• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT JUAL BELI TANAH (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No 659/PIDB/2011)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT JUAL BELI TANAH (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No 659/PIDB/2011)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT JUAL BELI TANAH

(Studi Putusan Pengadilan Negeri No 659/PIDB/2011) Oleh

RANGGA CANVARIANDA 0812011250

Tindak pidana penggelapan adalah suatu tindak pidana yang sangat berkaitan dengan harta kekayaan atau harta benda, yang sering terjadi didalam kehidupan masyarakat, disamping tindak pidana lainnya seperti pencurian dalam Pasal 362 KUHP, pemerasan dalam Pasal 268 KUHP, dan juga perbuatan curang dalam Pasal 378 KUHP. Pelaku tindak pidana penggelapan dapat diancam dengan sanksi pidana berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 372, 372, 384, 375, dan 376 KUHP. Adanya ketentuan tersebut dapat dijadikan acuan bagi hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana penggelapan. Agar penjatuhan sanksi pidana tersebut tepat dan proporsional dalam rangka upaya penanggulangan kejahatan, maka hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku harus mempertimbangkan berbagai aspek substansi sanksi pidana dari peraturan tersebut. Disini dapat dilihat adanya suatu kebebasan seorang hakim untuk dapat menjatuhkan sanksi pidana yang terdapat dalam setiap keputusannya.Permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana orang yang telah menggelapkan sertifikat jual beli tanah,(2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan perkara nomor 659/pidb/2011.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan normatif dan pendekatan empiris karena penelitian ini berdasarkan jenisnya merupakan kombinasi antara penelitian normatif dengan empiris.

(2)

seseorang. (b)Unsur yang kedua yaitu unsur motif terdakwa untuk menguasai harta warisan dan tujuan untuk memperkaya diri terdakwa.(c)Cara melakukan tindak pidana, pelaku melakukan perbuatan tersebut dengan cara memalsukan akta-akta autentik yang dipalsukan dan akta tersebut digunakan untuk menjual tanah-tanah tersebut tanpa seizin ahli waris dari almarhum Ahmad Husin. (d) Kemudian riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku tindak pidana mencukupi dan berpengaruh dalam hakim menjatuhkan putusan.(e) Sikap dari tindakan terdakwa sesudah melakukan tindak pidana tidak menyesal.(f) Pengaruh pidana terhadap masa depan terdakwa. (g) Pengaruh perbuatan terhadap korban atau keluarga korban.

Saran yang dapat penulis sampaikan adalah : Dalam menjatuhkan pidana hendaknya harus dapat dirasakan keadilannya bagi keluarga pelaku juga lingkungan masyarakat ; Hendaknya hakim dalam memberikan sanksi pidana kepada tedakwa selain mempertimbangkan faktor-faktor yuridis, sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang, hakim juga harus dapat mempertimbangkan faktor-faktor non yuridis seperti dampak penjatuhan sanksi pidana terhdap terdakwa, psikologis terdakwa, sosial ekonomi dan faktor religius.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan suatu Negara berkembang dan sedang

giat-giatnya membangun, dengan demikian membuat pemerintah selalu berusaha

untuk meningkatkan taraf hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

agar dapat menjadi bangsa yang makmur, selain itu juga sekaligus untuk

mengentaskan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan serta memperluas

lapangan kerja.

Sehubungan dengan usaha untuk mencapai kesejahteraan dan meningkatkan

taraf hidup tersebut, di dalam kehidupan masyarakat pun terjadi upaya-upaya

untuk meningkatkan kesejahteraannya. Namun seiring dengan hal-hal yang

ada tersebut diatas, ternyata di dalam masyarakat terjadi pula perubahan

nilai-nilai kehidupan, dari masyarakat yang ketat dan cenderung sangat mematuhi

aturan-aturan serta taat pada norma-norma kemasyarakatan, tetapi yang

kemudian terjadi adalah kecenderungan kendurnya tingkat ketaatan dan

kepatuhan atas norma-norma tersebut, bahkan cenderung terjadi pelanggaran

atas norma-norma tersebut, hal ini terjadi pula pada norma-norma hukum,

(4)

Kehidupan masyarakat pun sedikit demi sedikit mulai berubah, penghormatan

atas nilai-nilai hokum yang ada mulai bergeser, masyarakat pun mulai

berfikir materialistis dan egois menggapai kehidupan ini, hal ini

menyebabkan mulai melunturnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap

sesame individu. Kecenderungan untuk mencapai kesejahteraan material

dengan mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat pun mulai

tampak. Sehingga banyak memunculkan pelanggaran dan pemanfaatan

kesempatan illegal untuk kepentingan diri sendiri tanpa mengabaikan hak-hak

dari orang lain, serta norma-norma yang ada (Prakoso : 1996 : 27).

Salah satu yang mulai tampak adalah banyaknya kejahatan yang terjadi

dalam masyarakat, yang umumnya bertalian dengan harta benda atau harta

kekayaan. Kejahatan terhadap harta kekayaan ini semakin menonjol apabila

tingkat kehidupan masyarakat semakin berat dan bertambah dengan

melunturnya nilai-nilai kehidupan. Hal-hal yang telah disebutkan diatas

sebelumnya, memberikan peluang tertentu kepada beberapa anggota

masyarakat untuk melakukan suatu tindak pidana yang sangat erat

hubungannya dengan kepercayaan atau penghargaan masyarakat terhadap

warga yang lain, yang berupa penyalahgunaan kepercayaan yang juga

berkaitan dengan tindak pidana yang berkaitan dengan harta benda atau harta

kekayaan, yaitu tindak pidana penggelapan, sebagaimana yang diatur dalam

Buku Kedua Bab XXIV Pasal 372, 373, 374, 375, dan 376 Kitab

(5)

3

Tindak pidana penggelapan dengan segala macam bentuknya, baik itu tindak

pidana penggelapan biasa maupun tindak pidana penggelapan dalam bentuk

lainnya adalah merupakan suatu jenis tindak pidana yang sangat berat,

apabila kita lihat dari sudut akibat yang timbuk dan pengaruh atau dampak

yang timbul terhadap masyarakat, yang bukan saja merugikan pihak yang

menjadi korban dari tindak pidana tersebut, tetapi juga dirasakan sangat

mengganggu ketertiban dan ketentraman masyarakat.

Tindak pidana penggelapan adalah suatu tindak pidana yang sangat berkaitan

dengan harta kekayaan atau harta benda, yang sering terjadi didalam

kehidupan masyarakat, disamping tindak pidana lainnya seperti pencurian

dalam Pasal 362 KUHP, pemerasan dalam Pasal 268 KUHP, dan juga

perbuatan curang dalam Pasal 378 KUHP.

Pelaku tindak pidana penggelapan dapat diancam dengan sanksi pidana

berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 372, 372, 384, 375, dan 376

KUHP. Adanya ketentuan tersebut dapat dijadikan acuan bagi hakim dalam

menjatuhkan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana penggelapan. Agar

penjatuhan sanksi pidana tersebut tepat dan proporsional dalam rangka upaya

penanggulangan kejahatan, maka hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana

terhadap pelaku harus mempertimbangkan berbagai aspek substansi sanksi

pidana dari peraturan tersebut. Disini dapat dilihat adanya suatu kebebasan

seorang hakim untuk dapat menjatuhkan sanksi pidana yang terdapat dalam

(6)

Penjatuhan sanksi pidana oleh hakim yang dianggap terlalu ringan akan

memberikan dampak negatif yaitu munculnya pelaku-pelaku yang lain untuk

melakukan tindak pidana, karena penjatuhan sanksi yang ringan oleh hakim,

padahal hakim dalam menjatuhkan pidana harus menyadari apa makna

pemidanaan itu. Hakim dalam menetapkan hokum tidak semata-mata hanya

menegakkan hokum, melainkan harus mengejar kemanfaatan sosial (Sudarto :

1986: 100).

Hakim dalam memutuskan perkara tersebut mempunyai kebebasan untuk

dapat menjatuhkan sanksi pidana yang terdapat dalam setiap keputusannya.

Namun kebenaran ini tidak berarti bahwa hukum boleh menjatuhkan pidana

menurut seleranya sendiri.

Dilihat dari segi keputusan Pengadilan Negeri No. 659/pid.B/2011 tentang

penggelapan sertifikat tanah jual beli, terdakwa telah menggunakan akta

autentik yang dipalsukan dan akte tersebut digunakan untuk menjual

tanah tersebut tanpa seizin saksi korban. Dimana, hasil dari penjualan

tanah-tanah tersebut digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi.

Atas dasar pemikiran dan latar belakang yang telah dikenakan di atas maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Analisis

Pertanggungjawaban Pidana Orang yang Menggelapkan Sertifikat Jual Beli

(7)

5

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penilitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana terhadap pelaku tindak

pidana penggelapkan sertifkat jual beli tanah(studi putusan pengadilan

negeri No.659/PIDB/2011)?

b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan sertifikat jual beli

tanah(studi putusan pengadilan negeri No.659/PIDB/2011)?

2. Ruang Lingkup

Mengingat permasalahan tersebut, maka ruang lingkup pembahasan

penulisan ini adalah berorientasi pada :

a. Ruang Lingkup Bidang Ilmu

Bidang ilmu yang digunakan adalah Hukum Pidana.

b. Ruang Lingkup Kajian/Bahasan

Ruang lingkup kajian bahasan dari permasalahan penelitian ini adalah

pertanggungjawaban pidana orang yang telah menggelapkan sertifikat

jual beli tanah dan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku

penggelapan sertifikat jual beli tanah di Propinsi Lampung dan dasar

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku

(8)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penulisan dalam skripsi

ini adalah :

a. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisa pertanggungjawaban

pidana orang yang telah menggelapkan sertifikat jual beli tanah.

b. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisa dasar pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan pidana terhdap pelaku tindak pidana

penggelapan perkara Nomor 659/pid.B/2011.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah :

a. Secara Teoritis

Kegunaan penelitian ini ini adalah untuk mengembangkan

kemampuan daya nalar dan daya pikir yang sesuai dengan disiplin

ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk dapat mengungapkan secara

obyektif melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap

permasalahn yang ada, khususnya masalah yang berkaitan dengan

aspek hukum pidana penggelapan.

b. Secara Praktis

1. Kegunaan bagi pemerintah yakni untuk memberikan sumbangan

pemikiran bagi pemerintah khususnya hakim dalam memberikan

(9)

7

2. Kegunaan bagi masyarakat yakni sebagai sumber informasi bagi

masyarakat tentang adanya putusan pengadilan negeri tentang

penggelapan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan

abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk

mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap

relevan oleh peneliti. (Soerjono Soekanto, 1986:125).

Pertanggung jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang

terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana

yang terjadi atau tidak.

Agar dapat mempidanakan si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang

dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam

Undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang,

seseorang akan dipertanggung jawabkan atas tindakan-tindakan tersebut,

apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar

atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Dan

dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang

(10)

perbuatannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas

pertanggung jawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang

yang melakukan perbuatan sebagaimana yang telah diancamkan, ini

tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai

kesalahan (Sudarto, 1986: 187).

Lembaga peradilan adalah merupakan pelaksanaan atau sebagai penerapan

hukum terhdap suatu perkara dengan suatu putusan hakim yang bersifat

melihat putusan mana dapat berupa pemidanaan terhadap orang yang

bersalah. Karena pada hakikatnya pengadilan merupakan tempat pengujian

dan perwujudan Negara hukum, sehingga tanpa pandang bulu siapa yang

melanggar hukum akan menerima hukuman yang setimpal dengan perbuatan

pidana yang dilakukannya (Djoko Prakoso, 1996: 118).

Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum mempunyai tugas

menegakan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila melalui

perkara-perkara yang dihadapkannya sehingga keputusannya mencerminkan rasa

keadilan (Sudarto, 1986: 97).

Hakim dalam memberikan putusan harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

a. Keputusan mengenai peristiwanya ialah apakah terdakwa telah

melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

b. Keputusan mengenai hukumnya ialah apakah perbuatan yang dilakukan

terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa

(11)

9

c. Keputusan mengenai pidananya, apakah terdakwa memang dapat

dipidana (Sudarto : 1986 :74).

Untuk menentukan tinggi rendahnya pidana hakim untuk setiap kejadian

harus memperhatikan keadaan objektif dari tindak pidana yang dilakukan,

dan harus memperhatikan keadaan objektif dari tindak pidana yang dilakukan

dan harus memperhatikan perbuatan dan pembuatnya. Hak-hak apa saja yang

dilanggar sehubungan dengan adanya tindak pidana itu, apakah perbuatan

yang dilaksanakan dan dipersalahkan langkah pertama kearah jalan sesat

ataukah sesuatu perbuatan yang merupakan pengulangan dari watak jahat

yang sebelumnya sudah tampak batas antara batas maksimum dan minimum

harus ditetapkan seluas-luasnya sehingga meskipun semua pertanyaan

dijawab dengan merugikan terdakwa, maksimum pidana itu sudah memadai.

(Djoko Prakoso:1994:36)

Adanya pedoman penjatuhan sanksi pidana tersebut maka hakim mempunyai

kebebasan untuk memilih berat ringannya hukuman yang dijatuhkan, sebab

dalam undang-undang hanya menetapkan hukuman minimum dan maksimum

saja. Namun kebebasan hakim tersebut bukanlah merupakan tanpa batas

melainkan kebebasan yang diikat oleh tanggungjawab untuk menciptakan

(12)

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual yaitu merupakan suatu penjelasan istilah-istilah yang

dipergunakan oleh penulis didalam penulisan skripsi ini dan

pengertian-pengertian tersebut meliputi istilah-istilah sebagai berikut :

a. Analisis

Yaitu cara pemeriksaan suatu persoalan dengan mempunyai tujuan untuk

menerangkan semua unsure dasar yang berhubungan antara unsure-unsur

yang bersangkutan.

b. Putusan Pengadilan

Yaitu pernyataan hakim yang diungkapkan dalam siding pengadilan

terbuka maupun tertutup yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau

lepas dari segala macam tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara

yang diatur dalam Undang-Undang ini.

c. Pengadilan

Menurut Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang

kekuasaan Kehakiman, Pengadilan adalah suatu lembaga yang fungsinya

adalah untuk mencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan

dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan

biaya ringan.

d. Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan yang dialarang oleh suatu aturan hokum

larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,

(13)

11

e. Tindak Pidana Penggelapan

Yaitu suatu perbuatan yang melawan terhadap hokum pidana dan diatur

dalam KUHP serta pelakunya diancam dengan hukuman pidana yang

diatur dalam Pasal 372, 373, 374, 375, serta Pasal 376 KUHP.

E. Sistematika Penulisan

I. PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang

Lingkup Penelitian, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teoritis

dan Konseptual serta Sistematika Penulisan.

II. TINJUAN PUSTAKA

Merupakan Bab yang berisikan tentang pengertian-pengertian dari istilah

sebagai latar belakang pembuktian masalah dan dasar hokum dalam

membahas hasil penelitian yang terdiri dari Pengertian Tindak Pidana,

Pengertian Penggelapan, Macam-Macam Tindak Pidana Penggelapan

dan Unsurnya, Pengertian dan Dasar Putusan Pengadilan.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan Bab yang menjelaskan metode yang dilakukan untuk

memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang

digunakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data,

prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisa data.

(14)

Berisi tentang pembahasan berdasarkan hasil penelitian terhadap

permasalahan dalam penelitian ini yaitu meliputi Pertanggungjawaban

pidana orang yang telah menggelapkan sertifikat jual beli tanah dan

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku

tindak pidana penggelapan perkara no 659/PID.B/2011.

V. PENUTUP

Merupakan Bab yang berisi tentang simpulan dari hasil pembahasan yang

berupa jawaban dari permasalahan berdasarkan hasil penelitian serta

berisikan saran-saran penulis mengenai apa yang harus kita tingkatkan

dari pengembangan teori-teori yang berkaitan dengan hasil penelitian

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang

memakai istilah delik, peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana,

pelanggaran pidana. perbuatan yang melawan hukum atau bertentangan

dengan tata hukum dan diancam pidana apabila perbuatan yang dilarang itu

dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat bisa diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Tindak pidana atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud in abstracto dalam peraturan pidana. Sedangkan dalamkriminologisadalah perbuatan manusia yang memperkosa / menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara kongkret.

Pengertian tindak pidana menurut Moeljatno dibedakan dapat dipidananya

perbuatan dan dapat dipidananya orang. Dibedakan pula perbuatan pidana

(16)

liability). Moeljatno penganutpandangan dualistis yang berbeda dengan pandangan monistis

Tindak Pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap

orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum

ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Menurut Pompe dalam bukunya yang berjudul Pedoman Hukum Pidana

Belanda, beliau memberikan pengertian dari strafbaar feit yang dibedakan

atas dua bagian, yaitu :

1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang

dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana

untuk mempertahankan tata hokum dan menyelamatkankesejahteraan

umum.

2. Definisi menurut hokum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan

Undang-Undang dirumuskan sebagai perbuatan yang tepat dihukum

(Pompe, 2001 : 39).

Menurut Muljatno, tindak pidana adalah keadaan yang dibuat seseorang atau

barang sesuatu yang dilakukan, dan perbuatan itu menunjuk baik pada

akibatnya maupun yang menimbulkan akibat.

Tindak Pidana atau Strafbaar feit adalah suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang,

bertentangan dengan hukum dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang

(17)

15

Kemudian beliau membaginya dalam 2 (dua) golongan unsure, yaitu :

a. Unsur Subyektif yang berupa kesalahan dan kemampuan

bertanggungjawab dari petindak.

b. Unsur Obyektif yang berupa tindakan yang dilaran / diharuskan akibat

keadaan / masalah tertentu.

Menurut Wirjono Prodjodikoro (2002: 27) mengemukakan bahwa tindak

pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang yaitu hukum

perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukum tata usaha pemerintah yang oleh

pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana.

Unsur-unsur perbuatan (tindak) pidana :

a. Perbuatan manusia

b. Memenuhi rumusan UU (syarat formil : sebagai konsekuensi adanya asas

legalitas)

c. Bersifat melawan hokum (syarat materiil : perbuatan harus betul-betul

dirasakan oelh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak

patut dilakukan karena bertentangan dengan tata pergaulan di masyarakat)

d. Kesalahandan kemampuan bertanggungjawab tidak masuk sebagai unsure

perbautan pidana karena unsur ini terletak pada orang yang berbuat.

Perbuatan / tindak pidana yang diatur dalam KUHP buku-II KUHP terdiri

dari XXXII Bab dan Buku ke- III terbagi menjadi IX Bab. Secara umum

(18)

A. Tindak pidana dimaksud dapat dibedakan secara Kualitatif atas

Kejahatan dan Pelanggaran :

1. Kejahatan

Secara doktrin Kejahatan yaitu perbuatan perbuatan yang

bertentangan dengan kedailan, terlepas apakah perbuatan itu diancam

pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. sekalipun tidak

dirumuskan sebagai delik dalam undang-undang, perbuatan ini

benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang

bertentangan dengan keadilan. Perbuatan-perbuatan yang dapat

dikualisifikasikan sebagai Rechtdelicht dapat disebut anatara lain

pembunuhan, pencurian dan sebagainya.

2. Pelanggaran

Pelanggaran yaitu perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat baru

disadari sebagai suatu tindak pidana, karena undang-undang

merumuskannya sebagai delik. Perbuatan-perbuatan ini baru disadari

sebagai tindak pidana oleh masyarakat oleh karena undang-undang

mengancamnya dengan sanksi pidana. tindak pidana ini disebut juga

malaqui prohibita. Perbuatan-perbuatan yang dapat dikualisifikasikan

sebagai sebagai wetsdelicht dapat disebut misalnya memarkir mobil

disebelah kanan jalan, berjalan dijalan raya disebelah kanan dan

sebagainya.

B. Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana Formil dan tindak

(19)

17

1. Tindak pidana Formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik

beratkan pada Perbuatan yang dilarang, dengan kata lain dapat

dikatakan, bahwa tindak pidana Formil adalah tindak pidana yang

telah dianggap terjadi/selesai dengan telah dilakukannya perbuatan

yang dilarang dalam undang-undang, tanpa mempersoalkan akibat.

Tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana Formil

dapat disebut misalnya pencurian sebagaimana diatur dalam pasal

362 KUHP, penghasutan sebagaimana diatur dalam pasal 160 KUHP

dan sebagainya.

2. Tindak pidana Materiil adalah tindak pidana yang perumusannya

dititik beratkan pada akibat yang dilarang, dengan kata lain dapat

dikatakan, bahwa tindak pidana Materiil adalah tindak pidana yang

baru dianggap telah terjadi atau dianggap telah selesai apabila akibat

yang dilarang itu telah terjadi. Jadi jenis pidana ini mempersyaratkan

terjadionya akibat untuk selesainya. Apabila belum terjadi akibat

yang dilarang, maka belum bisan dikatakan selesai tindak pidana ini,

yang terjadi baru percobaan. Sebagai contoh misalnya tindak pidana

pembunuhan pasal 338 KUHP dan tindak pidana penipuan pasal 378

(20)

B. Pengertian Penggelapan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah penggelapan berasal dari kata

“gelap” yang memiliki arti tidak terang atau kelam, lalu ditambahkan dengan awalan “pe” yang menjadi kata penggelapan yang mengandung arti yang

mengandung arti dari pelaku suatu perbuatan, yaitu orang yang melakukan

perbuatan yang tidak terang-terangan dan kemudian ditambah lagi dengan

akhiran “an” menjadi penggelapan.

Tindak Pidana Penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri

dari 5 pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, merupakan

tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi:

"Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu

benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan oranglain yang

berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan

penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat)

tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus)

rupiah."

Tidak Pidana Penggelapan ini dalam mempunyai unsur-unsur sebagai berikut

:

a. unsur subjektif : dengan sengaja;

b. unsur objektif : 1. barangsiapa; 2. menguasai secara melawan hukum; 3. suatu benda; 4, sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; 5. berada

(21)

19

Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372

sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya diatas, disebut atau diberi

kualifikasi penggelapan. Rumusan di atas tidak memberi arti sebagai

membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang

sebenarnya. Perkataan verduistering yang ke dalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat

Belanda diberikan arti secara luas (figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai yang membuat sesuatu menjadi tidak terang atau

gelap.

Penggelapan adalah merupakan suatu delik formil yaitu suatu delik yang

terdiri dari suatu perbuatan manusia, atau delik komisjones, yaitu suatu tindak

pidana yang terjadi karena suatu perbuatan aktif yang padanya ialah delik

komisiones yaitu delik atau tindak pidana yang terjadi karena seseorang tidak

berbuat atau tidak melakukan sesuatu yang diwajibkan kepadanya oleh

Undang-Undang.

Menurut Proffesor Simmons, Penggelapan adalah suatu tindakan yang

demikian rupa yang membuat pelaku memperoleh suatu kekuasaan yang

nyata atas suatu benda seperti yang dimiliki oleh pemiliknya, dan pada saat

yang sama telah membuat kekuasaan tersebut diambil dari pemiliknya.

Ditinjau melalui keadaan mengenai tindakannya itu sendiri, sudah barang

tentu maksud tersebut dapat dianggap maksud yang sifatnya dapat merugikan

(22)

C. Macam-Macam Tindak Pidana Penggelapan dan Unsur-Unsurnya

Macam-Macam tindak pidana penggelapan dan unsure-unsurnya ini diatur

dalam KUHP Buku II Titel XXIV dari Pasal 372 sampai dengan Pasal 377.

Berdasarkan perumusan yang dibuat dalam Pasal-Pasal tersebut, maka tindak

pidana penggelapan dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu :

1. Penggelapan Biasa (Pasal 372 KUHP)

Penggelapan dalam bentuk ini diatur dalam Pasal 372 KUHP yang

merupakan bentuk pokok dari Tindak Pidana penggelapan Pasal 372

KUHP yang berbunyi :

“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hokum mengaku sebagai

pemilik sendiri barang sesuatu seluruhnya atau sebagian adalah milik

orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya diancam karena

penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda

paling banyak enam ratus rupiah”.

Isi Pasal diatas maka dapat diketahui bahwa tindak pidana penggelapan

memiliki unsur-unsur antara lain :

a. Unsur objektif

1. Memiliki

Pengertian memiliki adalah pemegang barang yang menguasai,

mengakui sebagai milik sendiri, bertindak terhadap sesuatu barang

secara mutlak penuh, bertentangan dari sifat hokum dengan mana

(23)

21

Mengakui sebagai milik sendiri, sesungguhnya dapat juga

diartikan sebagai menganggap sebagai milik sendiri, selanjutnya

Moelyatno menyatakan karena kedua-duanya menunjukkan

kepada suatu sikap batin tertentu, yaitu kepunyaanku.

2. Barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

Menurut Moelyatno, barang berarti suatu objek hak milik,

termasuk juga binatang-binatang dan benda-benda tidak

bergerak.

3. Barang yang ada padanya atau dikuasai bukan karena

kejahatan

Dalam KUHP terjemahan Moelyatno, mengenai penggelapan

yang diatur dalam Pasal 372, tidak menggunakan istilah

“barang berada di tangannya bukan karena kejahatan”, tatapi menggunakan istilah “… barang itu dalam kekuasaannya

bukan karena kejahatan”.

b. Unsur subjektif

1. Dengan sengaja

Tentang yang dimaksud “dengan sengaja” di dalam KUHP hal ini

tidak dinyatakan dengan tegas pengertiannya. Tetapi pengertian

“sengaja” diartikan yang membuat sesuatu atau tidak membuat

sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-Undang (E.

(24)

Kejahatan sebagaimana yang dirumuskan dalam Buku II KUHP

tidak semuanya mencantumkan unsure kesengajaan dengan tegas,

menurut teori hokum pidana, apabila di dalam rumusan suatu

delik (tindak pidana) tidak dicantumkan dengan tegas unsure

kesengajaan, maka unsure-unsur tersebut telah dianggap tercakup

di dalamnya, berarti tidak perlu dibuktikan, tetapi bila kesengajaan

disebutkan dengan tegas dalam suatu rumusan delik atau tindak

pidana, maka unsure tersebut harus dibuktikan dan semua kalimat

yang berada di belakang unsure tersebut diliputi oleh unsure

kesengajaan tersebut.

2. Dengan Melawan Hukum

Suatu perbuatan baru dapat dipidana apabila pembentuk

Undang-Undang menyebutkan perbuatan itu bersifat melawan hokum.

Sifat melawan hokum ini merupakan unsure yang teramat penting

bahkan merupakan sesuatu yang mutlak dari perumusan akan

suatu delik (tindak pidana) itu sendiri. Akan tetapi pembentuk

undang-undangsendiri dalam merumuskan delik (tindak pidana)

ternyata bahwa dalam peraturan tidak semua rumusan tindak

pidana mencantumkan dengan tegas unsure melawan hokum ini.

2. Penggelapan Ringan (Pasal 373 KUHP)

Tindak pidana penggelapan ringan ialah tindak pidana penggelapan

(25)

23

“Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 372 itu, jika yang digelapkan

bukan merupakan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima

puluh rupiah, maka sebagai penggelapan ringan di pidana dengan

pidana penjara selama-lamanya tiga bulan atau dengan pidana dengan

setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.”

Tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 373 KUHP itu di

dalam doktrin juga disebut sebagai suatu geprivigieerde verduistering

atau tindak pidana penggelapan dengan unsure-unsur yang

meringankan.

Unsur-unsur yang meringankan di dalam Tindak Pidana penggelapan

yang diatur dalam Pasal 373 KUHP itu ialah, karena yang menjadi

objek tindak pidana penggelapan tersebut :

a. Bukan merupakan ternak ;

b. Nilainya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah ;

3. Penggelapan dengan Kualifikasi (Pasal 374–375 KUHP)

Mengenai penggelapan dengan kualifikasi ini diaur dalam Pasal 374

KUHP dan Pasal 375 KUHP. Unsur-Unsur tindak pidana sebagaimana

diatur dalam Pasal 374 adalah :

a. Unsur yang diatur dalam Pasal 372

b. Ditambah dengan unsure-unsur yang memberatkan hukuman bagi

seseorang yang menguasai barang, yaitu karena :

(26)

d. Hubungan kerja dalam mata pencaharian atau profesi

Hubungan kerja antara pelaku yang diberi kepercayaan dan orang yang

memberikan kepercayaan pada unsure terakhir diatas adalah dalam

lingkungan pekerjaan pemerintah. Hubungan social ini memperlihatkan

dua status orang yaitu pelaku dalam status lemah, sedang di pihak lain

orang yang memberikan kepercayaan dalam status yang kuat. Hubungan

kerja secara pribadi merupakan hubungan antara pelaku sebagai bawahan

terhadap atasannya dalam lingkungan pekerjaan, misalnya hubungan

antara karyawan dengan majikannya, dalam hal ini adalah karyawan

swasa.

Yang dimaksud dengan menguasai barang dengan memperoleh upah atau

imbalan, yaitu apabila seseorang itu mendapat upah dari suatu yang

dikerjakannya.

Unsur-unsur tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 375

KUHP, yaitu :

a. Unsur-unsur penggelapan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372

KUHP

b. Ditambah dengan unsure-unsur yang memberatkan, yaitu :

1. Oleh orang yang kepadanya terpaksa barang itu disimpan

2. Terhadap barang yang ada pada mereka karena jabatannya sebagai

(27)

25

pemiliknya dan pengurus lembaga social atau yayasan (HAK.

Moch Anwar, 1979 : 38).

Penggelapan yang dilakukan oleh orang tertentu ini, dalam kewajiban

ini adalah akibat dari hubungan orang itu dengan barang-barang yang

harus diurusnya. Tentang keadaan memaksa diartikan dengan

menyimpan barang itu karena keadaan yang memaksa, misalnya

karena banjir, kebakaran dan malapetaka lainnya. Begitu pula

terhadap orang yang karena jabatannya terpaksa menerima suatu

barang untuk disimpan baik sebagai wali, pengakuan, kuasa, pengurus

yang melaksanakan wasiat maupun pengurus lembaga social.

4. Penggelapan yang dilakukan di lingkungan keluarga

Penggelapan ini diatur dalam Pasal 376 KUHP, menurut Pasal tersebut

pada prinsipnya sama dengan tindak pidana pencurian, maka tindak

pidana penggelapan pun apabila dilakukan di lingkungan keluarga,

berlaku pula ketentuan yang termuat dalam Pasal 376 KUHP, yang

bunyinya adalah :

a. Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini

adalah suami (istri) dari orang yang terkena kejahatannya, dan tidak

terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, maka

pembuat atau pembantu tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.

b. Jika ia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan tempat tidur atau

(28)

baik dari garis lurus maupun dari garis menyimpang derajat kedua,

maka ada pengaduan dari orang yang terkan kejahatan.

c. Jika menurut lembaga matnaikhaat kekuasaan bapak dilakukan oleh

orang lain dari Bapak, maka aturan ayat diatas berlaku juga bagi

orang itu.

Unsur-unsur tindak pidana penggelapan pada Pasal diatas adalah :

a. Unsur tindak pidana penggelapan sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 372 KUHP

b. Unsur harus adanya pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan,

apabila tindak pidana dilakukan oleh :

1. Suami, istri yang terpisah meja dan tempat tidur

2. Anggota keluarga dalam garis lurus

3. Anggota keluarga dalam garis menyimpang sampai derajat

kedua

4. Sedangkan pelaku yang tidak termasuk pada golongan diatas

dapat dilakukan penuntutan tanpa harus diadakan pengaduan

Dari rumusan penggelapan sebagaimana dijelaskan di atas, jika dirinci terdiri

dari unsur-unsur objektif meliputi perbuatan memiliki (zicht toe.igenen), sesuatu benda (eenig goed), yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dan unsur-unsur

(29)

27

Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian tetapi

pada penggelapan pada waktu dimilikinya barang tersebut, sudah ada di

tangannya tidak dengan jalan kejahatan/melawan hukum. Sehingga, dalam

hal ini, jika kita jabarkan unsur-unsur penggelapan yang harus terpenuhi

adalah :

a. Barang siapa (ada pelaku);

b. Dengan sengaja dan melawan hukum;

c. Memiliki barang sesuatu yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan

orang lain;

d. Barang tersebut ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.

D. Pengertian dan Dasar Hukum Putusan Pengadilan

Pada KUHAP Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 11, ditentukan :

“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang

terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala

tuntutan hokum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

Undang-Undang ini”. Jadi, dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan akhir dari proses persidangan pidana dari tahap pemeriksaan di Pengadilan Negeri.

Menurut Sudikno Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim,

sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan

bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara

(30)

Ridwan Syahrani memberi batasan putusan pengadilan adalah pernyataan

hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum

untuk menyelesaikan dan mengakhiri perkara (Ridwan Syahrani : 1988 : 83).

Rubini dan Chaidir Ali Merumuskan bahwa keputusan hakim itu merupakan

suatu akte penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu disebut

vonnis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari

(31)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Berdasarkan Klasifikasi penelitian hukum baik yang bersifat normatif

maupun yang bersifat empiris serta ciri-cirinya, maka pendekatan masalah

yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan Yuridis Normatif dilakukan melalui studi kepustakaan,

dengan cara mempelajari buku-buku, bahan-bahan bacaan literatur

peraturan perundang-undangan yang menunjang dan berhubungan

sebagai penelaahan hukum terhadap kaedah yang dianggap sesuia dengan

penelitian tertulis. Penelitian normatif terhadap hal-hal yang bersifat

teoritis asas-asas hukum, dasar hukum dan konsep-konsep hukum

(Arikunto, 1998: 78).

Pendekatan ini dilaksanakan dengan mempelajari norma atau kaidah

hukum yaitu Undang-Undang dan peraturan-peraturan lainnya serta

(32)

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris adalah menelaah hukum terhadap objek

penelitian sebagai pola perilaku yang nyata dalam masyarakat yang

ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan penyelesaian

hukum yang dapat dilakukan dalam pengadilan dalam mengadili

penggelapan sertifikat jual beli tanah.

Dipergunakannya pendekatan normatif dan pendekatan empiris karena

penelitian ini berdasarkan jenisnya merupakan kombinasi antara

penelitian normatif dengan empiris. Sedangkan berdasarkan sifat, bentuk

dan tujuannya adalah penelitian deskriptif dan Problem Identification,

yaitu dengan mengidentifikasi masalah yang muncul kemudian dijelaskan

berdasarkan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku

serta ditunjang dengan landasan teori yang berhubungan dengan

penelitian. (Soerjono, Soekanto, 1986: 48)

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 48-50) sumber data yang digunakan

untuk menjawab permasalahan dalam peneitian ini adalah bersumber

pada :

a. Data Primer, adalah Data primer adalah yang diperoleh dari studi

lapangan dengan cara mencari dan mengumpulkan data atau

keterangan dari Instansi terkait yang dalam hal ini adalah Pengadilan

(33)

31

b. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dengan jalan menelaah

bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang sesuai dengan

masalah yang dibahas.

2. Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara

membaca, mengutip, menyalin dan menganalisis berbagai literatur. Data

sekunder yang terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yaitu :

a. Bahan hukum primer yaitu meliputi :

1. Undang-Undang No 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang No 73

Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP)

2. Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3. Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman

4. Undang-Undang No 8 Tahun 2004 tentang tentang Peradilan

Umum.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bahan yang berhubungan

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan

memahami bahan hukum primer antara lain Pasal 372 KUHP tentang

(34)

c. Bahan hukum tersier merupakan data pendukung yang berasal dari

informasi dari buku-buku, literatur, media massa, kamus maupun

data-data lainnya.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan kumpulan unsur-unsur atau elemen-elemen yang

menjadi kajian penelitian, atau jumlah keseluruhan dari unit analisis yang

ciri-cirinya akan diperkirakan (Suharsimi Arikunto, 1998: 79).

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti. Pengambilan

sampel dilakukan dengan menggunakan teknikPurposive Sampling yaitu penentuan sample berdasarkan kebutuhan peneliti. Sampel dalam

penelitian ini berjumlah 2 (dua) orang.

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 2 (dua) orang yang terdiri dari :

a. Hakim Pengadilan Negeri Kelas I Tanjung Karang 1 orang

b. Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung 1 orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 48) pengumpulan data dilaksanakan

(35)

33

a. Studi dokumentasi dan Studi Pustaka, studi dokumentasi dan pustaka

ini dilakukan dengan jalan membaca teori-teori dan perturan

perundang-undangan yang berlaku (bahan hukum primer, sekunder

dan bahan hukum tersier).

b. Wawancara, wawancara ini dipergunakan untuk mengumpulkan data

primer yaitu dengan cara wawancara terarah atau directive interview.

Dalam pelaksanaan wawancara terlebih dahulu menyiapkan

pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada kepala Pengadilan.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah diperoleh maka penulis melakukan

kegiatan-kegiatan antara lain :

a. Editing yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan

dan kebenaran data yang telah diterima serta relevansinya dalam

penelitian

b. Klasifikasi data adalah suatu kumpulan data yang diperoleh perlu

disusun dalam bentuk logis dan ringkas, kemudian disempurnakan

lagi menurut ciri-ciri data dan kebutuhan penelitian yang

diklasifikasikan.

c. Sistem penyusunan data yaitu melakukan penyususnan data secara

sistematis sesuai dengan jenis dan pokok bahasan dengan maksud

(36)

E. Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan metode

deskriptif yaitu dengan cara data atau informasi yang diterima selanjutnya

diolah, dipaparkan dan akhirnya dianalisis dalam bentuk kalimat untuk

menjawab permasalahan. Dengan diadakannya pembahasan tersebut

diharapkan permasalahan yang telah ditentukan dapat terjawab dan dapat

diambil suatu kesimpulan dari permasalahan yang dibahas, dan pada akhirnya

akan dikemukakan saran-saran yang dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan

(37)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban Pidana orang yang telah menggelapkan sertifkat jual

beli tanah (studi putusan pengadilan negeri No.659/PIDB/2011)

Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah antara lain melakukan

perbuatan yang melawan hukum atau perbuatan pidana, untuk adanya

pidana harus mampu bertanggungjawab, mempunyai suatu bentuk

kesalahan, dan tidak adanya alasan pemaaf.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku

tindak pidana penggelapan sertifikat jual beli tanah(studi putusan

pengadilan negeri No.659/PIDB/2011)? Dasar pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan

pada perkara Nomor 659/Pid.b/2011 Pengadilan Negeri Tanjung Karang

adalah lebih cenderung memperhatikan pada pertimbangan yang bersifat

yuridis dogmatis dan fakta-fakta yang didapat dalam persidangan, yaitu

terdakwa melanggar pasal 372 KUHP, dan menjatuhkan pidana penjara

(38)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka yang menjadi saran penulis adalah :

1. Dalam menjatuhkan pidana hendaknya harus dapat dirasakan keadilannya

bagi keluarga pelaku juga lingkungan masyarakat. Peranan hakim bukan

hanya pelaksana undang-undang saja, tetapi diharapkan dapat

memberikan pertimbangan berdasarkan keyakinan hakim serta

pengalaman hakim dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat,

sehingga hakim dituntut untuk benar-benar berperan sebagai penegak

hukum dan sekaligus sebagai penegak keadilan seperti yang tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman.

2. Hendaknya hakim dalam memberikan sanksi pidana kepada tedakwa

selain mempertimbangkan faktor-faktor yuridis, sebagaimana yang

ditetapkan dalam undang-undang, hakim juga harus dapat

mempertimbangkan faktor-faktor non yuridis seperti dampak penjatuhan

sanksi pidana terhdap terdakwa, psikologis terdakwa, sosial ekonomi dan

(39)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT

JUAL BELI TANAH

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No 659/PIDB/2011) (Skripsi)

OLEH

RANGGA CANVARIANDA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(40)

Abstrak

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………. 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup……….. 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual……….. 7

E. Sistematika Penulisan………... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Unsure serta Jenis-Jenis Tindak Pidana..13

B. PengertianPenggelapan……… 18

C. Macam-Macam Tindak PidanaPenggelapan dan Unsurnya……… 20

D. Pengertian dan Dasar Hukum PutusanPengadilan……….. 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah………. 29

B. Jenis danSumberData……….... 30

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 32

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data... 32

E. Analisis Data……… 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden dan Gambaran Umum Perkara No. 659/Pid.b/2011... 36

(41)

Jual Beli Tanah perkara no.659/pid.B/2011 ... 38

C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana

Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Sertifikat Jual Beli

Tanah Nomor Perkara 659/Pid.b/2011... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 58

B. Saran... 59

Daftar Pustaka

(42)

Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,Bina Pustaka, Jakarta, 1998.

Prakoso, Djoko,Kapita Selekta Hukum Pidana,Alumni Bandung, 1996.

Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI press, Jakarta, 1986.

Subekti,Kamus Hukum,Pradnya Paramita, Jakarta, 1990.

Sudarto,Kapita Selekta HukumPidana,Alumni, Bandung, 1986.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Projodikoro, Wirjono,Asas Hukum Pidana di Indonesia,Rafika Aditama, Bandung, 2002.

Lamintang,Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,Sinar Baru, Bandung, 1984.

Mertokusumo, Sudikmo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar,Liberty, Yogyakarta, 1986.

Moelyatno,Azas-Azas Hukum Pidana,Bintang Indonesia, Bandung, 1993.

Moleyatno,Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana,Bintang Indonesia, Bandung, 1998.

Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,Departemen P dan K, Jakarta, 1997.

Poernomo, Bambang,Azas-Azas Hukum Pidana,Seksi Kepidanaan FH UGM, Yogyakarta, 1998.

Pompe,Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana,Bintang Indonesia, Bandung, 2001.

Raharjo, Satjipto,Ilmu Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Rubini dan Chaidir,Pengantar Hukum Acara Perdata,Alumni, Bandung, 1974.

(44)

Utrecht,Rangkaian Sari Hukum Pidana I,Pustaka Indonesia, Jakarta, 1990.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 1998.

Poerwadarminta,Kamus Umum bahasa Indonesia,Bina Pustaka, Jakarta, 1998.

Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI press, Jakarta, 1986.

(46)

Siti Rahayu, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1983.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta, 1976.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Bambang Waluyo,Pidana Dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Lamintang,Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,Sinar Baru, Bandung, 1984.

Moleyatno,Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana,Bintang Indonesia, Bandung, 1998.

Pompe,Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana,Bintang Indonesia, Bandung, 2001.

Siti Rahayu, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1983.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta, 1976.

KUHAP dan KUHP, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Rineka Cipta, 2008.

(48)

(St udi Put usa n Pe nga dila n N e ge ri N o. 6 5 9 /Pid.b/2 0 1 1 )

Oleh

Rangga Canvarianda

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJ AN A H U K U M

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAK U LT AS H U K U M

U N I V ERSI T AS LAM PU N G

BAN DAR LAM PU N G

(49)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati Maulani,S.H,M.H ...

Sekretaris/Anggota :Firganefi,S.H,M.H ...

Penguji Utama :Tri Andrisman,S.H,M.H ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr.Heryandi,S.H,M.H

NIP. 19211091987031003

(50)

dan situasi menempatkan kita.”

(Cek Nan, SPd)

Generasi yang akan datang tergantung pada generasi sekarang

Justru itu jagalah dirimu agar kamu jangan sampai diumpat anak cucumu di kemudian

hari

Pasang Niat Kuat, berusaha keras, dan berdo a khusyuk, lambat laun apa yang

(51)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan jerih payah aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Bapak dan ibu yang paling saya cintai, saya hormati, saya sayangi tanpa mereka berdua saya tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini sampai dengan sekarang. Tanpa doa, semangat dan nasehat mereka berdua saya tidak akan sukses seperti saat ini. Ayah Ibu terimakasih atas semua pengorbanan kalian, atas semua cinta kasih kalian yg tiada pamrih hingga seperti sekarang ini untuk keberhasilanku . Kalian berdua akan selalu ada dalam hatiku dan hidupku.

Kakak, kakak ipar dan adik tersayang (uwan Indra, maharatu dan Ririn) yang sudah menyemangati saya biak dalam segi moral maupun spirit, dan juga menhadi motivator saya untuk sampai ke titik ini. Terimakasih untuk semua semangat yang telah kalian berikan untuk saya. Juga untuk

keponakan-keponakan saya (Nindhy dan Zafira) yang selalu membuat saya begitu senang dengan senyum dan canda tawa mereka yang begitu menggemaskan.

Seseorang, kekasih tersayang (Intan) yang selalu mengisi hari-hari saya dan ada untuk saya baik susah maupun senang, selalu mendukung dan menyemangati saya. Telah menjadi tempat berbagi cerita dan keluh kesah. Kekasih sekaligus sahabat terbaik dalam hidup saya.

Tidak lupa juga untuk teman-teman tercinta yang memberi dukungan serta doa untuk keberhasilan saya, terimakasih atas hari-hari dan persahabatan yang indah. Dan para dosen yang sudah mendukung, menyemangati dan membantu baik secara langsung ataupuun tidak langsung proses pemyempurnaan skripsi saya ini sampai dengan selesai.

Almamaterku tercinta Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(52)
(53)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan

Bapak Cik Nan, SPd dan Ibu Maria Olva.M . Lahir di Kotabumi,

pada tanggal 3 Agustus 1990.

Pada Tahun 1996 penulis memulai Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1

Banjar Wangi, Kotabumi Utara-Lampung Utara dan lulus dari pendidikan Sekolah

Dasar pada tahun 2002. Pada Tahun 2002 penulis memasuki Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama di SLTP Negeri 6 Kotabumi Lampung Utara dan berhasil

menamatkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada tahun 2005.

Setelah tamat dari Sekolah Lanjutan Tingat Pertama, penulis melanjutkan

pendidikannya di Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri 2 Kotabumi Lampung

Utara pada tahun 2005 dan berhasil lulus dari pendidikan Sekolah Menengah Atas

pada Tahun 2008. Setelah lulus pada tahun 2008, penulis berkesempatan untuk

melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi sebagai mahasiswi dari Universitas

Lampung, Fakultas Hukum yang ditempuh melalui jalur Seleksi Penerimaan

(54)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul

“ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT JUAL BELI

TANAH (studi

Putusan Pengadilan Negeri No. 659/Pid.b/2011)”.

Skripsi yang disusun penulis ini merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Lampung. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak

bantuan, dorongan dan saran yang diberikan oleh semua pihak yang

bersangkutan. Untuk itu dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan

terima kasih setulusnya kepada :

1.

Bapak Dr. Hi. Heryadi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2.

Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Universitas Lampung dan selaku Pembimbing I yang telah sabar dan

meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran dan

pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3.

Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku pembimbing II yang telah sabar dan

meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran dan

pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4.

Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah

memberikan saran dan masukan guna kelengkapan skripsi ini.

5.

Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah

memberikan saran dan masukan guna kelengkapan skripsi ini.

6.

Seluruh Dosen Fakultas Hukum yang telah memberikan bekal ilmu

pengtahuan kepada penulis selama menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Hukum Lampung.

7.

Seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8.

Mbak Sri dan Mbak Yanti dibagian Hukum Pidana yang turut membantu

(55)

9.

Seluruh keluargaku terutama kedua orangtuaku yang telah memberikan

doa dan dukungan bermanfaat bagi hidupku.

10.

Teman-temanku Boim, Bambang, Febri, Peri, Ricky, Jalex, Herdy bebek,

Risky cici, Yogi, Ridho, dan semua teman-teman seperjuangan,

seangkatan dan sealamamater yang tidak dapat penulis sebutkan

satu-persatu.

11.

Untuk yang tersayang Kekasihku (

INTAN)

yang selalu ada

mendukungku dan menyemangatiku disaat saya patah arang.

12.

Semua pihak yang turut membantu penulis menyelesaikan studi di

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

13.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi yang telah di

berikan kepada penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

dan yang membacanya, amin..

Bandar Lampung,

Penulis,

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 tentang Akuntansi Asuransi Kerugian, Net Premium Growth adalah rasio yang diinterpretasikan bersama-sama dengan

Softcopy proposal lengkap dalam format PDF ( 1 proposal lengkap dengan maksimum besar file 5 MB ) diunggah oleh pengusul secara mandiri. Dalam proposal lengkap tersebut juga telah

ANALISIS KOMPETENSI PEKERJA LULUSAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SEBAGAI IMPLEMENTASI PROGRAM PRAKTEK KERJA INDUSTRI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Five of them ( single letters can replace words, single digits can replace words, a single letter or digit can replace a syllable, combinations, and abbreviations ) were the

Penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri dan di kelas kontrol dengan menggunakan

Judul Tesis Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung Propinsi Lampung.. Aminudin 98426

- Jawaban dibuktikan dengan dokumen rapat kelulusan seperti undangan, daftar hadir, notula rapat) yang dihadiri oleh guru kelas, guru mata pelajaran,

Saran, para guru dapat menggunakan software CNC Bubut KELLER Q plus sebagai media pembelajaran program diklat mesin bubut CNC karena siswa lebih mudah dalam memahami materi