DAMPAK KONFLIK AGRARIA BATUHARANG TERHADAP
SOLIDARITAS SOSIAL DAN KEHIDUPAN EKONOMI
MASYARAKAT NAGASARIBU KECAMATAN
LINTONGNIHUTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Pada Jurusan
Pendidikan Sejarah Unimed
OLEH
DAMSON SILABAN
NIM.3123121005
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
Damson Silaban. NIM 3123121005. Dampak Konflik Agraria Batuharang Terhadap Solidaritas Sosial dan Kehidupan Ekonomi Masyarakat Desa Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta. Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang konflik agararia, proses terjadinya konflik, dampak konflik agraria Batuharang terhadap rasa solidaritas masyarakat dan dampak konflik agraria terhadap kehidupan ekonomi masyarakat Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta serta bagaiamana peranan Dalihan na Tolu dalam menyelesaikan konflik. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta. Untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan dalam skripsi ini digunakan metode penelitian lapangan (Field research) dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari lapangan melalui wawancara dengan tokoh yang mengetahui konflik serta yang mengalami konflik Agraria, selain itu juga data diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa konflik terjadi karena faktor penggunaan lahan, dan kekuasaan akan tanah (kepemilikan) serta konflik dengan perkembangan industri yang besar dan tender kerja. Konflik terjadi ketika di Batuharang dibuka akses jalan, pertumbuhan industri, tingginya harga jual dan angka kebutuhan sehingga masyarakat sangat tertarik akan pekerjaan penambang batu, dan proses konflik berupa masalah kepemlikan, penggunaan lahan, kekuasaan. Hal tersebut menimbulkan perpecahan masyarakat dibidang solidaritas sosial. Terjadinya perselisihan antar desa, pisah adat, kebencian akan sesama yang mempengaruhi kondisi sosial atau solidaritas sosial dalam masyarakat. Konflik juga berdampak kepada kehidupan ekonomi masyarakat, dimana diskriminatif akan penambang yang dapat mencari nafkah di Batuharang, sejumlah peraturan yang memberatkan membuat ketimpangan perekonomian antara masyarakat yang berprofesi sebagai penambang dan non penambang. Dalihan na Tolu berperan meredam konflik, dimana setiap masalah selalu diselesaikan secara adat dan tidak pernah berujung di meja hijau (pengadilan). Dapat disimpulkan bahwa konflik berpengaruh terhadap rasa solidaritas sosial masyarakat dan kehidupan ekonomi masyarakat.
ii
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunianya, maka saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “
Dampak Konflik Agraria Batuharang Terhadap Solidaritas Sosial Dan Kehidupan Ekonomi Masyarakat Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta”. Skripsi ini meruapakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
di Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan.
Penulisan menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
ditemui kekurangan yang harus diperbaiki, hal ini disebabkan karena keterbatasan
pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu dengan segenap
kerendahan hati penulis menerima segala masukan baik itu berupa saran maupun
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil,
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu dengan
kerendahan hati, saya sebagai penulis sangat mengucapkan terimakasih kepada
berbagai pihak yang telah turut membantu dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri
Medan.
iii
3. Bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku Ketua Jurusan dan Bapak Syahrul
Nizar, S.Pd , M.Si selaku sekretaris jurusan yang membantu adminsitrasi
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Terkhusus buat Bapak Dr. Hidayat, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing dalam
penulisan skripsi ini yang membantu dalam penulisan ini lewat kritik dan
saran beliau yang sangat berguna bagi skripsi ini.
5. Kepada Ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing
Akademik dan Dosen Penguji yang telah banyak , memberikan kemudahan
dan masukan yang sangat berguna selama mahasiswa Pendidikan Sejarah dan
penulisan skripsi.
6. Kepada Ibu Dra. Flores Tanjung, M.A, sebagai Dosen Penguji dan
Pembanding.
7. Kepada Ibu Dra. Hafnita SD Lubis, M.Si sebagai Dosen Penguji dan
Pembanding.
8. Spesial buat Damang parsinuan E. Silaban dohot Inang Pangintubu N.
Manullang, mauliate ma disasude holong munai mambaen on sude tupa dohot
denggan, sude alani akka tangiang muna doi.
9. Kepada semua saudariku Santa Ria Silaban, Ruslan Silaban, Lamris Erika
Silaban, S.Pd dan Rini Junita, S.Pd dan laeku dan semua keluarga terimakasih
buat motivasi dan bantuan moril maupun ekonomi.
10.Kepada wanita special Leony Pinta tersayang, terimakasih buat motivasi,
iv
11.Terima kasih buat saudara/I WS yang telah memberikan semangat dan
motivasi .
12.Kepada kelas A Reguler 2012 keluarga terimakasih buat motivasi dan bantuan
teknis dalam penyelesaian skripsi ini.
13.Kepada kawan teman-teman penulis juga, Rinaldi, Arifin, Dwi, Tria, Yosepha
yang banyak berbagi cerita dan pemikiran bersama penulis.
14.Kepada adek kelas terkhusus Elwi, Lestari, Lia Santika, Yhesenia, Ony dan
adek-adek yang lain yang tidak saya sebutkan namanya, terimakasih buat
motivasinya juga pinjaman bukunya ya dek.
15.Kepada semua Narasumber yang mau berbagi informasi, pengalaman, dan
banyak membantu penulis, serta kepada masyarakat Nagasaribu yang telah
banyak membantu dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
16.Kepada PPLT SMK Yayasan Sopo Surung (Posko Dusken), penulis tidak
lupa berterimakasih pada teman-teman atas kebersamaan dan motivasinya.
Akhir kata penulis hanya bisa membalas semua kebaikan kalian semua lewat
doa, agar hari ini hingga kelak kuasa-Nya selalu dilimpahkan kepada kita semua.
Medan, Mei 2016
Penulis
vi
4.1.4 Luas Potensi Lahan Dan Pemanfaatan Sumber Daya ... 39
4.1.5 Suku Bangsa ... 41
4.1.6 Pendidikan ... 42
4.1.7 Sistem Sosial Budaya ... 43
4.2 Pembahasan dan hasil penelitian ... 45
4.2.1 Sejarah Desa, Marga,Tanah Masyarakat dan Tanah Konflik 45 4.2.1.1Sejarah Singkat Nagasaribu ... 45
4.2.1.2Sejarah Toga Sihombing ... 46
4.2.1.3 Fungsi Dan Nilai Tanah Bagi Masyarakat Batak Toba ... 47
4.2.1.4 Konflik Agraria Batuharang ... 51
4.2.2 Faktor Penyebab Konflik Agraria Batuharang Di Desa Nagasaribu ... 52
4.2.3 Proses Terjadinya Konflik Agaria Batuharang ... 57
4.2.4 Dampak Konflik Agraria Batuharang Solidaritas Sosial Di DesaNagasaribu ... 61
4.2.5 Dampak Konflik Agrarian Batuharang Kehidupan Ekonomi Di Desa Nagasaribu ... 64
4.2.6 Peran Dalihan Natolu Mengatasi Konflik Agraria Batuharang Bagi Masyarakat Nagasaribu ... 68
BAB V Kesimpulan Dan Saran ... 71
5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 73
vii
Daftar Tabel
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Desa di Kecamatan Lintongnihuta ... 33
Tabel 4.2 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2010 Dan 2014 ... 34
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan ... 35
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Lintongnihuta Berdasarkan Desa dan Jenis Kelamin Pada Bulan Agustus 2015 ... 36
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Penganut Agama ... 37
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 38
Tabel 4.7 Rincian Luas Wilayah Kecamatan Menurut Desa Dan Jenis Penggunaan Tanah Per Desa (Ha) ... 39
Tabel 4.8 Tanaman Palawija di Kecamatan Lintongnihuta ... 40
Tabel 4.9 Tanaman Holtikultura di Kecamatan Lintongnihuta ... 40
Tabel 4.10 Tanaman Perkebunan di Kecamatan Lintongnihuta ... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas
selama manusia itu ada dalam berbagai interaksi sosialnya, baik itu konflik
perorangan maupun konflik antar kelompok. Pada umumnya konflik diakibatkan
karena perbedaan pendapat, pemikiran, ucapan, perbuatan dan kepentingan yang
berbeda. Demikian juga halnya dengan konflik perebutan lahan yang mengklaim
milik sekumpulan orang yang terjadi di daerah Nagasaribu kec. Lintongnihuta yang
umumnya disebabkan adanya perbedaan kepentingan hingga berujung konflik yang
berdampak kepada disentegrasi dari segi kesatuan selayaknya solidaritas masyarakat
dijunjung dengan melupakan falsafah etnis Batak yaitu dalihan na tolu demi
kepentingan-kepentingan tertentu, dan hal tersebut juga berdampak pada adanya
ketimpangan perekonomian antar kelompok yang mengklaim pemilik Batuharang
dengan non-pemilik.
Konflik agraria merupakan sudah menjadi hal yang biasa dalam masyarakat
seiring dengan banyaknya kasus di berbagai wilayah terlebih didaerah Sumatera
Utara, hal tersebut sudah ada sejak zaman kolonial, dimana perebutan lahan guna
dikuasi oleh kaum kapitalis untuk keperluan perkebunan, fasilitas sosial dan berbagai
keperluan lainnya. Bukit Batuharang merupakan sebuah deretan bukit yang
memanjang dari Dolok Imun Tapanuli Utara hingga ke daerah Sipalakki Humbang
2
masyarakat Nagasaribu guna pemanfaatan pembangunan infrastruktur berupa bahan
untuk bangunan, maupun pembuatan jalan raya yang memenuhi setidaknya 3
perusahaan besar yang ada di Desa Nagasaribu, maupun keluar daerah kabupaten
tersebut.
Menurut berbagai sumber seperti BPS ( Badan Pusat Statistik) dan HUMA
pada tahun 2015, bahwa Sumatera Utara merupakan urutan nomor 3 terbanyak kasus
konflik agraria setelah Kalimantan Tengah sebanyak 67 kasus (254.671 ha), Jawa
Tengah 36 kasus (1.063 ha) dan Sumatera Utara dengan 16 kasus (114.385 ha)
dengan pelaku tertinggi yang berkonflik adalah seperti masyarakat dengan koperasi/
perusahaan sebanyak ,petani dengan perusahaan sebanyak , komunitas lokal dengan
perhutani dan masyarakat adat dengan perusahaan serta masyarakat dengan
masyarakat.
Bukit Batuharang pertama dibuka oleh warga masyarakat Nagasaribu yang
ada di kaki bukit pertama dibuka oleh masyarakat untuk bahan bangunan, karena
akses jalan yang lumayan susah maka masyarakat masih menggunakan pedati pada
awalnya hingga pada tahun kedatangan bangsa Korea dengan tender pembangunan
Jalan Lintas Sumatra dari daerah perbatasan Dairi dengan Humbang Hasundutan
yang dulu masih belum mekar dari Kabupaten Tapanuli Utara sampai kedaerah
Tapanuli Tengah, maka bukit Batuharang dibuka oleh orang Korea untuk menambang
batu guna pembangunan jalan, pada awalnya Bukit Batuharang terabaikan begitu
saja, akan tetapi dengan potensi emas yang ada dalam bukit tersebut sebagai ladang
batu yang multi fungsi, sekolompok orang berlomba-lomba mengklaim itu adalah
3
bahkan ada sampai pisah adat seiring dengan pertumbuhan industri dan juga nilai
ekonomis tempat tersebut.
Desa Nagasaribu mayoritas marga Sihombing Si Opat Ama yang terdiri atas 4
marga besar yakni marga Silaban, Nababan, Lumban Toruan, dan Huta Soit, dimana
marga-marga ini biasanya memusat berdasarkan marga seperti Nagasaribu I
mayoritas Nababan dan konflik ini terjadi karena Nagasaribu I mengatakan bahwa
Dolok (bukit) tersebut adalah milik mereka dimana pada saat itu Punguan (kumpulan)
marga Nababan telah mempunyai kesatuan yang kuat dengan organisasi yang
dinamakan Ulang Begu, dengan adanya kumpulan ini membuat posisi kumpulan ini
kuat dan melupakan kekerabatan batak yaitu Dalihan Na Tolu. Fungsi Dalihan Na
Tolu juga mengatur dan mengendalikan tingkah laku seseorang dalam kehidupan
sosial masyarakat Batak (Toba). Pengaturan atau pengendalian itu didasarkan pada
pola perilaku terhadap tiga unsur dalihan na tolu, yakni somba marhula-hula “hormat
kepada pihak pemberi istri”, elek marboru “membujuk kepada pihak penerima istri,
dan manat mardongan tubu “hati-hati kepada teman semarga”. Hal inilah yang
mengendalikan pola bertingkah laku masyarakat Batak (Toba) sehingga setiap orang
Batak bertemu, dia akan mempraktekkan pola bertingkah laku itu dengan hal tersebut
solidaritas sosial tercipta.
Solidaritas diambil dari kata Solider yang berarti mempunyai atau
memperliatkan perasaan bersatu. Dengan demikian, bila dikaitkan dengan kelompok
sosial dapat disimpulkan bahwa Solidaritas adalah: rasa kebersamaan dalam suatu
kelompok tertentu yang menyangkut tentang kesetiakawanan dalam mencapai tujuan
4
Manusia sebagai mahluk sosial sangat membutuhkan orang lain untuk
kelangsungan hidupnya, manusia saling topang-menopang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan berbagai peraturan atau kaidah-kaidah yang tertulis
maupun lisan yang harus dituruti. Kesadaran terhadap kaidah-kaidah sangat penting
dalam mengahadapi peluang dan tantangan yang multidimensional agar menyikapi
lingkungan dengan kesadaran yang penuh kehati-hatian, karena dengan cara itulah
akan menentukan harkat, martabat dan harga diri demi kelangsungan hidupnya.
Secara umum terdapat tiga cita-cita masyarakat batak yaitu hamoraon,
hagabeon dan hasangapon ( kekayaan, keturunan, dan kekuasaan), demi tujuan inilah
masyarakat Nagasaribu rela dan menghalalkan segala cara demi pemenuhan
kebutuhan dan cita-cita tersebut, konflik yang terjadi pada masyarakat Nagasaribu
dengan tujuan utama faktor nilai ekonomis Batuharang yang berpengaruh pada
keretakan hubungan kekerabatan masyarakat yang masih terbilang homogen dengan
satu garis keturunan yaitu Sihombing si Opat Ama, implementasi dari falsafah bangsa
batak Toba yaitu Dalihan na Tolu terpinggirkan hanya karena kepentingan tertentu
dan tentu mengesampingkan solidaritas sosial sebagai landasan dalam bermasyarakat.
Secara historis tidak ada kepemilikan Bukit Batuharang, akan tetapi
merupakan tanah adat masyarakat Nagasaribu, dimana segala potensi yang ada
dalam Bukit Batuharang seluruh masyarakat Nagasaribu bebas mengolah untuk
kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Nagasaribu, dimana ke-4 marga tersebut
merupakan satu keturunan dan senasib, bahkan merupakan ke-4 marga ini sama
waktu kedatangannya ke Desa Nagasaribu, akan tetapi hukum rimba telah terjadi dan
5
menjunjung Dalihan Na Tolu sebagai pemersatu etnis batak yang erat dengan ikatan
marga ataupun kekerabatan.
Sejumlah pertanyaan muncul seiring adanya sekelompok orang yang
menyatakan Batu harang adalah milik mereka, apakah tanah itu memiliki surat tanah
yang jelas yang sesuai dengan jalur hukum ataupun sesuai dengan undang-undang
pokok agraria (UUPA). UUPA merupakan rangkaian kaidah hukum yang mengatur
aneka permasalahan mengenai pertanahan.
Konflik yang terjadi mengakibatkan kebencian apalagi dengan adanya
peraturan-peraturan yang tentunya menyulitkan kelompok minoritas dan makin
menciptakan keretakan hubungan kekeluargaan masyarakat Nagasaribu, ke-4 marga
ini merupakan dilegalkan saling menikah sehingga kekentalan kekeluargaan semakin
dekat, namun hal tersebut ternodai oleh karena adanya kepentingan oknum-oknum
tertentu dengan segelintir kepentingan kelompok tersebut.
Istilah hotel (hosom, elat, teal, late), dendam, iri, dengki dan tinggi hati masih
sangat kental dalam masyarakat Nagasaribu yang masih streotip, masih banyak
masyarakat yang tidak suka jika orang yang disampingnya lebih hebat dari dia, akan
tetapi saling menjatuhkan, padahal masih ada hubungan kekeluargaan, dan
orang-orang yang sudah bisa mengerakkan ekonominya seperti kalangan menengah keatas
jarang mau membantu orang-orang kecil yang dibawahnya untuk berkembang,
sehingga yang kaya akan tetap kaya dan yang miskin akan tetap tertindas tentunya
solidaritas sosial masyarakat dengan kekerabatan yang tergolong masih dekat menipis
6
Sebagai dampak dari sebuah konflik yang terjadi dalam Masyarakat
Nagasaribu inilah yang membuat disentegrasi, yang menciptakan jurang pemisah
hanya karena keegoisan dan adanya segelintir perbedaan kepentingan dengan
menggunakan hukum rimba, sehingga seolah-olah tidak nampak lagi kekeluargaan
dan implikasi dalihan natolu yang sudah melekat dari masa kemasa masyarakat Batak
serta rasa senasib sepenanggungan dalam kesejahteraan dibidang ekonomi, sesuai
dengan tujuan orang batak pada umumnya, ada tiga hal yang menjadi tujuan hidup
yang didambakan, yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (keturunan), dan
hasangapon (kekuasaan), ketiga hal ini jugalah yang membutakan banyak orang,
terlalu nafsu akan pemenuhan ketiga hal tersebut, dan menganggap hal tersebut
segalanya hingga meminggirkan falsafah orang batak yang bernama Dalihan na tolu.
Berdasarkan latar belakang diatas, saya sebagai penulis ingin meneliti tentang
“Dampak Konflik Agraria Batuharang Terhadap Solidaritas Sosial dan Kehidupan
Ekonomi Masyarakat Desa Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta”.
1.2Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang permasalahan diatas maka penulis mengidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Latar belakang terjadinya konflik agraria Batuharang
2. Konflik agraria sebagai awal renggangnya solidaritas sosial.
7
1.3 Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah guna membatasi permasalahan yang
akan dikaji adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kepemilikan tanah Batuharang setelah adanya Konflik agraria?
2. Bagaimana penyebab terjadinya konflik agraria Batuharang di desa
Nagasaribu I dan Desa Nagasaribu II
3. Bagaimana dampak konflik agraria terhadap solidaritas sosial?
4. Bagaimana dampak konflik agraria terhadap kehidupan ekonomi masyarakat?
1.4Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya konflik agraria Batuharang
2. Untuk mengetahui proses terjadinya konflik agraria Batuharang.
3. Untuk mengetahui dampak konflik agraria terhadap solidaritas sosial dan
kehidupan ekonomi masyarakat Nagasaribu
4. Peran Dalihan Na Tolu dalam mengatasi konflik agraria Batuharang bagi
8
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Menambah wawasan peneliti tentang daerah Nagasaribu tentang sejarah dan
permasalahannya.
2. Memperkaya informasi bagi masyarakat, agar masyarakat mengetahui tentang
dampak konflik terhadap kesatuan Masyarakat Nagasaribu secara khususnya.
3. Memperkaya informasi bagi akademisi UNIMED, khususnya jurusan Sejarah
untuk dapat mengetahui dan memahami tentang desa Nagasaribu dengan
keadaan masyarakat dengan adanya konflik.
4. Sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya dan juga menjadi
bahan perbandingan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada maupun yang
71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 KESIMPULAN
Bagi masyarakat Nagasaribu tanah memiliki fungsi yang sangat penting,
sebagai masyarakat yang dominan bertani, tanah merupakan separuh dari nyawa
masyarakat yang memberikan kehidupan bagi mereka, dengan mengolah tanah
maka mereka dapat memperoleh hasil untuk pemenuhan kebutuhannya
sehari-hari, maka tak jarang jika masyarakat berkonflik karena tanah.
Konflik agraria Batuharang terjadi karena faktor pengunaan lahan (land
user) dan faktor kekuasaan atau kepemilikan akan tanah, dan kepentingan
perusahaan dalam mendapatkan bahan baku produksi sehingga azas pemanfaatan
masyarakat sebagai penambang membuat masyarakat berebut akan tanah. Proses
konflik diawali ketika angka nilai batu yang tinggi setelah pembukaan akses jalan
menuju daerah penambangan batu, serta dibukanya perusahaan seperti PT Kreasi
Mutu Pratama (KMP) pada awal 1990-an yang membutuhkan banyak bahan baku
membuat masyarakat tergerak lagi akan kekuasaan, penggunaan lahan untuk
pengambilan bahan baku yang dibutuhkan perusahaan dan perusahaan yang
diskriminatif akan perekrutan pekerja, sehingga menimbulkan masalah.
Konflik Agraria Batuharang ini juga berpengaruh terhadap solidaritas
social masyarakat, kebersamaan dalam mewujudkan cita-cita secara umum
melalui marsiadapari (gotong royong) menjadi sirna seiring akan pemenuhan
kebutuhan yang cepat dan instan dan pencapaian yang bernama “hamoraon” atau
72
kebatakan yaitu Dalihan na Tolu, dalam masyarakat konflik menimbulkan rasa
benci, individualisme, bahkan ada masyarakat tidak berkomunikasi. Konflik juga
berdampak pada sector perekonomian masyarakat, kehidupan ekonomi
masyarakat terpengaruh akan adanya konflik ini, terjadinya ketimpangan
perekonomian antara masyarakat yang dapat menambang di daerah Batuharang
dan non penambang yang hanya mengharapkan hasil dari perkebunan musiman
dari tanah tandus.
Setiap permasalahan atau konflik yang terjadi didaerah Nagasaribu
jarang sekali melibatkan aparat yang berwajib seperti kepolisian, melalui sidng di
pengadilan, masyarakat biasanya merapatkan didepan umum yang dimediatori
oleh tokoh adat ataupun penetuah, ketiga elemen Dalihan na Tolu berperan
penting dalam penyelesaian konflik, biasanya pihak Hula-hula sebagai penasehat,
pihak dongan tubu yang menjadi pelindung dan boru sebagai penengah (netral),
itulah menjadi alasan yang dapat kita lihat dalam kesehariannya masyarakat
Nagasaribu walaupun ada koflik ketika ada upacara adat semua masyarakat
73
1.2 Saran
Sehubungan dengan konflik-konflik agraria yang terjadi di daerah
Lintongnihuta terkhusus Desa Nagasaribu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan guna mencegah konflik yang berkepanjangan yang merusak rasa
solidaritas masyarakat dan perkembangan keadaan perekonomian masyarakat,
untuk itu :
1. Diharapkan kepada masyarakat Nagasaribu supaya memperhatikan hak kepemilikan Tanah Batuharang yang merupakan tanah adat masyarakat,
dimana seluruh masyarakat berhak untuk mengelolanya untuk kehidupan
sosial ekonomi masyarakat.
2. Diharapkan kepada masyarakat Nagasaribu untuk menata kembali solidaritas social dalam masyarakat dimana setiap tindakan selalu
berdasarkan perumpamaan “aek godang aek laut, dos ni roha sibaen
nasaut” dalam artian semua tindakan berdasarkan musyawarah untuk
mufakat bersama yang menguntungkan semua pihak.
3. Diharapkan kepada masyarakat untuk tidak mendewakan 3 tujuan umum masyarakat Batak Toba yakni; Hamoraon (kekayaan), Hasangapon
(kekuasaan dan kehormatan), hagabeon (keturunan yang banyak) yang
merusak Dalihan na Tolu , rasa solidaritas, dan kehidupan ekonomi
masyarakat yang lemah.
4. Diharapkan kepada masyarakat selalu mengingat dan menjunjung rasa
solidaritas berazaskan konsep Dalihan na Tolu sebagai pedoman dalam
bermasyarakat supaya tercipta persatuan dan kesatuan dalam masyarakat
75
Daftar Pustaka
Abdurrahman. 1984. Tentang dan Sekitar UUPA. Bandung: Alumni
Agustono, Budi dkk.1997. Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia Vs PTPN II Sengketa Tanah di Sumatera Utara. Bandung : Akatiga
Bacriadi, Dianto dkk.1997. Reformasi agraria: Perubahan Politik, Sengketa, dan Agenda Pembaharuan Agraria. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Bungin, Burhan.2008.Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya.Jakarta: Prenada Media Group
Jones. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Obor
Marsuki. 2005. Analisis Perekonomian Nasional, dan Internasional. Jakarta: Mitra Wacana Media
Murniatmo, Gatot dkk.1989. Pola Pengusaan, Pemilikan dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta
Purba, Hasim dkk.2006. Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan Studi Kasus di Sumatera Utara. Medan : Cahaya Ilmu
Setiawan, Usep.2012. Kembali ke Agraria.Yogyakarta: STPN Press
Simanjuntak, BA.2015. Arti dan Fungsi Tanah bagi Masyarakat Batak Toba, Karo, Simalungun.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Simanjuntak, B. Antonius.2013. Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Simanjuntak, BA. 2011.Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah.Yogyakarta : Ombak
Sukirno, Sadono.2010. Mikroekonomi Teori Pengantar.Jakarta: Rajawali Press
Supardi.2011.Dasar-Dasar Ilmu Sosial.Yogyakarta: Ombak Tauchid ,Mochammad.2009. Masalah Agraria.Jakarta: Tjakrawala
Thalib, Hambali.2009. Sanksi Pemidanaan dalam Konflik Pertanahan (Kebijakan Alternatif Penyelesaian Konflik Pertanahan Di Luar Kodifikasi Hukum Pidana) Jakarta: Kencana Prenada Media Group