ANALISA PEMANFAATAN INTERNET
BERDASARKAN SURVEI PEMETAAN
E-COMMERCE
MENGGUNAKAN METODE
SIX SIGMA
DWI KUNTARI
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
ANALISA PEMANFAATAN INTERNET
BERDASARKAN SURVEI PEMETAAN
E-COMMERCE
MENGGUNAKAN METODE
SIX SIGMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Dwi Kuntari
105094003088
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
ANALISA PEMANFAATAN INTERNET
BERDASARKAN SURVEI PEMETAAN
E-COMMERCE
MENGGUNAKAN METODE
SIX SIGMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Dwi Kuntari
105094003088
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Drs.S.A.Pamungkas, M.Eng NIP. 19670618 199301 1 001
Nur Inayah, M. Si NIP. 19740125 200312 2 001 Mengetahui,
Ketua Program Studi Matematika
Yanne Irene, M. Si NIP. 19741231 200501 2 018
ABSTRACT
Utilization of Information and Communication Technology (ICT) such as Internet technology has changed business patterns and behavior, thus stimulating the growth of a new global paradigm that is a new economy based and supported by ICT. Given the limited infrastructure in Indonesia and is still expensive means of utilizing the Internet, then to current users of the Internet in general was still in the big cities and only upper and middle companies that have the ability to utilize the Internet as media campaigns, transactions, and interactions with among other businesses. For that Kemkominfo conducting surveys on such issues through the mapping of e-commerce in several cities in Indonesia. From the survey data obtained by complaints that the company does not use the internet. Therefore, the analysis is conducted to fix existing problems. One method that can be used in quality improvement is Six Sigma methods.
This research used the method with the phase of Six Sigma Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). After analysis found that the problem is the high cost of Internet connection. This causes Kemkominfo not yet have the capability and 2:48 at the level of sigma. As for the causes that can occur due to high infrastructure development costs (tower, monitor stations, etc.), so it needs to be done on the utilization of existing infrastructure and utilizing the latest technologies.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PENGESAHAN UJIAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 3
1.3 Pembatasan Masalah ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
2.1 E-Commerce ... 6
2.1.1 Definisi E-Commerce ... 6
2.1.2 Jenis-jenis E-Commerce ... 7
2.2 Internet ... 8
2.3 Six Sigma ... 9
2.4 Fase DMAIC ... 14
2.4.1 Fase Pendefinisian ... 14
2.4.2 Fase Pengukuran ... 16
2.4.3 Fase Analisa ... 26
2.4.4 Fase Improve ... 31
2.4.5 Fase Control ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 33
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 33
3.3 Metode Pengolahan Data ... 34
3.4 Alur Penelitian ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1 Pendefinisian Masalah ... 37
4.2 Pengukuran Kinerja Kemkominfo ... 43
4.2.1 Perhitungan Nilai DPMO ... 43
4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses ... 45
4.3 Analisis Masalah di Kemkominfo ... 50
4.3.1 Diagram Sebab Akibat ... 50
4.3.2 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
5.2 Saran ... 59
REFERENSI ... 60
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kendali Proses yang Memiliki Kapabilitas………... 20
Gambar 2.2 Bagan Kendali Proses yang Memiliki Kapabilitas Tinggi………… 21
Gambar 2.3 Bagan Kendali Proses yang Memiliki Kapabilitas Hampir Tidak Cukup ... 22
Gambar 2.4 Bagan Kendali Proses yang Tidak Memiliki Kapabilitas…………. 22
Gambar 2.5 Contoh Diagram Sebab Akibat………. 30
Gambar 2.6 Bentuk Control Chart……… 35
Gambar 4.1 Diagram Pareto………. 44
Gambar 4.2 Process Mapping Penggunaan Internet………. 45
Gambar 4.3 Bagan Kendali Shewhart Jumlah Keluhan Perusahaan………. 48
Gambar 4.4 Probability of Failure Data……… 49
Gambar 4.5 Histogram Jumlah Keluhan Perusahaan………. 50
Gambar 4.6 Process Capability Jumlah Keluhan Perusahaan……… 51
ABSTRAK
DWI KUNTARI, Analisa Pemanfaatan Internet Berdasarkan Survei Pemetaan E-Commerce Menggunakan Metode Six Sigma. Di bawah bimbingan
Drs.S.A.Pamungkas, M.Eng dan Nur Inayah, M.Si.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti teknologi internet telah banyak merubah pola dan perilaku bisnis, sehingga menstimulasi pertumbuhan paradigma global baru yaitu ekonomi baru yang berbasis dan didukung oleh TIK. Dengan keterbatasan infrastruktur di Indonesia serta masih mahalnya sarana dalam memanfaatkan internet, maka sampai saat ini pengguna internet pada umumnya masih berada di kota-kota besar saja dan hanya perusahaan menengah ke atas yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan internet sebagai media promosi, transaksi, dan interaksi dengan sesama pelaku bisnis lainnya. Untuk itu Kemkominfo melakukan survei atas permasalahan tersebut melalui pemetaan e-commerce pada beberapa kota di Indonesia. Dari survey tersebut diperoleh data keluhan perusahaan yang tidak menggunakan internet. Oleh karena itu, dilakukan analisa untuk memperbaiki masalah yang ada. Salah satu metode peningkatan kualitas yang dapat digunakan adalah metode Six Sigma.
Pada penelitian ini digunakan metode Six Sigma dengan fase Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Setelah dilakukan analisa diketahui bahwa masalah yang sedang dihadapi adalah tingginya biaya koneksi internet. Hal tersebut menyebabkan Kemkominfo belum mempunyai kapabilitas dan berada pada level 2.48 sigma. Adapun yang menyebabkan hal itu dapat terjadi karena tingginya biaya pembangunan infrastruktur (tower, stasiun monitor,dll), sehingga perlu dilakukan pemanfaatan terhadap infrastruktur yang ada dan pemanfaatan teknologi-teknologi terbaru.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti teknologi internet telah banyak merubah pola dan perilaku bisnis, sehingga menstimulasi pertumbuhan paradigma global baru yaitu ekonomi baru yang berbasis dan didukung oleh TIK. Dengan keterbatasan infrastruktur di Indonesia serta masih mahalnya sarana dalam memanfaatkan internet, maka sampai saat ini pengguna internet pada umumnya masih berada di kota-kota besar saja dan hanya perusahaan menengah ke atas yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan internet sebagai media promosi, transaksi, dan interaksi dengan sesama pelaku bisnis lainnya.
Kegiatan perekonomian di Indonesia sangat ditunjang oleh keberadaan Perusahaan yang sangat banyak jumlahnya dan tersebar di berbagai kota besar dan kota kecil. Namun demikian sebagian belum mendayagunakan kemajuan TIK sebagai alat dan sarana dalam melaksanakan dan mengembangkan usaha bisnisnya. Padahal pendayagunaan TIK dalam bisnis secara nyata akan dapat menekan biaya transaksi bisnis dan memberikan kemudahan, kecepatan publikasi dan promosi, meningkatkan jangkauan dan waktu pemasaran, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas usaha dan daya saing Perusahaan tersebut.
salah satu metode peningkatan kualitas yang dapat digunakan adalah metode Six Sigma.
Menurut [9], Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaligus mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesifikasi) dengan
menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Pada skripsi ini digunakan pula pendekatan DMAIC yang bertujuan untuk menganalisa dan memperbaiki proses yang ada. Dalam konteks Indonesia, aplikasi Six Sigma relatif baru. Banyak perusahaan di Indonesia mengaplikasikan Six Sigma karena perusahaan induknya di Amerika dan Eropa telah mengaplikasikannya seperti General Electric Indonesia, Caltex, dan perusahaan lainnya. Tidak hanya perusahaan barat yang mencoba menggunakan Six Sigma, tetapi juga perusahaan jepang menggunakannya tanpa meninggalkan aplikasi peningkatan kualitas dasarnya. Oleh karena itu, berdasarkan hasil data e-commerce yang diperoleh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, maka Penulis tertarik untuk menyusun skripsi yang berjudul ANALISA PEMANFAATAN INTERNET BERDASARKAN SURVEI PEMETAAN
E-COMMERCE MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA.
1.2Permasalahan
1. Pengidentifikasian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet.
2. Pengukuran terhadap faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet dengan menggunakan metode Six Sigma.
3. Penanganan terhadap faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet dengan menggunakan metode Six Sigma.
1.3Pembatasan Masalah
Adapun untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka digunakan beberapa pembatasan, yaitu:
1. Data yang digunakan adalah data perusahaan di Aceh, Ternate, Ambon, Gorontalo, Bengkulu, Kendari, Samarinda, dan Banjarmasin. Yang terdiri dari 166 perusahaan pada tahun 2009.
2. Karena keterbatasan waktu maka pada penelitian ini hanya dilakukan pada fase DMA (Define, Measure, Analyze) dari metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:
2. Mengukur faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet.
3. Mendapatkan solusi dalam menangani permasalahan dengan menggunakan metode Six Sigma.
1.5Manfaat Penelitian
Berikut adalah berbagai manfaat dari pemecahan masalah yang dibahas dalam skripsi ini:
1. Dengan mengidentifikasi permasalahan, dapat diperoleh informasi mengenai urutan faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet. 2. Dapat diperoleh informasi dari permasalahan untuk Kementerian Komunikasi dan
Informatika.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 E-Commerce
2.1.1 Definisi E-Commerce
Menurut [4], E-Commerce merupakan suatu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, jasa dan informasi yang dilakukan secara elektronik. Tahapan transaksi elektronik dalam e-commerce dapat diurutkan sebagai berikut :
1. E-Customer (pihak yang membeli barang atau jasa melalui internet) dan E-Merchant (pihak yang menawarkan barana atau jasa melalui internet) bertemu
dalam dunia maya melalui server yang dibawa dari Internet Service Provider (ISP) oleh e-merchant.
2. Transaksi melalui e-commerce disertai Term of Use dan Sales Condition yang telah diletakkan pada website sehingga e-customer yang berminat dapat meng‘klik’ tombol accept atau menerima.
3. Mekanisme ‘klik’ tersebut sebagai perwujudan dari kesepakatan yang tentunya mengikat pihak e-merchant.
e-customer memerintahkan kepada Issuing Customer Bank untuk dan atas nama e-customer melakukan sejumlah pembayaran atas harga barang kepada Acquiring
Merchant Bank yang ditujukan kepada e-merchant.
5. Setelah proses pembayaran selesai kemudian diiukuti dengan proses pemenuhan pihak e-merchant berupa pengiriman barang sesuai dengan kesepakatan.
2.1.2 Jenis-Jenis E-Commerce
Secara umum e-Commerce dibagi atas 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Business to Business (B2B)
Business to Business merupakan sistem komunikasi bisnis online antar pelaku
bisnis. Pada umumnya transaksi dilakukan oleh para trading partners yang sudah saling kenal dengan format data yang telah disepakati bersama.
2. Business to Customer (B2C)
Business to Customer dapat dikatakan sebagai toko online yaitu transaksi antara
e-merchant dengan e-customer. Business to Customer sifatnya lebih terbuka
untuk publik, sehingga setiap individu dapat mengakses melalui suatu Web server.
2.1.3 Manfaat E-Commerce
Adapun manfaat-manfaat dari penggunaan e-Commerce, antara lain: a. Sebagai peluang usaha baru
c. Meningkatkan pendapatan dengan menggunakan online channel yang biayanya lebih murah.
d. Mengurangi keterlambatan dengan menggunakan transfer elektronik/pembayaran yang tepat waktu dan dapat langsung di cek.
e. Mempercepat pelayanan ke pelanggan dan pelayanan lebih responsif. f. Paperless.
2.2 Internet
Menurut [3], Internet adalah komputer jaringan komunikasi elektronik yang menghubungkan jaringan komputer dan fasilitas komputer yang terorganisasi di seluruh dunia melalui telepon atau satelit. Jumlah pengguna internet yang besar dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibandingkan dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran/pengetahuan informasi dan data secara ekstrim.
2.3 Six Sigma
Menurut [9], Six Sigma terdiri dari kata-kata six dan sigma. Six artinya enam. Sedangkan Sigma merupakan simbol dari standar deviasi yang biasa dilambangkan dengan (σ). Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses sekaligus mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Secara harfiah, Six Sigma (6σ) adalah suatu besaran yang dapat diterjemahkan dengan mudah sebagai sebuah proses yang memiliki kemungkinan cacat sebanyak 3,4 buah dalam satu juta produk/jasa. Ide sentral di belakang Six Sigma adalah jika dapat mengukur berapa banyak cacat yang ada dalam suatu proses, maka secara sistematis dapat mengatasi bagaimana menekan dan menempatkan diri dekat dengan zero-defect. Simbol sigma (σ) dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi, yaitu suatu nilai yang menyatakan simpangan terhadap nilai tengah.
Tabel 2.1 Tingkat Kecacatan Pada Sigma
Sigma Persentase Kecacatan
Jumlah Cacat Per
Juta
1 69% 691.469
2 31% 308.538
3 6,7% 66.807
4 0,62% 6.210
5 0,023% 233
6 0,00034% 3,4
7 0,0000019% 0,019
Menurut [9], konsep dasar Six Sigma banyak sekali diambil dari Total Quality Management (TQM) dan Statistical Process Control (SPC) dengan dua
konsep besar ini diawali oleh pemikiran-pemikiran Shewhart, Juran, Deming, Crossby, dan Ishikawa. Dari segi waktu, dapat dikatakan bahwa Six Sigma adalah hasil evolusi terakhir dari Quality Improvement yang berkembang sejak tahun 1940-an. Menurut [11], yang menjadikan Six Sigma berbeda adalah Six Sigma memiliki tiga hal utama tersendiri dari program kualitas sebelumnya, yaitu: Six Sigma mengutamakan pelayanan terhadap pelanggan, Six Sigma sangat memperhitungkan penanaman modal kembali, dan Six Sigma mengubah cara menjalankan manajemen.
1. Benar-benar mengutamakan pelanggan.
2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta. Bukan berdasarkan opini atau pendapat tanpa dasar.
3. Fokus pada proses, manajemen, serta perbaikan. 4. Manajemen yang proaktif.
5. Kolaborasi tanpa batas.
6. Selalu mengejar kesempurnaan.
Dalam mengimplementasikan Six Sigma diperlukan adanya suatu tim pelaksana yang bertanggung jawab atas proses dan pencapaian pelaksanaan Six Sigma. Adapun tim tersebut terdiri dari:
a. Eksekutif Leader
Posisi eksekutif leader ditempati oleh pimpinan teratas perusahaan Peran dan tanggung jawabnya pun beraneka ragam, antara lain menciptakan sistem organisasi yang dapat berjalan sesuai alurnya, dapat memulai dan memasyarakatkan Six Sigma ke seluruh bagian, divisi, departemen, serta cabang-cabang perusahaan.
b. Champions
Champions merupakan anggota-anggota yang berasal eksekutif leader. Mereka
meniadakan berbagai hambatan agar black belt dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Tugas lainnya dari champions adalah memilih calon-calon anggota black belt, mengidentifikasi wilayah kerja proyek, menegaskan sasaran yang
dikehendaki, menjamin terlaksananya proyek sesuai jadwal dan memastikan bahwa tim pelaksana telah memahami maksud dan tujuan proyek.
c. Master Black Belts
Master black belts merupakan orang-orang yang menguasai alat-alat dan teknik
Six Sigma. Mereka pula yang menjadi guru dan mentor bagi black belt dan green
belt, serta secara bersama-sama mengawasi mereka. Aspek-aspek kunci dari
peranan master black belt terletak pada kemampuannya dalam memfasilitasi penyelesaian masalah tanpa mendominasi proyek/tugas/pekerjaan.
d. Black Belts
Black belts merupakan orang-orang yang berperan sebagai pemimpin proyek
perbaikan kinerja perusahaan. Mereka dilatih untuk menemukan masalah, mencari penyebab beserta penyelesaiannya, bertugas mengubah teori ke dalam tindakan, memilah-milah data dan bertanggung jawab mengaplikasikan Six Sigma. Para calon anggota black belt wajib memenuhi syarat-syarat seperti:
e. Green Belts
Green belts merupakan orang-orang yang membantu tim pelaksana Six Sigma,
terutama black belt. Walau begitu, jika green belt bertindak sebagai pimpinan tim untuk proyek yang lebih sederhana, maka mereka dapat menjalankan tanggung jawabnya. Umumnya green belt bertugas paruh waktu pada bidang tertentu. Mereka pula yang menyediakan perlengkapan pelatihan dasar Six Sigma dan metodenya. Serta mengumpulkan dan menganalisa data.
f. Yellow Belts
Yellow belts merupakan orang-orang yang membantu black belt dan green belt.
Meskipun tidak memiliki keahlian tertentu tentang Six Sigma, akan tetapi mereka dapat membantu kerja black belt dan green belt dalam pengumpulan data, pendefinisian masalah atau mencari sebab akibat dari suatu masalah. Setiap orang yang menjadi bagian dari perusahaan merupakan anggota yellow belt.
2.4 Fase DMAIC
2.4.1 Fase Pendefinisian
Pada fase define dilakukan pengidentifikasian unsur-unsur atau masalah Critical to Quality (CTQ). CTQ merupakan atribut-atribut dari produk yang dipentingkan pelanggan. Pada tahap ini Tim Pelaksana mengidentifikasikan permasalahan, mendefinisikan spesifikasi pelanggan, dan menentukan tujuan. Untuk memudahkan pendefinisian masalah pada fase ini dapat digunakan beberapa tools dalam statistik, diantaranya diagram Pareto dan Process Mapping. Menurut [10], Pareto chart digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang
disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan sangat membantu untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk untuk mengetahui masalah utama proses. Dengan bantuan pareto chart tersebut, kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada
sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab pada suatu ketika.
Kegunaan pareto chart adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani. 2. Pareto chart dapat membantu untuk memusatkan perhatian pada persoalan utama
yang harus ditangani dalam upaya perbaikan.
3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan korektif berdasarkan prioritas, setelah itu dapat dilakukan pengukuran ulang dan membuat pareto chart baru. Apabila terdapat perubahan dalam pareto chart baru, maka tindakan korektif ada efeknya.
4. Menyusun data menjadi informasi yang berguna. Dengan pareto chart, sejumlah data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan.
Sedangkan Process mapping merupakan salah satu alat Six Sigma yang paling esensial dalam mendokumentasikan proses. Process mapping terdiri dari Suppliers yaitu seseorang atau kelompok yang menyediakan segala sesuatu yang
Simbol-simbol yang digunakan pada pembuatan process mapping, antara lain:
: digunakan untuk menggambarkan awal dan akhir proses
: digunakan untuk menggambarkan tahap-tahap dalam proses
: digunakan untuk menggambarkan proses pengambilan keputusan
: digunakan untuk menghubungkan tahap-tahap dalam proses
2.4.2 Fase Pengukuran
Fase measure merupakan fase pengukuran tingkat kecacatan atau tingkat kinerja proses pada saat sekarang agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Pengukuran yang dimaksud, antara lain:
1. Pengukuran baseline kerja
Pada tahap ini dilakukan pengukuran tingkat kinerja atau baseline kinerja, ukuran hasil kinerja yang digunakan pada Six Sigma yaitu tingkat Defect Per million Opportunity (DPMO). Pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui keadaan
a. Menghitung nilai DPMO
DPMO merupakan suatu ukuran kegagalan yang menunjukkan kerusakan suatu produk/jasa dalam satu juta barang yang diproduksi. Kerusakan yang dimaksud dapat diartikan dengan tidak bersih, tidak tepat, ataupun tidak memenuhi standar. DPMO dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
1.000.000
produksi semua
jumlah
usakan ker
jumlah
DPMO 2.1
b. Mengkonversi nilai DPMO ke nilai sigma dengan menggunakan Tabel Konversi Sigma(Lampiran 2)
Nilai DPMO dan level sigma yang telah diketahui akan sangat membantu untuk mengetahui besarnya baseline kinerja perusahaan saat ini.
2. Pengukuran Tingkat Kapabilitas Proses
Suatu proses dikatakan baik (memiliki kapabilitas) apabila berjalan pada suatu rentang yang telah ditetapkan. Rentang tersebut memiliki batas, yakni batas atas (USL-Upper Specification Limit) dan batas bawah (LSL-Lower Specification Limit). Proses yang terjadi di luar rentang tersebut maka dianggap cacat.
Gambar 2.1 Bagan Kendali Proses yang Memiliki Kapabilitas
Besarnya batas spesifikasi perusahaan ditentukan oleh bagian Quality Control pada perusahaan, sedangkan besarnya batas terkontrol dapat diketahui melalui bagan kendali Shewhart.
Analisa proses kapabilitas adalah analisa yang dilakukan berdasarkan ukuran kemampuan suatu proses. Dan ukuran yang menyatakan kemampuan proses tersebut dinamakan capability index. Analisa proses kapabilitas dapat digunakan jika proses tersebut berada dalam Statistical Process Control, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur dan menganalisa suatu proses. Jika tidak, maka nilai kapabilitasnya tidak dapat dipercaya.
Menurut [2], proses kapabilitas dapat digolongkan menjadi tiga kondisi, yaitu: 1. Proses yang memiliki nilai kapabilitas tinggi. Proses tersebut terjadi jika
rentang proses berada di dalam rentang spesifikasi (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Bagan Kendali Proses Kapabilitas Tinggi
2. Proses yang memiliki nilai kapabilitas hampir tidak cukup. Proses tersebut terjadi jika rentang proses sama dengan rentang spesifikasi (Gambar 2.3).
6σ = (USL-LSL) 2.3
Gambar 2.3 Bagan Kendali Proses Kapabilitas Hampir Tidak Cukup
6σ > (USL-LSL) 2.4
Gambar 2.4 Bagan Kendali Proses Tidak Memiliki Kapabilitas
Adapun beberapa indeks kapabilitas proses yang digunakan dalam skripsi ini, antara lain:
a. Indeks kapabilitas proses Cp
Menurut [2], Indeks kapabilitas proses Cpmerupakan indeks kapabilitas
yang paling sederhana, digunakan untuk menunjukkan kemampuan suatu proses dalam memenuhi spesifikasi limit. Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum menggunakan Cp, yaitu distribusi dari proses harus
berdistribusi normal dan nilai rata-rata proses ( ) harus tepat sama dengan
nilai target (T), yang berarti nilai dari proses harus tepat berada di tengah
maka nilai Cpakan memberikan hasil yang kurang dapat dipercaya. Dan
dapat dikatakan pula Cpmerupakan perbandingan antara rentang spesifikasi
dengan rentang proses, sehingga seharusnya bernilai lebih dari 1. Cp dapat
dituliskan sebagai berikut:
p
USL LSL C
UCL LCL
2.5
UCLLCL
X3
X 3
UCLLCL X 3 X 3 6
Sehingga:
6 p
USL LSL USL LSL
C
UCL LCL
2.6
Jika nilai Cp=1, maka rentang spesifikai sama dengan rentang proses. Dapat
dikatakan proses hampir memiliki kapabilitas. Jika nilai Cp>1, maka rentang
spesifikasi lebih besar dari rentang proses. Dapat dikatakan proses memiliki kapabilitas yang tinggi. Dan jika nilai Cp<1, maka rentang spesifikasi lebih
kecil dari rentang proses. Dapat dikatakan proses tidak memiliki kapabilitas. Secara umum dapat dikatakan semakin besar nilai Cp, maka semakin baik
proses tersebut. Six sigma merupakan pengembangan dari konsep Cp. Proses
6σ memiliki Cp=2. Menurut [5], hubungan antara nilai Cp dan kapabilitas
Tabel 2.2 Hubungan Cp dan Kapabilitas Proses
Cp Kapabilitas Proses
0, 33 1, 0 σ
0, 50 1, 5 σ
0, 67 2, 0 σ
0, 83 2, 5 σ
1, 00 3, 0 σ
1, 17 3, 5 σ
1, 33 4, 0 σ
1, 50 4, 5 σ
1, 67 5, 0 σ
1, 83 5, 5 σ
2, 00 6, 0 σ
2, 17 6, 5 σ
2, 33 7, 0 σ
b. Indeks Kapabilitas Proses Cpk
Indeks kapabilitas proses merupakan indeks yang menunjukkan seberapa baik suatu proses dapat memenuhi spesifikasi limit, dengan mengukur jarak terdekat antara kinerja proses dan batas spesifikasi. Semakin kecil nilai Cpk
semakin dekat jarak antara kinerja proses dan batas spesifikasi, hal ini berarti proses tersebut semakin capable. Menurut [2], formula Cpk dituliskan
sebagai berikut:
C
pk
1k
C
p 2.7dengan
2 2
LSL USL
X LSL USL
k
jika USLLSL X 2 maka LSL USL X LSL USL LSL USL LSL USL X LSL USL k 2 2 2
jika USLLSL X
2 maka
USL LSLLSL USL LSL USL X LSL USL LSL USL X k 2 2 / 2 /
6 2 1 1 , 6 LSL USL LSL USL X LSL USL LSL USL Cp k LSL USL Cp 62 USL LSL
LSL USL X LSL USL LSL USL LSL USL LSL USL 6 2 6 6 X LSL USL LSL USL 3 6 2
2X LSL X LSL
6 6
2 6 LSL USL X LSL
USL
Jadi,
2.8
dengan:
USL = batas spesifikasi atas (Upper Spesification Limit)
LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Spesification Limit)
X
= rata-rata prosesσ = simpangan/standar deviasi
Dapat dikatakan bahwa Cpk lebih baik dari pada Cp, namun Cpk juga
mempunyai kekurangan. Cpkhanya melihat penyebaran dari rata-rata proses
dan spesifikasi limit, sehingga tidak dapat memberikan informasi bagaimana penyebaran dari proses control secara keseluruhan hanya bagaimana penyebaran proses terhadap spesifikasi limit.
Terdapat hubungan antara Cpk dan kapabilitas proses pada berbagai
tingkat sigma. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.2. c. Indeks Kapabilitas Proses Cpm
Indeks kapabilitas proses Cpm ( disebut juga Taguchi Capability Index)
digunakan untuk mengukur pada tingkat mana output suatu proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan.
, 3
3
min USL X X LSL
c
pk
3
6
2USL X USLX
Semakin tinggi nilai Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin
mendekati nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan pelanggan. Formula Cpm dituliskan:
2.9
dengan τ adalah variansi dan selisih antara rata-rata proses (X ) dan target (T).
Menurut [13], beberapa keuntungan dari penggunaan indeks Cpm adalah:
a. Indeks Cpm dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi yang tidak
simetris, dengan nilai spesifikasi target kualitas (T) tidak berada tepat di tengah nilai USL dan LSL.
b. Indeks Cpm dapat dihitung untuk tipe distribusi apa saja, tidak
mensyaratkan data harus berdistribusi normal. Hal ini berarti perhitungan
Cpm adalah bebas dari persyaratan distribusi data, serta tidak
memerlukan lagi uji normalitas untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan dari proses itu berdistribusi normal. Dan akan menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang distribusi apa yang digunakan.
)
(
6
2 2
:
T
X
ST ST
dengan LSL
USL
Cpm
Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya dipergunakan kriteria sebagai berikut:
a. Cpm ≥ 2,00
Proses dianggap mampu dan kompetitif. b. 1,00 ≤ Cpm ≤ 1,99
Proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol. Perusahaan yang memiliki nilai Cpm yang berada di kisaran ini memiliki kesempatan
terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma. c. Cpm < 1,00
Proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global.
2.4.3 Fase Analisa
Pada fase ini dilakukan penganalisaan terhadap sebab-sebab utama yang menyebabkan masalah pada proses. Di dalam penelitian ini sebab-sebab utama permasalahan tersebut dianalisa dengan menggunakan diagram sebab akibat dan analisa Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
Menurut [10], Diagram sebab-akibat atau sering disebut juga sebagai (fishbone diagram) atau diagram ishikawa, sesuai dengan nama Prof.Kaoru Ishikawa dari Jepang yang memperkenalkan diagram ini. Diagram sebab-akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi. Diagram ini dapat digunakan dalam situasi dimana: terdapat pertemuan diskusi dengan menggunakan brainstorming untuk mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi, diperlukan
analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah, dan terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat.
Diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses.
2. Mengidentifikasi kategori dan subkategori sebab-sebab yang mempengaruhi suatu karakteristik kualitas tertentu.
Di bawah ini merupakan contoh bentuk diagram sebab akibat
Gambar 2.5 Contoh Diagram Sebab Akibat
b. Analisa FMEA
Penggunaan FMEA pada awalnya untuk industrial safety ataupun reability maintenance, namun belakangan ini banyak dipakai dalam berbagai proses. Dari
hasil FMEA, prioritas perbaikan akan diberikan pada komponen yang memiliki tingkat prioritas Risk Priority Number (RPN) paling tinggi.
Menurut [14], langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan analisa FMEA, sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi proses, produk, atau jasa.
accurance, degree of severity, chance of detection, risk priority number, dan
rank.
3. Membuat daftar masalah-masalah yang mungkin muncul.
4. Mengidentifikasi semua penyebab dari setiap masalah yang muncul.
5. Menentukan akibat dari setiap masalah tersebut, dan mengidentifikasikan akibat potensial dari masalah terhadap pelanggan, produk, dan proses.
6. Membuat tabel keterangan nilai-nilai yang akan ditentukan. Untuk mengisi kolom frequency of accurance, degree of severity, dan chance of detection dibuat sebuah tabel consensus dari nilai-nilai relatif untuk mengasumsikan frekuensi yang muncul (occurance), seberapa besar pengaruh efek kegagalan yang terjadi (severity), kemungkinan masalah tersebut terdeteksi dan diatasi saat ini (detection). Selanjutnya kolom-kolom tersebut diisi dengan nilai-nilai yang sesuai berdasarkan tabel yang telah dibuat.
7. Menghitung nilai RPN dari tiap masalah dengan perhitungan sebagai berikut: DET
OCC SEVV
RPN 2.10 8. Menyusun masalah berdasarkan nilai RPN tertinggi hingga terendah.
9. Mengambil tindakan untuk mengurangi resiko pada masalah berdasarkan rangkingnya.
[image:39.612.127.533.145.570.2]Berikut contoh spreadsheet FMEA:
Tabel 2.3 Spreadsheet FMEA
failure failure failure occurance (1-10) severity (1-10) detection (1-10) number (RPN) n k
[image:40.612.128.532.114.689.2]Besarnya nilai occurance (OCC), severity (SEV), dan detection (DET) berkisar antara 1-10. Ketentuan dari pemberian besarnya nilai ini dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Nilai Occurance (OCC), Severity (SEV), dan Detection (DET)
Nilai Occurance (OCC) Severity (SEV) Detection (DET)
1 Jika masalahnya hampir tidak pernah
terjadi
Jika masalahnya tidak berpengaruh (minor).
Jika masalahnya pasti dapat cepat-cepat diatasi(very high) 2
Jika masalahnya sedikit berpengaruh dan tidak
terlalu kritis (low). 3 Jika masalahnya
sangat jarang terjadi, relatif sedikit (low).
Jika masalahnya kemungkinan besar dapat diatasi (high) 4
Jika masalahnya cukup berpengaruh, dan pengaruhnya cukup kritis
(moderatte).
Jika masalahnya ada kemungkinan untuk
dapat diatasi (moderatte) 5
6 Jika masalahnya kadang-kadang terjadi (moderatte) 7
Jika masalahnya sangat berpengaruh dan kritis
(high).
Jika masalahnya kemungkinannya kecil untuk dapat
diatasi (low) 8 Jika masalahnya
9 Jika masalahnya sulit untuk dihindari (very
high)
Jika masalahnya benar-benar berpengaruh, sangat merugikan dan sangat kritis (very high)
Jika masalahnya mungkin tidak dapat
diatasi (very low)
10 Jika masalahnya tidak
dapat diatasi (none).
Setelah dilakukan analisa FMEA, selanjutnya menentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Terutama masalah-masalah yang memiliki nilai resiko (RPN) tertinggi. Untuk itu digunakan tabel action planning for failure mode (Tabel 2.6). Dengan tabel ini ditentukan tindakan yang
sesuai untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi dengan memberikan solusi langsung ke akar penyebab permasalahannya. Apabila ditentukan, untuk setiap solusi tersebut dapat dibuat validasi yang akan berguna untuk memastikan bahwa solusi telah diimplementasikan dengan benar. Bentuk validasi tersebut dapat berupa laporan, form atau checksheet.
Tabel 2.5 Bentuk tabel action for failure mode
Failure mode
Actionable cause
Design action/potensial
solution
Design validation
Fase improve adalah fase meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab timbulnya cacat. Setelah sumber-sumber penyebab masalah kualitas dapat diidentifikasi, maka dapat dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma.
Salah satu metode statistik yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan melakukan perbaikan kualitas adalah Design of Experiment (DoE). DoE dapat didefinisikan sebagai suatu uji atau rentetan uji dengan mengubah-ubah variabel input (faktor) suatu proses sehingga dapat diketahui penyebab perubahan output (respon).
2.4.5 Fase Control
Pada fase control hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan. Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus distandarisasikan, dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus menerus
pada jenis masalah yang lain mengikuti konsep DMAIC.
Diagram kontrol merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengontrol variansi dalam suatu proses produksi. Diagram ini memuat tiga garis batas, yaitu: garis kontrol atas (UCL), garis kontrol bawah (LCL), dan rata-rata kualitas sampel. Menurut [7], sampel yang berada dalam rentang UCL-LCL dikatakan berada dalam pengawasan (in control), sedangkan sampel yang berada di luar rentang UCL-LCL dikatakan berada di luar pengawasan. Fungsi dari diagram ini adalah
memonitor kinerja agar tetap berada dalam batas pengawasan, dan memberikan informasi mengenai stabilitas serta kemampuan proses.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Waktu dan Tempat Penelitian
Survei ini dilakukan selama empat bulan, yaitu dari bulan Februari 2009 sampai dengan bulan Mei 2009. Tempat pelaksanaan survei dilakukan dibeberapa kota di Indonesia, diantaranya: Aceh, Ternate, Ambon, Gorontalo, Bengkulu, Kendari, Samarinda, dan Banjarmasin yang terdiri dari 166 Perusahaan.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari Kementrian Komunikasi dan Informatika, meliputi:
a. Dokumen umum Kementerian Komunikasi dan Informatika. b. Data keluhan dari konsumen (perusahaan).
c. Data jumlah perusahaan di 8 kota yang memanfaatkan internet dan tidak memanfaatkan internet.
Dalam menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini, digunakan metode deskriptif, berupa:
1. Studi Pustaka
2. Wawancara
Metode wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang masalah-masalah yang dihadapi dan upaya-upaya yang akan dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Wawancara dilakukan oleh pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika.
3.3Metode Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data. Terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk mengolah data-data yang dimiliki, antara lain:
a. Tahap Define
Pada tahap define dilakukan pengidentifikasikan masalah dengan menggunakan data keluhan konsumen, yang diperoleh dari hasil jawaban kuosiner. Dari identifikasi tersebut diperoleh permasalahan utama yang dihadapi oleh Kemkominfo.
b. Tahap Measure
c. Tahap Analyze
Pada tahap analyze dilakukan analisis faktor-faktor utama yang menyebabkan adanya keluhan pada proses dengan menggunakan diagram sebab-akibat dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Untuk membuat diagram sebab-akibat, dilakukan wawancara dengan pihak Kemkominfo untuk mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan permasalahan utama yang dihadapi oleh Kemkominfo. Setelah itu dilakukan analisis FMEA dengan menggunakan spreadsheet FMEA untuk mengetahui faktor yang paling mempengaruhi masalah tersebut. Dengan spreadsheet FMEA akan diperoleh nilai RPN dari tiap-tiap faktor. Kemudian setelah diketahui faktor yang nilai RPN-nya paling besar, maka selanjutnya ditentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah tersebut.
Dalam penelitian ini pengkajian fase improve dan fase control tidak dilakukan, karena keterbatasan waktu yang dimilki oleh penulis. Setelah dilakukan pengolahan data, selanjutnya yang dilakukan adalah analisis data. Data tersebut berupa:
1. Permasalahan utama yang dihadapi oleh Kemkominfo dapat dilihat dari diagram pareto
2. Kondisi baseline kinerja Kemkominfo dapat dilakukan dengan melihat nilai akhir level sigma.
3.4Alur Penelitian
[image:47.612.127.505.173.657.2]Untuk mengetahui alur dari penelitian ini, dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1 Alur Penelitian Pendefinisian
masalah
Pareto chart
Permasalahan utama
Kesimpulan dan saran
Fase
Measure
Fase
Analyze
Process mapping
Pengukuran baseline
kinerja
Pengukuran proses kapabilitas
Kondisi perusahaan
Diagram sebab akibat
Analisis FMEA Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pendefinisian Masalah
Fase define adalah hal yang pertama dilakukan dalam menggunakan metode Six Sigma. Dan sebelum melakukan penelitian ini, diperlukan terbentuknya suatu tim
Six Sigma yang terdiri dari beberapa anggota yaitu pihak Executive Leader adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika, Champion adalah Direktur utama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Master Black Belt adalah Direktur e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika, Black Belt adalah kepala sub
bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika, Green Belt adalah Karyawan aplikasi perekonomian e-Business Kementerian
Komunikasi dan Informatika, Yellow Belt adalah seluruh karyawan e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika.
perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sebagian besar perusahaan telah menggunakan internet sebagai media komunikasi, promosi dan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Sedangkan bagi perusahaan-perusahaan yang tidak menggunakan internet bukanlah dikarenakan mereka tidak menyadari akan kehadiran internet serta manfaatnya, namun dikarenakan beberapa faktor, antara lain:
1. Tingginya biaya koneksi internet
Biaya koneksi internet di Indonesia memang masih tergolong mahal dibandingkan negara-negara lain. Sehingga bagi perusahaan-perusahaan berskala kecil maupun menengah, biaya merupakan kendala utama untuk mengakses internet.
2. Tidak memiliki tenaga ahli bidang TIK
Beberapa responden menyatakan bahwa perusahaan mereka tidak memiliki tenaga ahli bidang TIK, sedangkan untuk menyewa tenaga ahli dari luar membutuhkan biaya yang relatif mahal.
3. Tidak memiliki strategi bisnis melalui internet
Bisnis melalui internet di Indonesia dalam hal ini adalah e-Commerce belumlah
mem”booming”. Hal ini dikarenakan masih banyak perusahaan yang belum
memiliki strategis bisnis dalam membangun e-Commerce. Strategi e-Commerce yang dimaksud antara lain:
c. Menyusun kebijakan atau peraturan pembelian dan pembayaran melalui internet bagi pelanggan.
4. Kurangnya kemampuan bahasa Inggris
Hambatan dalam penguasaan bahasa asing terutama bahasa Inggris saat ini bukanlah menjadi hambatan yang besar. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah semakin sadar akan pentingnya penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa dunia. 5. Kurang bermanfaat bagi perusahaan
Banyak responden menyatakan bahwa perusahaan mereka belum membutuhkan internet sebagai media komunikasi, promosi, maupun mencari informasi. Hal ini dikarenakan minimnya informasi yang mereka dapatkan mengenai manfaat internet bagi kelanjutan usaha mereka.
6. Kendala ketersedian koneksi internet (ISP)
Penyelenggara jasa internet merupakan perusahaan/badan yang menyelenggarakan jasa sambungan internet dan jasa lainnya yang berhubungan. Perusahaan masih ada yang meragukan akan ketersediaan ISP.
7. Kendala pada kualitas internet
Ada kalanya perusahaan menginginkan segala sesuatu yang cepat dalam membantu pekerjaan mereka. Ini salah satu kendala dimana terkadang internet menjalankan proses yang lamban.
kuosioner yang disebar di wilayah Aceh, Ternate, Ambon, Gorontalo, Bengkulu, Kendari, Samarinda, dan Banjarmasin. Selanjutnya, hal-hal yang menjadi faktor penyebab dikonfirmasikan ke pihak kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengidentifikasikannya
menjadi 7 faktor seperti tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Data Keluhan Pelanggan
Berdasarkan Tabel keluhan 4.1 dapat diketahui bahwa keluhan pelanggan terdiri dari tujuh jenis keluhan. Untuk memudahkan dalam melihat jenis keluhan yang paling banyak dikeluhkan pelanggan maka dibuat diagram Pareto. Diagram tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.
No. Jenis Keluhan Jumlah
1 Kendala ketersediaan koneksi internet (ISP) 2
2 Kendala pada kualitas internet 6
3 Kurang bermanfaat bagi perusahaan 24
4 Kurang kemampuan bahasa inggris 2
5 Tidak memilki SDM IT 9
C o u n t P e r c e n t masalah Count
35.5 31.6 11.8 7.9 7.9 2.6 2.6
Cum % 35.5 67.1
27
78.9 86.8 94.7 97.4 100.0
24 9 6 6 2 2
Percent Other 1 6 2 5 3 7 80 70 60 50 40 30 20 10 0 100 80 60 40 20 0
[image:52.612.127.527.110.556.2]Pareto Chart of masalah
Gambar 4.1 Diagram Pareto
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa jenis keluhan yang paling banyak adalah jenis keluhan tingginya biaya koneksi internet. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan kualitas terhadap tingginya biaya koneksi internet.
merupakan proses penggunaan internet yang dimulai dari tahap supplier sampai customers (SIPOC). Supplier adalah pihak yang bertindak sebagai penyuplai
Gambar 4.2 Process Mapping Penggunaan Internet
4.2 Pengukuran Kinerja Kemkominfo
4.2.1 Perhitungan nilai DPMO
Pengukuran baseline kinerja Kemkominfo dilakukan dengan menggunakan parameter DPMO dan nilai sigma. Berikut perhitungan tiap keluhan (Persamaan 2.1): a. Tingginya biaya koneksi internet
1000000 166
27
DPMO =162650 (2.48 sigma)
b. Kurang bermanfaat bagi perusahaan
1000000 166
24
DPMO = 144578 (2.64 sigma)
Supplier Input Proses Output Customer
Proses awal Proses akhir Penyedia
Jasa Internet
Infrastruktur
Koneksi Internet
Software
Pembangunan Tower
Instalasi Kabel Penghubung
Stasiun Monitor Layanan
Internet
Koneksi
c. Tidak memiliki SDM IT
1000000 166
9
DPMO = 54216 (3.19 sigma)
d. Tidak memiliki strategi bisnis melalui internet
1000000 166
6
DPMO = 36144 (3.30 sigma)
e. Kendala pada kualitas internet
1000000 166
6
DPMO = 36144 (3.30 sigma)
f. Kurangnya kemampuan bahasa Inggris
1000000 166
2
DPMO =12048 (3.76 sigma)
g. Kendala ketersediaan koneksi internet (ISP)
1000000 166
2
DPMO = 12048 (3.76 sigma)
4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses
Pengukuran kapabilitas dilakukan untuk mengetahui kondisi Kemkominfo saat ini. Dan pengukurannya menggunakan persamaan Cp, Cpk, Cpm. Pada
penelitian ini dilakukan pengukuran kapabilitas proses berdasarkan banyaknya jumlah keluhan atau bagian yang dianggap tidak memenuhi keingginan perusahaan. Data diperoleh melalui perhitungan jumlah keluhan dari tiap perusahaan yang dijadikan sampel.
Langkah selanjutnya adalah mencari nilai USL, LSL, UCL, LCL, rata-rata
Gambar 4.3 Bagan Kendali Shewhart Jumlah Keluhan Perusahaan
Pada gambar di atas, terlihat bahwa nilai UCL = 6.04, LCL = -3.63, dan rata-rata = 1.20. Besarnya nilai USL lebih kecil dari nilai UCL, sedangkan nilai LSL lebih besar dari LCL. Dari nilai-nilai tersebut, belum dapat diketahui kondisi Kemkominfo saat ini. Oleh karena itu, untuk lebih memastikannya maka dilakukan analisis dengan melihat nilai index kapabilitas Cp, Cpk, dan Cpm. Untuk mengetahuinya, langkah
maka data berdistribusi normal. Jika p-value < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.
Gambar 4.4 Probability Plot of Failure Data
Gambar 4.5 Histogram Jumlah Keluhan Perusahaan
Dari histogram di atas, diketahui bahwa nilai rata-rata dari proses sebesar 1.205 dan nilai standar deviasi sebesar 1.668. Setelah nilai-nilai tersebut diketahui, maka selanjutnya dihitung nilai index Cp, Cpk, dan Cpm. Perhitungannya sebagai
berikut:
49 . 0 14 . 10
5 69 . 1 6
0 5
6
) 690 . 1 3 0 205 . 1 ( , ) 690 . 1 3 205 . 1 5 ( min ) 3 , 3 ( min LSL X X USL Cpk ) 07 . 5 205 . 1 ( , ) 07 . 5 795 . 3 ( min
min(0.75),(0.24)0.24
2 2
5 0 5 5
0.49 6 1.70 10.21 6 2.8561 0.042025
6 ( )
6
tsUSL LSL USL LSL Cpm T
[image:60.612.120.531.112.643.2]Jika ditampilkan dalam histogram, maka akan terlihat seperti gambar di bawah ini:
Gambar 4. Pr
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa data tidak berdistribusi normal. Karena data tidak berdistribusi normal, maka nilai Cpdan Cpktidak dapat
digunakan untuk mengukur tingkat kapabilitas proses. Sehingga yang dapat digunakan hanya nilai Cpm. Dari perhitungan, nilai Cpmyang dihasilkan adalah
0.49. Karena nilai tersebut kurang dari satu (0.49<1) maka dapat dikatakan bahwa proses belum mempunyai kapabilitas.
4.3 Analisis Masalah di Kemkominfo
4.3.1 Diagram Sebab Akibat
Tingginy a Biay a Konek si Internet pemerintah k onsumen pemasaran infrastuk tur lok asi keadaan geografis suatu daerah (lokasi y ang jauh, daerah pegunungan, dll)
tingginy a biay a pembangunan infrastuktur (tow er, stasiun monitor, dll) packaging kurang
menarik
minimny a penghasilan kurangny a S D M dalam bidang teknologi dan informasi kurangny a pengetahuan manfaat internet bagi suatu perusahaan monopoli bisnis
internet kebijakan pemerintah
DIAGRAM SEBAB-AKIBAT TINGGINYA BIAYA KONEKSI INTERNET
Gambar 4.7 Diagram Sebab Akibat Tingginya Biaya Koneksi Internet
4.3.2 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Setelah penyebab-penyebab dari permasalahan tingginya biaya koneksi internet telah diketahui, selanjutnya dilakukan analisis FMEA yang bertujuan untuk mencari penyebab yang paling utama dari permasalahan tersebut. Analisis FMEA menggunakan spreadsheet FMEA, dimana setiap penyebab permasalahan dicari nilai RPN-nya (Risk Priority Number) yang kemudian nilai RPN tersebut disusun dari nilai yang terbesar hingga yang terkecil. Nilai RPN merupakan hasil perkalian dari nilai severity, occurance, dan detection. Nilai RPN yang terbesar itulah yang akan menjadi penyebab utama dari permasalahan yang dihadapi.
Pengisian spreadsheet FMEA dilakukan dengan melakukan brainstorming dengan pihak kepala sub bidang Aplikasi Perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh tiap-tiap penyebab, juga menentukan nilai severity, occurance dan detection dari tiap-tiap penyebab permasalahan. Dan besarnya nilai severity,
occurance, dan detection berkisar antara 1-10. Berikut adalah tabel spreadsheet hasil
brainstorming dengan pihak kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business
Tabel 4.2 Spreadsheet FMEA Masalah Tingginya Biaya Koneksi Internet
Jenis cacat
Penyebab
cacat Akibat cacat
Occ (1-10) Sev (0-10) Det (0-10) Risk of Priority Number t (RPN)
R a n k Tingginya Biaya Koneksi Internet Tingginya biaya pembanguna n infrastruktur (tower, stasiun monitor, dll) - Pembangunan infrastruktur tidak berjalan lancer, karena faktor biaya - Semakin jauh
lokasi suatu daerah, semakin besar biaya yang dibutuhkan - Penyedia jasa
internet akan berpikir ulang untuk membangun infrastruktur di suatu daerah yang prospek bisnis internetnya kurang menguntungkan
9 8 6 432 1
Keadaan geografis suatu daerah (lokasi yang jaug, daerah pegunungan , dll) - Biaya pembangunan infrastruktur semakin mahal - Tidak semua teknologi cocok untuk suatu daerah dengan kondisi geografis tertentu
Kurangnya pengetahuan manfaat internet bagi suatu
perusahaan
- Perusahaan (khususnya UKM) tidak ingin
memanfaatkan internet sebagai sarana bisnis, karena biaya sewa internet tidak sebanding dengan
keuntungan yang diperoleh - Penyebaran bisnis UKM masih di area lokal, belum berkembang secara global
6 6 3 108 4
Minimnya penghasilan masyarakat
Tidak mampu membayar sewa internet
Dari tabel spreadsheet di atas, dapat diketahui penyebab yang memiliki nilai RPN paling tinggi adalah tingginya biaya pembangunan infrastruktur (tower, stasiun monitor, dll). Dengan nilai occurance sebesar 9, berarti masalah sulit untuk dihindari, nilai severity sebesar 8, berarti penyebab tersebut sangat mempengaruhi terjadinya masalah tingginya biaya koneksi internet dan nilai detection sebesar 6; berarti ada kemungkinan masalah tersebut dapat diatasi. Dan setelah ketiga nilai tersebut dikalikan (9×8×6) diperoleh nilai RPN sebesar 432. Sehingga dapat diketahui penyebab utama yang menyebabkan tingginya biaya koneksi internet adalah karena faktor tingginya biaya pembangunan infrastruktur.
[image:66.612.106.566.176.691.2]Selanjutnya dibuat table action for failure mode untuk menentukan solusi yang sesuai untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut. Pengisian tabel ini juga merupakan hasil brainstorming dengan pihak kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika. Untuk lebih jelasnya, hasil brainstorming tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Action for Failure Mode
Jenis Cacat Penyebab Cacat Design Solusi
Tingginya biaya koneksi internet Tingginya biaya pembangunan infrastruktur (tower, stasiun monitor, dll)
- Memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, misalnya Telkom memanfaatkan jaringan telepon yang sudah menyebar ke seluruh Indonesia
- Memanfaatkan teknologi-teknologi terbaru, dimana koneksi internet dapat dilakukan dengan teknologi pendukung yang lebih efisien, misalnya wireless Keadaan
geografis suatu daerah (lokasi yang jauh, daerah
pegunungan,dll)
Kebijakan pemerintah
- Pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung pemanfaatan internet, khususnya bagi kalangan dunia usaha
- Kebijakan dan peraturan pengenalan internet bagi pelajar dan kalangan dunia usaha
Kurangnya SDM dalam bidang
teknologi informasi
- Diperlukan adanya program training tentang teknologi dan pemanfaatan internet bagi kalangan dunia usaha (khususnya UKM)
- Dibuat kebijakan pemerintah, khususnya di dunia pendidikan untuk lebih mengenalkan internet bagi pelajar sejak Sekolah Dasar
Kurangnya pengetahuan manfaat internet
bagi suatu perusahaan
- Perlunya sosialisasi manfaat internet dalam dunia bisnis
- Diadakan program, dimana pemerintah menyediakan bantuan sementara fasilitas internet murah untuk meransang dunia usaha agar dapat memanfaatkan internet dalam mengembangkan bisnisnya. Khususnya bagi kalangan UKM
- Pembuatan aplikasi bagi kalangan UKM di seluruh Indonesia, yang dikelola oleh Kemkominfo dan PT.POS
Monopoli bisnis internet
Kebijakan tentang pengelolaan dan bisnis internet, agar tidak terjadi monopoli bisnis internet
Minimnya penghasilan
masyarakat
Disediakan fasilitas internet murah bagi kalangan tertentu (sekolah, UKM, dll)
Packaging internet kurang
menarik
Tampilan maupun aplikasi internet yang mudah untuk digunakan akan mempermudah siapa pun yang
menggunakannya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pengidentifikasian faktor-faktor yang telah dilakukan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, maka dapat diketahui yang menyebabkan beberapa perusahaan tidak memanfaatkan internet terbagi atas 7 jenis keluhan, yaitu kendala ketersediaan koneksi internet (ISP), kendala pada kualitas internet, kurang bermanfaat bagi perusahaan, kurang kemampuan bahasa inggris, tidak mrmiliki SDM IT, tidak memiliki strategi bisnis melalui internet, dan tingginya biaya koneksi internet. Adapun 7 keluhan tersebut yang paling banyak dikeluhkan oleh perusahaan-perusahaan adalah tingginya biaya koneksi internet. Hal itu dapat pula terlihat pada fase pengukuran, dengan tingginya biaya koneksi internet memiliki nilai sigma paling kecil dibandingkan dengan keluhan lain, yaitu sebesar 2.48 sigma. Nilai tersebut menunjukkan tingginya biaya koneksi internet harus menjadi prioritas untuk segera diperbaiki. Oleh karena itu, hal tersebut yang dikaji lebih jauh dalam penelitian ini.
stasiun monitor, dan lain-lain). Kemudian dapat diambil rencana perbaikan dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, misalnya Telkom memanfaatkan jaringan telepon yang sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Serta memanfaatkan teknologi-teknologi terbaru, dimana koneksi internet dapat dilakukan dengan teknologi pendukung yang lebih efisien, misalnya wireless.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka penulis ingin memberikan saran kepada Kemkominfo dan peneliti lain jika ingin melakukan penelitian di bidang yang sama:
1. Untuk mengatasi permasalahan tingginya biaya koneksi internet, maka perlu dilakukan pemanfaatan terhadap infrastuktur yang sudah ada, dan memanfaatkan teknologi-teknologi terbaru, dimana koneksi internet dapat dilakukan dengan teknologi pendukung yang lebih efisien (misal: wireless). 2. Karena keterbatasan waktu, maka penelitian ini hanya dilakukan analisa
masalah tingginya biaya koneksi internet pada fase define, measure, dan analyze (DMA). Peneliti lain dapat melanjutkan penelitian ini pada fase
REFERENSI
[1] Apriani, Dian Nur, Analisis Masalah Kualitas Produk Pada Perusahaan Developer Real Estate Menggunakan Metode Six Sigma, Skripsi, 2009.
[2] Bass, Issa, Six Sigma Statistics with Excel and Minitab, New York : McGraw-Hill, 2007.
[3] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008.
[4] Direktorat E-bussiness, Pemetaan E-commerce Berbasis Web, Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika, 2007.
[5] Gasperz, Vincent, Indeks Kapabilitas Proses dalam Pengendalian Kualitas Six Sigma, http://www.esnips.com/web/GratisDariVincentGasperz, 7 Maret 2009, Pukul 13.35 WIB.
[6] Gitlow, Howard S., Alan J Oppenheim, Rosa Oppenheim, David M Levine, Quality Management, New York: McGraw-Hill, 2005.
[7] Gygi, Craig., Neil DeCarlo, and Bruce William, Six Sigma for Dummies, Canada: Wiley-Publishing, 2005.
[8] Iriawan, Nur., Astuti, Septin Puji., Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14, Yogyakarta: C.V.Andi Offset, 2006.
[9] Manggala, D, Mengenal Six Sigma Secara Sederhana, http://www.isixsigma.com, 12 Januari 2010, Pukul 12.09 WIB.
[10] Nasution, Drs.M.N, Manajemen Mutu Terpadu (total quality management), Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2005.
[11] Pande, Pete., Holpp Larry, What is Six Sigma?, New York: McGraw-Hill, 2002
[12] Pande, Peter S., Robert P Nueman, Roland R Cavanagh, The Six Sigma Way, New York: McGraw-Hill, 2000.
Vincent, Six Sigma Bukan Sekedar Metode DMAIC, http://www.esnips.com/web/GratisDariVincentGasperz, 7 Maret 2009, Pukul 13.50 WIB.
Lampiran 1. Tabel Keluhan Perusahaan
No NAMA PERUSAHAAN ALAMAT KOTA
BENTUK JENIS Bila tidak, apa alasanya? Total PERUSAHAAN PERUSAHAAN A B C D E F G
1 CV Atikah Purnama Kota Timur GORONTALO CV Perdagangan 0 0 0 0 0 0 0 0
2 PT Indosat Reps Gorontalo Jl. Kartini No. 36 B GORONTALO PT Telekomunikasi 0 1 0 0 0 0 0 1
3 PT Mimoza Multi Media Jl. A. Yani No. 139, Heleduaa Selatan GORONTALO PT Telekomunikasi 0 0 0 0 0 0 0 0
4 PT Hasjrat Abadi Jl. A. Yani No. 9 A, Limba U GORONTALO PT Perdagangan 1 1 1 1 1 1 0 6
5 Hotel Liberty Jl. Kasuan No. 43, Heledulaa GORONTALO PO Perhotelan dan Pariwisata 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Belanico, CV Jl. Lupoyo No. 18, Lingkungan I, GORONTALO CV Perindustrian 0 0 0 0 0 0 0 0
7 PT Aneka Gita Karya Sejahtera Jl. K.S. Tubun No. 18, Kel Tenda GORONTALO PO Perikanan dan Kelautan 0 0 0 0 0 0 0 0
8 UD Aneka Warna Jl. Agus Salim No. 26 B, Wumialo GORONTALO PO Perdagangan 0 0 1 0 1 0 0 2
9 UD Liana Jl. Panjaitan No. 6A, Limba U I GORONTALO PT Perdagangan 0 0 0 0 0 0 0 0
10 PT Excelcomindo Pratama Jl. A. Yani No.143 B, Heledulaa Selatan GORONTALO PT Telekomunikasi 0 0 0 0 0 0 0 0
11 PT Awetm Sarana Sukses Jl. DR. Aloei Saboe 85 A, Wongkaditi GORONTALO PT Perdagangan 1 1 1 1 1 1 0 6
12 PT Tulus Lanka Jl. Raya Eyato No. 319, Molosifat W GORONTALO PT Pertambangan 0 0 0 0 0 0 0 0
13 PT Hasjrat Abadi Divisi Yamaha Jl. A. Yani No. 9, Heledulaa GORONTALO PT Transportasi 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Prima Abadi Jl. Kartini No. 72 GORONTALO CV Transportasi 0 0 0 0 0 0 0 0
15 CV ABBA Aldo Computer Jl. Agus Salim No. 165 GORONTALO CV Perdagangan 1 1 0 0 0 1 0 3
16 PT Royal Tour & Travel Jl. Nani Wartabone No. 54, Ipilo GORONTALO PT Perhotelan dan Pariwisata 0 0 0 0 0 0 0 0
17 PT Jamsostek Jl. Nani Wartabone No. 22, GORONTALO PT Jasa 0 0 0 0 0 0 0 0
18 PT Tribun Gorontalo Jl. Nani Wartabone 144, Paskyaman GORONTALO PT Media Cetak 0 0 0 0 0 0 0 0
19 PT Suryacom Fastabiqul Khairat Jl. K.H. Agus Salim - Limba B GORONTALO PT Pendidikan 0 0 0 0 0 0 0 0
20 PT