• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Fenomenologi Pengalaman dan Mekanisme Koping Dismenore Pada Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Fenomenologi Pengalaman dan Mekanisme Koping Dismenore Pada Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN DAN

MEKANISME KOPING DISMENORE PADA

SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AN-NAHDLAH

PONDOK PETIR DEPOK

TAHUN 2016

Skripsi

Diajukan sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

NUR CITA QOMARIYAH

NIM : 1112104000041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nur Cita Qomariyah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Gresik, 19 Mei 1994

Alamat : Jalan Semanggi II RT 04 RW 03 Cempaka Putih

Ciputat Timur

No. Hp : 089678186485

Pendidikan : S-1 Ilmu Keperawatan ( sekarang )

Agama : Islam

E-mail : Nurcitaqomariyah@ymail.com /

nurcita.nc@gmail.com

Riwayat pendidikan : MI Irsyadul Ummah Gresik

MTS Assa’adah II Bungah Gresik

MA Assa’adah Bungah Gresik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Program Studi Ilmu Keperawatan

Pengalaman Organisasi : Ketua PMR MA Assa’adah Bungah

Bendahara Umum IPPNU MA Assa’adah

Bendahara Umum CSS MORA UIN Jakarta

Wakil Ketua II CSS MoRA UIN Jakarta

Ketua Departemen Pendidikan dan Profesi PMII

(7)

vii

Ketua Departemen Pendidikan dan Penelitian

HMPSIK 2015-sekarang

Ketua Departemen Kesehatan dan Lingkungan

Dewan Mahasiswa UIN Jakarta 2016

Prestasi :

Juara III Literature Review tentang Bahaya

Merokok FKIK Edu Fair UIN Jakarta 2014

Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan 2015

Seminar, pelatihan dan aksi yang pernah diikuti :

1. Pelatihan Organisasi CSS MoRA “ Generasi Pembaharu Bangsa” tahun 2012

2. Pelatihan “School of Rescue” BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan tahun 2013

3. Studium General “Peran Perawat Komunitas dalam Comunity Based Care

Penyakit Kronik” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2013

4. Seminar Nasional Keperawatan 2013 “NANDA, NIC, NOC : Concept,

Implementation and Innovation for Better Quality of Nursing Service in Indonesia” tahun 2013

5. Peserta “Gerakan Aksi Damai Sukseskan Pengesahan RUU Keperawatan

di Gedung DPR RI” tahun 2013

6. Seminar Nasional “Kekerasan Seks Pada Anak dan Remaja, Peran Perawat

dan Keluarga” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2014

7. Seminar Nasional “Reformasi Gerakan dalam Menjawab Tantangan

(8)

viii

8. Seminar Nasional “Peran Kepemimpinan Keperawatan dalam Perspektif

Islam di Era Kerja” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2015

9. Pelatihan “UIN Health Collaborative” DEMA Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2015

Perlombaan yang pernah diikuti :

1. Peserta Olimpiade Keperawatan BEM KMJK UNSOED

“Mengembangkan Kompetensi Mahasiswa Keperawatan Melalui Kompetisi Berbasis Teori dan Praktik” tahun 2013

2. Peserta Ners Vaganza Wilayah III Ilmiki “Mengasah Profesionalitas

Perawat Melalui Kompetisi Kritis yang Sportif” Program Studi Ilmu

Keperawatan tahun 2014

3. Juara III Literature Review Bekarya di Hari Tanpa Rokok “Tobacco Effect

for People” BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2014

4. Peserta Olimpiade Keperawatan BEM KMJK UNSOED “Meningkatkan Jiwa Berkompetisi dan Berprestasi Mahasiswa Keperawatan Menuju

Kemajuan Profesi” tahun 2014

5. Juara I Mahasiswa Berprestasi Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas

(9)

ix

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Mei 2016

Nur Cita Qomariyah, NIM : 1112104000041

Studi Fenomenologi Pengalaman dan Mekanisme Koping Dismenore Pada Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok

ABSTRAK

Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi, yang mempengaruhi sebagian besar perempuan dan menyebabkan ketidakmampuan beraktivitas tiap bulannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif yang dilakukan dengan wawancara mendalam. Partisipan penelitian ini terdiri dari lima partisipan berusia 13-19 tahun yang pernah mengalami dismenore. Pemilihan partisipan penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Data didapatkan dari hasil rekaman wawancara mendalam dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Penelitian ini mengindentifikasi enam tema, yaitu : 1) karakteristik nyeri yang dialami oleh santriwati, 2) dampak dismenore dalam kehidupan sehari-hari santriwati, 3) upaya santriwati dalam mengatasi dismenore, 4) dukungan yang diperoleh santriwati saat mengalami dismenore, 5) antisipasi yang dilakukan santriwati terhadap dismenore, 6) mitos-mitos dismenore yang dipercayai oleh santriwati. Penelitian lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk mengeksplorasi secara mendalam, khususnya kepada perempuan yang mengalami dismenore dengan adanya riwayat peradangan pelvis (dismenore sekunder), agar didapatkan data mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore yang lebih bervariasi dari pada sebelumnya.

Kata kunci : Pengalaman, Mekanisme Koping, Dismenore, Santriwati

(10)

x SCHOOL OF NURSING

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY, JAKARTA

Undergraduate Thesis, May 2016

Nur Cita Qomariyah, NIM : 1112104000041

Phenomenological Research of Experiences and Coping Mechanism of Dysmenorrhea on Female Students of An-Nahdlah Islamic Boarding School Pondok Petir Depok

ABSTRACT

Dysmenorrhea is one of gynecology problems, which affect most females and make them unable to do activities every month. This research aimed to

explore female students’ experiences and coping mechanism of dysmenorrhea on female students of Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir, Depok. This qualitative research was conducted in phenomenology design with the use of depth interview. Participants of this research were five female students from 13 to 19 years old who had been experienced dysmenorrhea. Participant had been choosen by purposive sampling. Data were obtained from recorded depth interviews and were analyzed using Colaizzimethod. This research identified six themes, namely: 1) pain characteristics experienced by female students, 2)

dysmenorrhea’s impact in female students’ daily life, 3) female students’ effort to overcome dysmenorrhea, 4) supports obtained by female students when

experiencing dysmenorrhea, 5) female students’ anticipations toward dysmenorrhea, 6) Dysmenorrhea myths believed by female students. Further research may also be taken to explore in depth, especially on women who experience dysmenorrhea with a pelvic inflammatory (secondary dysmenorrhea) history, in order to obtain more various data of experiences and coping mechanism of dysmenorrhea than previous studies.

Keywords: Experience, Coping Mechanism, Dysmenorrhea, Female Students

(11)

xi

KATA

PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan nikmat, rahmat, serta anugerahNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposalskripsi dengan judul “Studi Fenomenologi Pengalaman

dan Mekanisme Koping Dismenore pada Santriwati Pondok Pesantresn

An-Nahdlah Pondok Petir Depok”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir

perkuliahan dengan melakukan penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis banyak memperoleh pelajaran melalui penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dan

keterbatasan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran

untuk tujuan perbaikan di masa yang akan datang. Penyelesaian skripsi ini juga

terselesaikan tidak lain karena bantuan dari berbagai pihak sehingga pda

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes, selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

3. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat selaku Pembimbing I

yang telah membimbing dan memberikan motivasi.

4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kep., M.Biomed selaku Pembimbing II yang telah

(12)

xii

5. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, M.Kep selaku Pembimbing Akademik yang

telah membimbing

6. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan

motivasi.

7. Segenap Staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu

Keperawatan

8. Kepada Kementrian Agama yang telah menyelenggarakan Program

Beasiswa Santri Berprestasi, sehingga penulis bisa melanjutkan studi di

UIN Jakarta

9. Ayah dan ibu, serta adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan

tiada henti untuk tetap semangat mengerjakan skripsi ini, semoga kalian

selalu dalam lindungan Allah SWT

10.Teman-teman keperawatan 2012, dan sahabat yang telah berjuang

bersama-sama dalam perkuliahan di keperawatan

11.Teman-teman CSS MoRA UIN Jakarta, Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (PMII

KOMFAKKES), Ikatan Mahasiswa Gresik, tim I Care Indonesia yang

telah memberikan dukungan dan semangat dalam pengerjaan proposal

skripsi ini.

12.Kepada Ustadz Miftah selaku Pembina Pondok Pesantren An-Nahdlah

Pondok Petir Depok yang telah memberikan izin dalam melakukan

penelitian ini.

13.Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

(13)

xiii

Penulis berdoa semoga semua kebaikan yang telah diberikan

mendapat balasan dari Allah SWT Aamiiin. Penulis berharap laporan ini

dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca pada umumnya.

Ciputat, 06 Mei 2016

(14)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN...iii

LEMBAR PENGESAHAN...iv

LEMBAR PERNYATAAN...v

RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

DAFTAR SINGKATAN ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Pengalaman ... 12

B. Mekanisme Koping ... 14

(15)

xv

D. Menstruasi ... 30

E. Dismenore ... 34

F. Kerangka Teori ... 48

BAB III KERANGKA KONSEP ... 49

A. Kerangka Konsep ... 49

B. Definisi Istilah ... 50

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 51

A. Desain Penelitian ... 51

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 51

C. Partisipan Penelitian ... 52

D. Instrumen Penelitian ... 52

E. Teknik Pengumpulan Data ... 53

F. Keabsahan Data ... 54

G. Teknik Analisis Data... 56

H. Etika Penelitian ... 57

BAB V HASIL PENELITIAN ... 58

BAB VI PEMBAHASAN ... 74

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Nomer Tabel Halaman

2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja 25-26

2.2 Derajat Nyeri pada Saat Menstruasi Berdasarkan Verbal

Multidimensional Scoring System

(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

Nomer Tabel Halaman

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Format Penjelasan Penelitian

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan

Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Singkat

Lampiran 4 : Permohonan Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 5 : Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data

Lampiran 6 : Tabel Pengelompokan Data

(19)

xix

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

BKKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone

LH : Lutineizing Hormone

FSH : Follicle Stimulating Hormone

IMT : Indeks Massa Tubuh

NSAIDs : Nonstreoidal Anti-Inflamatory Drugs

SAR : Sistem Aktivasi Retikular

BSR : Bulbar Synchronizing Region

CRH : Corticotropin Releasing Hormone

POMC : Proopiomelanokortin

MSH : Melanocyte Stimulating Hormone

NTS : Nukleus Traktus Solitarius

PVN : Nuklei Paraventrikular

NPY : Neuro Peptida Y

(20)

xx

DAFTAR GAMBAR

Nomer Tabel Halaman

2.1 Kontrol Hormon Saat Menstruasi 31

2.2 Korelasi antara Kadar Hormon dan Perubahan Siklik

Ovarium dan Uterus

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja atau adolescent adalah salah satu periode perkembangan,

dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa (Potter & Perry, 2005). Potter & Perry (2005),

menggolongkan bahwa rentang usia remaja adalah 13-20 tahun, sedangkan

menurut WHO (2015), berkisar dari usia 10-19 tahun. Jumlah penduduk

Indonesia tahun 2010 menurut BKKBN (2011) sebesar 237,6 juta jiwa

dan 63,4 juta diantaranya adalah remaja. Jumlah remaja perempuan

berkisar 49,30 persen yaitu sebanyak 31.279.012 jiwa.

Masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan

dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting pada masa

remaja dimana yang ditekankan adalah proses biologis yang pada akhirnya

mengarah pada kemampuan bereproduksi yang ditunjukkan dengan

adanya beberapa perubahan fisik (Narendra, dkk., 2010). Perubahan fisik

yang terjadi pada saat pubertas berlangsung dengan sangat cepat dan

berkelanjutan. Salah satu perubahan fisiologis utama yang terjadi pada

remaja yaitu terjadinya menstruasi. Remaja yang baru memasuki tahap

pubertas akan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya yang disebut

menarche. Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya terjadi 2

(22)

menstruasi reguler mulai terjadi pada 6-14 bulan setelah menarche

(Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Hasanah , 2010).

Keluhan remaja yang dialami saat menstruasi berupa dismenore.

Dismenore termasuk dalam salah satu masalah umum yang dialami oleh

sebagian besar remaja perempuan (Kumbhar, dkk., 2011). Prevalensi

kejadian dismenore dilaporkan pada remaja mencapai angka 20-45% (2

tahun pasca menarche) dan 80% (4–5 tahun pasca menarche). Prevalensi

kejadian dismenore pada remaja dilaporkan mencapai angka 60%-90%,

dimana dismenore ini akan berkurang seiring bertambahnya usia (Fritz &

Speroff, 2011). Angka kejadian dismenore pada siswi sekolah menengah

atas di Australia mencapai 93% (Parker, dkk., 2010 dalam Ju, dkk., 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Sinha (2015) pada mahasiswi Universitas

Banaras Hindu di India menemukan bahwa angka kejadian dismenore

mencapai 63,6% dari 198 responden. Hasil penelitian Pusat Informasi dan

Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun

2009 angka kejadian dismenore terdiri dari 72,89% dismenore primer dan

27,11% dismenore sekunder dan angka kejadian dismenore berkisar

45-95% dikalangan perempuan usia produktif (Proverawati & Misaroh, 2009

dalam Rahkma, 2012).

Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,

yang mempengaruhi lebih dari 50% perempuan dan menyebabkan

ketidakmampuan beraktivitas selama 1-3 hari tiap bulan pada perempuan

tersebut (Suhartatik, 2003 dalam Kurniawati dan Kusumawati 2011).

(23)

biasanya terjadi pada perempuan yang berusia ≤ 20 tahun. Lestari (2013)

dalam jurnalnya menjelaskan bahwa perempuan yang semakin tua lebih

sering mengalami menstruasi dimana akan mengakibatkan perubahan

anatomis leher rahim yang asalnya sempit menjadi bertambah lebar,

sehingga sensasi nyeri haid akan berkurang.

Penyebab dismenore adalah peningkatan kadar prostaglandin

akibat penurunan kadar esterogen saat menstruasi. Kondisi psikologis

(stres) juga menjadi salah satu penyebab timbulnya dismenore

(Purwaningsih & Fatmawati, 2010). Seorang remaja rentan mengalami

stres, dikarenakan masa remaja adalah masa pergolakan yang diisi dengan

konflik dan mood yang belum stabil (Polinggapo, 2013). Remaja yang

tinggal terpisah dengan orang tua ataupun tinggal di asrama atau pondok,

beresiko mengalami stres. Wannebo dan Wichstrom menemukan bahwa

stres ini lebih cenderung terjadi pada siswi atau santriwati (Niknami., dkk.

2011 dalam Alphen, 2014).

Penelitian yang dilakukan Prihatama dkk (2013) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan dismenore pada

siswi SMA Negeri 2 Ngawi, dimana hal ini dibuktikan dengan

didapatkannya nilai p sebesar 0,002 (interval kepercayaan 95%).

Berdasarkan pendapat dari Wanebo dan Wichstrom yang dikorelasikan

dengan penelitian Prihatama dkk, dengan adanya stres tersebut,

kemungkinan besar, santriwati akan mudah mengalami dismenore.

Dismenore yang mereka alami ini akan berdampak pada kegiatan mereka

(24)

Dismenore ini dibagi menjadi dua tipe yaitu dismenore primer dan

dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri pada saat menstruasi

tanpa adanya kelainan patologis pelvis yang dimulai dari 6-24 bulan

setelah menarche (Klossner, 2006). Dismenore sekunder itu sendiri

dideskripsikan sebagai nyeri menstruasi yang diakibatkan oleh adanya

kelainan patologis seperti adanya lesi pada rahim dan ovum, yang

biasanya terjadi beberapa tahun setelah menarche (Farotimi, 2015).

Gejala utama dismenore adalah nyeri yang dimulai saat awitan

menstruasi. Nyeri dapat tajam, tumpul, siklik, atau menetap dan dapat

berlangsung beberapa jam sampai 1 hari. Gejala-gejala sistemik yang

menyertai berupa mual, diare, sakit kepala, dan perubahan emosional

(Price, 2012). Faktor resiko timbulnya dismenore bermacam-macam mulai

dari menarche dini, belum pernah melahirkan anak, periode menstruasi

yang lama, status gizi, merokok, kebiasaan olahraga dan stress

(Poverawati, 2009 dalam Purwanti, dkk., 2014).

Dismenore ini jika tidak ditangani dapat menimbulkan dampak

bagi kegiatan atau aktivitas para perempuan khususnya remaja, dimana

dismenore membuat perempuan tidak bisa beraktivitas secara normal dan

memerlukan resep obat. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya

kualitas hidup, sebagai contoh siswi yang mengalami dismenore tidak

dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena

nyeri yang dirasakan (Prawirohardjo, 2005 ; Purwanti, dkk., 2014).

Penelitian terkait dismenore mempengaruhi aktivitas remaja juga

(25)

tahun 2011 menyatakan bahwa siswi yang memiliki skor dismenore < 6

(ringan) mengalami penurunan aktivitas sebesar 79,4%. Siswi yang

mempunyai skor dismenore ≥ 6 (berat) mengalami penurunan aktivitas

sebesar 96,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dismenore berpengaruh

terhadap aktivitas remaja.

Dismenore tidak hanya menyebabkan gangguan aktivitas tetapi

juga memberi dampak yang menyeluruh, mulai dari segi fisik, psikologis,

sosial dan ekonomi terhadap perempuan di seluruh dunia (Iswari, 2014).

Dampak psikologis dari dismenore dapat berupa konflik emosional,

ketegangan dan kegelisahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan

yang tidak nyaman dan asing (Trisianah, 2011 dalam Iswari , 2014).

Studi mengenai pengalaman dismenore dilakukan oleh Aziato dkk

di Ghana pada tahun 2014, didapatkan bahwa dismenore berhubungan

dengan beberapa gejala yaitu diare, pusing dan mual. Nyeri dimulai satu

minggu sebelum sampai satu hari saat menstruasi. Beberapa efek

dismenore yaitu intoleransi aktivitas, perubahan psikologis dan interaksi

sosial, perubahan pola tidur, peningkatan angka ketidakhadiran,

menurunnya perhatian, perubahan identitas diri dan adanya suatu

keyakinan bahwa seseorang yang mengalami dismenore tidak akan bisa

mendapatkan keturunan.

Ogunfowokan dan Babatunde (2010) dalam penelitiannya pada

remaja Nigeria menyatakan bahwa dari 64 partisipan yang ada, 23

partisipan lebih memilih untuk tidur agar nyeri dismenore yang dialami

(26)

hangat dan menggunakan koyo (hot pap), 8 partisipan melakukan aktivitas

fisik, 8 partisipan meminum perasan air jeruk, 6 partisipan mengkonsumsi

air garam, 4 partisipan mengkonsumsi perasan jeruk yang dicampur

dengan alkohol, 3 partisipan mengkonsumsi air suci (holy water) dan 2

partisipan lainnya mengkonsumsi minuman bersoda. Penelitian lain

tentang penanganan nyeri dismenore juga dilakukan oleh Yuniarti, Rejo

dan Handayani (2012), menunjukkan hasil bahwa 67 orang (88,2%) dari

76 partisipan, telah melakukan penanganan dismenore secara

komplementer. Perilaku penanganan tersebut berupa pemberian kompres

hangat, olahraga teratur, istirahat, mengkonsumsi makanan bergizi dan

pengkonsumsian obat analgetik.

Individu akan melakukan mekanisme koping untuk menghadapi

perubahan dari dampak yang diterima. Individu tersebut tersebut akan

beradaptasi dengan perubahan yang terjadi jika mekanisme koping yang

dilakukan berhasil (Carlson, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk (2010) menunjukkan bahwa

hampir 41,2% hanya membiarkan saja rasa dismenore tersebut, sedangkan

40,2% dari responden melakukan pijat dan minum air hangat untuk

mengurangi dismenore, 13,1% mengkonsumsi obat-obatan dan 5,5%

sisanya melakukan pengobatan ke dokter.

Aziato dkk juga melakukan penelitian yang serupa pada tahun

2015 di Ghana, namun dengan poin yang berbeda yaitu mengenai

penanganan dismenore dan mekanisme koping yang digunakan saat

(27)

menggunakan pengobatan herbal, kompres panas, olahraga dan

mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk mengurangi nyeri dismenore

yang ia rasakan. Mekanisme koping yang mereka gunakan yaitu dengan

merencanakan aktivitas-aktivitas sebelum nyeri itu terjadi, menanamkan

mindset bahwa nyeri dapat ditangani dan mencari dukungan sosial serta

spiritual.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada 10 santriwati

Pondok Pesantren An-Nahdlah yang pernah mengalami dismenore

didapatkan 8 dari 10 partisipan mengatakan bahwa dismenore adalah hal

yang sudah biasa terjadi setiap bulannya, sedangkan 2 sisanya

menganggap bahwa dismenore ini sesuatu yang sangat menyakitkan. 10

partisipan menceritakan bahwa dismenore yang mereka alami

mengganggu aktivitas sehari-hari, 5 partisipan diantaranya pernah izin

tidak masuk sekolah dan kegiatan sholawatan di pondok akibat dismenore

dan 5 orang yang lainnya mengalami intoleransi aktivitas (malas

melakukan kegiatan dan cenderung ingin beristirahat saja) akibat

dismenore. Penanganan dismenore yang santriwati lakukan hampir semua

partisipan mengatakan bahwa penanganan yang dilakukan yaitu dengan

istirahat, kompres air hangat dan penggunaan minyak kayu putih, namun 3

diantaranya pernah melakukan pengobatan ke dokter pada saat dismenore.

Hampir seluruh partisipan tidak melakukan pencegahan dismenore.

Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun

berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang

sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).

(28)

dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan

aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang

(Darmawan, 2013). Eksplorasi mekanisme koping juga perlu dilakukan

mengingat koping ini adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan

perubahan yang diterima, jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka

dismenore ini akan mengakibatkan dampak yang signifikan dalam

kehidupan sehari-hari seorang remaja.

Penelitian mengenai pengalaman dan mekanisme koping

dismenore di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi

penelitian yang mengeksplor tentang pengalaman dan mekanisme koping

di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang

masalah di atas, peneliti tertarik ingin mengeksplorasi lebih dalam

mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada remaja

khususnya santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Depok.

B. Rumusan Masalah

Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,

yang menyebabkan ketidakmampuan beraktivitas selama beberapa hari

dalam setiap bulan pada seorang perempuan, dimana prevalensi kejadian

dismenore pada remaja dilaporkan mencapai angka 60%-90%, yang

nantinya dismenore ini akan berkurang seiring bertambahnya usia.

Dismenore terjadi disebabkan oleh peningkatan kadar prostaglandin akibat

penurunan kadar esterogen saat menstruasi dan kondisi psikologis.

(29)

pada kehidupan sehari-hari baik dari segi fisik, psikologis, dan lingkungan

sosial.

Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun

berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang

sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).

Eksplorasi pengalaman perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat

dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan

aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang

(Darmawan, 2013). Eksplorasi mekanisme koping juga perlu dilakukan

mengingat koping adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan

perubahan yang diterima, jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka

dismenore ini akan mengakibatkan dampak yang signifikan dalam

kehidupan sehari-hari seorang remaja.

Penelitian mengenai pengalaman dan mekanisme koping

dismenore di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi

penelitian yang mengeksplor tentang pengalaman dan mekanisme koping

di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang

masalah di atas, peneliti tertarik ingin mengeksplorasi lebih dalam

mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada remaja

khususnya santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Depok.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme

koping dismenore pada santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok

(30)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

a. Penelitian ini bermanfaat menjadi data dasar bagi peneliti

selanjutnya dalam mengembangkan dan memperkaya penelitian

selanjutnya tentang pengalaman dan mekanisme koping dismenore

pada santriwati.

b. Memberikan informasi mengenai pengalaman dan mekanisme

koping dismenore pada santriwati.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti

Penelitian ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti

mengenai penelitian kualitatif, seluk beluk serta prosesnya,

khususnya yang berkaitan dengan pengalaman dan mekanisme

koping dismenore pada santriwati.

b. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

literatur untuk menambah wawasan pendidik dan peserta didik,

serta dapat menjadi data dasar dalam peningkatan ilmu

keperawatan dalam hal mengkaji, mengidentifikasi dan

mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme koping dismenore

pada santriwati ataupun remaja.

c. Bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan

tenaga kesehatan tentang pengalaman dan mekanisme koping

(31)

promosi kesehatan dalam memberikan pendidikan mengenai

dismenore dan penanganannya pada remaja.

d. Bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada perempuan, utamanya remaja

perempuan mengenai dismenore baik dari efek dismenore hingga

upaya penanganannya sehingga remaja perempuan dapat mampu

meminimalisir efek yang ditimbulkan oleh dismenore dengan

melakukan penanganan yang tepat.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif yang bertujuan untuk

memperoleh informasi mengenai pengalaman dan mekanisme koping

dismenore pada santriwati. Partisipan pada penelitian ini adalah santriwati

yang pernah mengalami dismenore yang berdomisili di Pondok Pesantren

An-Nahdlah Pondok Petir Depok. Pemilihan partisipan dalam penelitian

ini menggunakan tekhnik purposive sampling. Pengumpulan data

dilakukan pada bulan Februari-Maret 2016 dengan menggunakan teknik

(32)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengalaman

Pengalaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

(2015), diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,

ditanggung dan sebagainya). Pengalaman merupakan salah satu hasil yang

diperoleh manusia dari interaksinya dengan lingkungan, dimana memuat

beragam hal yang dapat dipelajari, salah satunya dalam mengetahui lebih

jauh mengenai pemahaman manusia itu sendiri. Penginderaan manusia

terhadap lingkungannya akan melahirkan pengalaman yang nantinya.

Pengalaman manusia ini telah banyak ditelaah oleh para pemikir

dan banyak teori-teori yang dicetuskan yang merujuk kepada fenomena

pengalaman ini dalam kehidupan manusia. Darmawan (2013) dalam

tulisannya yang berjudul Pengalaman, Usability, dan Antarmuka Grafis :

Sebuah Penelusuran Teoritis menjelaskan bahwa pengalaman bagi

manusia dipahami sebagai sebuah upaya untuk memahami diri atau

tubuhnya menuju sebuah perwujudan (embodiment). Perwujudan ini dalam

pengertian yang salah satunya adalah representasi atas eksistensi manusia,

yang mana masing-masing memiliki pengalaman yang berbeda dan unik

satu sama lain.

Pengalaman juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Semakin orang tersebut mempunyai banyak

(33)

akan semakin mengembangkan pemikiran dan pengetahuannya.

Pengetahuan juga termasuk salah satu domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Efendi dan Makhfudli, 2009).

Pengalaman ini juga dijadikan sebagai tolak ukur manusia dalam

melakukan aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan

datang. Pengalaman disini tidak ubahnya seperti buku referensi yang

memuat segala jenis informasi yang dibutuhkan sebagai landasan bagi

manusia dalam mengambil sikap dan keputusan dalam setiap segmen

kehidupannya (Darmawan, 2013).

Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun

berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang

sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).

Penelitian ini mengeksplorasi tentang pengalaman dismenore pada

santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah. Eksplorasi pengalaman

dismenore perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat memberikan

informasi yang beragam mengenai dismenore, dimana informasi ini dapat

dijadikan tolak ukur remaja dalam mencegah dan menangani dismenore di

masa yang akan datang.

Studi yang dilakukan Aziato dkk di Ghana (2014), didapatkan

bahwa dismenore yang remaja alami berhubungan dengan beberapa gejala

yaitu diare, pusing, kepala dan mual. Nyeri yang dirasakan dimulai satu

minggu sebelum sampai satu hari saat menstruasi. Nyeri dismenore juga

menimbulkan beberapa efek diantaranya yaitu intoleransi aktivitas,

(34)

peningkatan angka ketidakhadiran, menurunnya perhatian, perubahan

identitas diri dan adanya suatu keyakinan bahwa seseorang yang

mengalami dismenore tidak akan bisa mendapatkan keturunan.

B. Mekanisme Koping

Koping menurut Lazarus dan Folkman (1984) adalah sebuah upaya

perubahan kognitif dan perilaku secara konstan untuk mengelola tekanan

internal dan eksternal yang dianggap melebihi batas kemampuan individu.

Koping dapat dibagi dalam dua jenis yaitu koping berfokus pada masalah

dan koping berfokus pada emosi. Koping yang berfokus pada masalah

(Problem-Focused Coping) mencakup bertindak secara langsung untuk

mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan beberapa

solusi yaitu konfrontasi atau usaha untuk mengubah situasi dan keadaan,

perencanaan masalah (mencari jalan keluar atau solusi dari masalah), dan

mencari dukungan sosial (Muthoharoh, 2010).

Koping yang berfokus pada masalah menilai stressor yang dihadapi

dan melakukan sesuatu untuk mengubah stressor atau memodifikasi reaksi

untuk meringankan efek dari stressor tersebut. Koping ini juga lebih

menekankan pada usaha untuk menyelesaikan masalah secara tuntas dan

menghentikan stressor. Koping yang berfokus pada masalah melibatkan

strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stress, seperti mencari

informasi tentang penyakit dengan memepelajari sendiri atau melalui

konsultasi medis. Pencarian informasi membantu individu untuk tetap

(35)

harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat (Nevid, dkk., 2005

dalam Muthoharoh 2010).

Jenis dari Problem Focused koping dijelaskan dalam jurnal

Assesing Coping Strategies : A Theoritically Base Approach yang ditulis

Carver dkk (1989) yang terdiri dari :

a. Active Coping

Suatu proses pengambilan langkah-langkah aktif untuk mengatasi

stressor atau memperbaiki akibat-akibat yang telah ditimbulkan oleh

stress tersebut dengan cara melakukan suatu tindakan yang sifatnya

mengatasi stressor.

b. Planning

Perencanaan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi

situasi yang menimbulkan stres.

c. Suppression of Competing Activities

Mengabaikan aktifitas lain dengan tujuan agar individu dapat

berkonsentrasi secara penuh dalam menghadapi suatu sumber stres.

d. Seeking social support

Usaha-usaha yang dilakukan individu untuk mendapatkan dukungan,

baik itu nasihat, bantuan atau informasi dari orang lain yang dapat

membantu individu dalam menyelesaikan masalah.

Koping berfokus pada emosi lebih menekankan pada pada

pengabaian stressor, mengatasi stressor secara sementara dan tidak dapat

menyelesaikan masalah (Naviska, 2012). Menurut Lazarus dan Folkman

(1984) beberapa poin yang biasanya digunakan pada koping berfokus pada

(36)

jarak dengan sumber stressor, mengatur perasaan, adanya usaha untuk lari

dari masalah, dan mencoba menemukan hikmah dari masalah yang terjadi

(Muthoharoh, 2010).

Mekanisme koping sendiri adalah mekanisme yang digunakan

individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme

koping berhasil, maka orang tersebut akan beradaptasi dengan perubahan

yang terjadi. Mekanisme koping dipelajari sejak awal timbulnya stresor

sehingga individu tersebut menyadari dampak dari stresor tersebut.

Kemampuan koping individu tergantung dari temperamen, persepsi dan

kognisi serta latar belakang budaya atau norma tempatnya dibesarkan

(Carlson, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007). Mekanisme

koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat. Belajar yang

dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh

faktor internal dan eksternal (Nursalam, 2003 dalam Nursalam dan

Kurniawati, 2007).

Roy juga mengemukakan bahwa individu adalah makhluk

biopsikososial sebagai satu kesatuan yang memiliki mekanisme koping

untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefinisikan

lingkungan sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh

terhadap perkembangan manusia. Respon atau perilaku adaptasi seseorang

terhadap perubahan atau kemunduran, menurut teori Roy bergantung pada

stimulus yang masuk dan tingkat atau kemampuan adaptasi orang tersebut.

Tingkat adaptasi seseorang ditentukan oleh tiga hal yaitu input, kontrol

(37)

Roy mengidentifikasikan input sebagai stimulus yang dapat

menimbulkan respon. Ada tiga kategori input yaitu fokal, kontekstual, dan

residual. Stimulus fokal adalah stimulus yang langsung berhadapan

dengan individu (stimulus internal), sedangkan stimulus kontekstual

adalah semua stimulus yang diterima oleh individu baik internal atau

eksternal yang mempengaruhi keadaan stimulus fokal yang dapat

diobservasi dan diukur. Stimulus residual adalah stimulus tambahan baik

dari internal dan eksternal, yang mempengaruhi stimulus fokal, namun

tidak dapat diobservasi dan diukur (Alligod, 2010).

Seseorang tidak akan mampu merespon stimulus yang ada tanpa

adanya kemampuan adaptasi. Roy mengkatagorikan kemampuan adaptasi

ini menjadi dua bagian yaitu mekanisme koping regulator dan kognator.

Mekanisme koping regulator merupakan respon sistem saraf, kimiawi dan

endokrin. Sedangkan mekanisme koping kognator berhubungan dengan

fungsi otak dalam memproses informasi (kognitif) dan emosi (Alligod,

2010). Aspek terakhir pada teori adaptasi Roy adalah output. Output dari

suatu sistem adaptasi adalah perilaku yang dapat diamati, diukur, atau

dapat dikemukakan secara subjektif. Output pada sistem ini dapat berupa

respon adaptif atau maladaptif (Asmadi, 2008).

Schwarzer dan Taubert (2002) mengidentifikasi empat jenis koping

yaitu reactive, anticipatory, preventive and proactive coping yang

masing-masing dibedakan oleh waktu di mana stres sasaran terjadi. Reactive

coping ini dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menghadapi sesuatu

yang terjadi pada saat ini atau masa lampau. Reactive coping ini bisa

(38)

berfokus pada hubungan sosial. Anticipatory coping adalah suatu upaya

untuk menghadapi suatu stresor yang diprediksikan terjadi dalam waktu

dekat. Dimana, jika stresor tersebut tidak diatasi, ada kemungkinan di

kemudian hari, stresor tersebut dapat menimbulkan dampak pada

kehidupan sehari-hari. Preventive coping adalah upaya untuk menghadapi

suatu stresor yang dipediksikan terjadi dalam jangka waktu panjang.

Individu dalam preventive coping ini akan mempertimbangkan suatu

kondisi atau peristiwa yang akan terjadi di kemudian hari. Proactive

coping dapat dianggap sebagai usaha individu untuk membangun

sumber-sumber yang memfasilitasi seseorang dalam mencapai tujuan (challenging

goals) dan pertumbuhan personal (personal growth). Individu dalam

proactive coping ini memiliki sebuah visi. Mereka melihat resiko,

tuntutan, dan peluang di masa depan yang jauh, tetapi mereka tidak

menilai itu semua sebagai ancaman potensial, bahaya atau kerugian.

Sebaliknya mereka memandang situasi tersebut sebagai tantangan pribadi.

Koping ini menjadi manajemen pencapaian tujuan bukan manajemen

resiko (Schwarzer dan Taubert, 2002 dalam Schwarzer, 2013).

Dismenore merupakan salah satu proses fisiologis yang tidak

dapat dicegah dan dialami oleh perempuan saat menstruasi yang

menyebabkan berbagai dampak pada kehidupan sehari-hari. Individu akan

melakukan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan yang terjadi

saat dismenore. Individu tersebut akan beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi jika mekanisme koping yang dilakukan berhasil (Carlson, 1994

(39)

Penelitian yang dilakukan Hartati dkk (2012) tentang mekanisme

koping dismenore menunjukkan bahwa partisipan memilih untuk istirahat,

distraksi, kompres hangat, minum air hangat, mandi air hangat, memakai

minyak kayu putih atau koyo, minum air putih, mengkonsumsi

obat-obatan serta jamu untuk mengurangi nyeri saat menstruasi. Penelitian yang

lain juga dilakukan oleh Aziato dkk (2015) mengenai managemen

penanganan dismenore dan mekanisme koping yang digunakan saat

dismenore menunjukkan hasil bahwa partisipan menggunakan pengobatan

herbal, kompres panas, olahraga dan mengkonsumsi makanan yang bergizi

untuk mengurangi nyeri dismenore yang ia rasakan. Mekanisme koping

yang mereka gunakan yaitu dengan merencanakan aktivitas-aktivitas

sebelum nyeri itu terjadi, menanamkan mindset bahwa nyeri dapat

ditangani dan mencari dukungan sosial serta spiritual.

C. Remaja

1. Pengertian

Remaja atau adolescent adalah periode perkembangan, di

mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa (Potter & Perry, 2005). Remaja juga diartikan sebagai

suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang

individu, dimana terjadi transisi dari anak ke dewasa yang ditandai

dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial.

Rentang usia remaja menurut Potter & Perry (2005) adalah 13-20

tahun, sedangkan menurut WHO (2015), rentang usia remaja yaitu

(40)

2. Tahapan Remaja

Narendra dkk (2010) dalam bukunya Tumbuh Kembang

Anak dan Remaja menyebutkan bahwa masa remaja berlangsung

melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai dengan perubahan

bioologis, psikologis dan sosial, yaitu :

a. Remaja Awal (10-14 tahun)

Remaja awal adalah periode dimana masa anak telah

terlewati dan pubertas pun dimulai. Pada anak perempuan

biasanya terjadi antara umur 10-13 tahun sedangkan anak

laki-laki 10,5-15 tahun. Pada tahap ini mulai terjadi perubahan, baik

dari segi fisik, kognitif dan psikososial. Perubahan fisik yang

terjadi yaitu munculnya ciri-ciri seks primer dan sekunder

(Narendra, dkk, 2010). Remaja tahap awal hanya memiliki

pemahaman yang samar tentang dirinya dan tidak mampu

mengaitkan perilaku yang mereka lakukan dengan

konsekuensinya. Pada tahap ini juga remaja sudah mulai berfikir

konkret, tertarik dengan lawan jenis dan mengalami konflik

dengan orang tua (Bobak, 2005).

b. Remaja Menengah (15-16 tahun)

Remaja menengah ini bergumul dengan perasaan

tergantung berbanding dengan mandiri karena kawan-kawan

sebaya menggantikan posisi kedua orang tua. Masalah self

image (jati diri) juga cenderung muncul pada remaja yang

(41)

menganggap perubahan yang terjadi adalah suatu hal yang

memalukan (Narendra, dkk., 2010).

c. Remaja Akhir (17-20 tahun)

Remaja tahap akhir mampu memahami dirinya dengan

lebih baik dan dapat mengembangkan pemikiran abstrak

(Bobak, 2005). Hubungan dengan orang tua mulai stabil ke arah

tingkat interaksi yang lebih harmonis dan demokratis. Pergaulan

pada kelompok sebaya mulai mengarah kepada membina

keintiman dengan lawan jenis. Hubungan dengan teman menjadi

lebih santai, tidak terlalu takut dengan adanya perbedaan

diantara teman (Narendra, dkk., 2010).

3. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Soetjiningsih (2007) setiap tahap perkembangan akan

terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu

keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja, mereka

dihadapkan kepada dua tugas utama, tugas yang pertama yaitu

mencapai kebebasan atau kemandirian dari orang tua. Pada masa

remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja

dengan orang tuanya. Pada saat ini ikatan emosional menjadi

berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari

orang tua, misalnya dalam hal memilih teman ataupun melakukan

aktifitas. Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional

dan sementara orang tua yang masih ingin mengawasi anaknya dapat

(42)

Pandangan umum masyarakat yang menilai bahwa remaja

menggunakan konflik untuk mencapai otonomi dan kebebasan dari

orang tua tidak sepenuhnya benar. Terdapat suatu pendekatan yang

menarik tentang bagaimana remaja mencari kebebasan dan otonomi.

Otonomi adalah pengaturan diri atau self regulation sedangkan

kebebasan adalah suatu kemampuan untuk membuat keputusan dan

mengatur perilakunya sendiri. Melalui kedua proses tersebut, remaja

akan belajar untuk melakukan sesuatu dengan tepat. Mereka akan

mengevaluasi kembali aturan, nilai dan batasan-batasan yang telah

diperoleh dari keluarga maupun sekolah.

Remaja dalam perkembangannya menuju kedewasaan,

berangsur-angsur mengalami perubahan yang membutuhkan dua

kemampuan yaitu kebebasan dan ketergantungan secara

bersama-sama. Ketergantungan (interdependence) melibatkan

komitmen-komitmen dan ikatan antar pribadi yang mencirikan kondisi kehidupan

manusia. Remaja terus menerus mengembangkan kemampuan dalam

menggabungkan komitmen terhadap orang lain yang merupakan dasar

dari ketergantungan dan konsep dirinya yang merupakan dasar dari

kebebasan dan kemandirian.

Tugas kedua yang harus dilakukan remaja adalah membentuk

identitas untuk mencapai integritas dan kematangan pribadi. Proses

pembentukan identitas diri adalah merupakan proses yang panjang dan

kompleks yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang

dan yang akan datang dari kehidupan individu dan hal ini akan

(43)

mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan.

Perubahan-perubahan yang diakibatkan terjadinya kematangan

seksual dan tuntutan-tuntutan psikososial menempatkan remaja pada

suatu keadaan yang disebut krisis identitas.

Krisis identitas adalah suatu tahap untuk membuat keputusan

terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan tentang

pertanyaan identitas dirinya. Keadaan tersebut cukup kompleks,

karena melibatkan perkembangan beberapa aspek baik mental,

emosional dan sosial. Remaja harus menyelesaikan krisis identitasnya

dengan baik, jika tidak, maka dia akan mengalami kebingungan peran

dan jati diri.

4. Perubahan pada Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan

dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting pada

masa remaja dimana yang ditekankan adalah proses biologis yang

pada akhirnya mengarah pada kemampuan bereproduksi yang

ditunjukkan dengan adanya beberapa perubahan fisik (Narendra, dkk,

2010). Pubertas juga diartikan sebagai masa dimana seorang anak

mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual.

Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur 8

hingga 10 tahun dan berakhir kurang lebih di usia 15 hingga 16 tahun.

Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

dengan cepat. Pada perempuan pubertas ditandai dengan menstruasi

pertama (menarche), sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi

(44)

Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi

gonadotropin releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, diikuti

oleh sekuens perubahan sistem endokrin yang kompleks yang

melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif. Selanjutnya,

sekuens ini akan diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder,

pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi. GnRH disekresikan

dalam jumlah cukup banyak pada saat janin berusia 10 minggu,

mencapai kadar puncaknya pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian

menurun pada saat akhir kehamilan (Kaplan, dkk, 1978 dalam

Batubara, 2010). Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim

umpan balik hipotalamus karena peningkatan kadar estrogen perifer.

Pada saat lahir GnRH meningkat lagi secara periodik setelah

pengaruh estrogen dari plasenta hilang. Keadaan ini berlangsung

sampai usia 4 tahun ketika susunan saraf pusat menghambat sekresi

GnRH. Pubertas normal diawali oleh terjadinya aktivasi aksis

hipotalamus-hipofisis-gonad dengan peningkatan GnRH secara

menetap. Hormon GnRH kemudian akan berikatan dengan reseptor di

hipofisis sehingga sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan luteneizing

hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Hal ini

terlihat dengan terdapatnya peningkatan sekresi LH 1-2 tahun

sebelum awitan pubertas. Sekresi LH yang pulsatil terus berlanjut

sampai awal pubertas (Kaplan, dkk, 1978 ; Brook, 1999 dalam

Batubara, 2010). Berikut dibawah ini perubahan-perubahan yang

(45)

a. Perubahan pada fisik

1. Perubahan berat badan dan skelet

Meningkatnya tinggi dan berat badan biasanya terjadi

selama laju pertumbuhan pubertas. Laju pertumbuhan pada

perempuan umumnya mulai antara usia 8 dan 14 tahun.

Tinggi badan 5 sampai dengan 20 cm dan berat badan

meningkat 7 sampai 27,5 kg. Anak perempuan mencapai

90% sampai 95% tinggi badannya pada masa menarche dan

mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun. Lemak

diredistribusi sesuai proporsi dewasa seiring peningkatan

tinggi dan berat badan dan secara bertahap tubuh remaja

berubah menjadi penampilan orang dewasa (Potter & Perry,

2005).

Pembesaran testis dan

kantung skrotum

10-13,5

Munculnya rambut pubis

berpigmen dan lurus,

yang secara bertahap

menjadi keriting

8 -14 10-15

Perubahan suara awal 11-14,5

Pembesaran penis dan kelenjar prostat

Ovulasi dan lengkapnya perkembangan payudara

14-18

Munculnya rambut halus pada wajah

(46)

Munculnya rambut aksila dan peningkatan haluaran kelenjar keringat yang

dapat menyebabkan

terjadinya jerawat

10-16 12-17

Pelebaran dan

pendalaman pelvis pada anak perempuan, dengan deposisi lemak subkutan

yang memberikan

penampilan bulat pada tubuh

10-18

Peningkatan pelebaran

bahu

11-21

Pendalaman suara laki-laki, dengan munculnya rambut kasar pada wajah dan dada

16-21

Tabel 2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja

Menurut Potter & Perry (2005)

2. Menarche

Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya

terjadi 2 tahun sejak munculnya perubahan pada masa

pubertas. Ovulasi dan menstruasi reguler mulai terjadi pada

6-14 bulan setelah menarche (Hockenberry & Wilson, 2009

dalam Hasanah, 2010). Menarche juga diartikan sebagai

terjadinya haid pertama kali selama usia kehidupan pada

seorang perempuan pada usia yang bervariasi yaitu antara

10-16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5 tahun.

b. Perkembangan kognitif

Remaja mengembangkan kemampuan menyelesaikan

masalah melalui tindakan logis. Remaja dapat berpikir abstrak

dan menghadapi masalah secara efektif. Jika berkonfrontasi

(47)

penyebab dan solusi yang sangat banyak. Perkembangan

kemampuan ini penting dalam pencarian identitas. Misalnya

keterampilan kognitif baru yang didapat membuat remaja

mengetahui perilaku peran seks yang efektif dan nyaman serta

mempertimbangkan pengaruhnya pada teman sebaya, keluarga

dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).

Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa

remaja mampu berpikir tentang cara mengubah masa depan

dan mampu mengantisipasi konsekuensi dari tiap perilaku

mereka, serta dapat melihat hubungan abstrak antara diri

mereka dan lingkungannya. Remaja dalam perkembangan

moral, biasanya mulai menentang nilai-nilai tradisional dan

mencoba mengkajinya secara logis.

c. Perkembangan Psikososial

Pencarian identitas diri merupakan tugas utama

perkembangan psikososial remaja. Remaja harus membentuk

hubungan sebaya yang dekat atau tetap terisolasi secara sosial.

Erikson memandang bingung identitas atau peran sebagai tanda

bahaya utama pada tahap remaja. Remaja mampu mandiri secara

emosional dan mampu mempertahankan ikatan batin dengan

keluarga. Selain itu, pilihan tentang pekerjaan, pendidikan masa

depan dan cita-cita harus mulai disusun (Potter & Perry, 2005).

Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa tugas

psikososial yang harus dilakukan remaja adalah

(48)

serta menjalin hubungan personal yang akrab, baik dengan

teman pria atau teman perempuan. Biasanya remaja dipenuhi

pertanyaan tentang arti kehidupan dan masa depan. Proses

pengembangan identitas diri merupakan fenomena kompleks

yang mencerminkan keturunan, nilai keluarga, pengalaman

kehidupan masa lalu, keyakinan dan harapan untuk masa depan,

serta persepsi mereka tentang tuntutan dan harapan orang yang

berarti dalam kehidupannya.

5. Santri

Santri menurut KBBI (2015) adalah orang yang belajar dan

mendalami agama islam di sebuah pesantren yang menjadi tempat

belajar bagi para santri. Jika diruntut dengan tradisi pesantren,

terdapat dua kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong.

Santri mukim adalah murid-murid yang berasal dari daerah jauh atau

dekat yang menetap di pesantren, sedangkan santri kalong adalah

murid-murid yang berasal dari desa sekelilingnya, yang biasanya

mereka tidak menetap di pondok (Suismanto, 2004 dalam Megarani,

2010).

Kehidupan di pondok pesantren diibaratkan sebuah komunitas

kecil yang “tak pernah mati” dimana kegiatan yang mereka lakukan

mulai dari bangun hingga tidur kembali seperti tiada habisnya.

Kehidupan di pondok pesantren memberikan banyak tantangan bagi

siswa yang belajar disana. Berbagai kondisi telah ditetapkan dan

diatur oleh pihak pondok pesantren sebagai permintaan yang harus

(49)

sumber tekanan sehingga dapat menyebabkan stress (Haris, dkk., 2013

dalam Nikmah, 2015).

Stres adalah respon fisiologis, psikologis dan perilaku dalam

beradaptasi terhadap tekanan internal dan eksternal (Sukhraini., 2007

dalam Sari., dkk. 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada

350 siswa yang dipilih dari berbagai sekolah asrama (Malaysia, China,

India dan lainnya) menunjukkan bahwa 44,9% mengalami stres,

dimana yang menjadi stressor tertinggi adalah terkait akademik

(Wahab dkk., 2013 dalam Nikmah, 2015). Begitu pula dalam

penelitian yang dilakukan di Al-Furqon Boarding School, hal yang

membuat siswa stres ialah terkait tuntutan akademik, relasi sosial dan

peraturan (Sulaeman, Ratri F. & Joefiani, P., 2014 dalam Nikmah,

2015). Penyebab stres pada siswa yang tinggal di asrama (pondok

pesantren) menurut penelitian yang dilakukan Alphen (2014) adalah

meliputi faktor asrama (kerinduan, teman sekamar, manajemen diri,

kurang tidur, kurangnya privasi, perubahan nilai budaya), faktor

teman, dan faktor sekolah (tugas yang banyak, salah paham dengan

guru dan kesulitan di akademik).

Stres yang terjadi merupakan salah satu penyebab dismenore

ini muncul saat menstruasi. Penelitian yang dilakukan Prihatama dkk

(2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

stres dan dismenore pada siswi SMA Negeri 2 Ngawi, dimana hal ini

dibuktikan dengan didapatkannya nilai p sebesar 0,002 (interval

(50)

D. Menstruasi

1. Pengertian Menstruasi

Menstruasi adalah sebuah hal yang alami bagi kaum

perempuan, dimana setiap bulannya seorang perempuan akan

mengalami peluruhan dinding rahim yang disertai dengan adanya

perdarahan. Menstruasi biasanya akan terjadi pada remaja yang sudah

masuk dalam tahap pubertas. Remaja yang baru memasuki tahap

pubertas akan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya yang

disebut menarche. Menarche adalah menstruasi pertama yang

biasanya terjadi 2 tahun sejak munculnya perubahan pada masa

pubertas. Ovulasi dan menstruasi reguler mulai terjadi pada 6–14

bulan setelah menarche (Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Hasanah

, 2010). Menarche juga diartikan sebagai terjadinya haid pertama kali

selama usia kehidupan pada seorang perempuan pada usia yang

bervariasi yaitu antara 10–16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5

tahun. Usia menarche ini secara statistik dipengaruhi oleh faktor

keturunan, keadaan gizi, kesehatan umum dan penyakit menahun pada

perempuan (Hendrik, 2006).

2. Fisiologi Menstruasi

Hipotalamus akan menyekresikan hormon gonadotropin.

Hormon gonadotropin merangsang kelenjar pituitari untuk

menghasilkan hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone). Hormon

FSH merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel di dalam

(51)

mensekresikan hormon esterogen. Hormon esterogen berfungsi

membantu pertumbuhan lapisan endometrium pada dinding ovarium.

Pertumbuhan endometrium memberikan tanda pada kelenjar pituitari

untuk menghentikan sekresi FSH dan berganti dengan sekresi LH.

Pengaruh stimulasi hormon LH, folikel yang sudah matang

pecah menjadi korpus luteum. Saat seperti ini ovum akan keluar dari

folikel dan ovarium menuju uterus (ovulasi). Korpus luteum yang

terbentuk segera menyekresikan hormon progesteron. Hormon

esterogen akan berhenti disekresi jika ovum tidak dibuahi. Berikutnya

sekresi hormon LH oleh kelenjar pituitari berhenti. Akibatnya korpus

luteum tidak bisa melangsungkan sekresi hormon progesteron. Karena

hormon progesteron tidak ada, dinding rahim sedikit demi sedikit

meluruh bersama darah (Ardhiyanti, dkk., 2015).

Gambar 2.1 Kontrol Hormon saat Menstruasi

3. Siklus Menstruasi

Lauralee (2012) dalam bukunya menyebutkan bahwa siklus

haid terdiri dari tiga fase yaitu fase haid, fase proliferatif dan fase

sekretorik atau progestasional. Fase yang pertama yaitu fase haid. Fase

haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan

(52)

haid dianggap sebagai permulaan siklus baru. Saat ini bersamaan

dengan pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular.

Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi

dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus sebelumnya,

kadar progesteron dan esterogen darah turun tajam. Karena efek akhir

progesteron dan esterogen adalah mempersiapkan endometrium untuk

implantasi ovum yang dibuahi maka terhentinya sekresi kedua hormon

ini menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien

ini kehilangan hormon-hormon penunjangnya.

Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang

pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan

vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran

darah ke endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi

kemudian menyebabkan kematian endometrium termasuk pembuluh

darahnya. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah

ini membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen uterus.

Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama haid kecuali

sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel dan kelenjar, yang

menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga

merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini

membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga

uterus keluar melalui vagina sebagai darah haid. Kontraksi yang terlalu

kuat akibat produksi berlebihan prostaglandin menyebabkan kram haid

(53)

Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari

setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase

folikular ovarium. Penghentian efek progesteron dan esterogen, akibat

degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium

dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium di bawah pengaruh

hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi

hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus

dan hipofisis anterior sehingga sekresi FSH dan LH meningkat dan

fase folikuler baru dapat dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari di

bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang

telah menghasilkan cukup esterogen untuk mendorong perbaikan dan

pertumbuhan endometrium.

Fase selanjutnya yaitu proliferatif, dimana siklus ini dimulai

bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular ovarium ketika

endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi di bawah

pengaruh esterogen dari folikel-folikel yang baru berkembang. Saat

aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah lapisan endometrium

menipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Esterogen merangsang

proliferasi sel epitel, kelenjar dan pembuluh darah di endometrium,

meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3-5 mm. Fase proliferatif

yang didominasi oleh esterogen ini berlangsung dari akhir haid hingga

ovulasi. Kadar puncak esterogen memicu lonjakan LH yang menjadi

penyebab ovulasi.

Uterus masuk ke fase sekretorik atau progestasional yang

(54)

mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan esterogen. Progesteron

mengubah endometrium tebal yang telah dipersiapkan esterogen

menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen. Periode ini disebut fase

sekretorik karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen

atau fase progestasional, merujuk kepada lapisan subur endometrium

yang mampu menopang kehidupan mudigah. Jika pembuahan dan

implantasi tidak terjadi maka korpus luteum berdegenerasi dan fase

folikular dan fase haid baru dimulai kembali.

Gambar 2.2 Korelasi antara kadar hormon dan perubahan siklik

ovarium dan uterus (Lauralee, 2015)

E. Dismenore

1. Pengertian Dismenore

Dismenore didefinisikan sebagai nyeri yang terjadi sebelum

dan saat menstruasi (Patruno, 2006). Dismenore juga diartikan sebagai

(55)

menstruasi. Dismenore umumnya dimulai 2–3 tahun setelah

menarche. Dismenore yang terjadi pada umumnya adalah dismenore

primer, dikarenakan dismenore ini berkaitan dengan siklus ovulasi

yang ada pada saat menstruasi (Harel dan Hillard, 2008). Rasa nyeri

pada saat menstruasi tentu sangat menyiksa bagi perempuan. Sakit

menusuk, nyeri yang hebat di sekitar bagian bawah dan bahkan

kadang mengalami kesulitan saat berjalan sering dialami ketika haid

menyerang (Harahap, 2001 dalam Kurniawati dan Kusumawati,

2011).

2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Dismenore

Dismenore dibagi menjadi dua tipe yaitu dismenore primer dan

dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri pada saat

menstruasi tanpa adanya kelainan patologis pelvis (Harel dan Hillard,

2008). Penyebab dismenore adalah turunnya kadar hormon ovarium

pada saat menstruasi yang nantinya merangsang pembebasan suatu

prostaglandin (E2 dan F2) yang menyebabkan vasokontriksi

pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke

endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi kemudian

menyebabkan kematian endometrium, termasuk rusaknya pembuluh

darah. Produksi prostaglandin meningkat, dan mengakibatkan semakin

meningkatnya kontraksi miometrium yang nantinya akan

menimbulkan rasa nyeri dan kram (Lauralee, 2012).

Karakteristik dismenore primer ini yaitu nyeri yang

berfluktuasi dan tidak teratur yang terjadi pada beberapa jam sebelum

Gambar

Tabel 2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja
Gambar 2.1 Kontrol Hormon saat Menstruasi
Gambar 2.2 Korelasi antara kadar hormon dan perubahan siklik
Tabel 2.2 Derajat Nyeri pada Saat Menstruasi
+3

Referensi

Dokumen terkait