DESKRIPSI NILAI GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK
MIE BERBAHAN BAKU NON-TERIGU
Oleh
NOVI SUGIARTINI
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
DESKRIPSI NILAI GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK
MIE BERBAHAN BAKU NON-TERIGU
Oleh
Novi Sugiartini
(bb). Kandungan abu berkisar antara 0,15% (bb)-0,62% (bb). Kandungan lemak
berkisar antara 0,31% (bb)-0,50% (bb). Kandungan serat kasar berkisar antara
0,23% 0,36% (bb). Kandungan karbohidrat berkisar antara 86,52%
(bb)-81,63% (bb). Kandungan total serat pangan kelima mie non-terigu berkisar antara
(1,59% 6,08% (bb). Kandungan pati resisten berkisar antara 3,58%
(bb)-10,47% (bb). Daya cerna pati berkisar antara 25,07% (bb)-29,45% (bb). Kelima
jenis produk mie berbahan baku non-terigu memiliki nilai indeks glikemik yang
tergolong tinggi (>70) yaitu mie pati singkong sebesar 122,24, mie pati sukun
sebesar 117,94, mie pati sagu sebesar 105,99, mie beras komersial sebesar 104,13,
dan mie pati jagung komersial sebesar 100,18. Rendahnya kandungan serat
pangan yang terkandung dalam produk (1,59%-6,08% bb) menyebabkan tinggi
nya nilai indeks glikemik. Indeks glikemik dipengaruhi oleh daya cerna pati dan
pati resisten. Tingginya Beban Glikemik mie pati sukun, mie pati sagu, mie pati
singkong, mie beras komersial, dan mie pati jagung komersial berkaitan dengan
nilai IG dan kandungan karbohidrat dalam bahan pangan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sungai langka, Lampung Selatan pada tanggal 6
November 1988, sebagai putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak
Suwardi (Alm) dan Ibu Teti Rochmaini (Alm). Penulis memulai pendidikan di
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 Sungai Langka, pada tahun 1993
–
2000; Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 13 Bandar Lampung pada tahun
2000
–
2003; Sekolah Menengah Umum (SMU) Plus Unesco Bandar Lampung
pada tahun 2003
–
2006. Pada tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama di perguruan tinggi, penulis pernah meraih Juara 1 Lomba Karya
Tulis Ilmiah dengan judul ”Pemanfaatan Algae menjadi Bioetanol” pada tahun
2007. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan praktik umum di PTPN 13
Semuntai Kalimantan Timur dengan judul
”
Mempelajari Proses Pengolahan
Kelapa Sawit Menjadi CPO (
Crude Palm Oil
) di PTPN XIII (Persero) PMS
S
emuntai Kalimantan Timur”
Kupersembahkan karya kecil-ku teruntuk
Allah
Rasulullah Muhammad SAW
Bapak (Alm) dan Mamah (Alm)
Mas Eko dan Akram Tazkiy Al ghifari
Ayuk serta Ade k ku
Sahabat dan Para Pendidikku
Ikhwatifillah
Almamater tercinta
“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada Kemudahan”
(Q.S. Al-insyirah : 6)
“Dan tiada yang memahaminya, kecuali orang yang berilmu”
(Q.S. Al Ankabuut : 43)
“Katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu Pengetahuan”
(Q.S. Thaahaa : 114)
“…Bersabarlah kamu dan kuatkan
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung
”
(Q.S. Ali-Imran : 200)
“Sediakanlah waktu tertawa karena tertawa itu musiknya jiwa, sediakanlah waktu
berpikir karena berpikir itu pokok kemajuan, sediakanlah waktu untuk beramal
karena beramal itu pangkal kejayaan, sediakanlah waktu untuk bercanda karena
bercanda itu akan membuat muda selalu, dan sediakanlah waktu beribadat karena
beribadat itu adalah ibu dari segala ketenangan jiwa”
SANWACANA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat meny
elesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Nilai
Gizi dan Indeks Glikemik Mie Berbahan Baku Non-
Terigu”. Dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1.
Ibu Dr.Ir. Sussi Astuti, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing atas segala
saran, motivasi dan bimbingannya yang diberikan selama menyusun skripsi
penulis.
2.
Bapak Ir. Muhammad Nur, M.Sc. selaku anggota komisi yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan serta bantuan sebagian dana penelitian
dan literatur selama penyusunan skripsi.
3.
Ibu Ir. Medikasari, M.Si yang telah memberikan pengarahan dan masukan
dalam penyelesaian skripsi..
4.
Ibu Ir. Susilawati, M. S. selaku penguji utama yang telah banyak memberikan
kritik, saran dan bimbingan terhadap karya skripsi penulis.
5.
Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian atas segala bantuan yang diberikan selama penulis menimba
ilmu di Universitas Lampung.
8.
Keluarga tercinta: Ayah (Alm), Ibu (Alm), Suami ku Eko Santoso, Buah
hatiku
Akram serta kakak dan adikku atas do’a, dukungan moril, motivasi,
serta kasih sayang yang tiada henti demi keberhasilanku.
9.
Keluarga besar THP angkatan 2006: Zana, Ana, Debby, Ikke A, Rizky,
Ranny, Hermin, Rinda, Firman, Rindo, Rahma, Amel, Mukha, Haning, Dian,
Debbie, Bohay, Mb fera, Mb fillia dan serta kakak dan adik-adik angkatan
2004, 2005, 2007, 2008, 2009, dan 2010 .
10.
Terima kasih kepada karyawan PT.KBU khususnya : Pak Gunawan, Pak
Alimudin, Pak Ilyas, Pak Edi Umar, Pak Lukman, Pak Sopian, Pak Suraji, Pak
Sudirman, Pak Kaher, Pak Mashenzir, Pak Sariman.
11.
Pak Subandi, Pak Benny, Para relawan, Teman-temanku di IPB : Adit, Retno,
Sri , dan Imah. Teman terbaik ku dalam penelitian : Arif Makharim.
12.
Sobat-sobat ku dalam Komunitas Teater Awan, Estu dan Dian. Kakak-kakak,
mbak-mbak dan adik-adikku yang spesial dan luar biasa,
13.
Semua pihak yang telah banyak berjasa dan tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala keikhlasannya,
Jazakumullah khairan katsiran
dan penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat.
Bandar Lampung, Februari 2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang dan Masalah ... 1
B.
Tujuan Penelitian ... 3
C.
Kerangka Pemikiran ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Mie dan Perkembangannya ... 6
1.
Mie Berbahan Baku Terigu ... 7
2.
Mie Berbahan Baku Non-Terigu ... 10
B.
Pati dan Daya Cerna ... 14
1.
Pati ... 14
2.
Daya Cerna ... 15
C.
Indeks Glikemik (IG)
... 16
III. METODE PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
B.
Bahan dan Alat ... 19
1. Bahan ... 19
2. Alat ... 20
C.
Metode Penelitian... 20
D.
Tahapan Penelitian ... 21
1. Pembuatan Mie Pati Sukun ... 21
3. Pembuatan Mie Pati Singkong ... 25
E.
Analisis Penelitian ... 26
1.
Evaluasi Nilai Gizi ... 27
a. Kadar Air ... 27
b. Kadar Abu ... 27
c. Kadar Protein ... 28
d. Kadar Lemak ... 29
e. Kadar Karbohidrat ... 29
f. Kadar Serat Kasar ... 29
g. Kadar Serat Pangan ... 30
h. Kadar Pati Resisten ... 32
i. Daya Cerna Pati ... 33
2.
Uji Indeks Glikemik ... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Komposisi Zat Gizi Mie Berbahan Baku Non-Terigu ... 36
1.
Kadar Air ... 36
2.
Kadar Abu ... 37
3.
Kadar Protein ... 38
4.
Kadar Lemak ... 39
5.
Kadar Karbohidrat ... 40
6.
Kadar Serat Kasar ... 41
B.
Serat Pangan ... 42
C.
Pati Resisten ... 45
D.
Daya Cerna Pati... 47
E.
Nilai Energi ... 50
F.
Indeks Glikemik Mie Berbahan Baku Non-Terigu ... 53
1. Penentuan Jumlah Pangan dan Acuan ... 53
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 63
B. Saran ... 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Diagram alir ekstraksi pati sukun ... 22
2.
Diagram alir pembuatan mie pati sukun ... 23
3.
Diagram alir pembuatan mie pati sagu ... 24
4.
Diagram alir pembuatan mie pati singkong ... 25
5.
Diagram alir analisis mie berbahan baku non-terigu ... 26
6.
Diagram batang kadar air produk mie berbahan baku non-terigu ... 37
7.
Diagram batang kadar abu produk mie berbahan baku non-terigu ... 38
8.
Diagram batang kadar protein produk mie berbahan baku non-terigu . 39
9.
Diagram batang kadar lemak produk mie berbahan baku non-terigu ... 40
10.
Diagram batang kadar karbohidrat
by difference
produk mie
berbahan baku non-terigu
... 41
11.
Diagram batang kandungan serat kasar produk mie berbahan baku
non-terigu ... 42
12.
Diagram batang kadar total serat pangan produk mie berbahan baku
non-terigu ... 44
13.
Diagram batang kadar serat tak larut mie berbahan baku non-terigu .... 45
14.
Diagram batang kadar serat larut mie berbahan baku non-terigu ... 45
15.
Diagram batang kadar pati resisten mie berbahan baku non-terigu ... 46
17.
Diagram batang kandungan energi mie berbahan baku non-terigu ... 51
18.
Kurva respon glikemik salah satu subjek terhadap mie pati sukun. ... 55
19.
Kurva respon glikemik salah satu subjek terhadap mie pati sagu ... 56
20.
Kurva respon glikemik salah satu subjek terhadap mie pati singkong .. 56
21.
Kurva respon glikemik salah satu subjek terhadap
mie beras komersial... 56
22.
Kurva respon glikemik salah satu objek terhadap mie pati jagung
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang dan Masalah
Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok
alternatif selain beras. Mie merupakan produk pangan yang telah menjadi
kebiasaan konsumsi masyarakat seiring dengan perkembangan teknologi serta
kebutuhan konsumen akan makanan yang praktis. Bagi masyarakat Indonesia
produk mie baik berupa mie basah, mie kering, maupun mie instan kini sudah
menjadi bahan makanan utama kedua setelah beras. Berdasarkan hasil kajian
preferensi konsumen, mie merupakan produk pangan yang paling sering
dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat baik sebagai makanan sarapan
maupun sebagai selingan (Juniawati, 2003).
Bahan baku pada pembuatan mie adalah tepung terigu yang sampai
sekarang masih harus diimpor. Jumlah impor tepung terigu semakin lama
semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu dicari sumber daya lokal yang dapat
digunakan sebagai bahan pengganti tepung terigu. Di Indonesia terdapat berbagai
jenis umbi-umbian yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat (Budiasih, 2009).
dibudidayakan di kawasan timur Indonesia tersebut masih dalam bentuk
konvensional dengan variasi bentuk olahan yang masih kurang (Amrullah, 2003).
Sukun merupakan tanaman pangan yang juga berpotensi sebagai pangan
alternatif. Komposisi gizi sukun per 100 g berat basah sukun yaitu karbohidrat
35,5 (Koswara, 2006). Sebagai komoditas tanaman pangan yang memiliki
produktivitas tinggi, perlu dilakukan diversifikasi ubi kayu, jagung, sagu, beras
dan sukun menjadi mie. Selain dilakukan pengembangan produk pangan olahan,
perlu dilakukan evaluasi nilai gizi dan beberapa aspek yang berkaitan dengan sifat
fungsional dari mie berbahan baku non-terigu tersebut.
Indeks Glikemik adalah tingkatan pangan menurut efeknya (
immediate
effect
) terhadap kadar glukosa darah. Indeks glikemik merupakan salah satu cara
secara ilmiah sesuai untuk penatalaksanaan diet bagi penderita DM (Diabetes
Melitus), orang yang sedang berupaya menurunkan berat badan, dan olahragawan.
Pendekatan IG memperbolehkan penderita DM memilih jenis karbohidrat yang
tepat untuk pengendalian glukosa darahnya. Dengan mengetahui IG pangan,
mereka dapat memilih makanan yang tidak menaikkan kadar glukosa darahnya
secara drastis, sehingga kadar glukosa darahnya dapat dikontrol pada tingkat yang
aman. Pangan yang memiliki IG tinggi akan menaikkan kadar glukosa darah
dengan cepat, dan sebaliknya (Siagian, 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai gizi dan indeks
glikemik mie berbahan baku non-terigu antara lain mie pati sukun, mie pati sagu,
mie pati singkong, mie beras komersial, dan mie pati jagung komersial.
B.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai gizi dan indeks
glikemik mie berbahan baku non-terigu (mie pati sukun, mie pati sagu, mie pati
singkong, mie beras komersial, dan mie jagung komersial).
C.
Kerangka Pemikiran
Rendahnya konsumsi pangan atau tidak seimbangnya gizi makanan yang
dikonsumsi mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh,
lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, serta menurunnya
aktivitas dan produktivitas kerja. Dunia maju menghadapi epidemi masalah
kelebihan gizi (gizi lebih) dalam bentuk obesitas dan penyakit degeneratif seperti
penyakit jantung, hipertensi, stroke dan diabetes (Soekirman, 2006). Penyakit
diabetes terdapat pada sekitar 1% wanita usia reproduksi dan 1
–
2% diantaranya
akan menderita diabetes gestasional. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatnya
kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya (Suyono, 2004).
mudah untuk memilih makanan yang tidak menaikkan kadar glukosa darah secara
drastis. Dengan diketahuinya IG pangan tunggal, pangan campuran, dan pangan
olahan maka penderita diabetes dapat memilih makanan secara mandiri. Memilih
makanan dengan IG rendah, secara tidak langsung, juga berarti mengkonsumsi
makanan yang beraneka ragam. Hal ini akan meningkatkan mutu secara
keseluruhan makanan yang dikonsumsi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi IG pangan adalah cara pengolahan,
tingkat gelatinisasi pati, ukuran partikel, rasio amilosa-amilopektin, tingkat
keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, dan kadar
anti-gizi pangan (Siagian, 2004). Galur yang berbeda dari tanaman menyebabkan
perbedaan pada IG (Foster
–
Powel
et al
, 2002).
Pemanfaatan pati dari berbagai umbi-umbian dan biji-bijian adalah dengan
mengolah pati umbi-umbian maupun pati biji-bijian menjadi berbagai produk
olahan seperti biskuit, roti, maupun mie. Penelitian tentang mie berbahan baku
non-terigu telah banyak dilakukan. Karakteristik mie jagung kering (Lestari,
2009) yang mengalami perlakuan HMT (
Heat Moisture Treatment
) dengan
Subtitusi tepung jagung HMT sebanyak 10% dapat meningkatkan pati resisten
sebesar 19,1%, serat pangan tidak larut 14,6%, dan menurunkan daya cerna pati
12%, serta perubahan indeks glikemik dari 57,59 (sedang) menjadi 51,98
(rendah).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Mie dan Perkembangannya
Mie adalah produk pasta atau ekstrusi. Mie merupakan jenis makanan yang
diperkirakan berasal dari daratan Cina. Hal ini dapat dilihat dari budaya bangsa
Cina, yang selalu menyajikan mie pada perayaan ulang tahun sebagai simbol
untuk umur yang panjang (Juliano dan Hicks, 1990). Mie dapat pula
dikategorikan sebagai salah satu komoditi pangan subtitusi karena dapat berfungsi
sebagai bahan pangan utama pengganti pangan pokok.
1.
Mie Berbahan Baku Terigu
Berbagai jenis mie yang menggunakan bahan baku terigu antara lain mie
instan, mie segar (mie mentah), mie basah, mie kering, dan mie telur. Meskipun
tampak beragam, tahap awal pembuatan mie ini serupa, yakni melalui tahap
pengadukan, pencetakan lembaran (
sheeting
), dan pemotongan (
cutting
). Mie
dimasukkan dalam kelompok mie tertentu berdasarkan komposisi bahan
(
ingredient
), tingkat atau cara pemasakan lanjutan dan tingkat pengeringannya.
Mie segar
Mie segar sering juga disebut mie mentah. Jenis ini biasanya tidak
mengalami proses tambahan setelah benang mie dipotong (Hoseney, 1994).
Mie segar umumnya memiliki kadar air sekitar 35%, sehingga bersifat lebih
mudah rusak. Namun jika penyimpananya dilakukan dalam refrigerator, mie
segar dapat bertahan hingga 50-60 jam dan menjadi gelap warnanya bila
melebihi waktu simpan tersebut. Agar diterima konsumen dengan baik, mie
segar harus berwarna putih atau kuning muda. Mie ini biasanya dibuat dari
terigu jenis keras (
hard wheat
), agar dapat ditangani dengan mudah dalam
keadaan basah.
Mie basah
terigu jenis lunak dan ditambahkan
Kan-sui.
Yang dimaksud kan-sui adalah
larutan alkali yang tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat. Larutan
ini digunakan untuk menggantikan fungsi natrium klorida dalam formula.
Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang menghasilkan mie
yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut muncul akibat
adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali
(Hoseney, 1994).
Mie kering
Produk ini tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika benang mie telah
dipotong, tetapi merupakan mie segar yang langsung dikeringkan hingga kadar
airnya mencapai 8-10% Pengeringannya biasanya dilakukan melalui penjemuran.
Karena bersifat kering, daya simpannya juga relatif panjang dan mudah
penanganannya. Mie dengan kualitas yang baik hendaknya mengikuti syarat mutu
yang telah ditentukan. Berikut merupakan syarat mutu mie kering menurut SNI
01-2974-1996 yang di sajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat mutu mie kering
No Jenis uji
Satuan
Persyaratan
Mutu I
Mutu II
1
Keadaan
1.1 Bau
-
Normal
Normal
1.2 Warna
-
Normal
Normal
1.3 Rasa
-
Normal
Normal
2
Air
Maks 8
Maks 10
Mie telur
Mie telur umumnya terdapat dalam keadaan kering ketika dipasarkan.
Namun demikian tidak tertutup kemungkinan memasarkan mie telur dalam
keadaan basah. Faktor komposisi bahan adalah faktor yang membedakan mie
telur ini dengan mie kering maupun mie basah. Dalam pembuatan mie telur
biasanya ditambahkan telur segar atau tepung telur pada saat pembuatan
adonan. Penambahan telur ini merupakan suatu variasi dalam pembuatan mie
di Asia, sebab secara tradisional mie oriental tidak mengandung telur.
Sebaliknya di Amerika Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan.
Sebagai contoh, mie kering harus mengandung air kurang dari 13% dan
padatan telur lebih dari 5,5% (Hoseney, 1994).
Mie instan
Mie instan seringkali disebut juga sebagai
ramen
atau
ramyeon
. Mie ini
dibuat dengan menambahkan beberapa proses setelah mie segar diperoleh
pada akhir tahap pemotongan. Tahap-tahap tambahan tersebut adalah
pengukusan, pembentukan (
forming
, per porsi), dan pengeringan. Mie instan
dengan kadar air 5-8% biasanya dikemas bersama dengan bumbunya. Dalam
keadaan seperti ini, mie instan memiliki daya simpan yang lama.
penambahan bahan lainnya, dapat diberi perlakuan alkali. Proses
pregelatinisasi dilakukan sebelum mie dikeringkan dengan proses
penggorengan atau proses dehidrasi lainnya.
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan mie instan adalah
terigu, tepung beras atau tepung lainnya, dan air. Bahan tambahan yang
digunakan antara lain garam, air abu, bahan pengembang, zat warna dan
bumbu-bumbu (Sunaryo, 1985).
2.
Mie Berbahan Baku Non-Terigu
Ada beberapa jenis mie berbahan baku bukan terigu yang dikenal luas oleh
konsumen mie Indonesia. Mie non-terigu terkadang juga disebut juga dengan mie
berbasis pati. Jenis mie tersebut adalah bihun, kwe tiau, dan sohun. Yang
diuraikan sebagai berikut :
a. Bihun
dikukus 30-45 menit, didinginkan dan dijemur hingga kering ( Juliano dan
Hicks, 1990).
Produk mie yang dibuat dari beras dan melibatkan proses ekstrusi seperti di
atas disebut
Senlek
di Thailand. Di beberapa tempat lain, bihun dikenal
dengan sebutan
bihon
,
bijon
,
bifun
,
mehon
,
vermicelli
dan lain-lain (Juliano
dan Hicks,1990). Syarat mutu bihun instan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan mutu bihun (SNI 01-3742-1995)
No Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1
Keadaan:
1.1 Bau
-
Normal
1.2 Rasa
-
Normal
1.3 Warna
-
Normal
2
Air
b/b
Maks 11 %
3
Abu
b/b
Maks 2%
4
Protein
b/b
Min 6%
b. Kwe Tiau
Kwe Tiau juga dibuat dari tepung beras, tetapi ada yang dicampur dengan
terigu. Beberapa pustaka menyebut kwe tiau dari campuran tepung beras dan
tepung terigu sebagai Mie Cina
atau
Chinese Mein
(Juliano dan Hicks, 1990)
dan
Rice Flat Noodle
untuk produk yang dibuat dari tepung beras saja (Juliano
dan Hicks, 1990).
Untuk membuat mie Cina, tepung beras dicampur dengan tepung terigu
dengan perbandingan tertentu. Tepung tersebut kemudian ditambah air dan
dibentuk menjadi adonan yang cukup liat. Adonan kemudian digilas pada
dimasukkan ke dalam
cutting roller
untuk membagi lembaran dalam beberapa
pita, serta dipotong pada dimensi panjang yang dikehendaki (Winarno, 1997).
Untuk membuat
Rice Flat Noodle
(Kwe tiau beras murni) biasanya diawali
dengan penggilingan basah terhadap beras sehingga diperoleh bubur beras
mentah. Bubur dengan konsistensi yang benar (42% basis berat) dimasukkan
dalam alat pembuat mie hingga separuh drumnya terendam. Drum halus
tersebut kemudian diputar perlahan dan bubur yang menempel di
sekelilingnya dikupas dengan plat baja anti karat pada sudut 45 derajat dan
ditampung pada
belt conveyor
untuk dibawa ke dalam lorong pengukusan dan
dikukus selama 3 menit. Lembaran (
sheet
) yang diperoleh dicelup sebentar ke
dalam minyak dan dipotong menurut ukuran yang dikehendaki. Produk ini
biasa dijual dalam keadaan segar dan hanya tahan 1-2 hari penyimpanan
(Juliano dan Hicks, 1990).
c. Sohun
dioleskan minyak di atas permukaannya (Direktorat Agroindustri BPPT,
1999).
Syarat mutu sohun sebagai acuan standar mutu sohun yang dapat dibuat
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan mutu sohun (SNI 01-3273-1995)
No Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1
Keadaan:
1.1 Bau
-
Normal
1.2 Rasa
-
Normal
1.3 Warna
-
Normal
2
Air
b/b
Maks 14,5
3
Abu
b/b
Maks 0,5
seasoning
mie goreng yaitu produk dengan penambahan CGM (
Corn Gluten
Meal
) 10% 200 mesh (ukuran pengayakan) sedangkan produk yang cocok untuk
mie rebus adalah mie dengan penambahan CGM 5% 200 mesh.
B.
Pati Dan Daya Cerna
1.
Pati
Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati merupakan
bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman, berupa
granula dalam kloroplas daun serta dalam amiloplas pada biji dan umbi (Sajilata
et a
l., 2006).
Struktur pati tersusun atas tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin,
dan material lain seperti lipida dan protein. Menurut Dziedzic dan Kearsley
(1984), selain tersusun atas dua jenis struktur polimer glukosa (amilosa dan
amilopektin), pati juga mengandung sejumlah air, lemak, protein, dan ion mineral
yang terdapat dalam matriks granula pati. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat
dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarutnya merupakan amilosa, sedangkan
fraksi tidak terlarutnya merupakan amilopektin.
menyebutkan bahwa pati termodifikasi merupakan pati yang telah diubah sifat
aslinya, yaitu sifat kimia dan atau fisiknya sehingga mempunyai karakteristik
yang dikehendaki (Wurzburg, 1989). Modifikasi pati dilakukan untuk
memperbaiki keterbatasan sifat fungsional pati asli. Memodifikasi pati dianggap
penting karena sebagian besar penggunaannya adalah dalam bentuk terlarut
ataupun terdispersi dalam air dengan perlakuan temperatur. Modifikasi akan
membuat adsorpsi pati terhadap kandungan air menjadi signifikan. Pati murni
adalah pati yang hanya terdiri dari komponen (fraksi) utama pati, yaitu amilosa
dan amilopektin.
2.
Daya Cerna
Semua jenis karbohidrat, termasuk pati, mulai mengalami reaksi kimiawi
sejak ada di dalam mulut, yaitu
oleh enzim α
-amilase (ptialin) dalam saliva.
Dalam hal ini, karbohidrat berantai panjang, termasuk pati, mengalami proses
pencernaan sebagian. Setelah melewati lambung, karbohidrat ini akan dicerna
lebih lanjut dalam duodenum oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh pankreas
menjadi rantai yang lebih pendek. Pencernaan karbohidrat diakhiri oleh
enzim-enzim disakaridase yang dihasilkan oleh mukosa usus halus menjadi
monosakarida yang dapat diserap ke dalam aliran darah (Bender, 2003).
C.
Indeks Glikemik (IG)
Konsep Indeks Glikemik (IG) pertama kali dikembangkan tahun 1981 oleh
Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Canada,
untuk membantu menentukan pangan yang paling baik bagi penderita Diabetes
Melitus (DM). Pada saat itu, diet bagi penderita DM didasarkan pada sistem porsi
karbohidrat. Konsep ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat
menghasilkan pengaruh yang sama pada kadar glukosa darah. Jenkins adalah
salah seorang peneliti pertama yang mempertanyakan hal ini dan menyelidiki
bagaimana pangan bertindak di dalam tubuh (Miller
et al
,1997).
Menurut Truswell (1992), Indeks glikemik (IG) didefinisikan sebagai ratio
antara luas kurva respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total
setara 50 g gula, terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 g glukosa,
pada hari yang berbeda dan pada orang yang sama. Kedua hal tersebut dilakukan
pada hari pagi hari setelah puasa satu malam dan penentuan kadar gula dilakukan
selama 2 jam.
glukosa. Konsumsi karbohidrat yang rendah akan membuat kehilangan jaringan
otot bukan lemak dan air (Carlson
et al
. 1994; Stryer 1995).
[image:32.595.112.431.404.489.2]Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaan
memiliki IG yang tinggi (
high-release carbohydrate
). Respon glukosa terhadap
pangan (karbohidrat) ini cepat dan tinggi, dengan kata lain, kadar glukosa darah
meningkat dengan cepat. Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah dengan lambat
melepaskan glukosa ke dalam darah dengan lambat dan memiliki IG yang rendah
(
slow-release carbohydrate
). Indeks glikemik glukosa murni ditetapkan 100 dan
digunakan sebagai acuan untuk penentuan IG pangan lain. Kategori pangan
menurut rentang indeks glikemik disajikan pada Tabel 4 .
Tabel 4. Kategori pangan menurut rentang indeks glikemik
Kategori Pangan Rentang Indeks glikemik*
IG Rendah <55
IG sedang (intermediate) 55-70
IG tinggi >70
*Pangan acuan adalah glukosa murni
Sumber
:
Miller et al
(1997)
Indeks glikemik hanya memberikan informasi mengenai kecepatan
perubahan karbohidrat menjadi glukosa darah. Indeks glikemik tidak memberi
informasi mengenai banyaknya karbohidrat di dalam pangan . Untuk mengetahui
jenis pangan yang baik untuk kesehatan (efek pangan terhadap kadar glukosa
darah) harus diketahui nilai indeks glikemik dan beban glikemik.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2011 di
beberapa laboratorium, yaitu di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil
Pertanian dan Laboratorium Pengolahan di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung serta
Pilot Plan
Politeknik Negeri
Lampung.
B.
Bahan dan Alat
1.
Bahan
protease, buffer fosfat, aquades, HCL, NaOH, etanol, aseton, fenol, H
2SO
4,
K2SO4, indikator pp, petroleum benzene, HgO,H3BO3, NaS2O3.
2.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, pipet tetes,
erlenmeyer,
baker glass
, timbangan, pisau, baskom, oven, kain saring, plastik,
wadah alumunium, mesin pencetak mie (Oxone-355at), refrigrator, desicator,
cawan porselen, panci,
hot plate
, sendok,
cabinet dryer
, termometer, cawan
porselen, dan
glucometer
merek Gluppy.
C.
Metode Penelitian
Penelitian disusun dalam faktor tunggal dengan dua ulangan. Faktor tunggal
tersebut adalah jenis mie yaitu mie pati sukun, mie pati sagu, mie pati singkong,
mie beras komersial, dan mie pati jagung komersial. Data hasil penelitian yaitu
evaluasi nilai gizi mie dengan parameter kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, total serat pangan, pati resisten, dan
daya cerna pati, serta nilai indeks glikemik dirata-rata dan disajikan secara
deskriptif dalam bentuk diagram batang.
D.
Tahapan Penelitian
1.
Pembuatan Mie Pati Sukun
Gambar 1. Diagram alir ekstraksi pati sukun (Aminah, 2002)
Kain saring
Buah Sukun
Pengupasan dan
pencucian
Penghancuran (blender)
Air
Bubur Sukun
Sukun : air = 1 : 2
Pemerasan
Pengendapan 12 jam
Dekantasi (pembuangan air)
Pengeringan dengan oven T=50
0C , t=10 jam
Pati Sukun
Gambar 2. Diagram alir pembuatan mie pati sukun (Modifikasi Hadi, 2011)
2.
Pembuatan Mie Pati Sagu
Metode pembuatan mie pati sagu mengacu pada Ramadhan (2009) yang
dimodifikasi. Pembuatan mie pati sagu ini terdiri atas beberapa tahap, meliputi
pembuatan
binder
adonan, pembuatan adonan, pencetakan mie, pengukusan, dan
pengeringan. Binder adonan dibuat dengan cara mencampurkan 25% pati sagu
dari total pati yang digunakan untuk adonan dengan air hingga terbentuk supensi.
Perbandingan pati sagu dengan air yang digunakan adalah 1:2. Selanjutnya
suspensi pati dipanaskan hingga mengental. Pati yang telah mengental atau
tergelatinisasi seluruhnya digunakan sebagai binder. Adonan dibuat dengan
mencampurkan
binder
, pati kering, dan guar gum 0,2 g. Campuran diaduk dan
400 g Pati Sukun
Gelatinisasi
Penambahan
STTP 1 g dan
guar gum 5 g
Pencampuran
Pencetakan
Untaian mie
Pengukusan (T=70
0C , t=30 detik)
Pengeringan dengan
cabinet dryer
, T: 75
0C, t=90 menit
Mie Pati Sukun
100 g Pati Sukun
+ 80 ml air
diadon hingga merata. Adonan yang sempurna terbentuk ketika pati kering telah
tercampur merata dan terikat oleh
binder
sehingga dapat menyatu saat digenggam.
Setelah itu adonan dicetak menjadi untaian mie dan dikukus selama 30 detik pada
suhu 95
0C. Mie yang telah dikukus kemudian dikeringkan dalam
cabinet dryer
selama 1 jam pada suhu 75
0C. Mie yang telah kering dikeluarkan dari dalam
[image:39.595.114.481.305.678.2]cabinet dryer
kemudian didiamkan beberapa saat supaya mengalami penurunan
suhu hingga suhu ruang tercapai. Diagram alir proses pembuatan mie pati sagu
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir pembuatan mie pati sagu (Modifikasi Ramadhan, 2009)
Gelatinisasi
75 g Pati Sagu
25 g Pati Sagu+50
ml air+ STTP 0,2 g
Pencampuran
Adonan mie
Pencetakan
Pengeringan dengan
cabinet dryer
(T=75 0C, t=1 jam)
Pengukusan (T=95
0C, t= 30 detik)
Untaian mie
3.
Pembuatan Mie Pati Singkong
Gambar 4. Diagram alir pembuatan mie pati singkong (modifikasi Hidayat, 2008)
E.
Analisis Penelitian
Gambar 5. Diagram alir analisis mie berbahan baku non-terigu
Mie berbahan baku non-terigu
(mie pati sukun, mie pati sagu, mie pati singkong, mie
beras komersial, dan mie jagung komersial)
Evaluasi Nilai Gizi
Analisis Nilai Indeks Glikemik (IG)
20 g Pati Ubi Kayu+40
ml air +STTP 0,2 g
Pemanasan
Gelatinisasi
80 g Pati Ubi
Kayu
Penambahan guar
gum 2 g
Pencampuran
Pencetakkan mie
Untaian mie
Pengukusan pada suhu 95
0C selama 30 detik
Adonan mie
Pengeringan dengan
cabinet dryer
(T= 75
–
80
0C, t= 1,5 jam)
[image:41.595.148.502.580.729.2]Analisis mie berbahan baku non-terigu yaitu evaluasi nilai gizi dilakukan
terhadap parameter: analisis kadar air (metode oven), kadar abu (metode
pengabuan kering), kadar protein (metode
micro-kjeldahl
), kadar lemak (metode
soxhlet
), kadar karbohidrat (
by difference
), kadar serat kasar (AOAC, 1995), serat
pangan (AOAC,1995), kadar pati resisten (Kim
et al
, 2003), daya cerna pati
(Dubois
et al
, 1956), dan pengukuran nilai indeks glikemik (Miller
et al
, 1996).
1.
Evaluasi Nilai Gizi
a.
Kadar Air
Pengamatan kadar air mengunakan metode AOAC (1995). Cawan porselin
dikeringkan dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator, dan
ditimbang. Sebanyak 3 g contoh dimasukkan ke dalam cawan, dan dikeringkan
dalam oven pada suhu 100-105
oC selama 3 jam, lalu didinginkan dalam
desikator, kemudian ditimbang. Panaskan lagi dalam oven selama 30 menit.
Dinginkan dalam desikator kemudian timbang. Perlakuan ini diulang hingga berat
konstan (selisih penimbangan berturut
–
turut kurang dari 0,2 mg).
Rumus menghitung kadar air :
Kadar air =
100
%
)
(
)
(
)
(
g
Awal
Bobot
g
Akhir
Bobot
g
Awal
Bobot
b.
Kadar Abu
Kadar abu = Berat abu (g) x 100 %
Berat sampel (g)
c.
Kadar Protein
Pengamatan kadar protein menggunakan analisis
micro-kjeldahl
AOAC
(1995).
Sampel sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam labu
Kjedahl
30 ml
,
tambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2 ml H2SO4 pekat. Kemudian sampel
didihkan selama 1- 5,5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah penambahan air secara
perlahan
–
lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat
destilasi dan labu dibilas 5
–
6 kali dengan 1
–
2 ml air. Air cucian dipindahkan ke
labu destilasi. Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H
3BO
3dan 2 tetes indikator
(campuran 2 bagian merah meril 0,2 % dalam alkohol dan 1 bagian metilen biru
0,2 % dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor
harus terendam di bawah larutan H3BO3.
Ditambahkan larutan NaOH-NaS2O3,
sebanyak 8
–
10 ml, kemudian dodestilasi dalam erlenmeyer. Tabung kondensor
dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi
erlenmeyer diencerkan samapi kira
–
kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCL
0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan.
Kadar N % = mL HCL
–
mL NaOH blanko x N x 14,007 x 100 %
mg sampel
d.
Kadar Lemak
Pengukuran kadar lemak dilakukan berdasarkan metode
soxhlet
AOAC
(1995). Labu lemak dikeringkan di dalam oven, dinginkan dalam desikator lalu
ditimbang. Sampel seberat 5 g dibungkus kertas saring dan dimasukkan ke dalam
alat ekstraksi
soxhl
et. Kemudian alat dipasang.
Petroleum benzene
dituang ke
dalam labu lemak dan diekstraksi selama 5 jam. Cairan yang ada di dalam labu
lemak didestilasi dan pelarutnya ditampung. Labu lemak yang berisi lemak
tersebut diuapkan dalam oven 105
oC selama 15
–
20 menit. Kemudian ditimbang
sampai beratnya konstan.
Kadar lemak = Bobot lemak (g) x 100 %
Bobot sampel (g)
e.
Kadar Karbohidrat
Metode
by
difference (Winarno, 1997) : Kadar karbohidrat sampel dihitung
menggunkan rumus :
% Karbohidrat = 100 - % (protein + lemak + abu + air)
f.
Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995)
kedalam erlenmeyer. Sampel dididhkan kembali 30 menit dan disaring sambil
dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Residu dicuci dengan 15 ml alkohol 95%,
kemudian kertas saring dikeringkan pada suhu 110
0C sampai berat konstan
kemudian ditimbang.
(berat kertas saring+residu)- berat kertas saring kosong
Serat kasar (%) = x 100
Berat sampel
g.
Kadar serat pangan
Pengujian kadar serat pangan dilakukan dengan menggunakan metode
enzimatis (AOAC, 1995). Timbang sampel sebanyak 1 g, kemudian tambahkan
petroleum eter dengan perbandingan 1 : 2, lalu dipindahkan ke dalam erlenmeyer
dan ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,1 M pada pH 6 diaduk hingga tersuspensi
merata.
Kemudian ditambahkan 0,1 ml enzim
α
-amilase, erlenmeyer ditutup dengan
menggunakan alumunium foil dan diinkubasi pada suhu 80
oC dalam
waterbath
selama 15 menit sesekali sambil diaduk. Setelah itu diangkat dan didinginkan lalu
ditambahkan aquades sebanyak 20 ml pH diatur menjadi 1,5 dengan penambahan
HCL, kemudian ditambahkan 0,1 enzim pepsin, erlenmeyer ditutup kembali
dengan alumunium foil dan diinkubasi dengan
shaker waterbath
dengan suhu 40
omenggunakan HCL menjadi 4,5, lalu disaring menggunakan 0,5
celite
kering dan
telah diketahui bobot tetapnya (KSI) dengan bantuan pompa vakum.
Pada tahap akhir dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90%. Residu yang
diperoleh (merupakan serat makanan yang tidak larut atau IDF) dicuci dengan 2 x
10 ml aseton. Kemudian kertas saring beserta residunya dikeringkan dalam oven
pada suhu 105
oC hingga mencapai berat konstan (kira
–
kira 12 jam) dan
ditimbang (KS2). Setelah berat konstan diperoleh, masukkan ke dalam cawan
pengabuan yang telah diketahui bobot tetapnya (CW1) lalu diarangkan, kemudian
diabukan dalam tanur suhu 550
oC sampai menjadi abu (paling sedikit 5 jam),
kemudian didinginkan dalam desikator lalu timbang beratnya (CW2).
Perhitungan
Insolube Dietary Fiber
(IDF) adalah sebagai berikut :
IDF (
% berat sampel kering) = ( (KS2
–
KS1)
–
(CW2
–
CW1)) - B x 100 %
Berat sampel (gr)
Keterangan :
KS1
= Kertas saring kosong (gr)
KS2
= Kertas saring + residu serat (gr)
CW1 = Cawan pengabuan kosong (gr)
CW2
= Cawan pengabuan + abu (gr)
B
= Blanko bebas serat
Terakhir dicuci dengan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring beserta residunya
dikeringkan dalam oven pada suhu 105
oC hingga beratnya konstan dan ditimbang
(KS4) dimasukkan cawan pengabuan yang telah diketahui bobot tetapnya (CW3)
lalu diarangkan kemudian diabukan dalam tanur suhu 550
oC sampai menjadi abu,
kemudian didinginkan dalam desikator lalu timbang beratnya (CW4). Untuk
blanko diperoleh dengan cara yang sama tetapi tanpa menggunakan sampel.
Perhitungan
Solube Dietary Fiber
(SDF) adalah sebagai berikut :
IDF (
% berat sampel kering) = ( (KS4
–
KS3)
–
(CW4
–
CW3))- B x 100 %
Berat sampel (g)
Keterangan :
KS3
= Kertas saring kosong (g)
KS4
= Kertas saring + residu serat (g)
CW3 = Cawan pengabuan kosong (g)
CW4
= Cawan pengabuan + abu (g)
B
= Blanko bebas serat
Untuk perhitungan
Total Dietary Fiber
adalah sebagai berikut :
TDF = IDF + SDF
h.
Kadar Pati Resisten (Kim
et al
, 2003)
Setelah diinkubasi selesai, ditambahkan empat bagian etanol 95% dan
campuran didiamkan selama satu malam pada suhu ruang. Endapan disaring
dengan kertas saring whatman 40. Residu yang tertinggal dicuci dengan 20 ml
etanol 78% sebanyak tiga kali, lalu dengan 10 ml etanol murni sebanyak dua kali,
dan dengan 10 ml aseton sebanyak dua kali. Residu dikeringkan dalam oven suhu
105
0C hingga bobot konstan. Kadar pati resisten dihitung dengan cara
membandingkan bobot residu dengan bobot sampel dikalikan 100.
Kadar RS = Bobot residu x 100
Bobot sampel
i.
Daya Cerna Pati
Penentuan tingkat konversi pati menjadi glukosa menggunakan enzim
α
-amilase dengan menentukan glukosa yang dilakukan dengan cara spektrofotometri
yaitu menggunakan metode fenol asam sulfat (Dubois
et al
., 1956). Prinsip dari
tingkat hidrolisis mie berbahan baku non-terigu adalah pati dihidrolisis oleh enzim
α
-amilase menjadi gula
–
gula sederhana (glukosa, maltosa) dan alfa limit dekstrin.
Semakin tinggi tingkat hidrolisis suatu pati berarti semakin banyak pati yang
dapat dihidrolisis dalam waktu tertentu yang ditunjukkan oleh semakin banyak
glukosa dan maltosa yang dihasilkan.
sebanyak 1 ml dan asam sulfat pekat sebanyak 5 ml. Setelah itu panaskan dalam
air mendidih selama 5 menit dan dinginkan dalam air mengalir. Panjang
absorbansi diukur pada gelombang 520 nm. Sebelum penentuan glukosa sampel,
terlebih dahulu dibuat kurva standard dengan membuat larutan glukosa standard
(10 mg glukosa anhidrat/100 ml air). Kurva standard dibuat seperti pada
penyiapan glukosa sampel untuk analisis kadar mie berbahan baku non-terigu.
Kadar glukosa = A x B x C x 100 %
D
Keterangan :
A = Glukosa yang diperoleh dari kurva standard
B = Volume sampel (ml)
C = Konsentrasi pengen
ceran larutan sampel (μg)
D = Berat sampel (g)
2.
Uji Indeks Glikemik (Miller
et al
, 1996)
Pengukuran nilai indeks glikemik dilakukan pada mie berbahan baku
non-terigu dengan formulasi terbaik yang didapatkan dari penelitian sebelumnya. Mie
yang disajikan merupakan mie yang telah direhidrasi. Sejumlah mie yang
memiliki kandungan karbohidrat sebesar 25 g dimasak dalam air yang mendidih
kira-kira 3-4 menit.
Pengukuran kadar gula darah dilakukan setelah periode puasa selama 10
jam. Selama dua jam pasca konsumsi pangan uji mie, diambil sampel darah
sukarelawan sebanyak 0.2 µL (
finger-prick capillary blood sample method
)
diambil sampel setiap selang 30 menit sekali yaitu 0 menit (kadar gula darah
puasa), 30 menit, 90 menit, dan 120 menit setelah konsumsi sampel tersebut.
Pengukuran kadar gula darah dilakukan dengan menggunakan
glucometer
. Selama
pengambilan sampel darah, semua relawan dikumpulkan dalam suatu ruangan
tanpa melakukan kegiatan yang berat. Setiap relawan diambil sampel darah secara
berurutan.
Nilai kadar gula darah ini kemudian diplotkan menjadi sebuah grafik
dengan sumbu x sebagai waktu pengukuran dan sumbu y sebagai kadar gula darah
indeks glikemik dihitung sebagai perbandingan antara luas kurva kenaikan kadar
gula darah setelah mengkonsumsi sampel dan glukosa sebagai standar (Haliza
et
al
, 2009). Nilai indeks glikemik akhir adalah nilai rata-rata dari 10 orang
sukarelawan tersebut.
Indeks Glikemik hanya memberikan informasi mengenai kecepatan
perubahan karbohidrat menjadi gula darah. IG tidak memberikan informasi
mengenai banyaknya karbohidrat dan dampak pangan tertentu terhadap kadar gula
darah. Beban Glikemik (BG) didefinisikan sebagai IG pangan dikalikan dengan
kandungan karbohidrat pangan tersebut. Oleh karena itu, BG menggambarkan
kualitas dan kuantitas karbohidrat serta interaksinya dalam pangan (Liu
et al
,
2001, dalam Siagian, 2004). BG dapat ditentukan dengan rumus berikut :
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
1.
Deskripsi nilai gizi mie pati sukun, mie pati sagu, mie pati singkong, mie beras
komersial, dan mie pati jagung komersial adalah :
Kandungan air kelima mie non-terigu berkisar antara 9%-10,2%.
Kandungan protein kelima mie non-terigu berkisar antara 0,63%-3,66%
(bb).
Kandungan abu kelima mie non-terigu berkisar antara 0,15%-0,62% (bb).
Kandungan lemak kelima mie non-terigu berkisar antara 0,31%-0,50%
(bb).
Kandungan serat kasar kelima mie non-terigu berkisar antara
0,23%-0,36% (bb).
Kandungan karbohidrat kelima mie non-terigu berkisar antara
86,52%-89,13% (bb).
Kandungan total serat pangan kelima mie non-terigu berkisar antara
1,59%-6,08% (bb).
Kandungan pati resisten kelima mie non-terigu berkisar antara
3,58%-10,45% (bb).
Daya cerna pati kelima mie non-terigu berkisar antara 25,07%-29,45%
2.
Kelima jenis produk mie berbahan baku non-terigu memiliki nilai indeks
glikemik yang tergolong tinggi (>70) yaitu mie pati singkong sebesar 122,24,
mie pati sukun sebesar 117,94, mie pati sagu sebesar 105,99, mie beras
komersial sebesar 104,13, dan mie pati jagung komersial sebesar 100,18.
Rendahnya serat pangan yang terkandung dalam produk (1,59%-6,08% bb)
menyebabkan tingginya nilai indeks glikemik. Pati resisten mie pati jagung
komersial yang lebih tinggi diduga mampu menurunkan laju pencernaan dan
penyerapan karbohidrat di dalam usus halus. Daya cerna pati mie pati jagung
komersial yang lebih rendah diduga menyebabkan kenaikan kadar glukosa
darah juga berjalan lambat sehingga nilai IG mie pati jagung komersial
menjadi lebih rendah. Indeks glikemik dipengaruhi oleh daya cerna pati dan
pati resisten.
3.
Tingginya Beban Glikemik mie pati sukun, mie pati sagu, mie pati singkong,
mie beras komersial, dan mie pati jagung komersial berkaitan dengan nilai IG
dan kandungan karbohidrat dalam bahan pangan.
B.
Saran
ABSTRACT
THE DESCRIPTION OF NUTRIENT VALUES AND
GLYCEMIC INDEX OF NON-WHEAT NOODLES
By
Novi Sugiartini
According to the observation result of consumer preferences, noodles are
consumed the most frequently by the citizens whether as their breakfast or only as
interlude. As the food commodities with high productivity, need to be diversified
upon cassavas, corns, sago, rice and breadfruit become noodles. The purpose of
this research is to describe the nutrient values and glycemic index of non-wheat
noodles i.e. breadfruit-essence noodles, sago-essence noodles, cassava-essence
noodles, commercial-rice noodles, and corn-essence noodles. The research was
arranged into single factor with double repetition. The single factor is the noodles,
i.e. breadfruit-essence noodles, sago-essence noodles, cassava-essence noodles,
commercial-rice noodles, and corn-essence noodles. All of the data of the research
are managed into average value and served in form of bar diagram.
about 25.07% - 29.45%.
All the non-wheat noodles relatively have high value of glycemic index
(>70) i.e. cassava-essence noodle is 122.24, breadfruit-essence noodle is 117.94,
sago-essence noodle is 105.99, commercial-rice noodle is 104.13, and
commercial-corn noodle is 100.18. The low substance of food fiber in this
products increase the value of glycemic index. Glycemic index is affected by
absorbing effort of essence and the essence resistant. The high glycemic burden of
breadfruit-esssence noodles, sago-essence noodles, cassava-essence noodles,
commercial-rice noodles, and commercial-corn noodles are related to GI value
and Carbohydrate in the food substances.