• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Parameter Metode Pendugaan Evapotranspirasi untuk Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan Ngablak)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modifikasi Parameter Metode Pendugaan Evapotranspirasi untuk Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan Ngablak)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

MODIFIKASI PARAMETER METODE PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI

UNTUK WILAYAH TROPIS PADA 2 ELEVASI BERBEDA

(STUDI KASUS: SUKAMANDI DAN NGABLAK)

HIFDIYAWAN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modifikasi Parameter Metode Pendugaan Evapotranspirasi untuk Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan Ngablak) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HIFDIYAWAN. Modifikasi Parameter Metode Pendugaan Evapotranspirasi untuk Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan Ngablak). Dibimbing oleh MUH TAUFIK.

Evapotranspirasi dapat diestimasi menggunaan model pendugaan. Model pendugaan tersebut banyak dikembangkan di wilayah subtropis. Tujuan penelitian ini yaitu untuk memodifikasi parameter model Hargreaves, Makkink dan Priestley-Taylor untuk mengestimasi nilai evapotranspirasi acuan (ET0) di

wilayah tropis. Model FAO-56 Penman-Monteith (FAO-56 PM) digunakan sebagai patokan untuk penilaian model pendugaan ET0. Model diuji pada 2

ketinggian berbeda yaitu wilayah Sukamandi dan Ngablak. Metode optimasi dilakukan untuk mendapatkan konstanta baru dengan nilai galat yang lebih kecil. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebelum proses optimasi, model Hargreaves memiliki performa terbaik dengan galat paling rendah di wilayah Sukamandi dan Ngablak. Akan tetapi setelah proses estimasi parameter, model Makkink dan Priestley-Taylor memiliki performa yang baik di kedua wilayah kajian. Hasil penelitian juga menunjukkan performa model setelah modifikasi mengalami peningkatan.

Kata kunci:FAO-56 PM, modifikasi, tropis

ABSTRACT

HIFDIYAWAN. Parameter Modification of Evapotranspiration Estimation Method for The Tropical Region with 2 Different Elevations (Case Study: Sukamandi and Ngablak). Supervised by MUH TAUFIK.

Evapotranspiration can be assessed by empirical models. The models of evapotranspiration developed in many subtropical regions. The objective of this research is to modify different reference evapotranspiration (ET0) models i.e.

Hargreaves, Makkink and Priestley-Taylor in the tropics. The model of FAO-56 Penman-Monteith (FAO-56 PM) is used as a reference to estimates ET0. Models

tested in Sukamandi and Ngablak with different elevations. Optimization methods was performed to obtain a new constant with a minimum error. The results showed that Hargreaves has a good estimation performance with a low error in Sukamandi and Ngablak. However, after the parameters optimization process, Makkink and Priestley-Taylor has a good performance in both study area. The results also showed that the performance of the models after modification are increased.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

MODIFIKASI PARAMETER METODE PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI

UNTUK WILAYAH TROPIS PADA 2 ELEVASI BERBEDA

(STUDI KASUS: SUKAMANDI DAN NGABLAK)

HIFDIYAWAN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Modifikasi Parameter Metode Pendugaan Evapotranspirasi untuk Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan Ngablak)

Nama : Hifdiyawan NIM : G24090062

Disetujui oleh

Muh Taufik, SSi, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Modifikasi Metode Pendugaan Evapotranspirasi di Wilayah Tropis pada 2 Elevasi Berbeda (Studi Kasus: Sukamandi dan Ngablak).

Penyelesaian karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tulisan ilmiah ini, yaitu:

1. Ummi, Abi, kakak dan adik yang telah memberikan dukungan berupa doa dan pengertian kepada penulis.

2. Bapak Muh. Taufik, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing dan juga dosen akademik atas saran, pencerahan, waktu, ilmu dan kesabarannya selama menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Ibu Dr Rini Hidayati, MS selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi.

4. Segenap staf pengajar dan pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi atas ilmu dan pelayanan yang diberikan kepada penulis. 5. Kawan satu bimbingan (Dodik, Zia dan Ima) yang memberikan

dukungan dan masukan.

6. Teman-teman GFM 46 dan semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memiliki nilai tambah kebaikan bagi ilmu pengetahuan.

(10)

DAFTAR ISI

Pendugaan Evapotranspirasi model penduga lain sebelum parameterisasi 9

Stasiun Sukamandi 11

Stasiun Ngablak 11

Hasil Modifikasi Parameter Model Penduga Lain 11

(11)

DAFTAR TABEL

1. Penggunaan data untuk kalibrasi dan validasi model 6

2. Modifikasi model pendugaan ET0 11

3. Nilai galat statistik estimasi model modifikasi ET0 menggunakan data

validasi 14

DAFTAR GAMBAR

1. Prinsip neraca air tertutup pada lisimeter 2

2. Skema lisimeter jenis a) timbang (Ding et al. 2010) dan b) drainase

pendugaan Hargreaves (Harg), Makkink (Makk) dan Priestley-Taylor (PT) (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi (2006 – 2009) dan b)

dan b) Ngablak (Sep 1999-Sep 2004) 19

2. ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg-m (−□−),

Makk-m (−○−) dan PT-m (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan 2001-Des 2005) dan b) Ngablak (Sep 1999-Sep 2004) 20 3. Nilai Galat Statistik estimasi model modifikasi ET0 menggunakan data

kalibrasi 21

4. Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model

Harg, Makk dan PT (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi

(2001-2005) dan b) Ngablak (1999-2004) 22

5. Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model

Harg-m, Makk-m dan PT-m (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen neraca air yang penting dalam hal perencanaan irigasi dan kebutuhan air tanaman. Proses evapotranspirasi melibatkan evaporasi yaitu hilangnya sejumlah air dari suatu permukaan dan transpirasi melalui tajuk tanaman. Kedua proses tersebut terjadi secara simultan sehingga sulit untuk dibedakan. Evapotranspirasi berkaitan dengan kebutuhan air tanaman karena proses tersebut melibatkan kanopi tanaman sebagai media penguapan air sehingga kebutuhan air tanaman dapat diduga melaui pendekatan evapotranspirasi. Dengan kata lain, nilai evapotranspirasi merupakan salah satu komponen penting untuk mengetahui kebutuhan air tanaman.

Nilai evapotranspirasi acuan (ET0) didapat melalui observasi maupun

penggunaan model empiris. Konsep ET0 berbeda dengan konsep evapotranspirasi

potensial (ETp) yang diperkenal oleh Penman pada tahun 1940 - 1950 (Irmak and

Haman 2003). Menurut Penman (1948), ETp merupakan evapotranspirasi dari

suatu permukaan dan tanaman hijau pendek yang menutupi suatu lahan. Konsep ETp menggunakan tanaman hijau pendek sebagai medium transpirasi tetapi tidak

ada batasan pasti mengenai ukuran dan jenis tanaman. Allen et al. (1998) kemudian memperkenalkan istilah ET0 dan menggunakan tanaman hipotetik

dengan tinggi 0.12 m yang memiliki tahanan permukaan 70 det m-1 dan albedo 0.23.

Evapotranspirasi dapat diukur menggunakan lisimeter dan panci evaporasi. Akan tetapi, pengukuran langsung tidak selalu dilakukan di setiap stasiun klimatologi. Cara lain untuk mendapatkan nilai ET0 yaitu menggunakan model

empiris. Metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi ET0 adalah

Penman-Monteith (FAO-56 PM). Metode tersebut merupakan model standar yang telah ditetapkan oleh FAO (Allen et al. 1998). Metode FAO-56 PM menggunakan suhu udara, kelembaban, kecepatan angin dan radiasi surya sebagai masukan data. Jika pada suatu stasiun klimatologi tidak terdapat data observasi evapotranspirasi, maka metode pendugaan evapotranspirasi FAO-56 PM merupakan metode yang terbaik untuk mengestimasi nilai evapotranspirasi harian maupun bulanan di setiap kondisi iklim (Allen et al. 1998, Chen et al. 2005, Hargreaves and Allen 2003, Subburayan et al. 2011). Penentuan nilai evapotranspirasi menggunakan model pendugaan dinilai lebih praktis dan mudah dibandingkan dengan melakukan observasi.

Kendala yang muncul adalah ketersediaan unsur iklim yang dibutuhkan untuk mengestimasi ET0 menggunakan metode FAO-56 PM. Kondisi tersebut

terjadi karena tidak semua stasiun melakukan pengukuran unsur iklim secara lengkap. Hal tersebut berkaitan dengan keterbatasan alat. Selain metode FAO-56 PM, terdapat metode pendugaan lain untuk mengestimasi nilai ET0 dengan

menggunakan lebih sedikit unsur iklim sebagai masukan data. Akan tetapi, nilai yang dihasilkan memiliki nilai kesalahan yang cukup tinggi. Selain itu, model-model tersebut dikembangkan menggunakan data observasi di wilayah subtropis.

(13)

2

sedikit seperti Hargreaves, Makkink dan Priestley-Taylor. Modifikasi dari model tersebut memungkin untuk mencari nilai ET0 menggunakan data suhu dan radiasi.

Model FAO-56 PM dijadikan sebagai standar untuk memodifikasi ketiga model tersebut.

Beberapa penelitian yang melakukan modifikasi model pendugaan evapotranspirasi menunjukkan bahwa model yang telah dimodifikasi menghasilkan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan model orisinal (Bautista et al. 2009, ElNesr et al. 2011, Hargreaves and Allen 2003, Sentelhas et al. 2009, Subburayan et al. 2011).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan melakukan modifikasi parameter model Hargreaves, Makkink dan Priestley-Taylor dengan FAO-56 Penman-Monteith sebagai model standar.

TINJAUAN PUSTAKA

Lisimeter

Data observasi dari ET0 dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran.

Lisimeter merupakan alat untuk mengukur nilai ET0 dengan teliti. Berdasarkan

metode pengukuran, lisimeter dapat dibagi menjadi dua, yaitu lisimeter timbang dan drainase (Handoko 1994).

Lisimeter menggunakan prinsip neraca air tertutup untuk mengetahui nilai evapotranspirasi. Prinsip neraca air tertutup tersebut menggunakan asumsi tidak terjadi aliran permukaan (runoff). Asumsi tersebut digunakan untuk memudahkan perhitungan karena nilai aliran permukaan sulit untuk ditentukan.

(14)

3 Komponen neraca air dapat dihitung dengan mengetahui nilai masukan dan keluaranan pada sistem lisimeter. Pada sistem neraca air tertutup, komponen P (presipitasi) dan I (irigasi) merupakan nilai masukan, sedangkan E (evaporasi), T

(transpirasi), D (drainase) dan ΔS (perubahan kandungan air tanah) merupakan

nilai keluaran. Nilai P didapat dengan melakukan pengukuran curah hujan menggunakan penakar hujan, sedangkan I dihitung berdasarkan volume air yang

masuk ke dalam sistem. Nilai ΔS dapat diperoleh menggunakan pengukur kadar air tanah. Ketika tanah telah mencapai kemampuan maksimum untuk menyimpan air, maka air yang masuk akan diteruskan ke tempat penampungan. Nilai air yang

tertampung tersebut merupakan nilai dari drainase. Jika nilai P, I, D dan ΔS telah

diketahui, maka evapotranspirasi (E+T) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan.

I + P = E + T ± ΔS – D (1)

Perhitungan dapat dilakukan menggunakan Persamaan (1) tetapi diperlukan konversi satuan dari komponen neraca air. Satuan yang digunakan adalah ketinggian kolom air (mm).

(a)

(b)

Gambar 2 Skema lisimeter jenis a) timbang (Ding et al. 2010) dan b) drainase (Meissner et al. 2010)

(15)

4

Perhitungan lisimeter drainase menggunakan asumsi bahwa nilai kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang sehingga ΔS bernilai nol. Besar nilai evapotranspirasi merupakan pengurangan antara masukan (I+P) dengan keluaran (D) untuk lisimeter drainase, sedangkan lisimeter timbangan, nilai masukan dikurangi perubahan massa tanah (Δm).

Lisimeter tidak memiliki standar ukuran tertentu. Luas permukaan lisimeter dapat bervariasi dari 0.05 – 100 m2 dengan kedalaman 0.1 – 5 m (WMO 2008). Suatu lisimeter harus diletakan pada posisi yang tidak terpengaruh bangunan, pohon dan juga instrumentasi meteorologi lain. Efek adveksi diminimalisasi dengan menempatkan lisimeter pada jarak 100 – 150 m dari sisi yang melawan arah angin. Menurut WMO (2008), pencegahan efek adveksi sangat penting khususnya untuk pengukuran evapotranspirasi di wiliyah lahan irigasi. Allen et al. (1998) menyatakan bahwa metode lisimeter memerlukan biaya yang mahal dan menuntut keakuaratan alat.

Model FAO-56 Penman-Monteith

Model FAO-56 Penman-Monteith (FAO-56 PM) merupakan model standar yang ditetapkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) untuk menduga nilai ET0. Model FAO-56 PM merupakan model yang diturunan berdasarkan

model Penman (1948). Model Penman (1948) merupakan kombinasi dari persamaan kesetimbangan energi dan tahanan aerodinamik. Kemudian Monteith pada tahun 1965 membuat model pendugaan ET0 yang melibatkan nilai tahanan

dari permukaan (surface resistance) (Allen 2005).

Allen et al. (1998) kemudian mengembangkan model Penman-Monteith yang dikenal sebagai model FAO-56 PM. Model tersebut dikembangkan berdasarkan referensi tanaman hipotetik dengan tinggi 0.12 m yang memiliki tahanan permukaan sebesar 70 s m-1 dan albedo 0.23. Model FAO-56 PM dapat

evapotranspirasi ditutupi oleh rumput (tanaman hipotetik) dengan kondisi air yang cukup sehingga nilai ET0 hanya dipengaruhi oleh iklim. Data iklim yang menjadi

masukan untuk menghitung ET0 menggunakan model FAO-56 PM adalah suhu

udara, kelembaban relatif, kecepatan angin dan radiasi.

(16)

5 baik dan dapat digunakan pada berbagai lokasi. Irmak et al. (2003) menggunakan model FAO-56 PM sebagai model pembanding untuk estimasi ET0 menggunakan

berbagai metode di Florida. Itenfisu et al. (2003) melakukan komparasi pendugaan ET0 menggunakan data iklim dari 49 tempat di wilayah Amerika

Serikat yang menghasilkan dukungan terhadap model FAO-56 PM untuk mengestimasi dan menjadikan model tersebut sebagai model standar untuk menduga ET0 harian.

Studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa model FAO-56 PM dapat digunakan untuk mengestimasi ET0 jika tidak terdapat data observasi. Nilai ET0

dapat diestimasi hanya dengan menggunakan data iklim sebagai masukan data.

METODE

Bahan

Data iklim harian meliputi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan radiasi matahari digunakan untuk keperluan penelitian. Data diperoleh dari Stasiun Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat yang terletak pada koordinat 06o 21.001' LS - 107o 39.142' BT dengan ketinggian 50 mdpl. Stasiun kedua merupakan Stasiun Ngablak yang berada di Kabupen Magelang, Jawa Tengah dengan koordinat 07o 24.301' LS - 110o24.069' BT pada ketinggian 1394 mdpl. Periode data yang digunakan yaitu tahun 2001 – 2009 untuk Stasiun Sukamandi dan 1999 – 2007 untuk Stasiun Ngablak. Data iklim tersebut merupakan data stasiun iklim otomatis yang dikelola oleh Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP).

Alat

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan sistem operasi Windows dan pengolah Spreadsheets versi 14.

Prosedur Analisis Data Pendugaan Nilai Evapotranspirasi Acuan

Pendugaan ET0 harian dihitung menggunakan model FAO-56 PM pada

Persamaan (2). Selanjutnya estimasi nilai ET0 dilanjutkan dengan menggunakan

model Hargreaves yang dapat dilihat pada Persamaan (3).

. ( mean . )( ma - min) . a (3)

ET0 Harg = estimasi ET0 menggunakan model Hargreaves, Tmean = suhu udara

rata-rata (oC), Tmax = suhu udara maksimum (oC), Tmin = suhu udara minimum

(oC), dan Ra = radiasi pada puncak atmosfer (MJ m-2 hari-1) yang dihitung

(17)

6

Persamaan Makkink memerlukan data iklim berupa radiasi dan suhu udara rata-rata (Makkink 1957). Model ini dapat dilihat pada Persamaan (4).

akk . s - (4)

ET0 Makk = estimasi ET0 menggunakan model Makkink, Rs = radiasi

gelombang pendek (MJ m-2 hari-1), C1 dan C2 merupakan konstanta tanpa unit

sebesar 0.61 dan 0.12.

Model pendugaan terakhir yang digunakan adalah Priestley-Taylor. Priestley and Taylor (1972) menggunakan suhu rata-rata harian dan radiasi netto untuk mengestimasi evapotranspirasi. Model Priestley-Taylor dituliskan seperti pada Persamaan (5).

P ( n - ) (5)

ET0 PT = estimasi ET0 menggunakan model Priestley- aylor dan =

konstanta empirik tanpa unit sebesar 1.26.

Asumsi yang digunakan dalam pendugaan ET0 ini yaitu model FAO-56 PM

memiliki kemampuan estimasi ET0 yang baik dalam berbagai kondisi iklim

sehingga menjadi model standar dalam parameterisasi model penduga lain. Kondisi wilayah kajian diasumsikan berada pada optimal agronomic conditions, yaitu tanah memiliki kandungan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Wilayah kajian memiliki topografi dan tutupan lahan yang sama serta gaya adveksi yang diabaikan. Fluks bahang tanah (G) diasumsikan nol karena untuk perhitungan harian, nilai tersebut dapat diabaikan (Allen et al. 1998). Asumsi-asumsi tersebut digunakan agar nilai pendugaan ET0 semata-mata hanya

dipengaruhi oleh kondisi iklim di wilayah kajian. Kalibrasi dan Validasi Model

Kalibrasi model merupakan langkah untuk mendapatkan parameter model yang baru dari model evapotranspirasi yang akan dimodifikasi, yaitu Hargreaves, Makkink dan Priestley-Taylor. Metode Optimasi digunakan untuk mengkalibrasi parameter model tersebut. Data yang digunakan untuk kalibrasi dan validasi tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Penggunaan data untuk kalibrasi dan validasi model

Stasiun Periode Data Penggunaan Data

(18)

7 Analisis Statistik

Performa model dinilai menggunakan parameter statistik Mean Absolute Error (MAE), Mean Percent Absolute Error (MAPE) dan Standard Error of Estimate (SEE). Perhitungan statistika tersebut akan menunjukkan secara kuantitatif seberapa baik model yang telah dimodifikasi dibandingkan model orisinal. Ketiga metode statistik tersebut dapat dilihat pada persamaan (6), (7) dan (8) (Subburayan et al. 2011).

ET0 PM merupakan nilai evapotranspirasi yang diduga menggunakan model

FAO-56 PM dan ET0 Model adalah nilai pendugaan evapotranspirasi dari model

pendugaan lain. Rumus tersebut juga digunakan untuk mengetahui performa model hasil modifikasi dengan menggantikan ET0 model sebagai nilai estimasi

model hasil modifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Kajian

Wilayah Sukamandi memiliki suhu udara rata-rata sebesar 27.8 oC. Radiasi rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan September sebesar 19.88 MJ m-2 dan terendah pada bulan Februari sebesar 14.29 MJ m-2. Wilayah Sukamandi memiliki kelembaban relatif tinggi mencapai 88 % dengan rata-rata 82 %. Curah hujan cenderung mengalami peningkatan pada awal dan akhir tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 359 mm.

(19)

8

Evapotranspirasi Acuan model FAO-56 PM

Model FAO-56 PM digunakan sebagai model standar untuk menduga ET0

dengan kemampuan estimasi baik yang dapat digunakan di berbagai kondisi iklim. Model tersebut secara resmi dinyatakan oleh FAO sebagai satu-satunya model untuk mengestimasi ET0.

(a)

(b)

Gambar 3 ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Hargreaves (−□−),

Makkink (−○−) dan Priestley-Taylor (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan 2006-Des 2009) dan b) Ngablak (Sep 2004-Apr 2007)

Nilai ET0 harian menggunakan data kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 1

Stasiun Sukamandi

Wilayah Sukamandi memiliki nilai ET0 bulanan memiliki kisaran nilai

2.88-5.69 mm hari-1. Nilai rata-rata ET0 bulanan pada wilayah Sukamandi sebesar

(20)

9 maksimum mencapai 35.7 oC. Suhu yang lebih tinggi mengakibatkan udara memiliki nilai tekanan uap air jenuh (es) yang besar sehingga udara memiliki

kapasitas untuk menampung uap air lebih tinggi. Hal tesebut mengakibatkan wilayah Sukamandi memiliki nilai evapotranspirasi yang cukup tinggi.

Nilai ET0 cenderung mengalami peningkatan pada bulan September –

Oktober dan cenderung rendah pada bulan Februari – Juni. Sukamandi termasuk wilayah dengan tipe curah hujan monsoonal dengan puncak curah hujan terjadi pada bulan Desember – Januari dan terendah pada pertengahan tahun (Juli-Juli) (Aldrian and Susanto 2003). Hal tersebut mempengaruhi nilai ET0 karena pada

musim hujan, tingkat keawanan menjadi tinggi sehingga radiasi yang sampai di permukaan menjadi rendah dan energi yang diperlukan untuk proses evapotranspirasi menjadi lebih kecil.

Stasiun Ngablak

Nilai rata-rata ET0 bulan di wilayah Ngablak memiliki kisaran nilai

2.24-4.57 mm hari-1. Model FAO-56 PT mengestimasi nilai ET0 dengan rata-rata

sebesar 3.03 mm hari-1. Estimasi ET0 di wilayah Ngablak cenderung memiliki

nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan wilayah Sukamandi. Hal tersebut terjadi karena wilayah Ngablak berada pada ketinggian 1394 mdpl. Suhu maksimum harian lebih kecil (29.3 oC) sehingga kapasitas udara untuk menyimpan uap air pun menjadi lebih kecil. Allen et. al (1998) mengatakan bahwa suhu udara berbanding terbalik dengan kelembaban relatif (RH). Oleh karena itu, Ngablak cenderung memiliki nilai ET0 yang lebih rendah dibandingkan

wilayah Sukamandi. Nilai ET0 maksimum pada bulan September – Oktober dan

cenderung rendah pada bulan Januari – Juni.

Pendugaan Evapotranspirasi model penduga lain sebelum parameterisasi Estimasi ET0 dihitung menggunakan model pendugaan Hargreaves,

Makkink dan Priestley-Taylor. Model Hargreaves mengestimasi ET0 melalui

pendekatan suhu udara dan radiasi global. Tetapi, nilai radiasi global pada model Hargreaves diganti menggunakan pendekatan radiasi ekstraterestrial. Model Makkink dan Priestley-Taylor menggunakan pendekatan radiasi matahari (Kashyap and Panda 2001, Xu and Singh 2002). Estimasi nilai ET0 menggunakan

(21)

10

pendugaan Hargreaves (Harg), Makkink (Makk) dan Priestley-Taylor (PT) (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi (2006 – 2009) dan b) Ngablak (2004 – 2007)

Model orisinal Hargreaves (Harg) menghasilkan nilai yang melebihi estimasi FAO-56 PM (Gambar 4). Model Harg hanya menggunakan data suhu maksimum dan suhu minimum untuk menduga nilai ET0 sedangkan nilai radiasi

ektraterestrial (Ra) diperoleh dengan proses perhitungan. Pada wilayah tropis,

suhu minimum dan suhu maksimum memiliki rentang perbedaan yang tinggi sehingga model Harg di wilayah tropis dengan kelembaban relatif yang tinggi menghasilkan estimasi ET0 yang lebih tinggi dibandingkan dengan model

FAO-56 PM. Hasil penelitian di wilayah subtropis juga menunjukkan pola yang serupa. Trajkovic (2005) mengestimasi nilai ET0 di wilayah Serbia menggunakan model

Harg yang menghasilkan estimasi ET0 yang melebihi model FAO-56 PM.

Model orisinal Makkink (Makk) menghasilkan estimasi paling rendah dibandingkan model lain (Gambar 4). Nilai Rs sebagai masukan data pada model

Makk memiliki nilai yang besar dibandingkan dengan Rn pada model PT.

Konstanta pada model Makk yang lebih kecil dibandingkan model PT menjadikan estimasi model Makk menjadi lebih kecil.

Konstanta 1.26 pada model orisinal Priestley-Taylor (PT) kurang dapat diaplikasikan untuk wilayah kajian karena hasil estimasi ET0 melebihi model

FAO-56 PM. Model PT tidak memperhitungkan faktor kecepatan angin sebagai

(22)

11 Makk menghasilkan rata-rata ET0 paling rendah sebesar 3.15 mm hari-1.

Stasiun Ngablak

Estimasi ET0 di wilayah Ngablak memiliki kondisi serupa dengan wilayah

Sukamandi yaitu model Harg dan PT menghasilkan nilai estimasi ET0 yang lebih

tinggi dibandingkan dengan FAO-56 PM dengan rata-rata 3.94 mm hari-1 dan 3.66 mm hari-1. Model Makk dengan rata-rata ET0 sebesar 2.52 mm hari-1

menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan model FAO-56 PM yang memiliki rata-rata ET0 sebesar 3.03 mm hari-1.

Hasil Modifikasi Parameter Model Penduga Lain

Model penduga ET0 lain dimodifikasi dengan melalukan parameterisasi

untuk mendapatkan konstanta baru. Nilai konstanta tersebut diharapkan dapat menghasilkan estimasi ET0 dengan galat yang rendah. Hasil parameterisasi

(23)

12

Modifikasi Hargreaves

Modifikasi model orisinal Hargreaves (Harg-m) dilakukan pada konstanta eksponensial (0.5) dan konstanta konversi hubungan antara Rs dengan Ra sebesar

0.0023. Konstanta 17.8 pada model Harg tidak diparameterisasi karena nilai tersebut merupakan konversi suhu dari Fahrenheit ke Celcius (Hargreaves and Allen 2003). Hasil parameterisasi model menunjukkan penurunan nilai pada konstanta 0.0023 dan peningkatan nilai konstanta eksponensial. Perubahan konstanta tersebut memungkinkan estimasi ET0 pada model Harg mengalami

penurunan sehingga tidak melebihi estimasi model FAO-56 PM. Studi yang dilakukan oleh Subburayan et al. (2011) di wilayah Talminadu, India dengan kondisi iklim yang panas dan lembab menghasilkan konstanta eksponensial baru sebesar 0.63 dan menghasilkan estimasi ET0 yang lebih baik.

Modifikasi Makkink

Model modifikasi Makk (Makk-m) memiliki dua konstanta pada persamaan pendugaan ET0. Hasil parameterisasi model Makk menghasilkan konstanta

tunggal dan konstanta intersep menjadi nol. Bruin (1987) melakukan modifikasi pada model Makk dengan mengubah parameter pada model tersebut dan menghasilkan kontanta 0.65 serta menghilangkan konstanta intersep. Hasil studi tersebut menyebutkan bahwa perubahan dalam konstanta tidak memiliki hubungan langsung terhadap faktor tanaman.

Modifikasi Priestley-Taylor

Hasil parameterisasi model PT (PT-m) menghasilkan nilai konstanta yang lebih kecil dikedua wilayah kajian (Tabel 2). Priestley-Taylor (1972) menginisiasi 1.26 sebagai konstanta empirik pada model PT. Konstanta pada model PT memiliki nilai yang bervariasi dan perlu dikalibrasi pada kondisi lingkungan yang berbeda. Sentelhas et al. (2010) mengatakan bahwa parameterisasi konstanta 1.26 pada model PT dilakukan untuk meningkatkan akurasi hasil pendugaan ET0.

Penelitian tersebut menghasilkan konstanta untuk model PT yang berkisar antara 1.10 – 1.18.

Diskusi

Secara visual, model Harg mengestimasi ET0 lebih baik untuk wilayah

Sukamandi dengan selisih rata-rata ET0 yang lebih kecil terhadap model FAO-56

PM dibandingkan model Makk dan PT, sedangkan di wilayah Ngablak, model Harg, Makk dan PT menghasilkan estimasi ET0 dekat dengan FAO-56 PM

sehingga sulit ditentukan karena model pendugaan lain memiliki pola yang mirip (Gambar 3). Walaupun demikian, model Makk memiliki selisih rata-rata nilai ET0

yang lebih kecil dengan FAO-56 PM dibandingkan model Harg dan PT.

Jika melihat rata-rata estimasi ET0 masing-masing model dari kedua

wilayah kajian, nilai ET0 di wilayah Sukamandi relatif lebih tinggi dibandingkan

(24)

13

(a)

(b)

Gambar 5 ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg-m (−□−),

Makk-m (−○−) dan PT-m (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan 2006 – Des 2009) dan b) Ngablak (Sep 2004 – Apr 2007)

Model pendugaan lain hasil modifikasi menunjukkan peningkatan kemampuan estimasi ET0 mendekati hasil pendugaan model FAO-56 PM.

Gambar 5 menunjukkan bahwa model modifikasi memiliki tren yang mirip dengan model FAO-56 PM. Pola yang sama juga ditunjukkan juga oleh model menggunakan data kalibrasi (Lampiran 2). Rata-rata ET0 model Harg-m, Makk-m

dan PT-m secara berturut-turut yaitu 4.32, 4.07 dan 4.00 mm hari-1 untuk wilayah Sukamandi. Pada wilayah Ngablak, rata-rata ET0 yang dihasilkan yaitu 3.27, 2.99

dan 3.03 mm hari-1. Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata yang dihasilkan oleh model orisinal (Harg, Makk dan PT), model modifikasi menghasilkan selisih rata-rata ET0 yang lebih kecil terhadap model FAO-56 PM (4.22 mm hari-1 di

(25)

14

Tabel 3 Nilai galat statistik estimasi model modifikasi ET0 menggunakan data

validasi

Orisinal Modifikasi Orisinal Modifikasi Orisinal Modifikasi

Sukamandi

Model modifikasi dinilai menggunakan parameter statistik untuk mengetahui performa model secara kuantitatif. Nilai MAE menunjukkan selisih mutlak antara model pendugaan lain dengan model standar, sedangkan MAPE merupakan rasio dari selisih estimasi model dengan model standar. Nilai SEE menunjukkan kemampuan estimasi model yang baik yang ditunjukkan dengan nilai mendekati nol. Galat statistik model modifikasi ET0 menggunakan data

kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Model Harg memberikan hasil estimasi yang lebih baik dengan SEE 0.69 mm hari-1 di wilayah Sukamandi, diikuti oleh model Makk dan PT dengan SEE 1.04 mm hari-1 dan 1.28 mm hari-1 (Tabel 3). Pada wilayah Ngablak, model Makk memilki performa yang lebih baik dengan SEE yang lebih kecil (0.54 mm hari-1) dibandingkan dengan PT (0.61 mm hari-1) dan Harg (1.06 mm hari-1).

Setelah dimodifikasi, model pendugaan lain menunjukkan penurunan galat statistik. Model Makk dan PT mengalami peningkatan kemampuan estimasi setelah dimodifikasi dengan nilai SEE menjadi 0.26 mm hari-1 dan 0.27 mm hari-1 di wilayah Sukamandi diikuti model Harg-m (0.57 mm hari-1). Pada wilayah Ngablak, model PT-m memiliki kemampuan estimasi yang baik dengan SEE sebesar 0.18 mm hari-1 diikuti model Makk-m (0.22 mm hari-1) dan Harg-m (0.78 mm hari-1).

Koefisien determinasi (R2) menggambarkan tingkat keragaman antara model pendugaan lain dengan model FAO-56 PM. Model Harg tidak mengalami perubahan keragaman yang signifikan setelah diparameterisasi di kedua wilayah kajian (Lampiran 5) jika dibandingkan dengan hasil modifikasi Harg (Harg-m) pada Gambar 6. Nilai R2 berubah dari 0.6827 menjadi 0.6961 untuk wilayah Sukamandi dan 0.3850 menjadi 0.3952 untuk wilayah Ngablak.

(26)

15 Berdasarkan nilai koefisien determinasi, model Makk-m dan PT-m memiliki keragaman yang kecil dengan kemampuan estimasi terbaik untuk kedua wilayah kajian diikuti model Harg-m. Model Makk-m dan PT-m memiliki perbedaan galat yang tidak begitu signifikan (Tabel 3).

Sentelhas et al. (2010) memperlihatkan bahwa modifikasi model meningkatkan ketepatan estimasi ET0 dengan menurunkan nilai galat tetapi

memiliki presisi yang tetap dengan nilai R2 yang tetap. Penilaian performa model modifikasi dibandingkan dengan model orisinal didasarkan pada tingkat akurasi dengan melihat galat statistik dari estimasi ET0. Model modifikasi di kedua

wilayah kajian mengalami peningkatan estimasi yang baik setelah dilakukan parameterisasi dengan galat yang lebih rendah (Tabel 3) dibandingkan model orisinal. Model orisinal diturunkan menggunakan berbagai pendekatan dan diuji menggunakan data iklim di wilayah model tersebut dikembangkan. Parameterisasi model telah menunjukkan bahwa model hasil modifikasi mengalami peningkatan kemampuan estimasi ET0 di kedua wilayah kajian.

(27)

16

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai evapotranspirasi berbanding terbalik terhadap elevasi. Wilayah Sukamandi memiliki nilai ET0 rata-rata model FAO-56 PM, Harg-m, Makk-m dan

PT-m berturut-turut adalah 4.22 mm hari-1, 4.32 mm hari-1, 4.07 mm hari-1 dan 4.00 mm hari-1, sedangkan di wilayah Ngablak dengan urutan model yang sama yaitu 3.03 mm hari-1, 3.27 mm hari-1, 2.99 mm hari-1 dan 3.03 mm hari-1.

Model Harg dapat digunakan untuk mengestimasi ET0 di wilayah

Sukamandi dengan galat yang lebih kecil diikuti model Makk dan PT. Pada wilayah Sukamandi, performa terbaik ditunjukkan oleh model Makk diikuti model PT dan Hargreaves.

Parameterisasi model orisinal meningkatkan kemampuan estimasi ET0

dengan galat yang lebih kecil. Model Makk-m dan PT-m memiliki performa terbaik diikuti oleh model Harg-m di kedua wilayah kajian. Pada wilayah Sukamandi, ketiga model memiliki nilai SEE secara berturut-turut yaitu 0.26, 0.27 dan 0.57 mm hari-1, sedangkan di wilayah Ngablak, nilai SEE yang dihasilkan yaitu 0.22, 0.18 dan 0.78 mm hari-1.

Terdapat peningkatan akurasi pada model modifikasi dengan nilai galat statistik yang lebih kecil dibandingkan model orisinal, sehingga pada wilayah kajian, model modifikasi dapat digunakan untuk mengestimasi ET0 jika data suhu

dan radiasi matahari saja yang tersedia.

Saran

Model FAO-56 PM merupakan model standar yang direkomendasikan oleh FAO dan memilih hasil yang baik pada berbagai kondisi iklim yang ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Modifikasi model dengan masukan data iklim yang lebih sedikit untuk skala yang lebih luas diperlukan sehingga estimasi evapotranspirasi dapat dilakukan dengan keterbatasan data iklim yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian E, Susanto RD. 2003. Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperature. Int J Clim. 23:1435-1452.

Allen RG, Pereiro LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop evapotranspiration: Guidelines for computing crop requirements. Irrigation and Drainage paper No. 56. Rome (IT): FAO.

(28)

17 Bautista F, Bautista D, Carranza CD. 2009. Calibration of the equation of Hargreaves and Thornthwaite to estimate the potential evapotranspiration in semi-arid and subhumid tropical climates for regional applications. Atmosfera 22(4): 331-348.

Bruin HAR De. 1987. From Penman to Makkink. Di dalam: Hooghart JC, editor. Evaporation and Weather: The Technical Meeting 44; 1987 Mar 25; Den Haag, Netherlands. Den Haag (NL): Proc TNO Comm on Hydro Res. 44(39):5-30.

Chen D, Gao G, Xu CY, Guo J, Ren G. 2005. Comparison of the Thornthwaite method and pan data with the standard Penman-Monteith estimates of reference evapotranspiration in China. Clim Res. 28:123-132.

Ding R, Kang S, Li F, Zhang Y, Tong L, Sun Q. 2010. Evaluation eddy

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): IPB Pr.

Hargreaves GH, and Allen RG. 2003. History and evaluation of Hargreaves evapotranspiration equation. J Irrig Drain Eng.129 (1): 53-63.

Irmak S. and Haman DZ. 2003. Evapotranspiration: potential or reference? [internet]. [diacu 2013 Juli 10]. Tersedia dari: http://edis.ifas.ufl.edu/ae256 Irmak S, Allen RG, Whitty EB. 2003. Daily grass and alfalfa-reference

evapotranspiration estimates and alfalfa-to-grass evapotranspiration ratios in Florida. J Irr Drain Eng. 129(5):360-370.

Itensifu D, Elliott RL, Allen RG, Walter IA. 2003. Comparison of reference evapotranspiration calculations as part of the ASCE standardization Effort. J Irr Drain Eng. 129(6):440-448.

Kashyap PS, Panda RK. 2001. Evaluation of evapotranspiration estimation methods and development of crop-coefficients for potato crop in a sub-humid region. Agric Wat Manag. 50:9-25.

Makkink GF. 1957. Testing the Penman Formula by Means of Lysimeter. J Inst Wat Eng. 11: 277-288.

Meissner R, Prasad MNV, Laing GD, Rinklebe J. 2010. Lysimeter application for measuring the water and solute fluxes with high precision. Curr Scie. 99(5):601-607.

Penman HL. 1948. Natural evaporation from open water, bare soil and grass. Di dalam: Ryle M, Vonberg DD, editor. Series A, Mathematical and Physical Sciences; 1948 Apr 22; London, England. London (GB): Proc Roy Soc London. A 193: 120-145.

Priestley CHB, Taylor RJ. 1972. On the assessment of surface heat flux and evaporation using large scale parameters. Mon Weath Rev. 100(-) : 81-92. Sentelhas PC, Terry JG, Eduardo AS. 2010. Evaluation of FAO Penman-Monteith

and alternaive methods for estimating reference evapotranspiration with missing data in Southern Ontario, Canada. Agric Wat Manag. 97:635-644. Subburayan S, Murugappan A, Mohan S. 2011. Modified Hargreaves equation for

estimation of ET0 in a hot and humid location in Tamilnadu State, India.

(29)

18

Trajkovic S. 2005. Temperature-base approaches for estimating reference evapotranspiration. J Irrig Drain Eng. 131(4):316-323.

Usman. 1996. Analisis kepekaan beberapa metode pendugaan evapotranspirasi potensial terhadap perubahan iklim [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[WMO] World Meteorological Organization. 2008. Guide to meteorological instruments and methods of observation 7th edition. Geneva (CH): WMO. p I.10-6 - I.10-7

(30)

19 Lampiran 1 ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg (−□−),

Makk (−○−) dan PT (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan 2001-Des 2005) dan b) Ngablak (Sep 1999-Sep 2004)

(a)

(31)

20

Lampiran 2 ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Harg-m (−□−),

Makk-m (−○−) dan PT-m (−●−) untuk wilayah: a) Sukamandi (Jan 2001-Des 2005) dan b) Ngablak (Sep 1999-Sep 2004)

(a)

(32)

21 Lampiran 3 Nilai Galat Statistik estimasi model modifikasi ET0 menggunakan

data kalibrasi

Lokasi Parameter Statistik

Model Evapotranspirasi

Unit

Hargreaves Makkink Prietly & Taylor

Orisinal Modifikasi Original Modifikasi Original Modifikasi

Sukamandi

MAE 0.49 0.41 1.07 0.24 0.47 0.28 mm hari-1

MAPE 15.73 5.70 26.02 6.31 11.65 6.37 %

SEE 0.66 0.55 1.12 0.32 0.54 0.37 mm hari-1

Ngablak

MAE 1.02 0.68 0.52 0.16 0.60 0.10 mm hari-1

MAPE 43.6 26.2 18.70 6.03 20.33 3.24 %

(33)

22

Lampiran 4 Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model

Harg, Makk dan PT (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi (2001-2005) dan b) Ngablak (1999-2004)

(a) (b)

H

ar

g

M

ak

k

(34)

23 Lampiran 5 Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model

Harg-m, Makk-m dan PT-m (sumbu y) untuk wilayah: a) Sukamandi (2001-2005) dan b) Ngablak (1999-2004)

(a) (b)

PT

-m

M

ak

k

-m

H

ar

g

(35)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 8 Maret 1991 di Bogor Provinsi Jawa Barat dari Pasangan Dida Mulyadi dan Maryani. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 6 Bogor tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 5 Bogor kemudian melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) pada tahun yang sama. Penulis diterima di program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 1 Prinsip neraca air tertutup pada lisimeter
Gambar 2 Skema lisimeter jenis a) timbang (Ding et al. 2010)  dan b) drainase
Gambar 3  ET0 harian menggunakan model FAO-56 PM (—), Hargreaves (−□−), −○−−●−
Gambar 4 Ploting Estimasi ET0 model FAO-56 PM (sumbu x) dengan model
+3

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Tujuan umun dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Akuntabilitas Pengelolaan Sarana Pendidikan di SMP Negeri 1 Bengkulu Selatan. Metode

Kompensasi finansial mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam meningkatkan semangat kerja karyawan, seperti yang diketahui kompensasi finansial merupakan seluru

Asesmen medis awal yang dilakukan sebelum pasien masuk sebagai pasien rawat inap atau sebelumprosedur rawat jalan di rumah sakit tidak. berlangsung lebih dari 30 hari atau

Foto tipe mineralisasi alterasi tremolit-actinolite, Garnet , pyrite, chalcopyrite, anhydrite (type prograde skarn alteration) Foto Litologi Dolomit Formasi Waripi (Tw) dengan tipe

Untuk bisa lolos seleksi penerimaan peserta didik di SMA Negeri 2 Semarang, siswa harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh sekolah, diantaranya nilai Bahasa

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen Two-group post-test-only design dengan tujuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan apakah pembelajaran team teaching setting

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan dalam sikap sosial dan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar dengan model