xiv BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba baik
patogen maupun non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek
atau material (Agoes, 2009). Sediaan yang termasuk sediaan steril yaitu sediaan
obat suntik bervolume kecil atau besar, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk
merendam luka atau lubang operasi, larutan dialisa dan sediaan biologis seperti
vaksin, toksoid, antitoksin, produk penambah darah dan sebagainya. Sterilitas
sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dan
jaringan tubuh yang merupakan tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah
(Ansel, 2005) .
Ada beberapa alasan dilakukannya sterilisasi yaitu untuk mencegah
transmisi penyakit, untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme,
dan untuk mencegah kompetisi nutrien dalam media pertumbuhan sehingga
memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti
produksi ragi) atau untuk metabolitnya (seperti untuk memproduksi minuman dan
antibiotika). Persyaratan sterilitas berlaku pada sediaan parenteral, obat mata,
larutan perawatan lensa kontak, dan sediaan EENT (eye, ear, nose, throat), yaitu
obat untuk sediaan telinga, hidung, dan kerongkongan (Agoes, 2009).
Berbagai bentuk sediaan farmasi dibuat menurut kebutuhan dan keadaan
penyakit penderita. Berdasarkan cara pemberian, sediaan farmasi ada yang
diberikan secara peroral, rektal, injeksi, sublingual, epikutan, transdermal,
konjungtival, intraokular, intranasal, intrarespiratori, vaginal, dan uretral (Ansel,
2005).
Pemberian obat dengan cara injeksi banyak dilakukan di Puskesmas,
Rumah Sakit, dan klinik serta sangat sedikit dilakukan di rumah karena untuk
melakukan injeksi diperlukan tenaga yang terlatih (Ansel, 2005). Dari segi
xv
dari dua hal yaitu sifat komponen formulasi produk dan efek anatomi/ fisiologi
dari sediaan selama dan sesudah penyuntikan (Agoes, 2009).
Pemberian obat dengan cara injeksi dilakukan bila diinginkan kerja obat
yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak sadar, tidak dapat atau
tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau bila obat itu sendiri
tidak efektif dengan cara pemberian lain. Kecuali suntikan insulin yang umumnya
dapat dilakukan sendiri oleh penderita (Ansel, 2005).
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, pembuatan sediaan yang akan
digunakan untuk injeksi harus dilakukan dengan hati ± hati untuk menghindari
kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
juga mempersyaratkan tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu per satu secara
fisik dan tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat
secara visual harus ditolak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Sediaan farmasi merupakan subjek kontaminasi mikroba yang dapat
membahayakan kesehatan manusia, menyebabkan kerusakan produk, perubahan
estetika, dan kemungkinan kehilangan efipikasi sediaan. Sumber ± sumber
kontaminasi oleh mikroorganisme dapat berasal dari bahan baku dan eksipien,
peralatan yang digunakan, operator, udara atau ruang kerja, dan material
pengemasan. Kontaminasi mikroorganisme yang mungkin terdapat dalam sediaan
farmasi antara lain bakteri, ragi, dan jamur (Agoes, 2009).
Bentuk sediaan injeksi yang beredar di pasaran saat ini berupa sediaan
injeksi volume kecil, sediaan injeksi volume besar, dan sediaan injeksi berbentuk
serbuk untuk direkonstruksi. Sediaan injeksi volume kecil adalah ampul 1 ml, 2
ml, 3 ml, 5 ml, dan 20 ml, serta vial 2 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, dan 30 ml.
Sediaan ini dapat digunakan untuk penyuntikan secara intramuscular, intravena,
intradermal, subkutan, intraspinal, intrasisternal atau intratekal. Sediaan volume
besar biasanya tersedia dalam volume 100 ml atau lebih (Agoes, 2009).
Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan
sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan
efektivitasnya. Obat suntik ditempatkan dalam wadah dosis tunggal dan dosis
ganda. Wadah dosis ganda lebih dikenal dengan vial. Vial dilengkapi dengan
xvi
membuka atau merusak tutup. Bila jarum ditarik kembali dari wadah, lubang
bekas tusukan akan tertutup rapat kembali dan melindungi isi dari pengotoran
udara bebas (Ansel, 2005).
USP mempersyaratkan vial dosis ganda untuk injeksi diberikan batas
penggunaan 28 hari setelah pengambilan pertama kecuali label produk (dalam
bungkusannya) menyatakan sebaliknya. Penggunaan vial dosis ganda harus
memperhatikan hal berikut yaitu mematuhi teknik aseptik yang ketat saat
penggunaan vial, menggunakan jarum steril baru dan alat suntik steril baru untuk
setiap penggunaannya, melepas semua alat akses vial, menyimpan vial di tempat
yang bersih dan terlindungi menurut petunjuk pabrik (misalnya, pada suhu ruang
atau lemari pendingin), dan memastikan vial yang kesterilannya terganggu untuk
segera dibuang (Dolan, et al, 2010).
Untuk sediaan injeksi, wadah yang terbaik adalah wadah dosis tunggal
karena obat steril yang terkandung dimaksudkan sebagai suatu dosis tunggal yang
sekali dibuka tidak dapat disegel kembali dengan jaminan bahwa sterilitasnya
terjaga sehingga kemungkinan terkena kontaminasi mikroorganisme lebih rendah,
dibandingkan wadah dosis ganda dengan pengambilan berulang dan penyimpanan
yang kurang baik memungkinkan terkontaminasi mikroorganisme lebih besar.
Keuntungan lain yang bisa didapat dari wadah dosis tunggal diantaranya
identifikasi positif dari masing ± masing unit dosis setelah obat tidak berada di
tangan ahli farmasi atau perawat dan mengakibatkan kurangnya kesalahan karena
obat, berkurangnya kontaminasi dari obat tersebut berdasarkan pembungkusan
pelindungnya, mengurangi penyiapan dan waktu penyaluran, memudahkan
pengontrolan barang di apotek dan tempat perawatan, dan mengeliminasi sisa
melalui manajemen obat yang lebih baik dengan lebih sedikitnya obat yang dibuat
(Ansel, 2005).
Beberapa usaha yang dilakukan untuk menjaga sterilitas sediaan dengan
wadah dosis ganda antara lain dengan penambahan antimikroba, digunakan alat
suntik yang steril dan volume wadah dosis berganda tidak boleh lebih dari 30 ml
(Ansel, 2005).
Vitamin adalah salah satu media pertumbuhan yang sangat baik untuk
xvii
koenzim (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya). Vitamin ± vitamin yang
dapat digunakan sebagai sediaan parenteral yaitu vitamin B dan vitamin C.
Vitamin B kebanyakan dibuat dalam bentuk sediaan wadah dosis ganda (vial).
Sedangkan vitamin C lebih banyak dalam bentuk sediaan dosis tunggal (ampul).
Sediaan wadah dosis ganda sering kali menjadi masalah karena pengambilannya
yang secara berulang ± ulang menggunakan spuit injeksi sehingga kemungkinan
terkontaminasi mikroorganisme lebih besar. Oleh karena itu pada penelitian ini
digunakan sampel sediaan injeksi Vitamin B kompleks dosis ganda.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka hal yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh
frekuensi pengambilan terhadap sterilitas sediaan injeksi vitamin B kompleks
dosis ganda pada pemakaian berulang.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sterilitas sediaan
injeksi Vitamin B kompleks dosis ganda dapat dipertahankan terhadap frekuensi
pengambilan pada pemakaian berulang.
1.4 Manfaat Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini didapatkan suatu informasi tentang
penggunaan sediaan injeksi serta dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi
pengguna sediaan injeksi unuk memperhatikan tingkat sterilitas dari sediaan
yang akan diberikan secara parenteral. Selain itu dapat digunakan sebagai bahan
ii
Lembar Pengujian
PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN
TERHADAP STERILITAS SEDIAAN INJEKSI
VITAMIN B KOMPLEKS DOSIS GANDA
(Pada Pemakaian Berulang)
SKRIPSI
Telah Diuji dan Dipertahankan di Depan Tim Penguji pada Tanggal 22 Juli 2011
Oleh :
NETI SULAMI NIM : 07040006
Disetujui Oleh:
Penguji I Penguji II
Drs. Achmad Inoni, Apt. M. Agus Syamsur Rijal, S. Si, M. Si, Apt
Penguji III Penguji IV
iii Lembar Pengesahan
PENGARUH FREKUENSI PENGAMBILAN TERHADAP STERILITAS SEDIAAN INJEKSI VITAMIN B KOMPLEKS DOSIS GANDA
(Pada Pemakaian Berulang)
SKRIPSI
Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang
2011
Oleh :
NETI SULAMI
NIM : 07040006
Disetujui Oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia
atas seluruh hambanya. Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan
sebaik-baiknya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah
SAW, kesejahteraan semoga terlimpah kepada keluarga, sahabat serta
orang-orang beriman.
Dengan terselesainya skripsi yang berjudul PENGARUH FREKUENSI
PENGAMBILAN TERHADAP STERILITAS SEDIAAN INJEKSI
VITAMIN B KOMPLEKS DOSIS GANDA (Pada Pemakaian Berulang) ini,
perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar ± besarnya kepada:
1. Drs. H. Achmad Inoni, Apt selaku pembimbing I dan M. Agus Syamsur
Rijal, S. Si, M. Si, Apt selaku pembimbing II yang selalu meluangkan
waktu untuk membimbing dan memberikan arahan-arahan terbaik untuk
kesempurnaan skripsi ini.
2. Dra. Lilik Yusetyani., Apt., Sp.FRS dan Dian Ermawati., S.Farm., Apt
selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada saya demi
kesempurnaan skripsi ini.
3. Tri lestari H., M.Kep., Sp.Mat selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
4. Hidajah Rachmawati, S.Si.Apt,Sp.FRS selaku Ketua Program Studi
Farmasi Universitas Muhammadiyah.
5. Dra. Lilik Yusetyani., Apt., Sp.FRS selaku kepala Laboratorium Formulasi
Sediaan steril yang telah mengijinkan kami menggunakan laboratorium
untuk melakukan penelitian.
6. Para Dosen Program Studi Farmasi yang telah mengajarkan kepada saya
pengetahuan yang berguna sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan
sarjana.
7. Sovia Aprina Basuki., S.Farm., Apt selaku dosen wali saya.
8. Kedua Orang tuaku tercinta Muhammad Jafar, SE dan Hj. Maani, Spd dan
Kedua adikku tersayang Fathurrahman dan Muhammad Ansari. Terima
v
kesabaran, nasehat, serta doa yang telah diberikan kepada putri dan
saudarimu ini.
9. Laboran Laboratorium Formulasi Sediaan Steril mbak Sri. Mbak Susi, ibu
Arina, Pak Lukman, Mbak Fat, para staf Program Studi Farmasi yang
tidak pernah bosan memberikan bantuan kepada saya.
10.Sahabat terbaikku Desy Amediayu Wardhani terima kasih banyak untuk
dukungan, bantuan, semangat, kerjasama, dan persahabatan ini. Tetap
ingat aku ya Desy....!
11.Teman-WHPDQ VHSHUMXDQJDQ WHDP VNULSVL ´Steril´ Ayu, Andri, Rosa.
Terima kasih banyak buat semangat, saran, masukan, bantuan dan
kerjasamanya.
12.Teman ± teman belajarku Ayu, Via, Inayah 07040002, dan Hanifah terima
kasih banyak telah membantu aku belajar, semangat, dan kerjasamanya.
13.Sahabat-sahabat Angkatan 2007 Farmasi UMM terima kasih atas
persahabatan kita selama 4 tahun ini, bantuan, dukungan, dan
kerjasamnya. Semoga bisa selalu seperti ini walau terpisah oleh jarak dan
waktu. Will always miss you...!!
14.Keluarga besarku. Bibi Tatuk, Om Solikin, H. M. Saleh Ali., SH., SE.,
MM dan Hj. Diah Harnanik, Kak Jua, Sry Ina Lestari, Rahmad Hidayat,
dan Adiman Fariyadin, Tika, Ira, Arafah, Kak Nurul, Kak Nur, teman ±
teman kos Teram 52 C Ocix dan mbak Dona, teman ± teman kos sigura ±
gura I kav. 5 Maznah dan Nina terima kasih bantuannya.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terimaksih atas bantuan, dukungan, yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat Nya atas segala budi baik
yang telah diberikan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat berguna bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian.
Malang, Juli 2011
Neti Sulami
vi RINGKASAN
Pengaruh Frekuensi Pengambilan Terhadap Sterilitas Sediaan Injeksi Vitamin B Kompleks Dosis Ganda (Pada Pemakaian Berulang)
Injeksi dosis ganda adalah salah satu sediaan steril yang sterilitasnya sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah. Sediaan injeksi biasanya diambil dan digunakan berulang kali sehingga kemungkinan terjadi kontaminasi lebih besar. Injeksi dosis ganda dipersyaratkan 28 hari setelah pengambilan pertama kecuali label produk menyatakan lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sterilitas sediaan injeksi Vitamin B kompleks dosis ganda dapat dipertahankan terhadap frekuensi pengambilan pada pemakaian berulang. Metode yang digunakan adalah inokulasi langsung dengan mengacu pada prosedur uji sterilitas yang tercantum pada Farmakope Indonesia IV. Pengujian sampel dilakukan secara aseptis di Laminar Air Flow Cabinet selama 28 hari dan dilakukan pengambilan sampel sebanyak 15 kali. Pengujian sampel dilalukan pada hari 1, 3, 5, 8, 11, 14, 16, 18, 20, 20, 22, 24, 25, 26, 27, 28. Setiap kali pengambilan sampel diambil sebanyak 2 ml, dilakukan replikasi sebanyak tiga kali dan sampel diinkubasi selama 14 hari pada suhu 300 -
350C. Sampel yang digunakan dalam keadaan terbuka, diperlakukan sama
kemudian disampling dan disimpan pada suhu terkendali (suhu kamar).
Sampel yang di uji terlebih dahulu dilakukan permeriksaan pendahuluan untuk mengetahui kondisi fisik sediaan dengan menjamin sediaan yang digunakan sebagai sampel dalam keadaan baik. Sebelum dilakukan uji sterilitas sampel diencerkan dengan aqua demineralisata untuk menghilangkan pengaruh antibakteri dan antifungi yang ada dalam sediaan injeksi Vitamin B kompleks dosis ganda sehingga tidak mempengaruhi hasil. Pengenceran dilakukan dengan pengenceran 1:1, 1:2, 1:4, 1:5. Dari hasil pengenceran tersebut diperoleh pengenceran dengan perbandingan 1:4 yang mendekati kontrol pembanding. Untuk menghindari adanya hasil positif palsu dilakukan kontrol lingkungan Laminar Air Flow setiap minggu dan setiap pengujian sterilitas menggunakan
nutrien broth agar dan media inkubasi selama 14 hari pada suhu 300 - 350C.
Kontrol pembanding digunakan media Thioglikolat dan media Kasamino. Untuk kontrol positif ditambahkan bakteri Bacillus subtillis pada media Thioglikolat
kemudian diinkubasi selama 14 hari pada suhu 300 - 350C dan jamur Candida albicans ditambahkan pada media Kasamino dan kemudian diinkubasi pada suhu 200 - 250C selama 7 hari. Sedangkan untuk kontrol negatif tidak ada penambahan mikroorganisme.
vii ABSRTACT
THE EFFECT OF FREQUENCY OF USE ON STERILITY OF VITAMIN B COMPLEX MULTIPLE DOSE INJECTION
(IN REPEATED USE)
The sterility of injection supply is very important since the liquid is directly connected to the body tissue and fluid, places that prone to infections. Injection supply is usually taken and used repeatedly which increased the possibility of the occurring of contamination. Multiple-dose injection is required to be taken 28 days after the first draw unless stated otherwise.
This research is aimed to identify the maximum number of repetitive use of multiple-dose vitamin B complex injection supply. Samples were tested aseptically in Laminar Air Flow Cabinet for 28 days; samples were taken 15 times. Samples were tested in 1st, 3rd, 5th, 8th, 11th, 14th, 16th, 18th, 20th, 21st, 22nd, 24th, 25th, 26th, 27th, and 28th. Samples were inoculated directly into 15 ml of media and were incubated for 14 days in 300 - 350C temperature. Each drawing was taking 2 ml and replications were conducted three times. To define the physical condition of the supply, a preliminary test was undergone. To omit bacteriostatic and fungiostatic effects, the supply was dissolved with sterile demineralization aqua with ratio 1:1, 1:2, 1:4, and 1:5. These have resulted in dilution of ratio 1:4 which is the closest to the comparator control. Laminar Air
)ORZ¶VHQYLURQPHQWZDs controlled in order to avoid any false positive result, and comparing control was made to compare the sterility test.
Test results suggest that drawing repeatedly from vitamin B complex multiple-dose injection supply until 15 times in 28 days period from the different
YLDOVRIWKHVDPHEDWFKGRHVQRWDIIHFWWKHVXSSO\¶VVWHULOLW\
viii DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
RINGKASAN ... iv
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Tinjauan Tentang Sediaan Injeksi ... 5
2.1.1Definisi Sediaan Injeksi ... 5
2.1.2Kelebihan dan Kelemahan Sediaan Injeksi ... 5
2.1.3Wadah Sediaan Injeksi ... 7
2.1.4Sediaan Injeksi Vitamin B Kompleks ... 9
2.2 Tinjauan Tentang Mikrobiologi ... 11
ix
2.2.2Faktor ± Faktor yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Mikroorganisme ... 13
2.2.3Sumber ± Sumber Kontaminasi ... 16
2.2.4Mikroorganisme Percobaan ... 17
2.3 Tinjauan Tentang Sterilisasi ... 19
2.3.1Sterilisasi Panas Basah ... 19
2.3.2Sterilisasi Panas Kering... 20
2.3.3Sterilisasi Dengan Penyaringan... 20
2.3.4Sterilisasi Gas ... 21
2.3.5Sterilisasi Dengan Radiasi Pengionan ... 21
2.3.6Teknik Aseptik ... 22
2.4 Tinjauan Tentang Uji Sterilitas ... 24
2.4.1Media Uji untuk Sterilitas ... 25
2.4.2Pengambilan Sampel Untuk Uji Sterilitas... 27
2.4.3Prosedur Umum ... 27
2.4.4Metode Uji Sterilisasi ... 29
2.4.5Kontrol Dalam Uji Sterilitas ... 30
2.4.6Penafsiran Hasil Uji Sterilitas ... 32
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 33
3.1 Uraian Kerangka Konseptual ... 33
3.2 Alur Kerangka Konseptual ... 35
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 36
4.1Desain Penelitian ... 36
4.2Alat dan Bahan Yang Digunakan ... 36
4.2.1Bahan... 36
4.2.2Alat ... 36
4.3Skema Metodologi Penelitian ... 38
4.4Prosedur Penelitian... 39
4.4.1Sterilisasi Alat ... 39
x
4.4.3Kontrol Lingkungan Laminar Air Flow ... 39
4.4.4Uji Fertilitas Media ... 40
4.4.5Uji Sterilitas Media ... 40
4.4.6Pemeriksaan Pendahuluan ... 40
4.4.7Uji Daya Antibakteri dan Antifungi ... 41
4.4.8Penyiapan Media ... 41
4.4.9Pengambilan Sampel untuk Uji Sterilitas ... 42
4.4.10 Inokulasi Sampel ... 42
4.4.11 Pengujian Sampel ... 43
BAB V HASIL PENELITIAN ... 44
5.1 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) sebelum Pengujian Sterilitas ... 44
5.2 Hasil Uji Efektivita Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) saat Pengujian Sterilias ... 45
5.3 Hasil Uji Fertilitas Media (Kontrol Positif) ... 45
5.4 Hasil Uji Sterilitas Media (Kontrol Negatif) ... 46
5.5 Hasil Pemeriksaan Pendahuluan ... 47
5.6 Hasil Uji Daya Antibakteri dan Antifungi ... 47
5.7 Hasil Uji Sterilitas Sampel ... 48
BAB VI PEMBAHASAN ... 50
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
II.1 Klasifikasi ruangan bersih ... 23
II.2 Perlengkapan dan kandungan kuman dari manusia... 23
II.3 Batas mikroba yang disarankan untuk pemantauan area bersih selama kegiatan berlangsung ... 24
II.4 Volume pengambilan sampel ... 27
II.5 Jumlah Volume Bahan dan Media Untuk Bahan Cair ... 28
IV.1 Volume pengambilan sampel uji ... 42
V.1 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow sebelum Pengujian Sterilitas ... 45
V.2 Hasil Uji Efektivitas Laminar Air Flow saat Pengujian Sterilitas ... 45
V.3 Hasil Uji Fertilitas Media (Kontrol Positif) ... 46
V.4 Hasil Uji Sterilitas Media (Kontrol Negatif) ... 46
V.5 Hasil Pemeriksaan Pendahuluan ... 47
V.6 Hasil Uji Daya Antibakteri dan Anifungi ... 47
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Contoh Sediaan Injeksi Vitamin B Kompleks Dosis Ganda...11
3.1 Alur Kerangka Konseptual...35
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Sertifikat Bakteri ...57
2 Surat Pernyataa...59
3 Daftar Riwayat Hidup...60
4 Foto Hasil Kontrol Lingkungan Laminar Air Flow Cabinet
Sebelum Pengujian Sterilitas...61
5 Foto Hasil Kontrol Lingkungan Laminar Air Flow
Cabinet Saat Pengujian Sterilitas...62
6 Foto Hasil Uji Fertilitas dan Uji Sterilitas Media...66
7 Foto Hasil Uji Foto Hasil Uji Daya Antibakteri dan
Antifungi...69
8 Foto Hasil Uji Sterilitas Sampel...71
lxviii
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sterilitas sediaan injeksi vitamin B
kompleks dengan meneliti pengaruh suhu dimana sediaan yang diteliti disimpan
pada suhu yang tidak terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2009. Sediaan Farmasi Steril. Seri Farmasi Industri 4, Bandung :
ITB, hal 1- 16.
Ansel, H.C., 2005. Pengantar Sediaan Farmasi (Penerjemah Farida Ibrahim).
Edisi keempat, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, hal 176 ± 177, 399
± 400, 411 ± 417, 423, 433 ± 434.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat
lxix
&RRSHU DQG *XQQ¶V Dispensing For Pharmaceutical Student. Twelfth
Edition. Ptman Medical, pp : 300 ± 549.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi
III. Jakarta, hal 889 ± 890.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi
IV. Jakarta, hal 9 ± 10, 855 ± 862, 891.
Denyer, P.S., Rosamund, M.B., 2007. Guide to Microbiological Control in
Pharmaceutical and Medical Devices. 2nd Edition. New York : CRC Press, pp : 92 ± 94.
Dolan, S.A. et al., 2010. AJIC Special Article APIC Position Paper : Safe
Injection, Infution, and Vial Practices in Health Care. Washington DC,
pp : 168 ± 170.
Hadioetomo, R.S., 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, hal 102 ± 140.
Jawetz, E., Melnick J.L, Adelberg E.A., 1992. Mikrobiologi untuk profesi
kesehatan (alih bahasa : Gerard Bonang). Edisi ke-16, Jakarta : EGC,
hal 263-264, 382 ± 385.
Johnson, A.G., 1994. Mikrobiologi dan Imunologi. Jakarta : Binarupa Aksara,
hal 1.
Lachman, H.A., Leon, L., 1993. Pharmaceutical Dosage Forms. 2nd Edition.
New York : MARCEL DEKKER, INC, pp : 24.
Remington, J.P., 1995. The Sience and Pharmacy. Easton, Pennsylvania : Mack
Publishing Company, pp: 1482.
Salle, J.A., 1974. Fundamental Principles Of Bacteriology. 7th Edition. New Delhi : Tata Mcgraw ± Hill Publishing Company Ltd, pp : 224 ± 229.
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., 1993. Buku Ajar
lxx
Sugioyono, 2008. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Klualitatif, dan R&D.
Bandung: ALFABeta. hal 72.
Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2003.
Bakteriologi Medik. Malang : Bayumedia Publishing. hal 12 ± 13, 31 ±
34.
Turco, S., 1979. Sterile Dosage Forms. 2nd Edition. Philadelphia : LEA & FEBIGER, hal 302 ± 305.
Voight, R., 1995. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Edisi V. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press, hal 755, 761, 974 ± 977.