PENGARUH PENAMBAHAN
MAGNESIUM/ALUMINIUM BERONGGA TERHADAP
SIFAT MEKANIS BAHAN RENDAH BISING
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
JEFRI PANTAS MANURUNG NIM. 100421044
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Aluminium merupakan logam putih keperakan yang sangat lemah dan lunak, tetapi bila dipadukan dengan sejumlah unsur logam lain seperti (Mg, Cu, Fe, Si) dapat meningkatkan kekuatan dari aluminium tersebut. Pada penelitian ini dilakukan penambahan unsur magnesium kedalam aluminium sekrap untuk mengetahui sifat mekanis bahan rendah bising. Dimana magnesium merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya dan sifat magnesium yang sangat baik yaitu dapat meningkatkan kekerasan, dan kekuatan tarik. Hasil paduan aluminium-magnesium ini sangat ringan dibandingkan dengan besi dan baja. Pada proses peleburan aluminium-magnesium dan pengecoran berongga terhadap spesimen dimana rekayasa rongga merupakan proses cara pembuatan rongga (lubang) untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur magnesium yang disesuaikan dengan variasi 2%, 4% dan 6% terhadap aluminium berongga. Hasil peleburan aluminium-magnesium dicetak menggunakan cetak pasir dan dibentuk menjadi spesimen dan setelah itu dilakukan pengujian kekerasan dan uji tarik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hasil yang optimum adalah pada komposisi 93,12% aluminium dan 6% magnesium dengan karakteristik sebagai berikut: Kekerasan 132,70 BHN dan Tensil strength 164,10 N/mm², Yield strength 122,54 N/mm² dan Elongation 4,64%. Semakin meningkat penambahan unsur magnesium terhadap aluminium maka semakin meningkat juga hasil kekerasan dan uji tariknya.
Kata kunci : Aluminium sekrap, magnesium, pengecoran berongga, peleburan,
ABSTRAK
Aluminium is white metal silvery very feeble and malleable, but if combined with a number of metallic element another ( such as mg, cu, fe, si ) can increase the power of aluminium. On the study is done the addition of the elements of magnesium into aluminum sekrap to know the nature of mechanical material low noise. Where metal magnesium is the most mild in terms of weight of its kind and the nature of magnesium which it so good, can be increased the violence, and tensile strength. The result of an alloy aluminium-magnesium this very light compared with iron and steel. In the process of melting aluminium-magnesium and casting hollow against the specimen where engineering cavity is a process of the procedure of making a cavity (hole ) to know the influence of the addition of the elements of magnesium which it adjusted with the variation of 2 %, 4 % and 6 % for aluminum hollow Resulting from the use of a print aluminium-magnesium printed sand. formed into a specimen and after it was done testing violence and test pull. The results of tests indicating that results optimum is in composition 93,12 % of aluminium and 6 % magnesia with characteristic as follows: violence 132,70 bhn and tensil strength 164,10 n / mm2, yield strength 122,54 n / mm2 and elongation
4,64 %. The increasing the addition of the elements of aluminum and magnesium against the increasing violence and lure also the result of the test
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Teknik Mesin dalam menyelesaikan
studi di Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Penambahan Magnesium / Aluminium berongga terhadap sifat mekanis bahan rendah bising”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua, yang telah banyak memberikan materi dan moril serta
dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.
2. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai ketua Departemen Teknik
Mesin FT-USU dan selaku dosen pembimbing penulis dalam penyelesaian
tugas sarjana ini.
3. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU.
4. Teman Satu team (Bang Fadli,Felix ) yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk bergabung dalam penyelesaian tugas sarjana ini.
5. Teman satu kerja yang telah banyak menbantu saya dalam melakukan
6. Kakak, adik-adik dan keluarga besar penulis yang banyak memberi
dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah dan hingga tugas
sarjana ini selesai.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai
pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila terdapat
kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini penulis
mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam
penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya.
Medan, Mei 2013
Penulis,
JEFRI PANTAS MANURUNG
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR NOTASI ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 1
1.3 Tujuan Penilitian ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 2
1.5 Sistematika Penulisan ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aluminium ... 4
2.2 Magnesium ... 6
2.3 Paduan Aluminium-Magnesium ... 7
2.4 Teori Pengecoran ... 8
2.4.2 Proses Pengecoran ... 9
2.4.3 Pembuatan Cetakan ... 11
2.5 Bentuk-bentuk Porositas ... 12
2.5.1 Cara Menghilangkan Porositas ... 13
2.6 Variabel Riset dan Analisis ... 14
2.7 Uji Tarik ... 15
2.8 Pengujian Kekerasan ... 20
2.8.1 Metode Brinell ... 21
2.4.3 Metode Vickers ... 21
2.4.4 Metode Rockwell ... 22
2.8.5 Metode Micro Hardness ... 22
2.9 Pengujian Komposisi ... 23
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Pengecoran ... 24
3.1.1 Aluminium ... 24
3.1.2 Magnesium ... 24
3.2 Alat-Alat Penelitian ... 25
3.3 Proses Peleburan ... 28
3.4 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)... 31
3.4.1 Set Up Pengujian Kekerasan... 31
3.4.3 Bahan Pengujian ... 32
3.5 Mikroskop Optic ... 33
3.5.1 Prosedur Pengujian ... 33
3.5 Diagram Alir Penelitian ... 35
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Brinell ... 36
4.1.1 Hasil Uji Brinell Al-Mg (2%) ... 37
4.1.2 Hasil Uji Brinell Al-Mg (4%) ... 38
4.1.3 Hasil Uji Brinell Al-Mg (6%) ... 38
4.2 Hasil Uji Tarik ... 40
4. Hasil Uji Foto mikro ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA... 49
...
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.10 Proses peleburan Aluminium-Magnesium ... 29
Gambar 3.11 Proses pengadukan Aluminium-Magnesium ... 30
Gambar 3.12 Proses Penuangan Aluminium-Magnesium ke dalam cetakan.. 30
Gambar 3.13 Bentuk spesimen hasil coran dan yang telah di bubut ... 30
Gambar 3.14 Set up Pengujian kekerasan ... 31
Gambar 3.15 Dimensi spesimen Al-Mg. ... 32
Gambar 3.16 Dimensi spesimen uji tarik batang... 33
Gambar 3.18 Foto mikro 200x dan 500x.. ... 34
Gambar 3.15 Diagram Alir Penelitian ... 35
Gambar 4.1 Bentuk Spesimen setelah pengujian 37... Pada masing- masing variasi ... 39
Gambar 4.6 Grafik kenaikan kekerasan pada variasi Al-Mg ... 40
Gambar 4.7 Grafik Al 94,04% - Mg 2%... 40
Gambar 4.8 Grafik Al 93,80 % - Mg 4%... 42
Gambar 4.9 Grafik Al 93,12 % - Mg 5,69 %... 43
Gambar 4.10 Perbandingan yield strength dengan tensile strength 44... ... ... ... 42
Kekuatan Tarik ... 59
Gambar 4.11 Perbandingan Elongation ... 45
Gambar 4.12 Bentuk perpatahan dari Aluminium coran ... 45
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil uji kekerasan Al-Mg (2 %) ... 37
Tabel 4.2 Hasil uji kekerasan Al-Mg (4 %) ... 38
DAFTAR NOTASI
Simbol Arti Satuan
P Beban kgf
D Diameter cm
σ Tegangan MPa
ε Regangan %
E Modulus Elastisitas MPa
Lf Panjang Akhir cm
Lo Panjang Awal cm
∆L Pertambahan Panjang cm
ABSTRAK
Aluminium merupakan logam putih keperakan yang sangat lemah dan lunak, tetapi bila dipadukan dengan sejumlah unsur logam lain seperti (Mg, Cu, Fe, Si) dapat meningkatkan kekuatan dari aluminium tersebut. Pada penelitian ini dilakukan penambahan unsur magnesium kedalam aluminium sekrap untuk mengetahui sifat mekanis bahan rendah bising. Dimana magnesium merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya dan sifat magnesium yang sangat baik yaitu dapat meningkatkan kekerasan, dan kekuatan tarik. Hasil paduan aluminium-magnesium ini sangat ringan dibandingkan dengan besi dan baja. Pada proses peleburan aluminium-magnesium dan pengecoran berongga terhadap spesimen dimana rekayasa rongga merupakan proses cara pembuatan rongga (lubang) untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur magnesium yang disesuaikan dengan variasi 2%, 4% dan 6% terhadap aluminium berongga. Hasil peleburan aluminium-magnesium dicetak menggunakan cetak pasir dan dibentuk menjadi spesimen dan setelah itu dilakukan pengujian kekerasan dan uji tarik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hasil yang optimum adalah pada komposisi 93,12% aluminium dan 6% magnesium dengan karakteristik sebagai berikut: Kekerasan 132,70 BHN dan Tensil strength 164,10 N/mm², Yield strength 122,54 N/mm² dan Elongation 4,64%. Semakin meningkat penambahan unsur magnesium terhadap aluminium maka semakin meningkat juga hasil kekerasan dan uji tariknya.
Kata kunci : Aluminium sekrap, magnesium, pengecoran berongga, peleburan,
ABSTRAK
Aluminium is white metal silvery very feeble and malleable, but if combined with a number of metallic element another ( such as mg, cu, fe, si ) can increase the power of aluminium. On the study is done the addition of the elements of magnesium into aluminum sekrap to know the nature of mechanical material low noise. Where metal magnesium is the most mild in terms of weight of its kind and the nature of magnesium which it so good, can be increased the violence, and tensile strength. The result of an alloy aluminium-magnesium this very light compared with iron and steel. In the process of melting aluminium-magnesium and casting hollow against the specimen where engineering cavity is a process of the procedure of making a cavity (hole ) to know the influence of the addition of the elements of magnesium which it adjusted with the variation of 2 %, 4 % and 6 % for aluminum hollow Resulting from the use of a print aluminium-magnesium printed sand. formed into a specimen and after it was done testing violence and test pull. The results of tests indicating that results optimum is in composition 93,12 % of aluminium and 6 % magnesia with characteristic as follows: violence 132,70 bhn and tensil strength 164,10 n / mm2, yield strength 122,54 n / mm2 and elongation
4,64 %. The increasing the addition of the elements of aluminum and magnesium against the increasing violence and lure also the result of the test
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil dari penggunaan Aluminium yang begitu banyak mengakibatkan
banyaknya bertambah limbah aluminium sehingga dapat mencemari lingkungan,
oleh sebab itu sangatlah perlu untuk memanfaatkan limbah aluminium untuk diolah
kembali menjadi bahan teknik yang berguna, salah satu cara untuk mencegah
perambatan/radiasi kebisingan pada komponen/struktur mesin, ruangan/bangunan
serta dalam kebisingan industri, ialah dengan penggunaan material akustik yang
bersifat menyerap atau meredam bunyi sehingga bising yang terjadi dapat
direduksi.
Aluminium merupakan logam putih keperakan yang sangat lemah dan lunak
Faktor yang penting dalam memilih aluminium (Al) dan paduaannya adalah,
ketahanan terhadap korosi oleh banyak bahan kimia, konduktivitas termal dan
listrik yang tinggi, penampilan, dan kemudahan formability (mampu bentuk) dan
machinability (mampu mesin). Magnesium (Mg) adalah logam teknik ringan, dan
memiliki karakteristik meredam getaran yang baik. Magnesium juga merupakan
unsur paduan dalam berbagai jenis logam non-ferrous.Hasil paduan dari kedua
unsur ini lebih ringan dibandingkan dengan besi atau baja, ketahanan korosi yang
baik, mengurangi kebisingan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pada paduan Aluminium-Magnesium berongga sebagai material rendah
bising. Karena diketahui aluminium itu adalah logam yang lemah dan lunak,
sehingga penambahan magnesium pada aluminium tersebut dapat meningkatkan
sifat mekanis bahan rendah bising.
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan
magnesium /aluminium berongga terhadap sifat mekanis bahan rendah bising.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penelitian adalah:
1. Melakukan proses peleburan dengan bentuk pengecoran beronggga
(lubang )
2. Untuk mengetahui hasil Uji kekerasan, Uji tarik, dan komposisi dari
Aluminium sekrap yang telah di lebur kembali dengan penambahan
unsur Magnesium ( Mg ) 2%, 4% dan 6%
3. Melakukan pengujian foto mikro pada variasi umsur magnesium 6%
1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini hanya dibatasi dengan:
1. Penambahan magnesium terhadap aluminium berongga dengan variasi 2%,
4% dan 6%.
2. Pengujian yang dilakukan adalah uji kekerasan, uji tarik, komposisi.
1.5 Sistematika Penulisan
Tugas Akhir ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab
Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang penelitian,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II kajian materi pada tinjauan pustaka yang berisikan mengenai
aluminium,magnesium, paduan aluminium-magnesium, teori pengecoran,
pembuatan cetakan, teori uji kekerasan, uji tarik, dan uji komposisi.
Bab III metode penelitian, berisikan urutan dan cara yang dilakukan pada
penelitian mulai dari bahan, alat yang digunakan, proses peleburan, cara penelitian,
variabel riset dan analisis.
Bab IV analisa data yang berisikan penyajian data-data hasil penelitian uji
kekerasan, uji tarik dan komposisi.
Bab V kesimpulan dan saran sebagai penutup yang berisikan kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian dan saran untuk pengembangan peleburan paduan
aluminium dan magnesium.
Daftar Pustaka berisikan literatur-literatur yang digunakan dalam penelitian
dan penyusunan laporan ini.
Lampiran pada bagian ini berisikan lampiran-lampiran dan data-data
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aluminium
Aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas
penggunaannya di dunia. Aluminium banyak digunakan di dalam semua sektor
utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat
rumah tangga serta peralatan mekanis. Adapun sifat-sifat aluminium antara lain
sebagai berikut :
a) Kuat
Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam
lain. Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan
tinggi seperti : pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan
lain-lain.
b) Tahan terhadap korosi
Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang
dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur
kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut.
c) Mudah dibentuk
Proses pengerjaan aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung
dengan logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder,
adhesive bonding, sambungan mekanis, atau dengan teknik
penyambungan lainnya.
d) Ringan
Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan
banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara.
e) Memantulkan sinar dan panas
Aluminium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan
sebuah cermin. Sifat pantul ini menjadikan aluminium sangat baik untuk
peralatan penahan radiasi panas
f) Konduktor listrik
Aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika
dibandingkan dengan tembaga. Karena aluminium tidak mahal dan ringan,
maka aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun
bawah tanah (Ir. Tata Surdia. M.S. Met. E).
g) Konduktor panas
Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat
pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energy
h) Non magnetik
Aluminium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik,
pemancar radio/TV dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi
negatif.
i) Mampu diproses ulang-guna
Mendaur ulang kembali melalui proses peleburan dan selanjutnya
dibentuk menjadi produk seperti yang diinginkan. Proses ulang-guna ini
dapat menghemat energi, modal dan bahan baku yang berharga.
j) Menarik
Aluminium sering digunakan tanpa diberi proses pengerjaan akhir.
Tampak permukaan aluminium sangat menarik dan karena itu cocok untuk
perabot rumah (hiasan), bahan bangunan dan mobil. Disamping itu
aluminium dapat diberi surface treatment, dapat dikilapkan, disikat atau
dicat dengan berbagai warna, dan juga diberi proses anodisasi. Proses ini
menghasilkan lapisan yang juga dapat melindungi logam dari goresan dan
jenis abrasi lainnya.
k) Memiliki ketangguhan yang baik
Dalam keadaan dingin dan tidak seperti logam lainnya yang menjadi getas
bila didinginkan. Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada transportasi
2.2. Magnesium
Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal
berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium,
hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu
diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan
pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.
Gambar 2.1. Diagram Phase Magnesium, Suhu(°C) Vs Mg(%)
Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan
hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang
mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan
nilai inersia yang rendah. Magnesium mempunyai temperatur 650°C yang
perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.1.
Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan
cukup kuat. Unsur ini mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelah-belah
secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api
secara hati-hati. Terutama jika logam ini dalam keadaan terbelah-belah secara
halus. Air tidak boleh digunakan pada magnesium yang terbakar atau kebakaran
yang berdasarkan magnesium.
Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk
Incendiary Bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan
dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan Missile.
Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika
digunakan sebagai Alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi
grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan Conventional
Propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi
uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (Milk of
Magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran.
Magnesite digunakan untuk Refractory, sebagai batu bata dan lapisan di
tungku-tungku pemanas.
2.3. Paduan Aluminium - Magnesium
Aluminium banyak dipakai dengan paduan unsur lain, sebab tidak
kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya, serta mampu cornya diperbaiki
dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang ditambahkan pada
aluminium selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan
sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Keberadaan
magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup
drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium
paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan
terjadi pada suhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam
paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana
Gambar 2.2. Al-Mg phase diagram, Temperatur (°C) Vs %
Mg(http://www.aluminiumlearning.com)
Gambar diagram fasa Al-Mg diatas memperlihatkan penambahan Mg
hingga komposisi 35.0%Mg akan cenderung menurunkan temperatur cair dari
paduan aluminium. Penambahan Mg pada aluminium untuk fasa biner akan
menghasilkan berbagai fasa seperti Al (0-17.1%Mg), Al2Mg2 (36.1 – 37.8%Mg),
Al12Mg17 (42-58%Mg), Mg (87-100%Mg). Unsur Mg pada paduan aluminium
alloy type 6063 dapat memperbaiki sifat mekanis hinggan kisaran 0.451-0.651%
( Omotoyinbo,2010).
2.4. Teori Pengecoran 2.4.1.Sejarah Pengecoran
Sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana
mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4.000
sebelum Masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat tidak diketahui. Pengecoran
dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan
mendingin dan membeku.
Penggunaan logam oleh orang ialah ketika orang membuat perhiasan dari
emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan
menempa tembaga, hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam
secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara
untuk menuang logam cair kedalam cetakan, dengan demikian untuk pertama
kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk rumit. Coran tersebut dibuat
dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik cairnya lebih
rendah dari titik cair tembaga.
Pengecoran perunggu di lakukan pertama di Mesopotamia, kira-kira 3000
tahun sebelum Masehi. Teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina.
Teknik pengecoran Mesopotomia diteruskan juga ke Eropa padatahun 1500 - 1400
sebelum Masehi dan pada abad ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara
besar-besaran. Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara langsung
logam cair yang di dapat dari biji besikedalam cetakan, jadi tidak dengan jalan
mencairkan kembali besi kasar seperti cara sekarang.Coran paduan Alumanium
dibuat pada akhir abad 19 setelah cara pemurnian elektrolisasi (Purnomo., 2004).
2.4.2. Proses Pengecoran
Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang
diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang
tidak baik, maka dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat
tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga,
magnesium, mangan, nikel, silikon dan sebagainya(Ir.Tata Surdia M.S. Met. E).
Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil
coran yang baik, yaitu ; bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran
hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan
cetakandibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga
cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebal irisan dan macam
logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan
seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Kwalitas coran tergantung pada
saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka penentuanya
memerlukan pertimbangan yang teliti.
Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam
rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam
Bagian-bagian tersebut terdiri dari : cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran
masuk.
1. Cawan tuang
Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel.
Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun
di bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat
melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena
itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan antara : H
tinggi logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya
terlalu kecil, umpamanya kurang dari 3, maka akan terjadi pusaran-pusaran
dan timbullah terak atau kotoran yang terapung pada permukaan logam cair.
Karena itu dalamnya cawan tuang sebaiknya dibuat sedalam mungkin.
Sabaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan logam cair
yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak
ekonomis (Ir.Tata Surdia M.S. Met. E).
2. Saluran turun
Salurun turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam
dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat
lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya
sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas kebawah yang
pertama dipakai kalau dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar,
sadangkan yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran
sebanyak mungkin. Salurun turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan
mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas
yang dibuat dari samot. Samot ini cocok untuk membuat salurun turun yang
panjang. Ukuran diameter saluran turun bervariasi, tergantung dari berat
coran.
Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke
bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai
irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian
mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas
permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih
efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin
untuk melambatkan pendinginan logam cair. Logam cair dalam pengalir
masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada permulaan
penuangansehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran
tersebut. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir agar
logam cair yang pertama masuk akan mengisi seluruh ruang pada cetakan,
serta membuat kolam putaran pada saluran masuk dan membuat saluran
turun bantu.
4. Saluran Masuk
Salauran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir
kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih
kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam
rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar,
trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga
cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Irisannya diperkecil ditengah
dan diperbesar lagi kearah rongga saluran dan irisan terkecil ini mudah
diputuskan sehingga mencegah kerusakan pada coran.
2.4.3. Pembuatan Cetakan
tanah lempeng. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti
tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan
cetakan (Tata Surdia, 1992).
b. Cetakan Logam
Cetakan ini dibuat dengan menggunakan bahan yang terbuat dari
logam. Cetakan jenis logam biasanya dipakai untuk industri-industri
besar yang jumlah produksinya sangat banyak, sehingga sekali
membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam
harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam
coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan
tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang.
Membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam,
membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran. Proses
pencairkan logam dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam tanur yang
dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekwensi rendah dipergunakan untuk
besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi digunakan untuk baja
tuang dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan. Tanur-tanur
ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk
logam-logam tersebut.
2.5 Bentuk –Bentuk Porositas
Porositas adalah salah satu cacat yang terjadi pada produk aluminium, dan
akan menjadi awal suatu produk dikatakan gagal. Porositas pada aluminium ada 2
jenis yaitu yang berasal dari shrinkage dan gas. Namun pada kebanyakan kasus
porositas terjadi adalah kombinasi dari keduanya yaitu akibat shrinkage dan juga
gas yang terperangkap selama proses pembekuan. Gambar 2.3 menunjukkan
Gambar 2.3 Jenis-jenis porositas pada aluminum
(a) Porositas shrinkage
(b) Porositas gas
(c) Porositas gabungan antara Porositas shrinkage dengan Porositas gas.
2.5.1 Cara Menghilangkan Porositas
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan porositas,
diantaranya:
a. Menggunakan Gas Pelindung
Aluminium mempunyai pelindung dipermukaan. Permukaan
pelindung ini sangat tipis dan hanya terbentuk pada saat pembentukan
aluminium.
Dalam proses pengecoran perlu digunakan gas pelindung sehingga
semakin kecil. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kemungkinan
porositas yang terjadi.
b. Menggunakan Pengikat Oksida
Pada saat melting atau pencairan logam aluminium kebanyakan
orang menggunakan zat aditif sebagai pengikat oksida sehingga
diharapkan kadar oksida dapat berkurang atau bahkan mencapai tahap
nol.
c. Menjaga Permukaan Aluminium Sebelum Dicairkan
Melakukan pengontrolan terhadap permukaan aluminium apalagi
terhadap proses pemotongan gerinda atau gergaji listrik. Hal ini akan
dapat mempengaruhi komposisi dari material itu sendiri. Sehingga
residu yang tidak kita inginkan akan ikut tercampur ke dalam material
aluminium. Sehingga kalau ada residu lain yang tercampur, maka
material akan lebih tidak terkontrol cacat porositasnya.
d. Mengontrol Permukaan Cetakan
Permukaan harus halus karena akan mempengaruhi laju aliran coran
di dalam cetakan. Kalau permukaan tidak halus hal ini akan
mempengaruhi laju aliran cairan logam. Sehingga akan menimbulkan
turbulensi dalam cetakan. Kalau menimbulkan turbulensi, maka gas atau
udara akan terjebak di dalam cetakan sehingga hasil cetakan akan
mengalami porositas.
2.6 Variabel Riset Dan Analisis
Sebelum peleburan dilakukan, terlebih dahulu di tentukan aluminium yang
ingin di lebur. Pada penelitian ini ada 3 variasi yang dikerjakan. Peleburan pertama
aluminium dibutuhkan sebanyak 1,55 kg dimana magnesium yang akan dipadu
sebanyak 2%, sehingga dapat diketahui kekerasan yang terkandung dalam paduan
Al - Mg. Tetapi pada peleburan selanjutnya, kandungan magnesium yang akan
dicampur bervariasi.
Peleburan pertama, total Al-Mg yang akan dilebur 1,581 kg. Aluminium
Perhitungannya sebagai berikut :
Keterangan :
Aluminium : 1550 gram a = % magnesium yang diinginkan
Magnesium : 31 gram
Solusi :
1550 x � = 31 jadi,
a = 3 � 55
= 2 %
Hasil % magnesium yang diinginkan pada percobaan ini = 1,935 %, tetapi
sering terjadi perbedaan hasil uji komposisi yang tidak sesuai dengan variasi yang
diinginkan pada paduaan Al – Mg ini. Penyebabnya ialah pada waktu peleburan yang dilakukan banyak terdapat kotoran pada cairan aluminium. Maka sebaiknya
menggunakan bahan kimia berupa fluks. Fluks fungsinya ialah pembersih kotoran
yang terkandung di dalam Al-Mg pada waktu dilebur. Sehingga pada waktu
peleburan tidak menghasilkan ampas/kotoran yang banyak. Demikian pula pada
peleburan selanjutnya untuk mendapatkan variasi paduan Al –Mg yang dikerjakan.
2.7 Uji Tarik
Uji tarik termasuk dalam pengujian bahan yang paling mendasar.
Pengujiannya sangat sederhana dan sudah memiliki standarisasi di seluruh dunia
(Amerika ASTM E8 dan Jepang JIS 2241). Dengan melakukan uji tarik suatu
bahan, maka akan diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap energi
tarikan dan sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji
tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi
Gambar 2.4 mesin uji tarik
Bila gaya tarik terus diberikan kepada suatu bahan (logam) sampai putus,
maka akan didapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti
digambarkan pada Gambar 2.5. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya
tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang
memakai bahan tersebut.
Gambar 2.5 Hasil dan kurva pengujian tarik
(www.infometrik.com)
Hal paling penting dalam pengujian tarik adalah kemampuan maksimum
bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut
Maksimum. Gambar spesimen uji tarik yang sesuai dengan standar E8 ASTM
volume 3 bisa dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Sampel standar uji tarik E8 ASTM volume 3
Gambar 2.7 Profil data hasil uji tarik
(www.infometrik.com)
Analisa uji tarik dimulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah
dalam gambar. Keterangannya dalah sebagai berikut:
Dalam Gambar 2.7. dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban
sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan
kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu
regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gambar 2.7.). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, Hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat
perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen
(permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari
0.02%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005%. Tidak ada standarisasi
yang universal mengenai nilai ini.
• Batas Proporsional σp (Proportional Limit)
Titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak ada
standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama
dengan batas elastis.
• Deformasi Plastis (Plastic Deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gambar 2.7.
yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah
landing.
•Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan
deformasi elastis ke plastis.
•Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi
plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud
adalah tegangan ini.
•Regangan Luluh εy (Yield Strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
•Regangan Elastis εe (Elastic Strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan
regangan ini akan kembali ke posisi semula.
•Regangan Plastis εp (Plastic Strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan
• Regangan Total (Total Strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan
beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total.
Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan
yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
• Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength)
Pada Gambar 2.7. ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan
antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang
bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang terjadi
adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan adalah
pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis dapat
ditulis :
…(2.1) Dan
� =∆��
0� % …(2.2)
Hubungan kedua persamaan ini adalah:
E =σε …(2.3)
Dimana :
� = Panjang akhir (cm)
Didalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua pertimbangan, sebagai riset
karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk
memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas
tertentu.
Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat
penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur
ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara
kekerasan dengan penekanan (Brinnel).
Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang
dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini
bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik
(Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu
material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik,
umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian
kekerasan, yakni: Brinell (HB/BHN), Rockwell (HR/RHN), Vickers (HV/VHN),
dan Micro Hardness.
Pemilihan masing- masing skala (metode pengujian) tergantung pada:
1. Permukaan material
2. Jenis dan dimensi material
3. Jenis data yang diinginkan
4. Ketersediaan alat uji.
2.8.1 Metode Brinell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).
Idealnya pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan
Brinell sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan
metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB)
didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang
dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan)
bola baja (A) dalam milimeter persegi. Ganbar 2.8 adalah alat uji kekerasan material
logam (Brinnel).
Gambar 2.8. Alat uji kekerasan material logam (Brinnel)
2.8.2 Metode Vickers
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan
berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan
sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan
dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja
(A) dalam milimeter persegi.
2.8.3 Metode Rockwell
1. HRa (Untuk material yang sangat keras).
2. HRb (Untuk material yang lunak).
3. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang).
2.8.4 Metode Micro Hardness
Pengujian ini identor-nya menggunakan intan kasar yang di bentuk
menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal
panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini digunakan untuk menguji suatu
material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus
berupa knoop memberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di
bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila
mengukur kekerasan lapisan tipis atau mengukur kekerasan bahan getas dimana
kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.
Rumus perhitungan Brinnel Hardness Number (BHN) :
��� =�� � −√� −�� ……….………..… (2.1)
Dimana: P : beban penekan (Kg)
D : diameter bola penekan (mm)
d : diameter lekukan (mm)
2.9 Pengujian Komposisi
Dalam proses pengujian komposisi diperhatikan beberapa hal sebagai
a. Sebelum melakukan pengujian harus memperhatikan sampel yang akan
diuji, dimana permukaan benda yang diuji harus halus dan rata, maka
sebelumnya material harus di gerinda ataupun di polis
b. Meletakkan benda yang akan diuji di meja patri posisi pas dia atas lubang
yang ada di tengah meja patri.
c. Menghubungkan tuas penghubung antara benda kerja dengan meja patri.
d. Menutup cover ruang benda yang diuji.
e. Menekan tombol start ( tombol warna hijau )
f. Melihat hasil test pengujian pada komputer yang telah terhubung dengan
mesin metal analizer.
Gambar 2.9. Alat uji komposisi ( Metal Analizer )
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan Pengecoran 3.1.1. Aluminium
Proses peleburan pada penelitian menggunakan aluminium dalam bentuk
batangan (ingot). Dimana aluminium ingot telah didaur ulang oleh industri
aluminium. Aluminium inilah yang menjadi bahan utama pada penelitian.
Gambar 3.1. Batangan Aluminium (Ingot)
3.1.2. Magnesium
Magnesium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Mg dan nomor atom 12. Magnesium merupakan unsur paduan pada penelitian yang akan dilakukan. Magnesium dalam bentuk batangan (ingot) yang
Gambar 3.2. Batangan Magnesium (Mg)
3.2.Alat – Alat Penelitian
Dalam paenelitian ini banyak menggunakan alat teknik, dimana
alat-alat tersebut memiliki kegunaan masing-masing dalam proses penelitian ini.
Adapun alat-alat tersebut antara lain :
1. Dapur Lebur
Dapur lebur digunakan sebagai sumber panas yang dihasilkan dari
bahan bakar berupa kayu bakar dan sebagai alat pelebur logam yang akan
dilebur. Dapur lebur terbuat dari batu bata dan semen tahan api, hasil
pembakaran mencapai hingga temperatur 700 0C – 900 0C. Dapur lebur
menggunakan blower untuk menghasilkan temperatur yang stabil. Volume
dapur lebur bervariasi tergantung pada jumlah bahan yang akan dilebur..
Gambar 3.3. Dapur Peleburan
2. Ladel
Ladel merupakan alat penuang dalam peleburan. Aluminium cair yang
memiliki suhu tinggi diambil dari dalam crucible dan dituangkan ke dalam
cetakan. Ukuran dari alat ini disesuaikan dengan volume cetakan yang
digunakan.
3. Blower
Blower digunakan untuk menjaga temperatur peleburan yang
dihasilkan dari panas pembakaran pada kayu bakar. Tanpa alat ini, maka
panas yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak terdistribusi dengan
Gambar 3.4 Blower
4. Cetakan Pasir
Cetakan pasir dibuat dengan membentuk pasir kemudian dipadatkan
agar hasil cetakan tidak berubah bentuk. Pasir yang digunakan adalah pasir
alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini dicampur
pengikat khusus seperti air, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering.
Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan
cetakan
Gambar 3.5. Cetakan Pasir
5. Cetakan kawat ( Mal )
Dalam pengecoran ini dimana bentuk spesimennya adalah
berbentuk bulat berongga sesuai dengan besar diameter kawat pada mall
tersebut, dimana diameter kawat adalah 1.5 mm dan panjang 8 cm. Dimana
agar kawat tersebut agar tidak menyatu dengan cairan Aluminium pada saat
pengecoran maka kawat tersebut pertama kali di panaskan untuk
itu kawat tersebut diolesi minyak kaca dan lumpur sebelum di lakukan
penuangan cairan aluminium magnesium
Gambar 3.6. Cetakan Kawat
6. Mesin Bor
Mesin Bor digunakan untuk menghasilkan ( bram ) serbuk dari pada
Magnesium. Dengan cara membuat lubang dan memperkacil batangan
magnesium tersebut dan bekas dari pada hasil boran tersebut di kumpulkan.
Gambar 3.7. Masin Bor
7. Mesin Polish
Alat ini digunakan untuk meratakan permukaan benda uji yang akan
digunakan pada alat foto mikro. Dimana benda kerja harus dipolish secara
bertahap dengan kertas pasir yang telah disediakan hingga pemukaannya
Gambar 3.8. Mesin Polish
8. Teropong ukur
Teropong ukur atau disebut juga mikroskop berdaya rendah
digunakan untuk mengukur diameter indentasi pada permukaan specimen
yang disebabkan penekanan bola indentor. Teropong ukur yang digunakan
dapat dilihat pada gambar 3.9
Gambar 3.9. Teropong Ukur
3.3Proses Peleburan
Pada proses peleburan ini hal yang dilakukan yaitu mencairkan
aluminium yang diperlukan, aluminium yang di peroleh dari ingot
(aluminium batangan) dicairkan atau dilebur. Untuk mempercepat
Penambahan unsur Magnesium (Mg) dilakukan terhadap aluminium
sesuai dengan variasi yang diinginkan. Aluminium terlebih dahulu dilebur
hingga mencapai temperatur 450 – 550 ˚C , setelah mencapai suhu tersebut, magnesium dimasukkan ke dalam cairan aluminium yang sedang dilebur.
Peleburan Mg ini dilakukan beberapa tahap, yang setiap tahapnya ditambah
beberapa persen (%) magnesium. Proses peleburan dapat dilihat pada
gambar 3.10.
Gambar 3.10. Proses peleburan Aluminium-Magnesium
Setelah proses peleburan antara Aluminium-Magnesium berlangsung, maka
akan dilakukan proses pengadukan agar campuran Aluminium-Magnesiumnya
merata. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.11.
Setelah dilakukan proses pengadukan, hasil peleburan antara
Aluminium-Magnesium dituang ke dalam cetakan pasir yang telah di sediakan sebelumnya.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.12.
Gambar 3.12. Proses Penuangan Aluminium-Magnesium ke dalam cetakan
Proses penuangan Aluminium-Magnesium ke dalam cetakan selesai, maka
cetakan dihancurkan untuk mengeluarkan spesimen hasil dari pengecoran tersebut.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.13.
Gambar 3.13. Bentuk spesimen hasil coran dan setelah dibubut
Setelah spesimen tersebut dikeluarkan dari pasir cetakan , kemudian
dibersihkan dan dibentuk menggunakan mesin bubut sesuai dengan bentuk yang
telah ditentukan yaitu 2%, 4% dan 6% magnesium. Setelah hasil pengujian
komposisi sesuai, lalu dilakukan uji kekerasan dan Uji Tarik
3.4 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)
Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material.
Pengujian kekerasan terhadap spesimen Aluminium coran menggunakan metode
”Brinell Hardness Test”dan dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin USU.
3.4.1 Set Up Pengujian Kekerasan
Gambar set up pengujian kekerasan dapat dilihat pada gambar 3.14.
Gambar 3.14. Set up Pengujian kekerasan
Adapun keterangan gambar 3.20 adalah:
1. Penunjuk beban (kgf)
2. Gaya (kgf)
3. Ball indentor
4. Pengatur penekan
5. Pembeban
6. Landasan specimen
1
2
3
6
5
3.4.2 Prosedur Pengujian
Adapun prosedur yang dilakukan pada pengujian kekerasan (Hardness)
adalah sebagai berikut:
1. Spesimen diberikan dan dihaluskan terutama pada permukaan yang diuji
dengan mengunakan kertas pasir dengan variasi nomor 400, 500, 800,
1000 dan 1200.
2. Diameter dan tinggi specimen diukur dengan jangka sorong.
3. Spesimen diletakkan pada mesin uji Brinell Hardness Test.
4. Bola baja sebagai penetrator diset pada titik yang akan diuji, kondisi
bersinggungan (bola baja menyentuhn titik specimen).
5. Kemudian katup pompa dibuka.
6. Spesimen diambil, lalu diukur diameter indentasinya dengan
menggunakan teropong ukur.
7. Kemudian diulang percobaan ini, hingga 4 titik dan hasil pengukuran
dicatat kembali.
8. Hal yang sama juga dilakukan untuk Al-Mg2%, Al-Mg4% dan Al-Mg
6%.
3.4.3 Bahan Pengujian
Adapun bahan spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Aluminium-Magnesium (Al-Mg) dengan ketebalan 20 mm. Dimensi spesimen
dapat dilihat pada gambar 3.15
Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan
dimensi seperti pada gambar 3.16 sebagai berikut :
Gambar 3.16 dimensi spesimen uji tari batang.
3.5 Mikroskop Optic
Mikroskop optik digunakan untuk mengamati cacat porositas dari
Aluminium-Magnesium dengan pembesaran diatas seratus kali. Pengujian ini
menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision
No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Mikroskop optic dapat dilihat pada gambar
3.17.
Gambar 3.17 Mikroskop Optic
3.5.1 Prosedur Pengujian
Adapun prosedur pengujian porositas adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan benda uji dengan menghaluskan pada spesimen benda yang akan
dilakukan pengujian.
b. Benda uji digosok dengan kertas amplas menggunakan mesin polish (gambar
menggunakan kertas amplas tahan air yang dialiri air. Ukuran kertas amplas
yang digunakan adalah kekasaran 400, 800, 1000, dan 1500 permukaan yang
dihaluskan dengan amplas hanya satu permukaan saja. Pengamplasan dilakukan
dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan
dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang
rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh).
Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air.
c. Kemudian dibersihkan dan digosok menggunakan pasta poles (autosol) sampai
mengkilap. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu
kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus yaitu pemolesan elektrolit kimia,
pemolesan kimia mekanis, dan pemolesan elektro mekanis. Kemudian
menyiapkan alat etsa yang diperlukan yaitu : tabung reaksi, gelas ukur dan pipet.
Larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik
tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati.
Contohnya antara lain: nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol 95%), picral
(asam picric + alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid, dan lain-lain. Dan
benda tersebut dicelupkan ke dalam cairan etsa kimia selama ± 15 detik.
Kemudian permukaan benda yang akan diuji dengan etsa dibersihkan dengan
cairan alkohol dan cuci benda uji dengan air bersih kemudian keringkan.
d. Benda uji yang telah dietsa diletakkan diatas landasan (anvil) tegak lurus dengan
lensa mikroskop, diambil gambar dan dilihat cacat porositas yang ada di
permukaan spesimen. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah
mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar, maka
pengamatan porositas akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari
mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel.
3.6 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.15 menunjukan diagram alir penelitian.
Gambar 3.19 Diagram Alir Penelitian. Aluminium dan Magnesium
Proses Peleburan Aluminium Penambahan Mg
Cetakan
Pembuatan Spesimen
Pengujian
Komposisi Uji Kekerasan Uji Tarik
Analisa Data
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Uji Brinell
Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan dari suatu
material. Pengujian ini dilakukan pada tiga variasi Al-Mg, dengan tiap variasi
menggunakan tiga buah spesimen, dan tiap-tiap spesimen dilakukan pengujian pada
tiga titik pada masing-masing spesimen. Pengujian ini menggunakan spesimen
Al-Mg dengan persen Al-Mg masing-masing 2%, 4% dan 6% serta memakai alat uji
Brinell Hardness Test. Hasil yang didapat dari pengujian berupa jejak diameter
indentasi pada spesimen dari bola indentor. Kemudian dari diameter indentasi ini
didapat nilai BHN dengan memakai rumus pers (2.1):
��� = �
��(� − √� − � )
Dimana: P: beban penekan (Kg)
D: diameter bola penekan (mm)
d: Diameter indentation (mm)
Berikut merupakan cara perhitungan BHN dimana nilai P dan D telah
diketahui melalui alat uji kekerasan Brinell, yaitu 1500 Kg dan 5 mm. Dan untuk
nilai d diambil dari spesimen Al-Mg (2%) sebesar 3,8 mm yang didapat setelah
pengujian.
��� =�� �−√� −��
��� = �
�� � − √� − ,
��� = , � , ��
Contoh perhitungan diatas dapat kita ketahui bahwa nilai BHN untuk AlMg
(2%) pada titik satu adalah 109,19. Sedangkan untuk titik lain pada Al-Mg (2%),
Al-Mg (4%), dan Al-Mg (6%) dapat menggunakan cara seperti diatas dengan hanya
mengganti nilai d dengan besar nilai d telah diukur setelah dilakukan pengujian
kekerasan.
Gambar 4.1. Bentuk Spesimen setelah pengujian
4.1.1. Hasil Uji Brinell Al-Mg (2%)
Hasil uji kekerasan Al-Mg (2%) nilai P untuk pengujian adalah 500 kg dan
D adalah 5 mm dapat dilihat pada tabel 4.1
No Diameter Indentation
(mm)
Brinnell Hardness Number
(BHN)
1 3,80 109,19
2 3,83 107,34
3 3,82 107,96
Rata2 3,81 108,16
Tabel 4.1. Hasil uji kekerasan Al-Mg (2 %)
Tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai kekerasan untuk spesimen
Al-Mg (2%) sebesar 108,16 BHN,.Pada Gambar 4.2. dapat kita lihat nilai kekerasan
pada Al-Mg (2%).
4.1.2. Hasil Uji Brinell Al-Mg (4%)
Tabel 4,2 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai kekerasan untuk spesimen
Al-Mg (4%) sebesar 115,34 BHN. Pada gambar 4.3 dapat kita lihat nilai kekerasan
pada Al-Mg (4%).
Gambar 4.3. Hasil uji kekerasan Al-Mg (4 %)
Tabel 4,3 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai kekerasan untuk spesimen
Al-Mg (6%) sebesar 132,70 BHN. Pada gambar 4.4 dapat kita lihat nilai kekerasan
pada Al-Mg (6%).
Gambar 4.4. Hasil uji kekerasan Al-Mg (6 %)
Nilai rata-rata tiap spesimen untuk Mg2% adalah 108.16 BHN,
Al-Mg4% adalah 115,34 BHN dan Al-M 6% adalah 132,70 BHN dapat kita lihat pada
setiap spesimen terjadi penambahan nilai kekerasan rata-rata pada masing -masing
aluminium magnesium. Pada gambar 4.5 dapat kita lihat perbandingan nilai
kekerasan rata-rata pada masing- masing variasi
Gambar 4.5. Grafik perbandingan nilai kekerasan rata-rata pada
masing-masing variasi
Gambar 4.4 dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan nilai kekerasan untuk
masing-masing variasi. Sehingga kenaikan nilai kekerasan secara keseluruhan
dapat diambil dari nilai kekerasan rata-rata tiap variasi AlMg. Sehingga dapat kita
nilai kekerasan juga akan semakin meningkat. Pada gambar 4.5. dapat kita lihat
grafik nilai kekerasan pada masing- masing variasi.
Gambar 4.6. Grafik kenaikan kekerasan pada variasi Al-Mg
4.2. Hasil Uji Tarik
hasil pengujian dan tabel hasil pengujian untuk tegangan, regangan dan
modulus elastisitas dari hasil uji kekuatan tarik:
1. Spesimen I Al 94,04% - Mg 2%
a. Tegangan (σ)
Tegangan pada uji tarik merupakan berat beban (P) dibagi dengan luas
penampang (A) pada sepesimen. Maka hasil perhitungan tegangan pada untuk
setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut :
A
Untuk nilai regangan diambil nilai perpanjangan setiap spesimen uji. Maka
nilai regangan dapat ditentukan dari persamaan berikut :
Maka
Gambar grafik nilai perbandingan antara yield strength dengan
tensile strength
Gambar 4.10 Perbandingan antara yield strength dengan tensile strength
Pada Gambar 4.10 memperlihatkan bahwa semakin besar penambahan
unsur Magnesium di dalam Aluminium, maka semakin meningkat yield dan tensile
Gambar 4.11 Grafik Perbandingan Elongation
Gambar perpatahan dari Aluminium coran setelah dilakukan pengujian tarik
dapat dilihat pada gambar 4.12.
Gambar 4.12 Bentuk perpatahan dari Aluminium coran setelah uji kekuatan tarik
a. 2% Mg, b. 4% Mg, dan c. 6% Mg
4.3. Hasil Uji Foto mikro
Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat
mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya.truktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan
bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji. Pengamatan metallography dengan
mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu metallography makro yaitu pengamatan
struktur dengan perbesaran 10-100 kali dan metallography mikro yaitu pengamatan
struktur dengan perbesaran diatas 100 kali.
-10A,230V-50Hz. Pengujian mikrostruktur ini dilakukan untuk Aluminium yang dipadu dengan
unsur Magnesium.
Paduan Al 93,12% - Mg 6%
Gambar struktur mikro dari paduan Al 93,12% - Mg 6% dapat dilihat pada
gambar 4.12.
Gambar 4.13. Foto Mikro Al 93,12% - Mg 6% Pada 200× Pembesaran
Gambar 4.13. diatas memperlihatkan hasil pengujian mikro struktur pada
200× pembesaran untuk paduan Aluminium 93,12% yang ditambah unsur
Magnesium 6%, memperlihatkan bentuk coran Aluminium dengan menggunakan
cetakan pasir. Secara visual pada spesimen uji dapat dilihat langsung dan dari
gambar diatas dapat dilihat beberapa cacat pada coran berupa porositas dimana hal
ini tentunya akan mengakibatkan penurunan pada sifat mekanis karena dapat
menjadi sumber/awal terjadinya crack.Hasil foto mikro memperlihatkan bahwa
pada permukaan logam terdapat cacat pada coran yaitu fits ( lubang) dan shrinkage
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu :
a. Telah dapat dibuat spesimen dengan hasil peleburan magnesium-aluminium
berongga dengan menggunakan cetakan pasir.
b. Dari hasil uji kekerasan bahwa penambahan unsur magnesium mempengaruhi nilai kekerasan pada bahan Aluminium.Al-Mg2% adalah 108,16 BHN, Al-Mg4% 115,35 BHN dan Al-Mg6% 132,70 BHN, Jika dibandingkan antara Al-Mg (2%) dengan Al-Mg (4%), dan Al-Mg (6%) maka nilai kekerasan meningkat sebesar 6,64% untuk AlMg (4%) dan 22,6% untuk AlMg (6%).
c. Dari hasil uji tarik penambahan unsur magnesium mempengaruhi nilai kekuatan tarik bahwa semakin besar pesentase Magnesiumnya, maka semakin meningakat kekuatan tarik pada bahan Aluminium yaitu sebagai berikut:
1. Al-Mg (2%)
Tensile strength 118,86 N/mm2
Yield strength 83,53 N/mm2
Elongation 5,87 %
2. Al-Mg (4%)
Tensile strength 148,83 N/mm2
Yield strength 103,12 N/mm2
Elongation 5,11 %
3. Al-Mg (6%)
Tensile strength 164,10 N/mm2
Yield strength 122,54 N/mm2
Elongation 4,64 %
d. Dari hasil foto mikro terlihat pada permukaan logam terdapat cacat pada
5.2. Saran
Saran-saran yang perlu diperhatikan untuk dilakukan pada penelitian lebih
lanjut, yaitu :
a. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut agar mendapatkan penambahan nilai magnesium maksimum pada aluminium sehingga dapat diketahui sifat mekanis Al-Mg yang sempurna.
b. Kandungan Fe harus dikontrol untuk menghindari pengaruhnya terhadap sifat mekanis aluminium yang dilebur,
c. Sebaiknya menggunakan bahan aliminium murni, dan mengontrol perubahan temperatur pada saat pencampuran magnesium.
d. Pada waktu peleburan, sebaiknya digunakan bahan kimia ( fluks) untuk mengikat kerak/kotoran