ISLAM DAN HUKUM POSITIF
(Analisa Putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selata11 No. 459/ Pdt.
GI 20061
PAJS)
oleh:
DADAN MUHAMJ\1AD RAMDHAN
104043201352
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKUL T AS SY ARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDA YATULLAH
JAKARTA
!SLAM DAN HUKUM POSITIF
(Analisa Putusan di Pengadilan Agama Jakarta Se/atan No. 4S91 Pdt. GI 20061 PAJS)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Pembimbing I
Oleh:
DADAN MUHAMMAD RAMDHAN Nlf\1: 102043201352
Di Bawah Bimbingan
Dra. Hj. Afidah W yuni, 1v1 .Ag NIP.150281943
Nahrowi, SH, rvtH NIP. 150293227
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SY ARI' Alfi DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDAY A TULLAH JAKARTA
(Analisa Putusan di Pcngadilan Agama Jakarta Selatan No. 459/ Pdt. G/ 2006/PAJS) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
.Syari'ah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah Jakarta pada tanggal 3 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
l(ctua
Sckr2taris
Pcmbimbing I Pcmbimbing II Pcnguji I Pcnguji II
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan
Madzhab dan Hukum (PMH).
'-:Q'i
_
_l'lIP: I 50 2 I 0 422Panitia Sidang Munaqasyah :
: DR. H. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag. NIP. 150 275 509
: H. Muhammad Taufiki. M.Ag.
NIP. 150 290 159
: Dra. Hj. Afidah Wahyuni. M.Ag NIP. I 50 281 943
: Nahrowi, SH .. MH. NIP. I 50 293 227
セdrN@ KHA. Juaini Syukri, Les., MA. NIP. I 50 256 96()
: Dedy Nursamsi, SH., M. Hum. NIP. I 50 264 001
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT selalu terucapkan alas segala nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Allahumma shalli 'Ala Muhammad s.a. w yang senantiasa selalu tercural1kan untuk pemimpin umat manusia yang oleh karenanyalah ilmu dan cahaya Islam bisa dirasakan sampai saat ini.
Penulis bersyukur dengan tiada henti karena pada akhimya tugas akhir dalam jenjang pendidikan strata (SI) yang penulis hadapi telah selesai dikerjakan. Manusia tak pemah luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf bila dalam penulisan skripsi ini ada yang kurang berkenan di hati pembaca
Selain itu penulis karya ilmiah ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak yang telah memberikan waktu dan pikiran untuk membantu dan mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan kepada:
I. Bapak Prof Dr. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah Jakarta
Nursarnsi, SH, M. Hum., yang dengan penuh kesabaran telah membimbing dan menguji penulis hingga mampu menyelesaikan karya ilmiah ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mencurahkan disiplin ilmu.
5. Teristimewa kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda dan lbunda tercinta serta kakak-kakak dan adik tercinta yang telah memberi dul·amgan baik dukungan spirituil maupun moril dengan segenap hati yang tulus dan ikhlas, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Ketua dan Staff Pengadilan Agarna Jakarta Selatan.
7. Seluruh Staff dan pegawai kepustakaan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Keluarga Besar KKS Nyalindung Sukabumi Bapak K.H Hidayat beserta keluarga
Wahyu Wibowo, Himarian Danu Magath, Andik Sulistianto, Ronald, Rizki, lkhwan Yanwar, Banu Ardi, Firman, Andika Bagja, Angga Nur Prasetyo, Panji Priangoro, Shinda Mayang Sari SKG, Ratih Tunjung Sari SKG, lntan Maharani, Yuki Paramita, Riris, Nina, Faradina Adisti, Heny, Tia, Ita, Sabrina, Bianca. Terima kasih alas segala bantuan, kritik dan saran yang semua terangla1m dalam sebuah kenangan indah yang tidak dapat penulis lupakan.
Penulis menyadari bahwasanya "Tak ada gading yang tak retak". Akan tetapi meski demikian, penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat. Akhimya penulis hanya dapat berharap dan memohon kepada Allah SWT, semoga apa yang telah dilakukan menjadi amal shaleh dan mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda Dan semoga penulis dapat bertambah wawasan. Amin.
Jakarta 8 Juni 2008 M 4 Jumadil Akhir 1429 H
DAFTAR ISi.
BAB I. PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah ..
B Perumusan dan Pembatasan Masalah ..
IV
4 C Tujuan dan Manfaat Penelitian . .. . . .. . . .. . . . .... 5 D Metode Penelitian ... . 6
E Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . .. . . ... .. . . ... .. . 7 BAB II. PENGERTIAN PERKA WINAN CAMPURAN MENURUT HUKUM
ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A Definisi Perkawinan . 10
B Pengertian Perkawinan Campuran Menurut 1-lukum Islam ... .... .... ... 15 C Pengertian Kewarganegaraan ... .
BAB Ill. ANALISA PUTUSAN PERKAIRA NOMOR. 459/Pdt.G/2006/PAJS TENTANG PUTUSNYA PERKAWINAN CAMPURAN
37
A Putusan Perkara Perceraian Nomor: 459/Pdt.G/2006/PAJS... 44 B Analisa Putusan Nomor: 459/ Pdt. GI 2006/ P AJS Menurut Hukum
Islam dan Hukum Positif... ... ..
BAB IV. AKIBAT HUKllM TERHADAP PllTllSNYA PERKAWINAN CAMPllRAN
A Kedudukan Anak Pada Perkawinan Campuran Antar Negara
D Kedudukan Anak Sesudah BerlakunyaUndang-undang Nomor 12 Talmn 2006 Tentang Kewarganegaraan ... . E Analisis Persamaan dan Perbedaan Menurut Hukum Islam dan
Hukum Positif ... .
BABV. PENUTUP
A Kesimpulan ... . B Saran-saran .
DAFTAR PUSTAKA ... .
LAMPIRAN ... .
91
94
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan menurut Hukum Islam merupakan suatu perjanjian suc1 antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia. Oleh karena itu kehidupan bersama antara seorang laki-laki dengan seorang perernpuan sangatlah penting, dan hal itu biasa kita menyebutnya dengan istilah perkawinan.
Di negara Indonesia khususnya masalah yang sekarang ini telah banyak terjadi perkawinan campuran terutarna di tempat-ternpat wisatawan antara orang Indonesia dengan warga negara asing. Peristiwa perkawinan campur ini sejak dari awal permulaan telah menirnbulkan permasalahan hukum yang kompleks, perrnasalahan hukum yang timbul akibat peristiwa perkawinan tersebut tidak saja rnempunyai akibat hukum yang bersifat keperdataan, narnun rnernpunyai akibat hukum dibidang hukum publik terutama dalam bidang kewarganegaraan.
perceraian tersebut, baik yang menyangkut hubungan suam1 istri maupun yang menyangkut masalah anak.
Dalam kehidupan beragama, mengandung makna toleransi dalam agama. Agama Islam mensyari'atkan nikah sebagai satu-satunya bentuk berpasangan antara pria dan wanita yang dibenarkan, lalu dianjurkan untuk dikembangkan dalam pembentukan keluarga. Di dalam QS. Al-Hujurat ( 49): 13 Allah SWT berfirman:
s
J ,,,, ,,.. -,,"" ;f' ,. ' > ... .,. ,, ,, ,, l ,,,.. "' J ,,"',,.... セ@ セ@ .J J セ@ ,,QセNjォAセwェ@
4Y.:.,
セェ@
jjャェヲセゥZイセ@
l:..J
セャji@
エ[ZNセ@
(
QイZᆪセ@
OオQセQI@
セセ@
:&ToJ
"µf
セiセ@
⦅ェZセヲ@
oJ
Artinya: "Hai manusia, Ses1111ggulmya kami me11ciptaka11 kamu dari seora11g laki-laki dan seorang perempuan dan menjadika11 kamu berbangsa - bangsa dan bers11k11-511k11 supaya kamu sali11g ke11al-me11ge11al. Ses1111gg11h11ya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa dia11tara kamu. Ses1111gguhnya Allah Maha me11getahui lagi Maha Me11ge11al (QS. A!-Hujurat 13)."
mengakibatkan perkawinan. khususnya perkawinan campuran antara warga negara
Indonesia dan warga negara asing.
Banyaknya individu yang berbeda kewarganegaraan yang menjalin hubungan
melalui perkawinan, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Dalam sistem hukum
..
perkawinan, Indonesia berpedoman kepada Undang-undang Nomor I Tahun 1974
dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.
Kadang-kadang pasangan tersebut gaga! dalam usahanya disebabkan perbedaan tabi'at dan
kemauan sehingga selalu terjadi perselisihan yang mengarah kepada perceraian.
Maka perceraian tersebut harus berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor I
Tahun 1974. Permasalahan-permasalahan yang timbul tidak lain disebabkan oleh para
subjek akan melangsungkan perkawinan mempunyai perbedaan dalam hal
kewarganegaraan.
Jika terjadi percera1an, dan anak yang merupakan hasil dari perkawinan
campuran antara warga negara Indonesia dengan warga negara asmg maka status
anak tersebut harus mengikuti kewarganegaraan dari pihak suami atau bapak dari
anak yang bersangkutan.
Berangkat dari masalah tersebut, penulis merasa tertarik untuk membahasnya
dalam skripsi yang berjudul "Akibat Hukum Terhadap Putusnya Perkawman
Campuran Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing
Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Hukum Positif (Analisa Putusan di Pengadi\ar.
Agama Jakarta Selatan No. 459/ Pdt. GI 2006/ PAJS)". Alasannya dikarenakan di
dalam putusan di atas status hukum dan kedudukan anak yang tergolong masih di
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
l. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dan untuk
mempermudah pembahasan, maka penulis merumuskan pokok-pokok permasalahan
yang mengatur tentang putusnya perkawinan campuran sebagai berikut:
a. Bagaimanakah syarat putusnya perkawinan campuran antara warga negara
Indonesia dengan warga negara asing menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
dan bagaimana putusan Pengadilan Agama Nomor 459/ Pdt. GI 2006/ PAJS
tentang mengenai putusnya perkawinan campuran?
b. Bagaimanakah akibat hukum putusnya perkawinan campuran antara warga negara
Indonesia dengan warga negara asing mengenai status kewarganegaraan anak,
harta bersama beserta nafkah anak dan istri?
c. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif
tentang akibat putusnya perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dan
warga negara asing?
2. Pembatasan Masalah
Dalam penyusunan skripsi ini penulis hanya membatasi terhadap bagaimana
kedudukan status kewarganegaraan anak pada perkawinan campuran antara warga
negara Indonesia dengan warga negara asing menurut Undang-undang Nomor 12
Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan, harta bersama beserta nafkah anak dan istri
Analisa ini membahas tentang perkawinan campuran yang dilaksanakan oleh
Ismail Jamail Tommas bin Edmond Jamail berkewarganegaraan Amerika dengan Rr.
Daisy Hartikti binti R. Bambang Soetikno berkewarganegaraan Indonesia. Dari hasil
perkawinan tersebut melahirkan tiga orang anak yang tergolong masih di bawah
umur. Maka akan dibahas bagaimana status anak terhadap perkawinan campuran
berdasarkan Undang-undang No.12 tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan, dan
ketiga anak yang tergolong di bawah umur hams mengikuti kekuatan hukum yang
mana?.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penulis melaksanakan kegiatan kajian ini karena adanya hal-hal yang ingin
penulis capai. Tujuan penulisan ini adalah :
a. Untuk mengetahui status anak pada perkawinan campuran antar negara
menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan.
b. Untuk mengetahui bagaimana cara-cara memperoleh kewarganegaraan
anak pada perkawinan campuran menurut Undang-undang Nomor 12
Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
I. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang luas
dan mendasar mengenai perkawinan campuran dan akibatnya apabila terjadi
perceraian, sehingga hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan
2 Bagi akademis, menambah pembendaharaan kepustakaan hukum umumnya dan hukum Islam serta membantu pihak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya bagi Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum dalam rangka pemenuhan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
D. Metode Penelitian
Untuk mengumpulkan data dalam penulisan skripsi mt, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
I . Jenis Penelitian
Adapun jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yakni deskripsi berupa kata-kata, ungkapan, norma-norma atau aturan-aturan dari fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, penulis berupaya mencermati mengenai perkara putusnya perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dan warga negara asing.
Sedangkan dari segi tujuan dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian yang bersifat deskriptif analisis yakni penelitian lapangan yang menggambarkan data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta yang diperoleh secara mendalam1•
Dan dari seg1 tipe penelitian hukum penelitian doktriner komperatif. Penelitian ini 1uga termasuk iems penelitian kepustakaan (library reseach), penelitian kepustakaan dilakukan dengan menggunakan metode mengumpulkan
1
data-data berupa bahan-bahan atau keterangan-keterangan yang didapat dengan
cara mempelajari dari buku-buku, norma-norma baik berupa KUH Perdata,
peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi yang berhubungan dengan
pembahasan skripsi ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan studi dokumentasi yaitu dengan mengadakan pendekatan terhadap kasus
yang berhubungan dengan judul skripsi, khususnya di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan. Adapun teknik pengumpulan datanya adalah melalui telaah terhadap
dokumentasi yang terdapat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
3. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul lalu dianalisa dengan analisa kualitatif lalu
diinterpretasikan sedemikian rupa dengan metode deduktif
Penelitian ini menggunakan konten analisis yaitu tekriik analisis yang
berusaha menyimpulkan dengan menarik bagian atau hal yang bersifat khusus dalam
bentuk kasus dan data-data lapangan menjadi kesimpulan umum yang berlaku secara
general.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku "Pedoman Penulisan
Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum U/N Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 200 7 ".
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusun menyelesaikan pembahasan secara sistematis.
disusun terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang
isinya penulis uraikan sebagai berikut, yaitu:
BAB I PENDAH U LUAN meliputi: la tar belakang masalah, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II PENGERTIAN PERKA WINAN CAMPURAN MENURUT HUKUM
, ISLAM DAN HUKUM POSITIF meliputi: definisi perkawinan,
pengertian perkawinan campuran menurut hukum Islam, perkawinan
antara pria muslim dengan wanita musyrik, perkawinan antara pria
muslim dengan wanita ahli kitab, perkawinan antara pria non muslim
dengan wanita muslimah menurut pandangan ulama fiqh klasik, menurut
Undang-undang No. I Tahun 1974, menurut Hukum Perdata (BW),
pengertian kewarganegaraan, menurut Undang-undang Nomor. 12 Tahun
2006 tentang kewarganegaraan.
BAB Ill ANALISA PUTUSAN PERKARA NOMOR. 459/Pdt. GI 2006/ PAJS,
meliputi: putusan perkara Nomor. 459/ Pdt G/ 2006/ PAJS), analisis
putusan Nomor. 459/ Pdt G/ 2006/ PAJS) menurut Hukum Islam dan
Hukum Positif.
BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP PUTUSNYA PERKAWINAN
CAMPURAN, meliputi: kedudukan anak pada perkawinan campuran
antar negara menurut hukum Islam dan hukum positif, anak sah, anak
perkawinan, kedudukan anak sesudah berlakunya Undang-undang Nomor.
12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan, analisis persamaan dan
perbedaan menurut hukum Islam dan hukum positif
BAB V PENUTUP, meliputi: Kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan
A. Definisi Perkawinan
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut
dengan dua kata, yaitu nikah (
clS.l )
dan zawaj (l!IJj ). Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur' an danhadis Nabi. Kata na-ka-ha banyak dalam Al-Quran dengan arti kawin, seperti dalam
QS. An-Nisa' (3): 4 .
...-J - ,J ,. ,.. _. • J ,,,,. ,,,., • J ,, J .;: t ,,,,
セェ@
():.
セアQZ[@ セ@yl.b
G 1_,;s;:,1.9 :_;..:.JI
J
I_,)-.,;;·,
ZOiセ@0jj
;,,
c.,.,
:£;,_w
1Iセセセ@
ゥI⦅ゥZセ@
セヲ@ セ@
;:;µ
EJj
Artinya: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapal berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang
saja (QS.An-Nisa : 3) ". 1
Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur' an dalam arti
kawin, seperti pada QS. Al-Ahzab (37): 33.
1
Prof. DR. Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
Artinya: "Maka tatkala laid Telah mengakhiri keperluan terhadap /strinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka ... (QS.Al-Ahzab: 37)."
Secara arti kata nikah berarti "bergabung" ( ,....0), "hubungan kelamin"
(,..l..J) dan juga berarti "akad" ( .iic.) adanya dua kemungkinan arti ini karena kata nikah yang terdapat dalam Al-Quran memang mengandung dua arti tersebut. Kata
nikah yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah (230): 2.
en·. :
'l'/ofa.ll ) ...
セ[NNᆪ@
セェェ@
&
j;..
.h!
セ@ Iセ@
Jj.
セi@
galL
uµ
Artinya: "Kemudian jika si suami mentalaknya HNセ・ウオ、。ィ@ Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak /agi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain (QS.Al-Baqarah: 230) ''. 2
Pemikahan Dalam bahasa Indonesia kata nikah diartikan dengan kawin.
Dalam istilah fiqh Islam disebut zawaj atau at-tazwij yaitu merupakan sinonim bagi kata perkawinan. 3
Dalam Bahasa Arab perkawinan menurut bahasa berasal dari kata nakaha
( il:.;.JI
1£.'.i;i
\?I
セ@ )4yang artinya mengawini. 5 Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam dinyatakan bahwa menurut bahasa nikah berarti menghimpun dan mengumpulkan.2
Ibid., h.36.
'Harun Nasution, (ed), "Nikah'', Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan: 1992),
h. 74 l.
h.836.
"Al-Munjid fi al-Lughoh wa al-I'lam, "Nakaha", (Bcirnt: Dar Al-Masyriq: 1986), Cet. Ke-38,
'Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdor, "Nakaha'', Kamus Kontemporer Al-Asri Arab-Indonesia,
Dalam pengertian fiqh, nikah adalah akad yang mengandung kebolehan melakukan
hubungan suami istri dengan lafal nikah/kawin atau yang semakna dengan itu.6
Kata "az-zawaj atau "an-nikah" dalam Syari'at Islam dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu :
I. Segi lbadah
Seseorang yang melakukan perkawinan karena Allah, berarti dia telah
melakukan perintah agamanya dan mengurangi sebagian hawa nafsunya demi
menjaga dirinya.
2. Segi Hukum
Perkawinan di sampmg sebagai ibadah juga merupakan perintah Allah,
apabila perkawinan dilakukan menurut syari'at Islam sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki seseorang yang melakukannya. Oleh karena itu kebolehan melakukan
perkawinan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh dan haram.
3. Segi sosial
Pergaulan manusia dengan masyarakat baik individu yang satu dengan yang
lainnya atau kepada masyarakat, terlebih lagi kepada lawan jenisnya, tidak hanya
terbatas kepada kegiatan masyarakat, tetapi lebih jauh dari itu sebagai makhluk
biologis. Allah SWT telah menetapkan pergaulan yang dapat menciptakan suasana
yang lebih indah dan harmonis, penuh kasih sayang yang diikat dengan sebuah tali
perkawinan. Firman Allah SWT QS. Ar-Ruum (21): 30.
6
Dewan Redaksi Ensiklopedi lslam,"Nikah", Ensiklopedilslam, (Jakarta: Ichtiar Barn Van
;::4 セ@ ' .,_, ,,._,,.. ,,,.,, .... ,., _,.. .,( ' J(. ... ,,,,_,,,,, .,t_ ...
o.;1'._.,
ヲMMZZNセNL@ 1::..4
1:I\
1-:<·:1
セᄋFjᄋi@ セ\@...
.;-.1 .,..
セ@ ·.1::_01
セTNZZNANjiセ@·..A'
... r \ ... セMNNQ@ セ[@ セ@ • -'
r--;--
u.- _... セ@ ,,,, .. u..-...1( n:
I"•fr
_j) 1)PjセLLN@
SゥlLZZNMセQ@
セᄋセ@
j
o!
lセ@セ@
.::..5j
セ@ ,.,. ,,. ...
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenfa11111 sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa te/1/eram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Ses1111ggulmya pada yang demikia11 itu be11ar-benar terdapat tanda-ta11da bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Ruum: 2 I)".
Ayat di atas mengandung suatu makna bahwa manusia sebagai makhluk Allah
diciptakan berpasang-pasangan dan dijalin dengan cinta kasih terhadap
manifestasinya dapat terealisasi melalui sebuah perkawinan, suami merasa tenang dan
tentram bersama istrinya, begitupun sebaliknya.
Adapun pengertian perkawinan menurut rumusan Undang-undang No. 1/1974
perkawinan berarti "Ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa" (Pasal 1 ).
Sedangkan di dalam ketentuan pasal-pasal yang terdapat di dalam KUHPer,
tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan. Menurut Kompilasi Hukum
Islam Pasal 2 disebutkan, bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah
pemikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan gholiidhan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 7
7
Di samping pengertian tersebut di atas, terdapat pula pengertian perkawinan
menurut beberapa sarjana, yaitu:
a. Menurut. Prof Subekti, S.H. : Perkawinan adalah pertalian yang sah
antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. 8
b. Menurut Prof Ali Afandi, S.H. : Perkawinan adalah suatu persetujuan
kekeluargaan. 9
c. Menurut Prof Mr. Paul Scholten: Perkawinan adalah hubungan hukum
\
antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan
kekal, yang diakui oleh negara. 10
d. Menurut Prof Dr. R. Wirjono Procljodikoro, S.H.: Perkawinan yaitu
suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang
memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan Hukum
Perkawinan.11
e. Menurut Prof Soediman Kartohadiprocijo, S.H. : Perkawinan adalah
suatu hubungan antara orang wanita dan pria yang bersifat abadi.12
8
Subekti. Pokok-pokok ffukum Perdata, (Jakarta: Intennasa: 1987), Cet. Ke-21, h.23.
9
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rincka Cipta:
1997), Cet. Ke-4, h. 94.
10
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Hukum Keluarga.
(Bandung: Alumni: 1985), h.31.
11
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung: l 960),
Cet. Ke-4, h.7.
12
Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia
f. Menurut K. Wanljik Saleh, S.H. : Perkawinan adalah ikatan lahir-batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri.13
Dari uraian definisi di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud
dengan perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita untuk membentuk suatu keluarga dalam jangka waktu yang lama.
Sedangkan yang dimaksud dengan Hukum Perkawinan adalah hukum yang mengatur
mengenai syarat-syarat dan caranya melangsungkan perkawinan, beserta
akibat-akibat hukum bagi pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut.
B, Pengertian Perkawinan Campuran Menurut Hukum Islam
1. Dalam Islam dikenal tiga macam perkawinan campuran yaitu :
I. Perkawinan antara pria muslim dengan wanita musyrik
2. Perkawinan antara pria muslim dengan wanita ahli kitab
3. Perkawinan antara pria non muslim dengan wanita muslimah.
a. Perkawinan antara muslim dengan wanita musyrik
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang terjadi sebuah perkawinan antara pria
wanita yang berlainan agama. Al-Qur'an secara tegas melarang perkawinan dengan
orang musyrik, 14 sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah :221
( '1' '1' \ : ;;_fa.l\)
13
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia: 1976), Cet.
Kc- 4, h.14.
14
Artinya : "Dan jangan/ah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka heriman, ses1111gguh11ya wanita hudak yang mukmin /ehih baik dari pada
wanita musyrikah walaupun dia menarik hatimu ... (Q. S. Al-Baqarah : 22 I).
Sebab turunnya ayat ini berhubungan dengan Kannaz bin Khusoin
al-Ghonawi yang diutus oleh Rasulullah untuk misi rahasia ke Makkah. Di Makkah ia
mengenal seorang wanita yang biasa dipanggil 'Anaq ( <..! 1.:.:. ) , wanita yang sangat
dicintainya sejak masa jahiliyah. Kannaz datang menemuinya dan memberitahunya
bahwa Islam telah melarang apapun yang biasa dilakukan pada masa jahiliyah,
kemudian wanita itu berkata : "Kalau begitu kawinlah padaku". Kannaz menjawab
bahwa dia akan meminta izin pada RasuluHah. Tetapi Rasulullah kemudian melarang
Kannaz mengawininya karena ia seorang muslim sedangkan 'Anaq seorang
musyrikah. 15
Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang laki-laki muslim tidak boleh kawin
dengan perempuan musyrikah. Alasannya adalah karena mereka (orang-orang
musyrik) akan menjerumuskan ke dalam neraka. Hal ini mengisyaratkan bahwa
perkawinan semacam itu mungkin akan menjerumuskan dan menyesatkan pihak
muslim menuju kemusyrikan, karena pertalian antara suami istri ini bukan hubungan
seksual semata, melainkan juga hubungan bathin dan budaya. Apalagi perbedaan
agama berarti berbeda dalam hal kepercayaan, sehingga di satu pihak mengajak ke
syurga, sedangkan di pihak lain mengajak ke neraka. Di satu pihak beriman kepada
Allah, para nabi dan hari kiamat, sedangkan di pihak lain menyekutukan Allah dan
15
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshori Al-Qurtubi, Af,fami 'al-Ahkam
ingkar kepada nabi serta hari kiamat.16 Memang mungkin saja terjadi seorang mu slim
dapat mempengaruhi yang musyrik, keluarga dan keturunannya agar memeluk Islam,
namun kemungkinannya juga sama bahwa orang-orang musyrik itu dapat menyeret
pasangannya mengikuti jalannya. Yang paling mungkin dihasilkan dari perkawinan
semacam itu adalah bercampurnya antara keturunan yang Islam dan bukan Islam
dalam satu keluarga.
Sejalan dengan pernyataan para fuqoha, seorang muslim tidak boleh menikahi
wanita musyrikah, baik wanita itu merdeka ataupun budak belia, 17 ayat di atas juga
merupakan suatu peringatan agar jangan sampai hal tersebut terjadi dalam keluarga,
terdapat perbedaan akidah antara suami istri. Karena itu keluarga muslim harus
mengarahkan anak dan keturunannya agar tidak menikah dengan orang non muslim.
Kesatuan akidah dalam agama akan menjalin hubungan yang harmonis, selain itu
pula akan menghasilkan keluarga sakinah yang Islami.
b. Perkawinan antara pria muslim dengan wanita ahli kitab
Dalam Islam "ah/u kitab" adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka
yang percaya dan meyakini kitab-kitab yang diturunkan Allah {Taurat dan Injil)
kepada Nabi-nabiNya (Taurat kepada Nabi Musa AS dan Injil kepada Nabi Isa AS).18
16
Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Al-Halal wa Al-!faramji Al-Islam, Terjemah H.
Muhammad Hamidy, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 250.
17
TM. Hasbi as-Shiddiqie, Hukum Antar Go/ongan dalam Flqh Islam, (Jakarta: Bulan
Bin tang : 1971 ), h. 77.
18
Para ulama berbeda pendapat tentang pemikahan campuran ini. Perbedaan itu
disebabkan karena adanya perbedaan pendapat tentang kedudukan wanita ahli kitab.
Dalam hal ini, menurut Syaikh Humaidy bin Abdul Aziz al Humaidy bahwa
ada dua pendapat tentang pemikahan ini :
I. Pemikahan laki-laki muslim dengan ahli kitab dan ia sebagai
pendududuk yang berada dalam lingkungan negara Islam (ahli
dzimmah), diperbolehkan. Pendapat ini menurut jumhur ulama, baik
Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi' i maupun Hambali.
2. Seorang laki-laki tidak diperbolehkan menikahi wanita ahli kitab dan
ahli dzimmah. Pendapat ini menurut golongan Syi'ah Imamiyah, yang
menurut mereka dinukil dari pendapat Abdullah bin Amru. 19
Golongan pertama yaitu jumhur ulama berdasarkan pendapat mereka pada
beberapa dalil:
I. Firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 5 :
,, \•' •,,I' NGNセ@ 'L '.!:'.< 1 . •.!:1 'L .
'''°'
11' ,.1 ··•
·A\,,. 1 .w . •· ,,., 'L .J セ@ U?-
r-UU::>
.J r"' U?- Yu;>.!y
.J c.J:l ,l.Il'UU::>
.J . ( /:J· ·o.liW
I) .. . ᄋNエQᄋNセ@セ@ ·. U-4 •w
\.:iS1 \"'.
• Y .J1
UL···.:ii
I·.· ;.:.. \S • U"'..o:..'.J
1· .J •-::..1..i... • •..
• Y"' 11 ·· U-4Artinya : " ... Makanan (.5embelihan) orang-orang yang diberi al-kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanila yang me1yaga kehormatan di antara wanita-wanila yang beriman dan wanita-wanita yang me1yaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu ... (Q.S. Al-Maidah :
5).
19
Syaikh Humaidy bin Abdul Aziz Al-Humaidy, Kawin Campur Dalam Syari 'at
2. Di antara sahabat ada pula yang pernah melakukan pernikahan ini. Mereka
menikahi wanita Ahli Kitab yang hidup dalam lingkungan pemerintahan Islam.
Utsman bin Affan menikahi Na'ilah binti Al-gharamidhah Al-Kalbiyah, seorang
wanita beragama Nasrani yang kemudian beragama Islam. Hudzifah juga
menikahi wanita Yahudi dari penduduk Mada'in.
3. Jabir r.a. pernah ditanya tentang pernikahan laki-laki muslim dengan wanita
Yahudi dan Nasrani. Maka ia menjawab: "Kamipun pernah nikah dengan mereka
pada waktu penaklukan Kufah bersama-sarna dengan Sa' ad bin Abi Waqqash.
4. Sabda Rasulullah SAW mengenai orang-orang Majusi : "Perlakukanlah bagi
rnereka sunnah Ahli Kitab, tanpa harus rnenikahi wanita-wanita mereka dan tidak
pula memakan sembelihan merekaw
Sedang golongan kedua yaitu Syi'ah Imamiah melandaskan pendapatnya pada
beberapa dalil :
I. Firman Allah dalarn surat Al-Baqarah ayat 221
Artinya : "Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman, sesungguhnya wanila budak yang mukmin lebih baik dari pada wanila musyrikah walaupun dia menarik hatimu ... (Q. S. Al-Baqarah : 221).
Maksudnya bahwa Allah telah mengharamkan seorang muslim menikahi
wanita rnusyrikah. Sedang wanita ahli kitab terrnasuk orang kafir. Mereka
20
menganggap wanita ahli kitab termasuk orang musyrik berdasarkan riwayat lbnu
Umar r.a, bahwa ia pernah ditanya tentang hukum menikahi wanita Yahudi dan
Nasrani. Ia menjawab : "Sesungguhnya Allah mengharamkan wanita-wanita musyrik
bagi orang-orang mukmin. Saya tidak mengetahui kemusyrikan yang lebih besar dari
pada anggapan seorang wanita (Nasrani) bahwa Tuhannya adalah Isa, padahal Isa
hanya seorang manusia dan hamba Allah.
2. Golongan ini juga melandaskan pada firman Allah :
Artinya : "Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. "(Al-Mumtahanah: IO).
Maksudnya bahwa Allah melarang kaum muslimin berpegang kepada
perkawinan dengan wanita-wanita kafir. Sedang wanita ahlu kitab termasuk
orang-orang kafir. Larangan di sini dimaksudkan sebagai pengharaman.21
Masjfuk Zuhdi menjelaskan bahwa kebanyakan ulama berpendapat bahwa
pria muslim boleh kawin dengan wanita ahli kitab (Yahudi dan nasrani) berdasarkan
firman Allah surat Al-Maidah ayat 5. Selain itu berdasarkan Sunnah Nabi SAW. Nabi
pernah menikah dengan ahli kitab Maria a!-Qibthiyah (nasrani). Demikian pula
seorang sahabat Nabi Khuzaifah bin a!-Yaman pernah menikah dengan seorang
wanita Y ahudi, sedang para sahabat tidak ada yang menentangnya. 22
21
Ibid, h. 25
22
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa ada sebagian ulama lain yang melarang
antara seorang pria muslim menikah dengan wanita Yahudi dan Nasrani, karena pada
hakekatnya doktrin dan praktek ibadah Yahudi dan Nasrani itu mengandung unsur
syirik yang cukup jelas, misalnya kepercayaan Uzair putra Allah bagi umat Yahudi,
ajaran Trinitas dan Mengkultuskan Nabi Isa AS dan ibunya, Maryam (Maria) bagi
umat Nasrani. 23
Imam-imam mazhab yang empat pada pnns1pnya mempunyai pandangan
yang sama bahwa wanita kitabiyah boleh dinikahi, sekalipun mereka berkeyakinan
bahwa Isa adalah Tuhan atau meyakini kebenaran Trinitas. Hal terakhir ini adalah
syirik yang nyata. Tetapi karena mereka mempunyai Kitab Samawi, mereka halal
untuk dinikahi sebagai takhsis dari ayat24 :
( ' £' · l'W I)
セ@• .• · .,_,_,I
t: .. ·. • ·l.S.ll
4111 •
r
·- •
··.1 •• - (.).;,'fl Y""
<r-
U:l セ@ • セ@ (.)' ...9 • • •Adapun pentakhsisnya adalah ayat :
セ@
1;-... ; ...
'J
1· ._ •• ,
'L • ..1:'.kb · • .. 1:1
•1. 」NNNNLセ@1
r •·
f •.• .:.l
1 'Gb"
...9 セ@ (,p>
r--
...9 (""""' (,p> • • _,., ...9 U:l • f' ...9 • •( t;, ᄋ[[セwiI@. .. .
' ..
セ@ AZ|GNセ@ '· ;_, lY-' . セ@ • \'' • _,., ...9f .,. ]
U:l •I;.·
(.)"' セ@\;',
a'.,,'"jI"
...9 •w
I..;..•,-' • Y'"'I
Islam memberi kesempatan kepada laki-laki muslim untuk mengawini
perempuan ahli kitab, oleh karena adanya titik-titik pertemuan antara ajaran-ajaran
agama mereka dengan ajaran Islam. Hal ini terjadi oleh karena berasal dari satu
23
Ibid, h. 4.
24
A. AzJiar Basyir, Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Hukum Islam, (Bandung:
sumber yaitu wahyu Allah, baik Yahudi, Nasrani maupun Islam mengajarkan iman
kepada Allah, kepada akhirat, kepada kitab-kitab Allah, kepada malaikat dan rasul. 25
Yusuf Qardhawi berpendapat; kebolehan menikah dengan kitabiyah tidak
mutlak tetapi terikat dengan ikatan-ikatan yang harus dipenuhi :
I. Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran samawi.
2. Wanita kitabiyah yang mukhsonah (memelihara kehormatan diri dari
perbuatan zina).
3. Ia bukan kitabiyah yang kaumnya berada pada status permusuhan atau
peperangan dengan kaum muslimin.
4. Di balik pemikahan itu tidak akan terjadi "fitnah", yaitu mafsadah dan
kemudharatan. 26
Menurut Sayyid Sabiq, menikah dengan wanita ahli kitab meskipun jaiz tetapi
makruh, karena suami tidak terjamin untuk tidak terkena "fitnah" agama istrinya. 27
c. Perlrnwinan antara pria non muslim dengan wanita muslimah
Terhadap masalah ini para ulama sepakat bahwa perempuan muslimah tidak
halal kawin dengan laki-laki yang bukan muslim, baik dia musyrik maupun ahlul
kitab. Berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Mumtahanah ayat l O :
25
Al-Jaziri, Ki/ab al-Fiqh "ala al-Madzahib al-Arba 'ah. (Beirut : Dar lhya' Turats
al-Amby, 1969), Juz IV, h. 75.
26
Yusuf al-Qardhawi, Huda al-Islam Fatawa Mu 'asiroh. (Kairo : Dar Afaq al-Gal, 1978) h.
414.
27
•. \.! •. ·
w
Li GNエセ@ I:i.:ll \ "·' ·' "
U w I 1.'. t;:, \..i.. •._._,I '.t セ|NZZNNiセ@ 11· •· I ·":il 11.'.\I_,uMセMMᄋQ@ PQ^セ@ ..>?-'<!""' -Y"'r- . . .J-'ALH. '"ll":i,
•._•_1·.·1.-.·· ''{ ·.·.1•1. •.• ';/ li!;JI 11··· • •· "')!Jw\..i.."·' •.• ·.'.':'.t:.
. ' U&-' HNIセ@ r-1" .J
re--
(.);>-01> .) <J' . 01> .J"-':'-y ' ' Y' 01> _,....,...,....H|ᄋZセiI@
Arlinya "Wahai orang-orang yang heriman jika datang kepadamu perempuan-perempuan mukmin yang berhijrah hendaklah mereka kamu uji lebih dahulu. Allah lehih mengetahui iman mereka. .Jika kamu telah dapat membuktikan bahwa mereka ilu benar-benar beriman. Maka janganlah mereka kembali kepada orang-orang kafir. Aiereka ini (perempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi laki-laki kqfir. Dan /aki-laki kafir pun tidak halal bagi mereka ... (Q.S. Al-Mumtahanah: JO)
Dan dalam surat Al-Mumtahanah ayat I 0 tersebut terdapat penegasan
( \ • : 4 ·, ... 1,,J\ ) ...
セ@
HZ[セ@
セ@
'{3セ@
セ@
セ@
"')Artinya : " ... Mereka ini tidak halal bagi laki-laki kafir. Dan laki-laki kqfir pun tidak halal bagi mereka ... (Q.S. Al-Mumtahanah: I 0).
Larangan mengawinkan perempuan muslimah dengan non muslim termasuk
pria ahli kitab diisyaratkan oleh Al-Qur'an, dipahami dari surat Al-Baqarah ayat 221
di atas, hanya berbicara tentang bolehnya perkawinan pria muslim dengan wanita ahli
kitab dan sedikitpun tidak menyinggung sebaliknya. Sehingga, seandainya
pernikahan semacam itu dibolehkan, maka pasti ayat tersebut akan menegaskannya. 28
Muhammad Ali Ash-Shabuni menjelaskan bahwa ayat tersebut menunjukkan
kepada keharaman perkawinan seorang laki-laki musyrik dengan wanita muslimah.
' '
28
Yang dimaksud dengan musyrik di sini adalah setiap orang kafir yang tidak beragama
Islam yang mencakup golongan Wassani, Yahudi, Nasrani dan orang murtad.29
Menu rut A. Azhar Basyir, yang dimaksud dengan "Laki-laki' dalam surat
Al-Mumtahanah ayat I 0 tersebut adalah semua orang yang tidak beriman kepada Allah,
kepada Al-Qur'an atau tidak beriman kepada Nabi Muhammad SAW sebagai nabi
dan rasul penutup. Tegasnya bukan orang Islam.30
Islam melarang perkawinan perempuan muslimah dengan laki-laki non
muslim itu dengan pertimbangan keselamatan agama perempuan yang beragama
Islam, jangan sampai dia murtad karena pengaruh suaminya. Demikian pula
anak-anak yang diperoleh dari perkawinan itu akan lebih tertarik kepada keyakinan hidup
atau agama ayah yang non muslim itu.
Pertimbangan lain dari pelanggaran tersebut adalah bahwa di tangan suamilah
kekuasaan terhadap istri dan bagi istrinya wajib taat kepada suami, berarti pula taat
kepada perintahnya yang baik ( dalam pengertian maksud dari kekuasaan suami
terhadap istri) Allah SWT berfirman :
( ' t' ·
セwi@)
セ@-. '· •. _,_, I '- -. • · tsl.14.111 -
t ·- - • .. 1-• - セ@ _,... セ@ (..):! セ@ - lJ"-?-:l (.)' -' .
Artinya : " ... Dan Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kqfir untuk menguasai orang-orang mukmin"(Q.S. An-Nisa: 141).
29
Ali al-Shabuni, Rawal al-Bayan Tafsir al-Ayal a/-Ahkam min Al-Qur·an, (Makkah. Tnp.,
tt). Jilid I, h. 89.
30
Basyir, A. A7Jtar, Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Hukum Islam, (Bandung :
2. Menurut Pandangan Para Ulama Fiqh Klasik
a. Status Kewarganegaraan
Dasar kewarganegaraan seorang menu rut syari' at adalah pengakuan tunduk
kepada syariat Islam, dan tidak mengingkarinya. Dengan demikian kewarganegaraan
. seseorang dilihat dari pengakuannya terhadap Islam, apakah ia seorang Muslim,
zimmi, baik dia menjadi warganegara ataupun tidak. Kewarganegaraan seseorang
tidak dilihat di mana dia bermukim.
Penduduk Darul Harbi dianggap merupakan satu bangsa, walaupun mereka
bermukim di negara yang berlain-lainan. Syari'at Islam menganggap warga negara
Amerika Serikat sama dengan warga negara Perancis. Bila ada perbedaan antara
mereka karena perbedaan internal antara kedua negara. Bila ada hukum syari' at yang
ditetapkan kepada mereka, maka penerapan hukum itu sama baik terhadap orang
Amerika maupun terhadap orang Perancis. Namun syari'at Islam tidak melarang kita
memberikan penilaian yang berbeda terhadap kedua masyarakat tersebut, dengan
melihat kondisi ataupun situasi yang berkembang. Seperti misalnya, Pemerintah
Islam bermusuhan dengan Pemerintah Amerika, sedangkan dengan Pemerintah
Perancis ada perjanjian untuk tidak sating menyerang.
Perubahan kewarganegaraan seseorang menurut syari'at terjadi bila dia
berpindah memeluk agama Islam. Seorang Harbi dapat berkewarganegaraan Islam,
bila dia memeluk agama Islam dan berjaaji tunduk kepada ketentuan syari'at Islam.
Untuk menjadi seorang zimmi, ia harus berhijrah ke Darul Harbi. Dengan demikian
seruan Islam telah sampai ke negerinya dan penduduknya mau mengikuti syari' at
Islam. Dalam ha! ini syarat hijrah tidak diperlukan, karena tempat dia menetap sudah
menjadi Daanil Islam. Kewarganegaraan seorang Harbi berubah menjadi Muslim
bila dia memeluk agama Islam tanpa harus berhijrah ke Daarul Islam, walaupun
berhijrah dijadikan syarat oleh Abu Hanifah.
Begitu pula status kewarganegaraan seorang muslim berubah bila dia keluar
dari agama Islam (murtad), sedangkan kewarganegaraan seorang zimmi berubah jika
dia tidak lagi tunduk kepada syari' at Islam dengan tetap bermukim di Daaru/ Harbi.
Ikatan perkawinan tidak merubah status kewarganegaraan seorang istri.
Seorang muslim atau zimmi yang menikahi seorang perempuan Harbi di Daarul
Harbi, sang istri tidak mengikuti status kewarganegaraan suaminya yang muslim atau
zimmi, kecuali si Istri pindah ke Daantl Islam, karena ikatan perkawinan tersebut, si
istri menjadi seorang zimmiah
Seorang mus/a 'min yang menikah di Daarul Islam dengan zimmi, dia tidak
menjadi zimmi, dan si istri tidak menjadi harbiah karena perkawinan itu, kecuali si
musta 'min ingin menetap di Daarul Islam. Suami istri berstatus zimmi jika berhijrah
ke Daarul Islam.
Seorang perempuan harbi yang memeluk Islam karena pemikahan dengan
seorang muslim, maka status kewarganegaraan perempuan itu adalah Islam tanpa dia
harus berhijrah ke Daarul Islam. Pemikahan saja tidak mengubah status
kewarganegaraan seseorang. Syarat masuknya seseorang menjadi warga negara Islam
Bila seorang suami beralih kewarganegaraan karena perpindahan, tidak
mempengaruhi status kewarganegaraan si istri. Seorang zimmi yang berhijrah ke
Dami Harbi, beralih menjadi seorang harbi. Bila si istri tidak menyertainya, dia tetap
berstatus seorang zimmi. Seorang muslim yang murtad menjadi seorang harbi, namun
jika istrinya tidak ikut murtad, tidak mempengaruhi status kewarganegaraannya.
Anak-anak yang belum dewasa (mumaiyiz), orang gila, mengikuti status
kewarganegaraan ayahnya. Apabila suami istri memeluk agama Islam atau menjadi
zimmi, status kewarganegaraan anak-anaknya tadi mengikuti status kewarganegaraan orang tuanya. Apabila yang memeluk Islam adalah si ibu, Abu Hanifah, As-Syafi 'y
dan Ahmad, anak-anak mengikuti kewarganegaraan si ibu, namun Malik berpendapat
tetap mengikuti status kewarganegaraan sang ayah.
Anak-anak yang belum dewasa mengikuti kewarganegaraan orang tuanya,
jika ada perubahan status dari yang rendah ke yang tinggi. Menurut syari'at Islam,
kewarganegaraan Islam adalah yang tinggi seperti sabda Nabi saw.:
..!ii
J ' - ··
Y"' _)u . .
1
J;,:;.. "
0! -セ@ J セ@"·.-'I ' "
_)"-' J .)A'=- 0!"
- -,,;il<:.
'y
セ@ 0!" - ' " -
.)A'=-uc-·1 ..
LI\ Zlセi|@1.i ol
)
.(J:C. t'. '{ • 1·_-.' '.)G..."I ,'
b!-_t.: .
.(J:C.c,r
.r.=' Gセ@ _) J_) ,_, セ@ J Y":! (" ,11 .U"" (""""J - ,31 ( 'I ...
ᄋセセj@
Artinya; Dari Umar bin Khotob, Aid bin Amni Al-Muzni dan Muadz bin Jabaf. Bahwa Rasulullah SAW pemah bersabda: !slam itu linggi dan tidak ada yang mengzmgulinya (HR. Daarul Quthni, At-Thabrani dan Baihaqi)
31
Abdullah bin Yusuf, Nashhu Ar-Royah Li Ahadit•i Al-Hidayah, (Dar al -Hadits: Mesir,
Namun bila perubahan kewarganegaraan dari Islam menjadi harbi, maka status kewarganegaraannya tetap tidak berubah. Anak-anak yang belum dewasa tetap
dianggap seorang muslim bila ibu dan ayahnya murtad, demikian pula bila salah
seorang tuanya yang murtad.
Inilah prinsip umum mengenai kewarganegaraan dalam Islam. Prinsip ini
kemudian menjadi prinsip yang berlaku secara intemasional. Seseorang yang
menetap di suatu negara, secara naturalisasi beralih kewarganegaraan ke negara
tempat dia bermukim. Status ini bisa berubah bila dia pindah bermukim ke negara
lain dan menetap pula di negara baru itu. Status kewarganegaraan si istri dan
anak-anaknya mengikuti kewarganegaraan ayah merupakan prinsip yang berlaku umum.
b. Asas Persamaan Dalam Syari'at Islam
Syari'at Islam sejak awal telah memperkenalkan asas persamaan antara setiap
anggota masyarakat. Syari' at Islam tidak mengenal adanya perbedaan dan
pembatasan hak antara warga negara. Setiap orang dianggap sama, begitu pula setiap
golongan dan bangsa. Islam tidak mengenal perbedaan warna kulit, apakah seseorang
berkulit hitam, berkulit putih ataupun berkulit kuning. Hal ini ditegaskan dalam QS.
Al-Hujurat (13): 49 Allah berfirman:
r:,, J. ,.._,. ,,. -,.." .::- J.J J .... .,. ... .... £ .... -: "' J ,,.., .... ,.. r: J. セ[i@ _Jf. ....
ャセェセセケェ@
セセ@
セェ@
;_s,ljf
:ir:.r
_5,2ili-
l:.J
U"GJI
t;'.:_l1"
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesunggulmya A I/ah A1aha mengetahui lagi Maha Mengenal (QS.Al-Hujuraat: 13) ".
Islam memandang manusia itu sama, baik menyangkut hak, kewajiban dan
tanggung jawab. Perbedaan derajat manusia menurut Islam diukur dari ketaqwaan
seseorang. Namun ukuran perbedaan ini hanyalah dari kacamata Allah, bukan dari
kacamata manusia. Karenanya tidak ada seseorang untuk mengklaim dirinya yang
paling taqwa untuk memperoleh preferensi ataupun kemudahan lebih dari anggota
masyarakat yang lain. Ketaqwaan seseorang hanyalah menyangkut hubungannya dia
dengan Khalik, tidak hubungannya secara horisontal dengan sesama anggota
masyarakat yang lain. Perbedaan yang menyangkut ketaqwaan bersifat maknawi,
tidak bersifat kebendaan.32
3. Menurut Undang-undang Nomor. l Tahnn 1974
Mengenai masalah perkawinan campuran menurut Undang-undang No. I
Tahun 1974 diatur dalam (pasal 57, 58, 59, 60, 61 dan 62). Ketentuan pasal 57
Undang-undang Perkawinan mengatur perkawinan campuran yang dalam prinsipnya
disebutkan perkawinan campuran dalam undang-undang ini ialah perkawinan antara
dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu
pihak berkewarganegaraan Indonesia.
32
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar Go/ongan Jnteraksi Fiqh Islam
Pasal 57 membatasi makna Perkawinan Campuran pada perkawinan antara
seorang warga negara RI dengan seorang yang bukan warga negara RI, sehingga
padanya tidak termasuk perkawinan antara sesama warga negara RI yang berbedaan
hukum dan antara sesama bukan warga negara Rl.33
Ketentuan lebih lanjut tentang perkawinan campuran ini di anut di dalam
pasal 58 sampai dengan pasal 62 Undang-undang Perkawinan. Pertama diatur tentang
perolehan kewarganegaraan yang ditetapkan bahwa bagi orang-orang yang berlainan
kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh
kewarganegaraan dari suami/istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya,
menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang Kewarganegaraan
Republik Indonesia yang berlaku.
Kedua mengatur tentang akibat dari kewarganegaraan yang diperoleh di
dalam perkawinan yang ditegaskan :
I. Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau
putusnya perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik
mengenai hukum publik maupun mengenai hukum perdata.
2. Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan
menurut Undang-undang Perkawinan ini.
Menurut Prof. Dr. Mr. Hazairin dalam tinjauannya menyebutkan pasal 59 dan
pasal 56 ayat I hendaklah dibaca dengan tidak melupakan pasal 2, yaitu bahwa bagi
33
Drs. Sudarsono, S.H., M. Si., Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta: 2005).
perempuan Islam dilarang perkawinan dengan laki bukan Islam, dan bahwa laki-laki Islam dilarang kawin dengan perempuan yang bukan Islam, kecuali perempuan kristen dan perempuan Yahudi, jika laki-laki Islam itu tidak berhasil memperoleh
1 . . I I 34 ca on 1stn yang s am."
Dali! Naqli (Nash Al-Quran) yang dimaksudkan oleh Prof. Dr. Mr Hazairin ialah :
I. QS. Al-Baqarah (221 ): 2.
M M
セ@ ,.. J .,,,,. J,.. ..,, ,.. .,. / .,,,.,, .;: ,.. ..,,,... ,.. • J .,, / J'$i,., .;: .... ,.. ,.. J .,, ,..
i.r
· ,
セセZᄋRQセ@
セNj@
セセセィ@
セセャェ@
セQ@
Jl
1y...l! 4.lJlj
セキQ@
Jl
o_y..l.!
("" \: '\' (o
_fa.]
I )ッ⦅Ljセ@
r
gj;l
Artinya: "Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Ses1111gg11h11ya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya b11dak yang mukmin !ebih baik dari orang m11syrik, wala11pu11 dia menarik hatimu. mereka mengqjak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia, mudah-mudahan
mereka menerima peringatan (QS. Al-Baqarah: 221) ".
3
2. QS. Al-Mumtahanah (10): 60.
""
セャ・ゥ@
:&I
セ@ セセ@
_セ@
セセi@
セ[セ@
1;1
i;_:,1;
;:r,.;JT
エ[NZセ@
セ@ be &!
,.., J .::" ... -:).,,.,,,,-;:> J ,,,,.,,, . , J . ; : J JJ..,,.,...,,, セLLN@
":lj
セ@ セ@
u-1" ":}
-!L6JI
JJ
J"
セ}@
セ@
0J..
J"
セセ@
Pセ@
セスZZ@
.... J
,..-J. J J " _,.. ,;J J ,.. ( )?,,-_,. _ , , , j . / ('_e J,..f__-;: J. J. _...,"',,. ",,. J
セセQ[@
Qセ[セセ@
01
F
cl:...?-
':lj
QCQエNNイMTG⦅LZ[Q[⦅LPj^PCセ@
J ,,c..., J .... f._ .> ... ,.,.,.,;:. _ _,..>,.. ,,,,,.,, ,.. • J .,,, / (..-;:> }l
セᄋセ@
l#I
t.:
1_,1;· Jj
f;;.;·,\L.
Q⦅LャゥZNェセャIsji@ セNGZiセ@ 'YjJ".J_,.::-1
""
(I·:'•
OセiI@
セセZF|ェ@
GMfNセ@
ᆬAセ@
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendak/ah kamu uji (keimanan) mereka. Allah /ebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu Te/ah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (.mami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikan/ah kepada (suami suami) mereka, mahar yang Te/ah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka mahamya. dan jangan/ah kamu tetap be1pegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang Te/ah kamu bayar; dan hendak/ah mereka meminta mahar yang Te/ah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS.Al-Mumtahanah: I 0) ".
3. QS. Al-Maidah (5): 5.
be -:: ' l:ll
セ@ セ@
セキLLェ@
jJ
セ@
yzjT
i;_,i
;:r,.;JT
rw,,j
セZ\[セQt@
セ@ セエ@
r:JT
Artinya: "Pada hari lni dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembe/ihan) orang-orang yang diberi Al Ki tab ilu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanila yang menjaga kehormatan diantara wanita-wani/a yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bi/a kamu Te/ah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kaflr sesudah beriman (1/dak menerima hukum-lmkum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi (QS.Al-Maidah: 5) ".
Ketiga, mengatur secara rinci tentang syarat-syarat di dalam perkawinan
tersebut antara lain :
I . Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti
bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang
berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.
2. Untuk membuktian bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat I telah
dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan
perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang
berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan,
diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.
3. Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat
keterangan itu, maka atas permintaan yang berkepentingan, pengadilan
memberikan keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh
dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian
4. Jika pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan maka
keputusan itu menjadi pengganti keterangan yang tersebut ayat 3.
5. Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak
mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan
dalam 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.
Keempat, mengatur tentang pencatatan perkawinan campuran sesuai dengan
pasal 61 Undang-undang Perkawinan bahwa:
I. Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.
2. Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa
memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang
berwenang surat keterangan atau putusan pengganti keterangan yang
disebut dalam pasal 60 ayat (4) undang-undang ini dihukum dengan
hukum kurungan selama-lamanya I (satu) bulan.
3. Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan perkawinan
sedangkan ia mengetahui bahwa keterangan keterangan atau keputusan
pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan.
Kelima ditegaskan bahwa dalam perkawinan campuran kedudukan anak
diatur sesuai dengan pasal 59 ayat I Undang-undang ini. Ketentuan ini dimuat di
dalam pasal 62 Undang-undang Perkawinan.35
35
4. Menurut Hukum Perdata (BW)
Sebelum berlaku UU No. I Tahun 1974 di dalamnya terdapat peraturan
perundang-undangan untuk mengatur perkawinan menurut hukumnya
masing-masing, dan pada waktu itu UU perkawinan diatur dalam Regeling Op De Gemengde
Humslijken (GHR).
Dasar hukum GHR tersebut diatur dengan penetapan raja pada tanggal 29
Desember 1896 No. 23, kemudian diundangkan pada tahun itu yang kemudian
disebut dengan istilah Peraturan Perkawinan Campuran.
Adapun mengenai pengertian perkawinan campuran menurut pasal 1 GHR adalah:
"Perkawinan Campuran adalah perkawinan antara orang-orang Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan."
Hukum yang masing-masing menurut pasal GHR di atas disebabkan karena
perbedaan kewarganegaraan, antar tempat, antar golongan dan antar agama.36 Dan
perbedaan hukum juga dapat berlangsung dalam suasana internasional, jika kedua
orang yang hendak menikah tetapi berbeda kewarganegaraannya, maka terjadilah
suatu perkawinan campuran (perkawinan antar negara).37
Sedangkan perkawinan campuran menurut UU No. 1/1974 pasal 57 adalah
"Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-undang ini adalah
perkawinan antara dua orang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena
36
Sudarga Gautmna, liukum Antar Go/ongan, Suatu Pengantar, (Jakarta: Ichtiar Barn: 1980),
h.130.
31
Sudarga Gautama, Warga Negara dan Orang Asing. (Bandung: Alumni Bandung: 1975),
perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asmg dan
salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia."
Dengan adanya UU No. J/1974 maka peraturan mengenai perkawinan
campuran yang terdapat dalam GHR tidak berlaku karena dalam UU No. J/1974 telah
mengatumya.
Adapun unsur-unsur perkawinan campuran menurut Undang-undang No. 1/1974 ini
antara lain yaitu :
I. Perkawinan antar pasangan yang tunduk -kepada hukum perkawinan yang
berbeda karena kewarganegaraan.
2. Salah satu pihak adalah warga negara asing.
3. Pihak lainnya berwarga negara Indonesia.
4. Perkawinan dilangsungkan di Indonesia.
5. Perkawinan dilangsungkan di luar negara Indonesia (luar negeri).
Jadi pasal tersebut di atas dipertegas mengenai maksud dari perkawinan
campuran menurut hukum Indonesia yaitu hanya akan terjadi antara pasangan
mempelai yang salah satunya berkewarganegaraan Indonesia. Sedang pihak lainnya
berkewarganegaraan lain (asing). Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa
pengertian campuran dalam Undang-undang No. 1/1974 lebih sempit pengertiannya
dibandingkan dengan perkawinan campuran menurut pasal I GHR.
Jadi pengertian perkawinan campuran menurut UU No. 1/1974 itu hanya
meliputi perkawinan antar bangsa yaitu perkawinan antar dua orang di Indonesia
pihak berkewarganegaraan Indonesia. Kemudian apabila perkawinan campuran
dilaksanakan di Indonesia dengan sendirinya harus berlaku persyaratan yang berlaku
dalam perkawinan di Indonesia, seperti yang dipertegas dalam pasal 59 ayat (2)
Undang-undang No. 1/1974 yang menyatakan bahwa:
"Perkawinan campuran yang dilaksanakan di Indonesia dilakukan menurut UU
Perkawinan Indonesia".
Hal di atas telah jelas bahwa perkawinan campuran yang dilakukan harus
berdasarkan persyaratan-persyaratan yang berlaku di Indonesia terutama tentang
keabsahan perkawinan yang di dalam hukum Indonesia harus berdasarkan kepada
agama.
C. Pengertian Kewarganegaraan
1. Menurut Undang-undang Nomor. 12 Tahon 2006 Tentang
Kewarganegaraan
a. Pengertian Kewarganegaraan Secara Umum
Kewarganegaraan merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam hal
untuk mendukung suatu negara, seperti kita ketahui salah satu syarat untuk
mendirikan suatu negara yang merdeka dan berdaulat adalah adanya warga negara
atau rakyat.
Warga negara adalah sekelompok manusia yang ada dalam wewenang suatu
negara. Hubungan keduanya adalah hubungan yang timbal balik, di mana
masing-masing pihak mempunyai kewajiban dan hak. Orang-orang yang bertempat tinggal di
Setiap warga negara adalah penduduk dari negara tersebut, tetapi tidak setiap penduduk adalah warga negara yang bersangkutan. 38
Dalam ketentuan mengenai kewarganegaraan terdapat dua asas yang . 39
utama, ya1tu :·
I. Asas !us Sanguinis (Asas Keturunan) 2. Asas !us Safi (Asas Daerah Kelahiran)
Yang dimaksud dengan Asas !us Sanguinis (Asas Keturunan) adalah bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunan dari orang yang bersangkutan. Misalnya adalah orang yang dilahirkan dari orang tua yang berkewarganegaraan Indonesia merupakan pula warga negara Indonesia.
Sedangkan yang di maksud dengan Asas !us Safi (As as Daerah Kelahiran) adalah bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya, misalnya orang yang dilahirkan di Belanda, maka ia terhitung menjadi warga negara Belanda.
Indonesia sendiri berdasarkan UU No. 62 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menitik beratkan pada Asas !us Sanguinis40. Hal tersebut
dapat kita lihat dari penjelasan umum undang-undang tersebut, di mana disebutkan bahwa keturunan dipakai sebagai suatu dasar adalah lazim. Sudah
38
Abdul Bari Azcd, Intisari Ku/iah Masa/ah Kewarganegaraan, (Jakarta: !ND-HILL-CO:
1995), h.l.
39 Ibid, h .. 4.
40
sewajarnya suatu negara menganggap seorang anak sebagai warga negara di
manapun ia dilahirkan, apabila orang tua itu warga negara itu.
Setelah kita mengetahui arti kewarganegaraan dan asas kewarganegaraan
yang dianut oleh Indonesia, maka akan kita bahas mengenai siapakah yang dapat
dikategorikan sebagai warga negara Indonesia dan siapakah yang disebut warga
negara asing.
b. Warga Negara Indonesia
Warga Negara Indonesia adalah
I. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan atau
berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara
lain sebelum Undang-undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara
Indonesia.
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu
Warga Negara Indonesia.
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga
Negara Indonesia dan ibu warga negara asing.
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga
negara asing dan ibu warga negara Indonesia.
5. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau
hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada
6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah
ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga
negara Indonesia.
7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara Indonesia.
8. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia
sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berusia 18 ( delapan be las) tahun dan atau be I um kawin.
9. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
I 0. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
11. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya.
12. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari
seorang ayah dan