PERTANIAN ORGANIK VERTIKULTUR DI KECAMATAN
MEDAN MARELAN KOTA MEDAN
Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan
SKRIPSI
OLEH :
NUR MEITY UTARY
080304067
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERTANIAN ORGANIK VERTIKULTUR DI KECAMATAN
MEDAN MARELAN KOTA MEDAN
Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan
SKRIPSI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
OLEH :
NUR MEITY UTARY
080304067
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan
(Studi Kasus : Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan )
Nama : Nur Meity Utary
NIM : 080304067
Program Studi : Agribisnis
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing,
Ketua Anggota
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA NIP : 19641102 198903 2 001 NIP: 19700827 200812 2 001
)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(Dr. Ir. Salmiah, MS
NIP. 19570217 198603 2 001
)
NUR MEITY UTARY:“Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan)”, yang dibimbing oleh Dr.Ir.Tavi Supriana, MS dan Sri Fajar Ayu, SP.MM.DBA
Potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran di Kota Medan menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun sedangkan tiap tahunnya permintaan pemenuhan kebutuhan sayuran semakin meningkat, khususnya permintaan sayuran organik. Pada wilayah perkotaan atau perumahan, terbatasnya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan pertanian ini merupakan salah satu permasalahan pertanian saat ini. Ini menyebabkan perlunya rekayasa agar di lahan sempit tersebut tetap dapat dihadirkan sayuran organik untuk keperluan hidup sehari-hari, maka dilakukanlah teknik budidaya sayuran organik vertikultur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya total penerimaan, biaya produksi, pendapatan bersih dan kelayakan usahatani sayuran organik vertikultur serta strategi pengembangannya.
Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis R/C ratio dan analisis SWOT (Strenghts Weaknesses Opportunities and Threats).
Hasil Penelitian diperoleh bahwa total penerimaan petani per tahunnya adalah sebesar Rp 461.165,- , total biaya produksi sebesar Rp 149.984,- dan pendapatan bersih petani sebesar Rp 311.181,- . Nilai R/C ratio usahatani sayuran organik vertikultur ini sebesar 3,07 (nilai R/C>1), yang artinya usahatani tersebut layak atau menguntungkan. Untuk pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur ini digunakan Strategi SO yaitu (1) Memanfaatkan ketersediaan input produksi dan status kepemilikan lahan untuk melakukan perluasan usahatani dan (2) Bekerjasama dalam kelompok tani untuk memenuhi permintaan sayuran organik yang tinggi dan mengambil peluang penjualan sayuran organik berupa benih. Strategi WO yaitu (1) Meningkatkan hasil produksi untuk memenuhi permintaan sayuran organik dan (2) Meminimalisir tingkat serangan hama dan penyakit dengan mencari informasi dari kegiatan-kegiatan yang diadakan dalam program dari pemerintah. Strategi ST yaitu (1) Memanfaatkan adaptasi terhadap pertanian vertikultur yang mudah dan pelatihan dari kelompok tani walaupun intensitas monitoring pemerintah rendah. Strategi WT yaitu (1) Mengadakan pelatihan-pelatihan dalam budidaya dan pencatatan usahatani untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam bertani dalam mengatasi pengalaman bertani petani sampel dan intensitas monitoring pemerintah yang masih rendah.
Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 22 Mei 1991 dari Bapak Slamet
Untung Waluyo dan Almarhumah Ibu Juhartati. Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara.
Penulis mengikuti pendidikan sebagai berikut:
1. Sekolah Dasar di SD Swasta Taman Siswa Medan, masuk tahun 1996 dan
lulus pada tahun 2002.
2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 01 Medan, masuk tahun 2002
dan lulus tahun 2005.
3. Sekolah Menengah Atas di SMA Swasta Dharma Pancasila Medan, masuk
tahun 2005 dan lulus tahun 2008.
4. Tahun 2008 masuk di Departemen Agribisnis Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian USU, melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri).
5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli 2012 di
Desa Panca Arga Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan.
6. Melaksanakan penelitian pada tahun 2012 di Kelurahan terjun Kecamatan
Medan Marelan, Kota Medan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Ikatan
Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) USU, Badan Kenaziran
Musola (BKM) Al-Mukhlisin FP USU, Forum Silaturahmi Mahasiswa
Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP) USU, Unit Kegiatan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa, atas segala rahmat dan hidayah serta limpahan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan” (Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan) yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana, MS selaku ketua pembimbing skripsi
dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP.MM.DBA selaku anggota pembimbing skripsi yang
mana telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memberikan berbagai
masukan berharga serta memberikan motivasi kepada penulis, kepada Ibu
Dr.Ir.Salmiah, MS. selaku Ketua Departemen Agribisnis FP USU dan Bapak
Dr.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec selaku sekretaris Departemen Agribisnis FP USU
serta para dosen dan staf pegawai Departemen Agribisnis FP USU.
Segala hormat dan terima kasih yang setulusnya khusus untuk Ayahanda
tercinta Slamet Untung Waluyo, Ibunda tercinta Alm. Juhartati, Ibunda tercinta
Olivetti Jurnalia, SPd, adik-adik tercinta (Dimas Bagus Kesumo, Dio Gilang
Amanda, Puspa Khairani dan Chatelia Pertiwi) dan seluruh keluarga, penulis
ucapkan terima kasih atas segala keikhlasannya dalam dukungan baik secara moril
maupun materil yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan
Wiwied Hartanti, Suci Rahmadani, Lisa Lestari, Tri Suhada dan teman-teman
Agribisnis dan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP) 2008. Teman-teman
di BKM Al Mukhlisin Sri Efriyanti, Sri Marlena, Shahila Ridyanti, Dody
Pratama, Zulhakki Lubis, Ahmad Eka Putra, Andi Wijaya dan seluruh pengurus
BKM Al Mukhlisin. Teman-teman di UKMI Ad Dakwah USU serta abang/kakak
senior dan adik-adik yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
isi maupun redaksinya. Penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan semua
pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, 22 Januari 2013
Hal.
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 8
2.1 Tinjauan Pustaka ... 8
2.1.1 Aspek Agronomis ... 8
2.1.2 Pertanian Organik ... 11
2.1.3 Vertikultur ... 13
2.1.4 Penelitian Sebelumnya ... 17
2.2 Landasan Teori ... 17
2.2.1 Analisis Usahatani ... 17
2.2.2 Analisis SWOT ... 19
2.3 Kerangka Pemikiran ... 20
2.4 Hipotesis Penelitian ... 23
BAB III. METODE PENELITIAN ... 24
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24
3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 24
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 25
3.4 Metode Analisis Data ... 26
3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 30
3.5.1 Definisi ... 30
BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
PETANI SAMPEL ... 32
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 32
4.1.1 Letak Geografi Kota Medan ... 32
4.1.2 Penduduk Kota Medan ... 33
4.1.3 Pertanian di Kota Medan ... 35
4.1.4 Gambaran Umum Kecamatan Medan Marelan ... 36
4.2 Karakteristik Sampel ... 38
4.2.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Komoditi ... 38
4.2.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Luas Pekarangan ... 39
4.2.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur... 39
4.2.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani... 39
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
5.1 Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan ... 41
5.1.1 Biaya Produksi Usahatani Sayuran Organik Vertikultur ... 41
5.1.2 Penerimaan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur ... 43
5.1.3 Pendapatan dan Analisis Kelayakan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur ... 43
5.2 Strategi Pengembangan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur 44 5.2.1 Tahap Penentuan Bobot Strategis ... 45
5.2.2 Tahap Penentuan Rating dan Skoring Faktor Strategis ... 52
5.2.3 Tahap Penentuan Alternatif Strategi ... 54
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
6.1 Kesimpulan ... 57
6.2 Saran ... 58
No. Judul Hal.
1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya ... 25
2. Nilai Skala Banding Berpasangan... 28
3. EFAS (Eksternal Factors Analisys Summary) ... 29
4. IFAS (Internal Factors Analisys Summary) ... 30
5. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan ... 33
6. Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 32
7. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 33
8. Luas Panen dan JumlahProduksi Pertanian Menurut Jenis Tanaman Tahun 2010 ... 34
9. Luas Wilayah per Kelurahan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009 ... 35
10.Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009 ... 37
11.Luas Panen (Ha) Sayuran Dataran Rendah di Kawasan Agribisnis Medan Marelan tahun 2010 ... 37
12.Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Komoditi ... 38
13. Distribusi Sampel Berdasarkan Luas Pekarangan ... .39
14. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ... .39
15. Distribusi Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani ... 40
16. Biaya Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan medan Marelan ... 42
17. Penerimaan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan medan Marelan ... 42
20. Pembobotan Faktor Strategis Eksternal ... 50
21. Matriks Evaluasi Faktor Internal... 53
22. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal ... 53
23. Penentuan Strategi Pengembangan Usahatani Sayuran Organik
No. Judul Hal.
1. Diagram Matriks SWOT ... 20
2. Skema Kerangka Pemikiran ... 22
No. Judul
1. Karakteristik Petani Sampel
2. Biaya Input Produksi per Petani
3. Penggunaan Peralatan pada Usahatani Sayuran Organik Vertikultur
4. Nilai Penyusutan Peralatan pada Usahatani Sayuran Organik Vertikultur
5. Jumlah Penggunaan Tenaga kerja pada Usahatani Sayuran Organik Vertikultur
6. Jumlah Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Sayuran Organik Vertikultur
7. Penerimaan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur
8. Pendapatan Usahatani Sayuran Organik Vertikultur
9. Parameter Penilaian SWOT Usahatani Sayuran Organik Vertikultur di Kelurahan terjun Kecamatan Medan Marelan
10.Parameter Penilaian Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Usahatani Sayuran Organik Vertikultur
11.Penentuan Faktor internal dan Eksternal
12.Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Usahatani Sayuran
Organik Vertikultur
13.Pembobotan Faktor Strategis Internal
14.Pembobotan Faktor Strategis Ekstrernal
15.Hasil Penilaian Faktor Internal (IFAS)
NUR MEITY UTARY:“Usahatani dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik Vertikultur di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan)”, yang dibimbing oleh Dr.Ir.Tavi Supriana, MS dan Sri Fajar Ayu, SP.MM.DBA
Potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran di Kota Medan menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun sedangkan tiap tahunnya permintaan pemenuhan kebutuhan sayuran semakin meningkat, khususnya permintaan sayuran organik. Pada wilayah perkotaan atau perumahan, terbatasnya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan pertanian ini merupakan salah satu permasalahan pertanian saat ini. Ini menyebabkan perlunya rekayasa agar di lahan sempit tersebut tetap dapat dihadirkan sayuran organik untuk keperluan hidup sehari-hari, maka dilakukanlah teknik budidaya sayuran organik vertikultur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya total penerimaan, biaya produksi, pendapatan bersih dan kelayakan usahatani sayuran organik vertikultur serta strategi pengembangannya.
Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis R/C ratio dan analisis SWOT (Strenghts Weaknesses Opportunities and Threats).
Hasil Penelitian diperoleh bahwa total penerimaan petani per tahunnya adalah sebesar Rp 461.165,- , total biaya produksi sebesar Rp 149.984,- dan pendapatan bersih petani sebesar Rp 311.181,- . Nilai R/C ratio usahatani sayuran organik vertikultur ini sebesar 3,07 (nilai R/C>1), yang artinya usahatani tersebut layak atau menguntungkan. Untuk pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur ini digunakan Strategi SO yaitu (1) Memanfaatkan ketersediaan input produksi dan status kepemilikan lahan untuk melakukan perluasan usahatani dan (2) Bekerjasama dalam kelompok tani untuk memenuhi permintaan sayuran organik yang tinggi dan mengambil peluang penjualan sayuran organik berupa benih. Strategi WO yaitu (1) Meningkatkan hasil produksi untuk memenuhi permintaan sayuran organik dan (2) Meminimalisir tingkat serangan hama dan penyakit dengan mencari informasi dari kegiatan-kegiatan yang diadakan dalam program dari pemerintah. Strategi ST yaitu (1) Memanfaatkan adaptasi terhadap pertanian vertikultur yang mudah dan pelatihan dari kelompok tani walaupun intensitas monitoring pemerintah rendah. Strategi WT yaitu (1) Mengadakan pelatihan-pelatihan dalam budidaya dan pencatatan usahatani untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam bertani dalam mengatasi pengalaman bertani petani sampel dan intensitas monitoring pemerintah yang masih rendah.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah yang sangat penting karena
menyangkut berbagai segi kehidupan masyarakat, baik kehidupan sosial,
ekonomi, maupun politik. Kegagalan menanggulangi masalah kekurangan gizi
akan berakibat sangat serius terhadap masa depan bangsa dan negara. Salah satu
usaha mengatasi kekurangan gizi adalah dengan meningkatkan produksi pangan,
khususnya produksi tanaman sayuran di seluruh tanah air (Rukmana, 2005).
Kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi makanan yang sehat tidak
hanya menjadikan masyarakat memilih sayuran untuk menjadi makanan yang
dikonsumsi namun masyarakat juga memilih sayuran organik yang kualitas dan
keamanannya serba alami yang terbebas dari pestisida dan herbisida kimia. Di
supermarket-supermarket besar di perkotaan pun kini lebih banyak dijual aneka sayur dan buah yang berlabel organik guna memenuhi kebutuhan konsumen yang
mengusung slogan ‘back to nature’.
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005) Indonesia
memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, potensi pertanian
organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% setiap
tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu
diprioritaskan pada tanaman yang bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi pasar
domestik dan ekspor.
yang selama ini memiliki potensi lahan pertanian menunjukkan kondisi yang
berbanding terbalik dengan kondisi lahan pertanian saat ini. Dari luas 647.223 ha
lahan pertanian yang tersedia untuk dikembangkan, sebagian besar lahan di
Sumatera Utara, yaitu sekitar 429.751 ha (66,4%) diarahkan untuk komoditas
tanaman semusim. Sisanya seluas 2141.972 ha (21,9%) untuk komoditas tanaman tahunan, dan75.500 ha (11,7%) diarahkan untuk padi sawah.
Potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran di
Kota Medan menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun sedangkan tiap
tahunnya permintaan pemenuhan kebutuhan sayuran semakin meningkat. Tahun
2011 potensi lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk produksi sayuran Kota
Medan semakin berkurang. Pada Medan Bisnis edisi September 2011
menyebutkan bahwa Marelan memiliki potensi luasan berkisar 200 hektar,
Medan Labuhan berkisar 10 hektar, dan Medan Deli hanya berkisar 5 hektar.
Pada Medan Bisnis edisi September 2010 produksi komoditas sayur mayur
di Propinsi Sumatera Utara masih minim. Hal ini karena asupan sayur dan
buah-buahan masih rendah dibandingkan target nasional yang berkisar 200 gram
perkapita dalam perhari. Konsumsi sayur dan buah di Sumut masih rendah
berkisar 926.077 ton per tahun. Jadi jika dihitung dalam setahun, kebutuhan sayur
untuk per orang membutuhkan 73 kg per kapita per tahun. Produksi sayur-mayur
di Sumut hanya mencapai 70 kg per kapita per tahun. Ini berarti kebutuhan sayur
kekurangan 3 kg per kapita per tahun.
Pada wilayah perkotaan atau perumahan khususnya, terbatasnya lahan
yang tersedia untuk dijadikan lahan pertanian ini merupakan salah satu
diperkotaan hanya beberapa meter persegi. Ini menyebabkan perlunya rekayasa
agar di lahan sempit tersebut tetap dapat dihadirkan sayuran organik untuk
keperluan hidup sehari-hari.
Pekarangan rumah berapa pun luasannya dapat dimanfaatkan secara
optimal sehingga akan meningkatkan produktivitasnya. Pekarangan yang ditanami
dengan sayuran memberikan kontribusi yang cukup besar pada usaha mencukupi
kebutuhan gizi keluarga. Dalam pemanfaatan pekarangan dengan sayuran harus
diperhatikan juga aspek budidaya dari sayuran yang ditanam (Kristanti, 2011).
Permasalahan terbatasnya lahan untuk budidaya tanaman kebutuhan
sehari-hari dapat diatasi dengan teknik vertikultur yang diharapkan dapat
membantu pemenuhan kebutuhan sayuran yang terus meningkat. Dengan teknik
vertikultur, potensi lahan pekarangan bisa dimaksimalkan oleh masyarakat,
paling tidak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri. Selain itu
teknik vertikultur juga dapat memberikan nilai estetika pada pekarangan.
Menurut Andoko (2004) istilah vertikultur diserap dari bahasa Inggris
yang berasal dari kata vertical dan culture yang artinya teknik budi daya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya menggunakan sistem bertingkat. Tujuan
utama penerapan teknik vertikultur adalah memanfaatkan lahan sempit seoptimal
mungkin. Dengan penerapan teknik vertikultur ini maka peningkatan jumlah
tanaman pada suatu areal tertentu dapat berlipat 3-10 kali, tergantung model yang
digunakan. Pada prinsipnya budi daya dengan teknik vertikultur tidak jauh
berbeda dengan budi daya di kebun atau lahan datar. Perbedaan mendasar sudah
dilakukan pembudidayaan di atas lahan seluas satu meter persegi dengan jumlah
tanaman jauh lebih banyak dibanding di lahan datar dengan luas yang sama.
Sistem budidaya pertanian secara vertikal atau bertingkat ini merupakan
konsep penghijauan yang cocok untuk daerah perkotaan dan lahan terbatas.
Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman,
dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman. Vertikultur tidak hanya
sekedar kebun vertikal, namun ide ini akan merangsang seseorang untuk
menciptakan khasanah biodiversitas di pekarangan yang sempit sekalipun.
Struktur vertikal, memudahkan pengguna membuat dan memeliharanya. Pertanian
vertikultur tidak hanya sebagai sumber pangan tetapi juga menciptakan suasana
alami yang menyenangkan (Lukman, 2009).
Disamping dapat menampilkan keindahan, bukan berarti penanaman
dengan teknik vertikultur tidak dapat diterapkan untuk tujuan komersial. Dengan
dasar pemikiran bahwa vertikultur dapat melipatgandakan jumlah tanaman dan
produksi maka teknik ini secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan untuk
tujuan komersial. Memang investasi yang dibutuhkan untuk penerapan teknik
vertikultur ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional. Namun,
dengan produksi yang lebih tinggi karena populasi tanaman lebih banyak maka
investasi tersebut dapat tertutupi (Andoko,2004).
Prospek pemasaran dalam negeri bagi komoditas sayuran sangat cerah.
Hal ini ditunjukkan dengan fakta sebagai berikut:
a. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan permintaan pasar dalam
b. Peningkatan jumlah penduduk kota dan bertambahnya kawasan industri
dan pariwisata merupakan daerah pemasaran potensial bagi komoditas
sayuran.
c. Peningkatan pendidikan dan kesadaran akan pentingnya gizi membawa
pengaruh positif terhadap permintaan akan sayuran, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif.
d. Arus pengunjung dari luar negeri ke Indonesia yang semakin deras
membawa pengaruh pada jumlah, jenis, maupun kualitas produksi sayuran
yang dibutuhkan (Rukmana, 2005).
Pada tahun 2011 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
mengadakan program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL). Model
Kawasan Rumah Pangan Lestari adalah program untuk memanfaatkan pekarangan
sebagai penyedia sumber gizi untuk rumah tangga. Berdasarkan luas lahannya
pekarangan ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: sempit (<100 m2), sedang
(100-200 m2), luas (>200m2). Untuk kawasan yang memiliki luas lahan dibawah
100 m2 BPTP menerapkan budidaya secara vertikultur. Ada 12 Kabupaten/Kota
yang diikutsertakan dalam program ini, yaitu Kota Medan, Kabupaten Deli
Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, KotaTebing Tinggi, Kabupaten Pematang
Siantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Asahan, Kabupaten Tanjung Balai,
Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Padang
Sidempuan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Langkat, Kota Binjai,
Kabupaten Dairi, Kabupaten Pak-Pak Barat dan Kabupaten Nias Selatan.
Kecamatan Medan Marelan merupakan wilayah agribisnis kota Medan
adanya rekayasa dalam peningkatan produksi tanaman sayuran di Kecamatan
Marelan. Pada bulan November tahun 2011 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) mengikutsertakan Kecamatan Marelan kedalam peserta Model Kawasan
Rumah Pangan Lestari (MKRPL).
Dari lima kelurahan yang ada di Kecamatan Marelan, Kelurahan Terjunlah
yang menerapkan pertanian organik vertikulur pada usahataninya. Penerapan
pertanian vertikultur di daerah ini diterapkan oleh ada 25 KK (kepala keluarga)
yang awalnya bukan petani dengan 12 tanaman holtikultura. Dalam penerapannya
BPTP mendukung petani dengan memberikan bantuan polibag, rak, bibit, media
tanam, dan pupuk. Setiap KK menanam 3-5 jenis tanaman yang berbeda pada
lahan yang sama.
Menurut Andoko (2004) dengan penerapan teknik vertikultur ini maka
peningkatan jumlah tanaman pada suatu areal tertentu dapat berlipat 3-10 kali.
Peningkatan jumlah tanaman ini akan menyebabkan peningkatan volume
produksi pada areal itu, sehingga penerimaan petani pun meningkat. Namun,
peningkatan penerimaan ini belum tentu diikuti dengan peningkatan pendapatan
petani karena biaya yang dikeluarkan pada pertanian organik vertikultur lebih
besar dibandingkan pertanian konvensional. Maka peneliti tertarik untuk meneliti
kelayakan usahatani dengan teknik budidaya organik vertikultur ini. Di samping
itu peneliti juga tertarik untuk menganalisis strategi pengembangan pertanian
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1) Berapa besar total penerimaan, biaya produksi dan pendapatan bersih
usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian?
2) Apakah usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian layak untuk
diusahakan?
3) Bagaimana strategi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur di
daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk menganalisis total penerimaan, biaya produksi dan pendapatan
usahatani sayuran organik vertikultur
2) Untuk menganalisis kelayakan usahatani sayuran organik vertikultur di daerah
penelitian.
3) Untuk menganalisis strategi pengembangan usahatani sayuran organik
vertikultur di daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian dalam hal ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai
berikut:
1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi setiap orang yang terkait dalam
2) Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa khususnya di jurusan agribisnis,
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Aspek Agronomis
Tanaman holtikultura yang dibudidayakan secara vertikultur di daerah
penelitian ada 6 jenis tanaman yaitu sawi, bayam, kangkung, timun, terong, cabai.
Setiap petani membudidayakan 3-4 jenis tanaman pada pekarangan rumahnya.
Sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman semusim. Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Tanaman sawi mempunyai
batang pendek dan lebih langsing dari petsai. Pada umumnya pola pertumbuhan
daunnya berserak (roset) hingga sukar membentuk krop. Tanaman ini mempunyai
akar tunggang dengan akar samping yang banyak, tetap dangkal. Bunganya mirip
petsai, tetapi rangkaian tandan lebih pendek. Ukuraqn kuntum bunga lebih kecil
dengan warna kuning pucat spesifik. Ukuran bijinya kecil dan berwarna hitam
kecoklelatan. Bijinya terdapat dalam kedua sisi dinding sekat polong yang lebih
gemuk (Sunarjono, 2004).
Tanaman sawi dapat dipungut hasilnya setelah berumur dua bulan. Sawi
dipungut dengan cara tanaman dicabut atau dipotong bagian batang di atas tanah.
Ada pula orang yang memungut hasilnya dengan cara memetik daunnya satu per
satu. Cara pemungutan yang terakhir ini bertujuan agar tanaman tahan lama.
Tanaman sawi yang terawat dengan baik dan sehat dapat menghasilkan 10-15
Bayam (Amaranthus sp.) berbentuk perdu semak. Bayam banyak digemari masyarakat Indonesia karena rasanya enak, lunak, dan dapat memperlancar
pencernaan. Bayam dapat tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah
maupun dataran tinggi. Oleh karena itu, tanaman ini dapat ditanama di kebun dan
pekarangan rumah. Bayam yang ditanam di pekarangan biasanya jenis
Amaranthus hybridus. Ada pula bayam yang biasa ditanam di tegalan, yaitu jenis bayam sekul. Waktu menanam yang baik ialah pada awal musim hujan atau pada
awal musim kemarau (Sunarjono, 2004).
Saat tanaman berumur 1 bulan mulai dilakukan penjarangan. Tanaman
yang besar dan rapat dicabut hingga jarak antarbaris menjadi 40 cm. Hasil
penjarangan ini merupakan panen pertama. Setelah perjarangan, tanaman bayam
dapat dibiarkan tumbuh di kebun lebih lama, biasanya sampai musim tanam
berikutnya. Setelah tanaman berumur 1-1,5 bulan, tingginya mencapai 20-30 cm.
Saat ini seluruh tanaman dapat dipanen dengan cara tanaman dicabut beserta
akarnya. Tanaman bayam yang terawat dengan baik dan sehat dapat menghasilkan
3 ton per ha (Sunarjono, 2004).
Kangkung (Ipomoea sp.) merupakan tanaman sayuran komersial yang bersifat menjalar. Kangkung berbatang kecil, bulat panjang dan berlubang di
dalamnya. Daunnya digemari seluruh lapisan masyarakat Indonesia karena
rasanya enak segar. Selain itu, kangkung banyak mengandung vitamin A, vitamin
C, dan mineral, terutama zat besi (Sunarjono, 2004).
Pemanenan dengan cara dipangkas sudah bisa dilakukan saat tanaman
berumur tiga bulan. Ujung tanaman dipangkas sekitar 30 cm agar tumbuh banyak
Pemungutan hasil selanjutnya dilakukan dengan cara ujung cabang dipangkas
setiap 15 hari sekali (Sunarjono, 2004).
Mentimun (Cucumis sativus L.) atau boteng merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar. Tanaman tersebut menjalar atau memanjat dengan
menggunakan alat panjat berbentuk pilin (spiral). Panjang batang mentimun 0,5
m-1,5m. Daun mentimun lebar berlekuk menjari dan dangkal, berwarna hijau
muda sampai hijau tua. Daunnya beraroma kurang sedap dan langu. Bulunya tidak
begitu tajam. Tanaman mentimun biasanya mulai berbunga umur 45-50 hari dari
waktu tanam. Biasanya bunga pertama sampai kelima adalah jantan. Panen
pertama buah mentimun ketika tanaman berumur dua bulan dari waktu tanam
(Sunarjono, 2004).
Caisim (Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim, berbatang pendek hingga hampir tidak terlihat. Daun Caisim berbentuk bulat panjang serta
berbulu halus dan tajam, urat daun utama lebar dan berwarna putih. Daun caisim
ketika masak bersifat lunak, sedangkan yang mentah rasanya agak pedas. Pola
pertumbuhan daun mirip tanaman kubis, daun yang muncul terlebih dahulu
menutup daun yang tumbuh kemudian hingga membentuk krop bulat panjang
yang berwarna putih. Susunan dan warna bunga seperti kubis (Sunarjono, 2004).
Di Indonesia dikenal tiga jenis sawi yaitu: sawi putih atau sawi jabung,
sawi hijau dan sawi huma. Sawi putih (B. Juncea L. Var. Rugosa Roxb. & Prain) memiliki batang pendek, tegap dan daun lebar berwarna hijau tua, tangkai daun
panjang dan bersayap melengkung ke bawah. Sawi hijau, memiliki ciri-ciri batang
pendek, daun berwarna hijau keputih-putihan, serta rasanya agak pahit, sedangkan
berwarna hijau keputih-putihan, serta tangkai daun panjang dan bersayap
(Rukmana, 1994).
Bunga pada tanaman cabai terdapat pada ruas daun dan jumlahnya
bervariasi antara 1-8 bunga tiap ruas tergantung pada spesiesnya. Capsicum annuum mempunyai satu bunga tiap ruas. Sedangkan cabai rawit (Capsicum frutescens) mempunyai 1-3 bunga tiap ruas. Ukuran ruas tanaman cabai bervariasi dari pendek sampai panjang. Makin banyak ruas makin banyak jumlah bunganya,
dan diharapkan semakin banyak pula produksi buahnya. Buah cabai bervariasi
antara lain dalam bentuk, ukuran, warna, tebal kulit, jumlah rongga, permukaan
kulit dan tingkat kepedasannya. Berdasarkan sifat buahnya, terutama bentuk buah,
cabai besar dapat digolongkan dalam tiga tipe, yaitu : cabai merah, cabai keriting
dan cabai paprika (Prajnanta,1999).
Menurut Nawangsih, dkk (1999) Umur cabai sangat bervariasi tergantung
jenis cabai. Tanaman cabai besar dan keriting yang ditanam di dataran rendah
sudah dapat dipanen pertama kali umur 70 – 75 hari setelah tanam. Sedangkan
waktu panen di dataran tinggi lebih lambat yaitu sekitar 4 – 5 bulan setelah tanam.
Panen dapat terus-menerus dilakukan sampai tanaman berumur 6 – 7 bulan.
Pemanenan dapat dilakukan dalam 3 – 4 hari sekali atau paling lama satu minggu
sekali.
2.1.2 Pertanian Organik
Pertanian organik adalah proses budidaya yang tidak menggunakan asupan
bahan kimia sintetik seperti pupuk, pestisida, herbisida dan hormon pertumbuhan.
demikian, pertanian organik merupakan pertanian yang memperhatikan
kelestarian lingkungan. Sistem pertanian organik adalah sistem produksi holistik
dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktifitas agroekosistem secara
lamai serta mampu menghasilakn pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan
berkelanjutan (Direktorat Jenderal holtikultura, 2008).
World Trade Organization (WTO), membuat beberapa kategori produk pertanian. Pertama wild product, yakni produk tumbuh-tumbuhan yang langsung diambil dari alam liar (hutan). Kedua, traditional product, yakni produk tumbuh-tumbuhan yang dibudidayakan secara tradisional. Misalnya padi ladang. Ketiga,
conventional product, yakni produk pertanian biasa, yang proses budidayanya menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Keempat healthy product, yakni produk pertanian yang masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia, terapi dosisnya
sangat dibatasi. Kelima organic product, yakni hasil pertanian organik.
Menurut Balai Pengkajian Pertanian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan
(2012) Prinsip dasar pertanian organik yang dirumuskan oleh IFOAM,
International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM, 1992) tentang budidaya tanaman organik harus memenuhi persyaratan – persyaratan
sebagai berikut :
1. Lingkungan
Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan sintetik. Karena itu
pertanaman organik tidak boleh berdekatan dengan pertanaman yang memakai
pupuk buatan, pestisida kimia dan lain-lain yang tidak diizinkan. Lahan yang
sudah tercemar (intensifikasi) bisa digunakan namun perlu konversi selama 2
2. Bahan Tanaman
Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah beradaptasi baik di daerah yang
bersangkutan, dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
3. Pola Tanam
Pola tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip konservasi tanah dan
air, berwawasan lingkungan menuju pertanian berkelanjutan.
4. Pemupukan dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) bahan organik sebagai pupuk
adalah sebagai berikut :
- Berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara organik
- Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain,
urin ternak, sampak kota (kompos) dan lain-lain bahan organik asalkan
tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.
- Pupuk buatan (mineral)
- Urea, ZA, SP36/TSP dan KCl, tidak boleh digunakan
- K2SO4 (Kalium Sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/ha; kapur,
kieserite, dolomite, fosfat batuan boleh digunakan.
- Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan
5. Pengelolaan Organisme Pengganggu
- Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh digunakan, kecuali yang
diizinkan dan terdaftar pada IFOAM
2.1.3 Vertikultur
Vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah verticulture
dalam bahasa inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical dan culture.
Makna vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara
vertikal atau bertingkat. Sistem ini sangat cocok diterapkan khususnya bagi para
petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Vertikultur dapat pula
diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat, perumahan umum, atau bahkan
pada pemukiman di dearah padat yang tidak punya halaman sama sekali. Dengan
metoda vertikultur ini, kita dapat memanfaatkan lahan semaksimal mungkin
(Widarto, 1996).
Jenis tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara vertikultur
jumlahnya banyak sekali, mencapai ribuan tanaman. Secara umum tanaman yang
cocok untuk divertikulturkan adalah hampir semua jenis tanaman semusim yang
pertumbuhannya tidak terlalu tinggi, maksimal 1 m. Kebanyakan tanaman
semusim merupakan jenis sayuran dan buah-buahan, dapat juga jenis tanaman
hias. Ini termasuk tanaman merambat yang pertumbuhannya dapat diatur dengan
ajir dari tali rafia atau bambu (Widarto, 1996).
Menurut Andoko (2004) ada beberapa kelebihan dari teknik budidaya
secara vertikultur, di antaranya sebagai berikut.
a) Populasi tanaman per satuan luas lebih banyak karena tanaman disusun ke atas
dengan tingkat kerapatan yang dapat diatur sesuai keperluan.
b) Media tanam yang disterilisasi meminimalkan risiko serangan hama dan
c) Kehilangan pupuk oleh guyuran air hujan dapat dikurangi karena jumlah
media tanam yang sudah ditentukan hanya berada di sekitar perakaran
tanaman di dalam wadah terbatas.
d) Perlakuan penyiangan gulma sangat berkurang atau bahkan tidak ada sama
sekali karena sedikit media tanam terbuka yang memungkinkan media tanam
tersebut ditumbuhi gulma.
e) Berbagai bahan di sekitar rumah seperti karung bekas, batang bambu, pipa
peralon, dan bekas gelas air mineral dapat dimanfaatkan sebagai wadah budi
daya vertikultur.
f) Tempat dibangunnya bangunan vertikultur menampilkan nilai estetika, atau
dapat dikatakan sebagai tanaman hias.
g) Bangunan vertikultur dapat dipindah-tempatkan ke tempat yang diinginkan,
terutama untuk vertikultur dengan konstruksi yang dapat dipindah-pindahkan.
Di samping banyaknya nilai kelebihan, teknik budidaya vertikultur ini pun
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sebagai berikut.
a) Investasi atau biaya awal yang diperlukan cukup tinggi karena harus membuat
srtruktur bangunan khusus dan penyiapan media tanam.
b) Oleh karena jarak tanamnya rapat, tercipta suatu kondisi kelembapan udara
yang tinggi. Hal ini menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan penyakit
akibat cendawan (Andoko, 2004).
Teknik vertikultur bisa dikembangkan dengan menggunakan rak,
menyusun batako di pojok tembok atau lainnya. Sementara, sebagai wadah
tanaman, bisa digunakan gelas plastik dari air kemasan, botol bekas sampai
memproduksi sayuran organik secara mandiri. Selain itu, kesehatan juga bisa
diupayakan dengan herbal yang ditumbuhkan sendiri. Rumah juga lebih indah
berkat tanaman hias (Kompas, 2011).
Dalam mengembangkan usahatani kegiatan utama yang dilakukan adalah
peningkatan produksi barang pertanian yang dihasilkan petani, meningkatkan
produktivitas pertanian serta mendorong pengembangan komoditas yang sesuai
dengan potensi wilayah. Peningkatan produksi pertanian apabila ingin
meningkatkan pendapatan petani merupakan keharusan dalam pembangunan
pertanian (Hanani, 2003).
2.1.3 Penelitian Sebelumnya
Tegalbero Camp yang merupakan model pertanian terpadu yang
mewadahi perkebunan, pertanian, perikanan, dan peternakan (buntaninak) pada
tahun 2010 menerapkan pertanian vertikultur dengan 300 lonjor paralon PVC
setinggi masing-masing 2 meter. Untuk komoditi bawang merah, dalam satu
tonggak paralon menghasilkan 4 kilogram bawang merah, dengan harga bawang
merah sekitar Rp 15.000,- per kilogram dan biaya paralon Rp 20.000,- per
tonggak ditambah biaya pupuk dan perawatan, pendapatan Rp 60.000,- per
tonggak masih menguntungkan (Mahmudi, 2010).
Vertikultur adalah media pertanaman dengan cara bertingkat. Dengan
membuat rak bertingkat dari kayu/bambu/besi/paralon, kita dapat menanam
tanaman di pekarangan sempit bahkan tidak ada. Bahan yang digunakan untuk
pembuatan vertikultur ini beragam. Ada kayu, bambu, paralon, dan besi. Untuk
mengeluarkan biaya Rp 250.000,- sudah dapat membuat vertikultur. Sedangkan
yang termahal adalah dengan menggunakan besi, dapat menghabiskan hingga
Rp500.000,- Apabila masih mahal, kita dapat menanamnya di polibag atau pot.
Untuk satu polibag yang berukuran 3 kg, hanya mengeluarkan Rp 5.000,- saja. Itu
sudah termasuk 1 kg pupuk kandang, 2 kg sub soil (tanah dan sekam), serta 2 bibit
caisim (Sinar tani, 2012).
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Analisis Usahatani
Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana
seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk
tujuan memeperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan
efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang
mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi
mesukan (input) (Seokartawi, 1995).
Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam
suatu usahatani. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Biaya tetap (Fixed cost)
Biaya yang relative jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi
yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya ini tidak
dipengaruhi/bergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya
biaya tetap ialah sewa tanah, pajak, alat pertanian.
Biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.
Contohnya untuk biaya vaiabel ini ialah sarana produksi. Kalau menginginkan
produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, sehingga biaya ini
sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang dinginkan
(Soekartawi, 2003).
Menurut Soekartawi dalam Yanti (2011) Dalam usaha tani, petani akan
memperoleh penerimaan dan pendapatan penerimaan usaha tani adalah perkalian
antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis
sebagai berikut:
TR = Y.Py
Dimana :
TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga Y
Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi
yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis
faktor produksi yang ikut dalam usahatani tergantung pada tujuannya. Pada
akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang
disebut dengan pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara
total revenue (TR) deangan total cost (TC) atau dapat ditulikan dengan rumus sebagai berikut :
I = TR-TC
Dimana :
TR = Total Revenue (Total Penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya)
Kelayakan usahatani digunakan untuk melihat seberapa jauh suatu usaha
layak untuk diusahakan. Kelayakan usahatani dapat diketahui dengan
menggunakan beberapa criteria investasi. Kriteria investasi. Kriteria investasi
yang umum dikenal antara lain BEP dan R/C (Kasmir dan Jakfar, 2003).
R/C adalah singkatan dari return cost ratio. R/C juga dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara matematik,
pernyataan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
R/C Ratio =
2.2.2 Analisis SWOT
SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Streight dan Weaknesses
serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (weaknesses) (Rangkuti, 1997).
Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengembilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan (Rangkuti, 1997).
Analisa SWOT dibuat dalam bentuk matriks. Matriks ini menggambarkan
dengan jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam perusahaandan
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini
menghasilkanempat set alternatif strategis, yaitu:
1. Strategi SO (Strenghts-Opportunities)
Strategi berdasarkan jalan pemikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan
seluruh kekuatan dengan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2. Strategi ST (Strenghts-Threats)
Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk
mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities)
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT (Weaknesses-Threats)
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha
meminimalkan kelemahanyang ada serta menghindari ancaman.
2.3 Kerangka Pemikiran
Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sistem ini sangat cocok diterapkan khususnya bagi para
petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Pengembangan usahatani
dengan teknik budidaya vertikultur dipengaruhi oleh sempitnya ketersediaan lahan
untuk pertanian dan kelembagaan.
Rata-rata petani di daerah penelitian memiliki lahan sempit sehingga
penerapan vertikultur diharapkan mampu untuk meningkatkan pendapatan petani.
Petani membudidayakan seluruh sayuran secara organik sehingga usahatani ini
disebut usahatani organik vertikultur. Dalam penerapannya petani di daerah
penelitian dibantu oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dalam
usahataninya petani diberikan bantuan berupa bibit, polibag, rak, media tanam dan
pupuk.
Penerapan teknik vertikultur ini dapat meningkatkan penanaman jumlah
tanaman pada suatu areal tertentu hingga 3-10 kali lipat, sehingga produksi
tanaman yang dihasilkan dapat meningkat. Banyaknya produksi yang dihasilkan
dalam usahatani tersebut akan mempengaruhi penerimaan petani. Pendapatan
dihasilkan dari selisih antara penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan petani.
Besarnya total biaya dan penerimaan akan mempengaruhi besarnya pendapatan
petani.
Pertanian vertikultur dapat meningkatkan produksi tanaman, sehingga
akan meningkatkan penerimaan petani. Dengan menganalisis usahatani pertanian
vertikultur ini maka dapat dilihat total penerimaan, biaya produksi dan pendapatan
akan diketahui kelayakan usahatani sayuarn organik vertikultur. Penelitian ini
juga menjelaskan strategi untuk mengembangkan pertanian organik vertikultur
agar penerapan pertanian ini dapat meluas ke wilayah lain sehingga permasalahan
Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
: Menyatakan ada hubungan Usahatani
Pertanian Organik Vertikultur
Produksi
Pendapatan Penerimaan
Usahatani
• Sempitnya
ketersediaan lahan pertanian
Harga Biaya
Strategi Pengembangan Pertanian Oarganik Vertikultur
TidakLayak Layak
Strength
(Kekuatan)
Threats
(Ancaman)
Opportunity
(Peluang)
Weakness
(Kelemahan) Faktor Strategis
Internal
Faktor Strategis Eksternal Faktor-Faktor
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran maka hipotesis
yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Usahatani sayuran organik vertikultur di daerah penelitian layak untuk
diusahakan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive sampling, maksudnya daerah dipilih berdasarkan tujuan tertentu yang dipandang sesuai dengan tujuan
penelitian. Penelitian dilakukan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan
Kota Medan. Daerah ini dipilih karena di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan
Marelan merupakan daerah percontohan untuk program Model Kawasan Rumah
Pangan Lestari (MKRPL) di Kota Medan yang saat ini sedang dilakukan
pengembangan pertanian vertikultur dan seluruh petani sampel menerapkan
pertanian organik vertikultur.
3.2 Metode Penarikan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap
dapat menggambarkan populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang
melakukan pertanian vertikultur. Pengambilan sampel untuk penelitian ini
dilakukan secara sensus artinya seluruh populasi petani yang melakukan pertanian
vertikultur di kelurahan tersebut dijadikan sampel. Sampel dalam penelitian ini
adalah 25 petani dengan 6 jenis tanaman holtikultura. Setiap petani menanam 3-4
jenis tanaman pada lahan pertaniannya. Usahatani ini adalah usahatani keluarga
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, terdiri atas : data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden
dengan mempergunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
instansi atau dinas yang terkait dengan penelitian seperti Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Pertanian Kecamatan Marelan, Kelurahan
Terjun, Kecamatan Medan Marelan.
Tabel 1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya
No Jenis Data Sumber
1 Data Primer
- Karakteristik petani sampel
- Karakteristik usahatani sayuran organik vertikultur a. Luas lahan
b. Biaya pembuatan rak vertikultur c. Penggunaan pupuk
d. Produksi sayuran organik e. Harga sayuran organik f. Penggunaan tenaga kerja
- Faktor internal yang mempengaruhi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur
- Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan usahatani sayuran organik vertikultur
- Deskripsi daerah penelitian a. Luas wilayah Kota Medan b. Penduduk Kota Medan c. Pertanian di Kota Medan
d. Luas wilayah Kecamatan Medan Marelan
3.4 Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan dengan menggunakan tabulasi, kemudian dibuat
hipotesis, dilanjutkan dengan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis
tersebut. Untuk menjawab identifikasi masalah 1 dianalisis dengan menggunakan
analisis usahatani.
Untuk mengetahui struktur penerimaan usahatani, dihitung dengan formula:
TR = Y.Py
Dimana :
TR = Total Penerimaan (Rp)
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg)
Py = Harga Y (Rp)
Untuk mengetahui struktur biaya usahatani yaitu dengan menghitung besar
biaya tetap dan biaya variabel.
TC = FC + VC
Dimana:
TC = Total biaya usahatani (Rp)
FC = Biaya tetap usahatani (Rp)
VC = Biaya tidak tetap/variabel usahatani (Rp)
Untuk mengetahui struktur pendapatan bersih usahatani yaitu dengan
menghitung selisih antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan,
dengan formula:
I = TR-TC
Dimana :
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
Untuk menguji hipotesis dan menjawab identifikasi masalah 2 digunakan
analisis kelayakan usahatani yang menggunakan kriteria R/C (Return Cost Ratio) dan
R/C Ratio =
Dengan kriteria : - Layak apabila R/C Ratio > 1
- Tidak layak apabila R/C Ratio ≤ 1
Untuk menjawab identifikasi masalah 3 digunakan metode analisis SWOT
dari usahatani di daerah penelitian untuk menentukan strategi pengembangan
pertanian vertikultur. Langkah-langkah dalam analisis SWOT adalah:
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usahatani
dengan sistem budidaya vertikultur di Kota Medan. Data ini diperoleh dari
penelitian-penelitian sebelumnya dan dari wawancara dengan ketua kelompok
tani.
2. Setelah diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usahatani
sayuran organik vertikultur, kemudian dipilih faktor-faktor yang paling
strategis. Pemilihan faktor-faktor ini dilakukan dengan melakukan wawancara
terhadap sampel petani dan melalui pengamatan langsung di lapangan.
3. Setelah diketahui faktor-faktor yang strategis, kemudian faktor-faktor tersebut
diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu:
a. Faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar, yaitu factor yang
b. Faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam, yaitu faktor yang
dapat dikendalikan oleh petani.
4. Setelah diklasifikasikan antara faktor internal dan faktor eksternal, kemudian
disusun kuisioner untuk menentukan skor setiap faktor. Skor tersebut
menentukan apakah faktor tersebut termasuk ke dalam faktor internal sebagai
kekuatan atau kelemahan dan sebagai faktor eksternal menjadi peluang atau
ancaman. Faktor dibagi menjadi empat rating yaitu 1 dan 2 serta 3 dan 4. Pada
faktor internal, skor 1 dan 2 merupakan kelemahan sedangkan 3 dan 4
merupakan kekuatan. Pada faktor eksternal, 1 dan 2 merupakan ancaman
sedangkan 3 dan 4 merupakan peluang. Rata-rata skor yang diberikan tiap
responden akan menjadi rating bagi faktor tersebut.
5. Setelah diperoleh rating dari setiap faktor, kemudian dilakukan pembobotan
dalam tiap faktor. Pembobotan dilakukan dengan teknik komparasi
berpasangan, Analytical Hierarchy Process (AHP), yang dikembangkan oleh Saaty. AHP yaitu suatu teknik yang membandingkan faktor satu dengan factor
yang lain dalam satu tingkat hirarki berpasangan sehingga diperoleh nilai
kepentingan dari masing-masing faktor. Nilai dari masing-masing faktor
sesuai dengan Saaty (1993) adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai skala banding berpasangan
Nilai pengaruh yang sama terhadap tujuan yang akan dicapai
2 Faktor yang satu lebih
penting dari pada yang lainnya
Penilaian sedikit
mempengaruhi satu elemen dibanding elemen lainnya
3 Faktor yang satu mutlak
lebih penting dibanding faktor lainnya
nilai-nilai diatas
dan B, makanilai kebalikanya (1/2dan 1/3) digunakan untuk membandingkankepentingan B terhadap A.
6. Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing dari tiap responden,
kemudian dibuat matriks penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot
dari tiap faktor.
7. Setelah diperoleh penilaian tiap faktor dari seluruh responden, kemudian
dicari rata-rat perbandingan dari seluruh responden dengan mencari nilai
rat-rata geometris dengan rumus:
G = √� ,� ,� …�
Dimana: X1 = Nilai untuk responden 1
X2 = Nilai untuk responden 2
X3 = Nilai untuk responden 3
Xn = Nilai untuk responden n
8. Setelah diketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut
dinormalisasi untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis.
Nilai ini yang menjadi bobot faktor.
9. Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara
mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap
faktor.
10.Langkah 1 sampai 9 tersebut disusun dalam table EFAS untuk faktor strategi internal dan table IFAS untuk faktor strategi internal.
Faktor-faktor
Tabel 4. IFAS (Internal Factors Analisys Summary)
Faktor-faktor
11.Faktor-faktor strategis disusun dengan menggunakan matriks SWOT
1.5.1 Definisi
1. Petani sampel adalah petani yang menerapkan pertanian organik
vertikultur di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan yang dibantu
oleh BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Sumatera Utara
2. Pertanian vertikultur adalah pertanian dengan teknik budidaya secara
vertikal dengan menggunakan rak-rak yang disusun bertingkat.
3. Lahan yang digunakan untuk usahatani adalah pekarangan rumah petani
4. Tanaman yang diteliti adalah sawi, bayam, kangkung, timun, cabai dan
terong.
5. Penerimaan usahatani adalah rata-rata produksi dikali harga jual tanaman
dikali jumlah panen dalam satu tahun.
6. Pendapatan bersih adalah selisih antara total penerimaan dengan total
biaya produksi dalam satu tahun.
7. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan petani selama
proses produksi berlangsung dalam satu tahun.
8. Input produksi adalah semua korbanan yang diberikan, seperti pupuk ,
tanah, tenaga kerja, dan peralatan, agar tanaman dapat tumbuh dan
memberikan hasil yang baik.
9. Analisis kelayakan usahatani pertanian vertikultur adalah analisis yang
digunakan untuk mengukur apakah usahatani pertanian vertikultur layak
atau tidak layak diusahakan.
Marelan
2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2012
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografi Kota Medan
Penelitian dilakukan di Kota Medan yang merupakan Ibu Kota dari
provinsi Sumatera Utara. Kota Medan merupakan salah satu daerah Tingkat II di
Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265, 10 km2. Kota ini merupakan pusat
pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Sebagian besar wilayah Kota
Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai
penting yaitu Suangai Babura dan Sungai Deli.
Kota Medan terletak antara 2027’ – 2047’ Lintang Utara dan 98035’ -
98044’ Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut.
Kota Medan dikelilingi oleh Kabupaten Deli Serdang dengan demikian, Kota
Medanberbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang baik di sebelah
Utara, Selatan, Barat dan Timur.
Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut
Stasiun Polonia berkisar antara 23,040C – 24,080C dan suhu maksimum berkisar
antara 32,730C – 34,470C, serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya
berkisar antara 22,60C – 24,40C dan suhu maksimum berkisar antara 32,30C –
33,90C. Pada tahun 2010 hari hujan di Kota Medan per bulannya 15,25 hari.
Menurut Stasiun Sampali rata-rata curah hujan per bulannya 133, 75 mm dan pada
kecamatan. Kecamatan dengan luasan terbesar adalah Kecamatan Medan Labuhan
dengan luas sebesar 36, 67 km2 atau sekitar 13,83% dari total luas wilayah Kota
Medan. Secara rinci, luas wilayah Kota Medan menurut Kecamatan dapat dilihat
pada Tabel 5 :
Tabel 5. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan
No Kecamatan Luas (Km2) Presentase (%)
1 Medan Tuntungan 20, 68 7, 80
2 Medan Johor 14, 58 5, 50
3 Medan Amplas 11, 19 4, 22
4 Medan Denai 9, 05 3, 41
5 Medan Area 5, 52 2, 08
6 Medan Kota 5, 27 1, 99
7 Medan Maimun 2, 98 1, 12
8 Medan Polonia 9, 01 3, 40
9 Medan Baru 5, 84 2, 20
10 Medan Selayang 12, 81 4, 83
11 Medan Sunggal 15, 44 5, 82
12 Medan Helvetia 13, 16 4, 96
13 Medan Petisah 6, 82 2, 57
14 Medan Barat 5, 33 2, 01
15 Medan Timur 7, 76 2, 93
16 Medan Perjuangan 4, 09 1, 54
17 Medan Tembung 7, 99 3, 01
18 Medan Deli 20, 84 7, 86
19 Medan Labuhan 36, 67 13,83
20 Medan Marelan 23, 82 8, 99
21 Medan Belawan 26, 25 9, 90
Jumlah 265, 10 100, 00 Sumber : BPS, Medan Dalam Angka, 2011
4.1.2 Penduduk Kota Medan
Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Medan sebanyak 2.097.610 jiwa,
jika dibagikan dengan luas Kota Medan seluas 265,10 Km2 dapat digambarkan
menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Penduduk Menurut Kelompok Umur
No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Jumlah (%)
1 0-14 574.129 27, 37
2 15-54 1.337.435 63, 76
3 > 55 186.046 8, 87
Jumlah 2.097.610 100, 00 Sumber : BPS, Medan Dalam Angka, 2011
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Medan pada tahun
2011 sebanyak 2.097.610 jiwa dengan jumlah usia non produktif (balita,
anak-anak dan remaja) yaitu usia 0-14 tahun sebanyak 574.129 jiwa atau sekitar 27,
37% dari total penduduk Kota Medan. Manula dengan usia >55 tahun sebanyak
1.337.435 jiwa atau sekitar 63, 76%, sedangkan usia produktif yaitu usia 15-54
tahun adalah sebanyak 186.046 jiwa atau sekitar 8, 87% dari total penduduk Kota
Medan. Usia produktif adalah usia dimana orang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi sehingga dapat menghasilkan barang dan jasa dengan efektif.
Penduduk Kota Medan menurut tingkat pendidikan terdiri dari tamatan SD,
SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan penduduk Kota Medan
paling besar berada pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi Penduduk Kota
Medan menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Jumlah (%)
1 SD 268.921 32, 27
2 SMP 114.381 13, 72
3 SMA 121.843 14, 62
4 Perguruan Tinggi 328.185 39, 38
Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kota Medan
paling besar berada pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi yaitu sebanyak
328.185 jiwa atau sekitar 39,38%. Pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD)
sebanyak 268.921 jiwa atau sekitar 32,27%. Pada tingkat pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) sebanyak 114.381 atau sekitar 13,72%. Sedangkan
pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 121.843 jiwa
atau sekitar 14,62%.
4.1.3 Pertanian di Kota Medan
Dalam bidang pertanian Kota Medan bukanlah sentra produksi pertanian,
namun demikian beberapa komoditi tetap ada diusahakan di Kota Medan.
Komoditi dengan luas panen dan jumlah produksi terbesar adalah komoditi padi
sawah dengan luasan panen sebesar 4.209 Ha dan jumlah produksi sebesar 16.829
Kg. Jenis-jenis komoditi yang diusahakan di Kota Medan dapat dilihat pada Tabel
8 berikut.
Tabel 8. Luas Panen dan Jumlah Produksi Pertanian Menurut Jenis Tanaman Tahun 2010
No Tahun/Jenis Luas Panen Jumlah
Tanaman (Ha) Produksi(Kg)
1 Padi Sawah 4.209 16.826
2 Padi Ladang - -
3 Jagung 263 1.443
4 Ketela Pohon 271 3.870
5 Ketela Rambat 148 1.791
6 Kacang Tanah 120 169
7 Kacang Kedelai - -
8 Kacang Hijau 92 104
9 Sayur-sayuran 1.338 7.964
10 Buah-buahan 1.178 7.002
luasan panen dan jumlah produksi terbesar merupakan komoditi sayur-sayuran.
Luas panen sayur-sayuran pada tahun 2010 adalah sebesar 1.338 Ha dan jumlah
produksi sebesar 7.964 Kg atau sekitar 20,33% dari total produksi komoditi
pertanian di Kota Medan.
4.1.4 Gambaran Umum Kecamatan Medan Marelan
Salah satu kecamatan di Kota Medan adalah Kecamatan Medan Marelan.
Kecamatan Medan Marelan berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang
di sebelah Selatan dan sebelah Barat, Kecamatan Medan Belawan di Sebelah
Utara, dan Kecamatan Medan Labuhan di sebelah Timur. Luas Kecamatan Medan
Marelan adalah 44,47 km2.
Kecamatan Medan Marelan terdiri atas lima kelurahan. Dari lima
kelurahan tersebut, Kelurahan Terjun memiliki luas wilayah yang terbesar yaitu
sebesar 16,05 km2 sedangkan Kelurahan Tanah Enam Ratus mempunyai luas
terkecil yaitu 3,42 km2. Luas wilayah masing-masing kelurahan di Kecamatan
Medan Marelan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 9. Luas Wilayah per Kelurahan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009
No Kelurahan Luas(km2) Persentase terhadap Luas Kecamatan(%)
1 Tanah Enam Ratus 3,42 7,69
2 Rengas Pulau 10,50 23,61
3 Terjun 16,05 36,09
4 Paya Pasir 10,00 22,49
5 Labuhan Deli 4,50 10,12
Jumlah 44,47 100,00
Sumber: Medan Marelan Dalam Angka, 2011
Distribusi jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Medan
Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009
Sumber: Medan Marelan Dalam Angka, 2011
Tabel 10. menunjukkan bahwa jumlah laki-laki sebanding dengan jumlah
penduduk perempuan. Jika dilihat dari umur, maka dapat dilihat bahwa jumlah
penduduk pada usia kerja tinggi yaitu 70% dari total penduduk.
Kecamatan Medan Marelan merupakan sentra produksi tanaman
sayur-sayuran di Kota Medan. Sayur-sayur-sayuran yang banyak ditanam adalah jenis sayur-sayuran
dataran rendah. Jenis komoditi dan luas masing-masing komoditi dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11. Luas Panen (Ha) Sayuran Dataran Rendah di Kawasan Agribisnis Medan Marelan Tahun 2010 Sumber: Medan Marelan Dalam Angka, 2011
Tabel 11 menunjukkan bahwa komoditi dengan luas tanam, luas panen
dan produksi tertinggi adalah komoditi sawi dengan luas tanam seluas 103 ha dan
Jumlah (Jiwa)
terong dengan produktivitas sebesar 90.040 kw/ha.
4.2. Karakteristik Sampel
4.2.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Komoditi
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah petani yang menanam
sayuran dengan jenis sawi, bayam, kangkung, cabai, terong, dan timun. Jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 25 orang petani sayuran organik vertikultur.
Masing-masing petani sampel mengusahakan 2-5 jenis komoditi pada
pekarangannya. Tabel 12 menunjukkan bahwa ada 48 % petani yang
mengusahakan tiga jenis komoditi sayuran organik vertikultur pada
pekarangannya. Distribusi sampel berdasarkan jumlah komoditi yang diusahakan
dapat dilihat Tabel 12.
Tabel 12. Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Komoditi
No Jumlah Komoditi Jumlah (Orang) Presentase
Yang Ditanam (%)
1 4 6 24
2 3 12 48
3 2 7 28
Jumlah 25 100 Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1), 2012
4.2.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Luas Pekarangan
Lahan pekarangan yang sempit di daerah perkotaan merupakan ide dasar diterapkanya pertanian vertikultur sehingga dapat dilakukan pemnfaatan lahan
pekarangan secara efisien. Distribusi petani berdasarkan luas lahan dapat dilihat