i ABSTRAK
YUYUN SARI. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self Efficacy Siswa Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dan Think Pair Share (TPS) Di SMP Sabilina. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar model pembelajaran STAD dengan model pembelajaran TPS, (2)perbedaan Self Efficacy Siswa antara siswa yang diajar model pembelajaran STAD dengan model pembelajaran TPS, (3) interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, (4) interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap Self Efficacy Siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Sabilina, kemudian dipilih dua kelas dari 12 kelas. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) tes kemampuan pemecahan masalah matematis, dan (2) angket Self-Efficacy siswa. Analisis data dilakukan dengan analisis varians (ANAVA) dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar model pembelajaran STAD dengan model pembelajaran TPS, dimana penerapan model pembelajaran STAD lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran TPS untuk kemampuan pemecahan masalah matematis, (2) terdapat perbedaan Self-Efficacy siswa antara siswa yang diajar model pembelajaran STAD dengan model pembelajaran TPS, dimana penerapan model pembelajaran STAD lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran TPS untuk Self-Efficacy siswa (3) terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis., (4) terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap Self-Efficacy siswa.
Kata Kunci: Model Pembelajaran STAD, Model Pembelajaran TPS, Kemampuan
ii ABSTRACT
YUYUN SARI. The Differences of Problems Solving Mathematics Ability and Self Efficacy In Cooperative Learning Model Tipe STAD And Think Pair Share (TPS) at SMP Sabilina. Thesis. Medan: Post Graduate Programme, State University of Medan, 2017.
This research aims to know: (1) the differences of problems solving mathematics ability between the students who taught STAD with TPS, (2) the differences of self-Efficacy between students who taught STAD with TPS, (3) the interaction between the learning model and the initial ability of mathematics towards problem-solving mathematis ability, (4) the interaction between the learning model and the initial ability of mathematics towards self-efficacy. This research is a quasi-experimental research. The research population was seventh grade junior high school students of SMP Sabilina, then have two classes of twelfth grade. The instrument used consisted of: (1) test of problems solving mathematics ability, and (2) Questionnaire of self-Efficacy . Data analysis is used by analysis of variance (ANOVA) two lines. The results showed that (1) there are differences of problems solving mathematics ability between the students who taught STAD with TPS, where the application of STAD model is better than students who received learning TPS to problems solving mathematics ability, (2) there are differences of self-Efficacy between the students who taught STAD with TPS, where the application of STAD model is better than students who received learning TPS to self-Efficacy there is no interaction between the learning model and initial ability of mathematics towards problem-solving mathematics ability. This shows that the contribution of jointly given by learning model with the initial ability of mathematics students do not have a significant effect on the development of students‘s problems solving mathematics ability, (3) there are interaction between the learning model and initial ability of mathematics towards problem-solving mathematics ability. (4) there are interaction between the learning model and initial ability of mathematics towards self-efficacy.
iii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan anugerah dan rahmat yang diberikan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul ” Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self Efficacy Siswa Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dan Think Pair Share (TPS) Di SMP Sabilina”. Shalawat dan salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang merupakan contoh tauladan dalam kehidupan manusia menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam menyelesaikan tesis ini. Secara khusus dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana UNIMED.
2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd. dan Bapak Dr. Mulyono, M.Si. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED beserta staf.
iv
4. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Dr. Mulyono, M.Si, dan Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si, selaku narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukkan dalam penyempurnaan tesis ini.
5. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi pengembangan keilmuan selama mengikuti studi dan penulisan tesis ini. 6. Bapak Jumirin, S.Pd, M.M, selaku Kepala Sekolah yang telah memberikan
izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah SMP Sabilina. 7. Yang paling teristimewa kepada kedua orang tua tercinta. Ayahanda tercinta
Kamal Amri Siregar, S.E dan Ibunda tercinta Nurhaidah Dalimunthe, S.Pd yang telah melahirkan, mengasuh, membesarkan, dan mendidik penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang. Karena beliaulah tesis ini dapat terselesaikan dan berkat dukungan serta doanyalah ananda dapat menyelesaikan pendidikan pada program pascasarjana (S-2) di Universitas Negeri Medan. Semoga Allah memberikan balasan yang tak terhingga dengan surga yang mulia. Amin.
8. Adik tercinta Sri Aricha yang selalu memberi dukungan, motivasi serta doa. Semoga bersama-sama kita dapat menjadi kebanggaan untuk kedua orang tua kita. Amin.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan DIKMAT – A2 stambuk 2014 yang senantiasa memberikan masukan, semangat, dan dorongan dalam penyusunan tesis ini dan senantiasa mendorong penulis untuk selalu maju.
v
yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khazanah penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Medan, 25 Februari 2017 Penulis
vi
2.1.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...23
2.1.3. Self Efficacy ...26
2.1.4. Model Pembelajaran ...32
2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif ...33
2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ...35
2.1.7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (TPS) ...38
2.2 Teori Belajar Pendukung ...42
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...56
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...56
3.4 Variabel Penelitian ...57
3.5 Desain Penelitian ...57
3.6 Defenisi Operasional ...59
3.7 TeknikPengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ...60
3.7.1. Tes KAM ...61
3.7.2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...63
3.7.3. Angket Self Efficacy ...65
3.8 Uji Instrumen ...67
vii
3.8.2. Validasi Ahli Terhadap Instrumen Penelitian...69
3.9 Teknik Analisis Data...72
3.9.1. Uji Normalitas ...73
3.9.2. Uji Homogenitas ...74
3.9.3. Uji Hipotesis Statistik ...75
3.10. Prosedur Penelitian ...78
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...80
4.1.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ...80
4.1.2 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...85
4.1.3 Deskripsi hasil Skala Self-Efficacy ...99
4.2 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis ...105
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ...106
4.3.1 Faktor Model Pembelajaran ...106
4.3.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...113
4.3.3 Self-Efficacy Siswa ...115
4.3.4 Interaksi antara Model Pembelajaran (STAD dan TPS) dan KAM terhadap (Kemampuan Pemecahan masalah matematis dan Self-Efficacy Siswa) ...117
4.3.6 Keterbatasan Penelitian ...118
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...120
5.2 Saran ...121
viii
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif ...35
2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran STAD ...37
2.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran TPS ...40
3.1 Desain Penelitian ...57
3.2 Tabel WeinerKeterkaitanAntarVariabelBebas, TerikatdanKontrol ...57
3.3 KriteriaPengelompokanKemampuanSiswaBerdasarkan KAM ...62
3.4 Kisi-Kisi posttest KemPemecahan Masalahmatematis ...63
3.5 PanduanPenskoranposttest KemPemecahan Masalahmatematis ...64
3.6 Skor Alternatif Jawaban Angket Self Efficacy ...65
3.7 Kisi-kisi Instrumen Self Efficacy ...65
3.8 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ...67
3.9 Klasifikasi Daya Pembeda ...70
3.10 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ...71
3.11 Keterkaitan Rumusan Masalah, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik ...77
4.1 Deskripsi Kemampuan Matematis Siswa Tiap Kelas Sampel Berdasarkan Nilai Tes KAM ...80
4.2 Hasil Uji Coba Normalitas Nilai KAM Siswa ...82
4.3 Hasil Uji Homogenitas Nilai KAM Siswa ...83
4.4 Sebaran Sampel Penelitian ...84
4.5 Deskripsi Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran...84
4.6 Hasil Nilai Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen I ...85
4.7 Hasil Nilai Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen II ...86
4.8 Deskripsi Data Post Test Untuk Indikator I ...88
4.9 Deskripsi Data Post Test Untuk Indikator 2 ...89
ix
4.11 Deskripsi Data Post Test Untuk Indikator 4 ...91
4.12 Hasil Normalitas Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ...93
4.13 Hasil Uji Homogenitas Skor Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ...94
4.14 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur ...95
4.15 Data Hasil Skala Self-Efficacy Siswa ...98
4.16 Hasil Normalitas Angket Self-Efficacy Siswa Secara Manual ...100
4.17 Uji Homogenitas Angket Self-Efficacy Siswa Secara Manual ...101
4.18 Hasil Perhitungan ANAVA Manual Nilai Angket Self-Efficacy Siswa....102
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.1. Masalah ...8
1.2. Proses PenyelesaianMasalah ...9
2.1. Model Self Efficacy Bandura ...28
3.1. ProsedurPenelitian...79
4.1. Grafik KAM ...81
4.2. Grafik Hasil Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen I ...86
4.3. Grafik Hasil Post Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen II ...87
4.4. Grafik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Indikator I ...89
4.5. Grafik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Indikator 2 ...90
4.6. Grafik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Indikator 3 ...91
4.7. Grafik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Indikator 4 ...92
4.8. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Untuk Setiap Indikator ...92
4.9. Interaksi Antara Model Pembelajaran dan KAM Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ...97
4.10. Diagram Data Skala Self-Efficacy Kelompok Eksperimen I dan II ...98
4.11. Diagram Rata-rata Data Skala Self-Efficacy Berdasarkan Indikator ...99
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Perkembangan kualitas pendidikan menjadi dasar kemajuan suatu bangsa. Melalui pendidikan, generasi muda dibimbing secara sistematis dan terarah dalam mengembangkan potensi diri sehingga dapat menjadi pribadi yang unggul diera perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa, karenanya kemajuan suatu
bangsa dapat diukur dari kemajuan pendidikannya. Kemajuan beberapa negara di
dunia ini tidak terlepas dari kemajuan yang dimulai dari pendidikannya,
pernyataan tersebut juga diyakini oleh bangsa ini. Pendidikan memegang peranan
penting dalam menciptakan manusia-manusia berkualitas. Pendidikan
memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.Pendidikan juga dipandang
sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil,
bertanggungjawab, produktif dan berbudi pekerti luhur. Pendidikan merupakan
hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak
mendapatkan pendidikan yang baik. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan
terus-menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut
lebih terfokus setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
untuk meningkatkan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dengan
meningkatkan kualitas pendidikan diharapkan akan menghasilkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkemampuan unggul, sehingga sumber daya manusia
2
unggul tersebut akan mampu menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang demikian pesat. Dengan demikian, semakin banyak tuntutan untuk
mengimbangi kemajuan tersebut, tentunya diperlukan peningkatan kualitas
pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.
Pendidikan matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memegang peran vital dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena matematika menjadi dasar pemikiran dalam pengembangan berbagai disiplin ilmu pengetahuan (queen of science). Peran dan fungsi matematika dalam kehidupan sehari-hari seperti tertuang pada tujuan umum matematika pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, yaitu:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan
di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui
latihan, bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat, jujur, efektif dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
3
daya manusia dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah sewajarnya sejak SD dan bahkan bahkan sejak TK pelajaran matematika mulai diperkenalkan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlakukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memenfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif. Sejalan dengan itu pemerintah juga terus berupaya mengembangkan sistem pembelajaran matematika disekolah supaya menjadi lebih
baik.Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah dengan
dikeluarkannya Permendiknas tentang tujuan mata pelajaran matematika. Menurut
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tahun 2006
Tentang Standar Isi, tujuan Mata Pelajaran Matematika adalah:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006).
Hal di atas sesuai juga dengan tujuan umum pembelajaran matematika
yang dirumuskan National Council of Teacher of Mathematics atau NCTM (2000)
yaitu: (1) belajar untuk memecahkan masalah (problem solving); (2) belajar untuk
4
(4) belajar untuk berkomunikasi (communication); (5) belajar untuk
merepresentasi (representations).
Beberapa uraian di atas, menunjukkan pentingnya mempelajari
matematika dalam menata kemampuan berpikir para siswa, bernalar, memecahkan
masalah, berkomunikasi, mengaitkan materi matematika dengan keadaan
sesungguhnya, serta mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi,
sehingga akan berdampak pada meningkatnya kualitas pendidikan suatu negara.
Peningkatan kualitas pendidikan selalu ditempatkan sebagai subjek
penting di dalam sistem pendidikan di setiap Negara. Oleh karenanya, mata
pelajaran ini harus dipelajari oleh semua siswa di setiap jenjang pendidikan, baik
itu SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah
Menengah Atas), maupun Perguruan Tinggi yang mendasari perkembangan dan
kemajuan sains serta teknologi, dengan harapan akan melahirkan sumber daya
manusia Indonesia yang berkualitas. Akan tetapi, pada kenyataannya mutu
pendidikan, khususnya mutu output pendidikan di Indonesia masih rendah jika
dibandingkan dengan mutu output pendidikan di negara lain, baik di Asia maupun
kawasan ASEAN. Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya prestasi belajar yang
dicapai siswa.Seperti yang dilansir oleh PISA (Programme for International Student Assessement), hasil studi PISA 2006, Indonesia berada di peringkat ke-50
dari 57 negara peserta dengan skor rata-rata 391, sedangkan skor rata-rata
internasional 500 (Kemendikbud, 2011). Kemudian, hasil studi PISA 2009,
Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata
5
PISA 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta dengan
skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2014).
Hasil PISA di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun prestasi yang
dicapai oleh siswa mengalami penurunan, baik di bidang matematika maupun
sains. Artinya daya saing yang dimiliki siswa Indonesia, khususnya dalam bidang
matematika masih cenderung rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain
yang merupakan salah satu cerminan bagaimana rendahnya mutu pendidikan
Indonesia. Selain itu, banyak siswa memandang matematika sebagai bidang studi
yang sulit untuk dipahami. Hal tersebut terjadi karena matematika disajikan dalam
bentuk yang kurang menarik dan terkesan sulit untuk dipelajari siswa, akibatnya
siswa sering merasa bosan dan tidak merespon pelajaran dengan baik.Selain itu
metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang bervariasi dan cenderung
membatasi siswa untuk berkreasi mengungkapkan pemikirannya saat belajar
sehingga siswa kurang berminat belajar matematika dan hasil belajar yang kurang
optimal. Akibatnya siswa tidak memahami apa arti penting matematika dalam
kehidupan sehari-hari dan siswa kurang berminat dan kurang termotivasi dalam
belajar matematika sehingga siswa lebih pasif saat belajar matematika, enggan,
takut ataupun malu dalam mengungkapkan ide yang dimilikinya dalam
pemecahan masalah matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdurahman
(2012) bahwa“Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika
merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang
tidak berkesulitan belajar, dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”.
Oleh karena itu, diperlukan suatu penanganan menyeluruh, karena dalam
6
menjamin kelangsungan hidup suatu negara dan bangsa, serta sebagai sarana
untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sejalan dengan itu Pranoto (Kompas.com, 2011) mengemukakan bahwa dihitung dari skala 6, kemampuan matematika siswa indonesia hanya berada dilevel kedua. Ironisnya kondisi itu bertahan sejak 2003 artinya selama tujuh tahun kondisi itu tak berubah.
Untuk kepentingan tersebut diperlukan perubahan yang cukup mendasar
dalam sistem pendidikan nasional. Perubahan mendasar tersebut berkaitan dengan
kurikulum, yang dengan sendirinya menuntut dan mempersyaratkan berbagai
perubahan pada komponen-komponen pendidikan lain. Sehingga nantinya dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Oleh
karena itu, pemerintah mengembangkan kurikulum 2013 untuk memperbaiki
pendidikan menjadi lebih baik. Karena kurikulum 2013 bertujuan untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada
pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia siswa. Melalui implementasi
kurikulum 2013 diharapkan dapat menumbuhkan generasi masa depan yang
produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter.
Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan keterampilan berpikir
siswa yang erat kaitannya dengan karakteristik matematika. Keterampilan berpikir
tersebut adalah kemampuan pemecahan masalah. Dimulai dengan permasalahan
konkret berangsur dibawa ke bentuk abstrak (model). Menekankan pentingnya
prosedur (algoritma) dalam pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan
masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh
7
pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang harus dicapai.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan digunakan untuk menemukan dan
memahami materi atau konsep matematika. Sedangkan pemecahan masalah
sebagai tujuan diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang
diketahui, ditanya serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah
dan menjelaskan hasil sesuai dengan permasalahan asal. Pemecahan masalah
merupakan bagian dari standar proses matematika yang sangat penting karena
dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan untuk
menggunakan keterampilan dan pengalaman yang mereka miliki untuk diterapkan
dalam penyelesaian soal-soal yang tidak rutin karena setelah menempuh
pendidikan, para siswa akan terjun ke masyarakat yang penuh dengan
masalah-masalah kemasyarakatan.
Terkait dengan pemecahan masalah, The National Council of Supervisors of Mathematics (NCSM) menyatakan “belajar menyelesaikan masalah adalah alasan utama untuk mempelajari matematika” (NCSM, Position Paper on Basic
Mathematics Skills, 1977). Dengan kata lain, pemecahan masalah merupakan sumbu dari proses-proses matematis. Pernyataan tersebut sampai saat ini masih konsisten, dan bahkan menjadi suatu persoalan yang makin kuat. The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyatakan dengan tegas dalam Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000), bahwa “Pemecahan masalah bukan hanya sebagai tujuan dari belajar matematika tetapi juga merupakan alat utama untuk melakukannya.”
8
yang dianggap penting baik oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan mulai dari SD sampai SMU”. Namun hal tersebut dianggap bagian yang paling
sulit dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya. Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.
Polya (1973) menjelaskan dalam How to Solve It secara garis besar mengemukakan empat langkah utama dalam pemecahan masalah yaitu: Understanding the problem, Devising a Plan, Carrying out the Plan, dan Looking Back. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah. Dengan kata lain, kemampuan pemecahan masalah sangat penting bagi perkembangan kognitif siswa dan mempengaruhi hasil belajar
matematika siswa.
Banyak fakta telah mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa masih rendah. Berdasarkan hasil observasi peneliti, rendahnya kemampuan pemecahan masalah tersebut dapat dilihat pada hasil kerja siswa terhadap soal kemampuan pemecahan masalah matematis sebagai berikut:
9
“Icut dan Ipah merencanakan untuk pergi ke toko buku hari ini. Mereka ingin
membeli komik kesukaan mereka. Icut membeli komik naruto dan indah membeli komik doraemon. Harga komik Icut Rp.8.000,- lebih mahal dari komik Ipah. Jumlah harga komik mereka Rp.40.000,-. Icut mempunyai uang Rp.120.000,-. Berapakah harga komik yang dibeli oleh Icut dan Ipah ?”
Gambar di bawah ini adalah contoh model penyelesaian jawaban yang dibuat oleh siswa terhadap soal pemecahan masalah di atas.
Gambar 1.2. Proses Penyelesaian Jawaban yang Dibuat oleh Siswa pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Berdasarkan hasil jawaban siswa tersebut, peneliti dapat menganalisis bahwa dari 30 orang siswa, hanya ada dua orang siswa atau 6,67% yang terlihat mampu memahami soal, 11 orang siswa atau 36,67% siswa yang terlihat mampu merencanakan penyelesaian, 17 orang siswa atau 48,57% yang terlihat mampu melakukan rencana penyelesaian, dan tidak ada siswa atau 0% yang terlihat mampu menguji/memeriksa kembali langkah-langkah yang telah dibuat. Hasil di atas menunjukkan bahwa banyak siswa masih belum mampu memahami
Salah menuliskan yang diketahui dan ditanya
Salah merencanakan pemecahan masalah
Salah melakukan perhitungan
10
permasalahan dalam soal, seperti apa yang diketahui dan ditanyakan. Siswa cenderung langsung membuat rencana penyelesaian dan melakukan perhitungan/penyelesaian, sehingga sering terjadi salah perhitungan dikarenakan siswa tidak memeriksa kembali langkah-langkah yang telah mereka buat. Seharusnya untuk menyelesaikan persoalan di atas terlebih dahulu siswa perlu memahami permasalahan yang dihadapi yaitu dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanya pada soal, agar memudahkan langkah berikutnya dalam penyelesaian soal. Contohnya misalkan untuk komik icut ( )dan komik ipah ( ) diketahui harga komik Icut ( ) = Rp.8000+ , dan jumlah harga kedua komik = Rp 40.000,- dan yang ditanyakan adalah Berapakah harga komik yang dibeli oleh Icut dan Ipah. Selanjutnya, siswa membuat perencanaan penyelesaian dengan menuliskan cara/rumus penyelesaian masalah yang digunakan. Kemudian, setelah siswa memperoleh harga untuk kedua komik, diharapkan siswa memeriksa kembali jawaban yang telah mereka buat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa memecahkan masalah masih sangat rendah.
Hal di atas didukung pula oleh beberapa hasil penelitian mengenai
rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa yaitu Santosa dkk (2013)
11
akhir tanpa memahami bagaimana proses jawabannya benar atau tidak. Hasil yang sering muncul bahwa jawaban siswa salah. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa tidak terbiasa dalam menyelesaikan masalah-masalah kontekstual yang non
rutin, sehingga menyebabkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Itu berarti kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu
dilatih dan dibiasakan kepada siswa sedini mungkin. Karena kemampuan ini
diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan
masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, bila
siswa dilatih menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu mengambil
keputusan, sebab siswa telah menjadi terampil tentang bagaimana mengumpulkan
informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya
meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.
12
rasa empati serta memiliki kepekaan terhadap permasalahan yang dihadapi baik dalam dirinya maupun maupun dengan orang lain.
Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercatat didalam KTSP, yaitu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yang memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam mengemukakan kemampuan komunikasi, kemampuan self-efficacy juga harus mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, kemampuan self-efficacy harus dikembangkan dalam diri siswa agar dapat memaknai proses pembelajaran matematika dalam kehidupan nyata. Marlina, dkk (2014) mengatakan keberhasilan dan kegagalan yang dialami siswa dapat dipandang sebagai suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan self-efficacy siswa dalam menyelesaikan permasalahan sehingga kemampuan belajarnya akan meningkat, diperlukan self-efficacy yang positif dalam pembelajaran agar siswa dapat mencapai tujuan pelajarannya dan mencapai prestasi belajar yang maksimal.
13
matematika. Mereka tidak berani untuk mengutarakan pendapat, tidak berani untuk mencoba dan sebagainya.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti disalah satu sekolah, pembelajaran matematika disekolah masih kurang efektif. Siswa hanya diarahkan untuk mengerjakan soal-soal yang ada dibuku baik secara individu ataupun kelompok. Pembelajaran masih terfokus kepada guru sementara siswa pasif dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika tidak melibatkan siswa kedalam dunia nyata, mereka hanya terfokus pada angka dan rumus. Membuat anak kurang memahami konsep dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga timbul rasa malas belajar karena sulit mengkontruk pengetahuan mereka dan tidak merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa cenderung meniru penyelesaian dari guru menyebabkan mereka malas berpikir, sehingga tidak mampu menyelesaikan soal-soal yang nonrutin dan soal-soal yang meng koneksikan dengan kehidupan nyata, dengan bidang ilmu lain ataupun dengan matematika itu sendiri. Sehingga siswa jadi tidak percaya diri dengan kemampuan mereka. Berdasarkan kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy siswa masih rendah.
Rendahnya tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis dan
kurangnya self-efficacy siswa, tidak terlepas dari model pembelajaran yang diterapkan. Pada saat proses pembelajaran terkadang guru masih menggunakan
strategi atau metode ceramah dalam mengajar, di samping pembelajaran yang
sesuai dengan kurikulum 2013. Guru menyampaikan materi secara berstruktur,
utuh dan menyeluruh. Kemudian siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru
14
pembelajaran ekspositori, bahwa guru memegang peran yang sangat dominan.
Melalui strategi ini, guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur,
dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dikuasai dengan baik. Hal
tersebut dilakukan, karena siswa masih terbiasa dengan pembelajaran yang lebih
banyak menggunakan indera pendengaran dalam pembelajaran. Hasil pengamatan
aktivitas belajar siswa di kelas, terlihat siswa jarang berdiskusi pada
kelompok-kelompok belajar, sedikit tanya jawab, mencatat dari papan tulis, mengerjakan
latihan yang diberikan guru dan hasilnya ditulis di papan tulis serta jawaban siswa
yang benar hanya diberi sedikit penjelasan terhadap hasil yang diperoleh kepada
teman lain. Dengan demikian, peran siswa dalam pembelajaran kurang optimal
dan belum sesuai dengan pembelajaran pada kurikulum 2013. Hal tersebut
menunjukan bahwa model pembelajaran yang diterapkan belum dapat memenuhi kebutuhan pada kemampuan matematika siswa sehingga belum dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.
Selain itu, dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk dapat
menemukan solusi dari masalah sampai selesai. Solusi tersebut dapat ditemukan
apabila siswa memiliki kemampuan awal. Kemampuan awal merupakan prasyarat
yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan lancar. Hal ini
dilakukan karena kemampuan awal amat penting peranannya dalam meningkatkan
kebermaknaan pengajaran, yang selanjutnya membawa dampak dalam
memudahkan proses-proses internal yang berlangsung dalam diri siswa ketika
15
dalam pemaparan setiap konsepnya. Suherman, dkk (2001) mengungkapkan “dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk
memahami topik atau konsep selanjutnya. Sehingga dapat dikaitkan penguasaan materi sebelumnya merupakan jembatan siswa dalam mempelajari materi matematika selanjutnya”. Sejalan dengan itu, hudojo (1988) mengemukakan bahwa “mempelajari konsep B yang mendasari kepada konsep A, seseorang perlu
memahami terlebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A tidak mungkin orang itu memahami konsep B”. Sebagai contoh, untuk dapat memecahkan
masalah yang berkaitan dengan transformasi geometri, siswa haruslah memahami konsep bilangan bulat, konsep titik dan garis, bangun datar dan koordinat kartesius terlebih dahulu.
Pada dasarnya kemampuan setiap siswa dalam belajar matematika tidak
sama. Perbedaan kemampuan tersebut selalu ditentukan berdasarkan tinggi,
sedang dan, rendahnya tingkat pencapaian hasil belajar siswa. Maka, bagi siswa
yang memiliki kemampuan awal tinggi dalam belajar matematika, penggunaan
model pembelajaran tidak besar pengaruhnya terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis maupun Self-Efficacy, akan tetapi bagi siswa yang memiliki
kemampuan awal sedang ataupun rendah, penggunaan model pembelajaran yang
sesuai dengan tingkat berpikir sangat membantu untuk memberikan pemahaman
terhadap masalah matematika. Dengan demikian, kemampuan awal siswa yang
berbeda mempengaruhi model pembelajaran yang diterapkan.
Berdasarkan hal tersebut, diduga terdapat interaksi antara model
pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan
16
dan kemampuan awal matematika terhadap Self-Efficacy siswa. Dalam
menghadapi ragam kemampuan siswa tersebut merupakan tugas guru memilih
lingkungan belajar dan model pembelajaran yang sesuai. Dengan harapan siswa
tidak akan mengalami kesulitan ketika mereka menghadapi permasalahan dalam
kehidupannya atau ketika melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Namun hasil observasi dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis dan Self-Efficacy siswa menjadi kurang
berkembang, sehingga proses penyelesaian jawaban siswa terhadap permasalahan
yang diajukan oleh guru pun tidak bervariasi karena siswa hanya mengikuti
aturan-aturan/cara yang sering diselesaikan oleh gurunya sehingga pembelajaran
menjadi kurang maksimal. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak terbiasa untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan matematika yang membutuhkan
rencana, strategi dan mengekspolasi kemampuan menggeneralisasi dalam
penyelesaian masalahnya.
Berdasarkan fenomena di atas sudah seharusnya guru menggunakan suatu
model yang dapat membuat siswa menjadi aktif dalam belajar, di samping itu juga
17
berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif (Trianto, 2011). Berdasarkan hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa pembelajaran oleh teman sebaya melalui pembelajaran kooperatif ternyata lebih efektif daripada pembelajaran oleh pengajar (Wena, 2011).
Melalui model pembelajaran kooperatf ini siswa dapat mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama jika ada teman dalam kelompoknya yang mengalami kesulitan dan self-efficacy siswa juga lebih terarahkan jika mereka bekerja sama secara kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni, 2009). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
18
nilai kuis tiap-tiap anggota. Sehingga untuk dapat memperoleh nilai kelompok yang baik, seorang siswa akan memotivasi siswa lain (satu kelompok) untuk memperoleh nilai baik. Sedangkan pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa dilatih untuk bekerja sendiri dalam menyelesaikan masalah, kemudian berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan jawaban masing-masing dan kemudian berbagi dengan pasangan kelompok lain (Trianto, 2011).
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS membawa konsep pemahaman inovatif dalam pemecahan masalah matematis dan menekankan pada self-efficacy yang lebih baik. Siswa bekerja secara kelompok untuk menjalin kerjasama dan saling ketergantung antar anggota kelompok dalam menyelesaikan tugas dan meningkatkan keterampilan dalam memecahkan masalah dan kecerdasan emosional.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk meneliti
dengan judul “ Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan
self efficacy Siswa pada Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Think Pair Share (TPS) di SMP Sabilina”.
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dapat diidentifikasi berbagai permasalahan diantaranya sebagai berikut :
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah
2. Kemampuan siswa memecahakan masalah masih rendah 3. Self efficacy siswa yang masih rendah
19
5. Model pembelajaran yang diterapkan belum dapat memenuhi kebutuhan pada kemampuan matematika siswa sehingga belum dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.
1.3.Batasan Masalah
Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan. Peneliti membatasi masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Kemampuan siswa memecahkan masalah masih rendah.
2. Self-Efficacy siswa dalam mempelajari matematika masih rendah.
3. Model pembelajaran yang diterapkan belum dapat memenuhi kebutuhan pada kemampuan matematika siswa sehingga belum dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.
1.4.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TPS? 2. Apakah terdapat perbedaan self efficacy siswa antara siswa yang diberi
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TPS?
20
4. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) dan model pembelajaran terhadapself efficacy siswa?
1.5.Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk Mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS
2. Untuk Mengetahui perbedaan self efficacy siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS
3. Untuk Mengetahui interaksi antara kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) dengan model pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
4. Untuk Mengetahui interaksi antara kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) dengan model pembelajaran terhadap self- efficacy siswa
1.6.Manfaat Penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Bagi siswa dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal
21
2. Bagi guru sebagai masukan dalam menciptakan pembelajaran yang efektif bagi siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa serta menciptakan suasana kelas yang interaktif dalam pembelajaran 3. Bagi peneliti sebagai pengalaman yang nantinya akan menjadi bekal
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikemudian hari
123
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M.2012. Anak Berkesulitan Belajar:Teori, Diagnosis, danRemediasinya. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Asmin&Mansur, A. 2014.PengukurandanPenilaianHasilBelajardenganAnalisisKlasikdan Dalam Albert Bandura (Ed), Self Efficacy In Changing Societies. Australia: Cambridge University Press.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.
Duren, E.P dan Cherrington, A. (1992). The Effect of Cooperative Group Work Versus Independent Practice on the Learning of some Problem Solving Srategies. [Online]. Dzulfikar, A. 2013. Studi Literatur: Pembelajaran Kooperatif Dalam Mengatasi Kecemasan
Matematika Dan Mengembangkan Self Efficacy Matematis Siswa. Makalah Dipresentasikan Dalam Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika Dengan Tema “ Penguatan Peran Matematika Dan Pendidikan Matematika Untuk Indonesia Yang Lebih Baik”. ISBN: 978-979-16353-9-4. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Firmansyah dan Fauzi, Kms. M.A. 2011. Kontribusi Metakognisi Di Dalam Mengembangkan Self Efficacy Matematis Siswa Di Kelas. Medan: Kultura Volume: 12 No.1, Edisi Maret 2011.
Fitriana, L. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Tipe Group Investigation (GI) Dan STAD Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjsu Dari Kemandirian Belajar Siswa. ISBN: 978-979-16353-6-3. Yogyakarta: Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Gunantara, Gd., Suarjana, Md. & Riastini, Pt. N. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (online) Vol, 2 No: 1 Tahun 2014.
Huda, M. 2014. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hudojo, Herman, 1988, Mengajar Belajar Matematika. Jakarta.
124
Husna, dkk. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS). Jurnal Peluang. Volume 1 Nomor 2. ISSN: 2302-5158.
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isnaeni. 2014. Peranan Pembelajaran Generatif Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika. ISSN 2355-0473 Volume 1. Bandung:PPs-STKIP Siliwangi.
Jaenab, Siti. 2014. Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika. ISSN 2355-0473 Volume 1. Bandung:PPs-STKIP Siliwangi.http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/2014/01/Prosiding-15-Januari-2014.pdf
Kantowski, M.G. 1981. Problem Solving. Dalam Elizabeth Fennema (Editor) Mathematics Education Research, Implications For 80’s. Virginia: Association For Supervision And Curriculum Development.
Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs Matematika SMP/MTS.Jakarta :Badan PSDMPK-PMP.
____________. 2011. Survei Internasional PISA. (online) Lembaga Penelitian dan Pengembangan : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.http://litbang.kemdikbud .go.id/index.php/survei-internasional-pisa,
____________. 2014. PeraturanMenteriPendidikandanKebudayaanRepublik Indonesia Nomor 104 Tahun 2014 tentangPenilaianHasilBelajarolehPendidik, padaPendidikanDasardanPendidikanMenengah. Jakarta :Kemendikbud.
Lie, A. 2004.Cooperative Learning. Jakarta. Grasindo.
Marlina dkk. 2014. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think- Pair-Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa di SMA Negeri 1 Bireun. ISSN: 2355-4185. Jurnal Didaktik Matematika Vol 1 No. 1. 83 -95.
____________. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Self Efficacy Siswa SMP Dengan Menggunakan Pendekatan Diskursif. Jurnal Didaktik Matematika. ISSN : 2355-4185. Volume 1 No. 1.
125
Mukhid, A. 2009. Self Efficacy (Perspektif Teori Kognitif Sosial Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan). Jurnal Tadris Volume 4 Nomor 1 Tahun 2009.
http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/tadris/article/view/247/238
National Council Of Teachers Of Mathematics. 2000. Principles And Evaluation Standart For School Mathematics. Reston, VA : NCTM.
Noor, F.S. (2005). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif STAD terhadap Kemampuan Siswa dalam Mengerjakan Bukti dalam Matematika pada Siswa SMU. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Nugrahaningsih, theresia. 2011. Profil metakognisi siswa kelas akselerasi dan non akselerasi SMA dalam pemecahan masalah matematika ditinjau dari perbedaan gender. Disertasi pascasarjana program studi matematika UNESA.
http://ejournal.unesa.ac.id/article/2362/30/article.pdf.
Nurdin, Endarwati. 2012. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan koneksi matematis siswa melalui pendekatan pembelajaran visual thinking:kuasi eksperimen pada siswa salah satu MTs negeri di tembilahan.(Tesis). Pendidikan Matematika UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
OECD. 2010. Pisa 2009 Results:What Students Know And Can Do Student Performance In Reading, Mathematics And Science Volume I.
http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf.
______. 2014. Pisa 2012 Results:What Students Know And Can Do Student Performance In Mathematics, Reading And Science Volume I.
http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-volume-I.pdf
Ong Eng Tek. 1996.The Effect of Cooperative Learning on the Mathematics Achievement of Form 4 Students in A Malaysian Secondary School, Journal of Science and Mathematics Education in South East Asia Vol.XXI No.2.
Polya, G. 1973. How To Solve It A New Aspect Of Mathematical Method. Princeton New jerssey : Princeton University Perss.
Putra, B.Y.G. (2002). Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Rahmadhani. 2014. Pengembangan Multimedia Pembelajaran Untuk Anak Tunagrahita Ringan Dalam Bidang Berhitung. Universitas Pendidikan Indonesia. http://repository.upi.edu/15170/4/S_KOM_1005117_chapter1.pdf.
126
Rusman. 2009.Model-model Pembelajaran. Surabaya : PT. Raja Grafindo Persada.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Santosa, N, Waluya, St. B & Sukestiyarno. 2013. Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Master Dan Penerapan Scaffolding. Unnes Journal Of Mathematics Education Research, (online), ISSN 2252-6455. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer
Saragih, S.& Habeahan, W. L. 2014. The Improving of Problem Solving Ability and Students’ Creativity Mathematical by Using Problem Based Learning in SMP Negeri 2 Siantar. Journal of Education and Practice, (online). ISSN 2222-1735 (Paper) ISSN 2222-288X (Online) Vol.5, No.35, 2014. http://www.iiste.org/Journals/index. php/JEP /article/viewFile/17463/17722
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning : Theory, Research and Practise, Boston Ally and Bacon
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: theory, research and practice (N. Yusron. Terjemahan). London: Allymand Bacon. Buku asli diterbitkan tahun 2005.
Somakim. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Self Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Tidak Dipublikasikan. Bandung: Program Pasca Sarjana UPI Bandung.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Bandung.
_______. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfa Beta.
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Sumarmo, U. 2005. PembelajaranMatematika Untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Makalah Pada Seminar Pendidikan Matematika Di FMIPA Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Syahputra, Edi. 2016. Statistika Terapan. Medan: Unimed Press.
127
Trianto. 2011. Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif: konsep, landasan dan implementasinya pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Jakarta: kencana. _________. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan,
Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group.
Turmudi. 2008. Landasan Filsafat Dan Teori Pembelajaran Matematika. PT. Luser Cita Pustaka.
Wena, M. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta : Bumi Aksara.
Widdiharto, Rachmadi. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif Proses Remidinya. Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika. Yogyakarta: PPPPTK Depdiknas.
Wihatma, U. (2004). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui
“Cooperative Learning” Tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD).