sembuh, dengan :

a. Kenali faktor yang dapat mendukung ataupun menghambat pengobatan

bagi pasien serta membantu mencari alternative solusinya.

b. Meyakinkan kepada pasien bahwa pengobatan yang dijalani akan

memberikan kebaikan bagi pasien maupun keluarganya.

2. Mendampingi dan memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat

menjalani pengobatan secara lengkap dan teratur, yaitu :

a. Memotivasi pasien untuk tetap menelan obat saat pasien mulai bosan.

b. Memastikan pasien menelan obat dengan disaksikan oleh keluarga.

c. Mendengarkan setiap keluhan pasien, menghiburnya dan menumbuhkan

rasa percaya diri.

d. Hal yang jangan sampai terlupa adalah beri waktu bagi pasien untuk

mengekspresikan perasaanya. Jika dibutuhkan cari dan ikut sertakan

pasien dalam pertemuan kelompok pasien.

e. Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping obat dan merujuk

(35)

f. Menanyakan dan memperhatikan apakah pasien mengalami keluhan

setelah menelan obat.

g. Segera merujuk pasien ke puskesmas bila ada efek samping

h. Menenangkan pasien dan meyakinkan bahwa keluhan yang dialami dapat

ditangani.

Pesan-pesan yang harus disampaikan kepada keluarga.

Petugas kesehatan harus memberikan informasi dan edukasi penting seputar TB

dan pengobatan TB kepada keluarga mengenai pentingnya dukungan keluarga

bagi pasien dalam menghadapi penyakitnya.

a. Saat kunjungan pertama setelah pasien didiagnosis TB

Pesan-pesan yang penting untuk disampaikan kepada keluarga pasien TB

adalah :

1. Penjelasan tentang TB gejala dan penyebab TB

2. TB dapat disembuhkan

3. Pengobatan TB

4. Rencana pengobatan

5. Dosis dan cara pemberian obat TB

6. Keteraturan menelan obat sampai tuntas sesuai anjuran dokter.

7. Efek samping obat dan pastikan keluarga mengetahui kapan dan ke mana

harus mencari pertolongan.

8. Pentingnya pengawasan keteraturan menelan obat selama pengobatan.

9. Penularan TB

(36)

a) Menyediakan tempat pembuangan dahak agar pasien tidak membuang

dahaknya sembarangan.

b) Pentingnya pemeriksaan dahak ulang secara teratur.

c) Pentingnya pola hidup bersih dan sehat bagi pasien dan keluarganya.

d) Hentikan kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol pada

pasien.

e) Saran untuk membersihkan rumah atau lingkungan secar teratur.

f) Olahraga bagi pasien

g) Konseling dan perbaikan gizi pasien

h) Tidak diperlukan diet khusus, mensterilisasi atau memisahkan

peralatan makan minum.

b. Kunjungan berikutnya selama masa pengobatan

Pada pertemuan berikutnya, apabila pasien datang bersama keluarganya,

petugas kesehatan dapat mengulang pesan-pesan seperti pada pertemuan

pertama. Meyakinkan keluarga tentang pentingnya pengobatan sampai selesai.

Jika seorang pasien tidak datang untuk mengambil obat atau tampak tidak

bersemangat, petugas kesehatan dapat mencari tahu lewat anggota keluarga

apa yang menjadi masalah dan turut mencari solusi sesuai kebutuhan dan

kemampuan.

(37)

C. Teori perilaku Lawrence Green

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.

Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni

faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour

causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

1. Faktro-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2. Faktro-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam

fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi

dari perilaku masyarakat.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B=f (PF, EF, RF )

Keterangan : B = Behavior

PF = Predisposing Factors

EF = Enabling Factors

RF = Reinforcing Factors

(38)

Disimpulkan bahwa perilaku sesorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari

orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas,

sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan

mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan anak tuberkulosis

Dengan pertimbangan bahaya yang ditimbulkan oleh resistensi kuman TB, maka

sangatlah diperlukan kepatuhan dari pasien dalam menjalani terapi

pengobatannya. Masa pengobatan untuk penderita TB minimal adalah enam

bulan. Dalam rentang waktu yang tidak singkat ini banyak kemungkinan yang

bisa mempengaruhi jalannya terapi. Berdasarkan penelitian yang pernah

dilakukan, ditemukan bahwa di negara-negara berkembang masih sering dijumpai

kejadian ketidakpatuhan terhadap terapi pengobatan tuberkulosis (Aditama,

2003).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan dan

penyembuhan penyakit tuberkulosis, diantaranya adalah:

a. Faktor sarana yang meliputi tersedianya obat yang cukup dan kontinyu,

edukasi petugas kesehatan dan pemberian OAT yang adekuat

b. Faktor penderita yang meliputi pengetahuan, kesadaran, tekad untuk

sembuh serta kebersihan diri

(39)

Pola perawatan orang tua terhadap anak tuberkulosis primer dapat mendukung

masa penyembuhan pasien, yang meliputi : lingkungan perumahan, pemantauan

pengobatan, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan istirahat, dan perawatan

masalah khusus pada gangguan pernafasan dan pemenuhan rasa nyaman. Lama

waktu pengobatan yang lebih panjang dari yang seharusnya membuat orang tua

tidak sabar dan merasa kasihan pada anaknya karena harus terus minum obat,

maka orang tua tidak datang membawa berobat kembali anaknya sehingga obat

akan berhenti sebelum waktunya yang justru dapat menimbulkan komplikasi yang

sebagian besar terjadi dalam 2 bulan setelah terjadinya penyakit dan merupakan

fokus reaktivasi nantinya (Ngastiyah, 2003).

E. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

(40)

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek

kedalam komponen-komponen.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi yaitu kemampuaan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut teori Lawrence Green (1980) bahwa perilaku seseorang atau masyarakat

tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi

sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung seperti lingkungan fisik,

prasarana dan faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan atau

petugas lainnya (Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

(41)

responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata, sedangkan

data yang bersifat kuantitatif berwujud angka-angka, hasil hasil perhitungan atau

pengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan

jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasekan lalu

ditafsirkan kedalam kalimat yang bersifat kualitatif.

a. Kategori baik yaitu menjawab benar 76 % – 100 % dari yang diharapkan b. Kategori cukup yaitu menjawab benar 56 % – 75 % dari yang diharapkan c. Kategori kurang yaitu menjawab benar dibawah 56 % dari yang diharapkan.

Faktor-faktor yang terkait dengan kurang pengetahuan (deficient knowledge)

terdiri dari: kurang terpapar informasi, kurang daya ingat/hapalan, salah

menafsirkan informasi, keterbatasan kognitif, kurang minat untuk belajar dan

tidak familiar terhadap sumber informasi (Nanda, 2005).

F. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dapat dilihat

tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu melalui perilaku tertutup.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi mengatakan bahwa sikap itu merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif

tertentu. Sikap juga dapat dikatakan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap

objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(42)

1. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport, sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

Sikap orang terhadap penyakit hipertensi misalnya, berarti bagaimana

pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit hipertensi.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. Seperti contoh

poin 1 tersebut, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit hipertensi,

apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.

3. Kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap adalah merupakan komponen

yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah

ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total atitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

2.Tingkatan Sikap 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus

yang diberikan (objek).

2. Menanggapi (Responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

(43)

3. Menghargai (valving)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan

bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain

merespon.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa

yang diyakininya, dia harus berani mengambil resiko.

(Notoatmodjo, 2005).

G. Kepatuhan

1. Defenisi Kepatuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007), patuh adalah suka

menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai

aturan dan berdisiplin. Sarafino (1990) dikutip oleh Slamet pada tahun 2007,

mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara

pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Kepatuhan

juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan

(44)

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut (Niven, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

adalah:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan

tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang

dapat mempengaruhi kepatuhan adalah jarak dan waktu.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman,

kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan

terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti

merokok dan menurunkan konsumsi alkohol.

d. Perubahan model terapi

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan klien terlihat aktif

(45)

e. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian

terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu,

untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.

Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang

diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian

rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi (Azwar, 2007).

f. Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan

berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada

orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat

dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka

cara berfikir semakin matang (Notoatmodjo, 2007).

g. Dukungan Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih,

adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah

tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan

(46)

III.

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Desain penelitian yang

digunakan adalah dengan pendekatan cross-sectional, dimana peneliti mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan terhadap kepatuhan

ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis anak sebagai variabel bebas dan

kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan penyakit tuberkulosis anak sebagai

variabel terikat yang diobservasi hanya sekali pada saat yang sama

(Sopiyudin, 2010).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012-Januari 2013 dan

(47)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah ibu/bapak dengan anak yang didiagnosis

tuberkulosis yang ada di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek pada

bulan Desember 2012-Januari 2013, dimana berdasarkan studi

pendahuluan didapatkan rata-rata jumlah kunjungan tiap satu bulan adalah

69 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah ibu/bapak yang membawa anaknya, yang

didiagnosis tuberkulosis, ke Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek pada

saat penelitian dilakukan selama 30 hari pada bulan Desember

2012-Januari 2013 sebanyak 59 orang.

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan accidental sampling.

Jadi sampel yang diteliti adalah ibu/bapak yang memiliki anak yang

didiagnosis tuberkulosis dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

pada saat penelitian dilakukan di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek

(48)

D. Kriteria Inklusi dan Eklsusi

1. Kriteria Inklusi

a. Ibu/bapak dengan anak yang didiagnosis tuberkulosis.

b. Ibu/bapak yang membawa anaknya untuk menjalani pengobatan

tuberkulosis ke Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek pada bulan

Desember 2012.

c. Ibu/bapak yang anaknya menjalani pengobatan tuberkulosis secara

rutin di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek dan lebih dari 2 bulan.

2. Kriteria Eksklusi

a. Ibu/bapak dengan anak yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak bersedia diwawancarai dengan kuisioner.

b. Ibu/bapak yang baru membawa anaknya mengikuti pengobatan

tuberkulosis kurang dari 2 bulan.

c. Anak yang memenuhi kriteria inklusi namun yang membawanya

berobat bukan ibu/bapak dari anak tersebut.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini faktor-faktor yang berhubungan

terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis anak, yang

terdiri dari :

(49)

b. Sikap ibu/bapak tentang tuberkulosis

c. Keberadaan orang-orang berpengaruh

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini kepatuhan ibu/bapak dalam

pengobatan tuberkulosis anak.

(50)

G. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data primer diperoleh dari kuesioner yang berhubungan dengan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan ibu dalam

pengobatan tuberkulosis anak.

b. Data sekunder diperoleh dari rekam medis pasien tuberkulosis anak di

Rumah Sakit Abdul Moeloek.

2. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah :

1. Kuesioner untuk mengumpulkan data identitas ibu/bapak dan anak,

serta faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu/bapak dalam

(51)

2. Rekam Medis untuk mengetahui perjalanan pengobatan tuberkulosis

anak.

H. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah

kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program

SPSS 17 for Windows. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah :

a. Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk

keperluan analisis,

b. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer,

c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang

telah dimasukkan ke komputer,

d. Output komputer, hasil analisis yang telah dilakukan komputer kemudian dicetak.

2. Analisis Data

a) Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi

setiap variabel penelitian. Variabel yang dianalisis adalah faktor-faktor

(52)

anak tuberkulosis di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek pada

bulan Desember 2012 dan variabel kepatuhan ibu/bapak dalam

pengobatan anak tuberkulosis di Poli Anak Rumah Sakit Abdul

Moeloek pada bulan Desember 2012.

b) Analisis Bivariat

Analisis bivariat menganalisis ada tidaknya hubungan faktor-faktor

tertentu terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan anaknya

yang menderita tuberkulosis. Di samping itu, analisis bivariat juga

menggunakan uji korelasi Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% dan derajat kemaknaan (taraf signifikansi) yang dipakai adalah

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama. 2000. WHO – Searo Regional training Workshop on Laboratory methods for TB Control. Jakarta: Persahabatan General Hospital.

Aditama, T.Y. 2003. Fixed Dose Combination for TB Treatment. Surakarta. Respirologi Dalam Paradigma Baru.

Ashary, Bungkus Handy. 2003. Hubungan Pengetahuan, Sikap dengan Praktik Orang Tua dalam Mendukung Kesembuhan Tuberkulosis Paru Anak di Balai Pengobatan Penyakit Paru Tegal. Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Alatas, Dr. Husein . 1997. Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Azwar, 2007. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bello, SI; Itiola, OA. 2010. Drug adherence amongst tuberkulosis patients in the

University of Ilorin Teaching Hospital. Alfr J Pharm Pharmacol. Degresi. 2005. Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis. 2005. http://binfar.depkes.go.id/download/PC_TB.pdf

Depkes RI.2008. Diagnosis & Tatalaksana Tuberkulosis Anak Kelompok Kerja Tb Anak. Jakarta: Depkes-IDAI.

Effendy. 2005. Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Erawatyningsih, Erni; Purwanta; Heru Subekti. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis Paru. FK UGM. Yogyakarta.

(54)

Hutapea, TP. Pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. RSUD Dr Syaiful Anwar Malang. [homepage on the internet]. No date [cited 2011 May 8]. Available from: http://jurnalrespirologi.org

Kartasasmita C. 2002. Pencegahan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak. [homepage on the internet]. No date [cited 2011 feb 7] Available from: http//www.depkes.com

Kemenkes RI. 2012. Komunikasi, Informasi dan Edukasi Tuberkulosis. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Kemenkes RI. 2012. Penemuan dan Pengobatan Pasien Tuberkulosis. Jakarta Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

McLean, M. 2003. Adherence to Treatment. In: Guidelines for Tuberkulosis Control in New Zealand. Wellington: Medical Officer of Health.

Murwani, Arita; Yuliana, Yomah. 2007. Tingkat keberhasilan Penyembuhan Tuberkulosis Paru Primer Pada Anak Usia 1-6 Tahun di Desa Cibuntu Cibitung Bekasi Dengan Pendekatan Pola Perawatan. Surya Medika: Yogyakarta.

Nanda. 2005. Nursing diagnoses: definitions and classification 2005-2006. Nanda International. Philadelpia.

Ngatsiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Niven. 2008. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional.

Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Apilkasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

(55)

Pranoto. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Permatasari, A. 2005. Pemberantasan penyakit TB Paru dan strategi DOTS. Available online at http://library.usu.ac.id

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). 2012. Jakarta. http://www.ppti.info/2012/09/tbc-di-indonesia-peringkat-ke-5.html

PPDI. 2006. Konsensus TB. http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf

Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. 2003. Patofisiologi Klinik, edisi ke 5 Tuberkulosis.

Rahardiyanti, Widhi. 2012. Gambaran Karakteristik Penderita Tuberkulosis Pada Anak Umur 1-5 Tahun yang Berobat di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kota Semarang. Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP. Semarang.

Salim. 2002. Hubungan Persepsi Pasien terhadap Peran Pengawas Menelan Obat dengan Kepatuhan Pasien TB Paru Berobat di kota Padang Tahun 2001. Tesis. FKM – UI

Sarafino. 2003. Dukungan Keluarga. Jakarta : Salemba Medika.

Sidabutar, B; Soedibyo, S; Tumbelaka A. 2004. Nutritional status of under five pulmonary tuberkulosis patiens before and after six month therapy. Pediatrica Indonesia.

Slamet B. 2007. Psikologi Umum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sopiyudin, dahlan. 2010. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Biang Kedokteran dan Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta.

Suandi, Dedih. 2012. Stigma Orang Tua terhadap Tuberkulosis di Balai Besar kesehatan Paru (BBKPM) Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Sunarjo, Djoko dr. SpA. 2007. Tuberkulosis Pada Anak (Diagnosis dan Tatalaksana). Pati. SMF Anak BRSD RAA. Soewondo Pati.

Tarihoran, Yessica. 2004. Hubungan Persepsi dan Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Tuberkulosis Dengan Kepatuhan Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak di Kabupaten Purworejo. Yogyakarta. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada.

TB Indonesia. 2011.

(56)

TB Indonesia. 2011. Konsep PPM.

http://www.tbindonesia.or.id/pdf/2011/KONSEP-PPM.pdf

UKK Pulmonologi PP IDAI. 2005. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak.

UKK Respirologi PP IDAI. 2007. Pelatihan Manajemen Tuberkulosis Anak. Jateng: IDAI.

WHO. 2006. Guidance for national tuberculosis programmes on the management of tuberculosis in children. WHO/HTM/TB/2006371.

WHO. 2008. Global tuberculosis control: surveillance, planning, financing.

(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Sahab Sibuea, M.Sc __________________

Sekretaris : dr. Ari Wahyuni __________________

Penguji : dr. Azelia Nusadewiarti, M.Ph __________________

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001

(64)

Efesus 3:20

Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak

dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang

ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,

Bermimpi dan beraksi, Tuhan akan bekerja dan

menjadikannya nyata!

Semangat mengasah diri untuk menjadi berkat demi

kesenangan dan kemuliaan-Nya.

Semua yang berasal dari hati tak kan pernah sia-sia.

Oh, I delight… I delight to do Your will.

(65)

Puji dan Syukur kepada Yesus Kristus atas segala

kasih dan anugrah-Nya yang sangat besar bagi

kehidupan saya.

Skripsi ini kupersembahkan teruntuk kedua

orangtuaku tersayang, saudaraku Julianus Cuantha

dan Indra Firdaus, serta mendiang bolangku yang

sangat ku kasihi.

Kepada para pendidikku dan almamater tercinta.

(66)

Judul Skripsi : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

TERHADAP KEPATUHAN IBU/BAPAK

DALAM PENGOBATAN TUBERKULOSIS

ANAK DI POLI ANAK RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012-JANUARI 2013

Nama Mahasiswa : YENI OCTARIA

Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011089

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

dr. Sahab Sibuea, M.Sc dr. Ari Wahyuni

NIP. 140106162 NIP. 198406102009122004

1. Dekan Fakultas Kedokteran

(67)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 02 Oktober 1991, anak bungsu dari tiga

bersaudara, dari pasangan Bapak D. Bukit dan Ibu M. Tarigan.

Pendidikan diawali dengan bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK) Yayasan

Perguruan Kristen Tri Murni Medan, Sumut. Dilanjutkan di Sekolah Dasar (SD)

Yayasan Perguruan Kristen Tri Murni Medan, Sumut. Penulis meneruskan

jenjang pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) masih di

Yayasan Perguruan Kristen Tri Murni Medan, Sumut. Selanjutnya menyelesaikan

jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Medan.

Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan

terdaftar sebagai mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui

jalur SNMPTN.

Selama menjadi mahasiswi, Penulis aktif dalam kegiatan dan pelayanan di

kampus sebagai pengurus Organisasi Kristen maupun di gereja sebagai Pemudi

(68)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan penyertaan-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan Terhadap Kepatuhan

Ibu/Bapak dalam Pengobatan Tuberkulosis Anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung Desember 2012-Januari 2013” ini merupakan syarat bagi Penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat kepada

semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membimbing, membantu dan

memberikan dorongan dalam proses penyelesaian skripsi ini :

1. Dr. Sutyarso, M. Biomed selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. dr. Sahab Sibuea, M.Sc., selaku Pembimbing Utama, yang selalu bersedia membimbing,

mengajar, dan mendukung dengan penuh kasih dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. dr. Ari Wahyuni, selaku Pembimbing Pendamping, yang bersedia membimbing,

mendengarkan cerita penulis dan mendukung sepenuhnya dalam proses penyelesaian

(69)

5. Semua staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang membantu

dalam proses pembelajaran semasa kuliah dan penyelesaian skripsi ini.

6. Dokter-dokter spesialis anak, perawat dan staff di Poliklinik Anak RSUD Abdul Moeloek

serta mba Trisna, staff bagian rekam medis yang selalu direpotkan.

7. Semua Ibu dan Bapak, orang tua dari anak yang menderita tuberkulosis dan menjalani

pengobatan di Poliklinik Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek, yang telah bersedia ikut

dalam penelitian ini sebagai responden dan yang telah memberikan semangat dan doa

kepada penulis.

8. Bapak dan Mamak tersayang yang selalu mendukung, mendoakan, mengingatkan, serta

mendorong penulis untuk selalu memberikan yang terbaik.

9. Untuk abang-abangku, terima kasih atas sms-sms semangat dan doanya.

10.Untuk keluarga kecilku di Lampung, Bang Ropi, Kak Juli dan si kembar Oci dan Iman,

terima kasih atas keceriaan di rumah.

11.Untuk saudariku yang begitu luar biasa, Lewi Martha Puri, terima kasih untuk semuanya.

12.Koloniku, Ranintha dan Hema, serta sahabatku, Debora Febrina, terima kasih untuk

perhatian dan semangat dari kalian.

13.Untuk adik ku, Emia Sri Kirana Sebayang, yang selalu berhasil menghibur ketika

dibutuhkan di waktu yang tepat.

14.Untuk teman-teman ku seperjuangan dalam mengejar target Icha, Nadya, Aqsha, dan

(70)

16.Teman-teman Permata, Bang Adolf, Bang Edu, Bang Aldo dan semuanya yang mungkin

terlalu panjang jika disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan, keceriaan dan

bantuannya.

17.Teman-teman, kakak, abang dan adik di Permako Medis, terima kasih atas doa dan

semangat yang selalu ada bagi penulis.

18.Teman-teman sejawat dan seperjuangan Dorlan dan Komti, Arif, serta pj-pj lain, bersama

kalian saya dapat lalui ini semua dan juga kepada kakak dan adik tingkat 2002, 2003,

2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, 2011, 2012.

Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis

berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Akhir kata, saran dan kritik yang membangun selalu diharapkan penulis untuk

menyempurnakan penulisan-penulisan selanjutnya.

Bandar Lampung, Februari 2013

Penulis,

Gambar

Gambar 1. Teori Lawrence Green (Notoadmojo, 2003).
Gambar 2. Kerangka konsep.
Gambar 3. Limfadenitis dan scrofuloderma.
Gambar 4. Gibbus (Spondilitis TB).
+6

Referensi

Dokumen terkait

Selaras dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) untuk mengetahui pemahaman wirausahawan kecil dan mene- ngah

Pada saat pemberitaan yang dilakukan pers telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana pencemaran nama baik, maka yang akan digunakan adalah Pasal yang mengatur

Strategi Imajinasi yang diterapkan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tarutung dalam meningkatkan kemampuan menulis puisi, ternyata berpengaruh terhadap hasil belajar

Selanjutnya, pengambilan telur dan sperma 1) Ikan mas (Cyprinus carpio L) betina dan jantan diletakkan dalam satu kolam pemijahan sampai memijah kemudian dilakukan stripping.

Penelitian terdahulu menunjukkan hubungan yang positif antara keadilan distributif dengan penanganan atas keluhan, dimana pengadu yang menganggap ganti rugi yang

Buku Babad Misteri Kabut Caringin Kurung ini memang menceritakan nenek moyang dari dua kerajaan tadi, dalam a Caringin Kurung ini memang menceritakan nenek moyang dari dua

Jika terdapat 10 warga tidak memiliki sepeda motor maupun sepeda, banyak warga yang hanya memiliki sepeda motor adalah ...... Dari himpunan pasangan berurutan

Pengaruh Good Governance , Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi, Dan Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Empiris- Pada