PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU HIDROKORTISON
ASETAT PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk.
PLANT
MEDAN SECARA HPLC
(High Performance Liquid Chromatography)
TUGAS AKHIR
OLEH:
ANGGI NULVI SIREGAR NIM 122410096
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan,
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Bahan Baku
Hidrokortison Asetat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara
HPLC (High Performance Liquid Chromatography)”. Tugas akhir ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III
Analis Farmasi Dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,
penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya.
Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada
berbagai pihak antara lain:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., sebagai Wakil Dekan 1 Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si, Apt., sebagai Dosen Pembimbing Tugas
Akhir yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis
dalam penyusunan tugas akhir ini.
4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Kordinator
Program Diploma III Analis Farmasi dan makanan Fakultas Farmasi
5. Bapak Yogi Sugianto, M.Si., Apt. sebagai pembimbing lapangan yang telah
membimbing dan memberikan saran serta petunjuk selama pelaksanaan PKL
di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Medan.
6. Bapak Drs. Surjanto, M.Si., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang
telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal
akademis setiap semester.
7. Sahabat–sahabat seperjuangan dari awal perkuliahan sampai akhir
perkuliahan yaitu, Vanesia Atelya Octory Manurung, Try Iga Septiawandari,
Hilvina Anugrahwati, Sherina Elvira Naustion yang telah saling membantu
dalam semasa kuliah dan praktek kerja lapangan.
8. Serta pihak–pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum
namanya.
Dengan segala ketulusan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Syahbudin
Siregar dan ibunda Nurhayati Nasution serta juga untuk seluruh keluarga besar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih terdapat
kekurangan, serta dalam penulisan maupun penyajian dalam tulisan ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
menerima serta sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Medan, Maret 2015
Penulis,
PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU HIDROKORTISON
ASETAT PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk.
PLANT
MEDAN SECARA HPLC
(High Performance Liquid Chromatography)
ABSTRAK
Hidrokortison asetat adalah suatu senyawa antiradang dari golongan kortikosteroid yang sangat efektif pada penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi. Pemeriksaan terhadap bahan baku hidrokortison asetat harus dilakukan sebelum diformulasi menjadi obat berbentuk sediaan krim. Mutu obat salah satunya ditentukan oleh kadar bahan baku yang harus memenuhi persyaratan.
Sampel bahan baku hidrokortison asetat dipilih sebanyak 5 sampel dengan nomor batch yang sama dan disatukan bahan baku tersebut untuk diuji. Pengambilan sampel dengan metode acak dan berat masing-masing sampel yang diambil ± 25 gram. Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Metode ini menggunakan pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1) yang diukur pada panjang gelombang maksimum 254 nm.
Dari hasil pengukuran didapatkan kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah 100,96; 100,98% dan kadar rata-rata hidrokortison asetat adalah 100,97%.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, rentang kadar hidrokortison asetat dalam bahan baku adalah tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 102,00%. Dengan demikian, bahan baku hidrokortison asetat yang telah ditetapkan kadarnya tersebut telah memenuhi persyaratan kadar.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Dan Manfaat ... 2
1.2.1 Tujuan... 2
1.2.2 Manfaat... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Uraian Umum Hidrokortison Asetat ... 3
2.2 Bahan Baku ... 4
2.3 Obat Kulit... 5
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 7
BAB III METODE PERCOBAAN ... 15
3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar ... 15
3.2 Alat-Alat ... 15
3.3 Bahan-Bahan ... 15
3.5Pembuatan Pereaksi ... 16
3.5.1 Pembuatan Pelarut Metanol : Asam Asetat Glasial (1000:1) ... 16
3.5.2 Pembuatan Fase Gerak Asetonotril : Aquabidest (6:4) ... 16
3.6 PEMBUATAN LARUTAN ... 16
3.6.1 Larutan Standar ... 16
3.6.2 Larutan Sampel ... 16
3.7 PENETAPAN KADAR ... 17
3.7.1 Larutan Standar ... 17
3.7.2 Larutan Sampel ... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
4.1 Hasil ... 19
4.2 Pembahasan... 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 21
5.1 Kesimpulan ... 21
5.2 Saran ... 21
DAFTAR PUSTAKA ... 22
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Data Hasil Standar ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat .... 23
Lampiran 2. Hasil Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat... 26
PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU HIDROKORTISON
ASETAT PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk.
PLANT
MEDAN SECARA HPLC
(High Performance Liquid Chromatography)
ABSTRAK
Hidrokortison asetat adalah suatu senyawa antiradang dari golongan kortikosteroid yang sangat efektif pada penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi. Pemeriksaan terhadap bahan baku hidrokortison asetat harus dilakukan sebelum diformulasi menjadi obat berbentuk sediaan krim. Mutu obat salah satunya ditentukan oleh kadar bahan baku yang harus memenuhi persyaratan.
Sampel bahan baku hidrokortison asetat dipilih sebanyak 5 sampel dengan nomor batch yang sama dan disatukan bahan baku tersebut untuk diuji. Pengambilan sampel dengan metode acak dan berat masing-masing sampel yang diambil ± 25 gram. Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Metode ini menggunakan pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1) yang diukur pada panjang gelombang maksimum 254 nm.
Dari hasil pengukuran didapatkan kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah 100,96; 100,98% dan kadar rata-rata hidrokortison asetat adalah 100,97%.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, rentang kadar hidrokortison asetat dalam bahan baku adalah tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari 102,00%. Dengan demikian, bahan baku hidrokortison asetat yang telah ditetapkan kadarnya tersebut telah memenuhi persyaratan kadar.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pada pembuatan suatu obat, mutu obat merupakan hal terpenting yang harus
diperhatikan, sesuai dengan persyaratan mutu yang tertera pada Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB). Mutu harus didasarkan pada pengalaman nyata
konsumen pada suatu produk dan akan berpengaruh secara langsung terhadap
keamanan, keefektifan dan derajat diterimanya suatu produk obat (Siregar, 2010).
Mutu obat salah satunya ditentukan oleh bahan baku yang harus memenuhi
persyaratan. Pada tahap awal harus terlebih dahulu memeriksa bahan baku secara
kualitatif dan kuantitatif apakah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
untuk menjamin mutu suatu obat. Obat harus sesuai dengan prioritas kebutuhan
kesehatan serta memenuhi standar mutu, keamanan dan khasiat obat yang dapat
diterima. Oleh karena itu, terhadap bahan baku hidrokortison asetat harus
dilakukan pemeriksaan sebelum diformulasi menjadi bentuk sediaan krim
(Siregar, 2010).
Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah satu metode yang
mempunyai banyak keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut: cepat, daya
pisahnya yang baik, ideal untuk molekul besar dan ion, kolom dapat digunakan
kembali, pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson dan Stevenson,
1991).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penetapan kadar bahan baku
hidrokortison asetat dilakukan dengan metode kromatografi kinerja cair tinggi
“Penetapan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat Secara HPLC (High
Performance Liquid Chromatography)” di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant
Medan”.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
Untuk menentukan kadar bahan baku hidrokortison asetat PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) dan membandingkan persyaratan kadar bahan baku
hidrokortison asetat yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.
1.2.2 Manfaat
Mengetahui kadar bahan baku Hidrokortison Asetat PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid
Chromatography). Menambah pengetahuan dan keterampilan khususnya tentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Umum Hidrokortison Asetat
Rumus Bangun:
Rumus Struktur : C23H32O6
Nama Kimia : Kortisol 21-asetat [50-03-3]
Berat Molekul : 404,50
Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga praktis putih, tidak berbau.
Melebur pada suhu lebih kurang 200o disertai peruraian.
Kelarutan : Tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol dan dalam
kloroform.
Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah
Zat yang telah dikeringkan dan didipersikan dalam
minyak mineral pekat, menunjukkan maksimum hanya
pada panjang gelombang yang sama seperti pada
Hidrokortison Asetat BPFI.
B. Spekterum serapan ultraviolet
Larutan (1 dalam 10.000) dalam metanol pekat
menunjukkan maksimum dan minimum pada panjang
BPFI, daya serap masing-masaing dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan, pada panjang gelombang serapan
maksimum lebih kurang 242 nm, berbeda tidak lebih dari
2,5%.
Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 1,0% dilakukan pengeringan dalam hampa
udara pada suhu 60o selama 3 jam.
Syarat Kadar : Hidrokortison asetat mengandung tidak kurang dari 97,00%
dan tidak lebih dari 102,00% C23H32O6 dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).
2.2 Bahan Baku
Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun
tidak berkhasiat (zat nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah,
yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut
masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar, 2010).
Bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau campuran bahan yang akan
digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam
pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Bahan yang ditujukan untuk
menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis,
penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk
mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh (Siregar, 2010).
Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan farmakope
atau buku resmi lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang
praformulasi agar diperoleh mutu obat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat,
stabilitas dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010).
Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup dimana diperlukan:
1. Deskripsi bahan termasuk:
a. Nama yang ditentukan dan kode produk internal.
b. Rujukan monografi farmakope bila ada.
c. Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin produsen bahan.
d. Standar mikrobiologis, bila ada.
2. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.
3. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan.
4. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.
5. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali (Ditjen
POM, 2006).
2.3 Obat Kulit
Definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan,
melunakkan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau pada
hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadian yang
mengakibatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai
racun (Anief, 2007).
Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan
dalam pengobatan atau dengan kelebihan dosis akan menimbulkan keracunan.
Bila dosisnya lebih kecil, maka tidak diperoleh efek penyembuhan (Anief, 2007).
Penggunaan obat pada kulit dimaksudkan untuk memeperoleh efek pada atau
di dalam kulit. Bentuk obat untuk topikal dapat berupa padat, cair dan semipadat.
Bentuk obat semi padat pada penggunaan topikal, yaitu: salep adalah sediaan
setengah padat untuk dipakai pada kulit. Krim adalah sediaan setengah padat yang
mengandung banyak air. Pasta adalah suatu salep yang mengandung serbuk yang
banyak (Anief, 2007).
Obat kulit yang umum digunakan mengandung obat-obat golongan
antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi dan lain-lain. Obat topikal
kulit dapat berupa salep, krim, pasta dan obat cair. Pemilihan bentuk obat kulit
topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja yang dikehendaki, kondisi
penderita, dan daerah kulit yang diobati (Sartono, 1996).
Obat kulit topikal mengandung obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada
beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam,
misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik dengan obat kulit topikal yang
mengandung kortikosteroid. Kortikosteroid mencegah reaksi alergi, mengurangi
peradangan, dan menghambat pembelahan sel epidermis. Kortikosteriod secara
topikal dapat mengganggu pertahanan kulit alami terhadap infeksi sehingga
dikombinasikan dengan obat antibiotika (Sartono, 1996).
Obat kulit digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit.
Gangguan fungsi struktur kulit dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :
1. Kerusakan Kulit Akut : kerusakan yang masih baru dengan tanda bengkak,
2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah
terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang
makin parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.
3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang
serta timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun.
Biasanya kulit menjadi tebal, keras dan retak-retak (Sartono, 1996).
Hidrokortison asetat (C23H32O6) digolongkan ke dalam obat antiinflamantori
analgesik yaitu obat untuk penyakit yang ditandai dengan adanya rasa nyeri,
bengkak, kekakuan, dan gangguan alat fungsi penggerak. (Anief,1996).
Untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit, digunakan obat topikal
yang mengandung obat-obat seperti golongan antibiotika, kortikosteroid,
antiseptik lokal, antifungi, dan lain-lain. Bentuk obat topikal dapat berupa salep,
krim, lotio, dan pasta. Pemilihan bentuk obat topikal dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain, parahnya kerusakan kulit, daya kerja obat yang dikehendaki,
kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati. Biasanya obat topikal
mengandung obat yang dimaksudkan untuk bekerja pada lapisan kulit yang lebih
dalam dari permukaan kulit, misalnya pada opengobatan penyakit kulit kronik
dengan obat topikal yang mengandung kortikosteroid (Sartono, 1996).
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCCT)
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Perpormance Liquid
Chromatography (HPLC) merupakan suatu teknis analisis obat yang paling cepat
berkembang. Cara ini ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan
suhu kamar, jadi senyawa yang tidak tahan panas dapat ditangani dengan mudah.
Peralatan KCKT memiliki kepekaan yamg sangat tinggi sehingga menghasilkan
data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu yang tidak lama (Munson, 1991).
Kemajuan dalam tekhnologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan
detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan pada KCKT menjadi suatu
sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi (Munson, 1991).
Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan
HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir
tahun 1960-an dan awal 1970-an. KCKT paling sering digunakan untuk:
menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam amino,
asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar
senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis, atau
produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal
dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan
polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran;
kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis (Gandjar, 2007).
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah
oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom
kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak
dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara
tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak,
panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran
KCKT digunakan untuk senyawa-senyawa tak atsiri, berbobot molekul tinggi,
anorganik, tidak tahan panas dan lain sebagainya. Kepekaan dari peralatan KCKT
sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan
waktu yang tidak lama. Cepatnya perkembangan KCKT didukung oleh
perkembangan peralatan yang handal dan kolom yang efisien (Munson, 1991).
KCKT pada sat ini merupakan metode kromatografi cair paling akhir. Dalam
beberapa tahun terakhir ini teknologi KCKT dan pemakaiannya sangat
berkembang, walaupun membutuhkan biaya yang relatif tidak sedikit tapi saat ini
merupakan suatu tekhnik yang banyak digunakan pada perusahaan obat (Munson,
1991).
KCKT merupakan salah satu metode yang mempunyai banyak keuntungan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Cepat. Untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis
kurang dari 5 menit.
2. Daya pisahnya baik. Kemampuan linarut berinteraksi dengan fase diam
dan fase gerak memberikan parameter pencapaian pemisahan yang
dikehendaki.
3. Peka / detector unik. Detector yang dipakai adalah uv 254 nm yang dapat
mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.
4. Kolom dapat dipakai kembali tetapi mutunya turun. Laju penurunan
mutunya bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian
pelarut,dan jenis pelarut yang dipaki.
6. Mudah memperoleh kembali cuplikan karena detector tidak merusak
cuplikan. Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson dan
Stevenson, 1991)
Pada dasarnya instrumen KCKT terdiri dari :
1. Sistem Pompa
Pompa harus tahan terhadap semua jenis pelarut, dapat mencapai tekanan
sampai 6000 pada saat ini, harus bebas denyut, dan dapat menghantarkan
aliran terukur 0,01 – 1,0 atau 0,1 - 20 ml/ menit. Selain itu, pompa harus
mempunyai batas volume minimum sehingga memungkinkan pergantian
pelarut dengan cepat dan elusi landaian secara efisien. Laju aliran biasanya
dikendalikan dengan tombol pada pompa normal atau dengan mikroprosesor
pada pompa niaga yang lebih canggih (Gritter, dkk., 1991).
2. Tandon pelarut
Bahan tandon harus lembam terhadap fase gerak berair dan tidak berair.
Sehingga baja anti karat dan gelas menjadi pilihan. Baja anti karat jangan
dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika tandon harus
bertekanan, hindari penggunaan gelas. Daya tampung tandon harus lebih dari
500 ml digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir 1 – 2 ml/menit
(Munson, 1991).
3. Pipa
Pipa merupakan penyambung dari seluruh bagian sistem. Garis tengah
dalam pipa sebelum penyuntik tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam,
tahan tekanan dan mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai
4. Penyuntik / Sistem Penyuntik Cuplikan
Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai
ketelitian maksimum pada analisis kuantitatif, yang terpenting adalah sistem
harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan terokan
(fase gerak). Pada saat pengisian terokan, terokan dialirkan melewati keluk
dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup
diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk kolom (Munson, 1991).
5. Fase Diam
Fase diam dapat berupa permukaan zat padat yang berfungsi sebagai
medium yang menjerap, atau permukaan zat cair yang terdapat pada sejenis
zat padat. Banyak sistem fase diam baru telah dikembangkan untuk KCKT,
dan pemakaian bahan tersebut sangat meningkatkan keefisienan dan
kemampuan metode itu. Sebagian besar bahan itu didasarkan pada silika
(Gritter, dkk., 1991).
Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara
kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan
divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya
residu gugus silanol (Si-OH). Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase
diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan
senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi (Gandjar dan
Rohman, 2009).
Sekarang ini, gel silika ODS atau fase-fase sejenis seperti gel silika oktil
digunakan untuk >80% analisis farmasi namun fase-fase lain hanya
-senyawa yang sangat mudah larut dalam air atau untuk pemisahan bioanalisis
yang menjadi penting karena matriks sampel tersebut menghasilkan banyak
puncak yang mengganggu (Watson, 2005).
6. Fase Gerak
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.
Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut,
polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Gandjar dan
Rohman, 2009).
Pada KCKT, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu hal
penting yang mempengaruhi proses pemisahan. Berbagai macam pelarut
dipakai dalam semua jenis KCKT, tetapi ada beberapa syarat fase gerak yang
digunakan dalam KCKT. Menurut kriteria fase gerak yang ideal adalah
sebagai berikut:
1. Murni, tanpa cemaran;
2. Tidak bereaksi dengan kemasan;
3. Sesuai dengan detektor;
4. Dapat melarutkan cuplikan;
5. Mempunyai viskositas rendah;
6. Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika
diperlukan;
7. Harganya wajar (Jhonson dan Stevenson, 1991).
Pada umumnya, pelarut dibuang setelah digunakan karena tata kerja
kroteria pertama merupakan yang paling penting (Jhonson dan Stevenson
(1991).
7. Kolom
Kolom merupakan jantung kromatograf, kebersihan atau kegagalan
analisis tergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan
untuk mamasang penyaring 2 μm dijalur antar penyuntik dan kolom, untuk
menahan partikel yang dibawa fase gerak atau terokan, hal ini dapat
memperpanjang umur kolom (Munson, 1991).
Kolom dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Kolom analitik : garis tengah dalam 2-6mm. untuk kemasan
makropartikel panjang kolom 50 -100 cm, untuk kemasan mikropartikel
biasanya panjang kolomnya 10-30 cm.
b. Kolom preparatif : garis tengah 6 mm atau lebih panjang 25-100 cm
(Johnson dan Stevenson, 1991).
Pemilihan kolom yang dipakai untuk cuplikan yang sifatnya tidak dikenal
berdasarkan pada sifat kimia umum linarut, sifat kelarutan dan ukurannya. Kolom
dapat dikemas sendiri atau membeli kolom yang sudah dikemas. KCKT biasanya
adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel
timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor
KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai
(Gritter, dkk., 1991).
8. Detektor
Detektor harus memberikan cuplikan, tanggapan yang dapat diramalkan,
komposisi fase gerak. Detektor yang dipakai pada KCKT biasanya adalah UV 254
nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran
pita yang memperburuk pemisahan. pemilihan detektor KCKT tergantung pada
sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Munson, 1991).
9. Penguat Sinyal
Pada umumnya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu
sebelum disampaikan pada alat perekam otomatik yang sesuai, biasanya berupa
suatu perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu
integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara
otomatik (Munson, 1991).
10. Perekam
Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi
merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak
(puncak). Dari daftar tersebut, secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa
apa yang diperiksa (Munson, 1991).
Dalam pemisahan suatu senyawa secara KCKT biasanya digunakan suatu
pelarut landaian yaitu pelarut yang dapat diubah-ubah kepolarannya sesuai dengan
kebutuhan. Ada beberapa keuntungan jika digunakan pelarut landaian,
diantaranya :
a. Waktu analisis keseluruhan dapat berkurang
b. Daya pisah keseluruhan persatuan waktu campuran ditingkatkan
c. Bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil)
d. Kepekaan efek ditingkatkan karena bentuk puncak kurang beragam
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar
Penetapan kadar bahan baku Hirokortison Asetat ini dilakukan di
laboratorium PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yamg beralamat di
Jalan Tanjung Morawa Km. 9 No. 59 Medan.
3.2 Alat-Alat
Alat–alat yang digunakan adalah alat–alat gelas Merk PYREX IWAKI,
timbangan analitik digital Merk SARTORIUS-AG Type MSE225P-100-DU,
Ultrasonic digital Merk ELMA Type D-78224 dan seperangkat alat HPLC (High
Performance Liquid Chromatoraphy) Merk WATERS DETECTOR 2489, PUMP
1525.
3.3 Bahan-Bahan
Bahan–bahan yang digunakan adalah asetonitril, asam asetat glasial,
akuabides, bahan baku hidrokortison asetat, hidorkortison asetat Baku
Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), metanol.
3.4 Pengambilan Sampel Uji
Sampel bahan baku hidrokortison asetat diambil dari 5 sampel dengan 1
nomor batch yang sama. Maka dengan prosedur tetap perusahaan yang ada dalam
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak dan berat masing–masing
sampel yang diambil 25 mg.
3.5Pembuatan Pereaksi
3.5.1 Pembuatan Pelarut Metanol : Asam Asetat Glasial (1000:1)
Diambil 1 ml asam asetat glasial dimasukkan kedalam beaker glass.
Ditambahkan metanol sebanyak 1000 ml, kemudian di aduk menggunakan
pengaduk sampai homogen.
3.5.2 Pembuatan Fase Gerak Asetonotril : Aquabidest (6:4)
Diambil 600 ml asetonitril dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahkan
dengan aquabidest sebanyak 400 ml, kemudian di aduk menggunakan pengaduk
sampai homogen.
3.6 Pembuatan Larutan
3.6.1 Larutan Standar
Ditimbang seksama 25 mg Hidrokortison Asetat BPFI, masukkan kedalam
labu tentukur 50 ml. Ditambahkan pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1)
sampai 50 ml (garis tanda batas), lalu dilarutkan dengan menggunakan alat
Ultrasonic digital selama 15 menit. Dipipet 5 ml menggunakan pipet volume,
ditambahkan 10 ml pelarut pelarut metanol : asam asetat glasial (1000:1),
masukkan kedalam labu tentukur 25 ml. Disaring, dimasukkan ke dalam vial.
3.6.2 Larutan Sampel
Ditimbang seksama 25 mg Hidrokortison Asetat sampel sebanyak 2 kali,
masukkan kedalam labu tentukur 50 ml. Ditambahkan pelarut metanol : asam
asetat glasial (1000:1) sampai 50 ml (garis tanda batas), lalu dilarutkan dengan
menggunakan alat Ultrasonic digital selama 15 menit. Dipipet 5 ml menggunakan
pipet volume, ditambahkan 10 ml pelarut pelarut metanol : asam asetat glasial
(1000:1), masukkan kedalam labu tentukur 25 ml. Disaring, dimasukkan kedalam
vial. Larutan siap dianalisa di alat HPLC (High Performance Liquid
Chromatography).
3.7 Penetapan Kadar
3.7.1 Larutan Standar
Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hidupkan seperangkat alat HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) waters detector 2489, pump 1525.
2. Klik program HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang
terdapat dikomputer dan diatur:
Fase Gerak : asetonitril : aquabidest (60:40)
Fase Diam : Bondapack C18 (3,9 × 300 mm)
Panjang Gelombang : 254 nm
Volume Injeksi : 10 µl
Waktu Alir : 1,0 ml/menit
3. Diinjeksikan larutan standar hidrokortison asetat BPFI menggunakan
4. Dilihat hasilnya di monitor berupa kromatogram dan kadar.
3.7.2 Larutan Sampel
Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hidupkan seperangkat alat HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) waters detector 2489, pump 1525.
2. Klik program HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang
terdapat dikomputer dan diatur:
Fase Gerak : asetonitril : aquabidest (60:40)
Fase Diam : Bondapack C18 (3,9 × 300 mm)
Panjang Gelombang : 254 nm
Volume Injeksi : 10 µl
Waktu Alir : 1,0 ml/menit
3. Diinjeksikan larutan hidrokortison asetat sampel menggunakan spuit 1 ml
sebanyak 1 ml, dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan (duplo).
4. Dilihat hasilnya di monitor berupa kromatogram dan kadar.
Perhitungan penetapan kadar bahan baku secara HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
AUC sp
AUC st × St BPFI %
Keterangan:
AUC sp : Luas Area Sampel
AUC st : Luas Area Standar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada penetapan kadar bahan baku hidrokortison asetat secara HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) didapatkan hasil kadar sebesar 100,97%,
dimana kadar tersebut memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi IV. Kadar
standar bahan baku hidrokortison asetat BPFI sebesar 100,735%. Syarat bahan
baku hidrokortison asetat mengandung hidrokortison asetat tidak kurang dari
97,00% dan tidak lebih dari 102,00%.
Tabel 4.1 Data Hasil Standar
No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%)
Tabel 4.2 Data Hasil Sampel
No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%)
Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan farmakope
bersangkutan. Bahan-bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji
praformulasi agar diperoleh mutu obat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat,
stabilitas dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010).
Prinsip dari metode KCKT adalah bila sampel telah dimasukkan dengan suatu
penyuntik KCKT, maka akan dibawa melalui kolom bersama suatu fase gerak
akibat adanya tekanan dari pompa. Data yang dihasilkan ditunjukkan berupa
puncak oleh suatu perekam (Munson, 1991).
Sistem kromatografi dijalankan dengan cara sebagai berikut. Fase gerak
didorong melalui kolom dengan tekanan yang dikehendaki dengan laju sesuai
dengan yang diinginkan. Setelah sistem mencapai kesetimbangan, cuplikan yang
dilarutkan di dalam pelarut yang cocok disuntikkan ke dalam sistem, biasanya
melalui katup. Linarut terbawa ke dalam kolom, dipisahkan, dan keluar dalam
efluen melalui detektor (Gritter, dkk., 1991).
Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk
menghindar partikel-partikel kecil. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga
harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain
terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Fase gerak
yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah
campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril
(Rohman, 2009).
Kadar bahan baku yang di produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant
Medan adalah sebesar 100,97%. Kadar tersebut memenuhi syarat, dimana syarat
bahan baku hidrokortison asetat mengandung hidrokortison asetat tidak kurang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kadar bahan baku Hidrokortison Asetat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Medan adalah 100,97%, kadar tersebut memenuhi persyaratan yang tertera
pada Farmakope Indonesia Edisi IV. Kadar Hidrokortison Asetat menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV tidak kurang dari 97,00% dan tidak lebih dari
102,00%.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1996). Penggolongan Obat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press: Hal. 21.
Anief, M. (1997). Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 3, 18, 83 – 85.
Anief, M. (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 3.
Ditjen POM. (2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 77, 237.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 436, 437, 438.
Gandjar, G.I., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 468.
Gritter, R. J., J. M. Bobbit, and A. E. Schwarting. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 4, 10, 12, 14-15, 197.
Johnson, E. L., dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Penerbit ITB, Bandung. Hal. 1 – 10.
Lachman, L., dkk, (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 1666 – 1667.
Lieberman, H., A. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal. 1100.
Munson, J. W. (1991). Analis Farmasi Metode Modren. Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 14, 15, 26, 27, 32.
Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogjakarta: Graha Ilmu. Hal. 111-113.
Sartono. (1996). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek.
Edisi Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Hal 88–89.
Siregar, C., J., P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis.
Lampiran 1
Perhitungan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat
Kadar bahan baku hidrokortison asetat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
AUC sp
AUC st × St BPFI %
Keterangan:
AUC sp : Luas Area Sampel AUC st : Luas Area Standar
St BPFI % : Standar Baku Pembanding Primer
a. Data Luas Area Standar
No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%) 1. Std. Hidrokortison 1 1 2847166
b. Data Luas Area Sampel
No. Nama Sampel Vial Kadar Hidrokortison Asetat (%) 1. BB Hidrokortison 1 1 2851211
2. BB Hidrokortison 2 2 2851722
Mean 2851467
Std. Dev. 361
%RSD 0,0
• Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat BB 1 (a)
= AUC sp
AUC st × St BPFI %
= 2851211
2844592 × 100,735 %
• Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat BB 1 (b)
Kadar bahan baku hidrokortison asetat adalah sebesar 100,97%
c. Standar Deviasi Larutan Standar Hidrokortison Asetat BPFI
No. � (� − �) (� − �)²
Rata-rata 2844592 0,167 13824534
SD = �Ʃ (� − �)²
• % RSD (Relative Standard Deviation)
% RSD = SD
� × 100%
% RSD = 4062
% RSD = 0,1%
d. Standar Deviasi Larutan Standar Hidrokortison Asetat
No. � (� − �) (� − �)²
1. 2851211 -256 65536
2. 2851722 255 65025
∑ 5702933 -1 130561
Rata-rata 2851467 -0,5 65180,5
SD = �Ʃ (� − �)²
n−1
SD = �130361
2−1
SD = �130361
1
SD = √130561
SD = 361
• % RSD (Relative Standard Deviation)
% RSD = SD
� × 100%
% RSD = 361
2851467× 100%
Lampiran 2
Lampiran 3
Gambar alat-alat yang digunakan:
a. Alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Merk WATERS DETECTOR 2489, PUMP 1525.
b. Timbangan Analitik Digital (Digital Analitycal Balance) Merk SARTORIUS-AG Tipe MSE225P-100-DU
c. Ultrasonic Digital