PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU BETAMETASON
VALERAT PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk.
PLANT
MEDAN SECARA HPLC
(High Performance Liquid Chromatography)
TUGAS AKHIR
OLEH:
VANESIA ATELYA O. MANURUNG NIM 122410098
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan berkat dan kasihNya serta menganugerahkan
pengetahuan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul ”Penetapan Kadar Bahan Baku Betametason Valerat Dengan
Metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography)”. Tugas akhir ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak
akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu
penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada berbagai
pihak antara lain:
1. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
penyusunan tugas akhir ini.
2. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt., sebagai Pembimbing Lapangan yang
telah membimbing dan memberikan saran serta petunjuk selama pelaksanaan
PKL di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan.
3. Bapak Drs. H. Zulfadli, Apt. selaku Assistant Manager Produksi PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah mengarahkan mulai dari awal
sampai selesainya Praktek Kerja Lapangan ini.
4. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas
5. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
6. Kepada seluruh staff laboratorium jaminan mutu (Quality Control) PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan.
7. Dra. Suwarti Aris M.si., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang telah
memberikan nasehat dan pengarahan dalam hal akademis setiap semester.
8. Sahabat–sahabat tersayang Try Iga Septiawandari, Anggi Nulvi Siregar,
Hilvina Anugrahwati, dan Sherina Elvira Nasution yang saling mendukung
selama pengerjaan tugas akhir.
9. Serta pihak–pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum
namanya.
Dengan segala ketulusan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada kedua orangtua yaitu Alm P.Manurung dan A.Purba, dan
ketiga saudara yaitu Alex Manurung, Immanuel Manurung dan Natasya
Manurung.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.
Medan, Maret 2015
Penulis,
PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU BETAMETASON
VALERAT SECARA HPLC
(High Performance Liquid Chromatography)
ABSTRAK
Betametason valerat adalah suatu kortikosteroid topikal yang mempunyai sifat anti inflamasi, anti pruritik, dan vasokonstriktif, dengan indikasi untuk meringankan inflamasi dari dermatosis yang responsif terhadap kortikosteroid.
Pengawasan terhadap bahan baku betametason valerat perlu untuk dilakukan karena akan mempengaruhi mutu suatu obat. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap bahan baku betametason harus dilakukan sebelum diformulasi menjadi obat.
Sampel dipilih sebanyak 5 dengan nomor batch yang sama dan disatukan sebagai bahan baku untuk diuji. Pengambilan sampel dengan metode acak dan berat masing-masing sampel yang diambil ± 25 gram. Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku betametason valerat adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Metode ini menggunakan pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1) yang diukur pada panjang gelombang maksimum 254 nm.
Dari hasil pengukuran didapatkan kadar bahan baku betametason valerat 101,11, dan 101,01% dengan rata-rata kadar 101,06%. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, rentang kadar bahan baku betametason valerat tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 103,00%. Dengan demikian, bahan baku betametason valerat yang telah ditetapkan kadarnya tersebut memenuhi persyaratan kadar.
Kata Kunci: bahan baku, betametason valerat, HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2
1.2.1 Tujuan ... 2
1.2.2 Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Pengertian Obat ... 4
2.2 Bahan Baku ... 5
2.3 Syarat-Syarat Bahan Baku ... 5
2.4 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid ... 7
2.5 Betametason Valerat ... 9
2.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 10
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ... 14
3.1 Tempat Pelaksanaan ... 14
3.3 Bahan-Bahan ... 14
3.4 Pengambilan Sempel Uji ... 14
3.5 Pembuatan Pereaksi... 15
3.5.1 Pembuatan Pelarut Metanol:As.Asetat Glasial(1000:1) . 15 3.5.2 Pembuatan Fase Gerak Asetonotril:Aquabidest (6:4) .... 15
3.6 Pembuatan Larutan ... 15
3.6.1 Larutan Standar ... 15
3.6.2 Larutan Sampel ... 16
3.7 Penetapan Kadar ... 16
3.7.1 Larutan Standar ... 16
3.7.2 Larutan Sampel ... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
4.1 Hasil ... 18
4.2 Pembahasan ... 18
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20
5.2 Kesimpulan ... 20
5.3 Saran ... 20
DAFTAR PUSTAKA ... 21
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Data Hasil Standar ... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Kadar Bahan Baku Betametson Valerat ... 22
Lampiran 2. Hasil Kadar Bahan Baku Betametson Valerat ... 25
PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU BETAMETASON
VALERAT SECARA HPLC
(High Performance Liquid Chromatography)
ABSTRAK
Betametason valerat adalah suatu kortikosteroid topikal yang mempunyai sifat anti inflamasi, anti pruritik, dan vasokonstriktif, dengan indikasi untuk meringankan inflamasi dari dermatosis yang responsif terhadap kortikosteroid.
Pengawasan terhadap bahan baku betametason valerat perlu untuk dilakukan karena akan mempengaruhi mutu suatu obat. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap bahan baku betametason harus dilakukan sebelum diformulasi menjadi obat.
Sampel dipilih sebanyak 5 dengan nomor batch yang sama dan disatukan sebagai bahan baku untuk diuji. Pengambilan sampel dengan metode acak dan berat masing-masing sampel yang diambil ± 25 gram. Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku betametason valerat adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Metode ini menggunakan pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1) yang diukur pada panjang gelombang maksimum 254 nm.
Dari hasil pengukuran didapatkan kadar bahan baku betametason valerat 101,11, dan 101,01% dengan rata-rata kadar 101,06%. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, rentang kadar bahan baku betametason valerat tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 103,00%. Dengan demikian, bahan baku betametason valerat yang telah ditetapkan kadarnya tersebut memenuhi persyaratan kadar.
Kata Kunci: bahan baku, betametason valerat, HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Obat memiliki cakupan makna yang sangat luas, bukan hanya terbatas pada
zat-zat yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang yang sedang sakit.
Zat-zat yang berfungsi untuk mencegah, mengurangi, menghilangkan penyakit atau
gejala penyakit, luka, atau kelainan, baik jasmani maupun rohani pada manusia
dan hewan juga disebut dengan obat (Widodo, 2004).
Obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat
akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu
penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah dalam
pengobatan atau dengan kelewatan dosis akan menimbulkan keracunan. Bila
dosisnya lebih kecil, maka tidak diperoleh efek penyembuhan (Anief, 2007).
Pada pembuatan suatu obat, mutu obat merupakan hal terpenting yang harus
diperhatikan, sesuai dengan persyaratan mutu yang tertera pada Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB). Mutu obat salah satunya ditentukan oleh bahan baku
yang harus memenuhi persyaratan. Pada tahap awal harus terlebih dahulu
memeriksa bahan baku secara kualitatif dan kuantitatif apakah memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan untuk menjamin mutu suatu obat. Obat harus
sesuai dengan prioritas kebutuhan kesehatan serta memenuhi standar mutu,
keamanan dan khasiat obat yang dapat diterima. Oleh karena itu, bahan baku
betametason valerat harus dilakukan pemeriksaan sebelum diformulasi menjadi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada saat
akhir tahun 1960-an dan awal tahun 190-an. Saat ini KCKT merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa
tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi,
lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. KCKT paling
sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu yaitu
asam-asam amino, asam-asam-asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis;
menetukan kadar senyawa-senyawa aktif obat (Munson,1991).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV kadar bahan baku betametason valerat
tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 103,00%, dan penetapan kadar
bahan baku betametason valerat dilakukan dengan metode kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT). Oleh karena itu, dilakukan penetapan kadar bahan baku
betametason valerat secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography) di
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan”.
1.2Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
Untuk menentukan kadar bahan baku Betametason Valerat PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) dan membandingkan kadar yang diperoleh dengan persyaratan
1.2.2 Manfaat
Untuk mengetahui kadar bahan baku betametason valerat, serta menambah
pengetahuan dan keterampilan, khususnya tentang penetapan kadar bahan baku
betametason sebagai zat aktif dengan menggunakan metode HPLC (High
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Obat
Obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk
dijual atau disajikan untuk digunakan dalam pengobatan, peredaan, pencegahan,
atau diagnosis suatu penyakit, kelainan fisik, atau gejala-gejalanya pada manusia
atau hewan; atau dalam pemulihan, perbaikkan, atau mengubah fungsi organik
pada manusia dan hewan (Siregar,2010).
Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadiaan yang
mengakibatatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat
sebagai racun. Obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam
pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila
digunakan salah dalam pengobatan atau dengan kelewatan dosis akan
menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih kecil, maka tidak diperoleh efek
penyembuhan (Anief, 2007).
Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai
tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon.
Tercapainya konsentrasi obat tergantung pada keadaan dan kecepatan obat
diabsorpsi dari tempat pemerian dan distribusinya oeh aliran darah kebagian yang
lain dari badan (Anief, 1990).
Zat aktif obat tidak dapat digunakan begitu saja untuk pengobatan, tetapi
harus dibuat suatu bentuk yang cocok serta dipilih rute penggunaan obat yang
2.2 Bahan Baku
Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam
produk ruahan (Siregar, 2010).
Menurut Dirjen POM (2006), bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau
campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan
apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam
arti lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat
farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan,
pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk memengaruhi struktur dan
fungsi tubuh.
Zat aktif senyawa kimia murni tunggal jarang diberikan langsung sebagai
sediaan obat. Akan tetapi, sediaan obat yang diformulasikan hampir selalu
diberikan. Sediaan obat ini dapat beragam dari larutan yang relatif sederhana
sampai ke sistem penghantaran sediaan obat yang rumit, dengan menggunakan zat
tambahan atau eksipien dalam formulasi untuk memberikan fungsi farmasetik
yang berbeda–beda sesuai dengan tujuan yang dimaksud (Siregar, 2010).
Desain dan formulasi suatu bentuk sediaan yang tepat mensyaratkan
pertimbangan karakteristik fisika, kimia, dan biologi semua zat aktif dan eksipien
yang digunakan dalam pembuatan suatu produk (Siregar, 2010).
2.3 Syarat-Syarat Bahan Baku
Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi
farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan–bahan yang dibeli harus sesuai
dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten
dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati
(Siregar, 2010).
Beberapa rangkuman tentang ketentuan persyaratan bahan baku menurut
Dirjen POM (2006), adalah sebagai berikut:
1. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi
spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
2. Tiap spesifikasi hendaklah disetujui dan disimpan oleh bagian Pengawasan
Mutu kecuali untuk produk jadi yang harus disetujui oleh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
3. Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup dimana diperlukan.
4. Revisi berkala dari tiap spesifikasi perlu dilakukan agar memenuhi Farmakope
edisi terakhir atau kompendia resmi lain.
a. Deskripsi bahan, termasuk:
i. Nama yang ditentukan dan kode refren (kode produk) internal.
ii. Rujukan monografi farmakope, bila ada.
iii. Pemasok yang disetujui dan bila mengkin produsen bahan.
iv. Standar mikrobiologis, bila ada.
b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.
c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan.
d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.
5. Identitas suatu bets bahan awal biasanya hanya dapat dipastikan apabila
sampel diambil dari tiap wadah dan dilakukan uji identitas terhadap tiap
sampel.
6. Pengambilan sampel boleh dilakukan dari sebagian wadah bila telah dibuat
prosedur tervalidasi untuk memastikan bahwa tidak satupun wadah bahan
awal yang salah label identitasnya.
7. Mutu suatu bets bahan awal dapat dinilai dengan mengambil dan menguji
sampel representatif. Sampel yang diambil untuk uji identitas dapat digunakan
untuk tujuan tersebut.
8. Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representatif hendaklah
ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel.
9. Jumlah sampel yang dapat dicampur menjadi satu sampel komposit hendaklah
ditetapkan dengan petimbangan sifat bahan, informasi tentang pemasok dan
homogenitas sampel komposit itu.
2.4 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid
Obat kortikosteroid mempunyai daya kerja antialergi dan antiradang.
Penggunaan obat kortikosteroid dalam obat topika, kadang-kadang kurang jelas
daya kerjanya. Tapi yang jelas, obat kulit topikal kortikosteroid sangat efektif
terhadap penyakit eksem (Sartono,1996).
Obat kortikosteroid yang mengandung fluor seperti betametason, flucinolon,
dan klobetasol mempunyai daya kerja yang lebih besar. Akan tetapi penggunaan
obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat
menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak ;
dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem
syaraf dan organ lain. Karena fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan
hidup organisme, maka dikatakan bahwa korteks ardenal berfungsi homeostatik,
artinya : penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam
menghadapi perubahan lingkungan (Suharti,1995).
Kortikosteroid merupakan obat-obat manjur terkuat dalam pengebotan
gangguan kulit dan digunakan secara luas. Berkat efek antiradang dan
antimitosisnya (yang menghambat atau mencegah pembelahan sel) zat-zat ini
dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk ekzem dan
dermatitis, psoriasis (penyakit sisik), prurigo (bintil-binti gatal), berbagai rupa
gatal-gatal, dan lain-lain. Akan tetapi tidak jarang gangguan (khususnya ekzem)
segera kambuh lagi, terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat
(Tan Hoan Tjay, 2002).
Menurut Anief, 1999 obat kortikosteroid tersedia dalam bentuk salep dan
krim. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok dan salep tidak boleh berbau tengik. Krim adalah suatu salep yang
berupa emulsi kental, mengandung tidak kurang dari 60 % air, dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
Sedangkan menurut Farmakope Edisi IV, 1995 krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi
sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
2.5 Betametason valerat
Rumus Bangun:
Struktur Betametason Valerat
Rumus Molekul : C22H37FO6
Berat Molekul : 476,58
Nama Kimia : 9-fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16β-metilpregna-1,4-diena-
3,20-dion17-valerat[2152-44-5]
Pemerian : Serbuk, putih sampai praktis putih, tidak berbau, melebur
pada suhu lebih kurang 190o disertai peruraian
Kelarutann : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut di dalam aseton
dan dalam kloroform, larut dalam etanol, sukar larut
dalam benzena dan dalam eter
Syarat Kadar : Betametason valerat mengandung tidak kurang dari 97,0%
Dan tidak lebih dari 103,0% C27H37FO6, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
Wadah Penyimpanan : Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat
Baku Pembanding : Betametason valerat BPFI; di lakukan pengeringan pada
Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; di lakukan pengeringan pada suhu
105o selama 3 jam (Dirjen POM,1995).
2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor
yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi
suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini
dikenal sebagai kromatografi cair kinerja tinggi atau disebut juga dengan HPLC
(High Performance Liquid Chromatograpy). Dengan teknologi ini dalam banyak
hal dapat menghasilkan pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi
gas, dengan keunggulan zat-zat yang tidak menguap atau yang tidak tahan panas
dapat dikromatorafi tanpa peruraian atau tanpa perlunya membuat derivat yang
dapat menguap (Dirjen POM, 1995).
Pada kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan pelarut atau fase
gerak yang mempunyai sifat seperti:
-Murni, tanpa cemaran
-Tidak bereaksi dengan kemasan
-Sesuai dengan detektor
-Dapat melarutkan cuplikan
-Mempunyai viskositas rendah
-Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika
diperlukan
-Harganya wajar (Johnson,1991).
Alat utama HPLC yaitu terdiri tandon pelarut, pipa, pompa, penyuntikan,
1. Tandon Pelarut
Tandon pelarut atau fase gerak mempunyai ciri yaitu bahan tendon harus
lembab terhadap berbagai fase gerak berair dan tak berair. Sehingga baja anti
karat jangan dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika harus
bertekanan, hindari menggunakan gelas. Daya tampung tendon harus lebih besar
dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan air yang
umumnya 1-2 ml/menit (Munson,1991).
2. Pipa
Pipa merupakan penyambung seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa
sebelum penyuntikan tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam dan tahan
tekanan serta mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai. Tetapi garis
tengah dan panjang pipa setelah penyuntikan sangat menentukan (Munson,1991).
3. Pompa
Pompa harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua bahan pelarut.
Bahan yang umum digunakan adalah gelas, baja nirkarat, teflon dan batu nilam.
Pompa harus mampu menghasilkan tekanan sampai 5000 psi pada kecepatan
sampai 3 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut atau direndam
untuk menghasilkan denyut, karena denyut alir pelarut dapat menyebabkan hasil
yang lancung bagi beberapa detektor. Kecepatan alir yang dihasilkan pompa harus
tetap, baik untuk keperluan jangka pendek maupun panjang (Munson,1991).
4. Sistem penyuntikan
Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian
maksimum analisi kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat mengatasi
cuplikan, cuplikan dialirkan melewati lingkar cuplikan dan kelebihannya
dikeluarkan ke pembuangan. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase
gerak mengalir melewati lingkar cuplikan ke kolom (Munson,1991).
5. Kolom
Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan
analisis bergantung pada pilihan kolomdan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok:
a. Kolom analitik: garis tengah – dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada
jenis kemasan, untuk kemasan partikel biasanya panjang gelombang
50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm
b. Kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan
panjang 25-100 cm (Johnson, 1991)
Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 μm dijalur antara penyuntikan dan
kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak atau teroken. Selama
penggunaan penyaringan ini, sering tersumbat dan perlu diganti. Hal ini dapat
memperpanjang umur kolom (Munson,1991).
6. Detektor
Detektor KCKT yang ideal hendaknya mempunyai beberapa sifat, dapat
memberi tanggapan kepada terokan, kepekaan tinggi, hasilnya tinerulang, dan
tanggapannya dapat diramalkan. Selain itu harus memberi tanggapan linier
terhadap rentang jumlah terokan yang lebar serta harus tegar dan tidak
terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fase gerak (Munson,1991).
Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kinerja tinggi
gelombang yang berubah-ubah sekarang menjadi populer karena dapat dipakai
untuk mendeteksi senyawa dala lingkup lebih luas (Johnson,1991).
7. Perekaman
Perekaman berfungsi untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan
suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftra tersebut secara kualitatif kita
dapat mengetahui senyawa apa yang diperiksa, dan secara kuantitatif dapat
diketahui luas dan tinggi puncak yang berbanding lurus dengan konsentrasi
(Johnson,1991).
KCKT mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan sistem
pemisahan lain, diantaranya:
1. Proses cepat, untuk analisis yang tidak murni, dapat dicapai waktu analisis
kurang dari 5 menit.
2. Daya pisahnya baik, kemampuan linarut berinteraksi secara selektif dengan
fase diam dan fase gerak memberikan parameter tambahan untuk mencapai
pemisahan yang dikehendaki
3. Detektornya peka dan unik, detektor yang digunakan UV 254 nm yang dapat
mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.
4. Kolom dapat dipakai kembali, tetapi mutunya menurun. Laju penurunan mutu
tergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut, dan jenis
pelarut yang dipakai.
5. Ideal untuk molekul besar dan ion
6. Mudah memperoleh kembali cuplikan karena detektor tidak merusak cuplikan.
Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson,1991).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Tempat Pelaksanaan
Penetapan kadar ini dilakukan di laboratorium yang terdapat di industri PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl. Tanjung Morawa
Km.9 No. 59 Medan.
3.2 Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas Merk PYREX IWAKI,
timbangan analitik digital Merk SARTORIUS-AG, type MSE 225P-100-DU
Ultrasonic digital Merk ELMA type D-78224 dan seperangkat alat HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) Merk WATERS DETECTOR.
3.3 Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah acetonitril, aquabidest, asam asetat
glasial, metanol, betametason valerat Baku Pembanding Farmakope Indonesia
(BPFI), dan betametason valerat baku.
3.4 Pengambilan Sampel Uji
Metode pengambilan sampel dilakukan berdasarkan permintaan yang diajukan
oleh produksi dan dilakukan secara acak yang dapat mewakili semuanya dengan
menggunakan rumus 1 + √�. Dari 16 kemasan sampel bahan baku yang ada,
3.5Pembuatan Pereaksi
3.5.1 Pembuatan Pelarut Metanol : Asam Asetat Glasial (1000:1)
Diambil 1 ml asam asetat glasial kemudian dimasukkan kedalam beaker
glass. Ditambahkan metanol sebanyak 1000 ml, kemudian diaduk sampai
homogen.
3.5.2 Pembuatan Fase Gerak Asetonitril : Aquabidest (6:4)
Diambil 600 ml asetonitril kemudian dimasukkan kedalam beaker glass.
Ditambahkan dengan aquabidest sebanyak 400 ml. Kemudian diaduk sampai
homogen.
3.6 Pembuatan Larutan
3.6.1 Larutan Standar
Timbang seksama 25 mg betametason valerat BPFI, masukkan ke dalam
labu tentukur 50 ml, tambahkan 20 ml pelarut metanol : asam asetat glasial
(1000:1) , kocok dengan Ultrasonic Bath hingga larut, kemudian tambahkan
pelarut sampai volume tepat 50 ml, kocok sampai homogen, pipet 1 ml larutan,
masukkan kedalam labu tentukur 25 ml, lalu tambahkan pelarut sampai garis
tanda, kocok sampai homogen, kemudian di saring larutan dan di masukkan ke
dalam botol vial, larutan siap untuk dianalisis di HPLC (High Performance Liquid
3.6.2 Larutan Sampel
Timbang seksama 25 mg betametason valerat, masukkan ke dalam labu
tentukur 50 ml, tambahkan 20 ml pelarut metanol : asam asetat glasial , kocok
dengan Ultrasonic Bath hingga larut, kemudian tambahkan pelarut sampai volume
tepat 50 ml, kocok sampai homogen, pipet 1ml larutan, masukkan kedalam labu
tentukur 25 ml, lalu tambahkan pelarut sampai garis tanda, kocok sampai
homogen, kemudian di saring larutan dan di masukkan ke dalam botol vial,
larutan siap untuk dianalisis di HPLC (High Performance Liquid
Chromatography).
3.7 Penetapan Kadar
3.7.1 Larutan Standar
Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hidupkan seperangkat alat HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) waters detector 2489, pump 1525.
2. Klik program HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang
terdapat dikomputer dan diatur; fase gerak : setonitril : aquabidest
(60:40), fase diam : Bondapack C18 (3,9 × 300 mm), panjang gelomban:
254 nm, volume injeksi : 20 µl, flow rate: 1,2 ml/menit.
3. Diinjeksikan larutan standar betametason valerat BPFI menggunakan
spuit 1 ml sebanyak 1 ml, dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan.
3.7.2 Larutan Sampel
Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hidupkan seperangkat alat HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) waters detector 2489, pump 1525.
2. Klik program HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang
terdapat dikomputer dan diatur; fase gerak: asetonitril : aquabidest
(60:40), fase diam: Bondapack C18 (3,9 × 300 mm), panjang gelomban:
254 nm, volume injeksi: 20 µl, flow rate: 1,2 ml/menit.
3. Diinjeksikan larutan betametason valerat sampel menggunakan spuit 1
ml sebanyak 1 ml, dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan (duplo).
4. Dilihat hasilnya di monitor berupa kromatogram dan kadar.
Perhitungan penetapan kadar bahan baku secara HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
AUC sp
AUC st
× St BPFI %
Keterangan:
AUC sp : Luas Area Sampel
AUC st : Luas Area Standar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil
Penetapan kadar bahan baku betametason valerat secara HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) didapat hasil kadarnya sebesar 101,06 %.
Tabel 4.1. Data Hasil Standar
No Name
Tabel 4.2. Data Hasil Sampel
No Name
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, rentang kadar bahan baku
betametason valerat adalah tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari
103,00%. Dengan demikian, bahan baku betametason valerat yang telah
Zat aktif obat merupakan bagian dari suatu formulasi dalam gabungan dengan
satu atau lebih zat-zat nonaktif atau nonmedis yang mengandung fungsi
farmasetik beragam yang dikehendaki dan khusus. Sebelum suatu zat aktif dapat
diformulasikan dengan berhasil kedalam suatu bentuk sediaan, banyak faktor yang
harus dipertimbangkan dan faktor ini dapat dikelompokkan secara luas dalam 3
kategori, yaitu:
• Pertimbangan biofarmasetik, termasuk berbagai faktor yang memengaruhi
absorpsi zat aktif dari rute pemberian yang berbeda.
• Berbagai faktor obat, seperti sifat fisika dan kimia zat aktif.
• Pertimbangan terapeutik, termasuk pertimbangan penyakit yang
akan diobati dan faktor pasien (Siregar,2010).
Kegunaan KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik,
anorganik, maupun senyawa biologis. KCKT merupakan metode yang tidak
destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
(Munson,1991).
Prinsip dari metode KCKT adalah bila sampel telah dimasukkan dengan suatu
penyuntik KCKT, maka akan dibawa melalui kolom bersama suatu fase gerak
akibat adanya tekanan dari pompa data yang dihasilkan ditunjukkan berupa
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kadar bahan baku betametason valerat adalah 101,11 dan 101,01% dengan
rata-rata kadar 101,06%. Penetapan kadar bahan baku betametason valerat yang
nantinya akan digunakan menjadi bahan berkhasiat dalam formulasi pembuatan
krim betametason 0,1% oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan,
memenuhi persyaratan kadar bahan baku yang tertera pada Farmakope Indonesia
edisi ke-IV yaitu tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 103,00%.
5.2 Saran
Disarankan kepada industri PT. Kimia Farma (Persero) Plant Medan dapat
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1990). Perjalan dan Nasib Obat Dalam Badan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 1.
Anief, M. (1999). Ilmu Meracik Obat. Cetakan ke 7. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 28.
Anief, M. (2007). Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 3, 6.
Dirjen, POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 142-143, 1009.
Dirjen, POM. (2006). Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan POM. Hal. 5, 77, 98, 237.
Johnson, E. L. dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair kinerja Tinggi. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 4-9.
Munson, J. W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 14, 26-32.
Sartono. (1996). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apoteker. Edisi kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 88, 89, 94.
Siregar, J. P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Jakarta: EGC. Hal. 651.
Suharti, k, S. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 486.
Lampiran 1
Perhitungan Kadar Bahan Baku Betametason Valerat
Kadar bahan baku betametason valerat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
AUC sp
AUC st
× St BPFI %
Keterangan:
AUC sp : Luas Area Sampel AUC st : Luas Area Standar
St BPFI % : Standar Baku Pembanding Primer
a. Data Luas Area Standar
No. Sample Name Betamethason 1. Std. Betamethason 1 348611
b. Data Luas Area Sampel
No. Sample Name Betamethason 1. BB 1 (a) 350001 2. BB 1 (b) 349665
Mean 349833
Std. Dev. 237
%RSD 0,1
• Kadar Bahan Baku Betametason valerat BB 1 (a)
= AUC sp
AUC st × St BPFI %
= 350001
= 101,106%
• Kadar Bahan Baku Betametason valerat BB 1 (b)
= AUC sp
Kadar bahan baku betametason valerat adalah sebesar 101,057%
c. Standar Deviasi Larutan Standar Betametason Valerat BPFI
• % RSD (Relative Standard Deviation)
d. Standar Deviasi Larutan Standar Betametason Valerat
No. � (� − �) (� − �)²
• % RSD (Relative Standard Deviation)
% RSD = SD
� × 100% % RSD = 237
Lampiran 2
Lampiran 3
Gambar alat-alat yang digunakan:
a. Alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Merk WATERS DETECTOR 2489, PUMP 1525.
b. Timbangan Analitik Digital (Digital Analitycal Balance) Merk SARTORIUS-AG Tipe MSE225P-100-DU
c. Ultrasonic Digital