• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku pemilih (dinamika pilihan rasional dalam kemenangan Jokowi-Basuki pada pemilihan umum gubernur DKI Jakarta 2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku pemilih (dinamika pilihan rasional dalam kemenangan Jokowi-Basuki pada pemilihan umum gubernur DKI Jakarta 2012)"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PEMILIH

(Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan

Jokowi-Basuki Pada Pemilihan Umum Gubernur

DKI Jakarta 2012)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana sosial (S.Sos)

Oleh:

Muhammad Ferdiansyah Zidni

109033200049

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

l.

2.

J.

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

PERILAKU

PEMILIH

( Uinamit<a Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokowi-Basuki Pada

Pemilihan Umum Gubernur DKI

Jakarta20l2\

Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata

I

di Universitas Islam Negeri rufN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

di

Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri rufN) Syarif Hidayatull ah Jakarta.

Jakarta, 17 Januai2014

(3)

Perilaku Pemilih

'

@inamika Pilihan

Rasional

Dalam

Kemenangan

Jokowi-Basuki

Pada

Pemilihan Umum

Gubernur

DKI

Jakarta

2012)

SKRIPSI

Diaj ukan Untuk Memenuhi P ersyaratan M empero leh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

il'Iuh ammad Ferdians-v-ah Zidni Nrilr. 109033200049

Pembimbing

\

7z*L

,/

,r

Survani. i\f.Si

NrP. 19770424 200710 2 003

PROGR{N{ STUDI

TLMU

POLITIK

FAKULTAS ILNIU SOSL{L

DA.'\

IL}IU

POLITIK

UNIVERSITAS

ISLAilI

NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAI(ARTA

(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

PERILAKU PEMILIH

(Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokorvi-Basuki Pada Pemilihan

Umum Gubernur DKI Jakarta2012)

Dan memenuhi syarat untuk diuji.

Jakarta, 17 Januan2014 Nama

NIM

Program Studi

Mengetahui,

Ketua Program Studi

NIP. 19651212199203 1 004

: Muhammad Ferdiansyah Zidni : 109033200049

:Ilmu Politik

Menyetujui,

Pembimbing

Li

,)

|w'[1r

Suryani. M.Si

NIP. 19770421200710 2 003

(5)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI

Perilaku Pemilih: Dinamika Pilihan

Rasional

Dalam

Kemenangan

Jokowi-Basuki

Pada

Pemilihan Umum

Gubernur

DKI

Jakarta

2012

Oleh

Muhammad Ferdiansyah Zidni

109033200049

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17

Januari 2014. Skripsi

ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.

Sekretaris,

NIP. 19730927 200501 r 008 Penguji II,

004 NIP. 197201052001l2

I

003

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal l7 Januari

2014.

Ketua Program Str.rdi

FISIP UIN Jakarta

ru

Ketua,

Penguji I,

NIP. 1965t212199203 1

Dr. Nawin/ddin. M.A

Ali Muhhanif. Ph. D

(6)

v

ABSTRAK

Muhammad Ferdiansyah Zidni

Perilaku Pemilih

“ Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012”

Skripsi ini membahas tentang hubungan kemenangan Jokowi-Basuki dengan kemunculan para pemilih rasional. Materi yang dibahas adalah perilaku pemilih yang rasional di wilayah DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan antara terbentuknya rasionalitas antara pihak masyarakat dan pemerintah di DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara. Peneliti menemukan bahwa dalam proses terciptanya pilihan rasional didukung oleh kondisi sosio demografi penduduk Jakarta yang relatif berpendidikan, dan melek informasi. Pilihan rasional ini muncul ketika masyarakat tidak merasakan dampak langsung terhadap kebijakan dari pemerintahan Fauzi Bowo. Dengan hadirnya Jokowi-Basuki yang memiliki

prestasi dan track record yang sudah teruji ketika mereka menjadi kepala daerah

di daerah asal masing-masing dan pro-rakyat membuat masyarakat berpaling dari

calon yang berasal dari incumbent. Sikap apatis masyarakat terhadap

pemerintahan Fauzi Bowo semakin meningkat ketika terjadi banyaknya kasus

korupsi yang melibatkan elit-elit partai, dan diketahui bahwa Fauzi

Bowo-Nachrowi Ramli adalah pasangan incumbent yang berkoalisi dengan banyaknya

partai-partai besar yang anggotanya banyak terlibat kasus korupsi.

Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori perilaku pemilih. Dari analisis melalui teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pilihan rasional di wilayah Jakarta karena masyarakat tidak puas dengan kinerja Pemerintahan Fauzi Bowo. Selain itu, juga ditemukan bahwa masyarakat Jakarta semakin cerdas sehingga sangat rasional dalam menentukan pilihan dan memiliki pertimbangan logis bahkan ideologis. Faktor etnisitas dan agama juga tidak lagi

menjadi determinasi signifikan. Masyarakat lebih melihat track record dan

(7)

vi

KATA PENGANTAR

نمحرلا ها مسب ميحرلا

Assalamu’alaikum wr.wb.

Segala puji dan syukur kepada Allah swt yang senantiasa melimpahkan

rahmat. Rabbnya semua alam semesta, Sang Cahaya atas segala cahaya, Yang

kasihsayang-Nya melebihi Maryam terhadap Isa. Dengan hidayah dan inayah-Nya

kepada peneliti sehingga hanya karena limpahan nikmat-nikmat itu peneliti dapat

menyelesaikan Skripsi ini dengan waktu yang diharapkan. Shalawat dan salam

penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sang senyum dari

Yang Maha Penyayang, kekasih dari semua pecinta, pembimbing bagi siapa yang

mencari-Nya, pemegang kunci gerbang menuju-Nya. Yang tiada terhitung jasanya

bagi umat manusia, dengan membawa umatnya dari alam kegelapan karena

kebodohan kepada alam yang terang benderang yang bertaburan ilmu

pengetahuan.

Ide skripsi ini sendiri lahir ketika hidup saya sedang berada dalam fase

perenungan eksistensial (tepatnya frustrasi) tentang apa makna kehidupan saya,

siapa saya ini dan mau ke mana. Jadi, awalnya saya berpikir bahwa skripsi ini

harus sedapat mungkin merupakan persoalan yang memang ingin saya ketahui,

dan harus menghasilkan jawaban atas pertanyaan saya sendiri. Ada hal menarik

yang terjadi pada saya dalam pembuatan skripsi ini. Pada saat itu sudah

sedemikian jenuh dan kehilangan minat dengan skripsi dan kuliah, bahkan dengan

sebagian besar kehidupan saya. Ujung-ujungnya saya kembali mempertanyakan

(8)

vii

memperbaiki shalat, karena saya pikir dengan itu hidup akan lurus kembali

(ternyata di sinilah amat bodohnya saya). Rasanya baru setelah itulah saya

berusaha merubah hidup ini dengan berusaha sedikit lebih serius (dan ternyata

teramat sangat tidak mudah).

Pada akhirnya, walaupun melalui sebuah perenungan yang lama, tentunya

ditambah dengan ketidakdisiplinan dan ketidaksesuaian dengan target lulus tepat

waktu (ini kalimat penyesalan, bukan permohonan maklum). Masih amat sangat

banyak kekurangan dari karya ini, dan peneliti sendiri menganggap hasil akhir

karya ini sebagai karya seorang seniman yang baru belajar membiasakan diri

menggunakan media baru untuk menuangkan ide dan kreativitas. Sehubungan

dengan telah selesainya penulisan Skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis baik berupa

motivasi, saran, kritik, gagasan, finansial, dan tenaga kepada penulis pada masa

pencarian data dan referensi demi terselesaikannya penulisan Skripsi ini. Kepada

mereka, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. DR Bachtiar Effendy MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik.

3. Bapak Ali Munhanif, Ph.D. Selaku Ketua Prodi Ilmu Politik UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan nasehat dan

(9)

viii

4. Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si. Selaku Sekretaris Prodi Ilmu Politik

yang banyak memberikan masukan dan rujukan inspirasi di tengah

kebimbangan penulis dalam menuntut ilmu selama di FISIP.

5. Mamah tercinta dan tersayang yang meski telah tiada di dunia, tapi

saya merasa mamah selalu ada disisi saya. Sehingga saya terus

berusaha bangkit ketika saya terjatuh agar mamah bisa bangga melihat

saya dari Surga. Papah yang selalu memotovasi saya untuk menjaga

dan mengangkat harkat dan marbat keluarga. Kemudian kakak dan

adik-adik yang selalu sabar dengan tingkahlaku saya.

6. Ibu Suryani, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen

pembimbing akademik saya. Di sela-sela segala kesibukannya, beliau

tetap bersedia meluangkan waktunya, dan tetap membimbing saya

dengan sepenuh hati, kesabaran , ketelitian dan selalu memberikan

motivasi yang luar biasa disaat saya patah semangat. Terimakasih saya

rasanya tidak akan cukup untuk beliau.

7. Para dosen tercinta selama 4 tahun menuntut ilmu di FISIP, Ibu

Haniah, Bapak A.Bakir Ihsan M.Si, Bapak Idris Thaha M.Si, Bapak

Dr. Shirodjudin Aly, Drs. Armein Daulay M.Si, Ibu Gefarina Djohan

MA, serta seluruh dosen di Prodi Ilmu Politik yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

8. Staf dan Karyawan FISIP yang banyak membantu penulis dalam surat

menyurat, Pak Jajang, Pak Amali, Pak Nanda, Ibu Lili dan semua yang

(10)

ix

9. Teman-teman seperjuangan ilmu politik 2009. Abdul Gofur Khafi, S.

Fadel Abu Bakar, Algi, Fikri, Selamet, Eko Indrayadi, Bagus Salim

Muharram, Meutia Rahmawati, Mizar, Nuzula, Odit, Agil, Rizkynoa,

Rizky R, Riza, Arep, Iir, Fili, Ali, Ilham, Dhani dan semuanya yang

tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. “semoga cita-cita dan

harapan kita akan segera terwujud.

10.Teman-teman di SHALTER CF. Ahmad Ikbal, Nurul Choiri, Ahmad

Zakaria, Ardiansyah, Zayadi, Akbar dan Ambon Rahmat. Terima kasih

karena kalian selalu bisa menghibur Penulis disaat jenuh dengan

kekonyolan kalian.

11.Mas Kiki atas berbagi pengalamannya, motivasi dan menyediakan

tempat untuk Peneliti mengerjakan Skripsi ini dengan tenang.

12.Teman-Teman di KIBAR. Pak Bintang, Bang Wahyu, Deden, Jafar

,Bang Sawal, Quro, Agung, Umar, Usturi, Unga, Kiki, Naila, Elita,

Mutia dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

13.Cak Junet, tukang fotocopy langganan Penulis yang selama kuliah

mengeprint tugas ditempatnya.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar dapat sempurnanya karya penulis ini. Karena tiada gading yang

tak retak. Penulis juga sadar sebagai manusia sering melakukan khilaf dan

(11)

x

Jakarta, 17 Januari 2014

(12)

xi

DAFTAR ISI

ABSTRAK…………... v

KATA PENGANTAR…... vi

DAFTAR ISI………...………... xi

DAFTAR TABEL... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pertanyaan Penelitian... 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 6

D. Tinjauan Pustaka... 7

E. Kerangka Teoritis... 9

1. Definisi Perilaku Pemilih... 9

a. Pendekatan Sosiologis... 11

b. Pendekatan Psikologis... 13

c. Pendekatan Pilihan Rasional... 15

F. Metodologi Penelitian... 25

G. Sistematika Penulisan... 27

BAB II PROFIL JOKO WIDODO DAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA A. Biografi Jokowi………... 29

B. Biografi Basuki Tjahaja Purnama….………... 37

BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK KOTA JAKARTA A. Sejarah Jakarta... 46

1. Aspek Geografis... 46

2. Aspek Nomenklatur... 49

3. Aspek Sosio-Historis... 52

B. Demografi Masyarakat Kota Jakarta... 57

1. Agama... 58

(13)

xii

3. Pendidikan... 62

BAB IV PILKADA 2007 DAN DINAMIKA PILIHAN RASIONAL PADA PILKADA DKI JAKARTA 2012

A. Pemilu Kepala Daerah DKI Jakarta 2007... 65

B. Dinamika Pilihan Rasional Pada Pilkada DKI Jakarta 2012 69

1. Berdasarkan Sosiologis... 70 2. Berdasarkan Psikologis... 73

3. Berdasarkan Pilihan Rasional (Rasional-Choice)... 76

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan... 86 B. Saran... 87

DAFTAR PUSTAKA………... xiv

(14)

xiii

[image:14.595.109.514.125.577.2]

DAFTAR TABEL

Tabel III.A. Jumlah Penduduk menurut Agama dan Kepercayaan, Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2012... 58

Tabel.III.B. Jumlah Suku Bangsa Provinsi DKI Jakarta, Tahun

2010... 61

Tabel III.C. Data Penduduk Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Pendidikan

2012... 62

Tabel IV. Hasil Perolehan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam suatu negara demokrasi, pemilihan umum dianggap sebagai

lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Dan hasil pemilihan umum

diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan

kebebasan berserikat,dianggap untuk mencerminkan keakuratan partisipasi serta

aspirasi masyarakat. Memilih merupakan aktifitas menentukan keputusan secara

langsung maupun tidak langsung.

Di Indonesia sendiri, pemilihan umum (pemilu) pada awalnya ditujukan

untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan

DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002,

pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh

MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun

dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan

pertama kali pada Pemilu 2004.1

Dan pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan

sebagai bagian dari rezim pemilu. Setelah diberlakukan otonomi daerah,

pemilihan kepala daerah bukan lagi dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi DKI Jakarta, tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu, sebagai

1

(16)

2

medium pilihan publik, seharusnya mengkondisikan seluruh pihak yang terlibat

untuk belajar berbagi peran sehingga tidak semuanya harus berpusat pada salah

satu aktor atau salah satu lokus (Pusat).2

Dengan demikian, pemilu kepala daerah secara langsung merupakan

indikator pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan

kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokratis.3

Jika mengacu pada Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun

2004, pemilihan kepala daerah hanya dilaksanakan satu putaran jika ada

pemenang yang meraih suara di atas 25 persen. Namun, pilkada dapat

dilangsungkan dalam dua putaran jika DPR dapat menyelesaikan perubahan UU

No 34/1999 mengenai Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI). Undang-undang

Pemerintahan DKI mengharuskan kemenangan 50 persen plus satu bagi calon

pasangan kepala daerah4.

Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang

diselenggarakan pada 8 Agustus 2007 di Provinsi DKI Jakarta merupakan yang

pertama dalam sejarah pemilihan kepala daerah di Indonesia.

Hasilnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menetapkan

pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Fauzi Bowo - Prianto sebagai

pemenang pada Pemilu kepala daerah DKI Jakarta 2007 dengan perolehan suara

2

Ahmad Nadir, Pilkada Langsung Dan Masa Depan Demokrasi (Malang: Averroes Press, 2005), 39.

3

Ambo Upe, Sosiologi Politik Kontemporer (Jakarta: Prestasi pustaka, 2008), 44-45.

4

(17)

3

2.109.511. Juri Ardiantoro Ketua KPU DKI Jakarta pada tanggal 20 Juli 2007

mengatakan "Berdasarkan penghitungan hasil rekapitulasi suara dari enam

wilayah pemilihan maka pasangan calon Fauzi Bowo - Prianto memperoleh 57,87

persen suara, sedangkan pasangan Adang Daradjatun - Dani Anwar memperoleh

42,13 persen suara setara dengan 1.535.555".5

Kemudian pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Provinsi DKI Jakarta 2012, Fauzi Bowo (Foke) mencalonkan diri kembali dengan

pasangan barunya yaitu Nachrowi Ramli (Nara) dan harus mengikuti babak

penentuan lagi. Pemilihan umum ini diikuti oleh enam calon pasangan gubernur

dan wakil gubernur, yaitu 4 pasangan diusung oleh partai politik dan dua pasang

berasal dari calon independen. Pada putaran pertama 11 Juli 2012 hasil

perhitungan KPU Provinsi DKI Jakartaa secara resmi memutuskan;6 Fauzi

Bowo-Nachrowi Ramli (diusung Demokrat - 34,05%), Hendardji Soepandji-Ahmad Riza

Patria (Independent - 1,98%), Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (diusung

PDIP dan Gerindra - 42,60%), Hidayat Nur Wahid-Didik J.Rachbini (diusung

PKS dan PAN - 11,72%), Faisal Batu Bara-Biem Triani Benjamin (Independent -

4,98%), dan Alex Noerdin-Nono Sampono (diusung Golkar, PPP dan PDS -

4,57%).

Memasuki putaran kedua pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012,

mulai timbul isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Para calon pemilih

ini di hasut agar tidak memilih pasangan dengan suku dan agama tertentu.

5

http://www.antaranews.com/berita/74054/kpu-tetapkan-fauzi-bowo-prianto-pemenang-pilkada-dki-2007. Diakses pada 25 September 2013.

6

(18)

4

Hasutan beredar lewat selebaran, situs-situs jejaring sosial, forum-forum internet,

dan pesan berantai lewat telepon seluler. Pemilih mendapat hasutan agar tak

memilih orang non-Jakarta, apalagi berasal dari agama dan etnis tertentu.

Masing-masing pasangan membantah telah melakukan serangan bernada SARA.

Tim sukses pasangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama

(Jokowi-Basuki) merasa menjadi sasaran kampanye hitam bernuansa SARA. Meski begitu,

Ketua Tim sukses Jokowi-Basuki, Cheppy Wartono mengatakan, munculnya isu SARA justru menguntungkan mereka. “Kami santai saja, lha wong banyak yang

menanggapinya negatif. Malah, banyak yang tambah respek sama Jokowi-Basuki. Jadinya menguntungkan kita,” Selasa 17 Juli 2012.7

Dan berlanjut pada kasus Rhoma Irama yang mencuat karena dalam

ceramahnya di Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta, pada Sabtu 28 Juli 2012,

ia membahas calon keduanya dengan menyinggung masalah suku dan agama calon tersebut. Bahkan ia juga mengatakan kepada jama’ah masjid jangan

memilih pemimpin yang tidak seiman.8

Kemudian pada hasil hitung cepat di hari pemilu putaran kedua tanggal 20

September 2012 yang ditayangkan sejumlah stasiun televisi mengunggulkan

pasangan Jokowi-Basuki meraih suara sekitar 54-56%, sementara Foke-Nara

berkisar 44-46%. Publikasi sejumlah media cetak sehari setelah pemilu (21/9)

7

http://www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/07/18/m7cge5-isu-sara-mulai-mengelinding-di-pilkada-dki. Diakses pada 2 Oktober 2013.

8

(19)

5

mengungkapkan, pasangan Jokowi-Basuki tetap unggul atas pasangan Foke-Nara;

LSI dengan (53,81%:46,19%), Indobarometer (54,11%:45,89%), Indonesian

Network Election Survey (57,39%:42,61%), Jaringan Suara Indonesia

(53,28%:46,72%), Saiful Mujani Research and Consulting (53,27%:46,73%), dan

Lingkaran Survei Indonesia (53,68%:46,32%), Kompas (52,97%:47,03%).9

Akhirnya hasil pilkada DKI Jakarta putaran 2 diumumkan oleh Ketua

KPUD DKI Jakarta, Dahliah Umar pada Sabtu, 29 September 2012. Penetapan

dilakukan sesuai dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi

sehari sebelumnya. Pasangan Jokowi-Basuki meraih 2.472.130 (53,82%) suara,

sedangkan Foke-Nara mendapatkan 2.120.815 (46,18%) suara. Dengan selisih

351.315 (7,65%) suara, Dahliah Umar pun menyatakan, "Pasangan nomor urut 3

Jokowi-Basuki meraih suara terbanyak dalam putaran kedua."10

Joko Widodo(Jokowi) dan BasukiTjahaja Purnama (Basuki) yang hanya di

dukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerakan

Indonesia Raya (Gerindra) dapat unggul di tengah-tengah isu SARA oleh rivalnya

yaitu Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara) sebagai pasangan

incumbent yang di dukung Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN),

Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai

9

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2012. Diakses pada 25 September 2013.

10

(20)

6

Bulan Bintang (PBB), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai Kebangkitan

Nasional Ulama (PKNU) dan juga sebagai putra daerah.

Meskipun seringkali unsur etnis ataupun primordial dipandang eksis dan

tetap berjalan dalam pilkada di Indonesia. Namun, khususnya untuk wilayah

Jakarta yang memiliki penduduk yang heterogen dan memiliki tingkat kritisisme

yang tinggi terhadap politik. Oleh karena itu, sebagai sebuah hipotesis awal

penelitian untuk skripsi ini, peneliti melihat bahwa perilaku pemilih pada

pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012, memberikan kesan bahwa pilihan

rasional semakin tumbuh dikalangan masyarakat DKI Jakarta.

B. Pertanyaan Penelitian

Untuk membuat penelitian skripsi ini lebih terarah, maka penulis

memutuskan untuk melakukan penelitian berdasarkan masalah yang mendasar

mengenai penelitian ini, yaitu: Bagaimana perubahan perilaku pemilih masyarakat

Jakarta dalam Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami perilaku pemilih pada pemilihan

umum Gubernur DKI Jakarta 2012, fokus ini mengarah pada Pilihan Rasional

yang semakin tumbuh dikalangan masyarakat DKI Jakarta. Dari kemenangan

pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Basuki) dari

rivalnya yaitu Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara) yang merupakan

(21)

7

Sedangkan manfaat penelitian ini di bagi dua :

a. Manfaat akademik

Untuk memperkaya khazanah intelektual politik. Peneliti mengharapkan

agar penelitian ini bermanfaat dan dapat memberikan arti akademis dalam

menambah informasi dan memperkaya wawasan politik terutama dalam

mengamati dan menganalisa Perilaku Pemilih yang berperan penting dalam

pemilihan umum di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta.

b. Manfaat tehnis

Semoga penelitian ini dapat memberikan masukan kepada Pemda DKI

Jakarta, Partai Politik atau pun calon-calon pejabat publik mendatang bagaimana

dalam menampung aspirasi politik masyarakat untuk kemudian mencari strategi

menarik minat masyarakat agar layak dipilih dan memenangkan pemilu meski

berada pada situasi yang tadinya di anggap kental akan etnisitasnya dan

berhadapan dengan rival yang memiliki kekuatan massa.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, ada literatur yang penulis jadikan sebagai acuan dan

tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menemukan sisi menarik

atau sisi lain dan kegunaan dari penelitian skripsi yang sedang penulis teliti.

Adanya tinjauan pustaka yang penulis temukan sebagai instrumen perbandingan

(22)

8

Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama Pada

Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012, diantaranya:

Skripsi yang berjudul Tokoh Masyarakat Dan Perilaku Pemilih: Studi Kasus

Tentang Perilaku Pemilih Tokoh Masyarakat Pada Pilkada Gubernur 2006 Di

Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, oleh: Maspanur, Mahasiswa Universitas

Hasanuddin, Program studi ilmu politik, jurusan politik pemerintahan, fakultas

ilmu sosial dan ilmu politik.

Dalam skripsi ini membahas tentang Etnisitas pada perilaku pemilih

menjadi hal sangat mendasar dalam tingkah laku memilih tokoh masyarakat pada

Pilkada Gubernur tahun 2006 yang berlangsung di Kabupaten Mamuju Sulawesi

Barat. Kuatnya ikatan kekerabatan (darah dan kekeluargaan) dan kesamaan

kesukuan, agama, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial

yang membentuk perilaku memilih masyarakat.

Hal tersebut yang mengindikasikan bahwa perilaku memilih tokoh

masyarakat di Kabupaten Mamuju, masih tergolong sektarian dan dapat

menghambat proses demokratisasi di tingkat lokal. Tanggal 24 juli 2006 hasil

perolehan suara pada pilkada Gubernur 2006 di Kabupaten Mamuju Sulawesi

Barat, terpilihlah Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2006-2011 yakni Anwar

Adnan Saleh dan Amri Sanusi.

Alasan masyarakat memilih pasangan tersebut karena adanya ikatan

primordial/ kesukuan sehingga masyarakat Mamuju lebih dominan memilih

pasangan Anwar Adnan Saleh dan Amri Sanusi karena masyarakat menganggap

(23)

9

sendiri. Dan Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan cara

deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan mendalam.

E. Kerangka Teoritis

Dalam penelitian ini penulis menggunakan Perilaku Pemilih sebagai

landasan teori. Teori ini menempatkan perilaku politik sebagai variabel yang

ditentukan atau dipengaruhi oleh sosiologis, psikologis dan pilihan rasional.

Untuk itu pada bagian ini penulis menggunakan teori tersebut untuk menjelaskan

Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja

Purnama pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012.

1. Definisi Perilaku Pemilih

“Perilaku adalah sifat alamiah manusia yang dapat membedakan manusia dengan manusia lainnya, dan menjadi ciri khas individu dengan individu yang lain. Dalam konteks politik, perilaku dikategorikan sebagai

interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga-lembaga

pemerintah, dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan

politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Memilih adalah suatu

kegiatan atau aktifitas yang merupakan proses menentukan sesuatu yang dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau kelompok, baik yang bersifat eksklusif maupun yang inklusif. Memilih merupakan aktifitas menentukan keputusan secara langsung maupun tidak langsung”.11

Di dalam masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi, sebagian dari

perilaku dan interaksi dapat dilihat dari perilaku politik, yaitu perilaku yang

bersangkut paut dengan proses politik. Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi,

11

(24)

10

keluarga, agama, dan budaya. Sebagai contoh, yang termasuk kedalam kategori

ekonomi, yaitu kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, menjual dan

membeli barang dan jasa, mengkonsumsi barang dan jasa, menukar, menanam,

dan menspekulasikan modal. Namun, hendaklah diketahui pula tidak semua

individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan politik.

Menurut Ramlan Surbakti, menilai perilaku memilih ialah keikutsertaan

warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat

keputusan, yaitu apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.12

Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari

pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik

merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara

internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan

pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pemilih. Misalnya saja

isu-isu dan kebijakan politik, Tapi ada juga sekelompok orang yang memilih

kandidat karena dianggap representatif dengan agama atau keyakinannya,

sementara kelompok lainnya memilih kandidat politik tertentu karena dianggap

representatif dengan kelas sosialnya, bahkan ada juga kelompok yang memilih

sebagai ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figur tertentu. Sehingga yang

paling mendasar dalam mempengaruhi perilaku pemilih antara lain pengaruh elit,

identifikasi kepartaian sistem sosial,media massa dan aliran politik.

12

(25)

11

Pembahasan perilaku pemilih dalam kemenangan Jokowi-Basuki pada

pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012 tentu tidak hanya sekedar

mendeskripsikan perilaku tersebut, tapi proses pengambilan keputusan yang

terjadi sebelumnya juga perlu ikut di jelaskan. Hal ini mencakup berbagai faktor

yang berpengaruh, baik untuk jangka waktu pendek maupun jangka panjang, dan

secara emosional ataupun rasional.

Ada tiga macam pendekatan atau dasar pemikiran yang berusaha

menerangkan perilaku pemilu. Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda, dan dalam

beberapa hal ketiganya bahkan saling membangun/mendasari serta memiliki

urutan kronologis yang jelas. Pendekatan tersebut adalah, pendekatan sosiologis,

pendekatan psikologis, dan pendekatan pilihan rasional (rational-choice).13

Penjelasannya sebagai berikut:

a. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis menentukan perilaku memilih pada para pemilih,

terutama kelas sosial, agama, dan kelompok etnik/ kedaerahan/ bahasa. Subkultur

tertentu memiliki kondisi sosial tertentu yang pada akhirnya bermuara pada

perilaku tertentu.14 Kondisi yang sama antar anggota subkultur terjadi karena

sepanjang hidup mereka dipengarui lingkungan fisik dan sosio kultural yang

relatif sama. Mereka dipengaruhi oleh kelompok-kelompok referensi yang sama.

Kerena itu, mereka memiliki kepercayaan, nilai, dan harapan yang juga relatif

13

Dieter Roth, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode, Dodi Ambardi, ed., (Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung dan LSI, 2009), 23.

14

(26)

12

sama, termasuk dalam kaitannya dengan preferensi pilihan politik. Dengan

pendekatan ini, para anggota subkultur yang sama cenderung mempunyai prefensi

politik yang sama pula.

Pendekatan ini berdasarkan pengelompokan sosial, baik secara formal

ataupun informal. Secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam

organisasi-organisasi keagamaan, organisasi-organisasi-organisasi-organisasi profesi, dan sebagainya. Dan

kelompok informal seperti keluarga, pertemuan, ataupun

kelompok-kelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami

perilaku politik seseorang, karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai

peranan yang sangat besar dalam menentukan sikap, persepsi dan orientasi

seseorang.

Menurut Paul F. Lazarsfeld, manusia terikat di dalam berbagai lingkaran

sosial, contohnya keluarga, lingkaran rekan-rekan, tempat kerja dan sebagainya.

Dia menerapkan cara ini pada para pemilih, bahwa seorang pemilih hidup dalam

konteks tertentu: status ekonominya, agamanya, tempat tinggalnya, pekerjaannya,

dan usianya untuk mendefinisikan lingkaran sosial yang mempengaruhi keputusan

para pemilih. Setiap lingkaran sosial memiliki normanya tersendiri, kepatuhan

terhadap norma-norma tersebut menghasilkan integrasi. Namun konteks ini turut

mengkontrol perilaku individu dengan cara memberikan tekanan agar individu

tersebut menyesuaikan diri, sebab pada dasarnya setiap orang ingin hidup dengan

tentram, tanpa bersitegang dengan lingkungan sosialnya.15

15

Paul F Paul F Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’s

(27)

13

b. Pendekatan Psikologis

Pendekatan psikologis berusaha untuk menerangkan faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi keputusan pemilu jangka pendek atau keputusan yang

diambil dalam waktu yang singkat. Hal ini berusaha menjelaskan melalui trias

determinan dengan melihat sosialisasinya dalam menentukan perilaku politik

pemilih, bukan karakteristik sosiologisnya. Jadi pendekatan psikologis

menekankan pada tiga aspek, yaitu identifikasi partai, orientasi, dan isu orientasi

kandidat.16 Sementara itu faktor-faktor lainnya yang sudah ada terlebih dahulu

(seperti misalnya keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu) dianggap memberi

pengaruh langsung terhadap perilaku pemilih.

Inti dasar pemikiran ini dituangkan dalam bentuk sebuah variabel yaitu

identifikasi partai (party identification). Variabel ini digunakan untuk mengukur

jumlah faktor-faktor kecenderungan pribadi maupun politik yang relevan bagi

seorang individu. Apabila faktor-faktor kecenderungan (seperti misalnya

pengalaman pribadi atau orientasi politik) diumpamakan sebagai suatu aliran yang

dituangkan melewati sebuah corong, maka identifikasi partai yang merupakan

semacam keanggotaan psikologis partai, dapat diumpamakan sebagai sebuah

saringan dalam corong kausal/ penyebab ini (funnel of cautality).17

Identifikasi dalam sebuah partai tentu biasanya tidak harus dengan

keanggotaan yang formil/resmi seorang individu dalam sebuah partai. Oleh karena

16

Roth, Studi Pemilu Empiris, 38.

17

Angus Campbell, Philip E. Converse, dan Warren E. Miller, dan Donal E. Stokes et al.

(28)

14

itu keanggotaan partai secara psikologis juga disebut dengan orientasi partai yang

efektif, sebuah efek yang sama sekali tidak menggunakan istilah “keanggotaan”.

Identifikasi partai seringkali diwariskan orang tua kepada anak-anak mereka18.

Seiring dengan bertambahnya usia, identifikasi partai menjadi semakin

stabil dan intensif. Kemudian identifikasi partai menjadi orientasi yang permanen,

yang tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Tapi kalau seseorang mengalami

perubahan pribadi yang besar (misalnya menikah, pindah profesi atau tempat

tinggal) atau situasi politik yang luar biasa (seperti krisis ekonomi atau perang),

maka identifikasi partai ini dapat berubah.19

Pendekatan psikologis membedakan antara kekuatan, arah dan intensitas

orientasi, baik dalam orientasi isu maupun orientasi kandidat.20 Isu-isu khusus

hanya dapat mempengaruhi perilaku pemilu individu apabila memenuhi tiga

persyaratan dasar: isu tersebut harus dapat ditangkap oleh pemilih, isu tersebut

dianggap penting oleh pemilih, pada akhirnya pemilih harus mampu

menggolongkan posisi pribadinya (baik secara positif atau negatif) terhadap

konsep pemecahan permasalahan yang ditawarkan oleh sekurang-kurangnya satu

partai.21

Dalam orientasi kandidat pun berlaku ketentuan: semakin sering sang

pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, semakin besar

18

Campbell et al, The American Voter, 146-148.

19

Campbell et al, The American Voter, 149-160.

20

Angus Campbell, Geral Gurin, dan Warren E. Miller, The Voter Decides (Evan-ston, 1954), 112-143.

21

(29)

15

pula kemungkinan bahwa ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila posisi/

pandangan sang pemilih semakin cocok dengan kandidat sebuah partai tertentu,

maka semakin besar pulalah kemungkinan bahwa ia akan memilih kandidat

tersebut. Para peneliti pemilu dari Ann Arbor berpandangan bahwa preferensi

kandidat dan orientasi isu lebih tergantung kepada perubahan dan fluktuasi

dibandingkan dengan identifikasi partai.22

Oleh karena itu, Angus Campbell sejak tahun 1960 sudah memandang

identifikasi partai sebagai sebuah ikatan partai psikologis dan stabil, yang tidak

lagi dipengaruhi oleh faktor pengaruh jangka pendek.23

c. Pendekatan Pilihan Rasional (Rational-Choice)

Pusat perhatian berbagai pendekatan teoritis mengenai perilaku pemilih

yang rasional terletak pada perhitungan biaya dan manfaat (cost and benefit). Dari

pendekatan pilihan rasional, yang menentukan dalam sebuah pemilu bukanlah

adanya ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang

kuat, melainkan hasil penilaian rasional dari warga yang baik.

Sebenarnya pendekatan pilihan rasional diadopsi dari ilmu ekonomi. Karena

didalam ilmu ekonomi menekankan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan

keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini senada dengan perilaku politik yaitu

seseorang memutuskan memilih kandidat tertentu setelah mempertimbangkan

untung ruginya sejauhmana program-program yang disodorkan oleh kandidat

22

Campbell et al, The Voter Decides, 183.

23

(30)

16

tersebut akan menguntungkan dirinya, atau sebaliknya malah merugikan. Para

pemilih akan cenderung memilih kandidat yang kerugiannya paling minim.

Dalam konteks pendekatan semacam ini, sikap dan pilihan politik

tokoh-tokoh populer tidak selalu diikuti oleh para pengikutnya kalau ternyata secara

rasional tidak menguntungkan. Beberapa indikator yang biasa dipakai oleh para

pemilih untuk menilai seorang kandidat khususnya bagi pejabat yang hendak

mencalonkan kembali, diantaranya kualitas, kompetensi, dan integrasi kandidat.24

Pada awal 60-an, Valdimer O Key menuding bahwa kedua pendekatan

untuk menerangkan perilaku pemilih yang selama ini berlaku (yaitu pendekatan

sosiologis dan pendekatan psikologis), merendahkan rasionalitas manusia.25

Menurut Key, masing-masing pemilih menetapkan pilihannya secara retrospektif,

yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan pada

periode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinya sendiri dan bagi negara, atau

justru sebaliknya. Penilaian ini juga dipengaruhi oleh penilaian terhadap

pemerintah di masa lampau. Apabila hasil penilaian kinerja pemerintah yang

berkuasa (juga bila dibandingkan dengan pendahulunya) positif, maka mereka

akan di pilih kembali. Apabila hasil penilaiannya negatif, maka pemerintahan

tersebut tidak akan dipilih kembali.26

Menurut Anthony Downs, pemilih yang rasional hanya menuruti

kepentingannya sendiri atau kalaupun tidak, akan selalu mendahulukan

24

http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/. Diakses pada 3 Oktober 2013.

25

Valdimer O Key, The Responsible Electorate: Rationality in Presidential Voting 1936-1960 (Melbourne: Cambridge University Press, 1966), 7.

26

(31)

17

kepentingannya sendiri di atas kepentingan orang lain, ini disebut dengan

self-interest axiom.27 Walaupun menurut Downs, tidak semua orang merupakan orang yang egois, ”bahkan dalam politik sekalipun,” namun ia tiba pada kesimpulan

bahwa “sosok-sosok heroik” ini dari segi jumlah dapat diabaikan.28

Manusia bertindak egois, terutama oleh karena mereka ingin

mengoptimalkan kesejahteraan material mereka, yaitu pemasukan atau harta

benda mereka. Jika hal ini diterapkan kepada perilaku pemilu, maka ini berarti

bahwa pemilih yang rasional akan memilih partai atau kandidat yang paling

menjanjikan keuntungan bagi dirinya. Pemilih tidak terlalu tertarik kepada konsep

politis sebuah partai, melainkan pada keuntungan terbesar yang dapat ia peroleh

apabila partai atau kandidat ini menduduki pemerintahan dibandingkan dengan

partai atau kandidat lain.

Untuk dapat memperkirakan atau menghitung keuntungan ini, Downs mengistilahkannya sebagai “utility maximation,” pemilih harus memiliki

informasi mengenai kegiatan partai atau kandidat di masa lalu dan apa yang

mungkin dilakukan partai atau kandidat di masa mendatang. Dan pemilih yang

rasional membutuhkan informasi yang lengkap. Dengan adanya informasi yang

lengkap, alternatif-alternatif pilihan lebih mudah untuk dirumuskan.29

Menurut Ramlan Surbakti dan Dennis Kavanaagh, bahwa pilihan rasional

melihat kegiatan perilaku memilih sebagai produk kalkulasi antara untung dan

27

Anthony Downs, Okonomische Theorie der Demokratie, engl.: An Economic Theory of Democracy 1957 (New York: Tubingen, 1968), 26.

28

Downs, Okonomische Theorie der Demokratie, 27.

29

(32)

18

rugi. Ini disebabkan karena pemilih tidak hanya mempertimbangkan ongkos

memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan,

tetapi juga perbedaan dari alternatif-alternatif berupa pilihan yang ada. Pemilih di

dalam pendekatan ini diasumsikan memiliki motivasi, prinsip, pendidikan,

pengetahuan, dan informasi yang cukup.30

Pilihan politik yang mereka ambil dalam pemilu bukanlah karena faktor

kebetulan atau kebiasan melainkan menurut pemikiran dan pertimbangan yang

logis. Berdasarkan informasi, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki pemilih

memutuskan harus menentukan pilihannya dengan pertimbangan untung dan

ruginya untuk menetapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada kepada

pilihan yang terbaik dan yang paling menguntungkan baik untuk kepentingan

sendiri (self interest) maupun untuk kepentingan umum.

Sehingga pada kenyataannnya, terdapat sebagian pemilih yang mengubah

pilihan politiknya dari satu pemilu ke pemilu lainnya. Fenomena tersebut

menunjukkan bahwa terdapat variabel-variabel lain yaitu faktor kondisi yang juga

turut mempengaruhi pemilih ketika menentukan pilihan politiknya pada pemilu.

Hal ini disebabkan seorang pemilih tidak hanya pasif, terbelenggu oleh

karakteristik sosiologis dan faktor psikologis akan tetapi merupakan individu yang

aktif dan bebas bertindak.

Dari pendekatan rasional, faktor-faktor kondisi berupa isu-isu politik dan

kandidat yang dicalonkan memiliki peranan yang penting dalam menentukan dan

merubah referensi pilihan politik seorang pemilih karena melalui penilaian

30

(33)

19

terhadap isu-isu politik dan kandidat dengan berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan yang rasional, seorang pemilih akan dibimbing untuk menentukan

pilihan politiknya. Orientasi isu berpusat pada pertanyaan apa yang seharusnya

dilakukan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi

masyarakat, bangsa dan negara. Sementara orientasi kandidat mengacu pada

persepsi dan sikap seorang pemilih terhadap kepribadian kandidat tanpa

memperdulikan label partai yang mengusung kandidat tersebut.31

Pengaruh isu yang ditawarkan bersifat situasional (tidak permanen/

berubah-ubah) terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik,

hukum, dan keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis. Sementara itu

dalam menilai seorang kandidat menurut Him Melweit, terdapat dua variabel yang

harus dimiliki oleh seorang kandidat. Variabel pertama adalah kualitas

instrumental yaitu tindakan yang diyakini pemilih akan direalisasikan oleh

kandidat apabila ia kelak menang dalan pemilu. Variabel kedua adalah kualitas

simbolis yaitu kualitas keperibadian kandidat yang berkaitan dengan integrasi diri,

ketegasan, kejujuran, kewibawaan, kepedulian, ketaatan pada norma dan aturan

dan sebagainya.32

Menurut Dan Nimmo, pemberi suara yang rasional pada hakikatnya adalah

aksional diri, yaitu sifat yang intrinsik pada setiap karakter personal pemberi suara

31

http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/. Diakses pada 3 Oktober 2013.

32

(34)

20

yang turut memutuskan pemberian suara pada kebanyakan warganegara. Orang

yang rasional yaitu:33

1. Selalu dapat mengambil keputusan bila dihadapkan pada alternatif

2. Memilah alternatif-alternatif sehingga masing-masing apakah lebih

disukai, sama saja atau lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif

yang lain

3. Menyusun alternatif-alternatif dengan cara yang transitif; jika A lebih

disukai daripada B, dan B daripada C, maka A lebih disukai daripada C

4. Selalu memilih alternatif yang peringkat preferensi paling tinggi dan

5. Selalu mengambil putusan yang sama bila dihadapkan pada

alternatif-alternatif yang sama, dan bahwa pemberi suara rasional selalu dapat

mengambil keputusan apabila dihadapkan pada altenatif dengan memilah

alternatif itu, yang lebih disukai, sama atau lebih rendah dari alternatif

yang lain, menyusunnya dan kemudian memilih dari alternatif-alternatif

tersebut yang peringkat preferensinya paling tinggi dan selalu mengambil

keputusan yang sama apabila dihadapkan pada alternatif-alternatif yang

sama.

Penerapan pendekatan rational choice dalam ilmu politik salah satunya

adalah untuk menjelaskan perilaku memilih suatu masyarakat terhadap kandidat

atau partai tertentu dalam konteks pemilu. Teori pilihan rasional sangat cocok

untuk menjelaskan variasi perilaku memilih pada suatu kelompok yang secara

33

(35)

21

psikologis memiliki persamaan karakteristik. Pergeseran pilihan dari satu pemilu

ke pemilu yang lain dari orang yang sama dan status sosial yang sama tidak dapat

dijelaskan melalui pendekatan sosiologis maupun psikologis. Dua pendekatan

terakhir tersebut menempatkan pemilih pada situasi dimana mereka tidak

mempunyai kehendak bebas karena ruang geraknya ditentukan oleh posisi

individu dalam lapisan sosialnya.

Sedangkan dalam pendekatan rasional yang menghasilkan pilihan rasional

pula terdapat faktor-faktor situasional yang ikut berperan dalam mempengaruhi

pilihan politik seseorang, misalnya faktor isu-isu politik ataupun kandidat yang

dicalonkan. Dengan demikian muncul asumsi bahwa para pemilih mempunyai

kemampuan untuk menilai isu-isu politik tersebut. Dengan kata lain pemilih dapat

menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional.

Sebagai individu yang mendukung legitimasi sistem pemilihan demokratis,

maka seorang warga negara harus memiliki kemampuan untuk mengetahui

konsekwensi dari pilihannya. Kehendak rakyat merupakan perwujudan dari

seluruh pilihan rasional individu yang dikumpulkan (public choice).

Dalam konteks pemilu di Australia, istilah public digunakan untuk mewakili

masyarakat Australia yang terdiri dari individu-individu dengan keanekaragaman

karakteristiknya. Mereka bertindak sebagai responden dalam pemilu yang

masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk melakukan pilihan politik.

Public choice dalam konteks pemilu sangat penting artinya bagi kelangsungan

(36)

22

itu disusun, tergantung dari pilihan masyarakat terhadap agenda yang ditawarkan

melalui pemilihan umum.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan dari pilihan kolektif semacam ini

adalah bagaimana mengkombinasikan berbagai macam prefensi individu-individu

kedalam sebuah kebijakan yang akan diterima secara luas oleh masyarakat.34

Terkait dengan hal tersebut, pemilu digunakan sebagai sarana untuk menentukan

suara terbesar dari masyarakat, karena hanya pilihan mayoritaslah yang akan

mendominasi arah politik suatu negara. Disamping itu, dalam perannya sebagai

individu yang independen, manusia akan selalu mengejar seluruh kepentingannya

dengan maksimal dan membuat pilihan-pilihan yang sulit untuk diwujudkan oleh

pemerintah di negaranya, akan tetapi dalam peran manusia sebagai anggota

sebuah komunitas atau masyarakat, hal itu tidak berlaku.

Menurut Buchanan dan Tullock, dalam menentukan suatu public choice,

terdapat aspek-aspek yang lebih daripada sekedar memenuhi peraturan politik

pemerintah dalam pemilu. Aspek-aspek tersebut meliputi pilihan-pilihan untuk

membuat suatu keputusan sosial dengan mempertimbangkan lembaga-lembaga

perekonomian yang bebas dari campur tangan pemerintah, disamping mekanisme

34

(37)

23

pemerintahan lain yang terpusat dalam suatu negara dan lembaga-lembaga yang

menggabungkan antara sektor publik dan sektor privat.35

Kemudian Buchanan dan Tullock juga menyatakan bahwa untuk

menghasilkan keputusan sosial tersebut dibutuhkan adanya integrasi antara politik

dan ekonomi. Integrasi tersebut akan sangat berguna untuk memahami hal-hal

seperti mengapa pemerintah melakukan pengaturan terhadap sistem pasar,

redistribusi terhadap kekayaan, serta bagaimana kekuatan pasar dapat

mempengaruhi tujuan-tujuan politik. Semua segi-segi ekonomi dan politik

tersebut hanya dapat dipahami jika kita memandangnya dari perspektif teori yang

sama.36

Pada kenyataannya terutama di daerah pedesaan, tidak semua pilihan

menggunakan prinsip-prinsip rasionalitas didalam menentukan pilihannya.

Pemilih yang berprinsip rasional lebih banyak ditemukan pada orang-orang yang

bermukim didaerah urban. Tingkat pendidikan yang dimiliki serta pemahaman

akan politik mempunyai korelasi positif terhadap perilaku pemilih yang semakin

rasional. Penduduk yang bermukim di negara-negara maju, seperti Australia yang

terkenal memiliki tingkat pendidikan yang sangat tinggi, hal itu dapat dilihat dari

tingkat buta huruf yang sangat minim.

35

Peter C. Ordeshook, James E. Alf dan Kenneth A. Shelpse, The Emerging Discipline of Political Economy: Perspective on Positive Political Economy (Melbourne: Cambridge University Press, 1990),15.

36

(38)

24

Menurut Saiful Mujani, seorang pemilih akan cenderung memilih partai

politik atau kandidat yang berkuasa di pemerintahan dalam pemilu apabila merasa

keadaan ekonomi rumah tangga pemilih tersebut atau ekonomi nasional pada saat

itu lebih baik dibandingkan dari tahun sebelumnya, sebaliknya pemilih akan

menghukumnya dengan tidak memilih jika keadaan ekonomi rumah tangga dan

nasional tidak lebih baik atau menjadi lebih buruk.37

Pertimbangan ini tidak hanya terbatas pada kehidupan ekonomi, melainkan

juga kehidupan politik, sosial, hukum dan keamanan. Menurutnya dalam

mengevaluasi kinerja pemerintah, media massa terutama yang massif seperti

televisi memiliki peranan yang sangat menentukan. Melalui informasi yang

berasal dari media massa, seorang pemilih dapat menilai apakah kinerja

pemerintah sudah maksimal atau hanya jalan ditempat.

Dari sosok Jokowi sendiri, warga Jakarta dapat mempertimbangkan hak

pilihnya dengan melihat Jokowi sebagai figur yang merakyat dengan integritasnya

melakukan kerja-kerja nyata dan hasil konkret dalam menata Solo ke arah yang

lebih baik selama masa kepemimpinannya. Sebagai walikota dengan

kepemimpinannya yang khas ia mendapatkan prestasi sebagai The City of Major

Foundation yang berbasis internasional di London Inggris. Yang memasukkan

Jokowi pada beberapa jejeran 25 nama terbaik dari pengamatan khusus sebagai

Walikota terbaik di dunia dengan penilaian yang dibuat berdasarkan tingkat

37

Saiful Mujani, Penjelasan Aliran dan Kelas Sosial sudah tidak memadai, dalam http://islamlib.com?page.php?page=article&id=703.

(39)

25

kepuasan penduduk terhadap kinerja dan kenyamanan terhadap pelayanan public

yang tersedia selama menjabat.38

Kemudian memperoleh penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award

pada Tahun 2010. Ini adalah bukti dari tindakan,upaya dan integritas Jokowi

dalam membangun sistem layanan publik yang terbuka demi mewujudkan

reformasi birokrasi.39 Dan Basuki yang juga mendapat julukan sebagai pejabat

anti korupsi semasa ia menjabat sebagai Bupati Belitung. Kedua figur ini sudah

menunjukan kinerjanya yang baik di daerahnya masing-masing sebelum

mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, hal ini bisa

dijadikan warga Jakarta sebagai pertimbangan atau acuan untuk memilih gubernur

dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk periode 2012 s/d 2017.

2. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe kualitatif. 40

Prosedur penelitian ini menghasilkan data yang deskriptif, yaitu

menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang

sedang diteliti, dalam hal ini mengenai Perilaku Pemilih: Dinamika Pilihan

Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama Pada

38

Bimo Nugroho dan Ajianto Dwi Nugroho, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraa (Jakarta: Gramedia, 2012) 12.

39

Nugroho dan Ajianto, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraa, 18-23.

40

(40)

26

Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Agar dapat menghadirkan

sesuatu yang baru bagi kajian perilaku politik dalam pilkada saat ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai

berikut:

a. Studi literatur dan dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan

data mengenai masalah-masalah yang bersangkutan melalui literatur buku, surat

kabar, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan objek yang sedang diteliti.

b. Wawancara, teknik wawancara ini dilakukan dengan cara

mengumpulkan data dan informasi melalui tanya jawab dengan mengajukan

beberapa pertanyaan yang tidak berstruktur kepada pihak-pihak yang

berkompeten mengenai kasus ini seperti tim sukses Jokowi-Basuki, Warga

Jakarta, serta Jokowi-Basuki sendiri jika memungkinkan. Teknik ini memberikan

informasi secara langsung dari narasumber yang berkompeten dalam pembahasan

skripsi ini.

3. Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

analisis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran

terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara memberikan

interpretasi terhadap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik penelitian

ini berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan

akurat mengenai fakta-fakta seputar perilaku politik dalam pilkada di DKI Jakarta

(41)

27

Untuk pedoman penulisan ini, penulis menggunakan buku terbitan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Panduan

Penyusunan Proposal dan Skrispi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 sebagai pedoman.

3. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menyusun pembahasan menjadi

beberapa bagian dari sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan, pada bab ini penulis berusaha menguraikan

permasalahan yang melatarbelakangi penulisan dengan pembahasan dan

perumusan masalah serta tujuan terkait dalam penelitian mengenai Perilaku

Pemilih: Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo-Basuki

Tjahaja Purnama Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012 dengan

teori Perilaku Pemilih sebagai pendekatan yang menjelaskan pokok permasalahan

skripsi ini yang berdasarkan pada metode penelitian kualitatif.

Bab II : Pada bab ini penulis membahas sekilas tentang biografi serta profil

dari tokoh Jokowi dan Basuki tentang bagaimana didalamnya menjelaskan

mengenai beberapa kiprah Jokowi dan Basuki didalam struktur perpolitikan di

Indonesia sebelum menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta

(42)

28

Bab III : Pada bab ini penulis memaparkan Strategi Politik Joko Widodo

saat berkampanye pada Pilgub DKI Jakarta 2012.

Bab IV : Pada bab ini merupakan bagian terpenting dari penulisan skripsi,

karena berisikan tentang permasalahan yang penulis angkat. Penulis akan

menjelaskan perubahan perilaku pemilih masyarakat Jakarta dengan kemunculan

pilihan rasional dalam kemenangan Joko Widodo – Basuki Tjahaja Purnama Pada

Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012.

Bab V : Pada bab ini penulis berupaya untuk menyimpulkan pembahasan

mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan

perubahan perilaku pemilih masyarakat Jakarta dengan kemunculan pilihan

rasional dalam kemenangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama Pada

Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Dan selanjutnya saran yang

berkaitan dengan masalah yang diajukan dari keseluruhan skripsi ini bagi para

(43)

29

BAB II

PROFIL JOKO WIDODO DAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA

A. Biografi Joko Widodo

Ir. H. Joko Widodo lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961, ia merupakan anak

dari seorang tukang kayu ataupun penjual kayu di pinggir jalan, yaitu Noto

Mihardjo yang tinggal di sekitar bantaran kali anyar Solo. Setelah kelahirannya,

Jokowi dan orangtuanya pindah ke Srambatan di bantaran Kali Premulung.

Karena kondisi ekonomi keluarganya saat itu sangat memprihatinkan, kemudian

keluarganya memutuskan untuk pindah lagi ke Manggung bantaran Kali Pepe

karena tidak memiliki banyak uang untuk mengontrak.1

Hal ini membuat keluarganya selalu berpindah-pindah tempat tinggal,

bahkan pada saat Jokowi dan keluarganya tinggal di Manggung bantaran Kali

Pepe, mereka harus pindah lagi. Tapi kepindahannya lebih karena penggusuran

oleh pemerintah Kota Surakarta yang dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya,

bukan karena tidak mampu membayar kontrakan. Celakanya, pemerintah pada

saat itu hanya memberikan sepetak tanah di tempat baru tanpa uang ganti rugi

untuk membangun rumah baru. Karena tidak memiliki uang untuk membangun

rumah Jokowi dan keluarganya tinggal di rumah kakak ibunya di kawasan

Gondang. Dan setelah setahun menumpang, akhirnya mereka sekeluarga pindah

ke rumah di sebelah barat Manahan di Jalan Ahmad Yani Solo.2

1

Biografi Jokowi http://wikipedia/Biografi/?Jokowi.com. Diakses pada 27 Oktober 2013.

2

(44)

30

Semasa kecilnya, Jokowi tidak semestinya seperti anak-anak pada usianya

yang mempunyai banyak waktu untuk bermain. Dia lebih sering pergi ke pasar

tradisional untuk berdagang apa saja ataupun menjadi kuli panggul. Dan disaat

hujan datang, tak jarang ia menjadi ojek payung, baginya pekerjaan apapun itu

asalkan halal dan bisa meringankan beban orangtuanya untuk membiayai

sekolahnya akan ia kerjakan. Hingga akhirnya Jokowi dapat mengenyam

pendidikan di SDN 111 Tirtoyoso Solo, SMPN 1 Solo, SMAN 6 Solo, Fakultas

Kehutanan Universitas Gadja Mada (UGM) Yogyakarta dan lulusan pada tahun

1985.

Pria dengan postur tubuh kurus ini sejak remaja tidak hanya menyukai nasi

kucing dan musik dengan genre Rock tetapi ia juga suka mendaki gunung. Hobi ini disebutnya sebagai kegiatan “mbois” dan dimulai saat ia menjadi anggota

Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Kehutanan UGM (Silvagama). Beberapa

gunung di Jawa dan luar Jawa pernah didaki bersama teman-temannya di

Silvagama.

Jokowi menikah dengan Ny. Hj. Iriana dan dikaruniai 2 orang putra putri

yang bernama Gibran Rakabuming Raka dan Kahiyang Ayu Kaesang Pangarep.

Ia adalah seorang pengusaha mebel rumah dan taman yang memiliki prestasi

dalam karirnya yaitu sebagai Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo

(1990), Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri

Surakarta (1992-1996), dan Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan

(45)

31

Julukan Jokowi sendiri ia dapat dari pembelinya di Prancis. Kata dia,

“begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu.

Pembeli dari luar negeri bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko

yang itu. Makanya, saya terus diberi nama khusus, yaitu Jokowi. Panggilan itu

kemudian melekat sampai sekarang.” Di kartu namanya pun dia pun tertulis,

Jokowi, Wali Kota Solo. Dia juga pernah mengecek, di Solo yang namanya persis

Joko Widodo ada 16 orang.3

Setelah sukses di dunia bisnis dan memiliki teman-teman dekat di Asosiasi

Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Jokowi didorong untuk

masuk ke dalam dunia politik. Dari teman-temannya ini, Jokowi dibantu untuk

memutuskan maju atau tidaknya ia dalam pencalonan walikota Solo. Saat

memutuskan untuk maju, Jokowi pada saat itu belum berafiliasi dengan partai

politik dan bersama dengan teman-temannya di Asmindo ia menimbang-nimbang

partai mana yang akan dia rangkul untuk maju dalam pencalonan itu.

Dalam penjajakannya, Jokowi mempertimbangkan dua kemungkinan.

Pertama, melalui PDIP dengan alasan basis konstituen PDIP di Solo banyak.

Kedua, dengan koalisi partai politik agar suaranya bisa mengimbangi PDIP di

Solo. Dan akhirnya, Jokowi dipertemukan dengan ketua dewan pimpinan cabang

PDIP (DPC) F Hadi Rudyatmo. Jokowi merasa memiliki kesamaan visi dan misi

dengan politisi PDIP itu.4

3

http://jokowirisingstar.wordpress.com/2012/10/26/profil-lengkap-dan-riwayat-hidup-jokowi/. Diakses pada 27 Oktober 2013.

4

(46)

32

Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan

kemampuan Jokowi yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman

ini, bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak

gebrakan progresif dilakukan olehnya.5

Kebijakannya yang cenderung pro-masyarakat terutama pada masyarakat

bawah dengan gebrakan-gebrakannya dalam melakukan pembenahan sistem di

Kota Solo. Dimulai dari pembenahan sistem pembuatan KTP dalam tempo waktu

yang relative cepat, sampai mempermudah pembuatan surat perizinan dalam

waktu yang singkat pula. Sistem ini pun berjalan dengan baik tanpa hambatan

walaupun hal ini menimbulkan resistensi dikalangan birokrat. Akan tetapi hal ini

lah yang membuat Jokowi semakin dikenal di Kota Solo dengan sosok yang

rendah hati dan apa adanya.

Kemudian Jokowi berhasil memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari

yang sudah dijadikan tempat jualan, bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari

20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat

dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan. Lima tahun

yang lalu, mereka diundang Jokowi makan di ruang rapat rumah dinas wali kota.

Jokowi ajak makan siang, ataupun makan malam untuk melakukan komunikasi

langsung, rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat.

Sampai 54 kali, selama tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau pindah.

“Enggak usah di-gebukin”, ujar Jokowi.

5

(47)

33

Jokowi juga berhasil merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru

di tujuh lokasi. Dengan pengelolaan yang baik, pasar ini mendatangkan

pendapatan daerah yang besar. Awalnya pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8

miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10 miliar, restoran Rp 5 miliar,

parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar. Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari

retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya banyak sekali, ini yang harus dilihat.

Dengan manajemen yang bagus, tidak akan rugi membangun pasar. Jadi

masyarakat dan pedagang terlayani, pemerintah juga dapat income. Sementara Jokowi mengatakan, “Kalau mall, saya tidak tahu, paling hanya membayar IMB

saja, kita mau tarik apa lagi?. Oleh karena itu, mall dan hypermarket kita batasi.

Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya. Rencananya dulu akan ada 60-80

yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang hanya ada belasan”.6

Jokowi pun semakin di kenal dalam kancah Nasional, saat mendukung

penuh inovasi siswa-siswa sekolah kejuruan di Solo yaitu mobil ‘Esemka’. Mobil

hasil inovasi ini lah yang menggantikan mobil dinas Jokowi semasa menjabat

Walikota Solo dan membawanya ke Jakarta untuk Uji Emisi. Usahanya dalam

membangkitkan rintisan mobil nasional ini tidak sia-sia karena membuahkan hasil

yang memuaskan dengan lolos uji emisi.

Branding untuk kota Solo juga dilakukan Jokowi dengan menyetujui slogan Kota Solo yaitu “Solo: The Spirit of Java”. Langkah yang dilakukannya cukup

progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa. Sebagai tindak lanjut branding, ia

6

(48)

34

mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan

Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan

Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober

2008. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik

Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang saat itu

terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. Pada tahun 2008

FMD diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran.

Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat dengan

banyaknya gebrakkan progresif yang dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil

contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka

perjalanan bisnisnya. Sehingga Solo mendapatkan beberapa prestasi seperti :

 Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa

Tengah.

 Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan

Perempuan.

 Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan.

 Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen

Pekerjaan Umum.

 Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 di Indonesia.

Sebagai Walikota yang dapat dibilang sukses merubah Kota Solo menjadi

lebih baik dengan kepemimpinannya,

Gambar

Tabel III.A.
Tabel III.A.
Tabel.III.B.
Tabel III.C.
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

subjek yang memperoleh skor rendah pada masing-masing subskala. termasuk pada kategori identity

A system of integrated computer-based tools for end-to- end processing (capture, storage, retrieval, analysis, display) of data using location on the earth’s surface

Uji normalitas ini dimaksudkan untuk mengetahui bahwa distribusi penelitian tidak menyimpang secara signifikan dari distribusi normal. Salah satu cara untuk

System manajemen basisdata ( DBMS ) adalah kumpulan data yang saling berhubungan dan kumpulan program untuk mengakses data. Tujuan utama system manajemen basisdata adalah

Pada Skenario 2 bangunan akan didesain dengan mengalikan gaya gempa yang terjadi dengan nilai faktor perbandingan antara base shear SRPMK dengan base shear SRPMK

Namun pandangan panwaslu mengenai formulir C1 yang dijelaskan di atas tidak sesuai dengan realita di lapangan, hal itu dapat di buktikan oleh penulis

Pengetahuan Contoh Deskripsi PPKN Jenis Nilai Pengatahuan Pak NUR Absen