SKRIPSI
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAHAN
KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAMBI.
OLEH
NANCY MAYRISKI SIREGAR 090503267
PROGRAM STUDI STRATA-1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH,
DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA
DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI
JAMBI” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas
akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,
dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau
dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan
ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 2013
Yang Membuat Pernyataan,
ABSTRAK
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, TERHADAP BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAMBI.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Jambi.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik seperti analisis regresi linier, koefisien korelasi, uji t dan uji F. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan dan media internet. Data di peroleh melalui situs departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan,
Hasil membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan dan simultan terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi dengan Adjusted R2 menunjukkan bahwa 42,3% pengaruh yang diberikan oleh variabel independen, sisanya sebesar 57,7% pengaruh diberikan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah. Dengan demikian bagi pemerintah daerah diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk pelaksanaan kegiatan perencanaan aktivitas pembangunan daerah.
Variabel Independen yang digunakan pada penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan variabel dependennya adalah Belanja Daerah.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF LOCAL OWN REVENUE, GENERAL ALLOCATION FUND AND SPECIAL ALLOCATION FUND ON THE REGIONAL EXPENDITURE OF REGENCIES AND CITIES IN JAMBI PROVINCE.
The Purpose of this research is to find out and to analyze whether Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund influence the Regional Expenditure of Regencies and Cities in Jambi Province.
The analysis method that is used in this research is quantitative method with classic assumption and statistic analysis such as linier regression, correlation coefficient, t test and F test. The data collection technique used is from literatures and internet. The data are taken from the website of Financial Department of Republic Indonesia research are Local Own Revenue, General Alocasion Fund and Special Alocation Fund, and dependent variabel is Regional Expenditure.
The results prove that Local Own Revenue, General Alocation Fund and Special Alocation Fund significantly and simultaneously influence the Regional Expenditure of Regencies and Cities in Jambi Province with Adjusted R2 expressing that 42,3% of the influence is given by independent variable. The rest 57,7% of the influence is given by other variables is not mentioned in this research model. Partially the variable of Local Own Revenue and General Alocation Fund influence significantly the Regional Expenditure. Consequently, this research will be useful for Local Government to arrange their effective and efficient strategy and policy especially for implementation of local development planning activities.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah dan karunia-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan dan
kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus
Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi
Jambi”.
Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa
pengarahan, bimbingan, bantuan, dan kerja sama semua pihak yang telah turut
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Teristimewa kepada kedua
orangtua penulis, Effendi Siregar dan Tapi Masniari Hasibuan S.Pd., yang tak
pernah lelah memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus serta mendukung dan
mendoakan penulis sampai ke jenjang pendidikan ini. Juga kepada kakak dan adik
yang penulis sayangi, Nabillah Siregar, dan Nesha Ananta Siregar yang turut
memberikan semangat, dukungan serta doa yang tulus hingga saat ini.
Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebagai penghargaan
yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ac, Ak., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak., selaku Ketua
Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, MSi., Ak., selaku Ketua Program Studi S1
Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak., selaku Sekretaris Program
Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Rasdianto, MSi., Ak., selaku Dosen Pembimbing, yang tanpa lelah
memberikan arahan, bimbingan serta motivasi dalam menyelesaikan
pembuatan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Syamsul Bahri, TRB., MM., Ak., selaku Pembaca Penilai yang
telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam memberikan saran
dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Sahabat penulis yang saya sayangi, Ariansyah Paruhum Rangkuti serta Sahabat
dan teman seperjuangan penulis, Indah Permata Sari, Melisa Zuriani Hasibuan,
Desy Ira sari Siregar, Dian Rizki, Isrina Handayani Daulay dan Devi Tri Aldila
yang turut memotivasi dan mendukung penyelesaian skripsi ini. Sahabat saya
Desi Syahrani, Aprita Fatma Dwi, Nurhasanah Fazrin, Ria Susiyanti yang turut
memberikan semangat serta mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Teman-teman Akuntansi S1 Stambuk 2009, seluruh staf pegawai di Fakultas
Ekonomi serta pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu
persatu, terima kasih atas bantuan, motivasi, dukungan dan doanya dalam
penyelesaian skripsi ini.
Dengan segala keterbatasan kemampuan, penulis menyadari masih banyak
masukan serta saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis, peneliti selanjutnya, maupun pembaca pada umumnya.
Medan, 2013 Penulis
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ………. ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ……….. 1
1.2. Perumusan Masalah………... 10
1.3. Batasan Penelitian………. 11
1.4. Tujuan Penelitian………... 11
1.5. Manfaat Penelitian………. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1. Tinjauan Teoritis ... 13
2.1.1. Belanja Daerah ... 13
2.1.2. Pendapatan Asli Daerah ... 17
2.1.3. Dana Alokasi Umum ... 26
2.1.4. Dana Alokasi Khusus ... 30
2.2. Tinjauan Penelitian Tedahulu ... 30
2.3. Kerangka Konseptual……….. ... 36
2.4. Perumusan Hipotesis ... 38
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
3.1. Desain Penelitian ... 39
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39
3.2.1. Populasi ... 39
3.2.2. Sampel ... 39
3.3. Jenis dan Sumber Data ... 41
3.3.1. Jenis Data ... 41
3.3.2. Sumber Data ... 41
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 41
3.4.1. Teknik dokumentasi ... 41
3.4.2. Teknik studi pustaka ... 42
3.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 42
3.5.1. Variabel dependen……… ... 42
3.5.2.1. Pendapatan Asli Daerah……… . 43
3.5.2.2. Dana Alokasi Umum………... 43
3.5.2.3. Dana Alokasi Khusus ... 44
3.6. Metode Analisis Data ... 45
3.6.1. Pengujian Asumsi Klasik………. 46
3.6.2. Analisis Regresi Berganda ………. 49
3.6.3. Pengujian Hipotesis ………. 50
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1. Gambaran Umum Data Penelitian ... 53
4.2. Analisis Hasil Penelitian ... ... 55
4.3. Proses dan Hasil Analisis Data ... 57
4.3.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 57
4.3.1.1. Uji Normalitas ... 58
4.3.1.2. Uji Multikolinearitas ... 62
4.3.1.3. Uji Autokorelasi ... 63
4.3.1.4. Uji Heterokedastisitas ... 64
4.3.2. Hasil Analisis Regresi Berganda ... 66
4.3.3. Koefisien Determinasi (R2) ... 68
4.3.4. Pengujian Hipotesis ... 69
4.3.4.1. Uji t (Parsial) ... 69
4.3.4.2. Uji F (Simultan) ... 71
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75
5.1. Kesimpulan ... 75
5.2. Keterbatasan Penelitian ... 76
5.3. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1. Fomulasi Untuk Menghitung Besarnya DAU……….... 29
2.2. Hasil Dari Penelitian Terdahulu….…….………... 33
3.1. Data Populasi Dan Sampel………. 40
3.2. Defenisi Operasional Variabel…... 44
4.1. Sampel Data PAD, DAU, DAK ,Belanja Daerah... 54
4.2. Statistik Deskriptif... 56
4.3. Hasil Uji Normalitas Data ... 61
4.4. Hasil Uji Multikolinearitas... 62
4.5. Kriteria Pengambilan Keputusan... 63
4.6. Hasil Uji Autokorelasi... 64
4.7. Hasil Analisis Regresi Berganda... 66
4.8. Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi... 68
4.9. Hasil Uji t (Parsial)... 69
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1. Kerangka Konseptual...……… 36
4.1. Grafik Histogram …... 59
4.2. Normal Probability Plot …………... 60
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Laporan Realisasi PAD, DAU, DAK Tahun 2007-2011…82
2 Belanja Daerah 2008-2012………..84
3 Statistik Deskriptif………...85
4 Histogram………...85
4 Normal Probability Plot………...86
5 Uji Normalitas……….86
6 Uji Multikolinieritas………87
7 Uji AutoKorelasi……….…………87
8 Grafik Scatterplots………..88
9 Analisis Regresi Berganda………..88
10 Hasil Koefisien Detrminasi……….89
11 Hasil Uji t ………89
ABSTRAK
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, TERHADAP BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAMBI.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Jambi.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik seperti analisis regresi linier, koefisien korelasi, uji t dan uji F. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan dan media internet. Data di peroleh melalui situs departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan,
Hasil membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan dan simultan terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi dengan Adjusted R2 menunjukkan bahwa 42,3% pengaruh yang diberikan oleh variabel independen, sisanya sebesar 57,7% pengaruh diberikan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah. Dengan demikian bagi pemerintah daerah diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk pelaksanaan kegiatan perencanaan aktivitas pembangunan daerah.
Variabel Independen yang digunakan pada penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan variabel dependennya adalah Belanja Daerah.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF LOCAL OWN REVENUE, GENERAL ALLOCATION FUND AND SPECIAL ALLOCATION FUND ON THE REGIONAL EXPENDITURE OF REGENCIES AND CITIES IN JAMBI PROVINCE.
The Purpose of this research is to find out and to analyze whether Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund influence the Regional Expenditure of Regencies and Cities in Jambi Province.
The analysis method that is used in this research is quantitative method with classic assumption and statistic analysis such as linier regression, correlation coefficient, t test and F test. The data collection technique used is from literatures and internet. The data are taken from the website of Financial Department of Republic Indonesia research are Local Own Revenue, General Alocasion Fund and Special Alocation Fund, and dependent variabel is Regional Expenditure.
The results prove that Local Own Revenue, General Alocation Fund and Special Alocation Fund significantly and simultaneously influence the Regional Expenditure of Regencies and Cities in Jambi Province with Adjusted R2 expressing that 42,3% of the influence is given by independent variable. The rest 57,7% of the influence is given by other variables is not mentioned in this research model. Partially the variable of Local Own Revenue and General Alocation Fund influence significantly the Regional Expenditure. Consequently, this research will be useful for Local Government to arrange their effective and efficient strategy and policy especially for implementation of local development planning activities.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia
semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal. Salah satunya dengan dibuatnya ketetapan MPR yaitu
Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan landasan hukum bagi
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahaan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (yang kemudian direvisi dengan
Undang- Undang Nomor 32 dan Undang- Undang Nomor 33 tahun 2004)
sebagai dasar penyelenggaraan dari otonomi daerah.
Menurut Ulum (2008) :
Pada reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
menjadi suatu fenomena global. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan sistem
pengelolaan keuangan daerah mampu memberikan nuansa manajemen keuangan
yang lebih adil , rasional, transparan, partisipatif , akuntabilitas dan bertanggung
jawab. Aspek yang paling penting yaitu akuntabilitas dan transparansi dalam
pengelolaan pemerintah termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara maupun
daerah.
Akuntabilitas publik Menurut Mardiasmo (2002) adalah “ pemberian
informasi dan pengungkapan seluruh aktivitas dan kerja finansial Pemerintah
Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan ”. Pengamat ekonomi, pengamat
politik, investor, hingga rakyat mulai memperhatikan setiap kebijakan dalam
pengelolaan keuangan. Untuk mewujudkan transparansi telah dikeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2006 tentang Sistem informasi Keuangan
Daerah yang pada intinya pemerintah daerah wajib menyajikan informasi
keuangan daerah secara terbuka kepada masyarakat, konsekuensinya setiap
pemerintah daerah harus membangun sistem informasi keuangan daerah. Tuntutan
transparansi dan akuntabilitas publik begitu sering ditujukan kepada para manajer
pemerintah di daerah. Seiring dengan itu semua peraturan pemerintah 105 tahun
2000 juga mensyaratkan pertanggungjawaban keuangan dalam bentuk laporan
keuangan yaitu berupa Neraca Daerah, Arus Kas, dan Realisasi Anggaran, bagi
kepala daerah. Hal itu semua pada akhirnya menuntut kemampuan manajemen
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah diartikan sebagai rencana keuangan tahunan
Pemerintah Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 (dalam
Kawedar, dkk, 2008), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana
keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat berdasarkan teori Keyness, APBD merupakan salah satu mesin
pendorong ekonomi. Dan belanja daerah adalah belanja yang tertuang dalam
APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Peranan APBD sebagai pendorong
dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah
diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang
merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan
mandiri. Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan
manfaat pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas
agenda-agenda pembangunan tahunan.
APBD harus memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja,
standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen
kegiatan yang bersangkutan, serta bagian pendapatan APBD yang digunakan
untuk membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan
Unsur- Unsur APBD menurut Halim (2004 :15-16) adalah sebagai berikut:
1)Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
2)Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutup biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
3)Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4)Periode anggaran yang biasanya satu tahun.
Pesatnya pembangunan daerah yang menyangkut perkembangan kegiatan
fiskal yang membutuhkan alokasi dana dari pemerintah daerah mengakibatkan
pembiayaan pada pos belanja yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan membutuhkan tersedianya dana yang besar pula mentransferkan
dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan tersebut terdiri
dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian
daerah dari bagi hasil pajak pusat. Disamping Dana Perimbangan tersebut,
pemerintah daerah juga memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Pinjaman Daerah, maupun Lain-lain Penerimaan Daerah yang
sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada pemerintah
daerah.
Pembiayaan penyelenggaraan pemerintah berdasarkan asas desentralisasi
dilakukan atas beban APBD. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah
diberi kewenangan untuk memungut pajak/retribusi dan mengelola sumber daya
alam. Sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) dan Pinjaman Daerah, Dekonsentrasi dan
Daerah melalui APBD, sedangkan yang lain dikelola oleh Pemerintah Pusat
melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah ( Halim, 2009).
Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak,
juga menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam
mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik langsung maupun
tidak langsung, dibiayai dari dana perimbangan, terutama dana alokasi umum.
Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah
menggali dari Pendapatan Asli Daerah. Pungutan Pajak dan Retribusi Daerah
yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menurunkan kagiatan perekonomian,
yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah.
Disamping Dana Perimbangan, Pemerintah Daerah mempunyai sumber
pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pembiayaan, dan
Lain-lain Pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada
Pemerintah Daerah. Seharusnya Dana Transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan
digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan
pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah
seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.
Namun, pada praktiknya transfer dari Pemerintah Pusat merupakan sumber
pendanaan utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasi utamanya
sehari-hari, yang oleh Pemerintah Daerah “dilaporkan” di perhitungan APBD. Tujuan
kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan
publik minimum di seluruh negeri.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan
Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan
kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002). Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap
daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan di bidang industri dan
memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih
besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Karena itu terjadi
ketimpangan Pendapatan Asli Daerah. Disatu sisi ada daerah yang sangat kaya
karena memiliki Pendapatan Asli Daerah yang tinggi dan disisi lain ada daerah
yang tertinggal karena memiliki Pendapatan Asli Daerah yang rendah.
Menurut Halim (2009), “permasalahan yang dihadapi daerah pada umumnya
berkaitan dengan penggalian sumber-sumber Pajak dan Retribusi Daerah yang
merupakan salah satu komponen dari Pendapatan Asli Daerah masih belum
memberikan konstribusi signifikan terhadap penerimaan daerah secara
keseluruhan serta kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang
lemah”. Hal tersebut dapat mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat
berarti bagi daerah. Peranan Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai kebutuhan
pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari
10% hingga 50%. Sebagian besar wilayah Provinsi dapat membiayai kebutuhan
pengeluaran kurang dari 10%. Distribusi pajak antar daerah sangat timpang karena
dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi terjadi hal ini terjadi karena
adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis
(berdampak pada biaya relatif mahal) dan kemampuan masyarakat, sehingga
dapat mengakibatkan biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat
bervariasi.
Penentuan besarnya alokasi dana untuk suatu kegiatan terutama yang
dilaksanakan oleh unit-unit kerja daerah ditentukan dengan menggunakan data
tahun sebelumnya sebagai dasar dalam menyesuaikan besarnya penambahan atau
pengurangan dengan jumlah atau persentase tertentu tanpa dilakukan kajian yang
mendalam. Suatu unit kerja dalam mengajukan usulan program/proyek kurang
memperhatikan kenyataan yang sesungguhnya, yaitu kenyataan yang dapat
memprediksi kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya diperlukan. Unit-unit kerja
malah berlomba-lomba mengajukan usulan program / proyek
sebanyak-banyaknya dan menganggarkannya melebihi kebutuhan riil. Pengalokasian dana
yang hanya berdasarkan data tahun sebelumnya dengan pengajuan
program/proyek yang melebihi kebutuhan riil mengakibatkan kenaikan jumlah
Belanja Daerah. Besarnya alokasi anggaran belanja daerah tersebut ternyata tidak
didukung dengan alokasi pendapatan daerah sebagai sumber pendanaan bagi
belanja. Kondisi ini mengakibatkan defisit anggaran bagi pemerintah daerah itu
sendiri.
Menurut Darise (2009):
kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.
Permasalahan Dana Alokasi Umum terletak pada perbedaan cara pandang
antara pusat dan daerah tentang Dana Alokasi Umum. Bagi pusat, Dana Alokasi
Umum dijadikan instrument horizontal imbalance untuk pemerataan atau mengisi
fiscal gap. Bagi daerah, Dana Alokasi Umum dimaksudkan untuk mendukung kecukupan. Permasalahan timbul ketika daerah meminta Dana Alokasi Umum
sesuai kebutuhannya. Di sisi lain, alokasi Dana Alokasi Umum berdasarkan
kebutuhan daerah belum bisa dilakukan karena dasar perhitungan fiscal needs
tidak memadai ( terbatasnya data, belum ada standar pelayanan minimum
masing-masing daerah, dan sistem penganggaran yang belum berdasarkan pada standar
analisis belanja). Ditambah total pengeluaran anggaran khususnya APBD belum
mencerminkan kebutuhan sesungguhnya dan cenderung tidak efisien.
Menurut Ulum (2009) :
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana
Alokasi Khusus (DAK) dapat dikatakan sebagai faktor - faktor yang
mempengaruhi Belanja Daerah dikarenakan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan salah satu indikator yang berkaitan langsung dengan pembiayaan
Belanja Daerah, dan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sendiri
(provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana
pembangunan. Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus menjadi salah
satu komponen pendapatan pada APBD. Oleh karena itu faktor diatas termasuk
dalam anggaran pendapatan, yang kontribusinya mempengaruhi terhadap
pembiayaan belanja daerah.
Sumber-sumber Pendapatan Daerah yang diperoleh dan dipergunakan untuk
membiayai penyelenggaran urusan Pemerintah Daerah. Warsito, dkk (2008)
mengatakan “ bahwa Belanja Daerah dirinci menurut urusan Pemerintah daerah,
organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja”.
Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdiri
dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bidang
tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Belanja penyelenggaran urusan wajib diprioritaskan untuk
melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan
pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang
layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Dalam rangka memudahkan
penilaian kewajaran biaya suatu program atau kegiatan, belanja menurut
kelompok belanja terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung.
Menurut Halim (2009) belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak
memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan,
bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan Belanja
Langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan
program dan kegiatan yang meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa
serta Belanja Modal.
Fenomena umum yang dihadapi oleh sebagian besar pemerintahan daerah di
Indonesia dibidang keuangan daerah adalah relatif kecilnya peranan (kontribusi)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) didalam struktur Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Dengan kata lain peranan/kotribusi penerimaan yang
berasal dari Pemerintah pusat dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bagi hasil
pajak dan Bukan pajak, mendominasi susunan APBD.
Berdasarkan uraian latarbelakang yang dikemukakan diatas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Pengaruh Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah Pada
Pemerintahan Kabupaten Dan Kota di Provinsi Jambi.”
1.2. Perumusan Masalah
Dengan adanya otonomi daerah Pemerintah Kabupaten/Kota, maka
pengelolaan keuangan sepenuhnya berada ditangan pemerintah daerah itu sendiri
dan dituangkan dalam APBD yang menggambarkan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan. Salah satu
indikator penting adalah kemampuan dalam bidang keuangan yang tercermin
dalam pendapatan. Untuk itu dicari faktor-faktor yang diharapkan mempunyai
pembangunan yang merupakan unsur Belanja Daerah yaitu Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Berdasarkan perumusan
masalah tersebut, maka dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
“ apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap
Belanja Daerah pada pemerintahan kabupaten dan kota di Provinsi Jambi periode
2007-2011?”
1.3. Batasan Penelitian
Agar dapat terfokus dalam pembahasannya maka penelitian ini di batasi
pada masalah dalam penelitian adalah:
1. Pemerintahan Kabupaten dan kota yang secara konsisten melaporkan
laporan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Belanja Daerah di provinsi Jambi.
2. Data yang digunakan dalam penelitian ini hanya dalam periode 2007 - 2011.
1.4. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai pada
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis secara pengaruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus (DAK) berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Belanja Daerah
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara terperinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Manfaat bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai
pelatihan intelektual, mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi
konsep ilmiah khususnya ilmu akuntansi sektor publik.
2. Manfaat bagi pemerintah daerah, menjadi masukan bagi pemerintah daerah
dalam melakukan penyusunan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah
dan dapat digunakan sebagai masukan untuk mendukung pembuatan atau
kebijakan mengenai penganggaran.
3. Manfaat bagi akademisi, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah
wawasan di bidang akuntansi sektor publik.
4. Manfaat bagi masyarakat, menjadi dasar penentuan sikap dalam mendukung
pembangunan daerah.
5. Manfaat bagi peneliti selanjutnya, dijadikan sebagai referensi untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Belanja Daerah
Pengertian Belanja menurut PSAP No.2, Paragraf 7 (dalam Erlina dkk
,2008) adalah “ semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah
yang mengurangi saldo Anggaran lebih dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah”. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah
diubah dengan Permendagri Nomor 59 tahun 2007 dan perubahan kedua dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua.
“Belanja Daerah didefenisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih”. Istilah belanja terdapat dalam laporan
realisasi anggaran, karena dalam penyusunan laporan realisasi anggaran masih
menggunakan basis kas. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi
(jenis belanja), oganisasi dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokkan
belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktifitas.
Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang
standar akuntansi pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi:
1. Belanja Operasi. Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran untuk
kegiatan sehari-hari pemerintah pusat / daerah yang member manfaat jangka
a. Belanja pegawai,
b. Belanja barang,
c. Bunga,
d. Subsidi,
e. Hibah,
f. Bantuan sosial.
2. Belanja Modal. Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk
perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga
beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan
pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Belanja
Modal meliputi:
a. Belanja modal tanah,
b. Belanja modal peralatan dan mesin,
c. Belanja modal gedung dan bangunan,
d. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan,
e. Belanja modal aset tetap lainnya,
f. Belanja aset lainnya (aset tak berwujud)
3. Belanja Lain-lain/belanja Tak Terduga. Belanja lain-lain atau belanja tak
terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tida biasa
dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam,
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah
pusat/daerah.
4. Belanja Transfer. Belanja Transfer adalah pengeluaran anggaran dari entitas
pelaporan yang lebih tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah seperti
pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah provinsi ke kabupaten /kota
serta dana bagi hasil dari kabupaten/kota ke desa.
Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah
yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan adanya
perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang perubahan kedua, belanja dikelompokkan menjadi:
1. Belanja Langsung. Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan
terkait secara langsung dengan program dan kegiatan. Belanja Langsung
terdiri dari belanja:
a. Belanja pegawai,
b. Belanja barang dan jasa,
c. Belanja modal.
2. Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung merupakan belanja yang
dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan
kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja
a. Belanja pegawai,
b. Belanja bunga,
c. Belanja subsidi,
d. Belanja hibah,
e. Belanja bantuan sosial,
f. Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan
desa.
Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka
mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau
kabupeten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang
penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan
bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah
yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Daerah
yang diperoleh baik dari Pendapatan Asli Daerah maupun dari dana perimbangan
tentunya digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai Belanja Daerah.
Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keuangan
Republik Indonesia mengungkapkan bahwa pada dasarnya, pemerintahan daerah
memiliki peranan penting dalam pemberian pelayanan publik. Hal ini didasarkan
pada asumsi bahwa permintaan terhadap pelayanan publik dapat berbeda-beda
antar daerah. Sementara itu, Pemerintah Daerah juga memiliki yang paling dekat
permintaan dan kebutuhan pelayanan publik tersebut. Satu hal yang sangat
penting adalah bagaimana memutuskan untuk mendelegasikan tanggung jawab
pelayanan publik atau fungsi belanja pada berbagai tingkat pemerintahan.
Secara teoritis, terdapat dua pendekatan yang berbeda dalam pendelegasian
fungsi belanja, yaitu pendekatan “pengeluaran” dan pendekatan “pendapatan”.
Menurut pendekatan “pengeluaran”, kewenangan sebagai tanggung jawab antar
tingkat pemerintahan dirancang sedemikian rupa agar tidak saling timpang tindih.
Pendelegasian ditentukan berdasarkan kriteria yang bersifat obyektif, seperti
tingkat lokalitas dampak dari fungsi tertentu, pertimbangan keseragaman
kebijakan dan penyelenggaraan, kemampuan teknik dan manajerial pada
umumnya, pertimbangan faktor-faktor luar yang berkaitan dengan kewilayahan,
efiensi dan skala ekonomi, sedangkan menurut pendekatan “pendapatan” , sumber
pendapatan publik dialokasikan antar berbagai tingkat pemerintah yang
merupakan hasil dari tawar-menawar politik. Pertuakaran iklim politik sangat
mempengaruhi dalam pengalokasian sumber dana antar tingkat pemerintahan.
Selanjutnya, meskipun pertimbangan prinsip di atas relevan, namun kemampuan
daerah menajadi pertimbangan yang utama.
2.1.2.Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PengertianPendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1
angka 18 bahwa “Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut (PAD) adalah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Kebijakan keuangan daerah
diarahkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber utama
pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan
pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna
memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat
atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah
seharusnya dilihat dari perspektif yang lebih luas tidak hanya ditinjau dan segi
daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian
Indonesia. Pendapatan Asli Daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk
memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh
karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki
setiap daerah.
Menurut Mamesah (1995:30) menyatakan bahwa :
pendapatan daerah dalam hal ini pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah pada Kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah.
Penjelasan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 :
Dalam upaya memperbesar peran pemerintah daerah dalam pembangunan,
pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan
operasional rumah tangganya. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa
pendapatan daerah tidak dapat dipisahkan dengan Belanja Daerah, karena adanya
saling terkait dan merupakan satu alokasi anggaran yang disusun dan dibuat untuk
melancarkan roda pemerintahan daerah (Rozali, 2002). Sebagaimana halnya
dengan Negara, maka daerah dimana masing-masing pemerintah daerah
mempunyai fungsi dan tanggung jawab untuk meningkatkan kehidupan dan
kesejahteraan rakyat dengan jalan melaksanakan pembangunan disegala bidang
sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah bahwa “Pemerintah daerah berhak dan berwenang
menjalankan otonomi, seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”. (Pasal
10) Adanya hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan Kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, merupakan satu upaya untuk
meningkatkan peran pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi daerahnya
dengan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah secara efisien dan efektif
khususnya Pendapatan Asli Daerah sendiri.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah mengisyaratkan bahwa Pemerintah Daerah dalam mengurus rumah
tangganya sendiri diberikan sumber-sumber pedapatan atau penerimaan keuangan
pemerintah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan
makmur.
Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu:
1. Hasil pajak daerah;
Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah disamping
retribusi daerah. Pengertian pajak secara umum telah diajukan oleh para ahli,
misalnya Rochmad Sumitro (1998) yang merumuskannya “Pajak lokal atau pajak
daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti Provinsi,
Kotapraja, Kabupaten, dan sebagainya”. Sedangkan Siagian (1990)
merumuskannya sebagai, “pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan
dinyatakan sebagai pajak daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik”.
Dengan demikian ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan
seperti berikut:
a) Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah
sebagai pajak daerah;
b) Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;
c) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang
d) Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai
pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik;
Jenis Pajak Daerah dibagi menjadi dua yaitu:
A. Pajak Daerah Provinsi tingkat I yang terdiri dari:
1) Pajak Kendaraan Bermotor 5%
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 10%
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5%
B. Pajak Daerah Kabupaten/ Kota tingkat II yang terdiri dari:
1) Pajak Hotel dan Restoran 10%
2) Pajak Hiburan 35%
3) Pajak Reklame 25%
4) Pajak Penerangan Jalan 10%
5) Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 20%
6) Pajak Pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. 20%
Tarif pajak untuk daerah Tingkat I diatur dengan peraturan pemerintah dan
penetapannya seragam diseluruh Indonesia. Sedang untuk daerah Tingkat II,
selanjutnya ditetapkan oleh peraturan daerah masing-masing dan peraturan daerah
tentang pajak tidak dapat berlaku surut. Memperhatikan sumber Pendapatan Asli
Daerah sebagaimana tersebut diatas, terlihat sangat bervariasi.
Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah Retribusi Daerah.
Pengertian Retribusi Daerah dapat ditelusuri dari pendapat-pendapat para ahli,
misalnya Panitia Nasrun merumuskan retribusi daerah menurut Riwu (2005:171)
adalah pungutan daerah sebagal pembayaran pemakalan atau karena memperoleh
jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa
yang diberikan oleh daerah baik Iangsung maupun tidak Iangsung”.
Dari pendapat tersebut di atas dapat diikhtisarkan ciri-ciri pokok retribusi
daerah, yakni:
a) Retribusi dipungut oleh daerah;
b) Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang
Iangsung dapat ditunjuk;
c) Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau
mengenyam jasa yang disediakan daerah.
Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi:
1) Retribusi Jasa Umum, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan,
2) Retribusi Jasa Usaha, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan oleh
Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
disediakan oleh sektor swasta.
Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang dilepaskan
dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja
daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggungjawabkan sendiri.
Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu daripada
pendapatan daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian
merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula
mendirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan
daerah disamping tujuan utama untuk mempertinggi produksi, yang kesemua
kegiatan usahanya dititikberatkan kearah pembangunan daerah khususnya dan
pembangunan ekonomi nasional umumnya serta ketentraman dan kesenangan
kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur. walaupun
perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dapat
memberikan kontribusinya hagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dan
perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada profit (keuntungan), akan tetapi
justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum. Atau
dengan perkataan lain, perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus
tetap terjamin keseimbangannya, yakni fungsi sosial dan fungsi ekonomi.
Walaupun demikian hal ini tidak berarti bahwa perusahaan daerah tidak
dapat memberikan kontribusi maksimal bagi ketangguhan keuangan daerah.
Pemenuhan fungsi sosial oleh perusahaan daerah dan keharusan untuk mendapat
keuntungan yang memungkinkan perusahaan daerah dapat memberikan
sumbangan bagi pendapatan daerah, bukanlah dua pilihan dikotomis yang saling
dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi ekonominya sebagai badan
ekonomi yang bertujuan untuk mendapatkan laba/keuntungan. Hal ini dapat
berjalan apabila profesionalisme dalam pengelolaannya dapat diwujudkan (Riwu,
2005:188).
Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat penting dan
perlu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah.
Menurut Wayang mengenai perusahaan daerah sebagai berikut :
1) Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat :
a) Memberi jasa
b) Menyelenggarakan pemanfaatan umum
c) Memupuk pendapatan
2) Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan
daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan
mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja
menuju masyarakat yang adil dan makmur.
3) Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan
rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur
pokok-pokok pemerintahaan daerah.
4) Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan menguasai hajat
hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, meliputi:
a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b) Jasa giro;
c) Pendapatan bunga;
d) Keuntungan selisih nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing; dan
komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dan penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
Sedangkan menurut Rosalia (dalam Tjokroamidjojo (1984: 160)
sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah antara lain:
a) Dari pendapatan melalui pajak yang sepenuhnya diserahkan kepada
daerah atau yang bukan menjadi kewenangan pemajakan pemerintah
pusat dan masih ada potensinya di daerah;
b) Penerimaan dari jasa-jasa pelayanan daerah, misalnya retribusi, tarif
perizinan tertentu, dan lain-lain;
c) Pendapatan-pendapatan daerah yang diperoleh dari keuntungan
keuntungan perusahaan daerah, yaitu perusahaan yang mendapat modal
d) Penerimaan daerah dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah, dengan ini dimaksudkan sebagai bagian penerimaan pusat
dan kemudian diserahkan kepada daerah;
e) Pendapatan daerah karena pemberian subsidi secara langsung atau yang
penggunaannya ditentukan daerah tersebut;
f) Seiring terdapat pemberian bantuan dari pemerintah pusat yang bersifat
khusus karena keadaan tertentu. Di Indonesia hal ini disebut ganjaran;
g) Penerimaan-penerimaan daerah yang didapat dari pinjaman-pinjaman
yang dilakukan pemerintah daerah.
2.1.2.Dana Alokasi Umum (DAU)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut
DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah unuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Menurut Erlina dkk (2008), “Dana Alokasi Umum adalah sejumlah dana
yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di
Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan”. Dana Alokasi Umum
yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap
untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan
Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya kemampuan
keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu, tujuan transfer adalah mengurangi
kesenjangan keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertikal
Pusat-Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk
menciptakan stabilisasi aktifitas perekonomian di daerah. Transfer atau grants
dari Pempus secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yakni matching grant
dan non-matching grant. Kedua grants tersebut digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk memenuhi belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja rutin
adalah belanja yang sifatnya terus menerus untuk setiap tahun fiskal dan
umumnya tidak menghasilkan wujud fisik (contoh: belanja gaji dan honorarium
pegawai), sementara belanja pembangunan umumnya menghasilkan wujud fisik,
seperti jalan, jalan bebas hambatan (highway), jembatan, gedung, pengadaan
jaringan listrik dan air minum, dan sebagainya. Belanja pembangunan non-fisik
diantaranya mencakup pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pemeliharaan
keamanan masyarakat.
Yani (2008), mengungkapkan bahwa “Dana Alokasi Umum adalah dana
yang bersumber dari APBN yang dilakoasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk provinsi,
kabupaten/kota”. Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan
kebutuhan dan potensi daerah. Dana Aloksi Umum suatu daerah ditentukan atas
kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity) . Perubahan
dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menegaskan kembali mengenai
formula celah fiskal dan penambahan variabel (Dana Alokasi Umum). Alokasi
Dana Alokasi Umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan
fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi yang relatif kecil. Sebaliknya, daerah
yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh
alokasi (DAU) relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi
(DAU) sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.
Panggabean dkk (1999 dalam Leonard), berpendapat bahwa sistem
hubungan keuangan pusat adalah bagian dari sistem fiskal. Sebagai sebuah
instrumen, sistem hubungan keuangan pusat daerah berfungsi sebagai alat untuk
memberikan kepada pemerintah daerah sebagian dari penerimaan pajak nasional.
Hal itu dilakukan dengan cara transfer dari anggaran pemerintah pusat ke
anggaran pemerintah daerah. Dana Alokasi Umum dengan demikian merupakan
bagian dari mekanisme redistribusi yang karenanya prinsip keadilan harus
merupakan komponen terpenting dalam tujuan alokasi.
Prinsip dasar alokasi Dana Alokasi Umum terdiri dari:
1. Kecukupan (Adequacy)
2. Netral dan efisien (Neutrality and efficiency)
3. Akuntabilitas (Accountability)
4. Relevansi (Relevancy)
5. Keadilan (Equity)
7. Kesederhanaan (Simplicity)
Tabel 2.1.
Formulasi untuk menghitung besarnya DAU :
Besarnya DAU DAU untuk Provinsi DAU untuk Kabupaten dan
Kota
26% X APBN 10% X 26% X APBN 90% X (26% X APBN)
APBN DAU Suatu Provinsi=
Bobot untuk provinsi yang bersangkutan X DAU untuk Provinsi Bobot seluruh provinsi di Indonesia
APBN DAU Suatu Kabupaten dan Kota =
Bobot untuk Kabupatean / Kota yang bersangkutan X DAU untuk Kabupaten /Kota Bobot seluruh Kabupatean / Kota di Indonesia
Sumber: Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
Di dalam Pemerintahan Daerah terdapat Peraturan Daerah yang mengatur
Dana Alokasi Umum yaitu Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2004 tentang
bagaimana Pengelolaan Dana Alokasi Umum. Oleh karena itu, dalam pembuatan
rumus Dana Alokasi Umum harus memenuhi kaidah-kaidah dasar yang telah
dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Salah satu kaidah
yang terpenting adalah Bahwa Dana Alokasi Umum dialokasikan kepada daerah
dengan menggunakan bobot daerah itu sendiri harus dirumuskan dengan
menggunakan suatu formula yang didasarkan atas pertimbangan kebutuhan dan
2.1.3.Dana Alokasi Khusus (DAK)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut
DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional
Dana Alokasi Khusus merupakan alokasi dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kotatertentu dengan tujuan untuk
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintahan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional (Erlina,2012).
Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi
pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur
ekonomis yang panjang. Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat
membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu
untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun.
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan
perbandingan dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut :
Halim (2004) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota di
Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap
Belanja Pemerintah Daerah.
Prakosa (2004) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Asli Daerah terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah Provinsi
Jawa Tengah dan DIY). Penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya Belanja
Daerah dipengaruhi jumlah Dana Alokasi Umum yang diterima dari pemerintah
pusat. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum dan
Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah.
Sulistiawan (2005) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah dan menemukan bahwa Dana Alokasi
Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja
Daerah.
Maimunah (2006) melakukan penelitian tentang Flypaper Effect pada Dana
Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah
Kabupaten/Kota di Sumatera dan menemukan besarnya nilai Dana Alokasi Umum
dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah dan ada
Pengaruh flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan.
Maulida (2007) meneliti pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Asli Daerah terhadap prediksi Belanja Daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara terpisah dan
serentak berpengaruh terhadap prediksi Belanja Daerah.
Bawono (2008) yang meneliti tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum dan
Kabupaten/ Kota di Jawa Barat dan Banten). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum baik
secara serentak dan baik dengan lag ataupun tanpa lag mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Belanja Daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Puspita Sari (2009) menguji Pengaruh Dana
Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja
Langsung Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau. Ada tiga simpulan
yang merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu: Pertama, Dana
Alokasi Umum mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja
Langsung. Kedua, Pendapatan Asli Daerah secara parsial tidak mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Belanja Langsung secara parsial.
Ketiga, Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung.
Rahmawati (2010), Dalam Penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, terhadap Alokasi Belanja Daerah
(studi pada pemerintah kab/kota di Jawa Tengah). Hasil penelitian mendapatkan
bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap Alokasi Belanja Daerah. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat
ketergantungan Alokasi Belanja Daerah lebih dominan terhadap Pendapatan Asli
Daerah daripada Dana Alokasi Umum.
Setiawan (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Dana
Alokasi Umum, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah (studi
terdapat pengaruh yang signifikan antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Asli Daerah terhadap Belanja Daerah.
Secara ringkas, hasil penelitian dari peneliti-peneliti terdahulu dapat
[image:47.595.107.513.302.741.2]disajikan dalam Tabel 2.2. berikut :
Tabel 2.2.
Hasil dari Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitan Variabel yang
digunakan Hasil
1. Halim 2004 Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah (Studi Kasus Kab/Kota di Jawa dan Bali)
- Dana Alokasi Umum - Pendapatan Asli Daerah - Belanja Daerah Bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh Signifikan terhadap belanja pemerintah daerah. 2. Prakosa
2004
Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY)
- Dana Alokasi Umum (DAU) - Pendapatan Asli Daerah (PAD)
- Belanja Daerah Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah 3. Sulistiawan
(2005)
Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah
Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Pemerintah Daerah
4. Maimunah (2006)
Flypaper Effect Pada Dana Alokasi
Umum dan
Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/ Kota di Sumatera
-Dana Alokasi Umum
-Pendapatan Asli Daerah -Belanja Daerah
Besarnya nilai Dana Alokasi
Umum dan
Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja daerah dan ada Pengaruh flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan.
5. Maulida 2007 Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Prediksi Belanja Daerah
- Dana Alokasi Umum
- Pendapatan Asli Daerah - Belanja Daerah Bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara terpisah dan serentak berpengaruh terhadap Belanja Daerah
6. Bawono 2008
Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah (Studi pada Kab/Kota di Jawa Barat dan Banten
- Dana Alokasi Umum - Pendapatan Asli Daerah - Belanja Pemerintah Daerah Bahwa Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum baik secara serentak dan baik dengan lag ataupun tanpa lag mempunyai pengaruh yang signifikan
7. Sari 2009 Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau.
-Dana Alokasi Umum
-Pendapatan Asli Daerah -Belanja langsung
Dana Alokasi
Umum dan
Pendapatan Asli Daerah secara simultan Berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung. 8. Rahmawati
2010 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, terhadap alokasi belanja daerah (studi pada pemerintah
kab/kota di Jawa Tengah) -Pendapatan Asli Daerah (PAD), -Dana Alokasi Umum (DAU), dan -Belanja Daerah.
Dana Alokasi
Umum dan
Pendapatan Asli Daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja daerah. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat ketergantungan Alokasi Belanja Daerah lebih dominan terhadap Pendapatan Asli Daerah daripada Dana Alokasi Umum. 9. Setiawan
2010
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam
suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis
antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel independen dan variabel
dependen. Pada penelitian ini variabel independen adalah Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sedangkan variabel
dependen adalah Belanja Daerah.
Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
[image:50.595.129.490.401.654.2]berikut :
Gambar 2.1.
Kerangka Konseptual
Menurut Erlina (2008 : 38) kerangka teoritis adalah suatu model yang
menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting Pendapatan Asli Daerah
(X1)
Dana Alokasi Umum (X2)
Belanja Daerah (Y)
yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Hubungan yang dijelaskan
adalah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan juga jika ada
variabel yang lain yang menyertainya. Penyusunan APBD dilakukan dengan cara
menentukan perkiraaan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai
kegiataan-kegiataan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran
kemudian menentukan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. Pendapatan daerah yang
dikumpulkan pemerintah daerah baik yang berasal dari daerah itu sendiri (PAD)
maupun transfer berupa subsidi pemerintah pusat (DAU dan DAK) akan
digunakan untuk membiayai semua kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek
pemerintah daerah. Kenaikan pendapatan daerah juga akan mempengaruhi belanja
daerah.
Dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan
belanja daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dapat
dirumuskan dengan rumus sebagai berikut Y= C + I + S
Notasi Y dalam rumus diatas adalah merupakan pendapatan dalam
penelitian ini adalah (PAD, DAU, dan DAK) sedangkan C adalah Belanja Daerah
oleh karena itu apabila( PAD, DAU, dan DAK) naik maka Belanja Daerah juga
akan mengalami peningkatan.
Dan kerangka pemikiran tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa Dana
Alokasi Umum, dan Dana Aloksi Khusus yang berasal dan pemerintah pusat
sebagai Dana Perimbangan akan mempengaruhi Belanja Daerah selain itu juga
daerah sendiri akan mempengaruhi Belanja Daerah. Dengan demikian semakin
besar Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah
akan mampu membiayai Belanja Daerah.
2.3.1. Perumusan Hipotesis
Hipotesis menurut Erlina (2008:49) adalah “proporsi yang dirumuskan
dengan maksud untuk diuji secara empiris.” Proporsi adalah pernyataan yang
dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau
konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena.
Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)
berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Belanja Daerah pada
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan desain asosiatif kausal. Peneliti
menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana
Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah, dimana Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus merupakan variabel yang
mempengaruhi, sedangkan Belanja Daerah merupakan variabel yang dipengaruhi.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1.Populasi
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, sesuatu yang mempunyai
karakteristik tertentu. (Erlina, 2008:74). Adapun jumlah populasi dalam penelitian
ini sebanyak 11 kabupaten / kota dengan periode penelitian selama 5 tahun (2007
-2011).
3.2.2.Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk memperkirakan
karakteristik populasi (Erlina, 2008:74). Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik non-probability sampling dengan cara purposive sampling
yaitu “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.” (Erlina, 2008:83)
Adapun kriteria pengambilan sampel yang ditetapkan oleh peneliti adalah
1. Kabupaten/kota mempublikasikan laporan Realisasi APBD selama periode
pengamatan tahun 2007-2011 kepada Dirjen Perimbangan Keuangan
Daerah.
2. Kabupaten/kota yang mempunyai unsur variabel yang diteliti pada periode
tahun 2007-2011.
Yang memenuhi kriteria sebagai sampel sebanyak 7 x 5 tahun = 35 sampel.
Data yang digunakan adalah data sekunder bersumber dari dokumen Laporan
Realisasi APBD yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah
[image:54.595.111.517.449.736.2]melalu
Tabel 3.1.
Daftar Populasi dan Sampel Penelitian
No Kabupaten/
Kota
Kriteria Sampel
1 2
1. Kab.Batanghari Sampel 1
2. Kab.Bungo Sampel 2
3. Kab.Kerinci X -
4. Kab.Merangin Sampel 3
5. Kab.Muaro Jambi Sampel 4
6. Kab.Sarolangun Sampel 5
7. Kab.Tanjung Jabung Barat X -
8. Kab.Tanjung Jabung Timur X -
9. K