• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (Al2O3) 0, 10, DAN 15 WT% TERHADAP KARAKTERISTIK KONDUKTIVITAS LISTRIK DAN MIKROSTRUKTUR CORDIERITE (2MgO.2Al2O3.5SiO2) BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (Al2O3) 0, 10, DAN 15 WT% TERHADAP KARAKTERISTIK KONDUKTIVITAS LISTRIK DAN MIKROSTRUKTUR CORDIERITE (2MgO.2Al2O3.5SiO2) BERBASIS SILIKA SEKAM PADI"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ALUMINA (Al2O3) 0, 10, AND 15 WT% ON ELECTRICAL CONDUCTIVITY AND MICROSTRUCTURE OF CORDIERITE (2MgO.2Al2O3.5SiO2) BASED SILICA FROM RICE HUSK

By

Shella Windi Oktivianty

This study was carried out to investigate the effect of alumina on the physical characteristics, microstructure, and electrical conductivity of cordierite. Silica obtained from rice husk through sol-gel method, while alumina and magnesium were obtained from Sigma-Aldrich. Cordierite was synthesized by the solid state method and sintered at 1200°C. The measurement results revealed that the addition of alumina on cordierite reduced density, increased porosity, and decreased electrical conductivity. The Scanning Electron Microscopy (SEM) showed the irregular morphology of all samples. The porosity and aglomeration in cordierite were increased with addition of alumina. Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) results confirmed the presence of cordierite constituents and several impurities.

(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (Al2O3) 0, 10, DAN 15 WT% TERHADAP KARAKTERISTIK KONDUKTIVITAS LISTRIK DAN MIKROSTRUKTUR CORDIERITE (2MgO.2Al2O3.5SiO2) BERBASIS

SILIKA SEKAM PADI

Oleh

Shella Windi Oktivianty

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan alumina terhadap karakteristik fisis, mikrostruktur, dan konduktivitas listrik cordierite. Silika diperoleh dari sekam padi melalui metode sol-gel sedangkan alumina dan magnesium berasal dari Sigma-Aldrich. Cordierite disintesis melalui metode padatan dengan suhu sintering 1200oC. Hasil Pengukuran menunjukan bahwa penambahan alumina mengurangi densitas, menambah porositas, dan menurunkan nilai konduktivitas listrik sampel cordierite. Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan adanya bentuk yang tidak beraturan, pori yang semakin banyak dan aglomerasi yang semakin besar pada sampel dengan penambahan alumina. Hasil Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) mengkonfirmasi adanya unsur-unsur penyusun cordierite dan pengotor.

(3)

PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (Al2O3) 0, 10, DAN 15 WT% TERHADAP KARAKTERISTIK KONDUKTIVITAS LISTRIK DAN

MIKROSTRUKTUR CORDIERITE (2MgO.2Al2O3.5SiO2) BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

Oleh

SHELLA WINDI OKTIVIANTY

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Krsital Cordierite... 7

2. Diagram fasa sistem silika-alumina-magnesium oksida ... 8

3. Struktur kristal alumina (a) amorf (b) -Al2O3 ... 10

4. Skema perubahan struktur silika akibat perlakuan termal ... 13

5. Prinsip sintering (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering ... 15

6. Konstanta dielektrik keramik cordierite pada temperatur sintering yang berbeda ... 17

7. Aliran muatan dalam material ... 19

8. Batas nilai konduktivitas pada tingkat jenis material ... 21

9. Perangkat SEM ... 22

10. Skema interaksi antara pancaran elektron dan sampel. ... 23

11. Diagram alir pembuatan bubuk silika ... 32

12. Diagram alir pembuatan bubuk cordierite ... 33

13. Diagram alir pembuatan bubuk paduan cordierite-alumina ... 33

14. Diagram alir pembuatan dan krakterisasi sampel cordierite dengan penambahan alumina... 34

15. (a) Proses pemanasan sekam padi dengan larutan KOH 5% (b) Sol hasil ekstraksi sekam padi. ... 36

16. (a) gel silika sebelum dicuci (b) gel silika setelah dicuci. ... 37

(5)

iv

18. Bubuk cordierite ... 38 19. Bubuk paduan cordierite-alumina ... 38 20. (a) sampel sebelum disintering (b) sampel setelah disintering. ... 39 21. Perubahan (a) densitas (b) porositas cordierite

dengan penambahan alumina ... 39 22. Penyusutan sampel cordierite dengan penambahan alumina pada

suhu sintering 1200 ... 41 23. Hasil pengukuran konduktivitas listrik sampel C0, C10, dan C15

pada frekuensi 1, 10, dan 100 Hz ... 42 24. Mikrograf SEM sampel C0 dengan perbesaran yang berbeda:

(a) 1.000 (b) 5.000 (c) 10.000 ... 44 25. Mikrograf SEM sampel C10 dengan perbesaran yang berbeda:

(a) 1.000 (b) 5.000 (c) 10.000 ... 45 26. Mikrograf SEM sampel C15 dengan perbesaran yang berbeda:

(6)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Karakteristik Cordierite... 7

2. Karakteristik Alumina ... 10

3. Transformasi fase -Al2O3 ke fase -Al2O3 ... 11

4. Konstanta dielektrik dan perkembangan fase sampel ... 12

5. Fase kristal cordierite sinter padatan ... 16

6. Komposisi massa campuran cordierite dan alumina. ... 38

7. Presentase unsur dalam sampel C0 ... 49

8. Presentase unsur dalam sampel C10 ... 50

(7)

i

3. Pengaruh Alumina (Al2O3) terhadap Cordierite ... 11

(8)

ii III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 25

C. Prosedur Penelitian ... 26

1. Preparasi Sampel ... 26

2. Karakterisasi Sampel ... 28

D. Diagram Alir ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar ... 35

B. Hasil Ekstraksi Silika Sekam Padi ... 35

C. Hasil Paduan Cordierite-Alumina ... 37

D. Karakterisasi ... 39

1. Densitas dan Porositas ... 39

2. Penyusutan ... 41

3. Hasil Pengukuran Konduktivitas Listrik ... 42

4. Karakterisasi Sampel dengan SEM-EDS ... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA

(9)

PENGARUH PENAMBAHAN ALUMINA (Al2O3) 0, 10, DAN 15 WT% TERHADAP KARAKTERISTIK KONDUKTIVITAS LISTRIK DAN

MIKROSTRUKTUR CORDIERITE (2MgO.2Al2O3.5SiO2) BERBASIS SILIKA SEKAM PADI

(Skripsi)

Oleh

SHELLA WINDI OKTIVIANTY

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan perlindungan dan berkat kepada kita semua serta selalu memberi kekuatan dan hikmat sehingga penulis dapat menyelesaikn penelitian ini.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian berjudul “Pengaruh Penambahan Alumina (Al2O3) 0, 10, dan 15 wt% terhadap Karakteristik Konduktivitas Listrik dan Mikrostruktur Cordierite (2MgO.2Al2O3.5SiO2) Berbasis Silika Sekam Padi”, dan berisi paparan mengenai sifat fisik yang meliputi densitas, porositas dan penyusutan setelah sampel mengalami proses sintering.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk perbaikan di masa mendatang. Dalam penulisan skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam pengerjaan penelitian, pengambilan data dan penyelesaian skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

(11)

MOTO

“Lakukanlah dengan kesadaran bahwa Tuhan memperhatikanmu”

(Shella Windi Oktivianty)

"Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah

mereka menyukainya atau tidak" (Aldus Huxley)

“Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya”

(12)
(13)
(14)
(15)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini kepada:

“Kedua orangtuaku yang senantiasa mendukung dengan pengorbanan dan do’a yang tulus untuk keberhasilan anaknya”

“Keluarga besar, sahabat, dan pasangan yang mengasihiku”

(16)

SANWACANA

Dengan rasa syukur dan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Simon Sembiring, Ph.D selaku Pembimbing Pertama yang telah memberikan bimbingan dan bersedia meluangkan waktu selama penulis melakukan penelitian hingga penyusunan skripsi selesai.

2. Bapak Wasinton Simanjuntak, Ph.D selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si selaku Penguji yang telah memberikan arahan,

kritik, dan saran kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

4. Bapak Posman Manurung, Ph.D selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan nasehat dan motivasi.

5. Dr. Yanti Yulianti, selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung atas dukungan dalam proses akademik

6. Seluruh dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu melalui pengajaran dan nasehat.

(17)

7. Ibu, bapak, adik, dan keluarga besarku yang telah mendukung dan mendo’akan. Terimakasih untuk pengorbanan yang telah diberikan bagi penulis.

8. Kakak rohaniku, Rika Aritonang dan Ana Hariana yang telah memberikan pengajaran dan do’a untuk kebaikan penulis.

9. Abangku Gindo Sitindaon yang senantiasa mengingatkan, menyemangati, memotivasi, dan mendo’akan untuk kemajuan penulis.

10.Sahabat-sahabat DN3SU, POM MIPA, PERKANTAS, GKKD, dan GPI yang senantiasa memberikan dukungan dan do’a untuk penulis.

11. Kelompok kecil “The A” dan “Ezra” yang telah berkomitmen bertumbuh bersama, memberikan kasih, dukungan, dan do’a bagi penulis.

12.Teman-teman angkatan 2011, kakak dan adik tingkat Fisika, terimakasih untuk kebersamaan dan dukungan yang diberikan bagi penulis.

13.Seluruh pihak yang telah ikut serta membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepannya menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cordieritemerupakan jenis keramik oksida yang dibentuk dari tiga macam oksida yaitu magnesium oksida (MgO), alumina (Al2O3), dan silika (SiO2) dengan formula 2MgO.2Al2O3.5SiO2. Di alam cordierite dapat ditemukan pada batuan yang telah mengalami metamorfosis seperti batuan lumpur, batuan vulkanik dan batuan beku (Carey and Novrotsky, 1992). Jumlah cordierite tidak melimpah sehingga perlu dibuat dengan cara mencampur bahan-bahan sumber unsur penyusunnya.

(19)

2

(Al(NO3)3), tetraetil ortosilikat (Si(OC2H5)4) dan fumed silika, terbentuk -cordierite pada suhu 1300 .

Cordierite berpotensi untuk dikembangkan dalam berbagai aplikasi sebagai isolator listrik. Aplikasi cordierite sebagai bahan isolator dalam komponen listrik karena memiliki konstanta dielektrik yang rendah ( ), konduktivitas listrik yang rendah atau resistivitas yang tinggi ( cm) (Charles, 2001; Kurama and Kurama, 2006). Penambahan oksida tertentu seperti alumina, diperkenalkan dalam campuran cordierite untuk meningkatkan sifat isolator listrik dan sifat lainnya dari bahan (Avvakumov and Gusev, 1999; Salwa dkk, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Salwa dkk (2007) menunjukkan bahwa penambahan alumina 10-30% menurunkan konstanta dielektrik keramik-gelas cordierite dari batu basal. Konstanta dielektrik diketahui memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan konduktivitas listrik.

Senyawa dengan komposisi terbesar pembentuk cordierite adalah silika. Beberapa penelitian mensintesis cordierite menggunakan silika yang bersumber dari sekam padi (Kurama and Kurama, 2006; Naskar and Chatterjee, 2004). Silika sekam padi memiliki stabilitas termal yang tinggi hingga mencapai 1.414 dan bersifat amorf

(20)

3

Pencampuran silika sekam padi dengan mineral lain dapat menghasilkan jenis-jenis keramik yang berbeda, sesuai dengan mineral yang digunakan. Simanjuntak dkk (2013) membuat aluminosilikat dari silika sekam padi dan logam aluminium melalui metode elektrokimia. Penelitian lain mencampuran magnesium, aluminium nitrat hidrat dan sol silika dari sekam padi melalui metode sol-gel untuk menghasilkan keramik cordierite (Sembiring dkk, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan alumina (Al2O3) terhadap karakteristik konduktivitas listrik dan mikrostruktur cordierite (2MgO.2Al2O3.5SiO2) berbasis silika sekam padi. Sampel dibuat dengan mencampur bahan baku silika (SiO2) hasil ekstraksi dari sekam padi, MgO, dan Al2O3. Variasi penambahan alumina pada cordierite sebesar 0, 10, dan 15 wt%. Karakteristik konduktivitas listrik dianalisis dengan alat LCR, sedangkan karakteristik mikrostruktur dan komposisi sampel dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS). Selanjutnya dilakukan analisis sifat fisis yang meliputi pengukuran penyusutan, densitas, dan porositas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt% terhadap konduktivitas listrik cordierite.

(21)

4

3. Bagaimana kaitan antara sifat fisis (penyusutan, densitas, dan porositas), konduktivitas listrik, dan mikrostruktur cordierite dengan penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt%.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt% terhadap konduktivitas listrik cordierite.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt% terhadap mikrostruktur cordierite.

3. Untuk mengetahui kaitan antara sifat fisis (penyusutan, densitas, dan porositas), konduktivitas listrik, dan mikrostruktur cordierite dengan penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt%.

D. Batasan Masalah

Pada penelitian ini dilakukan pengujian dan pengamatan dengan penekanan sebagai berikut:

1. Silika dari sekam padi diekstraksi dengan larutan KOH 5% dan HCl 10%. 2. Keramik Cordierite disintesis dengan bahan dasar silika dari sekam padi,

magnesium oksida dan alumina.

(22)

5

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan referensi mengenai pengaruh penambahan alumina

terhadap cordierite.

2. Sebagai informasi mengenai sintesis cordierite dengan bahan utama silika sekam padi, magnesium oksida, dan alumina.

3. Sebagai bahan literatur mengenai karakteristik konduktivitas listrik dan mikrostruktur yang terjadi pada cordierite dengan penambahan alumina.

F. Sistematika Penulisan

BAB I. PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka memaparkan informasi ilmiah tentang cordierite, alumina, silika sekam padi, dan karakterisasi dalam penelitian.

BAB III. METODE PENELITIAN

Menjelaskan waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, serta metode penelitian. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menjelaskan tentang hasil analisa dan pembahasan tentang karakteristik konduktivitas listrik, mikrostruktur, penyusutan, densitas, dan porositas.

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Cordierite

1. Karakteristik Cordierite

Secara umum, cordierite alam mempunyai bentuk kimia 2MgO.2Al2O3.5SiO2. Cordierite dapat dibentuk dari tiga macam oksida MgO, Al2O3, dan SiO2 melalui reaksi padatan pada suhu sekitar 1100 -1200 (Charles, 2001). Reaksi pembentukan senyawa cordierite adalah sebagai berikut:

2MgO + 2Al2O3 + 5SiO2 2MgO.2 Al2O3.5SiO2 (Pardamean dkk, 2007).

Cordierite memiliki keunggulan yang bersumber dari oksida-oksida penyusunnya. Silika memiliki koefisien muai yang rendah, magnesium oksida meningkatkan kekerasan sedangkan alumina meningkatkan ketahanan terhadap kekuatan mekanik.

(24)

7

Tabel 1. Karakteristik Cordierite (Charles, 2001; Quakertown, 2007; dan Zhang .dkk, 2012).

Karakteristik Nilai

Warna Tak berwarna, putih, biru

muda, violet, kuning

Densitas 2,3-2,5 (g/cm3)

Kekerasan 7-7,5 (Mohs)

Kekuatan renggang 3,5-5,5 (kpsi)

Modulus elastisitas 12 x 106 (psi)

Dielectric strength 212 (AC Volt/mil)

Dielectric constant 9,3 (pada 1 MHz)

Volume Resistivitas >1014(Ohm-cm2/cm) Koefisien ekspansi termal 1,4 (x 10-6/ K) Konduktivitas termal 18 (W/moK) Hambatan jenis, (suhu ruang) 1012 Ohm cm

2. Struktur Cordierite

Struktur kristal merupakan susunan khas atom-atom dalam suatu kristal. Pada umumnya, semua logam dan bahan keramik memiliki bentuk struktur kristal seperti Al2O3, MgO, CaO, Fe (Surdia, 2000). Struktur kristal cordierite adalah ortorombik dengan parameter a b c dan (Smith, 1996) dan terbentuk dari unsur silikon (Si), oksigen (O), aluminium (Al) dan magnesium (Mg). Bentuk kristal cordierite ditunjukkan pada Gambar 1.

(25)

8

Cordierite terjadi dalam tiga bentuk polimorfik: (i) bentuk tidak teratur yang stabil pada suhu tinggi dikenal sebagai indialite ( -atau cordierite heksagonal), stabil di bawah 1450 , (ii) -cordierite disebut sebagai cordierite ortorombik, stabil antara 1450 dan titik leleh 1460 , dan (iii) -cordierite disebut sebagai fase cordierite metastabil, yang dapat dibuat hanya dalam kondisi khusus, suhu rendah memberikan instruksi bentuk ortorombik (Goren dkk, 2006). Cordierite merupakan salah satu fasa dalam diagram fasa sistem silika-alumina-magnesium oksida yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram fasa sistem silika-alumina-magnesium oksida (Sciencedirect, 2012).

3. Aplikasi Corderiete

(26)

9

(refraktori) untuk kelengkapan tungku pembakaran (Sijabat, 2007), sebagai filter gas buang (Sebayang dkk, 2007), dan sebagai penyangga katalis untuk filter gas beracun. Selain itu cordierite juga memiliki sifat isolator listrik yang baik sehingga dapat digunakan sebagai bahan penyangga heating element dan substrat elektronika. Paduan cordierite dengan bahan lain telah banyak diteliti untuk meningkatkan kualitas cordierite. Cannillo dkk (2003) membuat komposit cordierite-mullite dengan teknik tembakan cepat untuk meningkatkan sifat refraktori. Penelitian lain menambah alumina pada cordierite untuk meningkatkan sifat mekanik keramik cordierite (Sijabat, 2007).

B. Alumina

1. Karakteristik Alumina

(27)

10

Tabel 2. Karakteristik Alumina (Charles, 2001; Gernot, 1998; dan Buchanan, 1986).

Parameter Nilai

Densitas 2,9-3,1 gr/cm3

Hardness 1500-1800 kgf/mm2

Kuat tekan 230-350 MPa

Koefisien ekspansi termal 7-8 (10-6/ )

Modulus of repture 350 MPa

Konduktivitas termal (suhu kamar) 24-26 W/mK

Titik lebur 2050

Hambatan jenis, (suhu ruang) 1012-1014 Ohm cm

2. Struktur Alumina

Alumina mempunyai struktur kristal tumpukan padat heksagonal atau Heksagonal Closed Packed (HCP), bentuk struktur yang paling stabil pada suhu tinggi. Kation (Al+3) menempati 2/3 bagian dari sisipan oktahedral, sedangkan anion (O-2) menempati HCP. Bilangan koordinasi dari struktur korundum ( -Al2O3) adalah 6, maka tiap ion Al+3 dikelilingi 6 ion O-2 dan tiap ion O-2 dikelilingi oleh 4 ion Al+3 untuk mencapai muatan yang netral (Worral, 1986). Struktur kristal alumina diperlihatkan pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3. Struktur kristal alumina (a) amorf (b) -Al2O3 (NPG Asia Materials,

(28)

11

Alumina bersifat polimorfi yaitu memiliki beberapa bentuk struktur kristal tetapi dengan formula yang sama Al2O3.. Macam dari alumina antara lain: -Al2O3, -Al2O3 dan -Al2O3 (Sijabat, 2007). Bentuk alumina yang paling umum dan stabil adalah korundum atau -Al2O3 (Timmings, 1991). Transformasi fase alumina ditunjukkan pada Tabel 3. berukuran mikro dengan derajat hubungan porositas yang tinggi. Perubahan bentuk termasuk irreversible dan bentuk -polymorph-nya stabil dengan titik lebur 2050 (Junita, 2011).

3. Pengaruh Alumina (Al2O3) terhadap Cordierite

(29)

12

Penambahan alumina juga mempengaruhi sifat listrik cordierite, dimana terjadi penurunan konstanta dielektrik seiring dengan penambahan alumina. Konstanta dielektrik pada suhu ruang dari sampel dan perkembangan fase diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Konstanta dielektrik dan perkembangan fase sampel (Salwa dkk, 2007). Penambahan

Li dkk (2014) membuat cordierite dengan variasi mol alumina pada suhu 1200 . Terjadi kenaikan densitas dan penyusutan serta penurunan porositas seiring dengan berkurangnya mol alumina pada cordeirite. Cordierite merupakan fasa dominan dan muncul fasa lain seperti sapphirine dan mullite. Penelitian lain oleh Goren dkk (2006) membuat cordierite dengan bahan -alumina pada suhu 1200 . Hasil XRD menunjukkan adanya fasa -cordierite, spinel, corundum,

cristobalite, dan protoenstatite.

C. Silika Sekam Padi

(30)

13

suhu tinggi tidak menghilangkan silika silinder karena tidak dipengaruhi oleh proses gasifikasi dan akan terbentuk pori setelah senyawa organiknya mengalami pirolisis. Struktur mikro hasil perlakuan suhu tinggi pada silika sekam padi akan mengakibatkan penampang lintangnya memiliki lubang pori seragam yang berarti silika sekam padi melindungi struktur geometrinya selama proses pemanasan atau pembakaran (Bharadwaj dkk, 2004; Sembiring dan Karo-Karo, 2008). Perlakuan termal menyebabkan perubahan struktur silika yang ditunjukkan oleh skema pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema perubahan struktur silika akibat perlakuan termal (Worral, 1986).

Keungggulan lain dari silika sekam padi adalah bersifat amorf sehingga memiliki reaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan silika kristal (Beltran dkk, 2006), menyebabkan mudah bereaksi (panzolane) dengan senyawa lain untuk membentuk berbagai produk.

(31)

14

melalui reaksi dengan basa kuat yang mengandung unsur alkali seperti KOH dan NaOH. Silika yang diperoleh melalui metode ekstraksi alkalis berupa larutan sol yang merupakan fase amorf. Kelarutan silika amorf yang besar dalam larutan alkalis dan pengendapan silika terlarut menggunkan asam, seperti asam klorida (HCl), asam sitrat (C6H8O7) dan asam oksalat (H2C2O4) (Kalaphaty dkk, 2000) menjadi dasar metode ekstraksi. Suka dkk (2008) melakukan penelitian untuk memperoleh silika menggunakan metode ekstraksi alkalis dengan larutan KOH kosentrasi 5%. Dari penelitian tersebut dihasilkan silika dengan ukuran butir yang lebih halus dan seragam serta tingkat kemurniannya lebih tinggi.

D. Sintering

1. Proses Sintering

(32)

15

Gambar 5. Prinsip sintering (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering (Vlack, 1991).

Terdapat tiga tahapan dalam proses sintering yaitu tahap awal, tahap intermedier, dan tahap akhir. Secara mikrostruktural pada keadaan awal terdapat pemuaian, belum terjadi proses sintering dan susunan patikel tidak berubah. Selain itu, terjadi penyusunan kembali (rearrangement) yaitu sedikit gerakan atau rotasi partikel untuk mempertinggi jumlah kontak antar partikel dan pembentukan kaitan antar butir (neck). Pada tahap intermedier ukuran kaitan antar butir tumbuh dan porositasnya menurun dikarenakan partikel-partikel saling mendekat. Pertumbuhan butir (grain growth) mulai terjadi pada tahap ini, terbentuk pori yang berbentuk pipa, jarak antar butir semakin dekat dan terjadi penyusutan. Tahap akhir ditandai dengan perubahan pori dari bentuk pipa menjadi bulat, ukuran butir meningkat dan laju penyusutan pori lebih kecil.

2. Sintering pada Cordierite

(33)

16

cordierite yang terbuat dari abu sekam padi akan terbentuk seiring kenaikan suhu sintering 1400 yang diawali dengan pembentukan fase cristobalit pada suhu 400 dan 600 dan fase spinel pada suhu 800 . Dordevi dan Jovani (2008) melaporkan jumlah -cordierite meningkat seiring dengan peningkatan suhu sintering, dan gradien tertinggi antara 1100-1300 . Tabel 5 berikut ini menunjukkan pengaruh temperatur sintering terhadap pembentukan fase cordierite.

Tabel 5. Fase kristal cordierite sinter padatan (Suzuki dkk, 1992).

Temperatur Sintering ( ) Fase Cordierite

900 -Cordierite

1000 -Cordierite > -cordierite

1100 -Cordierite > -cordierite

1200 -Cordierite

1300 -Cordierite

1400 -Cordierite

1450 -Cordierite

(34)

17

Gambar 6. Konstanta dielektrik keramik cordierite pada temperatur sintering yang berbeda (Suzuki dkk, 1992).

Penyusutan (shrinkage) merupakan persen pengurangan massa sampel sebelum disintering (Mo) terhadap sampel yang telah disintering (M). Penyusutan pada sampel terjadi akibat perubahan densitas dari temperatur proses ke tempertur ruang yang ditandai dengan berkurangnya massa, volum, dan dimensi. Penyusutan dipengaruhi oleh faktor pembentukan, lama pembakaran (sintering), ukuran butiran, dan komposisi sampel. Untuk mengukur penyusutan digunakan persamaan berikut:

S = x 100% (1)

dimana:

S = Penyusutan (%)

Mo = Massa pelet sebelum disintering (gram) M = Massa pelet sesudah disintering (gram)

E. Karakterisasi

(35)

18

2. Densitas dan Porositas

Densitas merupakan jumlah massa persatuan volum yang menunjukkan nilai kerapatan suatu bahan. Densitas terjadi akibat perpindahan partikel ketika partikel mengalami pertumbuhan butir dan perubahan bentuk butiran. Penyusutan akan terjadi ketika slip cairan antara partikel dan peningkatan tekanan pada titik kontak yang menyebabkan material menjauh dari daerah kontak dan memaksa pusat partikel untuk mendekat satu sama lain (Kingery dkk,1976).

(36)

19

Wb = berat sampel basah (gr) Wj-Wb = berat benda yang hilang (gr)

= porositas (%) untuk air = 1 g/cm3

3. Konduktivitas Listrik

Konduktivitas adalah kemampuan dari suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini dilakukan oleh kation dan anion, sedangkan dalam logam dilakukan oleh elektron. Pada ujung-ujung sebuah konduktor yang potensial listriknya berbeda, muatan-muatannya akan berpindah, menghasilkan arus listrik. Secara matematis, konduktivitas didefinisikan sebagai:

= . (4)

Dimana merupakan rapat arus yang mempunyai kerapatan pada pembawa muatan yang bergerak , tiap pembawa muatan terdapat dalam sebuah medan listrik . Pembawa muatan mengalami sebuah paksaan yang menyebabkan pergerakan yang cepat dengan kecepatan aliran v. Aliran muatan dalam suatu material diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Aliran muatan dalam material (Moulson and Habert, 2003).

(37)

20

Semua pembawa muatan terkandung dalam badan material pada luas penampang A yang akan terus bergerak sampai akhir permukaan, maka rapat arus

dinyatakan sebagai:

v (5)

Jika aliran kecepatan muatan sebanding dengan gaya gerak, maka:

v (6)

dimana adalah besarnya aliran kecepatan persatuan medan listrik dan disebut sebagai mobilitas. Dari persamaan 5 dan 6 maka diperoleh:

(7)

Dimana (8)

yang merupakan konduktivitas material.

Konduktivitas listrik merupakan sifat material yang berbanding terbalik dengan resistivitas listrik .

= (9)

Konduktivitas listrik memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan konstanta dielektrik dalam persamaan berikut:

(10)

Dimana I,

,

dan Q berturut-turut adalah kuat arus (Ampere), konstanta dielektrik, permitivitas vacum (8,85 x 10-12 F/m), dan jumlah muatan listrik (Coloumb).

(38)

21

Gambar 8. Batas nilai konduktivitas pada tingkat jenis material (Moulson and Herbert, 2003).

Konduktivitas listrik sampel dapat diukur menggunakan LCR. Pengukuran menggunakan LCR menampilkan nilai resistansi masing-masing sampel. Berdasarkan nilai resistansi, ketebalan sampel dan luas penampang maka dapat dihitung besar nilai konduktivitas listrik dengan persamaan sebagai berikut:

(11) Dimana: σ adalah konduktivitas ionik (S/cm), A adalah luas penampang sampel (cm2) dan L adalah tebal pelet (cm).

Nilai yang didapat dari pengukuruan sampel dengan LCR meter pada penelitian ini berupa konduktivitas AC yang dipengaruhi oleh perubahan frekuensi. Ketergantungan konduktivitas terhadap frekuensi dikenal sebagai Universal Frequency Response. Salah satu model persamaan yang dapat digunakan adalah:

(12)

(39)

22

3. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengamati dan menganalisis struktur mikro dan morfologi berbagai material seperti keramik, komposit, dan polimer. Prisip kerja SEM sama dengan mikroskop optik namun memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan miksoskop optik. SEM dam mikroskop optik memiliki perbedaan utama dimana untuk sumber energi, mikroskop optik memanfaatkan energi cahaya sedangkan SEM menggunakan berkas elektron.

Penggunaan elektron sebagai sumber energi pada SEM menghasilkan resolusi dan kedalaman fokus yang lebih tinggi dibandingkan mikroskop optik. Oleh karena resolusi SEM yang tinggi, tekstur, topografi, dan morfologi serta tampilan permukaan suatu sampel dapat terlihat dalam ukuran mikron. Selain itu, SEM juga memberikan informasi dalam skala atomik dari suatu sampel. Daya pisah SEM berkisar 0,5 nm dengan perbesaran maksimum sampai 500.000 kali (Griffin and Riessen, 1991). Perangkat SEM diperlihatkan pada Gambar 9.

(40)

23

Pada tahun 1942 SEM mulai dikembangkan dan bagian-bagiannya terdiri dari penembak elektron (electron gun), tiga lensa elektrostatik, kumparan pengulas elektromagnetik yang terletak diantara lensa kedua dan ketiga, dan tabung foto multifier sebagai pendeteksi cahaya pada layar phospor. Pemanasan filamen menghasilkan elektron yang kemudian dikumpulkan oleh lensa kondensor elektromagnetik dan difokuskan oleh lensa objektif. Tumbukan elektron terhadap sampel karena dipercepat medan listrik menghasilkan pantulan elektron sekunder yang dideteksi dan dikuatkan oleh tabung multiplifier. Sinyal yang dihasilkan kemudian ditransmisikan ke dalam monitor komputer untuk menampilkan hasil dalam bentuk gambar (mikrograf).

Elektron kehilangan energi pada saat bertumbukan dengan material akibat hamburan dan adsorpsi pada daerah interaksi. Kedalaman daerah interaksi 100 nm sampai 2 m menghasilkan radiasi emisi yang meliputi backscatter elektron dan elektron sekunder. Interaksi radiasi yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 10.

(41)

24

SEM dilengkapi dengan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) yang dapat digunakan untuk menentukan unsur dan komposisi kimia dari suatu material dengan memanfaatkan backscattered electron (BSE). BSE dihasilkan dari pancaran elektron dengan inti yang menyebabkan adanya interaksi elektron. Analisis visual mikrograf pada warna yang lebih terang menunjukkan unsur kimia yang memiliki nomor atom lebih besar sementara warna gelap menunjukkan unsur dengan nomor atom lebih rendah.

(42)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di Laboratorium Fisika Material Universitas Lampung, Laboratorium Kimia Instrumentasi Universitas Lampung, Laboratorium SMK SMTIN Bandar Lampung. Uji dan karakterisasi sampel dilakukan di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung dan Laboratorium Gedung 42 BATAN Puspitek Serpong.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

Sekam padi, larutan KOH 5%, larutan HCl 10%, aquades, alkohol 70%,

Magnesium Oxide (MgO) Sigma-Aldrich product of Israel (63093-250G-F) dan Aluminium Oxide (Al2O3) Sigma-Aldrich product of Germany (11028-500G).

2. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

(43)

26

C. Prosedur Penelitian

1. Preparasi Sampel

Preparasi sampel pada penelitian ini meliputi preparasi sekam padi, ekstraksi silika dari sekam padi, pembuatan bubuk cordierite, pembuatan bubuk cordierite dengan variasi penambahan alumina, dan pembentukan pelet.

a. Ekstraksi silika dari sekam padi

Sebelum digunakan sekam padi dicuci terlebih dahulu menggunakan air hingga bersih dan direndam selama 1 jam. Sekam padi yang terapung dibuang dan diambil yang tenggelam kemudian direndam dalam air panas selama 6 jam. Setelah perendaman, sekam padi ditiriskan dan dijemur di bawah sinar matahari sampai benar-benar kering. Sekam yang telah dicuci dan dikeringkan kemudian diekstraksi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Sekam padi sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambah larutan KOH 5% sebanyak 500 ml sesuai dengan prosedur sebelumnya (Suka dkk, 2008; Daifullah dkk, 2006) hingga sekam terendam seluruhnya. Campuran sekam padi dan larutan KOH dididihkan pada suhu 100 menggunakan kompor listrik dengan daya 600 Watt selama 30 menit sambil terus diaduk agar pemanasan merata dan busa tidak tumpah. Setelah uap panasnya hilang, ampas sekam padi dipisahkan dari ekstrak sekam menggunakan corong

(44)

27

memperoleh gel silika. Gel yang telah didapat diaging selama 24 jam kemudian dicuci menggunakan larutan pemutih dan dibilas dengan air hangat sampai berwarna putih bersih dan tidak berbau. Langkah selanjutnya adalah mengeringkan gel menggunakan oven pada suhu 110 selama 7 jam, gel kering kemudian digerus menggunakan mortar sampai halus. Bubuk halus silika dioven kembali pada suhu 110 selama 3 jam. Bubuk silika yang telah dikalsinasi diayak untuk mendapatkan ukuran yang homogen.

b. Pembuatan bubuk cordierite

Pembuatan bubuk cordierite dimulai dengan menimbang bahan baku MgO, Al2O3 dan SiO2 dengan perbandingan mol 2 : 2 : 5 atau perbandingan persen massa 14 : 35 : 51. Komposisi bahan baku yang telah ditimbang kemudian dicampur dan diaduk menggunakan mortar selama 3 jam. Bubuk cordierite kemudian diayak menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 63 m agar ukuran butir cordierite menjadi homogen.

c. Pembuatan cordierite dengan penambahan alumina

(45)

28

bubuk. Bubuk hasil penggerusan diayak menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 63 m untuk mendapatkan paduan cordierite-alumina yang homogen.

d. Pencetakan pelet

Bubuk paduan cordierite-alumina dengan variasi 0, 10, dan 15 wt% masing-masing ditimbang sebanyak 2 gram. Bubuk yang telah ditimbang kemudian dioven pada suhu 110 sampai benar-benar kering. Bubuk hasil pengovenan tersebut langsung dituang dalam cetakan pelet yang terbuat dari stainless steel lalu dicetak menggunakan alat press dengan tekanan 50 ton untuk menghasilkan pelet.

e. Sintering

Pelet ditata di dalam cawan tahan panas dari bahan kuarsa kemudian dimasukkan ke dalam tungku furnace. Pembakaran pelet untuk proses sintering dilakukan pada suhu 1200 dengan kenaikan suhu 5 /menit. Setelah mencapai suhu 1200 dilakukan penahanan selama 3 jam.

2. Karakterisasi Sampel

(46)

29

a. Penyusutan

Pengukuran penyusutan pada sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Menyiapkan sampel C0, C10, dan C15.

2. Menimbang massa sampel C0, C10, dan C15 sebelum dan sesudah proses sintering.

3. Menghitung besarnya penyusutan dengan persamaan (1).

b. Densitas dan Porositas

Uji densitas dan porositas dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu menggunakan prinsip Archimedes dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyiapkan sampel C0, C10 dan C15

2. Menimbang sampel dengan neraca digital dalam keadaan kering untuk menentukan berat sampel kering (Wk) dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.

3. Menyiapkan beaker glass yang diisi air, kemudian memasukkan sampel paduan cordierite-alumina ke dalamnya dan merebus sampel tersebut selama 5 jam.

4. Sampel hasil perebusan didiamkan selama 24 jam agar sampel menjadi jenuh.

5. Setelah dijenuhkan selama 24 jam, sampel dilap dengan tissue dan dilakukan penimbangan untuk memperoleh berat sampel jenuh (Wj). Melakukan pengulangan penimbangan sebanyak tiga kali.

(47)

30

memperoleh berat sampel basah (Wb). Melakukan pengulangan penimbangan sebanyak tiga kali.

7. Melakukan perhitungan densitas dan porositas dari data yang telah diperoleh menggunakan Persamaan (2) dan (3).

c. Konduktivitas Listrik

Untuk mengetahui nilai konduktivitas listrik sampel dilakukan pengukuran konduktivitas listrik menggunakan LCR. Langkah-langkah pengukuran adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan sampel C0, C10, dan C15

2. Menyiapkan perangkat pengukuran konduktivitas listrik dengan program LCR pada komputer dan LCR tester dalam kondisi hidup.

3. Memasang sampel yang akan diukur konduktivitas listriknya pada sample hoolder.

4. Memasang kabel dari perangkat LCR tester yang terhubung langsung pada komputer dengan dua elektroda di kedua sisi sample hoolder.

5. Menjalankan program LCR pada frekuensi listrik yang diinginkan.

6. Mengambil data berupa nilai konduktivitas listrik dan grafik hubungan antara frekuensi listrik dengan konduktivitas listrik.

d. SEM-EDS

(48)

31

1. Menyiapkan sampel C0, C10, dan C15 yang telah mengalami proses pemolesan (polishing) dan pembersihan.

2. Menaruh sampel pada specimen holder dengan menggunakan double sticky tip dan mengatur posisi sampel.

3. Memberikan lapisan tipis (coating) dengan emas (Au) menggunakan mesin ion sputter.

4. Memasukkan sampel ke dalam specimen chamber untuk melakukan observasi pada spesimen uji sebelum dilakukan pemotretan.

5. Pemotretan dilakukan dengan perbesaran 1.000, 5.000, dan 10.000.

6. Diperoleh hasil pemotretan berupa gambar SEM yang kemudian dianalisis struktur mikronya.

7. Menentukan pengambilan titik yang akan ditembak EDS dengan hasil gambar SEM yang diperoleh. Hasil dari EDS yaitu tampilan grafik presentase berupa (mass%) dan (atom%) dari unsur yang terkandung didalam bahan.

(49)

32

D. Diagram Alir

Proses ekstraksi silika dai sekam padi ditunjukkan oleh diagram alir pada Gambar 11.

Gambar 11. Diagram alir pembuatan bubuk silika. Sekam padi

Sol

Gel Silika

Padatan Silika

Bubuk silika (SiO2)

-direbus dalam larutan KOH 5% -disaring

-diaging 24 jam

-ditetesi larutan HCl 10%

-diaging 24 jam

-dicuci menggunakan pemutih -ditiriskan

-dioven 7 jam pada suhu 110oC

-digerus sampai halus

(50)

33

Pembuatan bubuk codierite ditunjukkan oleh diagam alir pada Gambar 12.

Gambar 12. Diagram alir pembuatan bubuk cordierite.

Proses pembuatan bubuk codierite dengan penambahan alumina ditunjukkan oleh diagam alir pada Gambar 13.

Gambar 13. Diagram alir pembuatan bubuk paduan cordierite-alumina. 2MgO.2Al2O3.5SiO2 + Al2O3

Paduan Cordierite-Alumina

-ditimbang dengan komposisisi variasi penambahan Al2O3 0,10, dan 15 wt% -distrirrer dalam larutan alkohol 70%

selama 4 jam

-disaring dan ditiriskan

Bubuk paduan Cordierite-Alumina

-dioven 3 jam pada suhu 70oC -digerus sampai halus

(51)

34

Pembuatan sampel codierite dengan penambahan alumina dalam bentuk pelet hingga proses karakterisasi ditunjukkan oleh diagam alir pada Gambar 14.

Gambar 14. Diagram alir pembuatan dan karakterisasi sampel cordierite dengan penambahan alumina.

Bubuk paduan Cordierite-Alumina

Pelet Paduan Cordierite-Alumina

-ditimbang masing-masing 2 gram -dioven 2 jam pada suhu 110oC

-dicetak dengan alat pess pada tekanan 50 ton

Data uji dan karakterisasi

-diukur densitas, porositas, penyusutan dan konduktivitas listrik

-dikarakterisasi menggunakan SEM-EDS

(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt% menyebabkan penurunan densitas dan penyusutan serta peningkatan porositas pada cordierite.

2. Frekuensi listrik memiliki hubungan yang berbanding lurus terhadap konduktivitas listrik cordierite dengan penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt%. 3. Penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt% pada cordierite menyebabkan penurunan konduktivitas listrik pada frekuensi pengukuran 1, 10, dan 100 Hz. 4. Penambahan alumina 0, 10, dan 15 wt% pada cordierite menghasilkan

mikrostruktur yang tidak homogen, memperbesar pori, dan aglomerasi.

B. Saran

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Australian Standards. 1989. Refractories and Refractory Material Physical Test Method. 5: The Determination of Density, Porosity, and Water Absorbtion.

Standard Australian.

Avvakumov, E.G. and Gusev, A.A. 1999. Cordierite as a Promising Ceramic Material. Inorganic Materials. 37: 868-869.

Beltran, E. L., Prene, P., Boscher, C., Belleville, P., Buvat, P., Lambert, S., Guillet, F., Boissie’re, C., Grosso, D., and Sanches, C. 2006. Nanostructure Hybrid Solar Cells Based on Self-assembled Mesoporous Titania Thin Films. Journal Chemistry of Material. 18: 6152-6165.

Bharadwaj, A., Wang. Y., Sridhar, S., and Arunachalam V.S. 2004. Pyrolysis of Rice Husk. Current Science. 87: 981-986.

Biasseto, Lisa. 2005. Functional Ceramic Foam from Preceramic Polymers. (Tesis). Universitàs Bologna.

Buchanan, R.C. 1986. Ceramic Materials for Electronics, Processing, Properties, and Aplications. Marcel Bekker Inc. New York.

Cannillo, V., Leonelli, C., Montorsi, M., and Romagnoli, P. 2003. Veronesi. Experimental Results dan Numerical Modelling of the Fracture Behavior of Ceramic Refractory Plates. Tile and Brick Int.5: 324-327.

Carey, J.W and Novrotsky, A. 1992. The Mollar Enthalpy of Dehydration of Cordierite. American Minerologist, USA. 77: 930-936.

Charles, A.H. 2001. Handbook of Ceramic glasses, and Diamonds. Mc Graw Hills Company Inc. USA.

Cohen, J. 1959. Electrical Conductivity of Alumina. American Ceramic Society Bull. 38: 441-46.

(54)

Dordevi , N.G. and Jovani , P.B. 2008. Influence of Mechanical Activation on Electrical Properties of Cordierite Ceramics. Science of Sintering. 40: 47-53. Douy, A. 1992. Organic Gels in the Preparation of Silicate Powders: Example of Mullite and Cordierite, In: Chemical Processing of Advanced Materials. ed. L. L Hench and J.K. West. Wiley. New York. Pp 585-594.

Evans, D., Fischer, G.R., Geiger, J.E., and Martin, F.W. 1980. Thermal Expansions and Chemical Modifications of Cordierite. Journal of American Ceramic Society. 63: 629–634.

Ewais, E.M.M., Ahmed, Y.M.Z., and Ameen, A.M.M. 2009. Preparation of Porous Cordierite Ceramic Using a Silica Secondary Resource (Silica Fumes) for dust Filtration Purpose. Journal of ceramic Processing Research. 10: 721-728.

Fujiwara, S., Tamura, Y., Maki, H., Azuma, N., and Takeuchi, Y. 2007. Development of New High-Purity Alumina.Sumitomo Kagaku. 1: 1-9. Gernot, K. 1988. High-Tech Ceramics. Academic Press. Zurich. Pp 100-118. Goren, R., Ozgur, C., and Gocmez, H. 2005. The Preparation of Cordierite from

Talc, Fly Ash, Fused Silica and Alumina Mixtures. Ceramics International.

32: 53-56.

Griffin, B. J. and Riessen, V. A. 1991. Scanning Electron Microscopy Course Note. The University of Western Australia. Nedlands. Pp 1-8.

Gunay, Esin. 2010. Sintering Behavior and Properties of Talc-Based Cordierite Composition with Boron Oxides Additions. Journal of Ceramic Processing Research. 11: 591-597.

Hans K. S. 1992. Synthesis and Characterization of Low Thermal Expansion Cordierite. ASEAN–Japan Seminar on Ceramics, Fine Ceramics. Kuala Lumpur– Malaysia.

Harsono, H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi. Jurnal Ilmu Dasar FMIPA UniversitasJember Jawa Timur. 3: 98-102.

Houston, D.F. 1972. Rice Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist. Inc, Minnesota.

(55)

Junita, Erna. 2011. Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Fisis Keramik Mullite Berbasis Silika Sekam Padi. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 16 pp.

Kalapathy, U., A, Proctor., and J, Shultz. 2000. A Simple Method for Production of Pure Silica from Rice Hull Ash. Bioresouce Technology. 73: 257-262. Kartini, E. dan Collins, M.F. 2000. Physical B. No 213, p.276-278.

Katsuki, H. 2005. ZSM-5 Zeolit/Porous Carbon Composite: Conventional and Microwave-Hydrothermal Syntesis from Carbonized Rice Husk.

Microporous and Mesoporous Materials. 86: 145-151.

Kingery, W.D., Bowen, H.K., and Uhlmann, D.R. 1976. Introduction to Ceramic (2nd edition). John Wiley and Sons Inc. New York.

Kopeliovich, Dimitri. 2010. Alumina Ceramics. Substances and Technologies.

2nd international conference on “High Tech Aluminas and Unfolding their Business Prospect”. Kolkata. India.

Kurama, H. and Kurama, S. 2006. The Reaction Kinetics of Rice Husk Based Cordierite Ceramics. Ceramic International. 34: 269-272.

Li, Ye., Qian H., Xudong, C., Zhang, R., and Zhang, H. 2014. Fabrication of Dense Cordierite Ceramic Through Reducing Al2O3 Mole Ratio. Materials Letters. 116: 262-264.

Magee, Chuck. 2010. Cordierite. http://lablemminglounge.blogspot.com/2010/08 /cordierite.html. Diakses pada 25 juni 2015 pkl. 10.32 WIB.

Moulson, A. J. and Herbert, J.M. 2003. Electroceramics 2nd Edition. John Wiley & Sons Ltd, The Atrium. Shouthern Gate. Chichester. West Sussex PO19 8SQ. England.

Mussler, B. H. and Shafer, M. W. 1989. Preparation and Properties of Mullite-Cordierite Composites. Journal of American Ceramic Society. 63: 705-710. Naskar, M.K. and Chatterjee, M. 2004. A Novel Process for The Synthesis of

Cordierite (Mg2Al4Si5O18) Powder from Rice Husk Ash Other Sources of Silica and Their Comparative Study. Jurnal of European Ceramics Society. 24: 3499-3505.

NPG Asia Materials. 2009. Nuclear Magnetic Resonance Reveals the Structure of Amorphous Aluminum Oxide. http://www.nature.com/am/journal/2009/ 200911/full/am2009228a.html. Diakses pada 26 Juni 2015 pkl. 13.05 WIB. Nugraha, S. dan Jetty, S. 2001. Peluang Agribisnis Arang Sekam. Balitpasca.

(56)

Nurhayati, S., Syarif, D.G., dan Setiawan, A. 2012. Pengaruh Suhu Sinter terhadap Karakteristik Keramik Calsia Stabilized Zirconia dengan Penambahan Natrium Karbonat Untuk Elektrolit Padat. Jurnal Sains Indonesia. 14: 99 – 102.

Quakertown. 2007. High Precision Machining of Hard Materials. Corderiete Information-Profided by Insaco. USA. PA 18951-9006.

Rada P., Jana ovi D., Bozovi B., Zec, S., and Gvozdenovi , L.K.2011. Densification and Crystallisation Behaviours of Colloidal Cordierite Type Gels. Journal Sebian Chemical Society. 66: 335-343.

Rahman, M.I.A. 1995. Penggunaan Sekam Padi dalam Penghasilan Bahan Nitrida. Abstrak. Balaipasca. Jakarta.

Rana, A. P. S., Aiko, O., and Pask, J. A. 1982. Sintering of -Al2O3/Quartz, and -Al2O3/Cristobalite Related to Mullite Formation. Ceramics International. 8: 151-153.

Sadeli, Y. dan Tobing, S.D.P.L. 2011. Pengruh Variasi Ukuran Partikel 10% Carbon Black pada Pelat Bipolar PEMFC dengan Grafit EAF. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH. 29: 9-14.

Salwa, A.M., Hameed, A., and Bakr, I.M., 2007. Effect of Alumina on Ceramic Properties of Cordierite Glass-Ceramic from Basalt Rock. Journal of the European Ceramic Society. 27: 1893-1897.

Sciencedirect. 2012. Ternary phase diagram for alumina, silica, and magnesia system. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0010938X120026 61. Diakses pada 22 juni 2015 pkl. 11.20 WIB.

Sebayang, P., Muljadi, M., dan Ginting, M. 2007. Pengaruh Penambahan Serbuk Kayu terhadap Karakteristik Keramik Cordierite Berpori Sebagai Bahan Filter Gas Buang. Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia. 7 : 25-38. Sebayang, P., Tetuko, A. P., Khaerudini, D. S., Muljadi., dan Ginting, M. 2007.

Efek Aditif 3Al2O3.2SiO2 dan Suhu Sintering terhadap Karakteristik Keramik -Al2O3. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. 29: 0126-1533.

Sembiring, S. dan Karo-Karo, P. 2008. Pengaruh Suhu Sintering terhadap Karakteristik Termal dan Mikrostruktur Silika Sekam Padi. Jurnal Sains MIPA.13: 233-239.

(57)

Sembiring, S. and Simajuntak, W. 2012. X-ray Diffraction Phase Analyses of Mullite Derived from Rice Husk Silica. Makara Journal of Science. 16: 77-82.

Sembiring, S., Manurung, P., dan Karo-Karo, P. 2009. Pengaruh Suhu Tinggi Terhadap Karakteristik Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi.

Jurnal Fisika dan Aplikasinya. 5: 090107.

Semitracks. 2014. Backscatter Imaging. Semitracks .Inc. http://www.semitracks. com. Diakses pada 26 Juni 2015 pkl. 14.07 WIB.

Sijabat, Kaston. 2007. Pembuatan Keramik Paduan Cordierit (2MgO.2 Al2O3.5SiO2)–Alumina (Al2O3) sebagai Bahan Refraktori dan Karakterisasinya. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. 47 pp.

Simanjuntak, W., Sembiring, S., Manurung, P., and Situmeang, R. 2013. Characteristics of Aluminosilicates Prepared from Rice Husk Silica and Aluminum Metal. Ceramics International. 38: 9369-9375.

Siregar, Juliadi. 2008. Studi Analisis tentang Hubungan Suhu Sintering terhadap Karakter Keramik Berpori Cordierite (2MgO.2Al2O3.5SiO2) secara Simulasi dengan Program Mathematica 5.1. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. 43 pp.

Siriluk, C. and Yuttapong, S. 2005. Structure of Mesoporous MCM-41 Prepared from Rice Husk Ash. The 8th Asian Symposium on Visualization. Chiiangmai. Thailand.Pp 1-7.

Sitorus, B., Suendo, V., dan Hidyat, F. 2011. Sintesis Polimer Konduktif sebagai Bahan Baku untuk Penyimpan Perangkat Energi listrik. ELKHA. 3.

Smith, F. W. 1990. Principles of Material Science and Engineering. Second Edition. McGraw-Hill, Inc. New York. 864 pp.

Substech. 2015. Scanning Electron Microscope. http://www.substech.com/ dokuwiki/lib/exe/detail.php?id=scanning_electron_microscope&cache=cach e&media=electron_microscope.png. Diakses pada 24 Juni 2015 pkl. 13.14 WIB.

Suka, I.G., Simanjuntak, W., Sembiring, S., dan Trisnawati, E. 2008. Karakterisasi Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang diperoleh dengan Metode Ekstraksi. MIPA Unila. 37: 47-52.

(58)

Suzuki, H., Ota, K., and Saito, H. 1987. Preparation of Cordierite Ceramics from Metal Alkoxides. Journal of Ceramic Society. 95: 163-169.

Suzuki, H., Saito, H., and Hayashi, T. 1992. Thermal and Electrical Properties of Alkoxy-Derived Cordierite Ceramics. Journal of the European Ceramics. 9: 365-371.

Timmings, R.L. 1991. Engineering Materials. Longman Limited. London. Pp 583-605.

Vlack, V. 1994. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Non Logam), Edisi kelima. Alih Bahasa Sriati Djaprie. Fak. Teknik Metalurgi. Universitas Indonesia. Cetakan ke-empat Erlangga. Jakarta.

Worral. W.E. 1986. Clay and Ceramics Raw. Elsevier Scientific Publishing Company. London. 4: 3-7.

Yan, Wen., Li, Nan., and Han, B. 2010. Effect of Sintering Temperature on Pore Characterization and Strength of Porous Corundum-Mullite Ceramics.

Journal of Ceramic Processing Research. 11: 388-391.

Gambar

Gambar
Tabel
Gambar 1. Kristal Cordierite (Magee, 2010).
Gambar 2. Diagram fasa sistem silika-alumina-magnesium oksida (Sciencedirect, 2012).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Bermuatan Nilai-nilai Karakter di Sekolah Dasar Negeri Sobo Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan.. Universitas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id. commit

Untuk menguji hasil dari pem-blocking-an IP address client ini maka Client_1 mencoba melakukan koneksi ke server (Client_2 pun memiliki IP address yang sama karena

[r]

bangsa Indonesia dan menjadi local identity atau identitas budaya bangsa. Isinya mengenai kepahlawanan dan percintaan yang berpusat pada dua tokoh utama, yaitu raden Inu

[r]

Berdasarkan perhitungan di atas maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh scara parsial antara tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan jumlah

Menurut penulis Basuki Tjahaja Purnama sebagai seorang Pelaksana Tugas Gubernur dalam menggunakan media sosial Twitter telah menjalankan fungsi komunikasi dengan cukup