FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP KEPATUHAN IBU/BAPAK DALAM PENGOBATAN TUBERKULOSIS ANAK DI POLI
ANAK RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012-JANUARI 2013
(Skripsi)
Oleh YENI OCTARIA
0918011089
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP KEPATUHAN IBU/BAPAK DALAM PENGOBATAN TUBERKULOSIS ANAK DI POLI
ANAK RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012-JANUARI 2013
Oleh YENI OCTARIA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh
infeksi adalah tuberkulosis/TB (Depkes RI, 2005). Tuberkulosis ialah
penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Bahkan di Indonesia TB adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh
kalangan usia (PDPI, 2006). Tuberkulosis masih menjadi penyebab utama
dari morbiditas dan mortalitas pada semua umur terutama di negara
berkembang (WHO, 2008).
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun
ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima
negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah
India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Pada Global Report
2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TB baru BTA
positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB
Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus
pengobatan ulang diluar kasus kambuh (PPTI, 2012).
Laporan mengenai jumlah penderita tuberkulosis anak jarang didapat
(Depkes RI, 2008). Namun, besarnya angka kejadian tuberkulosis pada
orang dewasa dapat diperkirakan bahwa angka kejadian tuberkulosis pada
anak tinggi pula (Kartasasmita, 2002). Berdasarkan laporan kasus tahunan
TB di dunia yaitu 9 juta orang, sekitar 1 juta orang (11%) dirata-ratakan
merupakan anak-anak (usia <15 tahun). Hal ini bervariasi di berbagai
negara mulai dari 3 sampai 25% (WHO, 2006). Sementara data yang
diperoleh dari Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di
Indonesia Januari-Juni 2011 didapatkan proporsi pasien TB anak diantara
seluruh kasus TB pada tahun 2008-2010 mempunyai range sebesar 9,4-
11,2% (diharapkan sekitar 15%), terendah pada tahun 2010 dan tertinggi
pada tahun 2008. Bila dibandingkan antara tahun 2010- 2011 terjadi
penurunan hanya sebesar 0,1% (Kemenkes RI, 2011).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung pada tahun
2011 penemuan suspek Tb paru di Kota Bandar Lampung tahun 2011
sebanyak 8.424 suspek dari target yang ditetapkan 13.533 suspek (62,2%).
Terdapat 1.259 total kasus penderita TB paru. Dari jumlah tersebut total
total penderita dengan hasil BTA Negatif Rontgen positif adalah 231
kasus, dan jumlah total penderita BTA positif kambuh adalah 28 kasus.
Dari total 1.000 penderita BTA positif diatas, penderita yang berobat atau
diobati sebanyak 750 penderita. Dengan rincian 673 kasus berhasil
sembuh, 45 kasus gagal, 19 kasus tidak periksa dahak, 8 kasus default, 3
kasus pindah, dan 2 kasus meninggal (P2M Dinas kesehatan Bandar
Lampung, 2011).
Meskipun memiliki beban tertinggi kasus TB, Indonesia merupakan
negara pertama di antara negara-negara beban tinggi di kawasan WHO
Asia Tenggara yang berhasil mencapai target TB global untuk deteksi
kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Proporsi kambuh dan
pengobatan gagal masih di bawah 2%, menunjukkan bahwa secara umum,
tingkat resistensi obat TB di antara pasien dirawat di fasilitas kesehatan
masih rendah. Namun, data ini berasal dari Puskesmas, yang telah
menerapkan strategi DOTS sesuai selama 15 tahun terakhir. Masalah
resistansi obat mungkin lebih tinggi dalam sektor rumah sakit dan swasta
yang belum sepenuhnya terlibat dalam program pengendalian TB.
Akibatnya, ketidakpatuhan dengan strategi DOTS dan proporsi tinggi
pengobatan drop out lebih tinggi dibandingkan di Puskesmas (TB
Indonesia, 2011).
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit
dalam 10 penyakit terbanyak rawat jalan di rumah sakit tersebut. Bagian
Rekam Medis Rumah Sakit Abdul Muluk memberikan data jumlah
kunjungan anak penderita tuberkulosis di poli anak pada tahun 2010
sebanyak 1.761 orang, tahun 2011 sebanyak 1.448 orang dan tahun 2012
periode Januari-Agustus sebanyak 693 orang. Selama 3 tahun terakhir TB
anak sering menempati urutan pertama jumlah kunjungan terbanyak di
Poli Anak Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek setiap bulannya. Data
terakhir pada bulan Agustus 2012 didapatkan jumlah kunjungan sebanyak
92 orang dan TB anak masih merupakan penyakit nomor satu yang
menjadi diagnosis terbanyak di poli anak rumah sakit tersebut pada bulan
tersebut.
Prinsip pengobatan TB anak meliputi: kombinasi lebih dari satu macam
obat; pengobatan jangka panjang, teratur, dan tidak terputus; obat
diberikan secara teratur tiap hari. Prinsip ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya resistensi terhadap obat (IDAI, 2007). Dengan pertimbangan
bahaya yang ditimbulkan oleh resistensi kuman TB, maka sangatlah
diperlukan kepatuhan dari pasien dalam menjalani terapi pengobatannya.
Masa pengobatan untuk penderita TB minimal adalah enam bulan. Dalam
rentang waktu yang tidak singkat ini banyak kemungkinan yang bisa
mempengaruhi jalannya terapi. Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan, ditemukan bahwa di negara-negara berkembang masih sering
dijumpai kejadian ketidakpatuhan terhadap terapi pengobatan tuberkulosis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan dan
penyembuhan penyakit tuberkulosis, diantaranya adalah: faktor sarana,
faktor penderita, serta faktor keluarga dan lingkungan masyarakat
(Permatasari, 2005). Pola perawatan orang tua terhadap anak tuberkulosis
primer dapat mendukung masa penyembuhan pasien. Lama waktu
pengobatan yang lebih panjang dari yang seharusnya membuat orang tua
tidak sabar dan merasa kasihan pada anaknya karena harus terus minum
obat, maka orang tua tidak datang membawa berobat kembali anaknya
sehingga obat akan berhenti sebelum waktunya yang justru dapat
menimbulkan komplikasi yang sebagian besar terjadi dalam 2 bulan
setelah terjadinya penyakit dan merupakan fokus reaktivasi nantinya
(Ngastiyah, 2003).
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa ibu/bapak, yang pada
umumnya merupakan orang terdekat dalam keluarga bagi seorang anak,
memiliki peranan penting dalam proses pengobatan dan penyembuhan
anak penderita tuberkulosis. Seorang anak belum dapat mandiri sehingga
membutuhkan dukungan ibu/bapak terutama dalam menjalani pengobatan
tuberkulosis yang sifatnya teratur dan kontiniu. Kepatuhan ibu/bapak
dalam pengobatan anaknya yang menderita tuberkulosis dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang ada dalam diri ibu/bapak tersebut maupun faktor lain
yang berasal dari luar. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
dalam pengobatan tuberkulosis anak di Poliklinik Anak Rumah Sakit
Abdul Moeloek.
B. Rumusan Pemasalahan
Tuberkulosis banyak terjadi di dunia, terutama di negara berkembang
seperti Indonesia. Penyakit ini menyerang semua kalangan usia termasuk
anak-anak (usia<15 tahun). Anak yang menderita tuberkulosis
membutuhkan pengobatan yang rutin dan teratur selama waktu tertentu
untuk mendukung kesembuhan anak dari penyakit tersebut. Peran orang
tua, baik ibu maupun bapak, yang merupakan orang yang paling dekat
dengan anak pada umumnya dan banyak berperan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan anak yang belum mandiri, sangat
dibutuhkan dalam keberhasilan pengobatan tuberkulosis pada anak. Untuk
itu perlu diketahui apa yang menjadi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tindakan seorang ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis
yang diderita anaknya melalui tahapan wawancara dengan alat kuisioner.
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Apakah
faktor-faktor yang berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hal-hal yang berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak
dalam pengobatan tuberkulosis anak.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya faktor pengetahuan ibu/bapak tentang tuberkulosis
berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan
tuberkulosis anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek
Desember 2012-Januari 2013.
b. Diketahuinya faktor sikap ibu/bapak terhadap tuberkulosis
berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan
tuberkulosis anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek
Desember 2012-Januari 2013.
c. Diketahuinya faktor pendorong berupa orang-orang berpengaruh
berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan
tuberkulosis anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi penulis
Memperoleh informasi dan pengalaman langsung dalam perencanaan,
pelaksanaan dan penyusunan hasil penelitian mengenai faktor-faktor
yang berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan
tuberkulosis anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek
Desember 2012-Januari 2013.
2. Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam
pengembangan informasi penelitian yang berkaitan dengan
faktor-faktor yang berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam
pengobatan tuberkulosis anak.
3. Rumah Sakit
Dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang
berhubungan terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan
tuberkulosis anak, yang kemudian diharapkan dapat menjadi masukan
bagi rumah sakit untuk mengupayakan peningkatan informasi yang
diberikan kepada ibu/bapak agar mendukung proses pengobatan
dengan baik sehingga keberhasilan pengobatan dapat tercapai.
4. Ibu dan bapak
Untuk menambah informasi ibu/bapak tentang penyakit tuberkulosis
dan pentingnya dukungan ibu/bapak terhadap proses pengobatan anak
E. Kerangka penelitian
1. Kerangka Teori
Gambar 1. Teori Lawrence Green (Notoadmojo, 2003). Faktor predisposisi :
a. Pengetahuan b. Sikap c. Keyakinan d. Kepercayaan e. Nilai-nilai
Faktor pemungkin :
a. Adanya puskesmas atau sarana kesehatan b. Adanya prasarana
yang mendukung
Faktor pendorong:
a. Adanya orang-orang di lingkungan sekitar yang berpengaruh
b. Adanya kelompok-kelompok masyarakat khusus
2. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka konsep.
F. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Adanya hubungan pengetahuan ibu/bapak terhadap kepatuhan
ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis anak.
2. Adanya hubungan sikap ibu/bapak terhadap kepatuhan ibu/bapak
dalam pengobatan tuberkulosis anak.
3. Adanya hubungan orang-orang yang berpengaruh terhadap kepatuhan
ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis anak. Pengetahuan ibu/bapak
Variabel independen Variabel dependen
Faktor pendorong :
Adanya orang-orang di lingkungan sekitar yang berpengaruh
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis
1. Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit
ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan
terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara
mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam/BTA (Depkes RI,
2005).
Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman
penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan
makan, baju, dan perlengkapan tidur (Depkes RI, 2005).
Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit.
Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis
serta daya tahan tubuh manusia. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon
dan Kudlich (1930) menemukan bahwa 95.93 % dari 2.114 kasus mereka
mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian
besar melalui udara dan mungkin juga jaringan paru mudah terpapar infeksi
tuberculosis (susceptible), karena memiliki kandungan oksigen yang sangat tinggi
(Husein, 1997).
Penularan kuman terjadi melalui udara. Hal ini disebabkan kuman dibatukkan
atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap 1 – 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat
bertahan berhari – hari sampai berbulan – bulan. Ia akan menempel pada jalan nafas atau paru – paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikro. Apabila bakteri dalam jumlah bermakna berhasil menembus mekanisme
penderita akan mencetuskan sistem imun dan peradangan yang kuat. Karena
respon yang hebat ini, yang terutama diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar
5% orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberkulosis aktif. Yang bersifat
menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif
dan hanya pada masa infeksi aktif (Husein, 1997).
Respon imun terhadap tuberkulosis
Karena basil Mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respon imun adalah lebih untuk
mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respon seluler
melibatkan sel T dan makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T
dan jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag – basil tersebut. Kompleks basil, makrofag, sel T, dan jaringan parut disebut tuberkel. Tuberkel akhirnya
mengalami kalsifikasi dan disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada
pemeriksaan sinar-X thoraks. Sebelum ingesti bakteri selesai, bahan menglami
perlunakan (pengkijuan). Pada saat ini, mikroorganisme hidup dapat memperoleh
akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan
walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup di dalam
tuberkel. Diperkirakan bahwa karena viabilitas ini, sekitar 5 – 10 % individu yang pada awalnya tidak menderita tuberkulosis mungkin pada suatu saat dalam
hidupnya akan menderita penyakit tersebut. Bila kuman menetap di jaringan paru,
ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang
menyebar dengan cepat melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional
yang kemudian akan mengadakan reaksi eksudasi.
Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun
dan peradangan yang hebat. Edema interstitium dan pembentukan jaringan parut
permanent di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan
karbondioksida sehingga pertukaran gas menurun. Pembentukan jaringan parut
dan tuberkel juga mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk difusi gas
sehingga kapasitas difusi paru menurun. Timbul kelainan V/Q yang apabila
penyakitnya cukup luas, dapat menimbulkan vasokonstriksi hipoksik arteriol paru
dan hipertensi paru. Jaringan parut juga dapat menurunkan compliance paru. Fokus primer, limfangitis, dan kelenjar gatah bening regional yang membesar,
membentuk kompleks primer. Kompleks primer terjadi 2 – 10 minggu (6 – 8 minggu) setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji
tuberkulin. Waktu antara terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer
disebut masa inkubasi. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotic komplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya.
Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimana pun, terutama di perifer dekat
pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan
atas, sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan tempat
predileksi. Pembesaran kelenjar regional lebih banyak terdapat pada anak
dibanding orang dewasa. Pada anak penyembuhan terutama kalsifikasi, sedangkan
pada orang dewasa terutama kearah fibrosis. Penyembuhan hematogen lebih
banyak terjadi pada bayi dan anak kecil (Price dan Wilson, 2003).
2. Klasifikasi TB Pada Anak
Tuberkulosis pada anak diklasifikasikan sebagai berikut :
1. TB Primer
a. Kompleks Primer
b. Komplikasi paru dan organ lain (sistemik)
2. TB Post Primer
a. Re-infeksi endogen (karena daya tahan tubuh turun, kuman yang
indolen aktif kembali)
b. Re-infeksi eksogen
3. Diagnosis TB Pada Anak
Gejala Umum TB anak:
a. Berat badan menurun berturut-turut selama 3 bulan tanpa sebab jelas atau
tidak naik selama 1 bulan meskipun dengan intervensi gizi
b. Anoreksia dan gagal tumbuh (failure to trive)
c. Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas
d. Pembesaran Kelenjar limfe superfisial (KGB leher, KGB inguinal, dan
sebagainya)
e. Gejala saluran napas seperti batuk lama > 30 hari
f. Gejala saluran gastrointestinal seperti diare yang lama dan berulang atau
ditemukannya massa di abdomen dan sebagainya.
Gejala spesifik:
a. TB kulit (scrofuloderma)
b. TB tulang seperti: gibbus (spondilitis), coccitis, pincang, bengkak
c. TB otak dan syaraf: meningitis TB, ensefalitis TB
d. TB mata: konjungtivitis fliktenuaris, tubercle choroid
e. Dan lain-lain.
(Sunarjo, 2009).
Gambar 4. Gibbus (Spondilitis TB).
2. Test Tuberkulin
Ada 2 macam tuberkulin yang dipakai yaitu Old tuberkulin dan Purified protein
derivate dengan cara Mantoux. Yaitu dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin
PPD intrakutan di volar lengan bawah.Reaksi dilihat 48 – 72 jam setelah penyuntikan. Uji Tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB. Reaksi ini
akan bertahan cukup lama walaupun pasien sudah sembuh sehingga uji
Tuberkulin tidak dapat digunakan untuk memantau pengobatan.
3. Laboratorium hematologi
Tidak banyak membantu. Laju endap darah meninggi pada keadaan aktif dan
kronik. Pada stadium akut bisa terjadi lekositosis dengan sel polimorfonuklear
yang meningkat selanjutnya limfositosis. Gambaran hematologik dapat membantu
mengamati perjalanan penyakitnya. Gambaran darah yang normal tidak / belum
dapat menyingkirkan diagnosis tuberkulosis.
4. Foto Rontgen
Foto thoraks yang khas adalah:
b) Limfadenitis pada trachea
c) Limfangitis
Foto thoraks yang jelas :
a) TB milier
b) Bronkhogenic Spread
Foto Rontgen thoraks tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik tunggal.
5. Pemeriksaan bakteriologis
Merupakan diagnosis pasti bila ditemukan kuman basil tahan asam, tetapi sulit
pada bayi dan anak. Bahan pemeriksaan dapat diambil dari sputum (pada anak
besar), bilasan lambung pagi hari atau dari cairan lain : LCS, cairan pleura, cairan
pericard. Pemeriksaan dapat dilakukan cara langsung, biakan dengan metode
lama, radiometrik (Bactec), dan PCR. 6. Pemeriksaan histopatologi
Jarang dilakukan pada anak, dilakukan dengan biopsi misalnya dari kelenjar
limfe.
7. Pemeriksaan fungsi paru
Pada umumnya fungsi paru tak terganggu kecuali pada bronkhiektasis hebat.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada TB anak yang memerlukan tindakan
8. Pemeriksaan terhadap sumber penularan
Dicari sumber infeksi baik dari keluarga maupun orang lain, dilakukan
pemeriksaan sputum, foto paru, pemeriksaan darah. Bila positif sebaiknya
diisolasi untuk mengurangi kontak dan dilakukan pengobatan.
9. Serologi
Hasil kurang memuaskan dan masih kontroversi, hasil tergantung dari umur,
status imunisasi, Mycobacteriumatypic, tidak dapat membedakan infeksi dan sakit, Interfedon γ.
Problem utama dan penatalaksanaan TB anak adalah :
A. Diagnosis :
- Gejala klinik tidak specifik sehingga sering terjadi over / under diagnosis
dan over/under treatmenBelum ada alat diagnostik yang pasti
- Infeksi TB atau sakit TB tidak ada alat diagnostik yang dapat
membedakan.
B. Kepatuhan berobat
Banyak terjadi putus obat yang berakibat kegagalan pengobatan (Depkes,
2008).
Pendekatan Praktis Untuk Mendiagnosis TB Anak
1. Dengan Skoring System :
a. Stegen (1969)
c. Dugliasi (1992)
d. Coito (1994)
2. Dengan algoritme : IDAI 1998, 2002, 2006
Algoritme IDAI untuk deteksi awal dan rujukan TB anak
Suspek TB :
a. Kontak dengan penderita TB dg BTA (+)
b. Reaksi akselerasi BCG (3-7 hari)
c. BB turun atau underwight yang tak ada perbaikan dengan
interfensi gizi selama 1 bulan
d. Sering demam tanpa sebab
e. Batuk lebih dari 3 minggu
f. Pembesaran kelenjar limfe
g. Scrofuloderma
h. Konjungtivitas flychtenularis
i. Tuberkulin test positif ( ≥ 10 mm) j. Gambaran radiologis sugestif TB
Gambar 5. Algoritma TB Anak.
Dengan algoritme ini timbul masalah :
a. Peningkatan kebutuhan obat TB untuk anak
Sehingga algoritme tersebut disempurnakan menjadi sistem skoring IDAI.
Tabel 1. Sistem Skoring IDAI.
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas Laporan
keluarga, BTA
Uji tuberculin Negatif Positif (≥ 10
mm, atau ≥ 5
Foto toraks Normal/ tidak jelas
Kesan TB
Catatan:
1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
2. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, sinusitis, dan lain-lain.
3. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis TB.
4. Berat badan dinilai saat datang.
7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6, (skor maksimal 14).
8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.
(Kemenkes RI, 2012).
4. Pengobatan Tuberkulosis Anak
Tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan kesehatan dasar dilaksanakan
sesuai alur sebagaimana dalam gambar 6.
Gambar 6. Alur Tatalaksana TB Anak.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dihentikan dengan melakukan
evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain. Bila dijumpai perbaikan
klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan
yang berarti, maka pengobatan dihentikan (Kemenkes RI, 2009). Diagnosis TB dengan pemeriksaan selengkap
mungkin (Skor >6 sebagai entry point)
Beri OAT 2 bulan terapi
Ada perbaikan klinis Tidak ada perbaikan klinis
OAT Kategori Anak
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam
waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif
maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT pada anak : 2(RHZ)/4(RH)
sebagaimana dalam Tabel 2.
Tabel 2. Dosis OAT KDT pada Anak
Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari RHZ (75/50/150)
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak pada anak: 2RHZ/4RH
sebagaimana dalam Tabel 3.
Tabel 3. Dosis OAT Kombipak Anak
Jenis Obat BB
• Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit • Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
• Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
• OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.
Tabel 4. Dosis Harian dan Maksimal pada Anak. Nama Obat Dosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis maksimal (mg
per hari)
Efek samping
Isoniazid 5−15* 300 hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas Pirazinamid 15-30 2000 toksisitas hati, artralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 neuritis optik, ketajaman
mata berkurang, buta warna merahhijau,
penyempitan lapang pandang, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin 15-40 1000 ototoksik, nefrotoksik
* Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat menganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).
Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan
penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan
sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada
anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama
6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi
B. Informasi dan Edukasi tentang tuberkulosis
Menurut Kemenkes RI dalam pelatihan tatalaksana TB bagi pengelola program
TB di fasilitas pelayanan kesehatan, terdapat hal-hal penting mengenai informasi
dan edukasi yang perlu diperhatikan tentang tuberkulosis.
1. Informasi dan edukasi pada pasien TB Pertemuan Awal
Sebelum memberikan informasi kepada pasien tentang TB, ajukan terlebih dahulu
pertanyaan untuk menjajaki pengetahuan mereka saat ini tentang TB. Lalu
gunakan alat bantu yang tersedia seperti lembar balik untuk pasien dalam
menyampaikan informasi tentang TB.
Pesan-pesan yang perlu dikomunikasikan:
a. Penyakit TB
Ulangi pesan yang telah disampaikan pada saat pasien datang sebagai suspek
untuk memperkuat informasi tersebut.
b. TB dapat disembuhkan
Sampaikan kepada pasien bahwa penyakit TB dapat disembuhkan secara
tuntas bila ia menjalankan pengobatan dengan teratur dan tidak putus berobat
di tengah jalan.
c. Kesediaan pasien menjalankan pengobatan
Sebelum memberikan obat kepada pasien, sampaikan bahwa pengobatan tidak
dalam tubuh menjadi kebal terhadap obat yang saat ini tersedia di Indonesia
dan pengobatan tersebut mahal harganya. Obat yang saat ini diberikan sangat
berkualitas dan disediakan oleh pemerintah. Untuk itu sebaiknya diperlukan
kesungguhan pasien dalam menjalankan pengobatan TB.
d. Bagaimana mencegah penularan TB
Pencegahan dapat dilakukan :
1. Menelan obat secara teratur dan tuntas.
2. Menutup mulut dan hidung ketika batuk atau bersin.
3. Membuka jendela atau pintu agar cahaya matahari dan udara segar masuk
kedalam rumah.
4. Tidak diperlukan diet khusus, tidak memisahkan alat makan, dan
mensterilisasi alat makan minum atau perabot rumah tangga.
e. Kontak serumah
Semua anak yang berusia dibawah 5 tahun yang tinggal serumah dengan
pasien TB harus diperiksa, karena usia tersebut sangat rentan terhadap
berbagai penyakit. Anak-anak mungkin membutuhkan pengobatan
pencegahan atau rujukan ke dokter. Anggota keluarga lain yang serumah yang
mengalami gejala TB harus segera diperiksa.
f. Perlunya pengawasan minum obat
Petugas kesehatan menjelaskan pentingnya pengawasaan menelan obat bagi
pasien. Jelaskan bahwa pasien menelan seluruh obat dengan diawasi oleh
seorang Pengawas Minum Obat (PMO), untuk memastikan bahwa pasien
menelan seluruh obat secara benar, teratur dan sesuai waktu yang ditentukan.
Penjelasan tentang paduan obat meliputi :
1. Lama waktu pengobatan
2. Jenis obat dan cara pemberiannya
3. Kualitas obat
4. Frekuensi kunjungan mengambil obat
5. Kemana pergi untuk mengambil obat
h. Pemeriksaan lanjutan pada akhir tahap awal
Jelaskan pada pasien untuk melihat kemajuan pengobatan dan memastikan
pasien dapat melanjutkan pengobatan ke tahap lanjutan maka dahak perlu
diperiksa kembali.
i. Kemungkinan yang terjadi selama pengobatan
Pasien perlu tahu secara jelas apa yang mungkin terjadi selama pengobatan
TB, dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
j. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada pasien TB
Perlu disampaikan bahwa pasien sebaiknya menjaga kesehatan dengan hidup
bersih dan sehat, misalnya :
1. Menjemur alat tidur
2. Membuka jendela dan pintu agar udara dan sinar matahari masuk. Aliran
udara dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di udara. Sinar
matahari langsung dapat mematikan kuman.
3. Makan makanan bergizi
4. Tidak merokok dan tidak minum minuman beralkohol
Tahap lanjutan sepanjang pengobatan
Setelah pertemuan awal dengan pasien TB, lanjutkan memberikan informasi yang
tepat tentang TB pada setiap kunjungan. Selama masa pengobatan, informasi yang
perlu dikomunikasikan adalah :
a. Efek samping obat.
b. Jenis, warna kemasan, jumlah dan frekuensi obat.
c. Pentingnya kepatuhan pasien. Komunikasikan kepada pasien :
1. Kepatuhan berobat sangat penting.
2. Pasien harus menelan seluruh obat yang dianjurkan pada waktu yang telah
ditentukan agar bisa sembuh.
3. Apabila pasien merasa lebih baik, harus tetap melanjutkan pengobatan
sampai selesai.
4. Apabila pasien pindah atau berpergian harus menginformasikan kepada
petugas kesehatan atau PMO, sehingga kelangsungan pengobatan dapat
diatur lagi.
d. Pentingnya pemeriksaan dahak, frekuensi dan arti hasil pemeriksaan.
2. Informasi dan edukasi pada keluarga
Menginformasikan pesan kesehatan untuk keluarga pasien merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan di semua sarana pelayanan
kesehatan. Dukungan anggota keluarga ikut menentukan hasil pengobatan TB.
mampu mendampingi pasien selama pengobatan. Petugas kesehatan harus dapat
memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien dalam bahasa yang
jelas dan tepat mengenai penyakit, pengobatan dan efek samppingnya, tindakan
atau pemeriksaan yang akan dilakukan dan upaya pencegahan.
Peran keluarga dalam pengobatan
Setelah seseorang ditetapkan sebagai pasien TB maka keluarga adalah orang yang
paling dibutuhkan dukungannya dalam menjalankan pengobatan. Beberapa peran
keluarga dalam mendukung pengobatan pasien TB, yaitu :
1. Memotivasi pasien untuk menjalani pengobatan sampai sembuh, dengan :
a. Kenali faktor yang dapat mendukung ataupun menghambat pengobatan
bagi pasien serta membantu mencari alternative solusinya.
b. Meyakinkan kepada pasien bahwa pengobatan yang dijalani akan
memberikan kebaikan bagi pasien maupun keluarganya.
2. Mendampingi dan memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat
menjalani pengobatan secara lengkap dan teratur, yaitu :
a. Memotivasi pasien untuk tetap menelan obat saat pasien mulai bosan.
b. Memastikan pasien menelan obat dengan disaksikan oleh keluarga.
c. Mendengarkan setiap keluhan pasien, menghiburnya dan menumbuhkan
rasa percaya diri.
d. Hal yang jangan sampai terlupa adalah beri waktu bagi pasien untuk
mengekspresikan perasaanya. Jika dibutuhkan cari dan ikut sertakan
pasien dalam pertemuan kelompok pasien.
e. Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping obat dan merujuk
f. Menanyakan dan memperhatikan apakah pasien mengalami keluhan
setelah menelan obat.
g. Segera merujuk pasien ke puskesmas bila ada efek samping
h. Menenangkan pasien dan meyakinkan bahwa keluhan yang dialami dapat
ditangani.
Pesan-pesan yang harus disampaikan kepada keluarga.
Petugas kesehatan harus memberikan informasi dan edukasi penting seputar TB
dan pengobatan TB kepada keluarga mengenai pentingnya dukungan keluarga
bagi pasien dalam menghadapi penyakitnya.
a. Saat kunjungan pertama setelah pasien didiagnosis TB
Pesan-pesan yang penting untuk disampaikan kepada keluarga pasien TB
adalah :
1. Penjelasan tentang TB gejala dan penyebab TB
2. TB dapat disembuhkan
3. Pengobatan TB
4. Rencana pengobatan
5. Dosis dan cara pemberian obat TB
6. Keteraturan menelan obat sampai tuntas sesuai anjuran dokter.
7. Efek samping obat dan pastikan keluarga mengetahui kapan dan ke mana
harus mencari pertolongan.
8. Pentingnya pengawasan keteraturan menelan obat selama pengobatan.
9. Penularan TB
a) Menyediakan tempat pembuangan dahak agar pasien tidak membuang
dahaknya sembarangan.
b) Pentingnya pemeriksaan dahak ulang secara teratur.
c) Pentingnya pola hidup bersih dan sehat bagi pasien dan keluarganya.
d) Hentikan kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol pada
pasien.
e) Saran untuk membersihkan rumah atau lingkungan secar teratur.
f) Olahraga bagi pasien
g) Konseling dan perbaikan gizi pasien
h) Tidak diperlukan diet khusus, mensterilisasi atau memisahkan
peralatan makan minum.
b. Kunjungan berikutnya selama masa pengobatan
Pada pertemuan berikutnya, apabila pasien datang bersama keluarganya,
petugas kesehatan dapat mengulang pesan-pesan seperti pada pertemuan
pertama. Meyakinkan keluarga tentang pentingnya pengobatan sampai selesai.
Jika seorang pasien tidak datang untuk mengambil obat atau tampak tidak
bersemangat, petugas kesehatan dapat mencari tahu lewat anggota keluarga
apa yang menjadi masalah dan turut mencari solusi sesuai kebutuhan dan
kemampuan.
C. Teori perilaku Lawrence Green
Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :
1. Faktro-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktro-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat.
Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:
B=f (PF, EF, RF )
Keterangan : B = Behavior
PF = Predisposing Factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing Factors
Disimpulkan bahwa perilaku sesorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari
orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas,
sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan
mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan anak tuberkulosis
Dengan pertimbangan bahaya yang ditimbulkan oleh resistensi kuman TB, maka
sangatlah diperlukan kepatuhan dari pasien dalam menjalani terapi
pengobatannya. Masa pengobatan untuk penderita TB minimal adalah enam
bulan. Dalam rentang waktu yang tidak singkat ini banyak kemungkinan yang
bisa mempengaruhi jalannya terapi. Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan, ditemukan bahwa di negara-negara berkembang masih sering dijumpai
kejadian ketidakpatuhan terhadap terapi pengobatan tuberkulosis (Aditama,
2003).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan dan
penyembuhan penyakit tuberkulosis, diantaranya adalah:
a. Faktor sarana yang meliputi tersedianya obat yang cukup dan kontinyu,
edukasi petugas kesehatan dan pemberian OAT yang adekuat
b. Faktor penderita yang meliputi pengetahuan, kesadaran, tekad untuk
sembuh serta kebersihan diri
Pola perawatan orang tua terhadap anak tuberkulosis primer dapat mendukung
masa penyembuhan pasien, yang meliputi : lingkungan perumahan, pemantauan
pengobatan, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan istirahat, dan perawatan
masalah khusus pada gangguan pernafasan dan pemenuhan rasa nyaman. Lama
waktu pengobatan yang lebih panjang dari yang seharusnya membuat orang tua
tidak sabar dan merasa kasihan pada anaknya karena harus terus minum obat,
maka orang tua tidak datang membawa berobat kembali anaknya sehingga obat
akan berhenti sebelum waktunya yang justru dapat menimbulkan komplikasi yang
sebagian besar terjadi dalam 2 bulan setelah terjadinya penyakit dan merupakan
fokus reaktivasi nantinya (Ngastiyah, 2003).
E. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek
kedalam komponen-komponen.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi yaitu kemampuaan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut teori Lawrence Green (1980) bahwa perilaku seseorang atau masyarakat
tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi
sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung seperti lingkungan fisik,
prasarana dan faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
petugas lainnya (Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata, sedangkan
data yang bersifat kuantitatif berwujud angka-angka, hasil hasil perhitungan atau
pengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan
jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasekan lalu
ditafsirkan kedalam kalimat yang bersifat kualitatif.
a. Kategori baik yaitu menjawab benar 76 % – 100 % dari yang diharapkan b. Kategori cukup yaitu menjawab benar 56 % – 75 % dari yang diharapkan c. Kategori kurang yaitu menjawab benar dibawah 56 % dari yang diharapkan.
Faktor-faktor yang terkait dengan kurang pengetahuan (deficient knowledge)
terdiri dari: kurang terpapar informasi, kurang daya ingat/hapalan, salah
menafsirkan informasi, keterbatasan kognitif, kurang minat untuk belajar dan
tidak familiar terhadap sumber informasi (Nanda, 2005).
F. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dapat dilihat
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu melalui perilaku tertutup.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi mengatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif
tertentu. Sikap juga dapat dikatakan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap
objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
1. Komponen Pokok Sikap
Menurut Allport, sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok yaitu :
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
Sikap orang terhadap penyakit hipertensi misalnya, berarti bagaimana
pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit hipertensi.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. Seperti contoh
poin 1 tersebut, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit hipertensi,
apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.
3. Kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap adalah merupakan komponen
yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah
ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total atitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
2.Tingkatan Sikap 1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan (objek).
2. Menanggapi (Responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
3. Menghargai (valving)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan
bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespon.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang diyakininya, dia harus berani mengambil resiko.
(Notoatmodjo, 2005).
G. Kepatuhan
1. Defenisi Kepatuhan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007), patuh adalah suka
menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai
aturan dan berdisiplin. Sarafino (1990) dikutip oleh Slamet pada tahun 2007,
mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara
pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Kepatuhan
juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut (Niven, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
adalah:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan
tersebut merupakan pendidikan yang aktif.
b. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang
dapat mempengaruhi kepatuhan adalah jarak dan waktu.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman,
kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan
terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti
merokok dan menurunkan konsumsi alkohol.
d. Perubahan model terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan klien terlihat aktif
e. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu,
untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.
Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang
diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian
rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi (Azwar, 2007).
f. Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada
orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat
dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka
cara berfikir semakin matang (Notoatmodjo, 2007).
g. Dukungan Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih,
adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah
tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan
III.
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Desain penelitian yang
digunakan adalah dengan pendekatan cross-sectional, dimana peneliti mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan terhadap kepatuhan
ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis anak sebagai variabel bebas dan
kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan penyakit tuberkulosis anak sebagai
variabel terikat yang diobservasi hanya sekali pada saat yang sama
(Sopiyudin, 2010).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012-Januari 2013 dan
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah ibu/bapak dengan anak yang didiagnosis
tuberkulosis yang ada di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek pada
bulan Desember 2012-Januari 2013, dimana berdasarkan studi
pendahuluan didapatkan rata-rata jumlah kunjungan tiap satu bulan adalah
69 orang.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah ibu/bapak yang membawa anaknya, yang
didiagnosis tuberkulosis, ke Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek pada
saat penelitian dilakukan selama 30 hari pada bulan Desember
2012-Januari 2013 sebanyak 59 orang.
Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan accidental sampling.
Jadi sampel yang diteliti adalah ibu/bapak yang memiliki anak yang
didiagnosis tuberkulosis dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
pada saat penelitian dilakukan di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek
D. Kriteria Inklusi dan Eklsusi
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu/bapak dengan anak yang didiagnosis tuberkulosis.
b. Ibu/bapak yang membawa anaknya untuk menjalani pengobatan
tuberkulosis ke Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek pada bulan
Desember 2012.
c. Ibu/bapak yang anaknya menjalani pengobatan tuberkulosis secara
rutin di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek dan lebih dari 2 bulan.
2. Kriteria Eksklusi
a. Ibu/bapak dengan anak yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak bersedia diwawancarai dengan kuisioner.
b. Ibu/bapak yang baru membawa anaknya mengikuti pengobatan
tuberkulosis kurang dari 2 bulan.
c. Anak yang memenuhi kriteria inklusi namun yang membawanya
berobat bukan ibu/bapak dari anak tersebut.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini faktor-faktor yang berhubungan
terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan tuberkulosis anak, yang
terdiri dari :
b. Sikap ibu/bapak tentang tuberkulosis
c. Keberadaan orang-orang berpengaruh
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini kepatuhan ibu/bapak dalam
pengobatan tuberkulosis anak.
G. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data primer diperoleh dari kuesioner yang berhubungan dengan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan ibu dalam
pengobatan tuberkulosis anak.
b. Data sekunder diperoleh dari rekam medis pasien tuberkulosis anak di
Rumah Sakit Abdul Moeloek.
2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah :
1. Kuesioner untuk mengumpulkan data identitas ibu/bapak dan anak,
serta faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu/bapak dalam
2. Rekam Medis untuk mengetahui perjalanan pengobatan tuberkulosis
anak.
H. Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah
kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program
SPSS 17 for Windows. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah :
a. Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk
keperluan analisis,
b. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer,
c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang
telah dimasukkan ke komputer,
d. Output komputer, hasil analisis yang telah dilakukan komputer kemudian dicetak.
2. Analisis Data
a) Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi
setiap variabel penelitian. Variabel yang dianalisis adalah faktor-faktor
anak tuberkulosis di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek pada
bulan Desember 2012 dan variabel kepatuhan ibu/bapak dalam
pengobatan anak tuberkulosis di Poli Anak Rumah Sakit Abdul
Moeloek pada bulan Desember 2012.
b) Analisis Bivariat
Analisis bivariat menganalisis ada tidaknya hubungan faktor-faktor
tertentu terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan anaknya
yang menderita tuberkulosis. Di samping itu, analisis bivariat juga
menggunakan uji korelasi Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% dan derajat kemaknaan (taraf signifikansi) yang dipakai adalah
DAFTAR PUSTAKA
Aditama. 2000. WHO – Searo Regional training Workshop on Laboratory methods for TB Control. Jakarta: Persahabatan General Hospital.
Aditama, T.Y. 2003. Fixed Dose Combination for TB Treatment. Surakarta. Respirologi Dalam Paradigma Baru.
Ashary, Bungkus Handy. 2003. Hubungan Pengetahuan, Sikap dengan Praktik Orang Tua dalam Mendukung Kesembuhan Tuberkulosis Paru Anak di Balai Pengobatan Penyakit Paru Tegal. Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Alatas, Dr. Husein . 1997. Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Azwar, 2007. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bello, SI; Itiola, OA. 2010. Drug adherence amongst tuberkulosis patients in the
University of Ilorin Teaching Hospital. Alfr J Pharm Pharmacol. Degresi. 2005. Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis. 2005. http://binfar.depkes.go.id/download/PC_TB.pdf
Depkes RI.2008. Diagnosis & Tatalaksana Tuberkulosis Anak Kelompok Kerja Tb Anak. Jakarta: Depkes-IDAI.
Effendy. 2005. Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.
Erawatyningsih, Erni; Purwanta; Heru Subekti. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis Paru. FK UGM. Yogyakarta.
Hutapea, TP. Pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. RSUD Dr Syaiful Anwar Malang. [homepage on the internet]. No date [cited 2011 May 8]. Available from: http://jurnalrespirologi.org
Kartasasmita C. 2002. Pencegahan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak. [homepage on the internet]. No date [cited 2011 feb 7] Available from: http//www.depkes.com
Kemenkes RI. 2012. Komunikasi, Informasi dan Edukasi Tuberkulosis. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kemenkes RI. 2012. Penemuan dan Pengobatan Pasien Tuberkulosis. Jakarta Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
McLean, M. 2003. Adherence to Treatment. In: Guidelines for Tuberkulosis Control in New Zealand. Wellington: Medical Officer of Health.
Murwani, Arita; Yuliana, Yomah. 2007. Tingkat keberhasilan Penyembuhan Tuberkulosis Paru Primer Pada Anak Usia 1-6 Tahun di Desa Cibuntu Cibitung Bekasi Dengan Pendekatan Pola Perawatan. Surya Medika: Yogyakarta.
Nanda. 2005. Nursing diagnoses: definitions and classification 2005-2006. Nanda International. Philadelpia.
Ngatsiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Niven. 2008. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional.
Jakarta : EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Apilkasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Pranoto. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Permatasari, A. 2005. Pemberantasan penyakit TB Paru dan strategi DOTS. Available online at http://library.usu.ac.id
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). 2012. Jakarta. http://www.ppti.info/2012/09/tbc-di-indonesia-peringkat-ke-5.html
PPDI. 2006. Konsensus TB. http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf
Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. 2003. Patofisiologi Klinik, edisi ke 5 Tuberkulosis.
Rahardiyanti, Widhi. 2012. Gambaran Karakteristik Penderita Tuberkulosis Pada Anak Umur 1-5 Tahun yang Berobat di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kota Semarang. Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP. Semarang.
Salim. 2002. Hubungan Persepsi Pasien terhadap Peran Pengawas Menelan Obat dengan Kepatuhan Pasien TB Paru Berobat di kota Padang Tahun 2001. Tesis. FKM – UI
Sarafino. 2003. Dukungan Keluarga. Jakarta : Salemba Medika.
Sidabutar, B; Soedibyo, S; Tumbelaka A. 2004. Nutritional status of under five pulmonary tuberkulosis patiens before and after six month therapy. Pediatrica Indonesia.
Slamet B. 2007. Psikologi Umum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Sopiyudin, dahlan. 2010. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Biang Kedokteran dan Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta.
Suandi, Dedih. 2012. Stigma Orang Tua terhadap Tuberkulosis di Balai Besar kesehatan Paru (BBKPM) Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Sunarjo, Djoko dr. SpA. 2007. Tuberkulosis Pada Anak (Diagnosis dan Tatalaksana). Pati. SMF Anak BRSD RAA. Soewondo Pati.
Tarihoran, Yessica. 2004. Hubungan Persepsi dan Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Tuberkulosis Dengan Kepatuhan Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak di Kabupaten Purworejo. Yogyakarta. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada.
TB Indonesia. 2011.
TB Indonesia. 2011. Konsep PPM.
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/2011/KONSEP-PPM.pdf
UKK Pulmonologi PP IDAI. 2005. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak.
UKK Respirologi PP IDAI. 2007. Pelatihan Manajemen Tuberkulosis Anak. Jateng: IDAI.
WHO. 2006. Guidance for national tuberculosis programmes on the management of tuberculosis in children. WHO/HTM/TB/2006371.
WHO. 2008. Global tuberculosis control: surveillance, planning, financing.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : dr. Sahab Sibuea, M.Sc __________________
Sekretaris : dr. Ari Wahyuni __________________
Penguji : dr. Azelia Nusadewiarti, M.Ph __________________
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001
Efesus 3:20
“
Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak
dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang
ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,
”
Bermimpi dan beraksi, Tuhan akan bekerja dan
menjadikannya nyata!
Semangat mengasah diri untuk menjadi berkat demi
kesenangan dan kemuliaan-Nya.
Semua yang berasal dari hati tak kan pernah sia-sia.
Oh, I delight… I delight to do Your will.
Puji dan Syukur kepada Yesus Kristus atas segala
kasih dan anugrah-Nya yang sangat besar bagi
kehidupan saya.
Skripsi ini kupersembahkan teruntuk kedua
orangtuaku tersayang, saudaraku Julianus Cuantha
dan Indra Firdaus, serta mendiang bolangku yang
sangat ku kasihi.
Kepada para pendidikku dan almamater tercinta.
Judul Skripsi : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
TERHADAP KEPATUHAN IBU/BAPAK
DALAM PENGOBATAN TUBERKULOSIS
ANAK DI POLI ANAK RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG DESEMBER 2012-JANUARI 2013
Nama Mahasiswa : YENI OCTARIA
Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011089
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
dr. Sahab Sibuea, M.Sc dr. Ari Wahyuni
NIP. 140106162 NIP. 198406102009122004
1. Dekan Fakultas Kedokteran
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 02 Oktober 1991, anak bungsu dari tiga
bersaudara, dari pasangan Bapak D. Bukit dan Ibu M. Tarigan.
Pendidikan diawali dengan bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK) Yayasan
Perguruan Kristen Tri Murni Medan, Sumut. Dilanjutkan di Sekolah Dasar (SD)
Yayasan Perguruan Kristen Tri Murni Medan, Sumut. Penulis meneruskan
jenjang pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) masih di
Yayasan Perguruan Kristen Tri Murni Medan, Sumut. Selanjutnya menyelesaikan
jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Medan.
Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan
terdaftar sebagai mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui
jalur SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswi, Penulis aktif dalam kegiatan dan pelayanan di
kampus sebagai pengurus Organisasi Kristen maupun di gereja sebagai Pemudi
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan penyertaan-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan Terhadap Kepatuhan
Ibu/Bapak dalam Pengobatan Tuberkulosis Anak di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung Desember 2012-Januari 2013” ini merupakan syarat bagi Penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat kepada
semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membimbing, membantu dan
memberikan dorongan dalam proses penyelesaian skripsi ini :
1. Dr. Sutyarso, M. Biomed selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
2. dr. Sahab Sibuea, M.Sc., selaku Pembimbing Utama, yang selalu bersedia membimbing,
mengajar, dan mendukung dengan penuh kasih dalam proses penyelesaian skripsi ini;
3. dr. Ari Wahyuni, selaku Pembimbing Pendamping, yang bersedia membimbing,
mendengarkan cerita penulis dan mendukung sepenuhnya dalam proses penyelesaian
5. Semua staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang membantu
dalam proses pembelajaran semasa kuliah dan penyelesaian skripsi ini.
6. Dokter-dokter spesialis anak, perawat dan staff di Poliklinik Anak RSUD Abdul Moeloek
serta mba Trisna, staff bagian rekam medis yang selalu direpotkan.
7. Semua Ibu dan Bapak, orang tua dari anak yang menderita tuberkulosis dan menjalani
pengobatan di Poliklinik Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek, yang telah bersedia ikut
dalam penelitian ini sebagai responden dan yang telah memberikan semangat dan doa
kepada penulis.
8. Bapak dan Mamak tersayang yang selalu mendukung, mendoakan, mengingatkan, serta
mendorong penulis untuk selalu memberikan yang terbaik.
9. Untuk abang-abangku, terima kasih atas sms-sms semangat dan doanya.
10.Untuk keluarga kecilku di Lampung, Bang Ropi, Kak Juli dan si kembar Oci dan Iman,
terima kasih atas keceriaan di rumah.
11.Untuk saudariku yang begitu luar biasa, Lewi Martha Puri, terima kasih untuk semuanya.
12.Koloniku, Ranintha dan Hema, serta sahabatku, Debora Febrina, terima kasih untuk
perhatian dan semangat dari kalian.
13.Untuk adik ku, Emia Sri Kirana Sebayang, yang selalu berhasil menghibur ketika
dibutuhkan di waktu yang tepat.
14.Untuk teman-teman ku seperjuangan dalam mengejar target Icha, Nadya, Aqsha, dan
16.Teman-teman Permata, Bang Adolf, Bang Edu, Bang Aldo dan semuanya yang mungkin
terlalu panjang jika disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan, keceriaan dan
bantuannya.
17.Teman-teman, kakak, abang dan adik di Permako Medis, terima kasih atas doa dan
semangat yang selalu ada bagi penulis.
18.Teman-teman sejawat dan seperjuangan Dorlan dan Komti, Arif, serta pj-pj lain, bersama
kalian saya dapat lalui ini semua dan juga kepada kakak dan adik tingkat 2002, 2003,
2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, 2011, 2012.
Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis
berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Akhir kata, saran dan kritik yang membangun selalu diharapkan penulis untuk
menyempurnakan penulisan-penulisan selanjutnya.
Bandar Lampung, Februari 2013
Penulis,