SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh
Rusmiatun Fitriah
109013000084
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh
RUSMIATUN FITRIAH
NIM. 109013000084
Drs. Cecep Suhendi, M. Pd.
NIP. 196010171987031001
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
109013000084, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.
Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk
diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditentukan dan ditetapkan
oleh Fakultas.
Jakarta, November 2013
Yang Mengesahkan
Drs. Cecep Suhendi, M.Pd
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah
dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 13 Desember 2013 di
hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S. Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
NIM : 109013000084
Jurusan/Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi : “Analisi Karakter Tokoh Pendidik yang Terdapat pada
Novel Dunia Kecil Karya Yoyon Indra Joni”
Dosen Pembimbing : Drs. Cecep Suhendi M.Pd.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis/
pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh ujian munaqasah.
Ciputat, November 2013.
Mahasiswa Ybs.
Rusmiatun Fitriah
i
ABSTRAK
RUSMIATUN FITRIAH; 10901300084: Program Studi Bahasa danSastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi, Analisis Karakter Tokoh Pendidik yang Terdapat pada Novel Dunia Kecil Karya Yoyon Indra Joni.
Pendidikan memiliki kedudukan penting dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.Pembentukan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan mengenalkan karya sastra yang mengedepankan kehidupan seorang pendidik.Pendidik adalah seorang yang membimbing, mengarahkan, mengajarkan, melatih, dan mengevaluasi anak didik.Seorang pendidik haruslah berkarakter, karena tugas seorang pendidik tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja tetapi harus mampu membimbing dan mendidik anak didiknya.Pendidik yang baik mampu merangsang anak didiknya untuk menyenangi mata pelajaran yang diampunya.Novel Dunia Kecil merupakan sebuah karya sastra yang mampu menginspirasi semua kalangan masyarakat termasuk di dalamnya para guru dengan menampilkan karakter tokoh guru yang baik dalam mendidik anak didiknya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter tokoh guru (pendidik) yang digambarkan dalam novel Dunia Kecil.Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif deskriptif.Pengumpulan data dilakukan dengan membaca novel Dunia Kecil dan dokumentasi.Analisis data dilakukan dengan menganalisis isi bacaan kemudian menarik kesimpulan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter tokoh pendidik yang terdapat dalam novel Dunia
Kecil adalah ketulusan, kesabaran, konsisten, religius, penuh kasihs ayang,
ketegasan disiplin, berwibawa, bertanggung jawab, keteladanan, bersahabat, dan menghargai.
ii
ABSTRACT
Rusmiatun Fitriah; 109013000084: Character Analysis of Education Figure in the Novel Titled Dunia Kecil Written by Yoyon Indra Joni. Skripsi of Language and Indonesian Literature, at Faculty of Tarbiyah and Teachers‟ Training of State Islamic University Syarif Hidayatullah.
Education has an important position in order to improve the quality of human resources. To establish learners characteristic can be done by introducing some literature work that describe teacher‟s life. Teacher is someone who leading, educating, directing, teaching, training, and evaluating the learner. An educator should have a good character, because teachers‟ duty is not only to transfer the knowledge to the learner but they also should be able to leas and educate their students. A good educator can stimulate their students to be interested in their course. Dunia Kecil is one of novel that can inspire the whole level of society included teachers by presenting a good character of an educator figure in teaching the students.
The purpose of this study is to know the character of a teacher figure that was described in the Dunia Kecil novel. The method that is used in this research is descriptive qualitative method. The data collection was done by reading the Dunia
Kecil novel and documentation. The data analysis was done by analyze the
content of the novel and get the conclusion.The result of the research showed that the teacher figure in the Dunia Kecil novel was honesty, endurance, consistent, religious, full of caring, firmness, discipline, having an authority in his attitude, responsible, can be a good role model to his students, friendly and appreciative.
iii
skripsi yang berjudul “Analisis Karakter Tokoh Pendidik yang Terdapat pada Novel Dunia Kecil Karya Yoyon Indra Joni”. Selawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjauhkan kita dari jalan
kegelapan.
Skripsi ini, penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan
gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya. Dalam penulisan skripsi ini,
penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan
peran serta berbagai pihak, skripsi ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Nurlena Rifa‟i, M.A., Ph. D. Dekan FITK UIN Jakarta yang telah
mempermudah dan melancarkan penyelesaian skripsi ini;
2. Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia dan selaku dosen pembimning PPKT yang telah
memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis
selama ini;
3. Drs. Cecep Suhendi, M.Pd. Dosen pembimbing skripsi yang sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas arahan,
motivasi, bimbingan, dan kesabaran Bapak selama ini;
4. Yoyon Indra Joni. Penulis Novel Dunia Kecil yang telah memberikan
informasi dan pandangan hidupnya dalam pembuatan novel Dunia Kecil
ini;
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang selama ini telah membekali penulis berbagai ilmu
iv
6. Hj. Siti Emmi Nasution, ibunda penulis yang telah merawat, mendidik
penulis dengan kasih sayang tulus dan sudah memberikan dorongan baik
moril maupun materil. Ahmad Tarmizi Purba dan Muhammad Rasyid
Ridho Purba selaku kakak dan adik penulis, yang telah membantu dalam
hal penyelesaian skripsi ini;
7. Seluruh mahasiswa PBSI khususnya kelas C angkatan 2009, terima
kasihatas pengalaman dan pembelajaran berharga yang penulis dapatkan
selamaini. Terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada Midi
Hardiani, Seli Mauludani, Bunga Pramita, Meidyal Fioleta, Siti
Nurhasana, Nani Frigiyawati, yang telah mendukung penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi;
8. Sahabat-sahabat tercinta; Nurfaizah, Srinelvia Edwitri, Tita Miftahul
Jannah, Hikmah Anggara Sari, Emiria Farahdina, Maryam Fauziahdan
Rachmayanti Nurfadillah yang telah menyemangati penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini;
9. Ayu Vika Juari, Nazar Asmawi Lubis, WulanWiranti, Mey Sari Utami
Harahap, Iga Adrikni Aduha, dan Ilmal Bani Hasyim yang selalu
mendukung terselesaikannya skripsi ini;
10.Teman-teman PPKT MAN 11Jakarta angkatan 2013; Nurfaizah,
Muhammad Zul Akmal, Ali Umar, Laili Khoirun Nisa, Riyana Muntika
Sari, Yanita Pratiwi, Riska Pridamulia , dan Ika Eliza Cholistyana;
11.Teman-teman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Komunitas
Mahasiswa Sumatera Utara (KMSU) yang selalu mendukung
terselesaikannya skripsi ini.
Semoga semua bantuan, dukungan, dan partisipasi yang diberikan kepada
penulis, mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt. Amin.
Ciputat, November 2013
v
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Pengertian Pendekatan Struktural ... 7
B. Hakikat Novel ... 9
1. Pengertian Novel ... 9
2. Unsur-Unsur Pembangun Novel ... 11
C. Hakikat Karakter ... 19
1. Pengertian Karakter ... 19
D. Hakikat Guru ... 21
1. Pengertian Guru ... 21
2. Syarat-Syarat Menjadi Guru ... 23
vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33
A. Metode Penelitian... 33
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 34
C. Data dan Sumber Data ... 34
D. Objek Penelitian ... 35
E. Teknik Pengumpulan Data ... 35
F. Teknik Validitas Data ... 36
G. Teknik Analisis Data ... 36
BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN ... 38
A. Biografi Yoyon Indra Joni ... 38
B. Sinopsis ... 38
C. Tanggapan Pengarang ... 39
D. Tanggapan Pembaca... 40
E. Analisis Struktural ... 43
F. Temuan Penelitian dan Hasil Analisis Penokohan Guru dalam Novel Dunia Kecil... 60
BAB V PENUTUP ... 72
A. Simpulan ... 72
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN
1
Novel merupakan bagian dari karya sastra. Novel adalah karya sastra yang
dibangun oleh dua unsur yaitu unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur instrinsiknya
yaitu tema, alur, latar, penokohan, gaya bahasa, sudut pandang dan amanat,
sedangkan unsur ekstrinsiknya yaitu latar belakang tokoh, ideologi,nilai
pendidikan, sosial, budaya, dan agama. Penulis memadukan semua unsur tersebut
agar cerita yang ingin disampaikan dapat hidup atau nyata dan menarik untuk
dibaca oleh pembaca. Novel ingin dihadirkan harus menarik pembaca seperti
lewat pengolahan bahasa yang digunakan oleh penulis agar pembaca dengan
mudah memahami cerita yang ada di dalam novel.
Novel mampu memberi pelajaran serta juga dapat menambah wawasan
kepada pembacanya. Pembaca dapat belajar tentang kebudayaan yang terdapat di
dalam cerita.Bukan hanya kebudayaan saja, pembaca dapat megetahui letak
geografis, karekter,dan bahasa yang dipaparkan oleh penulis.
Novel merupakan salah satu karya sastra yang mengungkapan segala
aspek kehidupan manusia secara mendalam dan disajikan menggunakan bahasa
yang halus.Novel adalah salah satu bentuk karya sastra yang sangat popular di
dunia.Bentuk ini banyak beredar, karena komunikasinya yang luas pada
masyarakat. Sebuah novel mampu menampilkan tokoh-tokoh dan
peristiwa-peristiwa nyata, tetapi penampilan tersebut biasanya hanya berfungsi sebagai
bumbu belaka dan mereka dimasukkan dalam rangkaian cerita yang bersifat
rekaan atau dengan detail rekaan. Peristiwa dan tokoh-tokohnya bersifat rekaan
mereka memiliki kemiripan dengan kehidupan sebenarnya.Mereka merupakan “cerminan kehidupan nyata”.
Saat ini novel lebih banyak diminati masyarakat, tidak hanyaitu novel
merupakan salah satu karya sastra yang paling luas dibaca dibandingkan oleh
karya sastra lainnya.Dewasa ini banyak novel yang dapat dijumpai, misalnya
Seorang pendidik dapat dengan mudah menentukan pilihan bacaan untuk siswa.
Adanya novel akan dapat meningkatkan minat membaca siswa secara pribadi dan
dapat berkelanjutan untuk meningkatkan semangat mereka untuk menekuni bahan
bacaan mereka secara mendalam. Masih ada yang beranggapan bahwa ada
beberapa buah novel dianggap kurang berharga atau bias dikatakan dapat merusak
moral anak-anak. Perlu diketahui bahwa pada kenyataan yang ada kalau novel
banyak mengandung pengalaman yang memiliki nilai pendidikan yang positif.
Pendidikan memiliki kedudukan yang penting dalam rangka meningkatkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Berdasarkan Undang-UndangNomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1, yang dimaksud
dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untu mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa,da nnegara.
Pendidikan merupakan sarana yang sangat baik dalam mengangakat harkat
dan martabat bangsa. Melalui pendidikan, seseorang akan memiliki bekal ilmu
pengetahuan untuk melanjutkan atau memasuki lapangan pekerjaan. Pendidikan
menjadikan sesorang berilmu pengetahuan. Dengan ilmu dan iman, seseorang
akan terangkat derajatnya sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah SWT dalam
Q.S. Al-Mujadalah (58: 11), yang artinya “… niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Bangsa yang peduli dan mengutamakan pendidikan akan melahirkan
peradaban yang tinggi serta tidak mudah dijajah oleh bangsa lain. Karena,
pendidikan itu akan berdampak pada kemajuan suatu bangsa. Sebab, dengan
adanya pendidikan maka seseorang atau suatu bangsa akan memiliki kemapuan
dan keterampilan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu
faktor penentu keberhasilan dan majunya pendidikan pada suatu bangsa
Di dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pendidik dan
Dosen ditetapkan.Pendidik (guru) adalah pendidik professional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Masayarakat umum
beranggapan bahwa pendidi adalah orang yang melaksanakan pendidikan di
tempat-tempat tertentu, seperti pada lembaga formal, informal, maupun
nonformal. Dalam hal ini pendidik dapat dikatakan sebagai pendidik yang
diangkat secara resmi dengan surat keputusan oleh suatu lembaga atau yayasan
untuk mengajar atau mendidik di lembaga pendidikan formal.
Menjadi seorang pendidik itu tidak mudah dan tidak sembarang orang
dapat menjadi seorang pendidik, karena pendidik sangat dipercaya oleh orang tua
peserta didik untuk mendidik anaknya. Siapapun pasti sependapat bahwa pendidik
adalah unsur utama dalam suatu pendidikan. Pendidik merupakan titik utama atau
awal dalam suatu pendidikan, seperti yang dilakukan oleh negara Jepang. Pada
saat Hirosima dan Nagasaki diluluhlantakan oleh bom pada Perang Dunia II tahun
1945. Kaisar Jepang bertanya,“Masih adakah pendidik yang masih hidup?”
Perhatian kaisar Jepang sangat besar terhadap pendidikan dan pentingnya peran
seorang pendidik dalam pembangunan suatu bangsa.Setelah peristiwa itu, dunia
mengakui kemajuan Jepang dalam berbagi bidang kehidupan. Dari cerita tersebut
dapat disimpulkan bahwa peran seorang pendidik sangat begitu penting dalam
pembangunan suatu bangsa, tanpa pendidik yang memiliki kualitas dan
profesional, pendidikan tidak akan berhasil, karena dibutuhkan sumber daya
manusia dalam yang berkualitas dan professional dalam mengolah sumber daya
alam agar manusia di dunia makmur dan sejahtera.
Peran seorang pendidik sangat penting tidak hanya dalam pendidikan saja,
tetapi penting juga dalam upaya membentuk watak bangsa dan mengembangkan
potensi siswa dalam mewujudkan pembangunan pendidikan di
Indonesia.Tampaknya kehadiran pendidik sampai sekarang hingga akhir hayat
dan canggih, kehadiran teknologi tidak mampu menggantikan tugas seorang
pendidik yang cukup kompleks dan unik.
Fungsi pendidik sebagai pendidik merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan tujuan pendidikan, karena pendidik secara langsung berhubungan
dengan peserta didik untuk memberikan motivasi, membentuk karakter siswa, dan
memberikan bimbingan yang akan menghasilkan lulusan yang diharapkan.
Pendidik merupakan sumber utama manusia yang menjadi perencana, pelaku, dan
penentu pencapaian tujuan pendidikan. Pendidik harus berhubungan baik dengan
kepala sekolah, pendidik yang lain, masyarakat, dan peserta didik.
Pendidik merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas
pendidikan anak di sekolah. Seperti apa masa depan anak, pendidik turut
menentukan. Seorang pendidik harus seorang yang mampu memberikan motivasi
kepada peserta didik agar ia mampu menjadi yang lebih baik untuk masa
mendatang. Apapun yang dilakukan seorang pendidik kepada peserta didiknya
selama itu mendidik maka dapat diperbolehkan asalkan hal itu tidak berhubungan
dengan kekerasan. Akhir-akhir ini banyak berita yang beredar di media cetak dan
media elektronik yang memberitahukan tentang kekerasan yang dilakukan
pendidik kepada peserta didiknya dengan dalih untuk mendidik dan memberikan
pelajaran kepada anak agar mereka disiplin dan lebih bertanggung jawab. Untuk
memberikan disiplin tidak harus dengan kekerasan yang dapat menimbulkan luka
dan cacat fisik. Tidak semua persoalan yang dapat diselesaikan dengan
kekerasan.Kekerasan akan menimbulkan rasa trauma dan ketakutan yang
berkepanjangan. Hal itu juga menimbulkan rasa dendam dan benci peserta didik
kepada pendidik.
Pendidik merupakan figur yang dapat dicontoh dan diteladani peserta
didik. Pendidik yang baik tidak akan menjerumuskan peserta didiknya ke hal yang
tidak baik. Seorang pendidik dalam memberikan ilmu kepada anak didknya harus
dituntut untuk memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang diajarkan dalam
kehidupan pribadinya. Seorang pendidik harus konsisten dan memiliki komitmen
Belakangan ini banyak novel yang terbit. Novel dapat dijadikan sebagai
sebuah pendidikan, bukan hanya buku bacaan yang dibaca saat dibutuhkan dan
diperlukan. Makna yang terdapat di dalam novel dapat dijadikan sebagai pelajaran
bagi para pembaca. Novel Dunia Kecil adalah novel yang baru terbit pada tahun
2012 dan memunculkan beberapa pendidik dan siswa yang memilki bakatnya
masing-masing. Novel ini belum banyak yang membaca tetapi dengan novel ini
diharapkan kepada pendidik dan peserta didik untuk mencontoh mereka.
Dari latar belakang di atas, maka penulis mengangkat skripsi yang
berjudul “Analisis Karakter Tokoh Pendidik yang Terdapat pada Novel Dunia
Kecil Karya Yoyon Indra Joni”. Penulis berharap novel ini mampu memahami
pengaruh karakter seorang pendidik yang dapat memberikan motivasi dan
membentuk karakter peserta didik agar dapat menjadi manusia yang lebih baik di
dalam lingkungan masyarakat.
B.
Identifikasi Masalah
Permasalahan yang berkaitan dengan karakter ideal tokoh seorang
pendidik dalam membentuk karakter dan memotivasi siswa, masalah tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Masih buruknya karakter siswa dalam bertindak.
2. Karakter seorang pendidik dapat dicontoh dan berpengaruh terhadap
karakter, motivasi dan minat siswa kepada mata pelajaran tersebut.
3. Upaya untuk menunjukkan karakter tokoh seorang pendidik yang dapat
berpengaruh dalam membangun karakter dan motivasi siswa.
C.
Batasan Masalah
Pembatasan masalah pada skripsi ini fokus kepada analisis karakter tokoh
pendidik yang terdapat pada novel Dunia Kecil karya Yoyon Indra Joni.
D.
Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan hasil yang terarah, maka diperlukan suatu perumusan
masalah dalam penelitian ini, adapun perumusan masalah dari skripsi ini, sebagai
Bagaimanakah karakter tokoh pendidik yang terdapat dalam novel Dunia
Kecil karya Yoyon Indra Joni?
E.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian diharapkan jelas agar tepat sasaran dan tujuan sesuai
dengan input dan pengetahuan yang bersifat teoretis dan praktis, antara lain
sebagai berikut:
Mendeskripsikan atau mengetahui karakter tokoh pendidik yang
digambarkan dalam novel Dunia Kecil karya Yoyon Indra Joni.
F.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup
aspek teoretis maupun praktis.
1. Manfaat teoretis hasil penelitian ini diharapkan mampu mengetahui
pengaruh karakter pendidik terhadap siswa.
2. Secara praktis, hasil penilitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Pendidik
Hasil penelitian ini dapat memberikan contoh teladan bagi siswa dan
pedoman untuk pendidik agar memperhatikan sikapnya saat berhubungan atau
berhadapan langsung dengan siswa.
b. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjawab dari masalah yang dirumuskan. Selain
itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi
peneliti agar mencontoh karakter tokoh dan memiliki karakter yang ideal untuk
dicontoh siswa.
c. Peneliti yang Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bahan pijakan
7
A.
Pengertian Pendekatan Struktural
“Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia danStrukturalisme Praha.”1
Secara etmologis struktur berasal dari bahasa Latin,
yaitu structura yang berarti bentuk atau bagunan, tugas analisis struktur
membongkar unsur-unsur tersembunyi di baliknya. Analisis struktur akan
melibatkan tiga komponen utama, yaitu pencerita, karya sastra, dan pendengar.
Struktur merupakan suatu bentuk keseluruhan yang komplek yang setiap
unsur memiliki hubungan. “Sesuai dengan apa yang didefinisikan oleh Jean
Piaget, struktur adalah tatanan entitas-entitas yang secara mendasar mewujudkan
tiga gagasan yang fundamental, yaitu (a) gagasan mengenai keseluruhan, (b) gagasan mengenai transformasi, dan (c) gagasan mengenai regulasi diri.”2
Gagasan
mengenai keseluruhan mengandung pengertian adanya kepaduan internal di antara
unsur-unsur pembangun struktur.Kepaduan setiap unsur-unsur tersebut
menyebabkan adanya kaidah yang mengaturnya, sehingga masing-masing unsure
tunduk kepadanya.Gagasan transformasi mengandung struktur yang tidak statis
sehingga menyebabkan hukum struktur tersebut tidak membentuk struktur yang
mati tetapi masih terbuka untuk melakukan pembentuk aspek-aspek yang baru di
dalam struktur tersebut.Penyebab terjadinya transformasi dikarenakan adanya
struktur dalam yang harus dipahami dalam mengkaji, agar mampu berkarya atau
melakukan pengkajian. Sedangkan gagasan regulasi diri yang berkaitan dengan
struktur yang dapat berdiri sendiri dengan cara lepasa dari entitas lain, sebab
struktur itu memiliki hukum-hukum intrinsiknya yang transformatif, yang
mengatur saling berhubungan antar unsur internalnya, sehingga selain membentuk
kepaduan, juga mampu menghasilkan aspek-aspek baru.
1
Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2005), h. 36.
2
Faruk., Metode Penelitian Sastra Sebuah Penjelajahan Awal (Yogyakarta: Pustaka
“Secara defenitif strukturalisme membahas mengenai unsur-unsur struktur itu sendiri dengan mekanisme antarhubungannya antar unsur satu dengan unsur
lainnya, dipihak yang lain hubungan antar unsu dengan totalitasnya.”3Secara defenitif strukturalisme memberikan perhatian terhadap analisis unsure-unsur
karya.Karya-karya sastra memiliki ciri-ciri yang khas, otonom, bisa
digeneralisasikan.Unsur-unsur pokok yang terkandung dalam ketiga jenis karya
seperti prosa, puisi, dan drama.
Pandangan Abrams dalam Burhan Nurgiantoro, kaum strukturalisme
berpendapat bahwa sebuah karya sastra fiksi atau puisi adalah sebuah totalitas
yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya, struktur
karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua
bahan dan bagian yang menjadi komponennya secara bersama akan membentuk
kebulatan yang indah. Struktur karya sastra juga mengarah pada pengertian
hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbale balik, saling menentukan,
mempengaruhi, yang secara bersama membentuk atau sebuah kesatuan yang utuh. “Analisis struktural karya sastra dalam fiksi dapat diidentifikasikan dengan mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik.Setelah
diidentifiksi dan dideskripsikan serta dijelaskan fungsi masing-masing unsur
tersebut untuk menunjang makna keseluruhannya dan hubungan antarunsur secara
bersama akan membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu.”4Adapun unsur-unsur tersebut seperti peristiwa, plot, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, dan
lain-lain.
Istilah struktur dalam sastra diadopsi dari khazanah antropologi structural
yang dipelopori oleh Levi-Strauss.Beliaulah yang mempopulerkan ide
strukturalisme, yaitu teori tentang struktur. Baginya strukturalisme yang
disebutkan Foley dalam Siswantoro adalah:
“Doktrin pokok strukturalisme adalah bahwa hakikat benda tidaklah terletak pada benda itu sendiri, tetapi terletak pada hubungan-hubungan di dalam benda itu.Tidak ada unsur yang mempunyai makna pada dirinya
3
Nyoman. Kutha Ratna, S.U.,Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dan
Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 91.
4
secara otonom, kecuali terkait dengan makna semua unsur di dalam sistem struktur yang bersangkutan.”5
Teori struktural memandang karya sastra sebagai struktur yang terdiri dari
unsur-unsur yang saling berjalin erat sehingga unsur yang satu tidak akan
memiliki fungsi atau makna tersendiri jika terlepas dari yang lainnya dan makna
setiap unsur ditemukan dalam hubungan dengan unsur-unsur lain secara
keseluruhan.Dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antrunsur intrinsik fiksi
yang bersangkutan serta bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin fungsi
dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama
menghasilkan sebuah kemenyeluruhan.
B.
Hakikat Novel
1.
Pengertian Novel
“Kata novel berasal dari bahasa Itali novella yang secara harfiah berarti “sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek dalam bentuk prosa‟.”6
Dalam bahasa Latin kata novel berasal novellus yang
diturunkan pula dari kata noveis yang berarti baru.Novel adalah cerita yang
disusun dengan kata yang tercetak di atas lembaran kertas yang bisa dibawa
kemana-mana sembarang waktu.Ia bisa dibaca kapan saja dan dalam situasi yang
sama sekali ditentukan oleh pembaca.7“Menurut Rahmanto, novel seperti halnya bentuk prosa cerita yang lain, sering memiliki struktur yang kompleks dan
biasanya dibangun dari unsur-unsur yang dapat didiskusikan seperti berikut ini:
(a) Latar, (b) Perwatakan, (c) Cerita, (d) Teknik cerita, (e) Bahasa, (f) tema.”8 Novel merupakan bentuk prosa rekaan yang lebih pendek daripada
roman.“Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai karangan
prosa yang panjang, menagandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan
5
Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h. 13.
6
Ibid., h. 9.
7
Sapardi Djoko Damono, Sastra Bandingan Pengantar Ringkas (Ciputat: Editum, 2009),
h. 130.
8
orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap
pelaku.”9Pada dasarnya novel bercerita tentang peristiwa yang terjadi pada masa-masa tertentu.Bahasa yang digunakanpun relatif mudah untuk dipahami karena
bahasanya lebih mirip menggunakan bahasa sehari-hari. “Menurut Furqonul dan
Abdul, novel merupakan sebuah genre sastra yang memiliki bentuk utama prosa,
dengan panjang yang kurang lebih bisa untuk mengisi satu atu dua volume kecil, yang menggambarkan kehidupan nyata dalam satu plot yang cukup kompleks.”10
Novel adalah cerita, dan cerita digemari manusia sejak kecil.dan tiap kali
manusia senang pada cerita, entah faktual, untuk gurauan, atau sekedar ilustrasi
dalam percakapan. Bahasa novel juga bahasa denotatif, tingkat kepadatan dan makna gandanya sedikit.Jadi novel “mudah” dibaca dan dicernakan.Juga novel kebanyakan mengandung suspense dalam alur ceritanya, yang gampang
menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. “Data menunjukkan bahwa
bentuk sastra novel paling banyak dibaca dari bentuk yang lain. Novel Salah
Asuhan selama 50 tahun telah dicetak ulang 11 kali.Siti Nurbaya selama 57 tahun
dicetak ulang 12 kali.”11
“Novel merupakan sebuah karya yang diciptakan dengan melibatkan segenap daya imajinasi pengarang.”12
Novel yang disajikan biasanya berfungsi
sebagai sarana hiburan bagi pembaca.Apabila cerita dari novel itu menarik maka
novel itu memberikan kesan kepada pembaca. Pembaca yang membaca novel
yang ceritanya panjang akan membuat pembaca untuk terus mengulang-ulang
kembali membacanya agar selesai dan setiap kali membaca pembaca hanya
menyelesaikan bacaannya beberapa episode saja serta akan memaksa pembaca
untuk mengingat kembali cerita yang dibacanya sehingga menyebabkan
pemahaman pembaca akan bacaannya terputus-putus. Novel juga merupakan hasil
perenungan pengarang yang mana pengarang dapat berimajinasi ke tempat dan ke
9
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 141.
10
Furqonul Aziez, dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), h. 7.
11
Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977 (Bandung: Penerbit
Alumni, 1999), h. 11.
12
masa apa pun, biasanya novel menggandung pesan-pesan apa saja yang ingin
disampaikan pengarang kepada khalayak pembacanya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah
karya sastra yang merupakan cerita fiktif dan berusaha untuk menggambarkan
kehidupan tokohnya melalui latar.Novel bukan hanya berfungsi sebagai hiburan
semata tetapi dapat juga sebagai bentuk seni yang dapat dipelajari oleh pembaca
agar mengetahui nilai-nilai moral kehidupan yang terkandung di dalam novel
tersebut sehingga dapat mengarahkan pembaca dapat berprilaku budi pekerti yang
luhur.Di dalam novel juga terdapat kemungkinan cerita yang terjadi dan ada juga
yang hanya imajinasi saja.Tetapi pengarang biasanya ingin menunjukkan realita
yang terjadi dalam kehidupan melalui cerita yang terkandung di dalam novel.
2.
Unsur-Unsur Pembangun Novel
Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama
membentuk sebuah totalitas itu disamping unsur formal bahasa, masih banyak lagi
macamnya.Namun, secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara
tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, walau pembagian ini tidak
benar-benar pilah.Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan
ekstrinsik.Kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus dalam
rangka mengkaji atau membicarakan novel atau karya sastra ada umumnya.
“Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang pembangun dari dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita.Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.”13
“Sedangkan, unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak
langsung mempengaruhi bagunan atau organisme karya sastra.Unsur ini secara
13
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University
lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangunan
cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di
dalamnya.Pemahaman unsur ekstrinsik suatu karya, bagaimanapun, akan
membantu dalam hal pemahaman makna karya itu mengingat bahwa karya sastra
tak muncul dari situasi kekosongan budaya.”14 Unsur ekstrinsik membahasa alam pikiran pengarang yang ditentukan oleh pengaruh susunan pemerintahan, situasi
politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, kemanaan, dan pengaruh hubungan luar
negeri, persilangan pariwisata atau perdagangan.
a. Tema
“Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita.Tema berperan sebagai penagkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang
diciptakannya.Tema merupakan kaitan hubungan antar makna dengan tujuan
pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.”15 “Tema juga merupakan aspek cerita sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat.”16 Kadangkala kita merasa bahwa pengalaman yang didapatkan secara keseluruhan akan memperjelas masalah yang
akan kita coba untuk dilacak.“Tema (theme), menurut Stanton dan Kenny, adalah
makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang
dikandung dan ditawarkan oleh cerita (novel) itu, maka masalahnya adalah: makna khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema itu.”17
Untuk menentukan makna pokok sebuah novel, kita perlu memiliki
kejelasan pengertian tentang makna pokok, atau tema, itu sendiri.Tema
merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang
terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan menyangkut
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbenadaan.Tema disaring dari motif-motif yang
terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya
peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi terntentu.Tema dalam banyak hal bersifat
14
Ibid., h. 23-24.
15
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 161.
16
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 36.
17
“mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa-konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain, karena hal-hal tersebut haruslah
bersifat mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan.
Tema menjadi dasar pembangun seluruh cerita, maka ia pun bersifat
menjiwai seluruh bagian cerita itu. Dengan demikian, untuk menemukan tema
sebuah karya fiksi, ia harus disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya
berdasarkan bagian tertentu cerita. “Tema, walau sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang “disembunyikan”, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit.Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak (secara sengaja)
disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca.Namun,
tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan “tersembunyi” dibalik cerita yang mendukungnya.”18
b. Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan istilah yang menunjuk pada orang atau pelaku cerita,
baik itu protagonis dan antagonis,.“Dalam Burhan Nurgiantoro, Abrams
berpendapat bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu
karya naratif atau drama yang ditafsirkan oleh para pembacanya sesuai dengan
kualitas moral yang disampaikan dengan ekspresi dalam ucapan dan tindakan.
Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan pencapai pesan,
amanat, moral, atau sesuatu yang ingin disampaikan kepada para pembaca.”19 Sedangkan watak, perwatakan, atau karakter merupakan istilah yang
menunjukkan pada sifat atau sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan para
pembaca yang menunjukkan pada kualitas pribadi seorang tokoh.Penokohan dan
karakteristik sering disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan yang
menunjukkan watak tokoh-tokoh yang digambarkan dalam sebuah cerita.“Seperti
yang dikatakan Jones dalam Burhan Nurgiantoro, penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
18
Nurgiyantoro.Loc. Cit., h. 68.
19
cerita.”20Penokohan sekaligus menyaran pada teknik pewujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.“Penokohan adalah cara sastrawan
menampilkan tokoh.”21
“Menurut Aminuddin, dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh, dapat dibedakan atas tokoh protagonis, dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah
tokoh yang wataknya disukai pembacanya.Biasanya, watak tokoh semacam ini
adalah watak yang baik dan positif, seperti dermawan, jujur, rendah hati, pembela,
cerdik, pandai, mandiri, dan setia kawan.Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh
yang wataknya dibenci pembacanya. Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai
tokoh yang berwatak buruk dan negatif, seperti pendendam, culas, pembohong,
menghalalkan sehala cara, sombong, iri, suka pamer, dan ambisius.”22
Biasanya seorang pembaca lebih tertarik akan penafsiraan, presepsi, dan
pemahaman tokoh-tokoh yang dihadirkan pengarang.”Jika kita membaca sebuah
novel, bagian yang paling penting yang harus dilakukan ialah usaha untuk
mencari nilai yang disuguhkan pengarang pada setiap tokoh.”23 “Pelukisan karakter yang baik kalau pengarang menggambarkannya dalam setiap tahap dalam
ceritanya, sehingga pembaca melihat jelas watak pelakunya melalui semua tindak
tanduknya dalam sebuah cerita, semua yang diucapkannya dalam seluruh cerita,
semua sikap-sikapnya dalam seluruh cerita.”24
c. Latar Cerita / Setting
Setting diterjemahkan sebagai latar cerita.Latar cerita adalah tempat dan
waktu dimana cerita itu terjadi.Sebuah cerita harus jelas di mana berlangsungnya
suatu kejadian dan kapan.Pemilihan setting yang dilakukan oleh pengarang
mempertimbangkan unsur-unsur watak tokoh-tokohnya dan persoalan atau tema
yang digarapnya.Sebuah cerita menjadi kuat kalau settingnya tidak gegabah saja
dipilih oleh pengarangnya.Penggambaran setting yang baik memberi pengetahuan
20
Ibid., h. 165.
21
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 142.
22
Ibid.
23
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 70.
24
untuk pembaca tentang kehidupan masyarakat tertentu. “Untuk menggambarkan setting dengan tepat dan benar, dengan sendirinya pengarang harus mengetahui
benar setting yang dipakainya dalam cerita, pengarang harus banyak membaca agar mengetahui kehidupan cerita yang akan digambarkan dalam cerita.”25
“Menurut Aminuddin memberi batasan setting sebagai latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki
fungsi fisikal dan fungsi psikologis.Menurut Abrams, mengemukakan latar cerita
adalah tempat umum (general locale), waktu kesejarahan (historical time), dan
kebiasaan masyarakat (social circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat.”26
Dia juga mengemukakan bahwa latar atau setting yang disebut
juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya persitiwa-persitiwa yang diceritanya. “Menurut Kenny, mengungkapkan cakupan latar cerita dalam cerita fiksi yang meliput penggambaran lokasi geografis, pemandangan, perincian perlengkapan
sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, waktu
berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya, sebuah tahun,
lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh.”27
“Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas.Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikian, merasa dipermudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab.Pembaca seolah-olah merasa menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya.hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita.”28
Jadi, latar adalah tempat, waktu dan susana terjadinya peristiwa yang ada
di dalam cerita. Pengarang harus tahu bagaimana gambar cerita yang
akandiceritakan. Latar mencakup kedalam penggambaran lokasi geografis,
25
Ibid., h. 60.
26
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 149.
27
Ibid.
28
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University
pemandangan, perincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan
sehari-hari para tokoh, waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim
terjadinya, sebuah tahun, lingkungan agama, moral, intelektual, social, dan
emosional para tokoh.
d. Alur/ Plot
“Menurut Stanton misalnya, mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara akrab,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Sedangkan menurut Kenny mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang
ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang
menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.”29“Dan menurut Abrams, alur adalah rangakian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
persitiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam
suatu cerita.Ada berbagai pendapat tentang tahapan-tahapan persitiwa dalam suatu
cerita.“Menurut Aminuddin membedakan tahapan-tahapan persitiwa atas
pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.”30
Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau drama
yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang dikenalkan dari tokoh
ini, misalnya, nama, asal,ciri fisik, dan sifatnya. Konflik aatau tikaian adalah
ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam
cerita rekaan atau drama.Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri tokoh, antara
dua tokoh, antara tokoh dan masyarakat atau lingkungannya, antara tokoh dan
alam, serta antara tokoh dan Tuhan.Ada konflik lahir dan konflik
batin.Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur cerita rekaan atau drama
yang mengembangkan tikaian.Dalam hal ini, konflik yang terjadi semakin tajam
karena berbagai sebab dan berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh.
Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan atau drama yang melukiskan
puncak ketegangan, terutama di apndang dari segi tanggapan emosional
29
Ibid, h. 113.
30
pembaca.Klimaks merupakan puncak rumitan, yang diikuti oleh krisis atau titik
balik.Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks.Pada tahap ini
persitiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan perkembangan lakuan ke arah
selesaian.Dan selesaian adalahtahap akhir suatu cerita rekaan atau drama.Dalam
tahap ini semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan; rahasia
dibuka. Ada dua macam selesaian: tertutup dan terbuka. Selesaian yang tertutup
adalah bentuk penyelesaian cerita yang diberikan oleh sastrawan.Selesaian
terbuka adalah bentuk penyelesaian cerita yang diserahkan kepada pembaca.
e. Gaya Bahasa
“Menurut Aminuddin, gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta
mampu menuntaskan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual
dan emosi pembaca. Dari segi kata, karya sastra menggunakan pilihan kata yang
mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif, sedangkan
kalimat-kalimatnya menunjukkan adanya variasi dan harmoni sehingga mampu
menuansakan keindahan dan bukan nuansa makna tertentu saja. Alat gaya
melibatkan masalah kiasan dan majas: majas kata, majas kalimat, majas pikiran,
majas bunyi.”31
“Seorang pengarang mungkin mempunyai gaya membawakan cerita-ceritanya secara lembut, penuh perasaan, suka melukiskan hal-hal kecil tetapi
berarti, selalu memandang dunia ini dengan cerita kasih, ungkapan bahasanya
sopan, teratur, berirama, dan lembut, susana ceritanya pun juga penuh kelembutan
dan cinta kasih. Sebaliknya ada gaya pengarang yang pemberontak, penuh bahasa
yang keras, tegas dan susaana ceritanya penuh pergolakan.”32 Seorang pengarang yang sudah berpengalaman akan mempunyai gayanya sendiri dalam mengolah
bahasanya ke dalam cerita agar disukai oleh pembaca.
“Stile, (style, gaya bahasa), adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan
31
Ibid, h. 158. 32
dikemukakan, Abrams. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti
pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi,
dan lain-lain. Makna stile, menurut Leech & Short, suatu hal yang pada umumnya
tidak lagi mengandung sifat kontroversial, menyaran pada pengertian cara
penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan
tertentu, dan sebagainya. Dengan demikian, stile dapat bermacam-macam
sifatnya, tergantung konteks di mana dipergunakan, selera pengarang, namun juga
tergantung apa tujuan penuturan itu sendiri.”33
f. Sudut Pandang/ Titik Pandang/ Point of View
“Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya.Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan
gayanya sendiri.”34 Sudut pandang, point of view, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca yang
dikemukakan oleh Abrams. Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya
merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk
mengemukakan gagasan dan ceritanya.Segala sesuatu yang dikemukakan dalam
karya fiksi, memang, milik pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya terhadap
kehidupan.Namun, kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut
pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.35
Macam-macam sudut pandang:
Sudut Pandang Persona
Ketiga (Dia)
Sudut Pandang Persona
Pertama (Aku)
Sudut Pandang
Campuran
Dia Mahatahu Aku Tokoh Utama -
33
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2005), h.276.
34
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 151.
35
Dia Terbatas Aku Tokoh Tambahan -
Dia Pengamat - -
g. Amanat/ Moral
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup
pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentangan nilai-nilai kebenaran, dan
hal itulah yang ingin disampaikan pembaca.“Moral dalam cerita, menurut Kenny
biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran
moral tertentu yang bersifat praktis, ang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masaah
kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan.
Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan cerita
itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.”36“Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra: pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca
atau pendengar. Di dalam karya sastra modern amanat ini biasanya tersirat; di
dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.”37
C.
Hakikat Karakter
1.
Pengertian Karakter
Akar kata “karakter” berasal dari kata dalam bahasa Latin, yaitu “kharakter,” “kharassein,” dan “kharax,” yang memiliki makna “tool for marking,” “to engrave,” dan “pointed stake.”Pada abad ke-14 kata ini mulai banyak digunakan ke dalam bahasa Prancis sebagai “caractere”.Ketika masukn
ke dalam bahasa Inggris, kata “caractere” berubah menjadi “character.”
Selanjutnya, dalam bahasa Indonesia kata “character” ini menjadi “karakter.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter memiliki arti tabiat,
36
Ibid.,h. 321.
37
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang
lain.
“Menurut Thomas Lickona (dalam Agus dan Hamrin) karakter itu merupakan sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral.Sifat
alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik,
jujur, bertanggung jawab, menghormati dan menghargai orang lain, dan
karakter-karakter mulia lainnya.”38Setiap orang memiliki karakter yang dapat berbeda-beda dengan yang lainnya.Karakter dapat dikatakan sebagai penanda
seseorang.“Sedangkan menurut Tadzkiroatun Musfiroh (dalam Nurla), karakter
mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi
(motivations), dan keterampilan (skills).”39 Seseorang yang memiliki karakter
yang baik akan terlihat dari dirinya yang sadar untuk berbuat yang terbaik atau
unggul, serta mampu bertindak sesuai dengan potensi dan kesadarannya. Karakter
atau karakteristik adalah perkembangan positif dalam hal intelektual, emosional,
social, etika, dan perilaku.
“Karakter menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Agus dan Hamrin) adalah sebagai sifatnya jiwa manusia mulai dari angan-angan hingga terjelma sebagai
tenaga. Dengan adanya budi pekerti , lanjut Ki Hajar Dewantara, manusia akan
menjadi pribadi yang merdeka sekaligus berkeprinadian, dan dapat
mengendalikan diri sendiri (mandiri, zelfbeheersching).”40
“Menurut Gordon W. Allport karakter merupakan suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik individu yang menentukan tingkah laku dan
pemikiran individu secara khas.Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku
manusia. Karakter bukan sekedar sebuah kepribadian (personality) karena
karakter sesungguhnya adalah kepribadian yang ternilai (personality
evaluated).”41
38
Agus Wibowo, dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter : Strategi Membangun
Kompetensi & Karakter Guru (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 42.
39
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah
(Jogjakarta: Laksana, 2011), h. 19.
40
Agus dan Hamrin.Loc.Cit.
41
“Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, prilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.”42 “Senada dengan pengertian karakter, Suyono, dalam
waskitamandiribk.wordpress.com, menulis bahwa karakter adalah cara berpikir
dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.”43
Berdasarkan penjelasan di atas penulis mencoba untuk memakai
pernyataan seorang yang bernama Suyono karena beliau menyatakan bahwa
karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara.
D.
Hakikat Guru
1.
Pengertian Guru
“Guru menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti orang yang mengajar. Dengan demikian, orang-orang yang profesinya mengajar disebut guru. Baik itu guru di sekolah maupun di tempat lain.”44
Dalam paradigma
Jawa, pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”.
Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seprangkat ilmu yang
memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam
melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru mempunyai
kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya. “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”45
42
Aunillah. Loc.Cit.
43
Akhmad Muhamimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia: Revitalisasi
Pendidikan Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 16.
44
Najib Sulhan, Karakter Guru Masa Depan (Surabaya : Jaringpena, 2011), h. 1.
45
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
“Dalam pengertian sederhana yang dikemukan oleh Syaiful, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Guru dalam
pendangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di
tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di
mesjid, di surau (musala, di rumah, dan sebagainya.”46Masyarakat memberikan kepercayaan yang harus diemban oleh guru, maka dari itu guru diberikan tugas dan tanggung jawab yang berat.“Dalam buku “Menjadi Guru Inspiratif,” Ahmad Fuadi berpendapat bahwa baginya guru yang baik bagai petani.Mereka
menyiapkan bahan dan lahan belajar di kelas, memelihara baik-baik bibit penerus
bangsa, menyiram mereka dengan ilmu dan memupuk jiwa mereka dengan
karakter yang luhur. Bila tiba masa kelulusan, guru akan tersenyum bahagia ketika
anak didiknya meninggalkan sekolah, tumbuh besar, dan memberi manfaat buat
oaring lain. Guru yang ikhlas adalah petani mencetak peradaban.”47
“Mahmud Khalifah menuliskan (2009) tentang guru yang dirindukan: „Guru adalah orang yang bersamudrakan ilmu pengetahuan. Ia adalah cahaya yang menerangi kehidupan manusia, ia adalah musuh kebodohan, dan penghapus
kejahiliyahan. Ia juga mencerdaskan akal dan mencerahkan akhlak.‟”48 Guru merupakan orang yang berhak mendapat penghargaan dan penghormatan. Sebagai
seorang pengajar dan juga pendidik, maka guru berada di garis depan. Guru
mampu memberikan nilai lebih. Guru tidak sama dengan profesi-profesi lainnya.
Itu karena, guru bisa menentukan masa depan anak didiknya. Bahkan gurulah
yang mampu membangun sebuah bangsa menjadi lebih bermartabat.Oleh karena
itu, sebaiknya seorang guru harus lebih diperhatikan lagi kehidupannya.
Seorang guru haruslah memiliki empat kompotensi.Keempat kompetensi
itu adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
professional, dan kompetensi sosial.“Melalui keempat kompetensi yang
dimilikinya tersebut harus menjadi panutan dan mampu membangun karakter dan
46
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 31.
47
A. Fuadi, dkk.,Menjadi Guru Inspiratif: Menyemai Bibit Bangsa (Yogyakarta: PT
Bentang Pustaka, 2012), h. 1-2.
48
_____________, Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 9 Universitas
jati dirinya. Sebagaimana visi guru yang dirumuskan Ki Hajar Dewantara, bahwa
seorag pendidik itu hendak mempunyai kepribadian: di depan menjadi teladan, di
tengah membangun karsa, dan di belakang memberi dorongan, tutu wuri handayani.”49
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahawa guru adalah
suatu profesi yang memiliki tugas utama seperti mendidik, membimbing,
mengarahkan, mengajar, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik baik itu
pada pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah. Guru harus mampu
memahami hakikat dirinya dalam mengemban amanah suci untuk mencerdaskan
anak bangsa.
2.
Syarat-Syarat Menjadi Guru
Pekerjaan menjadi seorang pendidik tidaklah mudah, tetapi merupakan
tugas yang mulia.Tugas guru tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik. Guru
berusaha membimbing anak didiknya agar menjadi manusia yang berguna bagi
nusa dan bangsa di kemudian hari. Sebagai guru (pendidik) yang harus memenuhi
syarat-syarat yang di dalam “Undang-Undang no, 12 tahun 1954 tentang
Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia, pada pasal
15 dinyatakan tentang guru sebagai berikut: “„Syarat utama untuk menjadi guru,
selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah
sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberi pendidikan dan pengajaran seperti
yang dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 udang-undang ini.‟ Dapat
disimpulkan, maka syarat-syarat untuk menjadi guru adalah sebagai berikut: (a)
berijazah, (b) sehat jasmani dan rohani, (c) takwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik, (d) bertanggung jawab, dan (e) berjiwa nasional.”50
“Selain itu, menurut Oemar Hamalik dalam bukunya “Proses Belajar Mengajar” menjelaskan bahwa syarat-syarat menjadi guru adalah sebagai berikut:
(1) harus memiliki bakat sebagai guru, (2) harus memiliki keahlian sebagai guru,
49
Kirania Maida, Kitab Suci Guru: Motivasi Pembakar Semangat untuk Guru
(Yogyakarta: Araska, 2012), h. 16.
50
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidkan Teoretis dan Praktis (Bandung: PT Remaja
(3) memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi, (4) memiliki mental yang
sehat, (5) berbadan sehat, (6) memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas,
(7) guru adalah manusia berjiwa Pancasila, dan (8) guru adalah seorang warga
negara yang baik.”51“Sedangkan menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dan kawan-kawan (dalam Syaiful Bahri Djamarah) tidak sembarangan, tetapi harus
memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini: (1) takwa kepada Allah
SWT, (2) Berilmu, (3) sehat jasmani, dan (4) berkelakuan baik.”52
3.
Kompetensi Guru
Pengertian kompetensi guru berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1, butir c, adalah sebagai berikut: “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melakukan tugas.” Selanjutnya jenis kompetensi guru tersebut lebih ditegaskan
pada pasal 10: (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. (2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
“Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.”53“Menurut Zakiah Daradjat, kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi), sukar dilihat
atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau
bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya,
ucapan, caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau
masalah, baik yang ringan maupun yang berat.”54
51
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 118.
52
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h. 32.
53
_________________, Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 9 Universitas
Negeri Jakarta (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2012), h. 10.
54
Menjadi guru harus memiliki pribadi yang baik, perasaan dan emosinya
tidak goyah. Karena, bila emosinya tidak stabil maka dia akan mudah marah,
cemas, pemurung, penakut, dan penyedih. Pribadi peserta didiknya akan
ikut-ikutan tidak stabil dan mudah terombang - ambing, karena pertumbuhan jiwanya
masih dalam keadaan yang tidak stabil. Emosi yang tidak stabil itu juga akan
membuat peserta didik kurang paham akan pelajaran yang akan diajarkan karena
konsentrasinya diganggu oleh perasaannya yang tidak stabil. Dan, bila guru itu
pemarah dan kasar kepada peserta didiknya, maka peserta didikya akan
menyebabkan ketakutan, ketakuan itu dapat berkembang menjadi kebencian.
Apabila peserta didik membenci gurunya, maka dia tidak akan berhasil mendapat
bimbingan dan pendidikan dari guru tersebut, selanjutnya ia akan menjadi bodoh
walaupun dia memiliki kecerdasan yang tinggi.
Penampilan lain dari kepribadian seorang guru pada umumnya adalah
tingkah laku dan moralnya. Bagi peserta didk yang umurnya masih kecil
beranggapan guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam
pertumbuhannya, dan guru juga merupakan orang pertama setelah orang tua yang
memiliki pengaruh dalam pembinaan kepribadian peserta didik.Apabila dia dia
bertemu dengan guru yang bertingkah laku tidak baik, maka rusaklah akhlak
peserta didik tersebut karena peserta didik mudah terpengaruh oleh orang
dikaguminya.Bisa juga peserta didik menjadi cemas dan gelisah karena dia
menumukan contoh yang berlawanan dengan orang tuanya di rumah selama ini.
Guru harus memperlakukan dan mencurahkan perhatian yang sama atau
adil terhadap peserta didik lainnya. Karena sikap pilih kasih yang ditunjukkan
oleh guru akan dengan cepat dirasakan oleh peserta didik. Semua peserta didik
mengharapkan perhatian dan kasih sayang gurunya. Guru tidak boleh membenci
peserta didiknya karena alasan kelakuannya yang nakal atau kurang baik. “Guru
yang memilki kepribadian yang bijaksana tidak akan membeci peserta didiknya
yang nakal. Dia akan memperhatikannya dan berusaha mengetahui latar belakang
mungkin dengan mengajaknya bicara di kantor atau di luar jam sekolah bahkan
menghubungi orang tuanya dan sebagainya.”55
4.
Peran Guru
Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa
saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru.Semua peranan yang diharapkan
dari guru diuraikan di bawah ini.
(1) korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk; (2) inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik; (3) informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran, untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum: (4) organisator, guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya; (5) motivator, guru hendaknya mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar;(6) inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kamajuan dalam pendidikan dan pengajaran;(7) fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memugkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik, (8) pembimbing, kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap; (9) demonstator, untuk pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guruharus berusaha dengan membantunya dnegan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis; (10) pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru; (11) mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun material; (12) supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap prosese pengajaran; dan (13) evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentyk aspek ekstrinsik dan intrinsik.56
Pandangan modern seperti yang dikemukakan oleh Adams & Dickley
bahwa peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi: guru sebagai pengajar
55
Zakiah, Op.Cit,.h. 12.
56
(teacher as aninstructor), guru sebagai pembimbing (teacher as a counselor),
guru sebagai ilmuan (teacher as a scientist), dan guru sebagai pribadi (teacher as
a person).