STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN DAN
MEKANISME KOPING DISMENORE PADA
SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AN-NAHDLAH
PONDOK PETIR DEPOK
TAHUN 2016
Skripsi
Diajukan sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
NUR CITA QOMARIYAH
NIM : 1112104000041
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nur Cita Qomariyah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Gresik, 19 Mei 1994
Alamat : Jalan Semanggi II RT 04 RW 03 Cempaka Putih
Ciputat Timur
No. Hp : 089678186485
Pendidikan : S-1 Ilmu Keperawatan ( sekarang )
Agama : Islam
E-mail : Nurcitaqomariyah@ymail.com /
nurcita.nc@gmail.com
Riwayat pendidikan : MI Irsyadul Ummah Gresik
MTS Assa’adah II Bungah Gresik
MA Assa’adah Bungah Gresik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Program Studi Ilmu Keperawatan
Pengalaman Organisasi : Ketua PMR MA Assa’adah Bungah
Bendahara Umum IPPNU MA Assa’adah
Bendahara Umum CSS MORA UIN Jakarta
Wakil Ketua II CSS MoRA UIN Jakarta
Ketua Departemen Pendidikan dan Profesi PMII
vii
Ketua Departemen Pendidikan dan Penelitian
HMPSIK 2015-sekarang
Ketua Departemen Kesehatan dan Lingkungan
Dewan Mahasiswa UIN Jakarta 2016
Prestasi :
Juara III Literature Review tentang Bahaya
Merokok FKIK Edu Fair UIN Jakarta 2014
Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan 2015
Seminar, pelatihan dan aksi yang pernah diikuti :
1. Pelatihan Organisasi CSS MoRA “ Generasi Pembaharu Bangsa” tahun 2012
2. Pelatihan “School of Rescue” BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan tahun 2013
3. Studium General “Peran Perawat Komunitas dalam Comunity Based Care
Penyakit Kronik” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013
4. Seminar Nasional Keperawatan 2013 “NANDA, NIC, NOC : Concept,
Implementation and Innovation for Better Quality of Nursing Service in Indonesia” tahun 2013
5. Peserta “Gerakan Aksi Damai Sukseskan Pengesahan RUU Keperawatan
di Gedung DPR RI” tahun 2013
6. Seminar Nasional “Kekerasan Seks Pada Anak dan Remaja, Peran Perawat
dan Keluarga” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2014
7. Seminar Nasional “Reformasi Gerakan dalam Menjawab Tantangan
viii
8. Seminar Nasional “Peran Kepemimpinan Keperawatan dalam Perspektif
Islam di Era Kerja” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2015
9. Pelatihan “UIN Health Collaborative” DEMA Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2015
Perlombaan yang pernah diikuti :
1. Peserta Olimpiade Keperawatan BEM KMJK UNSOED
“Mengembangkan Kompetensi Mahasiswa Keperawatan Melalui Kompetisi Berbasis Teori dan Praktik” tahun 2013
2. Peserta Ners Vaganza Wilayah III Ilmiki “Mengasah Profesionalitas
Perawat Melalui Kompetisi Kritis yang Sportif” Program Studi Ilmu
Keperawatan tahun 2014
3. Juara III Literature Review Bekarya di Hari Tanpa Rokok “Tobacco Effect
for People” BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2014
4. Peserta Olimpiade Keperawatan BEM KMJK UNSOED “Meningkatkan Jiwa Berkompetisi dan Berprestasi Mahasiswa Keperawatan Menuju
Kemajuan Profesi” tahun 2014
5. Juara I Mahasiswa Berprestasi Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
ix
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Mei 2016
Nur Cita Qomariyah, NIM : 1112104000041
Studi Fenomenologi Pengalaman dan Mekanisme Koping Dismenore Pada Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok
ABSTRAK
Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi, yang mempengaruhi sebagian besar perempuan dan menyebabkan ketidakmampuan beraktivitas tiap bulannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif yang dilakukan dengan wawancara mendalam. Partisipan penelitian ini terdiri dari lima partisipan berusia 13-19 tahun yang pernah mengalami dismenore. Pemilihan partisipan penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Data didapatkan dari hasil rekaman wawancara mendalam dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Penelitian ini mengindentifikasi enam tema, yaitu : 1) karakteristik nyeri yang dialami oleh santriwati, 2) dampak dismenore dalam kehidupan sehari-hari santriwati, 3) upaya santriwati dalam mengatasi dismenore, 4) dukungan yang diperoleh santriwati saat mengalami dismenore, 5) antisipasi yang dilakukan santriwati terhadap dismenore, 6) mitos-mitos dismenore yang dipercayai oleh santriwati. Penelitian lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk mengeksplorasi secara mendalam, khususnya kepada perempuan yang mengalami dismenore dengan adanya riwayat peradangan pelvis (dismenore sekunder), agar didapatkan data mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore yang lebih bervariasi dari pada sebelumnya.
Kata kunci : Pengalaman, Mekanisme Koping, Dismenore, Santriwati
x SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY, JAKARTA
Undergraduate Thesis, May 2016
Nur Cita Qomariyah, NIM : 1112104000041
Phenomenological Research of Experiences and Coping Mechanism of Dysmenorrhea on Female Students of An-Nahdlah Islamic Boarding School Pondok Petir Depok
ABSTRACT
Dysmenorrhea is one of gynecology problems, which affect most females and make them unable to do activities every month. This research aimed to
explore female students’ experiences and coping mechanism of dysmenorrhea on female students of Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir, Depok. This qualitative research was conducted in phenomenology design with the use of depth interview. Participants of this research were five female students from 13 to 19 years old who had been experienced dysmenorrhea. Participant had been choosen by purposive sampling. Data were obtained from recorded depth interviews and were analyzed using Colaizzimethod. This research identified six themes, namely: 1) pain characteristics experienced by female students, 2)
dysmenorrhea’s impact in female students’ daily life, 3) female students’ effort to overcome dysmenorrhea, 4) supports obtained by female students when
experiencing dysmenorrhea, 5) female students’ anticipations toward dysmenorrhea, 6) Dysmenorrhea myths believed by female students. Further research may also be taken to explore in depth, especially on women who experience dysmenorrhea with a pelvic inflammatory (secondary dysmenorrhea) history, in order to obtain more various data of experiences and coping mechanism of dysmenorrhea than previous studies.
Keywords: Experience, Coping Mechanism, Dysmenorrhea, Female Students
xi
KATA
PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat, rahmat, serta anugerahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposalskripsi dengan judul “Studi Fenomenologi Pengalaman
dan Mekanisme Koping Dismenore pada Santriwati Pondok Pesantresn
An-Nahdlah Pondok Petir Depok”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir
perkuliahan dengan melakukan penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis banyak memperoleh pelajaran melalui penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
keterbatasan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran
untuk tujuan perbaikan di masa yang akan datang. Penyelesaian skripsi ini juga
terselesaikan tidak lain karena bantuan dari berbagai pihak sehingga pda
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
3. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat selaku Pembimbing I
yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kep., M.Biomed selaku Pembimbing II yang telah
xii
5. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, M.Kep selaku Pembimbing Akademik yang
telah membimbing
6. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan
motivasi.
7. Segenap Staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu
Keperawatan
8. Kepada Kementrian Agama yang telah menyelenggarakan Program
Beasiswa Santri Berprestasi, sehingga penulis bisa melanjutkan studi di
UIN Jakarta
9. Ayah dan ibu, serta adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan
tiada henti untuk tetap semangat mengerjakan skripsi ini, semoga kalian
selalu dalam lindungan Allah SWT
10.Teman-teman keperawatan 2012, dan sahabat yang telah berjuang
bersama-sama dalam perkuliahan di keperawatan
11.Teman-teman CSS MoRA UIN Jakarta, Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (PMII
KOMFAKKES), Ikatan Mahasiswa Gresik, tim I Care Indonesia yang
telah memberikan dukungan dan semangat dalam pengerjaan proposal
skripsi ini.
12.Kepada Ustadz Miftah selaku Pembina Pondok Pesantren An-Nahdlah
Pondok Petir Depok yang telah memberikan izin dalam melakukan
penelitian ini.
13.Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
xiii
Penulis berdoa semoga semua kebaikan yang telah diberikan
mendapat balasan dari Allah SWT Aamiiin. Penulis berharap laporan ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca pada umumnya.
Ciputat, 06 Mei 2016
xiv DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN...iii
LEMBAR PENGESAHAN...iv
LEMBAR PERNYATAAN...v
RIWAYAT HIDUP ... vi
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR BAGAN ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
DAFTAR SINGKATAN ... xix
DAFTAR GAMBAR ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 12
A. Pengalaman ... 12
B. Mekanisme Koping ... 14
xv
D. Menstruasi ... 30
E. Dismenore ... 34
F. Kerangka Teori ... 48
BAB III KERANGKA KONSEP ... 49
A. Kerangka Konsep ... 49
B. Definisi Istilah ... 50
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 51
A. Desain Penelitian ... 51
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 51
C. Partisipan Penelitian ... 52
D. Instrumen Penelitian ... 52
E. Teknik Pengumpulan Data ... 53
F. Keabsahan Data ... 54
G. Teknik Analisis Data... 56
H. Etika Penelitian ... 57
BAB V HASIL PENELITIAN ... 58
BAB VI PEMBAHASAN ... 74
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
xvi
DAFTAR TABEL
Nomer Tabel Halaman
2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja 25-26
2.2 Derajat Nyeri pada Saat Menstruasi Berdasarkan Verbal
Multidimensional Scoring System
xvii
DAFTAR BAGAN
Nomer Tabel Halaman
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Format Penjelasan Penelitian
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan
Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Singkat
Lampiran 4 : Permohonan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 5 : Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data
Lampiran 6 : Tabel Pengelompokan Data
xix
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
BKKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone
LH : Lutineizing Hormone
FSH : Follicle Stimulating Hormone
IMT : Indeks Massa Tubuh
NSAIDs : Nonstreoidal Anti-Inflamatory Drugs
SAR : Sistem Aktivasi Retikular
BSR : Bulbar Synchronizing Region
CRH : Corticotropin Releasing Hormone
POMC : Proopiomelanokortin
MSH : Melanocyte Stimulating Hormone
NTS : Nukleus Traktus Solitarius
PVN : Nuklei Paraventrikular
NPY : Neuro Peptida Y
xx
DAFTAR GAMBAR
Nomer Tabel Halaman
2.1 Kontrol Hormon Saat Menstruasi 31
2.2 Korelasi antara Kadar Hormon dan Perubahan Siklik
Ovarium dan Uterus
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja atau adolescent adalah salah satu periode perkembangan,
dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa (Potter & Perry, 2005). Potter & Perry (2005),
menggolongkan bahwa rentang usia remaja adalah 13-20 tahun, sedangkan
menurut WHO (2015), berkisar dari usia 10-19 tahun. Jumlah penduduk
Indonesia tahun 2010 menurut BKKBN (2011) sebesar 237,6 juta jiwa
dan 63,4 juta diantaranya adalah remaja. Jumlah remaja perempuan
berkisar 49,30 persen yaitu sebanyak 31.279.012 jiwa.
Masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan
dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting pada masa
remaja dimana yang ditekankan adalah proses biologis yang pada akhirnya
mengarah pada kemampuan bereproduksi yang ditunjukkan dengan
adanya beberapa perubahan fisik (Narendra, dkk., 2010). Perubahan fisik
yang terjadi pada saat pubertas berlangsung dengan sangat cepat dan
berkelanjutan. Salah satu perubahan fisiologis utama yang terjadi pada
remaja yaitu terjadinya menstruasi. Remaja yang baru memasuki tahap
pubertas akan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya yang disebut
menarche. Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya terjadi 2
menstruasi reguler mulai terjadi pada 6-14 bulan setelah menarche
(Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Hasanah , 2010).
Keluhan remaja yang dialami saat menstruasi berupa dismenore.
Dismenore termasuk dalam salah satu masalah umum yang dialami oleh
sebagian besar remaja perempuan (Kumbhar, dkk., 2011). Prevalensi
kejadian dismenore dilaporkan pada remaja mencapai angka 20-45% (2
tahun pasca menarche) dan 80% (4–5 tahun pasca menarche). Prevalensi
kejadian dismenore pada remaja dilaporkan mencapai angka 60%-90%,
dimana dismenore ini akan berkurang seiring bertambahnya usia (Fritz &
Speroff, 2011). Angka kejadian dismenore pada siswi sekolah menengah
atas di Australia mencapai 93% (Parker, dkk., 2010 dalam Ju, dkk., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Sinha (2015) pada mahasiswi Universitas
Banaras Hindu di India menemukan bahwa angka kejadian dismenore
mencapai 63,6% dari 198 responden. Hasil penelitian Pusat Informasi dan
Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun
2009 angka kejadian dismenore terdiri dari 72,89% dismenore primer dan
27,11% dismenore sekunder dan angka kejadian dismenore berkisar
45-95% dikalangan perempuan usia produktif (Proverawati & Misaroh, 2009
dalam Rahkma, 2012).
Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,
yang mempengaruhi lebih dari 50% perempuan dan menyebabkan
ketidakmampuan beraktivitas selama 1-3 hari tiap bulan pada perempuan
tersebut (Suhartatik, 2003 dalam Kurniawati dan Kusumawati 2011).
biasanya terjadi pada perempuan yang berusia ≤ 20 tahun. Lestari (2013)
dalam jurnalnya menjelaskan bahwa perempuan yang semakin tua lebih
sering mengalami menstruasi dimana akan mengakibatkan perubahan
anatomis leher rahim yang asalnya sempit menjadi bertambah lebar,
sehingga sensasi nyeri haid akan berkurang.
Penyebab dismenore adalah peningkatan kadar prostaglandin
akibat penurunan kadar esterogen saat menstruasi. Kondisi psikologis
(stres) juga menjadi salah satu penyebab timbulnya dismenore
(Purwaningsih & Fatmawati, 2010). Seorang remaja rentan mengalami
stres, dikarenakan masa remaja adalah masa pergolakan yang diisi dengan
konflik dan mood yang belum stabil (Polinggapo, 2013). Remaja yang
tinggal terpisah dengan orang tua ataupun tinggal di asrama atau pondok,
beresiko mengalami stres. Wannebo dan Wichstrom menemukan bahwa
stres ini lebih cenderung terjadi pada siswi atau santriwati (Niknami., dkk.
2011 dalam Alphen, 2014).
Penelitian yang dilakukan Prihatama dkk (2013) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan dismenore pada
siswi SMA Negeri 2 Ngawi, dimana hal ini dibuktikan dengan
didapatkannya nilai p sebesar 0,002 (interval kepercayaan 95%).
Berdasarkan pendapat dari Wanebo dan Wichstrom yang dikorelasikan
dengan penelitian Prihatama dkk, dengan adanya stres tersebut,
kemungkinan besar, santriwati akan mudah mengalami dismenore.
Dismenore yang mereka alami ini akan berdampak pada kegiatan mereka
Dismenore ini dibagi menjadi dua tipe yaitu dismenore primer dan
dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri pada saat menstruasi
tanpa adanya kelainan patologis pelvis yang dimulai dari 6-24 bulan
setelah menarche (Klossner, 2006). Dismenore sekunder itu sendiri
dideskripsikan sebagai nyeri menstruasi yang diakibatkan oleh adanya
kelainan patologis seperti adanya lesi pada rahim dan ovum, yang
biasanya terjadi beberapa tahun setelah menarche (Farotimi, 2015).
Gejala utama dismenore adalah nyeri yang dimulai saat awitan
menstruasi. Nyeri dapat tajam, tumpul, siklik, atau menetap dan dapat
berlangsung beberapa jam sampai 1 hari. Gejala-gejala sistemik yang
menyertai berupa mual, diare, sakit kepala, dan perubahan emosional
(Price, 2012). Faktor resiko timbulnya dismenore bermacam-macam mulai
dari menarche dini, belum pernah melahirkan anak, periode menstruasi
yang lama, status gizi, merokok, kebiasaan olahraga dan stress
(Poverawati, 2009 dalam Purwanti, dkk., 2014).
Dismenore ini jika tidak ditangani dapat menimbulkan dampak
bagi kegiatan atau aktivitas para perempuan khususnya remaja, dimana
dismenore membuat perempuan tidak bisa beraktivitas secara normal dan
memerlukan resep obat. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya
kualitas hidup, sebagai contoh siswi yang mengalami dismenore tidak
dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena
nyeri yang dirasakan (Prawirohardjo, 2005 ; Purwanti, dkk., 2014).
Penelitian terkait dismenore mempengaruhi aktivitas remaja juga
tahun 2011 menyatakan bahwa siswi yang memiliki skor dismenore < 6
(ringan) mengalami penurunan aktivitas sebesar 79,4%. Siswi yang
mempunyai skor dismenore ≥ 6 (berat) mengalami penurunan aktivitas
sebesar 96,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dismenore berpengaruh
terhadap aktivitas remaja.
Dismenore tidak hanya menyebabkan gangguan aktivitas tetapi
juga memberi dampak yang menyeluruh, mulai dari segi fisik, psikologis,
sosial dan ekonomi terhadap perempuan di seluruh dunia (Iswari, 2014).
Dampak psikologis dari dismenore dapat berupa konflik emosional,
ketegangan dan kegelisahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan
yang tidak nyaman dan asing (Trisianah, 2011 dalam Iswari , 2014).
Studi mengenai pengalaman dismenore dilakukan oleh Aziato dkk
di Ghana pada tahun 2014, didapatkan bahwa dismenore berhubungan
dengan beberapa gejala yaitu diare, pusing dan mual. Nyeri dimulai satu
minggu sebelum sampai satu hari saat menstruasi. Beberapa efek
dismenore yaitu intoleransi aktivitas, perubahan psikologis dan interaksi
sosial, perubahan pola tidur, peningkatan angka ketidakhadiran,
menurunnya perhatian, perubahan identitas diri dan adanya suatu
keyakinan bahwa seseorang yang mengalami dismenore tidak akan bisa
mendapatkan keturunan.
Ogunfowokan dan Babatunde (2010) dalam penelitiannya pada
remaja Nigeria menyatakan bahwa dari 64 partisipan yang ada, 23
partisipan lebih memilih untuk tidur agar nyeri dismenore yang dialami
hangat dan menggunakan koyo (hot pap), 8 partisipan melakukan aktivitas
fisik, 8 partisipan meminum perasan air jeruk, 6 partisipan mengkonsumsi
air garam, 4 partisipan mengkonsumsi perasan jeruk yang dicampur
dengan alkohol, 3 partisipan mengkonsumsi air suci (holy water) dan 2
partisipan lainnya mengkonsumsi minuman bersoda. Penelitian lain
tentang penanganan nyeri dismenore juga dilakukan oleh Yuniarti, Rejo
dan Handayani (2012), menunjukkan hasil bahwa 67 orang (88,2%) dari
76 partisipan, telah melakukan penanganan dismenore secara
komplementer. Perilaku penanganan tersebut berupa pemberian kompres
hangat, olahraga teratur, istirahat, mengkonsumsi makanan bergizi dan
pengkonsumsian obat analgetik.
Individu akan melakukan mekanisme koping untuk menghadapi
perubahan dari dampak yang diterima. Individu tersebut tersebut akan
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi jika mekanisme koping yang
dilakukan berhasil (Carlson, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk (2010) menunjukkan bahwa
hampir 41,2% hanya membiarkan saja rasa dismenore tersebut, sedangkan
40,2% dari responden melakukan pijat dan minum air hangat untuk
mengurangi dismenore, 13,1% mengkonsumsi obat-obatan dan 5,5%
sisanya melakukan pengobatan ke dokter.
Aziato dkk juga melakukan penelitian yang serupa pada tahun
2015 di Ghana, namun dengan poin yang berbeda yaitu mengenai
penanganan dismenore dan mekanisme koping yang digunakan saat
menggunakan pengobatan herbal, kompres panas, olahraga dan
mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk mengurangi nyeri dismenore
yang ia rasakan. Mekanisme koping yang mereka gunakan yaitu dengan
merencanakan aktivitas-aktivitas sebelum nyeri itu terjadi, menanamkan
mindset bahwa nyeri dapat ditangani dan mencari dukungan sosial serta
spiritual.
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada 10 santriwati
Pondok Pesantren An-Nahdlah yang pernah mengalami dismenore
didapatkan 8 dari 10 partisipan mengatakan bahwa dismenore adalah hal
yang sudah biasa terjadi setiap bulannya, sedangkan 2 sisanya
menganggap bahwa dismenore ini sesuatu yang sangat menyakitkan. 10
partisipan menceritakan bahwa dismenore yang mereka alami
mengganggu aktivitas sehari-hari, 5 partisipan diantaranya pernah izin
tidak masuk sekolah dan kegiatan sholawatan di pondok akibat dismenore
dan 5 orang yang lainnya mengalami intoleransi aktivitas (malas
melakukan kegiatan dan cenderung ingin beristirahat saja) akibat
dismenore. Penanganan dismenore yang santriwati lakukan hampir semua
partisipan mengatakan bahwa penanganan yang dilakukan yaitu dengan
istirahat, kompres air hangat dan penggunaan minyak kayu putih, namun 3
diantaranya pernah melakukan pengobatan ke dokter pada saat dismenore.
Hampir seluruh partisipan tidak melakukan pencegahan dismenore.
Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun
berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang
sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).
dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan
aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang
(Darmawan, 2013). Eksplorasi mekanisme koping juga perlu dilakukan
mengingat koping ini adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan
perubahan yang diterima, jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka
dismenore ini akan mengakibatkan dampak yang signifikan dalam
kehidupan sehari-hari seorang remaja.
Penelitian mengenai pengalaman dan mekanisme koping
dismenore di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi
penelitian yang mengeksplor tentang pengalaman dan mekanisme koping
di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, peneliti tertarik ingin mengeksplorasi lebih dalam
mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada remaja
khususnya santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Depok.
B. Rumusan Masalah
Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,
yang menyebabkan ketidakmampuan beraktivitas selama beberapa hari
dalam setiap bulan pada seorang perempuan, dimana prevalensi kejadian
dismenore pada remaja dilaporkan mencapai angka 60%-90%, yang
nantinya dismenore ini akan berkurang seiring bertambahnya usia.
Dismenore terjadi disebabkan oleh peningkatan kadar prostaglandin akibat
penurunan kadar esterogen saat menstruasi dan kondisi psikologis.
pada kehidupan sehari-hari baik dari segi fisik, psikologis, dan lingkungan
sosial.
Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun
berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang
sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).
Eksplorasi pengalaman perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat
dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan
aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang
(Darmawan, 2013). Eksplorasi mekanisme koping juga perlu dilakukan
mengingat koping adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan
perubahan yang diterima, jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka
dismenore ini akan mengakibatkan dampak yang signifikan dalam
kehidupan sehari-hari seorang remaja.
Penelitian mengenai pengalaman dan mekanisme koping
dismenore di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi
penelitian yang mengeksplor tentang pengalaman dan mekanisme koping
di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, peneliti tertarik ingin mengeksplorasi lebih dalam
mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada remaja
khususnya santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Depok.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme
koping dismenore pada santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
a. Penelitian ini bermanfaat menjadi data dasar bagi peneliti
selanjutnya dalam mengembangkan dan memperkaya penelitian
selanjutnya tentang pengalaman dan mekanisme koping dismenore
pada santriwati.
b. Memberikan informasi mengenai pengalaman dan mekanisme
koping dismenore pada santriwati.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Penelitian ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti
mengenai penelitian kualitatif, seluk beluk serta prosesnya,
khususnya yang berkaitan dengan pengalaman dan mekanisme
koping dismenore pada santriwati.
b. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
literatur untuk menambah wawasan pendidik dan peserta didik,
serta dapat menjadi data dasar dalam peningkatan ilmu
keperawatan dalam hal mengkaji, mengidentifikasi dan
mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme koping dismenore
pada santriwati ataupun remaja.
c. Bagi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan
tenaga kesehatan tentang pengalaman dan mekanisme koping
promosi kesehatan dalam memberikan pendidikan mengenai
dismenore dan penanganannya pada remaja.
d. Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada perempuan, utamanya remaja
perempuan mengenai dismenore baik dari efek dismenore hingga
upaya penanganannya sehingga remaja perempuan dapat mampu
meminimalisir efek yang ditimbulkan oleh dismenore dengan
melakukan penanganan yang tepat.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif yang bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai pengalaman dan mekanisme koping
dismenore pada santriwati. Partisipan pada penelitian ini adalah santriwati
yang pernah mengalami dismenore yang berdomisili di Pondok Pesantren
An-Nahdlah Pondok Petir Depok. Pemilihan partisipan dalam penelitian
ini menggunakan tekhnik purposive sampling. Pengumpulan data
dilakukan pada bulan Februari-Maret 2016 dengan menggunakan teknik
12 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengalaman
Pengalaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(2015), diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung dan sebagainya). Pengalaman merupakan salah satu hasil yang
diperoleh manusia dari interaksinya dengan lingkungan, dimana memuat
beragam hal yang dapat dipelajari, salah satunya dalam mengetahui lebih
jauh mengenai pemahaman manusia itu sendiri. Penginderaan manusia
terhadap lingkungannya akan melahirkan pengalaman yang nantinya.
Pengalaman manusia ini telah banyak ditelaah oleh para pemikir
dan banyak teori-teori yang dicetuskan yang merujuk kepada fenomena
pengalaman ini dalam kehidupan manusia. Darmawan (2013) dalam
tulisannya yang berjudul Pengalaman, Usability, dan Antarmuka Grafis :
Sebuah Penelusuran Teoritis menjelaskan bahwa pengalaman bagi
manusia dipahami sebagai sebuah upaya untuk memahami diri atau
tubuhnya menuju sebuah perwujudan (embodiment). Perwujudan ini dalam
pengertian yang salah satunya adalah representasi atas eksistensi manusia,
yang mana masing-masing memiliki pengalaman yang berbeda dan unik
satu sama lain.
Pengalaman juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Semakin orang tersebut mempunyai banyak
akan semakin mengembangkan pemikiran dan pengetahuannya.
Pengetahuan juga termasuk salah satu domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Pengalaman ini juga dijadikan sebagai tolak ukur manusia dalam
melakukan aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan
datang. Pengalaman disini tidak ubahnya seperti buku referensi yang
memuat segala jenis informasi yang dibutuhkan sebagai landasan bagi
manusia dalam mengambil sikap dan keputusan dalam setiap segmen
kehidupannya (Darmawan, 2013).
Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun
berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang
sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).
Penelitian ini mengeksplorasi tentang pengalaman dismenore pada
santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah. Eksplorasi pengalaman
dismenore perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat memberikan
informasi yang beragam mengenai dismenore, dimana informasi ini dapat
dijadikan tolak ukur remaja dalam mencegah dan menangani dismenore di
masa yang akan datang.
Studi yang dilakukan Aziato dkk di Ghana (2014), didapatkan
bahwa dismenore yang remaja alami berhubungan dengan beberapa gejala
yaitu diare, pusing, kepala dan mual. Nyeri yang dirasakan dimulai satu
minggu sebelum sampai satu hari saat menstruasi. Nyeri dismenore juga
menimbulkan beberapa efek diantaranya yaitu intoleransi aktivitas,
peningkatan angka ketidakhadiran, menurunnya perhatian, perubahan
identitas diri dan adanya suatu keyakinan bahwa seseorang yang
mengalami dismenore tidak akan bisa mendapatkan keturunan.
B. Mekanisme Koping
Koping menurut Lazarus dan Folkman (1984) adalah sebuah upaya
perubahan kognitif dan perilaku secara konstan untuk mengelola tekanan
internal dan eksternal yang dianggap melebihi batas kemampuan individu.
Koping dapat dibagi dalam dua jenis yaitu koping berfokus pada masalah
dan koping berfokus pada emosi. Koping yang berfokus pada masalah
(Problem-Focused Coping) mencakup bertindak secara langsung untuk
mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan beberapa
solusi yaitu konfrontasi atau usaha untuk mengubah situasi dan keadaan,
perencanaan masalah (mencari jalan keluar atau solusi dari masalah), dan
mencari dukungan sosial (Muthoharoh, 2010).
Koping yang berfokus pada masalah menilai stressor yang dihadapi
dan melakukan sesuatu untuk mengubah stressor atau memodifikasi reaksi
untuk meringankan efek dari stressor tersebut. Koping ini juga lebih
menekankan pada usaha untuk menyelesaikan masalah secara tuntas dan
menghentikan stressor. Koping yang berfokus pada masalah melibatkan
strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stress, seperti mencari
informasi tentang penyakit dengan memepelajari sendiri atau melalui
konsultasi medis. Pencarian informasi membantu individu untuk tetap
harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat (Nevid, dkk., 2005
dalam Muthoharoh 2010).
Jenis dari Problem Focused koping dijelaskan dalam jurnal
Assesing Coping Strategies : A Theoritically Base Approach yang ditulis
Carver dkk (1989) yang terdiri dari :
a. Active Coping
Suatu proses pengambilan langkah-langkah aktif untuk mengatasi
stressor atau memperbaiki akibat-akibat yang telah ditimbulkan oleh
stress tersebut dengan cara melakukan suatu tindakan yang sifatnya
mengatasi stressor.
b. Planning
Perencanaan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
situasi yang menimbulkan stres.
c. Suppression of Competing Activities
Mengabaikan aktifitas lain dengan tujuan agar individu dapat
berkonsentrasi secara penuh dalam menghadapi suatu sumber stres.
d. Seeking social support
Usaha-usaha yang dilakukan individu untuk mendapatkan dukungan,
baik itu nasihat, bantuan atau informasi dari orang lain yang dapat
membantu individu dalam menyelesaikan masalah.
Koping berfokus pada emosi lebih menekankan pada pada
pengabaian stressor, mengatasi stressor secara sementara dan tidak dapat
menyelesaikan masalah (Naviska, 2012). Menurut Lazarus dan Folkman
(1984) beberapa poin yang biasanya digunakan pada koping berfokus pada
jarak dengan sumber stressor, mengatur perasaan, adanya usaha untuk lari
dari masalah, dan mencoba menemukan hikmah dari masalah yang terjadi
(Muthoharoh, 2010).
Mekanisme koping sendiri adalah mekanisme yang digunakan
individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme
koping berhasil, maka orang tersebut akan beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi. Mekanisme koping dipelajari sejak awal timbulnya stresor
sehingga individu tersebut menyadari dampak dari stresor tersebut.
Kemampuan koping individu tergantung dari temperamen, persepsi dan
kognisi serta latar belakang budaya atau norma tempatnya dibesarkan
(Carlson, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007). Mekanisme
koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat. Belajar yang
dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh
faktor internal dan eksternal (Nursalam, 2003 dalam Nursalam dan
Kurniawati, 2007).
Roy juga mengemukakan bahwa individu adalah makhluk
biopsikososial sebagai satu kesatuan yang memiliki mekanisme koping
untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefinisikan
lingkungan sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh
terhadap perkembangan manusia. Respon atau perilaku adaptasi seseorang
terhadap perubahan atau kemunduran, menurut teori Roy bergantung pada
stimulus yang masuk dan tingkat atau kemampuan adaptasi orang tersebut.
Tingkat adaptasi seseorang ditentukan oleh tiga hal yaitu input, kontrol
Roy mengidentifikasikan input sebagai stimulus yang dapat
menimbulkan respon. Ada tiga kategori input yaitu fokal, kontekstual, dan
residual. Stimulus fokal adalah stimulus yang langsung berhadapan
dengan individu (stimulus internal), sedangkan stimulus kontekstual
adalah semua stimulus yang diterima oleh individu baik internal atau
eksternal yang mempengaruhi keadaan stimulus fokal yang dapat
diobservasi dan diukur. Stimulus residual adalah stimulus tambahan baik
dari internal dan eksternal, yang mempengaruhi stimulus fokal, namun
tidak dapat diobservasi dan diukur (Alligod, 2010).
Seseorang tidak akan mampu merespon stimulus yang ada tanpa
adanya kemampuan adaptasi. Roy mengkatagorikan kemampuan adaptasi
ini menjadi dua bagian yaitu mekanisme koping regulator dan kognator.
Mekanisme koping regulator merupakan respon sistem saraf, kimiawi dan
endokrin. Sedangkan mekanisme koping kognator berhubungan dengan
fungsi otak dalam memproses informasi (kognitif) dan emosi (Alligod,
2010). Aspek terakhir pada teori adaptasi Roy adalah output. Output dari
suatu sistem adaptasi adalah perilaku yang dapat diamati, diukur, atau
dapat dikemukakan secara subjektif. Output pada sistem ini dapat berupa
respon adaptif atau maladaptif (Asmadi, 2008).
Schwarzer dan Taubert (2002) mengidentifikasi empat jenis koping
yaitu reactive, anticipatory, preventive and proactive coping yang
masing-masing dibedakan oleh waktu di mana stres sasaran terjadi. Reactive
coping ini dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menghadapi sesuatu
yang terjadi pada saat ini atau masa lampau. Reactive coping ini bisa
berfokus pada hubungan sosial. Anticipatory coping adalah suatu upaya
untuk menghadapi suatu stresor yang diprediksikan terjadi dalam waktu
dekat. Dimana, jika stresor tersebut tidak diatasi, ada kemungkinan di
kemudian hari, stresor tersebut dapat menimbulkan dampak pada
kehidupan sehari-hari. Preventive coping adalah upaya untuk menghadapi
suatu stresor yang dipediksikan terjadi dalam jangka waktu panjang.
Individu dalam preventive coping ini akan mempertimbangkan suatu
kondisi atau peristiwa yang akan terjadi di kemudian hari. Proactive
coping dapat dianggap sebagai usaha individu untuk membangun
sumber-sumber yang memfasilitasi seseorang dalam mencapai tujuan (challenging
goals) dan pertumbuhan personal (personal growth). Individu dalam
proactive coping ini memiliki sebuah visi. Mereka melihat resiko,
tuntutan, dan peluang di masa depan yang jauh, tetapi mereka tidak
menilai itu semua sebagai ancaman potensial, bahaya atau kerugian.
Sebaliknya mereka memandang situasi tersebut sebagai tantangan pribadi.
Koping ini menjadi manajemen pencapaian tujuan bukan manajemen
resiko (Schwarzer dan Taubert, 2002 dalam Schwarzer, 2013).
Dismenore merupakan salah satu proses fisiologis yang tidak
dapat dicegah dan dialami oleh perempuan saat menstruasi yang
menyebabkan berbagai dampak pada kehidupan sehari-hari. Individu akan
melakukan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan yang terjadi
saat dismenore. Individu tersebut akan beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi jika mekanisme koping yang dilakukan berhasil (Carlson, 1994
Penelitian yang dilakukan Hartati dkk (2012) tentang mekanisme
koping dismenore menunjukkan bahwa partisipan memilih untuk istirahat,
distraksi, kompres hangat, minum air hangat, mandi air hangat, memakai
minyak kayu putih atau koyo, minum air putih, mengkonsumsi
obat-obatan serta jamu untuk mengurangi nyeri saat menstruasi. Penelitian yang
lain juga dilakukan oleh Aziato dkk (2015) mengenai managemen
penanganan dismenore dan mekanisme koping yang digunakan saat
dismenore menunjukkan hasil bahwa partisipan menggunakan pengobatan
herbal, kompres panas, olahraga dan mengkonsumsi makanan yang bergizi
untuk mengurangi nyeri dismenore yang ia rasakan. Mekanisme koping
yang mereka gunakan yaitu dengan merencanakan aktivitas-aktivitas
sebelum nyeri itu terjadi, menanamkan mindset bahwa nyeri dapat
ditangani dan mencari dukungan sosial serta spiritual.
C. Remaja
1. Pengertian
Remaja atau adolescent adalah periode perkembangan, di
mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa (Potter & Perry, 2005). Remaja juga diartikan sebagai
suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang
individu, dimana terjadi transisi dari anak ke dewasa yang ditandai
dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial.
Rentang usia remaja menurut Potter & Perry (2005) adalah 13-20
tahun, sedangkan menurut WHO (2015), rentang usia remaja yaitu
2. Tahapan Remaja
Narendra dkk (2010) dalam bukunya Tumbuh Kembang
Anak dan Remaja menyebutkan bahwa masa remaja berlangsung
melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai dengan perubahan
bioologis, psikologis dan sosial, yaitu :
a. Remaja Awal (10-14 tahun)
Remaja awal adalah periode dimana masa anak telah
terlewati dan pubertas pun dimulai. Pada anak perempuan
biasanya terjadi antara umur 10-13 tahun sedangkan anak
laki-laki 10,5-15 tahun. Pada tahap ini mulai terjadi perubahan, baik
dari segi fisik, kognitif dan psikososial. Perubahan fisik yang
terjadi yaitu munculnya ciri-ciri seks primer dan sekunder
(Narendra, dkk, 2010). Remaja tahap awal hanya memiliki
pemahaman yang samar tentang dirinya dan tidak mampu
mengaitkan perilaku yang mereka lakukan dengan
konsekuensinya. Pada tahap ini juga remaja sudah mulai berfikir
konkret, tertarik dengan lawan jenis dan mengalami konflik
dengan orang tua (Bobak, 2005).
b. Remaja Menengah (15-16 tahun)
Remaja menengah ini bergumul dengan perasaan
tergantung berbanding dengan mandiri karena kawan-kawan
sebaya menggantikan posisi kedua orang tua. Masalah self
image (jati diri) juga cenderung muncul pada remaja yang
menganggap perubahan yang terjadi adalah suatu hal yang
memalukan (Narendra, dkk., 2010).
c. Remaja Akhir (17-20 tahun)
Remaja tahap akhir mampu memahami dirinya dengan
lebih baik dan dapat mengembangkan pemikiran abstrak
(Bobak, 2005). Hubungan dengan orang tua mulai stabil ke arah
tingkat interaksi yang lebih harmonis dan demokratis. Pergaulan
pada kelompok sebaya mulai mengarah kepada membina
keintiman dengan lawan jenis. Hubungan dengan teman menjadi
lebih santai, tidak terlalu takut dengan adanya perbedaan
diantara teman (Narendra, dkk., 2010).
3. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Soetjiningsih (2007) setiap tahap perkembangan akan
terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu
keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja, mereka
dihadapkan kepada dua tugas utama, tugas yang pertama yaitu
mencapai kebebasan atau kemandirian dari orang tua. Pada masa
remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja
dengan orang tuanya. Pada saat ini ikatan emosional menjadi
berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari
orang tua, misalnya dalam hal memilih teman ataupun melakukan
aktifitas. Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional
dan sementara orang tua yang masih ingin mengawasi anaknya dapat
Pandangan umum masyarakat yang menilai bahwa remaja
menggunakan konflik untuk mencapai otonomi dan kebebasan dari
orang tua tidak sepenuhnya benar. Terdapat suatu pendekatan yang
menarik tentang bagaimana remaja mencari kebebasan dan otonomi.
Otonomi adalah pengaturan diri atau self regulation sedangkan
kebebasan adalah suatu kemampuan untuk membuat keputusan dan
mengatur perilakunya sendiri. Melalui kedua proses tersebut, remaja
akan belajar untuk melakukan sesuatu dengan tepat. Mereka akan
mengevaluasi kembali aturan, nilai dan batasan-batasan yang telah
diperoleh dari keluarga maupun sekolah.
Remaja dalam perkembangannya menuju kedewasaan,
berangsur-angsur mengalami perubahan yang membutuhkan dua
kemampuan yaitu kebebasan dan ketergantungan secara
bersama-sama. Ketergantungan (interdependence) melibatkan
komitmen-komitmen dan ikatan antar pribadi yang mencirikan kondisi kehidupan
manusia. Remaja terus menerus mengembangkan kemampuan dalam
menggabungkan komitmen terhadap orang lain yang merupakan dasar
dari ketergantungan dan konsep dirinya yang merupakan dasar dari
kebebasan dan kemandirian.
Tugas kedua yang harus dilakukan remaja adalah membentuk
identitas untuk mencapai integritas dan kematangan pribadi. Proses
pembentukan identitas diri adalah merupakan proses yang panjang dan
kompleks yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang
dan yang akan datang dari kehidupan individu dan hal ini akan
mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan.
Perubahan-perubahan yang diakibatkan terjadinya kematangan
seksual dan tuntutan-tuntutan psikososial menempatkan remaja pada
suatu keadaan yang disebut krisis identitas.
Krisis identitas adalah suatu tahap untuk membuat keputusan
terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan tentang
pertanyaan identitas dirinya. Keadaan tersebut cukup kompleks,
karena melibatkan perkembangan beberapa aspek baik mental,
emosional dan sosial. Remaja harus menyelesaikan krisis identitasnya
dengan baik, jika tidak, maka dia akan mengalami kebingungan peran
dan jati diri.
4. Perubahan pada Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan
dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting pada
masa remaja dimana yang ditekankan adalah proses biologis yang
pada akhirnya mengarah pada kemampuan bereproduksi yang
ditunjukkan dengan adanya beberapa perubahan fisik (Narendra, dkk,
2010). Pubertas juga diartikan sebagai masa dimana seorang anak
mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual.
Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur 8
hingga 10 tahun dan berakhir kurang lebih di usia 15 hingga 16 tahun.
Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
dengan cepat. Pada perempuan pubertas ditandai dengan menstruasi
pertama (menarche), sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi
Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi
gonadotropin releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, diikuti
oleh sekuens perubahan sistem endokrin yang kompleks yang
melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif. Selanjutnya,
sekuens ini akan diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder,
pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi. GnRH disekresikan
dalam jumlah cukup banyak pada saat janin berusia 10 minggu,
mencapai kadar puncaknya pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian
menurun pada saat akhir kehamilan (Kaplan, dkk, 1978 dalam
Batubara, 2010). Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim
umpan balik hipotalamus karena peningkatan kadar estrogen perifer.
Pada saat lahir GnRH meningkat lagi secara periodik setelah
pengaruh estrogen dari plasenta hilang. Keadaan ini berlangsung
sampai usia 4 tahun ketika susunan saraf pusat menghambat sekresi
GnRH. Pubertas normal diawali oleh terjadinya aktivasi aksis
hipotalamus-hipofisis-gonad dengan peningkatan GnRH secara
menetap. Hormon GnRH kemudian akan berikatan dengan reseptor di
hipofisis sehingga sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan luteneizing
hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Hal ini
terlihat dengan terdapatnya peningkatan sekresi LH 1-2 tahun
sebelum awitan pubertas. Sekresi LH yang pulsatil terus berlanjut
sampai awal pubertas (Kaplan, dkk, 1978 ; Brook, 1999 dalam
Batubara, 2010). Berikut dibawah ini perubahan-perubahan yang
a. Perubahan pada fisik
1. Perubahan berat badan dan skelet
Meningkatnya tinggi dan berat badan biasanya terjadi
selama laju pertumbuhan pubertas. Laju pertumbuhan pada
perempuan umumnya mulai antara usia 8 dan 14 tahun.
Tinggi badan 5 sampai dengan 20 cm dan berat badan
meningkat 7 sampai 27,5 kg. Anak perempuan mencapai
90% sampai 95% tinggi badannya pada masa menarche dan
mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun. Lemak
diredistribusi sesuai proporsi dewasa seiring peningkatan
tinggi dan berat badan dan secara bertahap tubuh remaja
berubah menjadi penampilan orang dewasa (Potter & Perry,
2005).
Pembesaran testis dan
kantung skrotum
10-13,5
Munculnya rambut pubis
berpigmen dan lurus,
yang secara bertahap
menjadi keriting
8 -14 10-15
Perubahan suara awal 11-14,5
Pembesaran penis dan kelenjar prostat
Ovulasi dan lengkapnya perkembangan payudara
14-18
Munculnya rambut halus pada wajah
Munculnya rambut aksila dan peningkatan haluaran kelenjar keringat yang
dapat menyebabkan
terjadinya jerawat
10-16 12-17
Pelebaran dan
pendalaman pelvis pada anak perempuan, dengan deposisi lemak subkutan
yang memberikan
penampilan bulat pada tubuh
10-18
Peningkatan pelebaran
bahu
11-21
Pendalaman suara laki-laki, dengan munculnya rambut kasar pada wajah dan dada
16-21
Tabel 2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja
Menurut Potter & Perry (2005)
2. Menarche
Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya
terjadi 2 tahun sejak munculnya perubahan pada masa
pubertas. Ovulasi dan menstruasi reguler mulai terjadi pada
6-14 bulan setelah menarche (Hockenberry & Wilson, 2009
dalam Hasanah, 2010). Menarche juga diartikan sebagai
terjadinya haid pertama kali selama usia kehidupan pada
seorang perempuan pada usia yang bervariasi yaitu antara
10-16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5 tahun.
b. Perkembangan kognitif
Remaja mengembangkan kemampuan menyelesaikan
masalah melalui tindakan logis. Remaja dapat berpikir abstrak
dan menghadapi masalah secara efektif. Jika berkonfrontasi
penyebab dan solusi yang sangat banyak. Perkembangan
kemampuan ini penting dalam pencarian identitas. Misalnya
keterampilan kognitif baru yang didapat membuat remaja
mengetahui perilaku peran seks yang efektif dan nyaman serta
mempertimbangkan pengaruhnya pada teman sebaya, keluarga
dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).
Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa
remaja mampu berpikir tentang cara mengubah masa depan
dan mampu mengantisipasi konsekuensi dari tiap perilaku
mereka, serta dapat melihat hubungan abstrak antara diri
mereka dan lingkungannya. Remaja dalam perkembangan
moral, biasanya mulai menentang nilai-nilai tradisional dan
mencoba mengkajinya secara logis.
c. Perkembangan Psikososial
Pencarian identitas diri merupakan tugas utama
perkembangan psikososial remaja. Remaja harus membentuk
hubungan sebaya yang dekat atau tetap terisolasi secara sosial.
Erikson memandang bingung identitas atau peran sebagai tanda
bahaya utama pada tahap remaja. Remaja mampu mandiri secara
emosional dan mampu mempertahankan ikatan batin dengan
keluarga. Selain itu, pilihan tentang pekerjaan, pendidikan masa
depan dan cita-cita harus mulai disusun (Potter & Perry, 2005).
Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa tugas
psikososial yang harus dilakukan remaja adalah
serta menjalin hubungan personal yang akrab, baik dengan
teman pria atau teman perempuan. Biasanya remaja dipenuhi
pertanyaan tentang arti kehidupan dan masa depan. Proses
pengembangan identitas diri merupakan fenomena kompleks
yang mencerminkan keturunan, nilai keluarga, pengalaman
kehidupan masa lalu, keyakinan dan harapan untuk masa depan,
serta persepsi mereka tentang tuntutan dan harapan orang yang
berarti dalam kehidupannya.
5. Santri
Santri menurut KBBI (2015) adalah orang yang belajar dan
mendalami agama islam di sebuah pesantren yang menjadi tempat
belajar bagi para santri. Jika diruntut dengan tradisi pesantren,
terdapat dua kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong.
Santri mukim adalah murid-murid yang berasal dari daerah jauh atau
dekat yang menetap di pesantren, sedangkan santri kalong adalah
murid-murid yang berasal dari desa sekelilingnya, yang biasanya
mereka tidak menetap di pondok (Suismanto, 2004 dalam Megarani,
2010).
Kehidupan di pondok pesantren diibaratkan sebuah komunitas
kecil yang “tak pernah mati” dimana kegiatan yang mereka lakukan
mulai dari bangun hingga tidur kembali seperti tiada habisnya.
Kehidupan di pondok pesantren memberikan banyak tantangan bagi
siswa yang belajar disana. Berbagai kondisi telah ditetapkan dan
diatur oleh pihak pondok pesantren sebagai permintaan yang harus
sumber tekanan sehingga dapat menyebabkan stress (Haris, dkk., 2013
dalam Nikmah, 2015).
Stres adalah respon fisiologis, psikologis dan perilaku dalam
beradaptasi terhadap tekanan internal dan eksternal (Sukhraini., 2007
dalam Sari., dkk. 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada
350 siswa yang dipilih dari berbagai sekolah asrama (Malaysia, China,
India dan lainnya) menunjukkan bahwa 44,9% mengalami stres,
dimana yang menjadi stressor tertinggi adalah terkait akademik
(Wahab dkk., 2013 dalam Nikmah, 2015). Begitu pula dalam
penelitian yang dilakukan di Al-Furqon Boarding School, hal yang
membuat siswa stres ialah terkait tuntutan akademik, relasi sosial dan
peraturan (Sulaeman, Ratri F. & Joefiani, P., 2014 dalam Nikmah,
2015). Penyebab stres pada siswa yang tinggal di asrama (pondok
pesantren) menurut penelitian yang dilakukan Alphen (2014) adalah
meliputi faktor asrama (kerinduan, teman sekamar, manajemen diri,
kurang tidur, kurangnya privasi, perubahan nilai budaya), faktor
teman, dan faktor sekolah (tugas yang banyak, salah paham dengan
guru dan kesulitan di akademik).
Stres yang terjadi merupakan salah satu penyebab dismenore
ini muncul saat menstruasi. Penelitian yang dilakukan Prihatama dkk
(2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
stres dan dismenore pada siswi SMA Negeri 2 Ngawi, dimana hal ini
dibuktikan dengan didapatkannya nilai p sebesar 0,002 (interval
D. Menstruasi
1. Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah sebuah hal yang alami bagi kaum
perempuan, dimana setiap bulannya seorang perempuan akan
mengalami peluruhan dinding rahim yang disertai dengan adanya
perdarahan. Menstruasi biasanya akan terjadi pada remaja yang sudah
masuk dalam tahap pubertas. Remaja yang baru memasuki tahap
pubertas akan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya yang
disebut menarche. Menarche adalah menstruasi pertama yang
biasanya terjadi 2 tahun sejak munculnya perubahan pada masa
pubertas. Ovulasi dan menstruasi reguler mulai terjadi pada 6–14
bulan setelah menarche (Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Hasanah
, 2010). Menarche juga diartikan sebagai terjadinya haid pertama kali
selama usia kehidupan pada seorang perempuan pada usia yang
bervariasi yaitu antara 10–16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5
tahun. Usia menarche ini secara statistik dipengaruhi oleh faktor
keturunan, keadaan gizi, kesehatan umum dan penyakit menahun pada
perempuan (Hendrik, 2006).
2. Fisiologi Menstruasi
Hipotalamus akan menyekresikan hormon gonadotropin.
Hormon gonadotropin merangsang kelenjar pituitari untuk
menghasilkan hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone). Hormon
FSH merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel di dalam
mensekresikan hormon esterogen. Hormon esterogen berfungsi
membantu pertumbuhan lapisan endometrium pada dinding ovarium.
Pertumbuhan endometrium memberikan tanda pada kelenjar pituitari
untuk menghentikan sekresi FSH dan berganti dengan sekresi LH.
Pengaruh stimulasi hormon LH, folikel yang sudah matang
pecah menjadi korpus luteum. Saat seperti ini ovum akan keluar dari
folikel dan ovarium menuju uterus (ovulasi). Korpus luteum yang
terbentuk segera menyekresikan hormon progesteron. Hormon
esterogen akan berhenti disekresi jika ovum tidak dibuahi. Berikutnya
sekresi hormon LH oleh kelenjar pituitari berhenti. Akibatnya korpus
luteum tidak bisa melangsungkan sekresi hormon progesteron. Karena
hormon progesteron tidak ada, dinding rahim sedikit demi sedikit
meluruh bersama darah (Ardhiyanti, dkk., 2015).
Gambar 2.1 Kontrol Hormon saat Menstruasi
3. Siklus Menstruasi
Lauralee (2012) dalam bukunya menyebutkan bahwa siklus
haid terdiri dari tiga fase yaitu fase haid, fase proliferatif dan fase
sekretorik atau progestasional. Fase yang pertama yaitu fase haid. Fase
haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan
haid dianggap sebagai permulaan siklus baru. Saat ini bersamaan
dengan pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular.
Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi
dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus sebelumnya,
kadar progesteron dan esterogen darah turun tajam. Karena efek akhir
progesteron dan esterogen adalah mempersiapkan endometrium untuk
implantasi ovum yang dibuahi maka terhentinya sekresi kedua hormon
ini menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien
ini kehilangan hormon-hormon penunjangnya.
Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang
pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan
vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran
darah ke endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi
kemudian menyebabkan kematian endometrium termasuk pembuluh
darahnya. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah
ini membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen uterus.
Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama haid kecuali
sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel dan kelenjar, yang
menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga
merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini
membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga
uterus keluar melalui vagina sebagai darah haid. Kontraksi yang terlalu
kuat akibat produksi berlebihan prostaglandin menyebabkan kram haid
Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari
setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase
folikular ovarium. Penghentian efek progesteron dan esterogen, akibat
degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium
dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium di bawah pengaruh
hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi
hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus
dan hipofisis anterior sehingga sekresi FSH dan LH meningkat dan
fase folikuler baru dapat dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari di
bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang
telah menghasilkan cukup esterogen untuk mendorong perbaikan dan
pertumbuhan endometrium.
Fase selanjutnya yaitu proliferatif, dimana siklus ini dimulai
bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular ovarium ketika
endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi di bawah
pengaruh esterogen dari folikel-folikel yang baru berkembang. Saat
aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah lapisan endometrium
menipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Esterogen merangsang
proliferasi sel epitel, kelenjar dan pembuluh darah di endometrium,
meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3-5 mm. Fase proliferatif
yang didominasi oleh esterogen ini berlangsung dari akhir haid hingga
ovulasi. Kadar puncak esterogen memicu lonjakan LH yang menjadi
penyebab ovulasi.
Uterus masuk ke fase sekretorik atau progestasional yang
mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan esterogen. Progesteron
mengubah endometrium tebal yang telah dipersiapkan esterogen
menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen. Periode ini disebut fase
sekretorik karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen
atau fase progestasional, merujuk kepada lapisan subur endometrium
yang mampu menopang kehidupan mudigah. Jika pembuahan dan
implantasi tidak terjadi maka korpus luteum berdegenerasi dan fase
folikular dan fase haid baru dimulai kembali.
Gambar 2.2 Korelasi antara kadar hormon dan perubahan siklik
ovarium dan uterus (Lauralee, 2015)
E. Dismenore
1. Pengertian Dismenore
Dismenore didefinisikan sebagai nyeri yang terjadi sebelum
dan saat menstruasi (Patruno, 2006). Dismenore juga diartikan sebagai
menstruasi. Dismenore umumnya dimulai 2–3 tahun setelah
menarche. Dismenore yang terjadi pada umumnya adalah dismenore
primer, dikarenakan dismenore ini berkaitan dengan siklus ovulasi
yang ada pada saat menstruasi (Harel dan Hillard, 2008). Rasa nyeri
pada saat menstruasi tentu sangat menyiksa bagi perempuan. Sakit
menusuk, nyeri yang hebat di sekitar bagian bawah dan bahkan
kadang mengalami kesulitan saat berjalan sering dialami ketika haid
menyerang (Harahap, 2001 dalam Kurniawati dan Kusumawati,
2011).
2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Dismenore
Dismenore dibagi menjadi dua tipe yaitu dismenore primer dan
dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri pada saat
menstruasi tanpa adanya kelainan patologis pelvis (Harel dan Hillard,
2008). Penyebab dismenore adalah turunnya kadar hormon ovarium
pada saat menstruasi yang nantinya merangsang pembebasan suatu
prostaglandin (E2 dan F2) yang menyebabkan vasokontriksi
pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke
endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi kemudian
menyebabkan kematian endometrium, termasuk rusaknya pembuluh
darah. Produksi prostaglandin meningkat, dan mengakibatkan semakin
meningkatnya kontraksi miometrium yang nantinya akan
menimbulkan rasa nyeri dan kram (Lauralee, 2012).
Karakteristik dismenore primer ini yaitu nyeri yang
berfluktuasi dan tidak teratur yang terjadi pada beberapa jam sebelum