• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Yang Digunakan Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara Hplc (High Performance Liquid Chromatography)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Yang Digunakan Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara Hplc (High Performance Liquid Chromatography)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL

YANG DIGUNAKAN PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk.

PLANT MEDAN SECARA HPLC

(High Performance Liquid Chromatography)

TUGAS AKHIR

OLEH:

HILVINA ANUGRAHWATI NIM 122410102

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta menganugerahkan pengetahuan dan

kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

”penetapan kadar bahan baku parasetamol yang digunakan PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Medan secara HPLC (High Performance Liquid

Chromatography)”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak

akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu

penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada berbagai

pihak antara lain:

1. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam

penyusunan tugas akhir ini.

2. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt., sebagai Supervisor Quality Control

sekaligus Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan saran

serta petunjuk selama pelaksanaan PKL di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk

Plant Medan hingga penyusunan tugas akhir ini.

3. Bapak Drs. Beben Budiman, Apt. selaku Plant Manager PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Medan yang telah memberikan tempat untuk

melaksanakan PKL ini.

4. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas

(3)

5. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan I Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program

Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang telah

memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal akademis

setiap semester.

Terima kasih untuk kedua orang tua tercinta, abang serta adik yang telah

memberikan dukungan moril dan materil selama ini. Dan sahabat–sahabatku Try

Iga Septiawandari, Anggi Nulvi Siregar, Vanesia Atelya O. Manurung dan

Sherina Elvira Nasution yang telah saling membantu dalam penulisan tugas akhir

ini. Serta pihak–pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum

namanya.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih belum sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Medan, Maret 2015

Penulis,

(4)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL YANG

DIGUNAKAN PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT

MEDAN SECARA HPLC (High Performance Liquid

Chromatography)

ABSTRAK

Pemeriksaan terhadap bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dilakukan penetapan kadar bahan baku sebelum diformulasikan untuk menjadi suatu sediaan obat. Kualitas mutu dari bahan baku yang digunakan untuk produksi akan mempengaruhi produk jadi.

Sampel yang digunakan berasal dari bahan baku parasetamol yang digunakan untuk pembuatan sediaan tablet parasetamol produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku parasetamol adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa disebut juga dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Metode ini menggunakan pelarut dan fase gerak yang sama yaitu metanol : aquabidest (1:3) dengan panjang gelombang 243 nm.

Diperoleh hasil rata-rata kadar bahan baku parasetamol 100,47%. Dari hasil pengukuran menunjukkan masih memenuhi persyaratan kadar bahan baku Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 98,00% dan tidak lebih dari 101,00%.

Dengan demikian, bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan kadar yang ada di Farmakope Indonesia Edisi IV.

(5)

DAFTAR ISI

2.1Asetaminofen (Parasetamol) ... 3

2.1.1 Farmakodinamik ... 4

2.1.2 Farmakokinetik ... 4

2.1.3 Penetapan Kadar Parasetamol ... 5

2.2Bahan Baku Obat ... 9

2.3High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ... 9

2.3.1 Alat Utama HPLC ... 11

(6)

3.1Tempat dan Waktu Percobaan ... 15

3.2Bahan-bahan ... 15

3.2.1 Sampel ... 15

3.2.2 Fase Gerak dan Pelarut ... 15

3.3Alat-alat ... 15

3.4Pembuatan Larutan Fase Gerak dan Pelarut ... 15

3.4.1 Larutan Metanol : Aquabidest (1:3) ... 15

3.5Prosedur Percobaan ... 16

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 16

3.5.2 Larutan Standart ... 16

3.5.3 Larutan Sampel Uji... 16

3.5.4 Penetapan Kadar Menggunakan HPLC ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1Hasil ... 18

4.2Pembahasan ... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1Kesimpulan ... 20

5.2Saran ... 20

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil HPLC Untuk Standart Parasetamol (Baku Pembanding) ... 18

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol ... 22

Lampiran 2. Hasil Print Our HPLC... 25

(10)

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL YANG

DIGUNAKAN PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT

MEDAN SECARA HPLC (High Performance Liquid

Chromatography)

ABSTRAK

Pemeriksaan terhadap bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dilakukan penetapan kadar bahan baku sebelum diformulasikan untuk menjadi suatu sediaan obat. Kualitas mutu dari bahan baku yang digunakan untuk produksi akan mempengaruhi produk jadi.

Sampel yang digunakan berasal dari bahan baku parasetamol yang digunakan untuk pembuatan sediaan tablet parasetamol produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

Metode yang digunakan dalam penetapan kadar bahan baku parasetamol adalah metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa disebut juga dengan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Metode ini menggunakan pelarut dan fase gerak yang sama yaitu metanol : aquabidest (1:3) dengan panjang gelombang 243 nm.

Diperoleh hasil rata-rata kadar bahan baku parasetamol 100,47%. Dari hasil pengukuran menunjukkan masih memenuhi persyaratan kadar bahan baku Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 98,00% dan tidak lebih dari 101,00%.

Dengan demikian, bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan telah memenuhi persyaratan kadar yang ada di Farmakope Indonesia Edisi IV.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Obat adalah unsur aktif secara fisiologi dipakai dalam diagnosis,

pencegahan, pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit pada manusia atau

hewan (Ansel, 2005).

Pada jaminan mutu, setiap bahan baku yang diluluskan untuk dibawa

kebagian produksi harus dicek bahwa bahan memenuhi persyaratan resmi

farmakope atau oleh industri farmasi yang bersangkutan. Bahan baku adalah

semua bahan yang berkhasiat (zat aktif) yang digunakan dalam pengolahan obat

(Siregar, 2010).

Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat

analgesik-antipiretik yang sangat populer. Parasetamol dapat tersedia dalam berbagai

macam sediaan seperti tablet, kapsul, tetes, eliksir, suspensi dan supositoria.

Parasetamol pada umumnya diberikan dalam bentuk tablet yang mengandung

bahan aktif. Parasetamol juga sering dikombinasikan dengan bahan obat lain

dalam satu formulasi (Sudjadi dan Abdul, 2008).

Menurut sudjadi dan abdul penetapan kadar bahan baku parasetamol dapat

ditetapkan kadarnya dengan cara yang hampir sama dengan asetofenetidin yakni

dengan titrimetri dengan metode diazotasi, spektrofotometri (baik UV maupun

dengan cara spektrofotometri visibel) dan dengan kromatografi. Penetapan kadar

bahan baku parasetamol yang ada di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant

Medan menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid

(12)

Berdasarkan hal ini, penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir

sebagai berikut ”Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol Yang Digunakan

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography)”.

1.2Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini adalah:

- Untuk mengetahui kadar dari bahan baku Parasetamol yang digunakan

oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

- Untuk mengetahui apakah kadar bahan baku Parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan

menurut Farmakope Indonesia Edisi IV yang telah ditetapkan.

1.2.2 Manfaat

Untuk memberikan informasi tentang kadar bahan baku parasetamol yang

digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan apakah bahan baku

parasetamol memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Asetaminofen (Parasetamol)

Gambar 2.1. Rumus Bangun Parasetamol

Sifat-sifat fisika : kristal putih tidak berbau atau serbuk kristalin dengan

rasa pahit. Jarak lebur 169o sampai 172oC.

Kelarutan : 1 g dapat larut dalam kira-kira 70 ml air pada suhu 25oC,

1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 7 ml alkohol,

dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, dalam 40 ml

gliserin, dan dalam 9 ml propilen glikol. Tidak larut dalam

benzen dan eter, dan larut dalam larutan alkali hidroksida.

Larutan jenuh mempunyai pH kira-kira 6 dimana pKa

adalah 9,51 (Connors dkk, 1986).

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang

telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus

amino-benzen. Parasetamol di Indonesia dikenal sebagai antipiretik, dan tersedia sebagai

obat bebas. Efek anti-inflamasi parasetamol hampir tidak ada (Wilmana, 2007).

Analgetik non narkotik sering pula disebut analgetik-antipiretik atau Non

Steroidal Anti-Inflamantory Druds (NSAID). Analgetik non narkotik bekerja pada

perifer dan sentral sistem syaraf pusat. Obat golongan ini digunakan untuk

mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, untuk menurunkan suhu

(14)

pengobatan rematik. Analgetik-antipiretik digunakan untuk pengobatan

simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau

menghilangkan penyebab penyakit. Antipiretik non narkotik menimbulkan kerja

antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu

badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan

mobilisasi air hingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat.

Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil (Siswandono dan Bambang,

2000).

Analgetik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara

meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan

kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan

demam. Analgetik-antipiretik adalah kelompok non narkotika, artinya obat ini

tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang ( Djamhuri, 1990).

2.1.1 Farmakodinamik

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan

atau mengurangi nyeri ringan sampai radang. Menurunkan suhu tubuh dengan

mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Efek anti-inflamasinya

sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.

Parasetamol merupakan penghambat biosintetis prostaglandin yang lemah. Efek

iritasi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga

gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana, 2007).

2.1.2 Farmakokinetik

Parasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

(15)

paruh dalam plasma antara 1-3 jam. Obat ini tarsebar ke seluruh cairan tubuh.

Dalam plasma terikat 25% oleh protein plasma (Wilmana, 2007).

Obat ini mengalami metabolisme oleh enzim-enzim mikrosom dalam hati,

80% parasetamol dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil dengan

asam sulfat dalam hati. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi.

Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan

hemolisis ertrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai

parasetamol dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Wilmana, 2007).

2.1.3 Penetapan Kadar Parasetamol

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara yang hampir sama

dengan asetofenetidin yakni dengan titrimetri dengan metode diazotasi,

spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara spektrofotometri visibel) dan

dengan kromatografi (Sudjadi dan Abdul, 2008).

1. Metode titrimetri

a. Diazotasi

Metode analisis parasetamol dalam tablet dengan metode ini mirip

dengan penetapan kadar asetofenetidin (fenasetin) yakni melibatkan

hidrolisis parasetamol untuk menghasilkan amin aromatis primer lalu

diikuti dengan titrasi menggunakan larutan baku natrium nitrit dalam

suasana asam (Sudjadi dan Abdul, 2008).

b. Titrasi dengan N,N-dibromo dimetilhidantoin

Suatu metode titrimetri yang sederhana dan akurat telah

dikembangkan oleh Kumar dan Letha untuk analisis parasetamol baik

(16)

menggunakan titran dibromo dimetilhidantoin (DBH). Larutan

N,N-dibromo dimetilhidantoin (DBH) disiapkan dengan brominasi

dimetilhidantoin. Suatu larutan baku DBH dengan konsentrasi ± 0,01 M

disiapkan dalam air (Sudjadi dan Abdul, 2008).

Parasetamol murni disiapkan dalam larutam asam asetat 10 % dalam

air. Sebagai indikator digunakan larutan amaranth 0,2 % dalam etanol

lalu dititrasi dengan larutan baku DBH. Titik akhir titrasi ditandai dengan

hilangnya warna pink (Sudjadi dan Abdul, 2008).

2. Spektrofotometri UV

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofometri UV

karena parasetamol mempunyai kromofor yang mampu menyerap sinar UV.

Parasetamol dalam etanol mempunyai panjang gelombang maksimal 249

nm dengan nilai ∑1 %1 cm sebesar 900. Cara penetapan parasetamol dengan

spektrofotometri UV adalah 100 mg parasetamol ditimbang dengan cara

seksama lalu dilarutkan dalam etanol. Larutan dimasukkan dalam labu takar

100 mL dan ditambah etanol sampai tanda batas. Sebanyak 0,5 mL larutan

diatas diambil dan dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, dan ditambah

etanol sampai tanda batas. Larutan ini selanjutnya dibaca absorbansinya

pada panjang gelombang 249 nm terhadap blanko yang berisi etanol

sehingga akan didapatkan absorbansi larutan blanko (Ab). Untuk sampel

dilakukan hal yang sama sehingga didapatkan absorbansi sampel (As)

(Sudjadi dan Abdul, 2008).

(17)

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofometri

visibel menggunakan metode Bratton-Marshall dan metode amonium

molibdat (Sudjadi dan Abdul, 2008).

a. Metode Bratton-Marshall

Metode Bratton-Marshall untuk parasetamol dilakukan dengan cara

menghidrolisis parasetamol dengan asam sehingga terbentuk amin

aromatis primer yang selanjutnya didiazotasi dengan asam nitrit (berasal

dari natrium nitrit dalam suasana asam) membentuk garam diazonium,

lalu direaksikan dengan naftil etilen diamin (Sudjadi dan Abdul, 2008).

b. Metode Amonium molibdat

Metode spektrofotometri visible yang mendasarkan pada reaksi

antara parasetamol dengan amonium molibdat dengan medium asam kuat

menghasilkan molibdenum biru telah dikembangkan oleh Morelli.

Hukum Beer’s dipenuhi sampai pada konsentrasi parasetamol 6 µg/mL

dan nilai absorbtivitas molarnya pada panjang gelombang 670 nm

sebesar 2,6 x 104 L/mol (Sudjadi dan Abdul, 2008).

4. Metode spektrofluorometri

Metode spektrofluorometri dengan batas deteksi yang rendah telah

disusulkan untuk penetapan kadar parasetamol. Karena parasetamol bukan

suatu senyawa yang berfluoresensi maka parasetamol dapat ditetapkan

sacara tidak langsung dengan mereaksikannya menggunakan Ce (IV)

sebagai agen pengoksidasi dan mengukur intensitas fluoresensi relatif Ce

(18)

Penetapan kadar parasetamol dengan spektrofluometri secara

langsung sebelumnya membutuhkan tahap derivatisasi. Reagen-reagen

seperti fluoresamin dan dansil klorida telah diusulkan oleh Bosch dkk.

sebagai agen penderivat parasetamol (Sudjadi dan Abdul, 2008).

5. Metode Kromatografi

Dalam sediaan farmasi, parasetamol biasanya bercampur dengan

bahan obat lain sehingga membutuhkan teknik pemisahan, misal dengan

kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas

dan diikuti dengan kuantikasinya untuk menentukan berapa kadar

masing-masing bahan obat dalam sediaan farmasi (Sudjadi dan Abdul, 2008).

a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Metode KLT-Densitometri telah digunakan untuk analisis

parasetamol dan klorsoksazol secara simultan. Keuntungan

KLT-Densitometri dibandingkan dengan spektrofotometri adalah kemampuan

KLT untuk memisahkan komponen-komponen dalam sampel yang

dianalisis sehingga meghilangkan adanya kemungkinan saling

mengganggu antar komponen (Sudjadi dan Abdul, 2008).

b. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Metode KCKT yang sederhana, cepat, dan sesuai telah

dikembangkan untuk penetapan kadar secara simultan parasetamol dan

senyawa-senyawa terkait (4-aminofenol dan 4-klorasetanilid) dalam

sediaan farmasi. Fase gerak yang digunakan adalah campuran

(19)

isokratik. Detektor yang digunakan adalah spektrofotometer UV pada

panjang gelombang 244 nm (Sudjadi dan Abdul, 2008).

2.2Bahan Baku Obat

Bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau campuran bahan yang akan

digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam

pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam arti lain, bahan (zat) aktif

adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek

langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, pengobatan atau pencegahan

penyakit, atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh (Dirjen POM, 2006).

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi

farmakope atau persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri

farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan–bahan yang dibeli harus sesuai

dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten

dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati

(Siregar, 2010).

Setiap bahan obat memiliki ciri-ciri kimiawi dan fisika tersendiri yang

menjadikannya unik. Ciri-ciri ini digunakan dalam menyusun standar identifikasi

bahan dan untuk pengujian (Ansel, 2005).

2.3High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan

tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase

tetap (stationary) dan fase bergerak (mobile), dimana pemisahan-pemisahan

tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Pemisahan dengan kromatografi

(20)

fase-fase bergerak dan tetap perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu

senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985).

Kemajuan teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor

yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi

suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini

dikenal sebagai Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ditjen, 1995).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut dengan

HPLC ( high perfomance liquid chromatography) dikembangkan pada akhir tahun

1960-an dan awal tahun 1970-an (Rohman, 2009).

Kegunaan umum Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah untuk

pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis;

analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa yang mudah menguap

(non-volatil), analisis senyawa yang tidak ionik maupun zwitter, isolasi dan

pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama,

pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam

jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk

analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman, 2009).

Salah satu konsep penting KCKT ialah mengusahakan volum pelarut

antara penjerap dan detektor atau fraksinator sekecil mungkin untuk mencegah

pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisahkan (Gritter dkk, 1991).

Tiga bentuk kromatografi cair kinerja tinggi yang paling banyak

digunakan penukar ion, partisi dan adsorbsi (Ditjen, 1995).

(21)

Kromatografi penukar ion terutama digunakan untuk pemisahan

zat-zat larut dalam air yang ionik atau yang dapat terionisasi dengan bobot

molekul kurang dari 1500 (Ditjen, 1995).

Kromatografi pertukaran ion menggunakan fase diam yang dapat

menukar kation atau anion yang berada dalam fase gerak. Pertukaran

ionnya bolak-balik dan terjadi antara fase diam penukaran ion dengan fase

gerak cair. Pemisahan terjadi karena perbedaan kekuatan interaksi

elektrostatik dari zat terlarut dengan fase diam (Munson, 1991).

b. Kromatografi Partisi

Pada kromatografi partisi digunakan fase gerak dan fase dengan

polaritas yang berbeda. Jika fase gerak bersifat polar dan fase diam

non-polar, dikenal sebagai kromatografi fase balik, maka senyawa nonpolar

yang larut dalam hodrokarbon, dengan bobot molekul kurang dari 1000,

dapat dipisahkan berdasarkan atas afinitasnya terhadap fase diam (Ditjen,

1995).

c. Kromatografi Adsorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase

normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun

demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase

diamnya (Rohman, 2009).

2.3.1 Alat Utama HPLC

Alat utama HPLC adalah tandon pelarut, pipa, pompa, suntikan, kolom,

detektor, penguat sinyal dan perekam.

(22)

Tandon pelarut atau fase gerak harus mempunyai beberapa ciri. Bahan

tandon harus tahan terhadap fase gerak berair dan tidak berair. Sehingga

baja anti karat dan gelas menjadi bahan terpilih. Daya tampung tandon harus

lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk

kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit. Kecermatan harus

diperhatikan untuk menghindari pecahnya tandon gelas supaya tidak tumpah

(Munson, 1991).

b. Pipa

Sifat pipa penyambung seluruh bagian sistem harus diperhatikan. Garis

tengah dalam pipa sebelum penyuntikan tidak berpengaruh, dapat tahan

tekanan serta mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai

(Munson, 1991).

c. Pompa

Berdasarkan dari cara kerjanya pompa untuk HPLC dapat digolongkan

dalam dua kelompok yaitu pompa kecepatan tetap dan pompa tekanan tetap.

Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan dan tidak satu pun

dapat dipakai secara menyeluruh (Munson, 1991).

d. Penyuntik / Sistem Penyuntik Cuplikan

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai

ketelitian maksimum analisis kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat

mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan cuplikan. Pada saat

pengisian cuplikan, cuplikan dialirkan melewati lingkaran cuplikan dan

(23)

diputar sehingga fase gerak mengalir melewati lingkar cuplikan ke kolom

(Munson, 1991).

e. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatografi, keberhasilan atau kegagalan

analisi bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat.

Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 μm dianjurkan antara penyuntik

dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan.

Hal ini dapat memperpanjang umur kolom. (Munson, 1991).

Kolom kromatografi untuk pengaliran oleh gaya tarik bumi (Gravitasi)

atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi

kran jenis tertentupada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.

Salah satu konsep penting KCKT adalah mengusahakan volum pelarut

antara penjerap dan detektor atau farksinator sekecil mungkin untuk

mencegah pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisah. (Gritter,

1991).

f. Detektor

Detektor harus memberi tanggapan pada cuplikan, tanggapan yang

dapat diramal, peka, hasil yang efisien dan tidak terpengaruh oleh

perubahan suhu atau komposisi fasgerak. Detektor yang dipakai pada

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) biasanya adalah UV 254 nm.

Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran

jalan pita yang memburuk pemisahan. Pemilihan detektor Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT) tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan

(24)

g. Penguat sinyal

Pada umunya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih

dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam potensiometrik. Dapat pula

sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur

luas puncak kromatogram secara otomatik (Munson, 1991).

h. Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi

untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa

peak (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat menentukan

atau mengetahui senyawa apa yang diperiksa, luas dan tinggi puncak

berbanding lurus dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk

memperoleh secara kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai

(25)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Instrument yang terdapat di

industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di jl.

Sisingamaraja KM.9 No.59 Medan pada bulan Februari 2015.

3.2 Bahan-bahan

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah bahan baku

parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

3.2.2 Fase Gerak dan Pelarut

Fase gerak dan pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah

metanol : aquabidest (1:3).

3.3 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat-alat gelas (labu

erlenmeyer 250 mL, labu tentukur 50 mL dan 100 mL, gelas ukur 25 mL dan

pipet volum 1 mL), digital analytical balance, ultrasonic digital Merk ELMA

type D-78224 dan seperangkat alat HPLC Merk WATERS 510/486/746.

3.4 Pembuatan Larutan Fase Gerak dan Pelarut 3.4.1 Larutan Metanol : Aquabidest ( 1 : 3 )

Diambil metanol sebanyak 200 mL dan ditambahkan dengan aquabidest

sebanyak 600 mL. Sehingga diperoleh larutan sebanyak 800 mL. Lalu di saring

(26)

3.5 Prosedur percobaan 3.5.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara random (acak) yang dapat

mewakili semuanya dengan menggunakan rumus 1 + √�. Dari 16 kemasan

sampel bahan baku yang ada, terpilih 5 sampel bahan baku yang akan diambil dan

kemudian digerus menjadi satu untuk uji penetapan kadar bahan baku.

3.5.2 Larutan Standart

Timbang 50 mg baku pembanding (std) sebanyak 6 kali, masing-masing

dimasukkan kedalam labu tentukur 100 mL. Tambahkan pelarut metanol :

aquabidest (1:3) sebanyak 25 mL, utrasonic selama 15 menit pada masing-masing

labu tentukur agar homogen dan larut dengan sempurna. Diadd sampai tanda batas

dengan pelarut, kocok dan pipet 1 mL, masukkan ke dalam labu tentukur 50 mL.

Cukupkan sampai tanda batas dengan pelarut, lalu dikocok, lakukan hal yang

sama untuk labu tentukur berikutnya. Disaring dengan filter 0,45 µm. Larutan siap

untuk diinjeksikan.

3.5.3 Larutan Sampel Uji

Timbang 50 mg sampel (paracetamolum) sebanyak 2 kali (duplo) dan

masukkan masing-masing ke dalam labu tentukur 100 mL. Tambahkan pelarut

metanol : aquabidest (1:3) sebanyak 25 mL, ultrasonic selama 15 menit pada

masing-masing labu tentukur agar homogen dan larut dengan sempurna. Diadd

sampai tanda batas dengan pelarut, kocok dan pipet 1 mL labu tentukur dan

masukkan ke dalam labu tentukur 50 mL. Cukupkan sampai tanda batas dengan

pelarut, lalu dikocok, lakukan hal yang sama untuk labu tentukur berikutnya.

(27)

3.5.4 Penetapan Kadar Menggunakan HPLC

Hidupkan semua saklar yang menyambung ke alat HPLC. Atur panjang

gelombang 243 nm dengan flow rate 1,20 mL/menit. Cuci kolom dengan

menggunakan fase gerak yang akan digunakan metanol : aquabidest (1:3). Kolom

yang digunakan adalah kolom tipe bondapack C18. Pada proses injection atau

penyuntikan dimana untuk 1 kali penyuntikan diperlukan larutan yang telah

disiapkan masing-masing sebanyak 20 µl. Dimana penyuntikan dimulai dari

larutan standart sebanyak 6 kali dan dilanjutkan dengan larutan sampel uji

sebanyak 2 kali (duplo). Tunggu dan lihat grafik kromatogram yang terbentuk

dilayar komputer.

Perhitungan penetapan kadar bahan baku parasetamol dapat digunakan

rumus sebagai berikut:

AUC Std : Luas Area Standart (Baku Pembanding)

[Sp] : Konsentrasi Sampel

[St] : Konsentrasi Standart

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penetapan kadar bahan baku parasetamol menggunakan HPLC, didapat

hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1. Hasil HPLC Untuk Standart Parasetamol (Baku Pembanding)

No Nama Sampel

Bobot Kons. Standart [St]

Tabel 4.2. Hasil HPLC Untuk Bahan Baku Parasetamol

No Nama

Sehingga diperoleh kadar rata-rata dari bahan baku parasetamol adalah

100,47 %.

4.2 Pembahasan

Pada penetapan kadar bahan baku parasetamol diperoleh kadar rata-rata

yaitu 100,47%, menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, rentang kadar

(29)

dari 101,00 %. Dengan demikian kadar bahan baku parasetamol yang digunakan

oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telah ditetapkan kadarnya

memenuhi persyaratan dan dapat digunakan untuk produksi sediaan tablet

parasetamol.

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi

farmakope atau persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri

farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan–bahan yang dibeli harus sesuai

dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten

dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati

(Siregar, 2010).

Penetapan kadar bahan baku sangat mempengaruhi kualitas sediaan obat

yang akan di produksi. Metode dan prosedur kerja yang digunakan sesuai dengan

Farmakope Edisi IV yang dimodifikasi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

- Kadar bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan adalah 100,47 %.

- Kadar bahan baku parasetamol yang digunakan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, memenuhi persyaratan yang tertera pada

Farmakope Indonesia edisi ke-IV yaitu tidak kurang dari 98,00 % dan

tidak ada yang lebih dari 101,00 %.

5.2Saran

Disarankan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan tetap

mempertahankan mutu dan kualitas bahan baku yang digunakan untuk produksi

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 17.

Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Hal. 50.

Connors, K. A., Gordon L. A., dan Valentino J. S. (1986). Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi kedua Jilid 1. Semarang: IKIP Semarang Press. Hal. 197.

Ditjen, POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 1009-1010.

Ditjen, POM. (2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM. Hal. 5, 77, 98, 237.

Djamhuri, A. (1995). Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan. Jakarta: Hipokrates. Hal. 45.

Gritter, R. J., James, M. B., dan Arthur E. S. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB. Hal. 163.

Munson, J. W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 14-15, 17, 26-32.

Rohman, A. (2009). Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 117.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty. Hal. 1-2.

Siregar, J. P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis.

Jakarta: EGC. Hal. 15-16, 123, 605, 647.

Siswandono, B. S. (2000). Kimia Medisinal. Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 291-292.

Sudjadi., Abdul R. (2008). Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 48-56.

(32)

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Bahan Baku Parasetamol

Kadar bahan baku parasetamol ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

AUC Std : Luas Area Standart (Baku Pembanding)

[Sp] : Konsentrasi Sampel

[St] : Konsentrasi Standart

Kst : Kadar Standart (Baku Pembanding)

Tabel Luas Area Standart (Baku Pembanding)

No Nama Sampel Acetaminophen 1 Std. Paracetamol 1 713947

Luas area yang digunakan adalah luas area dari hasil rata-rata 6 kali pengukuran:

= 713947 + 713528 + 711755 + 712853 + 713309 + 713255 6

= 3565794 6

(33)

Tabel Kadar Larutan Standart (Baku Pembanding)

No Nama Sampel Acetaminophen 1 Std. Paracetamol 1 100,00

Rata-rata dari kadar larutan standart (Kst):

= 100 + 100 + 100 + 100 + 100 + 100

Luas Area Standart (AUC Std) adalah 713108 dan Kadar Standart (Kst) adalah

100,00 %. Pengukuran dilakukan dua kali dalam waktu yang berdekatan (duplo),

jadi Luas Area Sampel (AUC Sp) yang digunakan adalah:

Tabel Luas Area Bahan Baku Parasetamol

No Nama Sampel Acetaminophen

(34)

[St] = 50,00 100 ×

1

50= 0,01

Oleh sebab itu [Sp] = [St]. Maka rumus yang digunakan pada penetapan kadar

bahan baku parasetamol adalah:

Kadar = AUC Sp AUC Std× Kst

Kadar masing-masing Bahan Baku adalah sebagai berikut:

Kadar 1 = AUC Sp

Hasil penetapan kadar bahan baku parasetamol disajikan dalam bentuk tabel

dibawah ini.

Tabel Kadar Bahan Baku Parasetamol

No Nama Sampel Acetaminophen

1 Bahan Baku 1 100,43%

2 Bahan Baku 2 100,50%

(35)

Lampiran 2. Hasil Print Out HPLC

(36)
(37)

Gambar

Tabel 4.2. Hasil HPLC Untuk Bahan Baku Parasetamol
Tabel Luas Area Standart (Baku Pembanding)
Tabel Luas Area Bahan Baku Parasetamol
Tabel Kadar Bahan Baku Parasetamol

Referensi

Dokumen terkait

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti sama-asam amino, asam- asam nukleat, dan protein-protein

Pengujian kuantitatif dari krim Betametason dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).. Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa

Penetapan kadar parasetamol dalam sediaan sirup berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi V, dapat ditetapkan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

- Dapat mengetahui kadar hydrocortison asetat dalam krim hydrocortison 2,5% memenuhi syarat dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) seperti

Lampiran 2 Luas Area Larutan Baku Pembanding... Lampiran 4 Luas

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan yang diterima

Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan

Materi 2, indikator 2 HPLC adalah kepanjangan High-performance liquid chromatography atau kadang disebut High-pressure liquid chromatography Kromatografi Cair Kinerja Tinggi/KCKT