• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) SISWA KELAS V SD NEGERI 1 GADINGREJO SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2011/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) SISWA KELAS V SD NEGERI 1 GADINGREJO SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2011/2012"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) SISWA KELAS V SD NEGERI 1 GADINGREJO SEMESTER II

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

ABSTRAK Oleh

EDY PURNANTO

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPS melalui model bermain peran (role playing) siswa Kelas V SD Negeri 1 Gadingrejo Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

Metode pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, observasi dan tes. Sedangkan analisis data menggunakan cara deskriptif yaitu dengan maneganalisis data perkembangan hasil belajar siswa dari siklus ke siklus berikutnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode role playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan nilai kognitif terjadi dalam setiap siklusnya. Nilai rata-rata siklus I sebesar 62,41, pada siklus II sebesar 66,30 dan siklus III sebesar 69,26. Dari segi ketuntasan belajar klasikal, pada siklus I ketuntasan klasikal mencapai 44,44%, siklus II mencapai 77,78% dan siklus III 96,30%. Dalam penelitian ini selain aspek kognitif yang mengalami peningkatan, ternyata juga terjadi peningkatan nilai aspek psikomotorik dan afektif pada setiap siklusnya. Nilai rata-rata aspek psikomotorik dari siklus I, II dan III berturut-turut adalah 30,00, 33,96 dan 38,26 dengan kategori semuanya cukup berhasil. Nilai rata-rata aspek afektif dari siklus I, II dan III berturut-turut adalah 30,04, 33,63 dan 36,96 dengan kategori semuanya cukup berhasilDalam penelitian ini selain aspek kognitif yang mengalami peningkatan, ternyata juga terjadi peningkatan nilai aspek psikomotorik dan afektif pada setiap siklusnya. Nilai rata-rata aspek psikomotorik dari siklus I, II dan III berturut-turut adalah 30,00, 33,96 dan 38,26 dengan kategori semuanya cukup berhasil. Nilai rata-rata aspek afektif dari siklus I, II dan III berturut-turut adalah 30,04, 33,63 dan 36,96 dengan kategori semuanya cukup berhasil

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu usaha untuk membimbing dan membantu anak didik

mencapai kedewasaan. Pendidikan juga dapat berarti pengaruh, bantuan atau tuntunan

yang diberikan oleh orang yang bertanggungjawab kepada anak didik. Pendidikan dapat

dikatakan sebagai suatu proses dan hasil. Sebagai suatu proses, pendidikan merupakan

serangkaian kegiatan yang secara sistematis diarahkan oleh tujuan, sedangkan sebagai

suatu hasil, pendidikan merupakan perubahan dalam tingkah laku anak didik yang

tercermin dalam pengetahuan, sikap dan sebagainya (Karso, 1993).

Dalam pendidikan, khususnya pendidikan formal terjadi suatu proses kegiatan

belajar mengajar. Pada dasarnya kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan, khususnya

pendidikan formal yang berlangsung di sekolah adalah adanya interaksi aktif antara

siswa dan guru. Guru bukan hanya menjadi pusat dari kegiatan belajar mengajar, namun

keterlibatan siswa secara aktif menjadi hal yang tak kalah pentingnya. Agar dapat

memancing siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan belajar mengajar, guru dituntut

untuk lebih kreatif dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, di antaranya adalah

dengan menguasai materi dan menggunakan berbagai metode pembelajaran sehingga

kegiatan belajar mengajar lebih variatif (Dimyati dan Mudjiono, 2002).

Pada pelaksanaan pembelajaran, seringkali guru melakukan pengajaran yang

modelnya satu arah. Guru cenderung lebih sering memberikan informasi atau cerita

(3)

belajar. Belajar dengan model siswa hanya menerima informasi kurang bermakna bagi

siswa. Banyak siswa menganggap IPS sebagai pelajaran hafalan. Mereka harus

mengingat-ingat informasi atau penjelasan guru dan menceritakan kembali pada waktu

ulangan atau ujian (Rustaman dkk, 2003).

Berikut ini data yang penulis dapatkan sebelum menerapkan pembelajaran

yang menggunakan model role playing adalah :

Tabel 1. Nilai Rata-rata dan Ketuntasan Klasikal Ulangan Harian SDN 1 Gadingrejo

No URAIAN Ulangan harian ke

6. Persentase ketuntasan klasikal 44,44% 51,85% 55,55%

Berdasarkan data tersebut diperoleh gambaran bahwa nilai rata-rata kelas yang

rendah. Hal ini diduga disebabkan pembelajaran yang berlangsung di kelas cenderung

menonton, yaitu guru lebih sering memberikan informasi dan siswa hanya mencatat

keterangan yang ditulis guru di papan tulis, sehingga siswa terlihat bosan dan tidak

termotivasi untuk belajar. Pada saat guru menerangkan, siswa tidak ada yang menanggapi

dan berani mengajukan pertanyaan kepada guru sehingga interaksi atau komunikasi antara

guru dan siswa terlihat kurang.

Seharusnya IPS tidak lagi merupakan pelajaran yang membosankan karena pada

(4)

menyenangkan dengan mengintegrasikan substansi pelajaran melalui

permainan-permainan yang dikenali siswa. Dalam hal ini guru dituntut lebih kreatif dalam

mempersiapkan pembelajaran yang akan dikembangkam. Selain itu, guru harus

pandai-pandai memilih jenis metode atau pendekatan yang relavan dengan materi yang akan

dibahas. Hal ini tentunya akan mempengaruhi motivasi siswa untuk belajar lebih rajin

sehingga memperoleh hasil belajar yang tinggi. Salah satu metode yang dapat digunakan

dalam pembelajaran adalah bermain peran atau role playing.

Metode bermain peran (role playing) adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan

pelajaran melalui pengembangan imanjinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan

memerankan sebagai tokoh hidup atau benda mati (Prasetyo, 2001). Untuk melakukan

pembelajaran bermain peran sebelumnya siswa harus memiliki pengetahuan awal agar

dapat mengetahui karakter dari peran yang dimainkannya. Tugas guru selanjutnya adalah

memberi penjelasan dan penguatan terhadap simulasi yang dilakukan dikaitkan dengan

konsep-konsep yang relevan yang sedang dibahas.

Metode bermain peran dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi

pelajaran yang sedang dipelajari sebagaimana dikemukakan oleh Pidarta dalam Prasetyo

(2001), bahwa dengan melakukan peran suatu kasus pada meta pelajaran yang sedang

dibahas, para siswa bersangkutan diharapkan dapat menghayati kejadian itu sehingga

pemahaman dan sikap siswa terhadap mata pelajaran semakin meningkat.

Metode bermain peran banyak melibatkan siswa untuk beraktivitas dalam

pembelajaran dan akan memberikan suasana yang menggembirakan sehingga siswa

(5)

kesan yang didapatkan siswa tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari lebih kuat,

yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Silberman, 2001).

1.2Identifikasi Masalah

Bebrapa masalah yang dapat peneliti identifikasi di antaranya adalah :

1. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS pada ulangan harian atau akhir semester

banyak yang masih di bawah KKM,

2. Siswa kurang terlihat bergairah jika diberikan penjelasan tentang sejarah.

3. Pendekatan pembelajaran masih sering dilaksanakan secara konvensional misalnya

dengan metode ceramah.

1.3Pambatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Pembatasan maslah dalam penelitian ini adalah :

1. Subjek Penelitian : Siswa kelas V SD Negeri 1 Gadingrejo Semester II Tahun

Pelajaran 2001/2012.

2. Objek Penelitian : Model pembelajaran dengan role playing.

3. Hasil Belajar, merupakan hasil akhir dari suatu proses belajar mengajar dengan

pembelajaran yang ditunjukkan dalam bentuk aspek yaitu kognitif, afaktif dan

psikomotorik.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah masih rendahnya hasil

belajar IPS siswa kelas V SDN 1 Gadingrejo. Atas dasar rumusan ini maka masalah yang

(6)

meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 1 Gadingrejo Semester II

Tahun Pelajaran 2011/2012.

Dengan demikian judul penelitian ini adalah Meningkatkan Hasil Belajar IPS

melalui Model Bermain Peran (Role Playing) Siswa Kelas V SD Negeri 1 Gadingrejo

Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS melalui model

bermain peran (role playing) siswa Kelas V SD Negeri 1 Gadingrejo Semester II Tahun

Pelajaran 2011/2012.

1.5Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

a. Memberikan pengalaman dan suasana yang menggembirakan sehingga siswa

senang dan antusias dalam mengikuti pelajaran.

2. Bagi Guru

a. Membantu mencari alternatif pembelajaran yang efektif.

b. Memberi wawasan yang baru untuk meningkatkan pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar

Sebenarnya banyak teori belajar yang dikenal oleh kalangan pendidik. Teori

belajar tersebut memiliki dasar pandangan masing-masing. Dari sekian banyak teori ini,

dalam tulisan ini hanya dibicarakan 3 teori belajar, karena tiga teori ini penulis anggap

sebagai teori yang dapat dijadikan referensi tanpa mengurangi keunggulan teori belajar

yang lain.

1. Teori Belajar Gestalt

Teori belajar Gestalt (Gestlat Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan

dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan

dan problem solving, dari pengamatannya ia menyesuaikan penggunaan metode

menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan

hafalan akademis (Akhmad Sudrajat, 2008)

Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight” yaitu

pengamatan dan pemahaman mendadak terhadapt hubungan pelaksanaan antar

bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran

dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan kesatuan yang utuh. Guru memberikan

suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalan-persoalan, di mana

anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian, memperoleh insight agar ia

dapat memahami keseluruhan situasi atau bahan ajar tersebut. “insight” itu sering

(8)

teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap

objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian

berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan,

dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan

telinga. Hukum pengamatan menurut teori Gestalt meliputi :

1. Hukum Keterdekatan, artinya yang terdekat merupakan Gestalt.

2. Hukum Ketertutupan, artinya yang tertutup merupakan Gestalt.

3. Hukum Kesamaan, artinya yang sama merupakan Gestalt.

Suatu hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang kurang

lebih berarti teratur, seimbang, simetri, dan harmonis. Untuk menemukan Pragnanz

diperlukan adanya pemahaman atau insight, menurut Ernest Hilgrad ada enam ciri

dari belajar pemahaman ini yaitu :

1. Pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar.

2. Pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang relevan.

3. Pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya

mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga segala

aspek yang perlu dapat diamati.

4. Pemahaman didahului oleh usaha coba-coba, sebab insight bukanlah hal yang

dapat jatuh dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah yang harus dicari.

5. Belajar dengan pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah

dipecahkan dengan insight lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang

bersangkutan, maka dia dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi.

6. Suatu pemahaman dapat diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi

lain.

(9)

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting

dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki

kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam

suatu objek atau peristiwa.

2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur

yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.

Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang

dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya

identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang

dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan

proses kehidupannya.

3. Perilaku bertujuan (purposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.

Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada

keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan

berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh

karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran

dan membantu peserta sisik dalam memahami tujuannya.

4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan

dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan

hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan

peserta didik.

5. Transfer dalam belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi

pembelajaran tertantu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar

terjadi dengan jalan melepaskan pengertian objek dari suatu konfigurasi lain dalan

(10)

pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun

ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik

telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan

generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi

lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta sisik untuk

menguasai prinsip-prinsip pokok dari mataeri yang diajarkannya (Marada, 2008)

2. Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan

dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan

dapat diperkuat dengan umpan baik positif atau negatif terhadapat perilaku kondisi

yang diinginkan. Hukuman kadang-kandang digunakan dalam menghilangkan atau

mengurangi tindakan tidak banar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang

diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam semua bidang subjek

dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik

adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.

Ciri dari teori behavioristik, menekankan peranan lingkungan, mementingkan

pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan

mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang

diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut

pandangan ini berpenddapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap

(11)

Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan

teori behavioris. Pelajar menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk

memahami materi dan material seri terisolisasi dari konteks dunia nyata atau situasi.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari

beberapa hal seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik

pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang

dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan

adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,

sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah

memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau

pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan

yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalaisis dan dipilah, sehingga

makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik

struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang

sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar

atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid

(http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-behaviorisme)

Metode behavoristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang

membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :

kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya, contohnya :

percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,

olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak

yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus

(12)

seperti diberi permen atau pujian (http://belajarpsikologi.com/

teori-belajar-behaviorisme)

3. Teori Belajar Konstruksivisme

Implikasi dari teori belajar konstruksivisme dalam pendidikan anak adalah sebgai

berikut :

(1) Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruksivisme adalah menghasilkan

individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan

setiap persoalan yang dihadapi,

(2) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang

memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta

didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui

belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan

(3) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang

sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan

teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruktur

pengetahuan pada diri peserta didik.

Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak hanya dipindahkan

begitu saja dari pikiran guru ke siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental

membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang

dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang

siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru (http://

(13)

Tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama

adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua

adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara

bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang

diterima (http://desainwebsite.net/pendidikan/289-teori-belajar-konstruktivisme. html)

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar

konstruktivisme, sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1)

siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka

miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi

siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan

saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme ada

beberapa saran yang diajukan Hanbury (1996) berkaitan dengan rancangan

pembelajaran, sebagai berikut : (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan keapada

siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan

imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4)

memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,

(5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6)

menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu

kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam

(14)

apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih

diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan

akomodasi.

4. Pembelajaran dengan Role Playing

Pembelajaran dengan role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan

imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh

hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang

belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah yaitu : (a) dapat menjamin partisipasi

seluruh siswa dan memberi kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuannya

dalam bekerjasama hingga berhasil, dan (b) permainan merupakan pengalaman yang

menyenangkan bagi siswa (Prasetyo, 2001).

Pembelajaran dengan role playing merupakan suatu aktivitas yang dramatik, biasanya ditampilkan oleh sekelompok kecil siswa, bertujuan mengeksploitasi beberapa

masalah yang ditemukan untuk melengkapi partisipasinya dan pengamat dengan

pengalaman belajar yang nantinya dapat meningkatkan pemahaman (Prasetyo, 2001)

Menurut Mulyasa (2005) pembelajaran dengan role playing ada tujuh tahap yaitu pemilihan masalah, pemilihan peran, menyusun tahap-tahap nermain peran,

menyiapkan pengamat, tahap pemeranan, diskusi dan evaluasi serta pengambilan

keputusan. Pada tahap pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat

dari kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong

(15)

dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus

dikerjakan oleh para pemain.

Selanjutnya menyusun tahp-tahap bermain peran. Dalam hal ini guru telah

membuat dialog tetapi siswa bisa menambah dialog sendiri. Tahap berikutnya adalah

menyiapkan pengamat. Pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak

menjadi pemain atau pemeran. Setelah semuanya siap maka dilakukan kegiatan

pemeranan masing-masing sesuai yang terdapat pada skenario bermain peran.

Dalam hal ini guru menghentikan permainan pada saat terjadi pertentangan agar

memancing permasalahan agar didiskusikan. Masalah yang muncul dari bermain peran ,

dibahas pada tahap diskusi dan evaluasi. Role playing disebut juga metode sosiodrama. Sosiodrama pada dasarnya mendramarisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan

masalah sosial (Djamarah dan Zain, 2002).

Role playing menurut Djamarah dan Zain (2002) mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

a. Kelebihan metode role playing

1. Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan

diperankan. Sebagai pamain harus memahami, menghayati isi cerita secara

keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya sehingga daya

ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.

2. Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran

para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai sengan waktu yang

tersedia.

3. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan

(16)

4. Kerjasama antarpemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.

5. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggungjawab

dengan sesamanya.

6. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah

dipahami orang lain.

b. Kekurangan metode role playing

1. Sebagian anak yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang aktif.

2. Banyak memerlukan waktu.

3. Memerlukan tempat yang cukup luas.

4. Sering kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan

penonton/pengamat.

Proses pelaksanaan metode role playing adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan

peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk menari

penyelesaiannya.

2. Pemilihan peran, memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan

dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain.

3. Menyusun tahap-tahap permain peran, dalam hal ini guru telah membuat dialog

tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog sendiri.

4. Menyiapkan pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak

menjadi pemain atau pemeran.

5. Pemeranan, dalam tahap ini para peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan peran

masing-masing yang terdapat pada skenario bermain peran.

6. Diskusi dan evaluasi, mendiskusikan masalah-masalah serta pertanyaan yang

(17)

7. Pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang telah dilakukan.

Jadi pembelajaran dengan menggunakan model bermain peran (role playing)

merupakan cara belajar yang dilakukan dengan cara membagi siswa menjadi beberapa

kelompok dan di setiap kelompok memerankan karakter sesuai dengan naskah yang

telah dibuat dan materi yang ditentukan oleh guru, sehingga siswa lebih mudah

memahami dan mengingat materi yang telah diperankan tersebut.

5. Hasil Belajar

Uzer Usman (1997), berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan tingkah

laku individu sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungan sehingga mampu

merinteraksi dengan baik dengan lingkungan.

Mulyana (1999), menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang

diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar mengajar. Belajar iru sendiri

merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu

bentukperubahan perilaku yang relative manetap. Dalam kegiatan belajar mengajar yang

terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau

kegiataninstruksional. Tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh guru. Anak

yang berhasil belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran tujuan

instruksional.

Mudhofir (1996), menyatakan bahwa secra garis besar yang mempengaruhi

hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : (a) faktor internal yang

bersdumber dari diri manusia, yang meliputi faktor biologis dan psikologis dan (b) faftor

eksternal nyang bersumber dari luar manusia yang meliputi faktor manusia dan faktor

(18)

pencapaian belajar siswa, yaitu : (a) norm referenced evaluation (NRE) atau Penilaian

Acuan Norma (PAN), dikategorikan cara lama karena pencapaian siswa ukurannya

sangat reltif. Cara ini tidak dapat dikategorikan baku karea hasil belajar siswa hanya

dibandingkan dengan hasil yang dicapai oleh teman sekelasnya, atau hasil rata-rata pada

sekolah dibandingkan dengan hasil rata-rata pada sekolah lain dan (b) adalah cara yang

dikehendaki dalam rangka proses belajar mengajr dengan mempergunakan system

instruksional. Dengan cara penilaian ini tiap siswa dituntut untuk dapat mencapai tujuan

belajar yang telah ditentukan sebelum siswa melakukan kegiatan belajar, sehingga

pencapaian hasil belajar siswa dapat dilihat dengan penguasaan belajar tuntas.

Nana Sujana (2000), menyatakan bahwa ada 3 ranah (domain) hasil belajar

yaitu koqnitif, psikomotorik, dan afektif. Ranah kognitif merupakan aspek yang

berkaitan dengan kemampuan berfikir, kemampuan memperoleh pengetahuan,

pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Ranah psikomotorik

merupakan aspek yang berkaitan dengan kamampuan pekerjaan dengan melibatkan

anggota badan, kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik. Sedangkan ranah afektif

merupakan aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajad penerimaan atau

penolakan terhadap suatu objek.

Dengan demikian dapat dikatakan hasil belajar adalah kemampuan yang

diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Kemampuan ini berupa kemampuan

kognitif, afektif maupun psikomotorik.

(19)

Kurikulun yang berlaku saat ini di Sekolah Dasar adalah Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP). Silabus Mata Pelajaran IPS kelas V Sekolah Dasar untuk

semester II memuat :

Standar Kompetensi: 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam

mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kompetensi dasar, terdiri dari :

2.1 Mendeskrisipkan perjuangan para tokoh pejuan pada penjajah Belanda dan Jepang

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapakan kemerdekaan

Indonesia

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan

kemerdekaan Indonesia

2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan (SDN 1

Gadingrejo, KTSP, 2007)

2.2 Kajian Peneletian

Muti’ah, Ina (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektifitas Role Playing

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sukodono

Sragen Tahun Ajaran 2007/2008” memberikan hasil bahwa: (1) terjadi peningkatan hasil

belajar (nilai) siswa SMP Negeri 1 Sukodono Sragen tahun ajaran 2007/2008 dalam aspek

kognitif dari siklus I sampai dengan siklus III setelah dilakukan proses pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran role playing. Dengan nilai rata-rata siklus I

sebesar 5,8, pada siklus II sebesar 7,4 dan pada siklus III sebesar 8,2; (2) terjadi

peningkatan hasil belajar siswa SMP Negeri 1 Sukodono Sragen tahun ajaran 2007/2008

setelah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran role playing,

(20)

siklus II rata-rata sebesar 36,75 (cukup berhasil), dan pada siklus III rata-rata sebesar

40,12 (berhasil).

Ahmad Muhson (2011) dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil

Belajar Siswa Materi Khalifah Umar bin Khattab Pada Mata pelajaran Sejarah

Kebudayaan Islam Melalui Metode Role Playing di MI Negeri Kalibuntu Wetan Kendal

Tahun 2010/2011”didapatkan hasil bahwaterjadipeningkatan hasil belajar siswa dengan

menerapkan metode role playing pada Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebagaimana telah disebutkan di

atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model role playing dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

2.3Kerangka Berfikir

Dalam pembelajaran masih didominasi pembelajaran yang konvensional,

terutama metode ceramah sehingga siswa pasif, aktivitas belajar rendah dan pada

gilirannya prestasi belajar juga rendah. Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di

sekolah selalu melibatkan guru dan siswa. Guru sebagai fasilisator dan mediator.

Dengan demikian, guru bertanggung jawab terhadap keberhasilan pengajaran.

Penggunaan metode ataupun model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Salah satu metode yang dapat

diterapkan dalam mata pelajaran IPS adalah role playing karena role playing dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa, semakin baik peran yang

dimainkan, maka siswa akan lebih memahami materi yang sedang dipelajari sehingga

(21)

adalah aspek (ranah) kognitif, psikomotik dan afektif. Kerangka pemikiran ini peneliti

tuangkan dalam bagan berikut :

Gambar 2.1 Skema kerangka berfikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan model bermain

peran (role playing) dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SDN 1 Gadingrejo

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah pembelajaran dengan role playing dan hasil belajar mata

pelajaran IPS pada siswa kelas V.

1.2 Setting Penelitian

1. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD N 1 Gadingrejo

2. Subjek Penelitian

Siswa kelas V SD Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2011/2012

1.3 Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus, masing-masing

siklus teridiri dari empat kegiatan, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,

observasi tindakan, dan refleksi tindakan. Pada akhir setiap siklus diadakan tes hasil

belajar untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Tahap yang dilakukan sebelum siklus I yaitu melaksanakan observasi awal yang

dilakukan oleh peneliti bersama dengan guru bidang studi IPS dan kepala sekolah untuk

mendiskusikan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan dialog

tersebut diperoleh informasi dari guru bidang studi IPS bahwa pembelajaran yang ada

cenderung menonton, yaitu guru lebih sering memberikan informasi tentang IPS dan

(23)

bosan dan tidak termotivasi untuk belajar dan menyebabkan nilai ulangan harian yang

rendah.

Setelah observasi dilakukan, tahap selanjutnya adalah sebagai berikut :

1. Siklus I

Didalam siklus I ini dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, langkah-langkah sebagai

berikut :

a) Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini dilakukan persiapan-persiapan untuk melakukan perencanaan

tindakan dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar

observasi siswa, mengorganisir siswa, membuat alat evaluasi.

b) Pelaksanaan Tindakan

Proses tindakan dalam siklus ini terdiri dari tujuh tahap, yaitu :

1. Pemilihan masalah. Guru mengemukakan masalah yang diangkat dari

kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan

terdorong untuk mencari penyelesaiannya.

2. Pemilihan peran. Memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan

dibahas, mendiskripsikan karakter dan apa yang aharus dikerjakan oleh para

pemain.

3. Menyusun tahap – tahap bermain peran, dalam hal ini guru telah membuat

dialog tetapi siwa dapat juga menambahkan dialog sendiri.

4. Menyiapkan pengamat. Pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang

tidak menjadi pemain atau pemeran.

5. Pemeranan. Tahap ini para peserta sisik mulai beraksi sesuai dengan peran

(24)

6. Diskusi dan evaluasi. Pada tahap ini mendiskusikan masalah-maslah serta

pertanyaan yang muncul dari siswa.

7. Pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang telah dilakukan.

c) Observasi

Obeservasi dilakukan oleh guru bidang studi IPS dengan peneliti bersamaan

dengan pelaksanaan tindakan, aspek yang diamati adalah keaktifan siswa dan

guru selama proses pembelajaran menggunakan role palying, serta hasil dari lembar observasi yang dibuat.

d) Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi yang dilakukan oleh bidang studi

IPS dengan peneliti dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil

refleksi. Dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan

siklus berikutnya.

e) Evaluasi

Kegiatan ini sebagai proses mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan

informasi sehingga bermanfaat untuk pengambilan keputusan, tindakan,

melakukan tindakan, pengamatan, refleksi, dan evaluasi merupakan proses

yang terkait secara logis, sistematis, dan berkesinambungan. Evaluasi

diarahkan pada penemuan bukti-bukti peningkatan hasil belajar siswa.

2. Siklus II

Hasil refleksi analisis data pada siklus I digunakan sebagai acuan untuk

merencanakan siklus II, dengan memperbaiki kelemahan siklus I, dengan 2 kali

pertemuan. Langkah-langkah pada siklus ini adalah sebagai berikut :

(25)

Pada tahap ini dilakukan persiapan-persiapan untuk melakukan perencanaan

tindakan dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar

observasi siswa, mengorganisir siswa, membuat alat evaluasi.

b) Pelaksanaan Tindakan

Proses tindakan dalam siklus ini terdiri dari tujuh tahap, yaitu :

1. Pemilihan masalah. Guru mengemukakan masalah yang diangkat dari

kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan

terdorong untuk mencari penyelesaiannya.

2. Pemilihan peran. Memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang

akan dibahas, mendiskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan

oleh para pemain.

3. Menyusun tahap – tahap bermain peran, dalam hal ini guru telah membuat

dialog tetapi siwa dapat juga menambahkan dialog sendiri.

4. Menyiapkan pengamat. Pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa

yang tidak menjadi pemain atau pemeran.

5. Pemeranan. Tahap ini para peserta sisik mulai beraksi sesuai dengan peran

masing-masing yang terdapat pada scenario bermain peran,

6. Diskusi dan evaluasi. Pada tahap ini mendiskusikan masalah-maslah serta

pertanyaan yang muncul dari siswa.

7. Pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang telah dilakukan.

c) Obeservasi

Obeservasi dilakukan oleh guru bidang studi IPS dengan peneliti bersamaan

dengan pelaksanaan tindakan, aspek yang diamati adalah keaktifan siswa dan

(26)

d) Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi yang dilakukan oleh bidang studi

IPS dengan peneliti dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil

refleksi. Dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan

siklus berikutnya.

e) Evaluasi

Kegiatan ini sebagai proses mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan

informasi sehingga bermanfaat untuk pengambilan keputusan, tindakan,

melakukan tindakan, pengamatan, refleksi, dan evaluasi merupakan proses

yang terkait secara logis, sistematis, dan berkesinambungan. Evaluasi

diarahkan pada penemuan bukti-bukti peningkatan hasil belajar siswa.

3. Siklus III

Hasil refleksi analisis data pada siklus II digunakan sebagai acuan untuk

merencanakan siklus III, dengan memperbaiki kelemahan siklus II, dengan 2 kali

pertemuan. Langkah-langkah pada siklus ini adalah sebagai berikut :

a) Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini dilakukan persiapan-persiapan untuk melakukan perencanaan

tindakan dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar

observasi siswa, mengorganisir siswa, membuat alat evaluasi .

b) Pelaksanaan Tindakan

Proses tindakan dalam siklus ini terdiri dari tujuh tahap, yaitu :

1. Pemilihan masalah. Guru mengemukakan masalah yang diangkat dari

kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan

(27)

2. Pemilihan peran. Memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang

akan dibahas, mendiskripsikan karakter dan apa yang aharus dikerjakan

oleh para pemain.

3. Menyusun tahap – tahap bermain peran, dalam hal ini guru telah membuat

dialog tetapi siwa dapat juga menambahkan dialog sendiri.

4. Menyiapkan pengamat. Pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa

yang tidak menjadi pemain atau pemeran.

5. Pemeranan. Tahap ini para peserta sisik mulai beraksi sesuai dengan peran

masing-masing yang terdapat pada scenario bermain peran,

6. Diskusi dan evaluasi. Pada tahap ini mendiskusikan masalah-maslah serta

pertanyaan yang muncul dari siswa.

7. Pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang telah dilakukan.

c) Obeservasi

Obeservasi dilakukan oleh guru bidang studi IPS dengan peneliti bersamaan

dengan pelaksanaan tindakan, aspek yang diamati adalah keaktifan siswa dan

guru selama proses pembelajaran menggunakan role palying, serta hasil dari

lembar observasi uang dibuat.

d) Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi yang dilakukan oleh bidang studi

IPS dengan peneliti dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil

refleksi. Dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan

siklus berikutnya.

e) Evaluasi

Kegiatan ini sebagai proses mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan

(28)

melalukukan tindakan, pengamatan, refleksi, dan evaluasi merupakan proses

yang terkait secara logis, sistematis, dan berkesinambungan. Evaluasi

diarahkan pada penemuan bukti-bukti peningkatan hasil belajar siswa.

1.4 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data yang diperoleh melalui beberapa cara, yaitu :

1) Dokumentasi, yang digunakan untuk memperoleh data sekolah dan identitas siswa

antara lain seperti nama siswa, nomor induk siswa dengan melihat dokumen yang

ada di sekolah.

2) Observasi, dilakukan oleh peneliti untuk mengamati aspek afektif dan aspek

psikomotorik siswa dalam interaksi pelajaran IPS, dapat dengan lembar pengamatan

maupun dengan catatan lapangan yaitu catatan tertulis tentang apa yang di dengar,

dilihat, dialami siswa dalam rangka pengumpulan data.

3) Tes, digunakian untuk mengumpulan data hasil belajar. Janis tes yang digunakan

adalah pot teest yaitu test yang dilaksanakan setelah diadakan tindakan.

1.5 Metode Analisis Data

Analisis data dari penelitian ini adalah dengan cara deskriptif yaitu dengan cara

menganalisis data perkembangan hasil belajar siswa dari siklus I sampai siklus III.

1. Untuk keperluan analisis data hasil observasi nilai kognitif digunakan lembar kerja

observasi sebagai berikut :

(29)

No Nama Siswa

Nilai Tes Sik1us ke

….

TB/ TTB

Jumlah nilai -

Jumlah Siswa Tuntas Belajar (TB) -

Keterangan : TB = tuntas belajar (nilai ulangan ≥ KKM)

TTB = tidak tuntas belajar (nilai ulangan ≤ KKM

KKM IPS di SDN 1 Gadingrejo = 65

Data/hasil ulangan dianalisis dengan cara dicari rata-rata tiap siklus dan dilihat apakah

terjadi kenaikan atau sebaliknya. Nilai rata – rata hasil belajar siswa diperoleh dengan

rumus :

Nilai Rata-rata = ∑ � ℎ � ℎ �

Di samping itu juga dicari ketuntasan belajar perorangan dan ketuntasan secara

klasikal. Siswa dikatakan tuntas belajarnya jika mendapat nilai minimal sama dengan

KKM (KKM IPS di SDN 1 Gadingrejo = 65), dan ketuntasan klasikal dikalkulasi

dengan rumus:

Ketuntasan klasikal (%) = � ℎ � � � �

� ℎ � � � � � � x 100%

Ketuntasan klasikal sudah tercapai jika ketuntasan klasikal yang didapatkan minimal

(30)

2. Untuk keperluan analisis data hasil observasi nilai afektif digunakan lembar kerja

observasi sebagai berikut :

Tabel: Hasil penilaian afektif Siklus ke …..

No Nama

3. Untuk keperluan analisis data hasil observasi nilai psikomotorik digunakan lembar

kerja observasi sebagai berikut :

Tabel : Hasil penilaian psikomotorik Siklus ke …..

(31)
(32)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran dengan menerapkan model role playing dapat meningkatkan hasil belajar. Hal

ini terlihat dari naiknya nilai rata-rata dan ketuntasan belajar secara klasikal dari setiap siklus.

5.2 Saran

Saran yang dapat peneliti berikan untuk penelitian tindakan kelas yang akan datang

(lebih lanjut) adalah:

1. Hendaknya sekolah memberikan rekomendasi dan dukungan yang lebih intensif

kepada para dewan guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas agar dapat

meningkatkan mutu pembelajarannya

2. Guru sudah saatnya selalu mempertimbangkan dan mempersiapkan model

pembelajaran yang inovatif dan tidak monoton dalam menyelenggarakan

(33)

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI

MODEL BERMAIN PERAN (

ROLE PLAYING

) SISWA

KELAS V SD NEGERI 1 GADINGREJO SEMESTER II

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Oleh

EDY PURNANTO

NPM: 1013119010

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(34)

i

1.3 Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

2.4 Hipotesis Tindakan ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 25

(35)

ii

3.3 Prosedur Penelitian ... 25 3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32 3.5 Metode Analisis Data ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Selintas tentang Setting Penelitian ... 36 4.2 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian... 38 4.3 Pembahasan ... 49

BAB IV. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 52 5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(36)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel 1. Hasil ulangan harian pada siklus 1 dan ketuntasan belajar Lampiran 2. Tabel 2 Hasil ulangan harian pada siklus 2 dan ketuntasan belajar Lampiran 3. Tabel 3. Hasil ulangan harian pada siklus 3 dan ketuntasan belajar Lampiran 4. Tabel 4. Hasil penilaian psikomotorik Siklus 1

Lampiran 5. Tabel 5. Hasil penilaian afektif Siklus I Lampiran 6. Tabel 6. Hasil penilaian psikomotorik Siklus 2 Lampiran 7. Tabel 7. Hasil penilaian afektif Siklus 2 Lampiran 8. Tabel 8. Hasil penilaian psikomotorik Siklus 3 Lampiran 9. Tabel 9. Hasil penilaian afektif Siklus 3 Lampiran 10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Lampiran 11. Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 12. Izin Penelitian

(37)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Observasi Awal di SDN 1 Gadingrejo ……… 2 Tabel 2. Keadaan Siswa SDN 1 Gadingrejo Tahun 2012 ………….. 36 Tabel 3. Data Pekerjaan Orang Tua Siswa Kelas V SD Negeri 1

Gadingrejo Tahun 2012……….. 37 Tabel 4. Keadaan Guru dan Pesuruh di SDN 1 Gadingrejo Tahun 2012 37 Tabel 5. Rekapitulasi hasil ulangan dan ketuntasan belajar dari siklus I

s/d III ………. 48

Tabel 6. Rekapitulasi nilai rata-rata aspek psikomotorik dan afektif dari

(38)

1

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, S.B dan A. Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hanbury, L. (1996) Konstruktivisme: Jadi Apa dalam J. Wakefield dan L. Velardi (Eds.). Belajar Matematika Celeberating (h.3–8). Melbourne : The Matematika Association Victoria.

http://desainwebsite.net/pendidikan/289-teori-belajar-konstruktivisme.html

Karso. 1993. Dasar-Dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Depdikbud.

Marada. 2008. Belajar Psikologi Gestalt dan Implikasinya di dalam Belajar dan pembelajaran.(online) tersedia http://maradagv.multiply.com/journal/item/32.

Diakses 17 Maret 2010.

Mudhofir. 1996. Teknologi Instruksional. Bandung: Remadja Karya.

Muhson. Ahmad. 2011. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Khalifah Umar bin Khattab Pada Matapelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Melalui Metode Role Playing di MI Negeri Kalibuntu Wetan Kendal Tahun 2010/2011. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.

Mulyana Abdurahman. 1999. Pendekatan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Mulyasa. Enco. 2005. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pengajaran KBK. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Muti’ah. Ina. 2008. Efektifitas Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sukodono Sragen Tahun Ajaran 2007/2008. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

(39)

2

Rustaman, N.Y., S.A. Dirdjosoemarto, Yusnani, A., Ruchrji, S.,Diana.R.& Mimin. N. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

SDN 1 Gadingrejo. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Silberman, M. 2001. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta : Yappendis.

Sudjana. Nana. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori Belajar. (online) Tersedia http://akhmadsudrajad.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/. Diakses 17 Maret 2010.

Suhardjono. 2006. Penelitian Tindakan Kelas sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Bina Aksara.

Suharsimi Arikunto. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas Beserta Sistematika Proposal dan Laporannya. Jakarta: Bina Aksara.

(40)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan berkat yang

diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tindakan kelas (PTK) ini sebagai

syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan S.1 PGSD dalam

Jabatan di FKIP Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila beserta para Pembantu

Dekan FKIP Unila;

2. Bapak Drs. Haharudin Risyak, MPd., eebagai Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

3. Bapak Dr. Darsono, MPd., sebagai Ketua Program Studi Pendidikan S.1 PGSD dalam

Jabatan

4. Bapak Dr.H. M. Thoha B.S Jaya, M.S. selaku dosen pembimbing

5. Dr. Riswandi,MPd., selaku dosen pembahas

6. Bapak/Ibu Dosen Pendidikan S.1 PGSD dalam Jabatan atas didikan dan ilmu yang

diberikan kepada penulis;

7. Ibu Ellya Gustina, S.Pd.I , selaku Kepala SDN 1 Gadingrejo yang telah memberi izin dan

mendukung penulis untuk melaksanakan penelitian;

8. Seluruh dewan gur di SDN 1 Gadingrejo;

9. Siswa-siswi SDN 1 Gadingrejo khususnya kelas V selaku subjek penelitian atas

dukungan, canda tawa, dan semangat yang diberikan selama penulis melaksanakan

penelitian;

(41)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan PTK ini banyak dijumpai

kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi

perbaikan penulisan ini.

Semoga laporan yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan

pembaca pada umumnya.

Pringsewu, Agustus 2012 Penulis,

(42)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Tim Penguji

Pembimbing : Dr. H. M. Thoha B.S. Jaya, M.S. (____________)

Pembahas : Dr. Riswandi, M.Pd. (____________)

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1 003

(43)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Edy Purnanto

Nomor Pokok Mahasiswa : 1013119010

Program Studi : S.1 PGSD Dalam Jabatan

Jurusan : Ilmu Pendidikan

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Alamat : SD Negeri 1 Gadingrejo.Kab. Pringsewu

Dengan ini menyatakan bahwa dalam PTK ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang

lain kecuali yang secara tertulis dirujuk dalam naskah ini dan disebut daftar pustaka.

Pringsewu , 1 Agustus 2012

Yang membuat pernyataan

(44)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) SISWA KELAS V SD NEGERI 1 GADINGREJO SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Program Studi : Program S-1 PGSD Dalam Jabatan

Nama : Edy Purnanto

NPM : 1013119010

MENYETUJUI

PEMBIMBING PEMBAHAS

Dr. H. M. Thoha B.S. Jaya, M.S. Dr. Riswandi, M.Pd.

Gambar

Tabel 1. Nilai Rata-rata dan Ketuntasan Klasikal  Ulangan Harian SDN 1 Gadingrejo
Gambar 2.1 Skema kerangka berfikir
Tabel : Hasil penilaian psikomotorik  Siklus ke …..

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pedagogik Prodi Pendidikan Guru Sekolah

bahwa sehubungan dengan hal terse but pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan

Melalui game yang Penulis buat diharapkan user tidak merasa bosan berlama-lama di depan komputer dan juga bisa membantu gerak refleks anak atau merangsang kecepatan berfikir pada

Setiap Negara memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lainnya baik dari bangsa, bahasa, mata uang, pemerintahan, dan lain sebagainya. Program aplikasi ini menggunakan

Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam terkait dosis perlakuan zeolit agar. dapat memberikan dosis

3 Berdasarkan laporan pola penyebab kematian di Indonesia dari analisis data kematian 2010, didapatkan sebagai penyebab dasar kematian ( underlying cause ) tertinggi dari

[r]