• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Remaja

1. Pengertian

Remaja atau adolescent adalah periode perkembangan, di

mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Potter & Perry, 2005). Remaja juga diartikan sebagai suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu, dimana terjadi transisi dari anak ke dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. Rentang usia remaja menurut Potter & Perry (2005) adalah 13-20 tahun, sedangkan menurut WHO (2015), rentang usia remaja yaitu mulai dari usia 10-19 tahun.

2. Tahapan Remaja

Narendra dkk (2010) dalam bukunya Tumbuh Kembang Anak dan Remaja menyebutkan bahwa masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai dengan perubahan bioologis, psikologis dan sosial, yaitu :

a. Remaja Awal (10-14 tahun)

Remaja awal adalah periode dimana masa anak telah terlewati dan pubertas pun dimulai. Pada anak perempuan biasanya terjadi antara umur 10-13 tahun sedangkan anak laki-laki 10,5-15 tahun. Pada tahap ini mulai terjadi perubahan, baik dari segi fisik, kognitif dan psikososial. Perubahan fisik yang terjadi yaitu munculnya ciri-ciri seks primer dan sekunder (Narendra, dkk, 2010). Remaja tahap awal hanya memiliki pemahaman yang samar tentang dirinya dan tidak mampu

mengaitkan perilaku yang mereka lakukan dengan

konsekuensinya. Pada tahap ini juga remaja sudah mulai berfikir konkret, tertarik dengan lawan jenis dan mengalami konflik dengan orang tua (Bobak, 2005).

b. Remaja Menengah (15-16 tahun)

Remaja menengah ini bergumul dengan perasaan tergantung berbanding dengan mandiri karena kawan-kawan sebaya menggantikan posisi kedua orang tua. Masalah self

image (jati diri) juga cenderung muncul pada remaja yang

menganggap perubahan yang terjadi adalah suatu hal yang memalukan (Narendra, dkk., 2010).

c. Remaja Akhir (17-20 tahun)

Remaja tahap akhir mampu memahami dirinya dengan lebih baik dan dapat mengembangkan pemikiran abstrak (Bobak, 2005). Hubungan dengan orang tua mulai stabil ke arah tingkat interaksi yang lebih harmonis dan demokratis. Pergaulan pada kelompok sebaya mulai mengarah kepada membina keintiman dengan lawan jenis. Hubungan dengan teman menjadi lebih santai, tidak terlalu takut dengan adanya perbedaan diantara teman (Narendra, dkk., 2010).

3. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Soetjiningsih (2007) setiap tahap perkembangan akan terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja, mereka dihadapkan kepada dua tugas utama, tugas yang pertama yaitu mencapai kebebasan atau kemandirian dari orang tua. Pada masa remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja dengan orang tuanya. Pada saat ini ikatan emosional menjadi berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari orang tua, misalnya dalam hal memilih teman ataupun melakukan aktifitas. Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional dan sementara orang tua yang masih ingin mengawasi anaknya dapat menimbulkan konflik diantara mereka.

Pandangan umum masyarakat yang menilai bahwa remaja menggunakan konflik untuk mencapai otonomi dan kebebasan dari orang tua tidak sepenuhnya benar. Terdapat suatu pendekatan yang menarik tentang bagaimana remaja mencari kebebasan dan otonomi. Otonomi adalah pengaturan diri atau self regulation sedangkan

kebebasan adalah suatu kemampuan untuk membuat keputusan dan mengatur perilakunya sendiri. Melalui kedua proses tersebut, remaja akan belajar untuk melakukan sesuatu dengan tepat. Mereka akan mengevaluasi kembali aturan, nilai dan batasan-batasan yang telah diperoleh dari keluarga maupun sekolah.

Remaja dalam perkembangannya menuju kedewasaan, berangsur-angsur mengalami perubahan yang membutuhkan dua kemampuan yaitu kebebasan dan ketergantungan secara

bersama-sama. Ketergantungan (interdependence) melibatkan

komitmen-komitmen dan ikatan antar pribadi yang mencirikan kondisi kehidupan manusia. Remaja terus menerus mengembangkan kemampuan dalam menggabungkan komitmen terhadap orang lain yang merupakan dasar dari ketergantungan dan konsep dirinya yang merupakan dasar dari kebebasan dan kemandirian.

Tugas kedua yang harus dilakukan remaja adalah membentuk identitas untuk mencapai integritas dan kematangan pribadi. Proses pembentukan identitas diri adalah merupakan proses yang panjang dan kompleks yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang dan yang akan datang dari kehidupan individu dan hal ini akan membentuk kerangka berpikir untuk mengorganisasikan dan

mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan. Perubahan-perubahan yang diakibatkan terjadinya kematangan seksual dan tuntutan-tuntutan psikososial menempatkan remaja pada suatu keadaan yang disebut krisis identitas.

Krisis identitas adalah suatu tahap untuk membuat keputusan terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan tentang pertanyaan identitas dirinya. Keadaan tersebut cukup kompleks, karena melibatkan perkembangan beberapa aspek baik mental, emosional dan sosial. Remaja harus menyelesaikan krisis identitasnya dengan baik, jika tidak, maka dia akan mengalami kebingungan peran dan jati diri.

4. Perubahan pada Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting pada masa remaja dimana yang ditekankan adalah proses biologis yang pada akhirnya mengarah pada kemampuan bereproduksi yang ditunjukkan dengan adanya beberapa perubahan fisik (Narendra, dkk, 2010). Pubertas juga diartikan sebagai masa dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur 8 hingga 10 tahun dan berakhir kurang lebih di usia 15 hingga 16 tahun. Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Pada perempuan pubertas ditandai dengan menstruasi pertama (menarche), sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah (Ardhiyanti, dkk., 2015).

Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, diikuti

oleh sekuens perubahan sistem endokrin yang kompleks yang melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif. Selanjutnya, sekuens ini akan diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder, pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi. GnRH disekresikan dalam jumlah cukup banyak pada saat janin berusia 10 minggu, mencapai kadar puncaknya pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian menurun pada saat akhir kehamilan (Kaplan, dkk, 1978 dalam Batubara, 2010). Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim umpan balik hipotalamus karena peningkatan kadar estrogen perifer. Pada saat lahir GnRH meningkat lagi secara periodik setelah pengaruh estrogen dari plasenta hilang. Keadaan ini berlangsung sampai usia 4 tahun ketika susunan saraf pusat menghambat sekresi GnRH. Pubertas normal diawali oleh terjadinya aktivasi aksis

hipotalamus-hipofisis-gonad dengan peningkatan GnRH secara

menetap. Hormon GnRH kemudian akan berikatan dengan reseptor di hipofisis sehingga sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan luteneizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Hal ini

terlihat dengan terdapatnya peningkatan sekresi LH 1-2 tahun sebelum awitan pubertas. Sekresi LH yang pulsatil terus berlanjut sampai awal pubertas (Kaplan, dkk, 1978 ; Brook, 1999 dalam Batubara, 2010). Berikut dibawah ini perubahan-perubahan yang terjadi pada saat remaja :

a. Perubahan pada fisik

1. Perubahan berat badan dan skelet

Meningkatnya tinggi dan berat badan biasanya terjadi selama laju pertumbuhan pubertas. Laju pertumbuhan pada perempuan umumnya mulai antara usia 8 dan 14 tahun. Tinggi badan 5 sampai dengan 20 cm dan berat badan meningkat 7 sampai 27,5 kg. Anak perempuan mencapai 90% sampai 95% tinggi badannya pada masa menarche dan

mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun. Lemak diredistribusi sesuai proporsi dewasa seiring peningkatan tinggi dan berat badan dan secara bertahap tubuh remaja berubah menjadi penampilan orang dewasa (Potter & Perry, 2005). Karakteristik Anak perempuan Anak laki-laki Permulaan laju pertumbuhan skelet 8-14, 5 (puncak 12) 10,5-16 (puncak 14) Permulaan perkembangan payudara 8-13

Pembesaran testis dan

kantung skrotum

10-13,5 Munculnya rambut pubis

berpigmen dan lurus,

yang secara bertahap

menjadi keriting

8 -14 10-15

Perubahan suara awal 11-14,5

Pembesaran penis dan kelenjar prostat 11-14,5 Menarche 10-18 Spermatogenesis (ejakulasi sperma) 11-17 Ovulasi dan lengkapnya

perkembangan payudara

14-18 Munculnya rambut halus

pada wajah

Munculnya rambut aksila dan peningkatan haluaran kelenjar keringat yang

dapat menyebabkan

terjadinya jerawat

10-16 12-17

Pelebaran dan

pendalaman pelvis pada anak perempuan, dengan deposisi lemak subkutan

yang memberikan

penampilan bulat pada tubuh

10-18

Peningkatan pelebaran

bahu

11-21 Pendalaman suara

laki-laki, dengan munculnya rambut kasar pada wajah dan dada

16-21

Tabel 2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja Menurut Potter & Perry (2005)

2. Menarche

Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya

terjadi 2 tahun sejak munculnya perubahan pada masa pubertas. Ovulasi dan menstruasi reguler mulai terjadi pada 6-14 bulan setelah menarche (Hockenberry & Wilson, 2009

dalam Hasanah, 2010). Menarche juga diartikan sebagai

terjadinya haid pertama kali selama usia kehidupan pada seorang perempuan pada usia yang bervariasi yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5 tahun.

b. Perkembangan kognitif

Remaja mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah melalui tindakan logis. Remaja dapat berpikir abstrak dan menghadapi masalah secara efektif. Jika berkonfrontasi dengan masalah, remaja dapat mempertimbangkan beragam

penyebab dan solusi yang sangat banyak. Perkembangan kemampuan ini penting dalam pencarian identitas. Misalnya keterampilan kognitif baru yang didapat membuat remaja mengetahui perilaku peran seks yang efektif dan nyaman serta mempertimbangkan pengaruhnya pada teman sebaya, keluarga dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).

Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa remaja mampu berpikir tentang cara mengubah masa depan dan mampu mengantisipasi konsekuensi dari tiap perilaku mereka, serta dapat melihat hubungan abstrak antara diri mereka dan lingkungannya. Remaja dalam perkembangan moral, biasanya mulai menentang nilai-nilai tradisional dan mencoba mengkajinya secara logis.

c. Perkembangan Psikososial

Pencarian identitas diri merupakan tugas utama perkembangan psikososial remaja. Remaja harus membentuk hubungan sebaya yang dekat atau tetap terisolasi secara sosial. Erikson memandang bingung identitas atau peran sebagai tanda bahaya utama pada tahap remaja. Remaja mampu mandiri secara emosional dan mampu mempertahankan ikatan batin dengan keluarga. Selain itu, pilihan tentang pekerjaan, pendidikan masa depan dan cita-cita harus mulai disusun (Potter & Perry, 2005).

Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa tugas

psikososial yang harus dilakukan remaja adalah

serta menjalin hubungan personal yang akrab, baik dengan teman pria atau teman perempuan. Biasanya remaja dipenuhi pertanyaan tentang arti kehidupan dan masa depan. Proses pengembangan identitas diri merupakan fenomena kompleks yang mencerminkan keturunan, nilai keluarga, pengalaman kehidupan masa lalu, keyakinan dan harapan untuk masa depan, serta persepsi mereka tentang tuntutan dan harapan orang yang berarti dalam kehidupannya.

5. Santri

Santri menurut KBBI (2015) adalah orang yang belajar dan mendalami agama islam di sebuah pesantren yang menjadi tempat belajar bagi para santri. Jika diruntut dengan tradisi pesantren, terdapat dua kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah murid-murid yang berasal dari daerah jauh atau dekat yang menetap di pesantren, sedangkan santri kalong adalah murid-murid yang berasal dari desa sekelilingnya, yang biasanya mereka tidak menetap di pondok (Suismanto, 2004 dalam Megarani, 2010).

Kehidupan di pondok pesantren diibaratkan sebuah komunitas

kecil yang “tak pernah mati” dimana kegiatan yang mereka lakukan

mulai dari bangun hingga tidur kembali seperti tiada habisnya. Kehidupan di pondok pesantren memberikan banyak tantangan bagi siswa yang belajar disana. Berbagai kondisi telah ditetapkan dan diatur oleh pihak pondok pesantren sebagai permintaan yang harus dipenuhi setiap harinya. Tidak jarang kondisi tersebut bisa menjadi

sumber tekanan sehingga dapat menyebabkan stress (Haris, dkk., 2013 dalam Nikmah, 2015).

Stres adalah respon fisiologis, psikologis dan perilaku dalam beradaptasi terhadap tekanan internal dan eksternal (Sukhraini., 2007 dalam Sari., dkk. 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 350 siswa yang dipilih dari berbagai sekolah asrama (Malaysia, China, India dan lainnya) menunjukkan bahwa 44,9% mengalami stres, dimana yang menjadi stressor tertinggi adalah terkait akademik

(Wahab dkk., 2013 dalam Nikmah, 2015). Begitu pula dalam penelitian yang dilakukan di Al-Furqon Boarding School, hal yang

membuat siswa stres ialah terkait tuntutan akademik, relasi sosial dan peraturan (Sulaeman, Ratri F. & Joefiani, P., 2014 dalam Nikmah, 2015). Penyebab stres pada siswa yang tinggal di asrama (pondok pesantren) menurut penelitian yang dilakukan Alphen (2014) adalah meliputi faktor asrama (kerinduan, teman sekamar, manajemen diri, kurang tidur, kurangnya privasi, perubahan nilai budaya), faktor teman, dan faktor sekolah (tugas yang banyak, salah paham dengan guru dan kesulitan di akademik).

Stres yang terjadi merupakan salah satu penyebab dismenore ini muncul saat menstruasi. Penelitian yang dilakukan Prihatama dkk (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan dismenore pada siswi SMA Negeri 2 Ngawi, dimana hal ini dibuktikan dengan didapatkannya nilai p sebesar 0,002 (interval

Dokumen terkait