• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ADOPSI PETERNAK SAPI PERAH TENTANG

TEKNOLOGI BIOGAS DI KABUPATEN ENREKANG

SULAWESI SELATAN

YUSRIADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Peternak Sapi Perah tentang Teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2011

Yusriadi I 351080061

(3)

Technology by Dairy Farmer in Enrekang Regency, South Sulawesi. Under the direction of AMRI JAHI, RICHARD W.E. LUMINTANG DAN SUHUT SIMAMORA

This study analysed factors associated with adoption of biogas technology amongst dairy farmers. There were 39 dairy cattle farmers in Enrekang Regency, South Sulawesi that had adopted tha biogas technology as research samples. Data were analysed by multiple correlation procedure using the excel 2007 program. Research results showed that factors related to adoption of biogas technology were age, education, income, experience, number of livestocks owned, number of family, contact with famers, contact with extension agent, the distance of digester the kitchen, ability to obtains information, time has of first knowing the biogas to adoption, farmers motivation, perception, and attitudes. The multiple correlation coefficeants of famers characteristics to their perception, attitudes, and adoption were 0.69, 0.61, 0.57 respectively. Coefficeants of determination of the farmers characteristics, perceptions and attitudes on the adoption of biogas technology was 0,38.

(4)

Peternak Sapi Perah tentang Teknologi Biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi

Selatan. Dibimbing oleh AMRI JAHI, RICHARD W.E. LUMINTANG DAN

SUHUT SIMAMORA

Tujuan penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan dan mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dalam pengembangan teknologi biogas, bahan masukan kepada pihak yang terkait, khususnya Dinas Peternakan dan Pertanian serta Dinas Pertambangan yang selama ini membantu peternak dalam pemanfaatan limbah ternak.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Enrekang yang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki populasi ternak perah terbesar di Sulawesi Selatan, dengan populasi ternak perah kurang lebih 1500 ekor. Unit analisis adalah peternak sapi perah yang telah menggunakan biogas sebanyak 53 orang. Dengan menggunakan rumus Slovin, maka secara proporsional dapat ditentukan ukuran sampel peternak sebesar 39 responden. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Data diambil dari sampel dengan tujuan untuk membuat generalisasi dari observasi yang dilakukan, sehingga perlu mempertimbangkan teknik pengumpulan data secara benar. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data skunder baik itu data kualitatif maupun data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang disajikan bukan dalam bentuk angka, seperti jenis kelamin, agama, status dan lain-lain sebagainya, sedangkan data kuantitatif diperoleh dalam bentuk mentah dari kuesioner dan catatan. Realibilitas instrument yang diperoleh melalui Cronbach Alpha. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Mei 2010. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan prosedur korelasi ganda dengan program excel 2007.

Hubungan karakteristik peternak yaitu umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, jumlah ternak, besarnya keluarga, partisipasi, kontak dengan penyuluh, jarak instalasi biogas ke dapur, keterdedahan peternak pada informasi biogas, selang waktu peternak tahu sampai menggunakan biogas, motivasi, persepsi dan sikap peternak tentang teknologi biogas, diuji dengan prosedur korelasi ganda dengan rumus berikut: R2 = r’yx . rxx . rxy

Hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,69. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak akan meningkatkan persepsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,69 satuan. Pengaruh peubah tersebut secara bersama-sama pada persepsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,48 atau 48 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada persepsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 52 persen.

.

(5)

sikap peternak yang tidak diamati dalam penelitian ini.

Hubungan karakteristik peternak dengan adopsi teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan ialah 0,57. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, akan meningkatkan adopsi teknologi biogas sebesar 0,57 satuan. Secara bersama-sama karakteristik peternak berpengaruh pada adopsi teknologi biogas sebesar 0,32 atau 32 persen. Selebihnya tabel tersebut menunjukkan bahwa pengaruh faktor-faktor lain pada adopsi teknologi biogas mencapai 68 persen.

Hubungan karakteristik, persepsi dan sikap peternak secara bersama-sama berhubungan pada adopsi peternak tentang teknologi biogas ialah 0,62. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan karakteristik peternak, persepsi peternak dan sikap peternak akan meningkatkan adopsi peternak tentang teknologi biogas sebesar 0,62 satuan. Secara bersama-sama peubah tersebut berpengaruh pada adopsi peternak tentang teknologi biogas 0,38 atau 38 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi faktor-faktor lain pada adopsi peternak tentang teknologi biogas mencapai 62 persen.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

ADOPSI PETERNAK SAPI PERAH TENTANG

TEKNOLOGI BIOGAS DI KABUPATEN ENREKANG

SULAWESI SELATAN

YUSRIADI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Yusriadi

NIM : I351080061

Disetujui:

Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc

Anggota

Ir. Richard W.E. Lumintang, M.SEA

Anggota

Ir. Suhut Simamora, MS

Diketahui

Ketua Program Studi/Mayor

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.Si

(10)

limpahan rahmat karunia-Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul

“faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang teknologi

biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan” dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc,

selaku ketua komisi pembimbing, Ir. Richard W.E Lumintang, MSEA, dan Ir.

Suhut Simamora, MS sebagai pembimbing anggota serta Prof. Dr. Ir. Cece

Sumantri, M.Agr.Sc, selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan

maupun saran demi kesempurnaan tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta

dan saudara serta semua keluarga atas do’a restunya dan dengan tulus telah

memberikan dukungan moril maupun materil. Terima kasih juga untuk Program

Mayor Penyuluhan Pembangunan Fakultas Ekologi Manusia Sekolah

Pascasarjana IPB yang telah memberikan izin serta memfasilitasi penulisan dalam

penyusunan tesis ini, serta rekan mahasiswa PPN 2008 dan semua pihak yang

tidak bisa kami sebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasama dan

memberikan banyak bantuan dan masukan.

Demikian tesis ini disusun, semoga dapat bermanfaat dalam

pengembangan penyuluhan di Indonesia terutama pengembangan teknologi

biogas khususnya di Sulawesi Selatan.

Bogor, Januari 2011

Hormat Kami

(11)

Penulis lahir di Soppeng pada tanggal 13 Januari 1983 dari pasangan

H. Muhammati dan Hj. A. Hajang. Penulis merupakan putra kedua dari dua

bersaudara.

Tahun 1996 lulus di SDN 201 Panangeang Kabupaten Soppeng Sulawesi

Selatan, 1999 lulus di SMP Negeri I Lilirilau Kabupaten Soppeng Sulawesi

Selatan, 2002 lulus di SMU Negeri I Lilirilau Kabupaten Soppeng Sulawesi

Selatan, 2007 penulis memperoleh gelar sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Tahun 2008 penulis

melanjutkan Program Magister (S2) pada Institut Pertanian Bogor pada program

studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan.

Bogor, Januari 2011

(12)

DAFTAR ISI ... i

Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas ... ... 16

Keuntungan Ekonomi Menggunakan Biogas ... ... 17

Pengertian Adopsi ... ... 19

Derajat Pengadopsian ... ... 21

Teori dan Konsep Adopsi Teknologi Biogas ... ... 22

Komponen Terkait tentang Adopsi Teknologi Biogas ... 23

Karakteristik Peternak ... ... 27

Hubungan Karakteristik Peternak dengan Persepsi Peternak ... 34

Hubungan Karakteristik Peternak dengan Sikap Peternak ... 38

(13)

Hasil Penelitian ... 64

Hipotesis 1 ... 64

Hipotesis 2 ... ... 65

Hipotesis 3 ... ... 66

Hipotesis 4 ... ... 67

Pembahasan ... ... 69

KESIMPULAN DAN SARAN……… 87

Kesimpulan ………….……… 87

Saran ……… 87

DAFTAR PUSTAKA……… 89

(14)

1. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas ... 15

2. Populasi sapi perah dan jumlah pengguna teknologi biogas di

Kabupaten Enrekang ... 51

3. Peubah, sub peubah dan indikator yang akan diukur pada penelitian . 54

4. Nilai koefisien korelasi karakteristik dengan persepsi peternak tentang teknologi biogas ... ... 64

5. Nilai koefisien korelasi karakteristik dengan sikap peternak tentang

teknologi biogas... ... 65

6. Nilai koefisien korelasi karakteristik dengan adopsi peternak tentang

teknologi biogas ... ... 66

7. Nilai koefisien korelasi karakteristik, persepsi, sikap dengan adopsi

(15)

1. Model pengembangan peternakan sapi perah skala rumah tangga … 11

2. Tahap pembentukan biogas ……… 14

3. Model instalasi biogas menggunakan plastik sebagai digester ……. 19

4. Hubungan antar peubah ……..……… 48

(16)

1. Distribusi peternak sapi perah yang menggunakan teknologi biogas

Berdasarkan karakteristik peternak ... 95

2. Tabel korelasi ... 96

3. Korelasi karakteristik peternak dengan persepsi peternak ... 97

4. Korelasi karakteristik peternak dengan sikap peternak ... 99

5. Korelasi karakteristik peternak dengan adopsi peternak ... 101

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di

samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan

utama peternak diperoleh dari hasil pengolahan susu dan penjualan anakan.

Sebagai pendapatan sampingan, feses yang dihasilkan setiap hari diolah menjadi

pupuk organik. Selain itu, untuk memanfaatkan feses tersebut digunakan

teknologi biogas yang dapat mengurai feses ternak menjadi gas. Teknologi biogas

ialah teknologi tepat guna yang mudah digunakan oleh masyarakat dan

dipraktekkan, termasuk membangun ruang (instalasi) kedap udara tempat

penguraian bahan-bahan organik (kotoran ternak).

Kabupaten Enrekang merupakan salah satu sentra sapi perah di Sulawesi

Selatan. Ternak perah sudah ada sejak lama di Kabupaten Enrekang. Ternak perah

sangat cepat berkembang, karena Kabupaten Enrekang merupakan daerah

pegunungan dan memiliki lahan yang luas untuk menanam pakan ternak. Selain

itu, salah satu makanan khas masyarakat di Kabupaten Enrekang berbahan dasar

susu yaitu dangke.

Populasi ternak perah di Kabupaten Enrekang sebanyak 1100 ekor yang

tersebar di beberapa Kecamatan. Jika satu ekor sapi perah menghasilkan feses

antara 25 – 35 kg/hari, maka jumlah feses yang dihasilkan seluruh ternak perah

setiap hari di Kabupaten Enrekang mencapai 27,5 – 37,5 ton/hari. Jumlah tersebut

akan bertambah terus mengingat populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang

semakin besar. Satu kilogram kotoran ternak dapat menghasilkan 60 liter biogas.

Oleh karen itu, jika semua feses ternak sapi perah yang dihasilkan setiap hari di

Kabupaten Enrekang diolah menjadi biogas, maka akan diperoleh kurang lebih

1.650.000 liter biogas atau 1.650 m3 biogas/hari. Memasak selama satu jam membutuhkan kurang lebih 500 liter biogas, jadi potensi feses tersebut dapat

(18)

tiga sampai empat jam/hari, maka potensi biogas itu dapat digunakan oleh 1100

keluarga/hari.

Feses ternak perah yang diolah dengan benar akan memberikan

keuntungan bagi peternak. Contohnya, pengolahan feses menjadi pupuk organik

dan pemanfaatan feses untuk biogas. Teknologi biogas merupakan teknologi yang

memanfaatkan feses ternak menjadi gas. Gas hasil biogas terbentuk dari proses

fermentasi feses ternak yang dicampur dengan air dan disimpan pada kondisi

kedap udara. Gas yang dihasilkan dapat terbakar sehingga cocok digunakan

sebagai bahan bakar untuk memasak. Feses ternak jika dibiarkan menumpuk akan

menimbulkan banyak masalah seperti; bau yang tidak sedap, sumber penyakit,

dan jika dibuang ke sungai akan menimbulkan pencemaran lingkungan, serta

membuat lingkungan sekitar kandang menjadi kotor.

Pemerintah mencoba memperkenalkan teknologi biogas untuk membantu

peternak dalam mengolah limbah peternakan. Biogas merupakan teknologi

sederhana yang sudah ada sejak lama dan digunakan untuk memfermentasikan

feses menjadi gas. Di Indonesia, biogas sudah ada sejak 1970-an. Beberapa

kelebihan jika menggunakan teknologi biogas dibanding menggunakan minyak

tanah, LPG, atau kayu bakar, diantaranya mengubah feses menjadi energi,

mengurangi pencemaran lingkungan, menjaga kesehatan masyarakat yang ada di

sekitar peternakan, pembuatannya relatif mudah, biaya relatif murah, alat-alat dan

bahan dasarnya mudah diperoleh, mengurangi pengeluaran rumah tangga dan

limbah biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan pupuk padat.

Di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan, ada sekitar 242 orang yang

mengelola usaha peternakan sapi perah. Semua tersebar di beberapa kecamatan.

Kepemilikan rata-rata sapi perah di Kabupaten Enrekang antara 2 – 10 ekor. Feses

yang dihasilkan oleh dua ekor dapat menghasilkan biogas untuk memasak

kebutuhan sebuah keluarga. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak

dalam menggunakan teknologi biogas, menjadi kendala yang menghambat

(19)

Masalah Penelitian

Biogas merupakan teknologi lama yang telah banyak dikembangkan di

Kabupaten Enrekang. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak tentang

teknologi biogas menjadi salah satu faktor penyebab teknologi ini belum

berkembang.

Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Faktor apakah yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi perah tentang

teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan?

2. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak

tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan?

3. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan sikap peternak tentang

teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan?

4. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan adopsi peternak

tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan?

5. Seberapa besar hubungan karakteristik peternak dengan persepsi, sikap dan

adopsi peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi

Selatan?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa alasan untuk menentukan faktor-faktor

yang berhubungan dengan adopsi teknologi biogas di kalangan peternak sapi

perah. Adopsi merupakan proses pengambilan keputusan yang dapat dipengaruhi

oleh banyak faktor.

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi

perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

2. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan persepsi peternak

tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

3. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan sikap peternak pada

(20)

4. Menentukan hubungan karakteristik peternak dengan adopsi teknologi oleh

peternak tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

5. Menentukan hubungan bersama karakteristik, persepsi dan sikap peternak

dengan adopsi teknologi biogas peternak di Kabupaten Enrekang, Sulawesi

Selatan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan informasi kepada

orang lain terutama dinas-dinas atau instansi pemerintahan terutama yang ada di

Kabupaten Enrekang dan Sulawesi Selatan umumnya.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:

1. Bahan informasi dalam pengembangan teknologi biogas, sehingga dalam

pengembangannya dapat diketahui faktor-faktor yang selama ini

mempengaruhi peternak sapi perah dalam mengadopsi teknologi Biogas di

Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan

2. Bahan masukan kepada pihak yang terkait, khususnya Dinas Peternakan dan

Pertanian serta Dinas Pertambangan yang selama ini membantu peternak

dalam pemanfaatan limbah ternak. Sehingga feses yang selama ini tidak

dimanfaatkan dapat memberikan nilai tambah bagi peternak sapi perah.

3. Bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, sehingga biogas tidak

hanya memanfaatkan feses ternak, tetapi juga memanfaatkan limbah rumah

tangga dan pertanian untuk biogas, khususnya di Kabupaten Enrekang dan

(21)

Definisi Istilah

Definisi istilah di bawah untuk memberikan suatu batasan tentang konsep

yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini diharapkan untuk menjelaskan

faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi teknologi biogas oleh peternak

sapi perah di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Faktor tersebut ialah sebagai

berikut:

Karakteristik peternak (X1)

Karakteristik peternak ialah bagian dari individu peternak yang mendasari

tingkah laku peternak, faktor ini terdiri dari:

1. Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak peternak lahir sampai ke

tahun terdekat pada saat pengamatan dilakukan.

2. Pendidikan adalah jumlah tahun pendidikan yang ditempuh peternak.

3. Pendapatan adalah besarnya penghasilan yang diterima peternak dalam

sebulan, yang dihitung dalam rupiah.

4. Motivasi adalah jumlah skor keinginan yang mendorong peternak untuk

menggunakan biogas.

5. Pengalaman beternak adalah jumlah tahun peternak menjalankan usaha

peternaknnya.

6. Jumlah kepemilikan ternak adalah jumlah satuan ternak (ST) sapi perah

seorang peternak.

7. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang masih tinggal dalam

satu rumah.

8. Intensitas kontak dengan kelompok adalah banyaknya pertemuan kelompok

yang dihadiri peternak dalam tiga bulan terakhir.

9. Intensitas kontak dengan penyuluh adalah frekuensi peternak bertemu dengan

penyuluh biogas dalam tiga bulan terakhir.

10.Jarak instalasi biogas ke dapur peternak adalah jarak antara instalasi biogas

(22)

Persepsi Peternak Pada Teknologi Biogas (X2)

Persepsi ialah skor pemahaman peternak tentang teknologi biogas, yang

meliputi:

1. Keuntungan relatif adalah apakah biogas lebih menguntungkan dibanding

minyak tanah, LPG, bensin, dan kayu bakar.

2. Kompatibilitas adalah kesesuaian teknologi biogas dengan peternak lain.

3. Kompleksitas adalah tingkat kerumitan teknologi biogas.

4. Trialibilitas adalah kemudahan teknologi biogas untuk dicoba dalam skala

kecil.

5. Observabilitas adalah hasil dari teknologi biogas dapat diamati.

Sikap Peternak Pada Teknologi Biogas (X3)

Sikap ialah skor yang menafsirkan kecendrungan peternak bertingkahlaku

dalam mengadopsi teknologi biogas, yang terdiri dari:

1. Aspek kognisi merupakan kepercayaan individu mengenai teknologi biogas.

2. Aspek afeksi merupakan perasaan individu terhadap teknologi biogas.

3. Aspek konasi menunjukkan bagaimana kecenderungan bertingkahlaku yang

ada dalam diri seseorang berkaitan dengan teknologi biogas.

Adopsi Teknologi Biogas (Y)

Adopsi teknologi biogas oleh peternak sapi perah yaitu akor atau adopsi

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Biogas

Pengertian Biogas

Biogas (gas bio) merupakan gas yang timbul dari hasil fermentasi

bahan-bahan organik seperti, kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah direndam di

dalam air dan disimpan di dalam tempat yang tertutup atau anaerob. Biogas ini

sebenarnya dapat juga terjadi pada kondisi alami, namun untuk mempercepat dan

menampung gas ini, maka diperlukan alat yang memenuhi syarat terbentuknya

gas ini (Setiawan, 2007:35).

Hambali et al. (2007:52) menyatakan bahwa biogas didefinisikan sebagai

gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti, kotoran ternak, kotoran

manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayuran) difermentasikan

atau mengalami proses metanisasi.

Limbah yang selama ini tidak diolah dan dibiarkan menumpuk baik itu

limbah pertanian, peternakan, dan limbah agro industri ternyata dapat

menghasilkan suatu hal yang berguna. Contohnya, feses ternak yang selama ini

hanya dipandang sebagai kotoran yang tidak bernilai. Ternyata dapat bermanfaat

setelah diolah, tidak terlalu sulit untuk mengubah bahan tersebut menjadi gas,

hanya mencampurkan bahan tersebut dengan air dan didiamkan dalam ruang

hampa udara.

Kotoran ternak atau limbah organik lainnya jika di masukkan dalam

digester (tangki pengurai)dalam beberapa hari akan mengalami proses fermentasi

dan terbentuklah gas. Contohnya biogas yang digunakan sekarang kebanyakan

memanfaatkan feses ternak sebagai bahan bakunya, selain itu ada juga yang

menggunakan dari limbah pertanian dari pabrik. Hampir sama yang disampaikan

Shiddiq (2009) bahwa biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses

pembusukan limbah organik (dari mahluk hidup) dengan bantuan bakteri dalam

keadaan anaerob. Limbah organik ini dapat berupa kotoran manusia, kotoran

(24)

Menurut Simamora et al. (2006:12) bahwa biogas adalah adanya

dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk

menghasilkan suatu gas yang sebagian besar merupakan metan dan karbon

dioksida dan proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah

mikroorganisme, terutama bakteri metan.

Feses ternak yang dimasukkan dalam tangki pengurai (digester) akan

mengalami pembusukan sehingga terbentuk gas yang mengandung metan,

karbondioksida, hydrogen, nitrogen dan oksigen. Demikian juga halnya dengan

pendapat Said (2007:1) menyatakan bahwa biogas adalah gas yang dihasilkan

dari proses penguraian bahan-bahan biologis atau organik oleh organisme kecil

pada kondisi tanpa oksigen (anaerob). Artikel yang dikutip Departemen Pertanian

(2009:3) menjelaskan bahwan “biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses

penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob”.

Teknologinya biogas merupakan teknologi sederhana yang memanfaatkan

limbah yang tidak berguna lagi dengan proses penguraian. Kedua artikel diatas

menjelaskan bahwa penguraian bahan organik secara anaerobik. Gas yang

terbentuk akibat adanya proses fermentasi bahan-bahan organik yang diantaranya,

kotoran manusia, kotoran hewan, atau limbah pertanian maupun limbah rumah

tangga dan gas yang dihasilkan adalah sebagian gas metane.

Perkembangan Biogas

Gas metan sudah lama digunakan oleh bangsa Mesir, China dan Romawi

kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil kalori. Proses fermentasi

lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh

Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan

oleh Willam Henry pada tahun 1806. Becham (1868) murid Louis Pasteur dan

Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis

dari pembentukan metan (Nandiyanto dan Fikri, 2006)

Sejak dulu, gas sudah ditemukan oleh manusia, gas yang selama ini

digunakan dalam kehidupan sehari-hari diperoleh dari proses penguraian

(25)

dengan unsur-unsur hara yang terpendam di dalam bumi. Teknologi yang

diciptakan oleh manusia maka unsur tersebut diangkat kepermukaan bumi dan

diproses menjadi gas, batubara dan lain-lain sebagainya.

Menurut Haryati (2006:167) bahwa pemanfaatan biogas bukanlah hal yang

baru, gas ini telah dipakai sekitar 200 tahun lalu. Pada era sebelum ada listrik, di

Landon, biogas diperoleh dari saluran pembuangan di bawah tanah dan digunakan

sebagai bahan bakar lampu jalan yang terkenal dengan nama gaslight, negara lain

yang memanfaatkan biogas seperti, Tanzania, India, Cina dan Amerika Serikat.

Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif sangat memungkinkan untuk

diterapkan dimasyarakat. Apalagi mengingat harga bahan bakar konvensional

sekarang ini semakin mahal dan sulit diperoleh.

Artikel Departemen Pertanian (2009) menjelaskan bahwa sejarah

pemanfaatan biogas, diantaranya (1) Cina, sejak tahun 1975 “biogas for every

household”. Tahun 1992 5 juta rumah tangga di Cina menggunakan biogas.

Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan

bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian. (2) India, biogas

dikembangkan pada tahun 1981 “the national project on bigas development” oleh

departemen sumber energi non-konvensional. Pada tahun 1999, sebanyak 3 juta

rumah tangga menggunakan biogas. Reaktor biogas yang digunakan model sumur

tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah

pertanian.

Ditambahkan pula oleh Nandiyanto dan Fikri (2006), alat penghasil biogas

secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset

untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis

pada masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di

Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang

digunakan untuk menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh

BBM dan harganya yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini

mulai ditinggalkan. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus

dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti

(26)

dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi

biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman.

Berdasarkan artikel Agro Tekno (2007), Indonesia sampai sekarang telah

banyak reaktor biogas yang telah berhasil dikembangkan, dimana teknologi ini di

gunakan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar

minyak. Teknologi biogas telah banyak dikembangkan di Bali, Sulawesi,

Sumatera terutama daerah Jawa. Contohnya di Desa Wangunsari, Lembang

Kabupaten Bandung, dimana biogas telah digunakan oleh keluarga petani dan

peternak. Manfaat biogas juga telah dirasakan oleh warga di Kabupaten Garut,

Desa Cisurapan, Jawa Barat. Hampir semua kegiatan dilaksanakan oleh pihak

pemerintah dan beberapa Universitas seperti Institut Teknologi Bandung (ITB)

dan UPT BP-PTK LIPI Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan Irmawati tahun

2008 di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan, beberapa peternak telah mampu

mengembangkan teknologi Biogas, contohnya, di Kabupaten Enrekang,

Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Barru. Bahkan biogas

telah digunakan selama 24 jam di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Sinjai.

Selain keberhasilan teknologi biogas, beberapa peternak belum mampu

memaksimalkan penggunaan teknologi biogas. Contohnya di Sulawesi Selatan

(Kabupaten Enrekang, Bulukumba, Sinjai, Barru, Sidrap, Soppeng dan Bone)

beberapa peternak belum mampu memperbaiki kerusakan pada instalasi biogas,

selain itu peternak juga berhubungan dengan penyuluh setempat. Kerusakan yang

terjadi kebanyakan pada penampung gas, karena bahan yang digunakan dari

bahan plastik sehingga mudah sobek dan hal yang sama terjadi di Nusapenida,

Bali.

Manfaat Biogas

Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang menyediakan produk

daging dan susu. Usaha peternakan sapi perah banyak dikembangkan karena

mampu memproduksi susu tinggi. Selain itu, ada juga hasil sampingan berupa

feses dan urin. Hasil sampingan ternak berupa limbah, semakin besar skala usaha

(27)

dengan baik, maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu

untuk mengatasi limbah tersebut, diciptakan teknologi biogas yang memanfaatkan

limbah ternak menjadi energi. Keuntungan dari biogas yaitu dapat digunakan

untuk memasak dan tenaga listrik, limbah dari biogas tersebut dapat diolah

menjadi pupuk padat dan cair yang dapat digunakan langsung pada tanaman.

Gambar 1. Model Pengembangan Sapi Perah Skala Rumah Tangga

Menurut Haryati (2006:160) biogas merupakan renewable energy yang

dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang

berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Di beberapa negara, biogas

membawa keuntungan untuk kesehatan, sosial, lingkungan dan finansial.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa instalasi biogas adalah suatu penyediaan sumber

energi desentralisasi yang sangat berguna. Contohnya di Tanzania biogas di

hasilkan dari limbah kota dan industuri yang menghasilkan tenaga listrik dan

pupuk. Departemen Pertanian (2009) dijelaskan bahwa manfaat energi biogas

adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan

KELUARGA Biogas (memasak dan

listrik)

Usaha Sapi Perah

Anak & Susu Limbah (feses & urin )

Pengolahan limbah

Pupuk padat & cair PASAR

(28)

untuk memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit

tenaga listrik, disamping itu produksi biogas juga menghasilkan sisa olahan

kotoran ternak yang langsung dapat digunakan sebagai pupuk organik pada

tanaman atau budidaya pertanian.

Biogas mempunyai banyak manfaat. Biogas merupakan hasil penguraian

bahan organik dan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai sumber

energi, baik energi listrik, gas untuk memasak, pengganti minyak tanah. Di

perjelas lagi oleh Setiawan (2007:35-37) bahwa kotoran ternak selain dijadikan

pupuk kandang, kotoran ternak juga dapat digunakan untuk menghasilkan biogas.

Biogas merupakan proses fermentasi feses ternak diubah menjadi gas dalam

kondisi anaerob.

Menurut Hambali et al. (2007:57-61) bahwa ada tiga jenis bahan baku

yang prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan baku biogas, diantaranya

kotoran hewan dan manusia, sampah organik dan limbah cair.

a. Kotoran Hewan dan Manusia

Pemanfaatan kotoran ternak dan manusia sebagai bahan baku biogas akan

mengatasi beberapa permasalahan yang timbul akibat kotoran tersebut bila

dibandingkan limbah lain yang menumpuk tanpa pengolahan. Kotoran hewan

yang menumpuk akan mencemari lingkungan. Jika kotoran tersebut terbawa air

masuk kedalam tanah atau sungai.

Sebagai bahan baku biogas, ketersediaan kotoran hewan sangat melimpah.

Hewan-hewan tersebut diperlihara baik dalam jumlah besar di peternakan maupun

dipelihara secara individu dalam jumlah kecil oleh rumah tangga. Berdasarkan

hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan kotoran sebanyak

10 - 30 kg, seekor ayam menghasilkan kotoran 25 gram per hari dan seekor babi

dewasa menghasilkan kotoran 4,5 – 5,3 kg per hari. Berdasarkan hasil riset yang

pernah ada diketahui bahwa setiap 10 kg kotoran ternak sapi berpotensi

menghasilkan 360 liter biogas dan 20 kg kotoran babi menghasilkan 1,379 liter

(29)

b. Sampah Organik Padat

Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu anorganik,

organik dan khusus. Sampah organik berasal dari bahan-bahan penyusun

tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan

pertanian, perikanan, kegiatan rumah tangga, industri dan kegiatan lainnya.

Sampah organik ini dengan mudah dapat diuraikan dalam proses alami. Potensi

sampah di Indonesia sangat besar. Khususnya untuk rumah tangga, jumlah yang

dihasilkan pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat 5 kali lipat. Diprediksi

peningkatan tersebut bukan saja karena pertambahan penduduk, tetapi juga karena

meningkatnya timbunan sampah perkapita yang disebabkan oleh perbaikan

tingkat ekonomi dan kesejahteraan.

Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan biogas dari sampah organik

menghasilkan biogas dengan komposisi metan 51,33 – 58,18% dan gas CO2

c. Limbah Organik Cair

41,82 – 48,67% campuran sampah organik tersebut dengan kotoran dapat

meningkatkan komposisi metan dalam biogas.

Limbah cair merupakan sisa pembuangan yang dihasilkan dari suatu

proses yang sudah tidak dipergunakan. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi sebagai

penghasil limbah cair antara lain kegiatan industri, rumah tangga, peternakan, dan

pertanian. Saat ini kegiatan rumah tangga mendominasi jumlah limbah cair

dengan persentase sekitar 40 % dan diikuti oleh limbah industri 30% dan sisanya

limbah rumah sakit, pertanian, peternakan, atau limbah lainnya. Komponen utama

limbah cair adalah air (99%) sisanya yaitu bahan padat yang bergantung pada asal

buangan tersebut. Tidak semua limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku biogas, hanya limbah cair organik yang dapat digunakan sebagai bahan baku

biogas. Limbah tersebut diantaranya urin hewan, limbah cair rumah tangga, dan

limbah cair industri seperti, industri tahu, tempe, tapioka, brem dan rumah potong

hewan. Pengolahan limbah cair untuk biogas dilakukan dengan mengumpulkan

limbah cair dengan digester anaerob yang diisi dengan media penyangga yang

(30)

Menurut Irmawati (2008:7-8) pembentukan gasbio dilakukan oleh

mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis,

tahap pengasaman dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan

bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek

menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk

monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang

terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri

pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan

dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas

karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Pada tahap metanogenik adalah proses

pembentukan gas metan. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

(31)

Tabel 1. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas dapat dilihat dari tabel berikut :

Jenis Gas

Biogas

Kotoran sapi Campuran kotoran ternak

dan sisa pertanian

Metana (CH4) 65.7 54 – 70

Karbondioksida (CO2) 27 45 – 27

Nitrogen (N2) 2.3 0.5 – 3

Karbon Monoksida (CO) 0 0.1

Oksigen (O2) 0.1 6

Propena (C3H8) 0.7 -

Hidrogensulfida (H2S) - Sedikit

Nilai Kalor (kkal/m3) 6513 4800 – 6700

Sumber : Harahap dalam Simamora et al. (2006).

Diketahui bahwa biogas memiliki banyak kegunaan yang dapat membantu

manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, gas yang dihasilkan oleh aktifitas

anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik yang diantaranya, kotoran

manusia dan hewan, limbah rumah tangga, sampah atau limbah organik dapat

digunakan untuk memasak dan menjalankan generator untuk pembangkit tenaga

listrik. Kedua, limbah pertanian, perkebunan, dan peternakan yang selama ini

dibuang sekarang ini sudah dapat dikelola dan dapat dimanfaatkan serta dapat

menghindari adanya pencemaran lingkungan. Ketiga, limbah yang dihasilkan dari

biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan pupuk padat, dan dapat digunakan

untuk pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, bioenergi adalah sumber energi

terbarukan, yaitu sumber energi yang dapat tersedia kembali dalam jangka waktu

tahunan, tidak seperti minyak bumi atau batu bara yang membutuhkan waktu

jutaan tahun. Teknologi ini juga membantu dalam hal pengolahan limbah serta

memberikan hasil tambahan berupa pupuk cair dan pupuk padat, mengingat harga

(32)

Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas

Aspek Sosial Ekonomi Menggunakan Biogas

Beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah mengembangkan

teknologi biogas. Hal tersebut diantaranya, rata-rata pendapatan peternak masih

rendah, kebutuhan akan energi sangat tinggi, untuk memenuhi kekurangan energi

listrik, menghemat biaya untuk bahan bakar minyak dan dibutuhkan teknologi

tepat guna pada usaha peternakan. Pemerintah mendapat kendala dalam

pengembangan teknologi biogas.

Usaha peternakan di Indonesia untuk skala rumah tangga rata-rata masih

kecil. Satu keluarga memelihara ternak antara dua sampai lima ekor. Selain itu,

harga susu maupun produk olahan dari susu masih rendah. Di samping harga yang

rendah produksi susu pun masih sangat rendah, sedangkan kebutuhan untuk

kehidupan sehari-hari semakin meningkat dan harga bahan-bahan pokok semakin

mahal. Adanya faktor-faktor tersebut menyebabkan pendapatan yang diterima

peternak masih rendah.

Kebutuhan akan energi di masyarakat masih tinggi. Seperti memasak,

menyalakan lampu, menjalankan mesin, dan lain-lain sebagainya, masyarakat

masih mempergunakan energi yang berasal dari alam. Energi yang diperoleh dari

alam yang telah mengalami pengolahan berupa, gas LPG, minyak tanah, bensin,

solar. Jika dimanfaatkan terus menerus tanpa ada upaya untuk memperbaharuinya

lama kelamaan energi ini akan habis, selain itu untuk memperbaharuinya butuh

waktu yang lama.

Intensitas penggunaan energi yang tinggi, menyebabkan pemerintah harus

berpikir untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin hari semakin

meningkat. Langkah yang ditempuh pemerintah yaitu mengurangi subsidi pada

BBM sehingga seringnya terjadi pemadaman bergilir sehingga biaya hidup

menjadi meningkat. Terjadinya hal tersebut, maka perlu diciptakan energi

alternatif yang murah, tersedia sepanjang masa dan ramah lingkungan.

Membantu masyarakat dalam menangani masalah kekurangan energi,

(33)

memanfaatkan limbah berupa limbah peternakan, pertanian maupun limbah dari

pabrik tahu dan tempe menjadi energi. Menggunakan teknologi biogas, gas yang

dihasilkan dari hasil fermentasi limbah yang berupa gas metan dan dapat terbakar

sehingga dapat digunakan untuk memasak. Selain untuk memasak, gas ini juga

dapat digunakan untuk menyalakan mesin dan untuk listrik.

Pengembangan teknologi biogas, pemerintah menghadapi beberapa

kendala. Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu mencoba membuat instalasi

namun masih dalam skala besar. Skala besar, harus dikeluarkan biaya yang besar

juga. Sehingga hanya masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi yang dapat

menggunakan teknologi ini. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah mencoba

memodifikasi teknologi ini sehingga pembuatannya lebih murah dan dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat yang berpendapatan rendah.

Keuntungan Ekonomi Menggunakan Biogas

Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas mudah

terbakar yang lain. Biogas sangat bermanfaat, seperti untuk memasak dengan

menggunakan biogas skala rumah tangga, untuk peternak yang memiliki 2 ekor

ternak dengan digester ukuran 2 m3 maka gas yang dihasilkan dapat digunakan memasak selama 2 jam/hari. Sisa keluaran hasil fermentasi biogas dapat juga

dimanfaatkan sebagai pupuk.

Menurut Said (2007:20) potensi gas yang akan dihasilkan oleh seekor

ternak serta keuntungan yang diperoleh apabila menggunakan biogas. Satu unit

reaktor biogas yang menggunakan umpan kotoran dari 2 – 4 ekor sapi perah

mampu memenuhi kebutuhan memasak satu rumah tangga pedesaan dengan 6

orang anggota keluarga, biogas yang dihasilkan tersebut setara dengan 1 – 2 liter

minyak tanah per hari. Keluarga peternak yang sebelumnya menggunakan minyak

tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak tanah 1 – 2 liter per

hari, jika harga minyak tanah dipedesaan Rp 4.500,-/liter, berarti keluarga

peternak bisa mengurangi pengeluaran sebesar Rp 1.642.500,- – Rp 3.285.000,-

(34)

Data yang disampaikan Syifaunindra (2008) bahwa potensi ketersediaan

biogas yang dapat dipergunakan oleh rumah tangga masyarakat pedesaan setara

dengan 10.985.502 liter minyak tanah, yang apabila kebutuhan rata-rata minyak

tanah rumah tangga 1.25 liter/hari, maka energi biogas dapat dipenuhi 8.788.401

per rumah tangga. jika diasumsikan masyarakat pedesaan membeli minyak tanah

seharga Rp 1.200,- per liter, jumlah uang yang biasanya untuk membeli minyak

tanah dapat dipergunakan untuk keperluan lain sebanyak Rp 4,8 triliun. Subsidi

pemerintah terhadap minyak tanah sekitar Rp 1.847,- per liter pada saat harga

minyak tanah import 45 dollar Amerika Serikat dan nilai tukar rupiah terhadap

dollar Rp 9.000,-. Dengan demikian subsidi bahan bakar minyak tanah dapat

disaving sebesar Rp 7,38 triliun.

Jika membahas lebih jauh tentang keuntungan peternak sapi perah yang

menggunakan biogas dengan tidak menggunakan biogas dapat kita lihat seberapa

besar keuntungan yang dapat diperoleh. Mulai dari gasnya sampai pada pupuk

organiknya. Ditinjau dari segi ekonomis biogas memberikan keuntungan lebih

besar. Dengan harga bahan bakar minyak yang sekarang ini bertambah mahal dan

semakin langka, peternak dapat memenuhi atau bahkan mengganti minyak tanah

menjadi gas. Sebagai contoh, jika sekarang harga minyak tanah Rp 4.000,- liter,

dan tiap rumah tangga menggunakan minyak tanah 2 – 3 liter setiap harinya, jadi

dengan menggunakan teknologi biogas peternak dapat menghemat biaya Rp

8.000,- – Rp 12.000,- /hari.

Hampir sama dengan yang dijelaskan Eirlangga (2007) bahwa nilai kalori

dari 1 meter kubik biogas sekitar 6.000 Kkal/m3 yang setara dengan setengah liter minyak disel. Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan untuk sebagai bahan

bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, batubara,

maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Penggunaan biogas sangat

(35)

Gambar 3. Model Instalasi biogas Menggunakan Plastik sebagai Digester

Adopsi

Pengertian Adopsi

“Adopsi Inovasi” mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis.

Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut

proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang

mempengaruhinya. Berbagai pengertian adopsi inovasi, maka pengertian yang

diberikan oleh Rogers dan Shoemaker tentang proses pengambilan keputusan

untuk melakukan adopsi inovasi, dimana ada beberapa elemen yang penting yang

perlu diperhatikan dalam proses adopsi inovasi (a) adanya sikap mental untuk

melakukan adopsi inovasi, dan (b) adanya konfirmasi dari keputusan yang telah

diambil (Soekartawi, 1988:55-56).

Adopsi diartikan penggunaan secara penuh suatu ide baru sebagai cara

terbaik. Selanjutnya dikatakan mengadopsi suatu inovasi atau teknologi adalah

(36)

yaitu (1) kemauan untuk melakukan sesuatu, (2) tahu cara yang akan dilakukan,

(3) tahu cara melakukannya, (4) mempunyai sarana untuk melakukannya.

Hampir sama dengan yang disampaikan Soejitno (1982) adopsi diartikan

sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide, alat-alat dan teknologi “baru” yang

disampaikan berupa pesan komunikasi (melalui penyuluhan). Manifestasi dari

bentuk adopsi ini, dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metoda, maupun

peralatan dan teknologi yang digunakan dalam kegiatan komunikasinya. Adopsi

diartikan sebagai penerimaan dan penggunaan inovasi baru dari komunikan

Berbeda pula dengan yang dijelaskan Totok (1993) adopsi, dalam proses

penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses

perubahan perilaku baik yang berupa : pengetahuan (cognitive), sikap (affective),

maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima

“inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Adopsi

merupakan proses penerimaan suatu yang “baru” yaitu menerima sesuatu yang

ditawarkan dan yang diupayakan oleh pihak lain (penyuluh).

Menurut Hasanuddin (2005:22) adopsi inovasi merupakan kemampuan

petani dalam menggunakan suatu teknologi untuk kegiatan usaha taninya.

Sedangkan menurut Subagiyo et al. (2005:313) proses adopsi merupakan proses

pelaksanaan suatu teknologi yang dapat berjalan secara sistematis sehingga

memberikan keuntungan secara ekonomis dan memberikan dorongan untuk

msyarakat setempat.

Seorang petani yang menggunakan metode atau teknologi baru dalam

usahanya dapat dianggap sudah mampu mengadopsi, namun dalam proses adopsi

yaitu tahap tahu, tahap minat, tahap menilai, tahap mencoba dan tahap

mengadopsi. Lima tahap tersebut tidak mutlak harus berurutan mulai satu sampai

lima. Kenyataan ada petani yang dari awalnya tahu kemudian langsung mencoba

dan menerapkannya, tanpa harus berminat dulu dan mengevaluasinya.

Slamet dalam Mulyadi (2007:39) menyatakan bahwa proses adopsi inovasi

adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru

(37)

menggunakan hal yang baru tersebut). Penerimaan atau penolakan inovasi ialah

keputusan yang dibuat oleh seseorang dan memerlukan jangka waktu tertentu.

Selain itu Ibrahim et al. (2003:66) menyatakan bahwa adopsi adalah

proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai

orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan) hal baru

tersebut. Sedangkan Van den Ban dan Hawkins (1999:124), menyatakan bahwa

adopsi itu menerapkan inovasi dalam skala besar setelah membandingkannya

dengan metode yang lama.

Diketahui bahwa adopsi merupakan proses dimana seseorang mulai

mencoba sampai menggunakan suatu teknologi baru atau metode baru, yang

dianggap dapat membantu dalam melaksanakan pekerjaan. Petani atau peternak

jika mengetahui adanya teknologi baru tidak langsung menggunakannya. Banyak

faktor yang dapat mempengaruhi, sehingga mereka belum menggunakan

teknologi tersebut. Sebagai contoh, teknologi biogas dimana memanfaatkan feses

ternak sapi menjadi gas. Peternak tidak langsung menggunakannya, namun

mereka perlu mengetahui keuntungan yang diperoleh setelah menggunakan

teknologi tersebut.

Derajat Pengadopsian

Derajat pengadopsian merupakan kecepatan penerimaan suatu inovasi

baru. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerimaan yang

pengadopsian suatu ide baru dalam suatu priode tertentu. Rogers dalam

Tipe keputusan inovasi mempengaruhi kecepatan adopsi. Secara umum

diharapkan bahwa tipe inovasi dapat dilakukan secara: (1) Sendiri (optional),

keputusan yang dibuat individu dengan mengabaikan keputusan lain dalam Hanafi

(1971), dijelaskan lebih lanjut bahwa salah satu variabel penjelas dari kecepatan

adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat inovasi itu sendiri. Selain sifat-sifat inovasi,

hal lain yang dapat menjadi variabel penjelas kecepatan adopsi adalah (1) tipe

keputusan inovasi, (2) sifat saluran komunikasi yang dipergunakan untuk

menyebarkan inovasi dalam proses keputusan inovasi, (3) ciri-ciri sistem sosial,

(38)

masyarakat sekitarnya, (2) Secara kelompok (kolektif), keputusan yang dibuat

oleh individu-individu dalam suatu masyarakat yang setuju membuat keputusan

bersama dan (3) Secara kekuasaan (otoriter), keputusan yang dipaksakan terhadap

individu oleh orang yang mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi.

Menurut Rogers (2003), semakin banyak orang yang terlibat dalam proses

pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya. Oleh karena itu,

salah satu jalan untuk mempercepat pengadopsian suatu teknologi adalah memilih

unit pembuat keputusan yang lebih sedikit melibatkan orang.

Kecepatan pengadopsian dipengaruhi juga oleh saluran komunikasi.

Saluran komunikasi yaitu alat yang digunakan untuk menyebarkan suatu inovasi

dan mempengaruhi dalam kecepatan pengadopsian inovasi. Saluran komunikasi

bisa berupa media massa seperti, televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain

sebagainya.

Hal lain yang juga dipertimbangkan dapat mempengaruhi kecepatan

pengadopsian suatu inovasi adalah sistem sosial, terutama norma-norma sistem.

Suatu sistem moderen tempo adopsi mungkin lebih cepat karena kurangnya

rintangan sikap antara para penerima (dalam hal ini peternak). Sedangkan dalam

sistem yang tradisional, mungkin tempo adopsi agak lebih lambat.

Sifat lain yang mempengaruhi percepatan inovasi yaitu agen pembaharu.

Agen pembaharu gencar melakukan usaha-usaha propomosi sehingga kecepatan

pengadopsian dan usaha agen pembaharu. Tugas agen pembaharu adalah

mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran

penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Agen pembaharu atau penyuluh harus

mampu menggunakan metode penyuluhan yang tepat untuk membantu peternak

membentuk pendapat dan mengambil keputusan.

Teori dan Konsep tentang Adopsi Teknologi Biogas

Menurut Ibrahim. et al. (2003:66) bahwa adopsi merupakan proses yang

terjadi sejak seseorang pertama kali mendengar hal yang baru sampai orang

tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan). Pada awalnya,

(39)

benar-benar baru atau yang sudah lama ditemukan namun masih dianggap baru oleh

petani sasaran. Petani sasaran tersebut menerapkan suatu inovasi, maka petani

tersebut meninggalkan cara-cara lama. Keputusan untuk menerima inovasi ini

merupakan proses mental, yang terjadi sejak petani sasaran tersebut mengetahui

adanya suatu inovasi sampai untuk menerima atau menolaknya dan kemudian

mengukuhkannya.

Keputusan untuk melakukan perubahan dari semula hanya pengetahui

sampai sadar dan mengubah sikap untuk melaksanakan ide baru tersebut, biasanya

juga merupakan hasil dari urutan-urutan kejadian dan pengaruh tertentu

berdasarkan dimensi waktu. Kata lain, perubahan yang dilakukan oleh seseorang

merupakan proses yang memerlukan waktu dan tiap-tiap orang berbeda satu sama

lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai hal yang melatarbelakangi,

misalnya karakteristik peternak, kondisi lingkungan dan teknologi yang diadopsi

(Baba. 2008).

Menurut Rogers (2003:168-169) bahwa keputusan inovasi merupakan

proses mental, sejak orang mengetahui adanya suatu inovasi sampai mengambil

keputusan untuk menerima atau menolaknya. Menerima atau menolak inovasi

merupakan keputusan yang dibuat oleh seseorang, jika menerima maka seseorang

akan menggunakan ide baru tersebut menolak inovasi tersebut karena merasa

tidak sesuai dengan pribadinya dan untuk digunakan. Proses keputusan suatu

inovasi tersebut terdiri dari pengetahuan (knowladge), persuasion, keputusan

(decision), implementasi dan konfirmasi. Keputusan seseorang dalam mengadopsi

suatu inovasi dipengaruhi beberapa faktor, misalnya karakteristik individunya dan

sifat inovasinya (teknologi).

Komponen Terkait tentang Adopsi Teknologi Biogas

Proses adopsi biogas merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan

dimensi waktu. Mengadopsi biogas berlangsung mulai dari peternak tahu adanya

teknologi biogas sampai peternak mau mencoba serta menggunakan teknologi ini

(40)

menggunakan biogas dalam kegiatan rumah tangganya. Seperti, memasak maupun

untuk tenaga listrik.

a. Investasi Peternak pada Teknologi Biogas

Investasi merupakan semua biaya yang dikeluarkan peternak untuk suatu

unit biogas. Biaya investasi tersbut meliputi biaya bahan untuk konstruksi dan

biaya upah pekerja. Selain itu ada juga biaya operasional yang dikeluarkan untuk

pemeliharaan dan perbaikan. Biaya ini digunakan untuk mengganti plastik

penampung yang bocor, perbaikan tangki pengurai (digester) dan pemeliharaan

kompor. Ada beberapa hal yang dapat diamati pada investasi peternak pada

teknologi biogas, diantaranya, biaya konstruksi biogas, biaya membangun

digester, upah pekerja dan besarnya biaya operasional. Oleh karena itu,

pengadopsian tentang teknologi biogas dapat diketahui dari investasi masyarakat

tentang teknologi biogas.

b. Penggunaan Tangki Pengurai (digester)

Prinsip bangunan digester adalah menciptakan suatu ruang kedap udara

yang menyatu dengan saluran pemasukan dan pembuangan. Saluran pemasukan

berfungsi untuk saluran pemasukan feses atau kotoran ternak yang telah dicampur

dengan air, sedangkan lubang pengeluaran bertujuan menyalurkan sisa hasil

perombakan yang terjadi pada digester menuju bak pembuangan (Sri,

2009:56-78).

Menurut Said (2007), bahwa tangki digester bisa terbuat dari berbagai

bahan seperti, beton, fiber, plastik, dan drum. Kapasitas dari digester dapat di

sesuaikan dengan kebutuhan, semakin besar semakin bagus. Setiap digester

dilengkapi lubang pemasukan dan pengeluaran sebagai tempat pemasukan feses

dan keluarnya limbah biogas dari tangki pengurai. Pada ujung pemasukan

dihubungkan sebuah bak dengan ukuran 50 x 50 cm sebagai tempat pencampur

kotoran ternak. Pada ujung saluran pembuangan dibuat bak pembuangan dengan

ukuran 100 x 50 cm.

Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan

(41)

memasukkan feses dalam digester, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi

digester, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis-jenis digester dan tingkat

pengetahuan peternak tentang model digester.

c. Penggunaan Katup

Fungsi katup pengaman adalah untuk menjebak air yang ikut keluar dari

tangki digester serta sebagai lubang pengeluaran gas apabila produksi gas

berlebih. Model katup bisa bermacam-macam, bentuk kotak, bentuk tabung dan

lain sebagainya, serta bahan bahannya dapat dibuat dari bahan pipa, botol plastik

maupun bahan fiber (Said, 2007).

Irmawati et al. (2008) bahwa model instalasi biogas yang digunakan di

Sulawesi Selatan menggunakan katup sebagai pengaman. Model yang digunakan

berbentuk tabung dimana terdapat lubang pengeluaran dan pemasukan air. Air

berfungsi untuk mengikat kandungan air yang ikut dari digester serta untuk

menahan gas agar tidak keluar melalui lubang. Katup juga berfungsi tempat

keluarnya gas apabila produksi gas berlebih.

Komponen yang mendukung peternak tentang penggunaan katup

pengaman pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak

tentang fungsi katup, tingkat pengetahuan peternak tentang fungsi air dalam

katup, tingkat pengetahuan peternak tentang posisi katup pada instalasi biogas dan

tingkat pengetahuan peternak tentang bahan yang dapat digunakan untuk katup.

d. Penggunaan Penampung Gas

Menurut Said (2007), bahwa fungsi penampung gas adalah untuk

menampung gas yang telah diproduksi dari tangki pengurai (digester). Bahan

yang digunakan untuk penampung gas biasanya dari bahan plastik dengan ukuran

120 x 400 cm dan ukuran penampung gas dapat disesuaikan dengan kebutuhan

peternak. Sedangkan Irmawati et al. (2008), bahwa model instalasi yang

dikembangkan di Sulawesi Selatan semuanya menggunakan penampung gas.

Bahan yang digunakan yaitu bahan plastik dengan ukuran 120 x 400 cm, jenis

(42)

Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan

penampung gas pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak

tentang fungsi penampung, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis plastik

yang digunakan untuk penampung gas, tingkat pengetahuan peternak tentang

kapasitas penampung gas yang dapat digunakan dan tingkat pengetahuan peternak

posisi penampung gas agar gas dapat mudah keluar ke kompor.

e. Penggunaan Kompor

Menurut Said (2007), bahwa kompor biogas dapat dibuat dari kompor

LPG yang telah dimodifikasi, selain itu bisa juga dibuat dari kaleng bekas dengan

syarat yang sesuai sehingga menyerupai kompor. Prinsip kerja kompor biogas

dapat mengeluarkan gas yang sesuai untuk kebutuhan pembakaran. Menurut

Irmawati et al. (2008), menjelaskan bahwa setiap instalasi biogas memerlukan

kompor sebagai tempat keluarnya gas sehingga dapat digunakan untuk memasak.

Secara umum kompor yang digunakan oleh peternak yaitu kompor gas biasa.

Kompor gas yang digunakan terlebih dahulu dimodifikasi agar cocok digunakan

untuk biogas.

Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang penggunaan

kompor pada teknologi biogas diantaranya, tingkat pengetahuan peternak tentang

fungsi kompor, tingkat pengetahuan peternak tentang jenis kompor yang cocok

digunakan untuk kompor biogas, tingkat pengatahuan peternak untuk

memodifikasi kompor LPG.

f. Peternak Menggunakan Biogas untuk Keperluan Sehari-hari

Menggunakan biogas dapat memberikan keuntungan dalam kehidupan

sehari-hari. Pertama, biogas dapat digunakan untuk memasak. Gas yang diperoleh

dari proses fermentasi mengandung gas metan dan mudah terbakar. Biogas dapat

digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak seperti minyak tanah dan gas

LPG. Gas yang telah ditampung kemudian disalurkan ke kompor. Ukuran

penampung gas sebanyak 4-5 m3 dapat digunakan untuk memasak untuk skala

(43)

Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang intensitas

penggunaan biogas untuk memasak sehari-hari diantaranya, tingkat pengetahuan

peternak tentang penggunaan teknologi biogas untuk mengolah feses ternak,

tingkat penggunaan biogas untuk menjaga kebersihan lingkungan dan

penggunaan biogas agar feses yang menumpuk di sekitar kandang.

g. Peternak Melakukan Pemeliharaan pada Instalasi Biogas

Keberlanjutan penggunaan teknologi biogas harus dilakukan dengan cara

pemeliharaan secara rutin. Kerusakan pada tangki pengurai menjadi kendala yang

sering dihadapi oleh masyarakat. Pemeliharaan dilakukan dengan menjaga agar

penampung gas dan digester terhindar dari benda-benda asing sehingga tidak

bocor. Komponen yang mendukung pengadopsian peternak tentang pemeliharaan

teknologi biogas diantaranya, pemeliharaan peternak pada digester, intensitas

pemeliharaan peternak pada penampung gas, pemeliharaan peternak pada kompor

dan peternak menjaga agar saluran pada biogas tidak ada yang bocor.

Karasteristik Peternak

Umur

Umur dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.

Menurut Soekartawi (1988, 71), bahwa makin muda petani biasanya mempunyai

semangat ingin tahu tentang apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan

demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun

sebenarnya masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut.

Masyarakat yang masih muda memiliki kemampuan fisik lebih kuat untuk bekerja

dan lebih cepat dalam menerima inovasi baru dibandingkan dengan yang berumur

tua. Mengenai keterampilan, masyarakat yang berumur tua biasanya lebih

terampil dalam mengelola usaha dibanding yang muda karena mereka lebih

(44)

Pendidikan

Menurut Hamalik (1999, 2:3) bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan

bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses

mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin

dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan

dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat.

Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan seorang petani dalam

mengadopsi suatu teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka

dalam memahami suatu teknologi semakin mudah. Pendidikan menunjukkan

tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pula pengetahuannya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Margono dalam Setiadin (2005)

menyatakan bahwa pendidikan warga belajar akan mempengaruhi pemahaman

seseorang dalam mempelajari sesuatu baik berupa keterampilan maupun

pengetahuan. Artinya hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar akan dapat

membuatnya melihat hubungan yang nyata antara berbagai fenomena yang

dihadapi.

Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, tingkat pendidikan dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak. Akibat tidak mengetahui manfaat

teknologi tersebut kebanyakan peternak atau petani tidak berani mengadopsi suatu

teknologi. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka

semakin mudah dalam mencoba ide-ide baru.

Pendapatan

Pendapatan merupakan keutungan yang diperoleh petani atau peternak dari

hasil usahanya. Pendapatan diperoleh setelah mengeluarkan semua biaya-biaya

yang digunakan selama usaha berlangsung. Kondisi sekarang ini pendapatan

peternak sangat mempengaruhi pola hidup peternak, dimana tingkat kebutuhan

yang semakin meningkat namun pendapatan yang diperoleh tidak mengalami

(45)

Pendapatan diukur dari penerimaan yang diterima peternak setelah

dikurangi oleh biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam proses kegiatan

peternakan. Keterbatasan dana dalam kegiatan peternakan dapat mempengaruhi

adopsi peternak untuk mengadopsi teknologi biogas. Peternak per petani lebih

mementingkan kebutuhan lain yang lebih mendesak yang harus dipenuhi.

Motivasi

Zainun (1989), menyatakan motivasi adalah menggambarkan hubungan

dan harapan. Keuntungan yang dirasakan dengan menggunakan suatu teknologi

dapat menyebabkan seseorang termotivasi untuk menjalankan pekerjaannya.

Teknologi yang sebelumnya hanya dicoba oleh seseorang akan digunakan

sepenuhnya.

Danim (2004:15), menyatakan motivasi merupakan kekuatan yang muncul

dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu atau keuntungan tertentu

di lingkungan atau dunia kerjanya sendiri. Motivasi dapat mengarahkan orang

dalam mengambil tindakan, sehingga motivasi merupakan proses yang

mendorong manusia untuk mencapai tujuannya. Motivasi mempengaruhi

seseorang dalam bekerja atau mungkin menjauhi pekerjaan, oleh karena itu

beberapa unsur motivasi, seperti motivasi positif, motivasi negatif, motivasi dari

dalam dan motivasi dari luar.

Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement

MotivationTheory (Robbins, 1996:220) bahwa bagaimana suatu energi dari dalam

diri dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi

seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Hal-hal yang memotivasi

seseorang diantaranya :

(1) Kebutuhan akan prestasi, merupakan daya pengerak yang memotivasi

semangat kerja seseorang. Kebutuhan akan prestasi mendorong seseorang

untuk mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan serta

energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal.

(2) Kebutuhan akan afiliasi, menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat

(46)

orang lain di lingkungan tempat tinggalnya. Kebutuhan rasa dihormati,

kebutuhan untuk maju dan tidak gagal dan kebutuhan untuk ikut

berpartisipasi.

(3) Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan daya penggerak yang memotivasi

semangat kerja seseorang. Hal ini memotivasi seseorang demi mencapai

kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.

Keterdedahan Peternak pada Informasi Biogas

Sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi.

Sumber informasi dapat berasal dari media massa, tetangga, teman, petugas

penyuluh pertanian, pedagang, pejabat desa, atau dari informan yang lain. Ketika

petani belajar tentang ide baru atau inovasi baru, maka sumber informasi yang

paling relevan yaitu berasal dari majalah-majalah pertanian, kemudian sumber

informasi lain adalah para tetangga atau petani yang tinggal di sekitar dimana

petani melakukan adopsi inovasi tersebut bertempat tinggal (Soekartawi, 1988).

Sumber informasi sangat membantu petani maupun peternak untuk

mengembangkan suatu teknologi baru. Sekarang ini semua informasi yang kita

butuhkan dapat diperoleh dengan mudah. Teknologi biogas dengan mudah

diakses baik dari majalah, surat kabar, televisi, radio dan yang lebih canggih lagi

dengan menggunakan internet.

Pengalaman Beternak

Pengalaman dapat menunjukkan pengetahuan yang mendalam tentang

usaha yang dikelola selama ini, sehingga akan berfikir untuk mempermudah

pekerjaan yang selama ini digelutinya atau berfikir untuk meningkatkan

produktivitas usahanya dengan sumberdaya yang dimilikinya. Masyarakat yang

berpola pikir seperti ini cenderung mencari teknologi sedangkan masyarakat yang

selama ini merasa aman dengan pola usaha memiliki kecenderungan apatis

terhadap sebuah teknologi. Jika dikaitkan dengan teknologi biogas, maka

teknologi biogas betul-betul memerlukan suatu pengetahuan tinggi dan kemauan

untuk menanggung resiko besar karena memerlukan biaya yang cukup tinggi

(47)

Jumlah Kepemilikan Ternak

Jumlah kepemilikan ternak merupakan banyaknya ternak yang dimiliki

seseorang. Menurut Soekartawi (1988:93), bahwa ukuran usaha tani berhubungan

positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru memerlukan skala usaha

tani dan sumber daya untuk keperluan adopsi inovasi. Hal ini di pengaruhi agar

hasil yang diperoleh lebih bermanfaat. Menurut Irmawati et al. (2008), bahwa

teknologi biogas sangat dipengaruhi oleh jumlah kepemilikan ternak, karena akan

menentukan jumlah feses yang diproduksi setiap harinya. Mengetahui produksi

feses, besar digester dapat disesuaikan sehingga tidak terjadi lagi kekurangan

feses ataupun kelebihan feses. Digester yang memiliki kapasitas lebih besar dari

skala usaha peternak, maka produksi gas tidak akan optimal.

Mengadopsi suatu teknologi dapat mempercepat peternak dalam

mengembangkan skala usaha peternakannya. Skala kepemilikan ternak perah

umumnya yang dikembangkan di Indonesia antara 2 sampai 5 ekor. Jumlah

tersebut, biogas untuk skala rumah tangga sudah dapat diterapkan. Hal tersebut

tidak menjamin peternak dapat mengadopsi teknologi biogas, sering kali peternak

lebih memerlukan teknologi pengolahan pakan.

Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya orang yang tinggal dalam satu

tempat tinggal. Anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi. Menurut

Soekartawi (1988:87), penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap seluruh

sistem keluarga. Pada umumnya anggota keluarga sering dijadikan sebagai teman

diskusi dan berkonsultasi dalam memutuskan untuk menerima suatu inovasi.

Irmawati et al. (2008) bahwa jumlah anggota keluarga peternak menentukan

banyaknya gas yang dibutuhkan untuk memasak. Anggota keluarga semakin besar

jumlahnya, maka kebutuhan BBM semakin besar pula. Hal ini dihubungkan

dengan kebutuhan biogas, maka semakin banyak anggota keluarga berarti

Gambar

Gambar 1. Model Pengembangan Sapi Perah Skala Rumah Tangga
Gambar 2. Tahap Pembentukan Biogas
Tabel 1. Komposisi gas yang terdapat dalam biogas dapat dilihat dari tabel
Gambar 3. Model Instalasi biogas Menggunakan Plastik sebagai Digester
+5

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun spesies baru dan wilayah hidupnya telah ditemukan di seluruh bagian daerah yang sedang diteliti, dan diharapkan ada penambahan pengetahuan baru dari hasil temuan

Kecamatan Pancoran Mas, dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Kelurahan Depok, terdiri dari enam kelurahan dan enam desa dengan jumlah penduduk 156.118 jiwa,

Dari definisi diatas diperoleh pengertian bahwa kemiskinan merupakan kondisi hidup seseorang yang merujuk pada keadaan kekurangan dalam memenuhi kebutuhan

Etika lingkungan dapat digolongkan ke dalam faktor endogen yang dapat mempengaruhi kesadaran lingkungan, sehingga pada penelitian ini etika lingkungan tidak

Laporan Gratifikasi ini saya sampaikan dengan sebenar-benarnya. Apabila ada yang sengaja tidak saya laporkan atau saya laporkan kepada UPG Kota Tangerang Selatan secara tidak

Perbedaan kekerasan paduan Ti-6Al- 4V yang didapatkan dalam penelitian ini dibandingkan penelitian terdahulu diantaranya dapat diakibatkan perbedaan lama waktu

Hal ini menunjukkan bahwa sebaran konsentrasi nitrat dan kelimpahan fitoplankton lebih dipengaruhi oleh sumber nitrat, kecepatan arus dan pola arus yang terbentuk... Peta