Guru Spiritual
Jaman sekarang ini kalau kita buka televisi, internet, media dalam bentuk apapun akan dengan mudah kita jumpai para penceramah. Namanya ada Kiai A, Ustad B bahkan ada yang bergelar Guru Spiritual. Gaya penyampaiannya macam-macam disesuaikan dengan audien yang hendak dijangkau. Jadi bagi saya yang seringkali malas pergi ke Masjid, Mushalla, atau Surau bisa saja tinggal buka TV, Radio ataupun media sosial untuk mendapatkan ilmu agama sesuai dengan agama saya yaitu Islam.
Selain gaya dan penampilan khas, isi ceramah agama para penceramah itu juga beragam. Keberagaman tersebut seringkali membuat perbedaan pula dalam mengambil kesimpulan dari dalil-dalil yang ada dalam Qur’an dan Sunah. Perbedaan tersebut antara lain:
1. Perbedaan dalam menshahihkan suatu hadits 2. Dalil yang saling bertentangan
3. Perbedaan dalam mengambil landasan hukum, dan lain sebagainya
Ada yang menganggap perbedaan ini boleh terjadi bahkan ada pula yang menganggap ini menjadi satu keniscayaan. Tapi mudah-mudahan perbedaan ini tidak menjadi sumber perpecahan di dalam Islam. Ikuti saja yang menurut kita bisa dipercaya dan logis.
Saya yang awam sekali masalah ilmu ke islaman, mungkin secara sederhana saja memandang dan menilai apakah seorang ustad itu bisa diikuti atau tidak. Minimal saja ya, bagi saya walaupun seorang itu (yang mengaku kiai, ustad, guru spiritual, dll) penampilannya bersih, jenggotan, fasih berbahasa Arab bagaikan orang lahir yang di Arab, hapal ribuan hadits, hapal Al Qur’an. Pokoknya penampilannya super meyakinkan tapi kalau
1. Belum apa-apa ia sudah mewajibkan jemaahnya menyetor uang dalam jumlah tertentu yang bisa disebut sebagai mahar, maka saya wajib untuk tidak percaya
2. Ia tidak mewajibkan shalat, puasa, haji maka saya wajib untuk tidak percaya
3. Ia mengaku punya ilmu ilmu gaib seperti bisa menghilang atau menggandakan harta seperti uang, maka saya wajib tidak percaya
5. Ia mengaku ngaku sebagai nabi atau malaikat, maka saya wajib tidak percaya