• Tidak ada hasil yang ditemukan

Quantitative Traits Inheritance of Crossed Big and Curly Chili

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Quantitative Traits Inheritance of Crossed Big and Curly Chili"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PEWARISAN KARAKTER KUANTITATIF HASIL

PERSILANGAN CABAI BESAR DAN KERITING

MUHAMMAD RIDHA ALFARABI ISTIQLAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pewarisan Karakter Kuantitatif

Hasil Persilangan Cabai Besar dan Keriting” adalah karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD RIDHA ALFARABI ISTIQLAL. Pewarisan Karakter Kuantitatif

Hasil Persilangan Cabai Besar dan Keriting. Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan YUDIWANTI WAHYU EK.

Cabai terdiri atas beberapa tipe berdasarkan ukuran buahnya, yaitu rawit, besar, keriting dan paprika. Perbedaan kebiasaan masyarakat di Indonesia dalam hal menanam dan mengonsumsi tipe cabai berdasarkan ukurannya dapat menjadi salah satu faktor rendahnya produktivitas cabai secara nasional. Langkah awal pada kegiatan pemuliaan tanaman adalah pembentukan populasi dasar dengan keragaman yang tinggi. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan hibridisasi untuk mendapatkan informasi pewarisan genetik suatu karakter yang dituju.

Penelitian ini menggunakan 20 genotipe yang ditanam pada dua lokasi, yaitu Rimbo Panjang dan Leuwikopo dengan harapan pengaruh interaksi genetik dan lingkungan dapat dipisahkan dari pengaruh genetiknya. Genotipe cabai dikelompokkan menjadi tujuh kelompok berdasarkan tingkat kemiripannya menggunakan analisis gerombol. Setiap karakter yang diamati memiliki nilai heritabilitas dengan kriteria tinggi dan dilanjutkan kepada analisis lintas untuk memperoleh kriteria seleksi. Karakter bobot per buah, panjang buah, jumlah buah per tanaman dan tinggi tanaman dipilih untuk menjadi penanda seleksi untuk mendapatkan cabai berdaya hasil tinggi. Selanjutnya, dilakukan pembentukan populasi dialel penuh (6×6) untuk menduga parameter genetik, daya gabung, heterosis dan keragaan hibrida. Parameter genetik diduga dengan metode Hayman dan daya gabung dengan metode Griffing. Keragaan hibrida diuji dengan uji Dunnett. Penampilan beberapa karakter dipengaruhi ragam aditif dan non aditif. Distribusi gen tidak menyebar merata pada tetua, kecuali pada lebar daun, tinggi tanaman, diameter batang, panjang buah dan panjang tangkai buah. Tingkat dominansi parsial mempengaruhi penampilan beberapa karakter. Kelompok gen pengendali pada setiap karakter yang diamati berada antara satu hingga empat kelompok gen. Nilai heritabilitas arti luas dan sempit pada setiap karakter yang diamati termasuk dalam kategori tinggi hingga rendah. Pengaruh DGU dan DGK nyata pada karakter yang diamati, kecuali karakter lebar daun, diameter batang dan panjang tangkai buah. Genotipe C5 merupakan tetua dengan DGU terbaik pada beberapa karakter yang diamati dan direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai varietas bersari bebas. Hibrida yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah C2×C19, C5×C2, C5×C19, C19×C2, C19×C5, C2×C120, C5×C111, C5×C120, C19×C111, C19×C120, C111×C5, C120×C5, C159×C5, C2×C159, C120×C19, C111×C120, C159×C120, C111×C159, C120×C159 dan C159×C111.

(5)

SUMMARY

MUHAMMAD RIDHA ALFARABI ISTIQLAL. Quantitative Traits Inheritance of Crossed Big and Curly Chili. Supervised by MUHAMAD SYUKUR and YUDIWANTI WAHYU EK.

Chili is divided into types based on the fruit size, such as cayenne, big chili, curly chili and paprika. Varied behavior of Indonesian people in chili cultivating and consuming based on size causes low national chili productivity. First step in plant breeding was base population formation with high genetic variance. The genetic variance could be obtained by exploration, introduction, hybridization and mutation. Information of traits genetic inheritance was studied by hybridization.

The research used 20 genotypes cultivated and characterized in two locations, i.e. Rimbo Panjang and Leuwikopo. Different places of cultivation were expected to separate the genetic-by-environment interaction effects from their genetic effects. Genotypes grouping based on the similarity using cluster analysis. High genetic coefficient and broad sense heritability were observed for several traits and proceed to get the selection criteria. Selection criterias used were yield per fruit, length of fruit, number fruit per plant and plant height. Then, genetic parameters, combining ability, heterosis and hybrid performance were observed from full diallel population (6×6). Genetic parameters were estimated by Hayman method while combining ability by Griffin method. Dunnett test was used to show hybrid performance. Genetic variance affected with several traits was additive and non-additive. Gene distribution did not spread evenly in parents, except leaves width, plant height, stem diameter and fruit stalk length. Partial dominance level affected each several traits performance. Number of controlling gene groups of traits were ranged between one to four groups. High broad sense and narrow sense heritability were suggested for several characters. General combing ability (GCA) and specific combining ability (SCA) influenced significantly in some observed traits, except leaves width, stem diameter and fruit stalk length. Genotype C5 was selected parent with best GCA in some observed traits and recommended to be developed subsequently as open-pollinated variety. Those were hybrids that were potential to be further tested, i.e. C2×C19, C5×C2, C5×C19, C19×C2, C19×C5, C2×C120, C5×C111, C5×C120, C19×C111, C19×C120, C111×C5, C120×C5, C159×C5, C2×C159, C120×C19, C111×C120, C159×C120, C111×C159, C120×C159 and C159×C111.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PEWARISAN KARAKTER KUANTITATIF HASIL

PERSILANGAN CABAI BESAR DAN KERITING

MUHAMMAD RIDHA ALFARABI ISTIQLAL

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pewarisan Karakter Kuantitatif Hasil Persilangan Cabai Besar dan Keriting

Nama : Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal

NIM : A253110011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi Ketua

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS Tanggal Ujian: 15 Januari 2014

Dekan Sekolah Pascasarjana

(10)

NIM : A25311 0011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Muhamad SYUkur, SP MSi Dr Ir Yudiwantl Wahyu EK, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wah EK MS

Tanggal Ujian: 15 Januari 2014 Tanggal Lulus:

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul pewarisan karakter kuantitatif hasil persilangan cabai besar dan keriting. Namun, upaya peningkatan produksi perlu terus dilakukan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, khususnya pemanfaatan varietas cabai berdaya hasil tinggi.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1 Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS, selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, kritik, saran, masukan, kesabaran dan motivasi selama penelitian hingga penulisan tesis ini. 2 Dr Awang Maharijaya, SP MSi dan Dr Dewi Sukma, SP MSi selaku penguji

pada ujian akhir tesis atas arahan, kritik, saran, dan masukan untuk perbaikan tesis.

3 Almarhumah Dr Rahmi Yunianti, SP MSi atas segala motivasi, arahan, masukan dan dukungannya sehingga penulis dapat melanjutkan studi.

4 Almarhum Ir Istiqlal (papa) yang menjadi sumber inspirasi penulis dalam mengejar cita-cita dan senantiasa mendoakan dari awal kehidupan penulis hingga akhir hayat beliau.

5 Ir Salvini Vanda Iriani (mama) yang tiada hentinya selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, motivasi, semangat dan pengorbanan.

6 Husna Misbah SH (tante) yang telah memberikan dukungan, sokongan dan motivasi.

7 Muhammad Ariq Istiqlal dan Rahma Fadhila Istiqlal (adik) yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa.

8 Belladini Lovely, STP yang selalu setia membantu, memotivasi, pengorbanannya, pengertiannya dan menjadi pendengar curahan hati.

9 Arif Hidayatullah, Dedy Alfian, Yesy Mardianawati selaku tim penelitian atas kekompakan, kerjasama dan kebersamaannya.

10 Sri Wahyuni, Tri Budiarti, Marlina Mustafa, Arya Widura Ritonga, Vitria P Rahadi, Abdul Hakim, Helfi Eka Saputra, Siti Marwiyah, Tiara Yudilastari, Faradhila Danasworo, Undang, Estriana Riti, Silvia Hermawati, Arief Riza Wijaya, Mang Darwa selaku keluarga besar Laboratorium Pendidikan Pemuliaan Tanaman atas bantuannya dan dukungannya.

11 Teman-teman PBT angkatan 2011 atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini.

12 Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya penelitian ini.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Kerangka Pemikiran 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Botani Tanaman Cabai 4

Syarat Tumbuh Cabai 5

Pemuliaan Tanaman Cabai untuk Berdaya Hasil Tinggi 5

Metode Analisis Silang Dialel 6

Daya Gabung 8

Heterosis 8

Analisis Korelasi dan Analisis Lintas Antar Karakter 9 3 KERAGAMAN GENETIK DAN KRITERIA SELEKSI KARAKTER

KUANTITATIF CABAI (Capsicum annuum L.) 11

Pendahuluan 12

Bahan dan Metode 13

Hasil dan Pembahasan 17

Simpulan 25

4 PEWARISAN DAN PENDUGAAN DAYA GABUNG KARAKTER

KUANTITATIF CABAI (Capsicum annuum L.) 26

Pendahuluan 27

Bahan dan Metode 28

Hasil dan Pembahasan 35

Simpulan 54

5 KERAGAAN 30 HIBRIDA CABAI (CAPSICUM ANNUUM L.) HASIL

PERSILANGAN CABAI BESAR DAN CABAI KERITING 55

Pendahuluan 55

Bahan dan Metode 56

Hasil dan Pembahasan 58

Simpulan 61

6 PEMBAHASAN UMUM 62

7 SIMPULAN DAN SARAN 68

DAFTAR PUSTAKA 69

(13)

DAFTAR TABEL

1 Analisis ragam gabungan di beberapa lokasi menggunakan model random 15 2 Kuadrat tengah analisis ragam gabungan 20 genotipe karakter non buah

tanaman cabai pada dua lokasi 18

3 Kuadrat tengah analisis ragam gabungan 20 genotipe karakter buah

tanaman cabai pada dua lokasi 18

4 Nilai tengah 20 genotipe karakter non buah tanaman cabai pada dua lokasi 19 5 Nilai tengah 20 genotipe karakter buah tanaman cabai pada dua lokasi 20 6 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas dari 20 genotipe

tanaman cabai pada dua lokasi 21

7 Nilai korelasi Pearson antar karakter terhadap karakter hasil per tanaman 23 8 Pengaruh langsung dan tidak langsungkarakter yang diamati terhadap

bobot buah per tanaman 24

9 Komponen analisis ragam pada analisis dialel 30

10Setengah dialel beberapa karakter agronomi cabai berdaya hasil tinggi

persilangan cabai besar dan cabai keriting 31

11Komponen analisis ragam untuk daya gabung menggunakan

metode I Griffing 33

12Kuadrat tengah analisis ragam karakter non buah tanaman cabai 35 13Kuadrat tengah analisis ragam karakter buah tanaman cabai 35 14Pendugaan parameter genetik karakter non buah tanaman cabai 36 15Pendugaan parameter genetik karakter buah tanaman cabai 37 16Distribusi peragam + ragam (Wr + Vr) karakter non buah 39 17Distribusi peragam + ragam (Wr + Vr) karakter buah 39 18Kuadrat tengah daya gabung umum dan khusus (DGU dan DGK),

resiprokal, ragam-ragam (V), rasio genetik (RG) dan

koefisien keragaman (KK) karakter non buah tanaman cabai 45 19Kuadrat tengah daya gabung umum dan khusus (DGU dan DGK),

resiprokal, ragam-ragam (V), rasio genetik (RG) dan

koefisien keragaman (KK) karakter buah tanaman cabai 45 20Nilai duga daya gabung umum (DGU) karakter non buah tanaman cabai 46 21Nilai duga daya gabung umum (DGU) karakter buah tanaman cabai 46 22Nilai duga daya gabung khusus (DGK) karakter non buah tanaman cabai 47 23Nilai duga daya gabung khusus (DGK) karakter buah tanaman cabai 48 24Nilai heterosis (HMP) dan heterobeltiosis (HHP) karakter non buah

tanaman cabai 50

25Nilai heterosis (HMP) dan heterobeltiosis (HHP) karakter buah tanaman cabai 51

26Nilai duga daya gabung khusus (DGK), heterosis (HMP) dan heterobeltiosis

(HHP) persilangan antara tipe cabai besar 52

27Nilai duga daya gabung khusus (DGK), heterosis (HMP) dan heterobeltiosis

(HHP) persilangan tipe cabai besar dan keriting 53

28Nilai duga daya gabung khusus (DGK), heterosis (HMP) dan heterobeltiosis

(HHP) persilangan antara tipe cabai keriting 54

29Analisis sidik ragam 35 F1 cabai 58

(14)

32Rata-rata karakter non buah pada hibrida cabai 59

33Rata-rata karakter buah pada hibrida cabai 59

34Perbandingan nilai duga heritabilitas arti luas (h2bs) pada dua populasi 65

35Nilai duga daya gabung khusus (DGK), heterosis (HMP) dan nilai tengah

karakter seleksi persilangan antara tipe cabai besar 66 36Nilai duga daya gabung khusus (DGK), heterosis (HMP) dan nilai tengah

karakter seleksi persilangan tipe cabai besar dan keriting 66 37Nilai duga daya gabung khusus (DGK), heterosis (HMP) dan nilai tengah

persilangan antara tipe cabai keriting 67

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alur penelitian 3

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merupakan satu komoditas sayuran popular, bernilai tinggi, dan dikenal secara luas di dunia. Cabai terdiri atas beberapa tipe berdasarkan ukuran buahnya, yaitu rawit, besar, keriting dan paprika. Capsicum annuum L. adalah satu diantara 30 spesies cabai dalam genus Capsicum. Selain itu terdapat spesies lain, yaitu C. baccatum, C. pubescens, C. chinense, dan C. frutescens yang secara umum telah dibudidayakan (Greenleaf 1986).

Tanaman ini termasuk sayuran penting di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan diantaranya untuk dikonsumsi segar dengan olahan sederhana (bumbu masakan), industri makanan dengan olahan sederhana (abon cabai) dan olahan lanjut (saus botol), bahan campuran obat-obatan dan industri pertahanan dan keamananan (bom cabai, spray cabai). Oleh karena itu konsumsi cabai sangat tinggi secara nasional, yaitu mencapai 2.77 kg kapita-1 tahun-1 pada tahun 2011 (Kementerian Pertanian 2012). Sementara itu, berdasarkan data BPS (2011) produktivitas cabai nasional hanya 6.18 ton ha-1 pada tahun 2011 dan jauh di bawah potensinya, menurut Syukur et al. (2010a) yaitu lebih dari 20 ton ha-1.

Beberapa faktor penyebab rendahnya produktivitas cabai di Indonesia adalah penerapan teknologi budidaya, pengendalian hama penyakit, dan penanganan pasca panen yang belum optimal. Selain itu perbedaan kebiasaan masyarakat di Indonesia dalam hal menanam dan mengonsumsi tipe cabai berdasarkan ukurannya dapat menjadi salah satu faktor rendahnya produktivitas cabai secara nasional. Menurut Berke (2000), umumnya cabai keriting memiliki produktivitas yang lebih rendah daripada cabai besar. Oleh karena itu menurut Syukur et al. (2010a), kegiatan pemuliaan tanaman dalam rangka perakitan varietas unggul baru cabai dengan ukuran buah tertentu sangat diperlukan untuk upaya peningkatan produktivitasnya.

Langkah awal pada kegiatan pemuliaan tanaman adalah pembentukan populasi dasar dengan keragaman yang tinggi. Keragaman tersebut dapat diperoleh dari varietas lokal, introduksi, hibridisasi dan mutasi. Kegiatan selanjutnya dengan melakukan hibridisasi untuk mendapatkan informasi studi pewarisan genetik suatu karakter yang dituju. Informasi ini didapat dari pendugaan parameter genetiknya. Menurut Poepodarsono (1988), hibridisasi dilakukan untuk mengintrogresikan gen pengendali ke tetua unggul yang akan dapat dilihat pada keturunannya. Selain itu hibridisasi dilakukan untuk memanfaatkan efek heterosis dalam upaya pembentukan varietas unggul baru.

(17)

dikendalikan oleh satu gen (monogenik), sedikit gen (oligogenik) atau banyak gen (poligenik) (Russel 1981).

Metode analisis silang dialel dikembangkan untuk memperoleh informasi mekanisme genetik yang terlibat dalam generasi awal (Hasanuzzaman dan Golam 2011). Persilangan dialel lengkap akan membentuk populasi yang mendekati keseimbangan Hardy-Wienberg dari suatu populasi kawin acak. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya analisis genetik yang sistematik dan lengkap (Roy 2000). Metode analisis ini dapat digunakan untuk menduga beberapa parameter genetik setiap karakter yang diamati, meliputi interaksi gen, pengaruh aditif dan dominansi, distribusi gen di dalam tetua, tingkat dominansi, arah dan urutan dominansi, jumlah gen pengendali karakter dan nilai hertabilitas arti luas serta sempit (Hayman 1954) dan memberikan informasi tentang daya gabung tetua dan hasil persilangannya yang meliputi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) (Singh dan Chaudry 1979). Analisis ini bermanfaat dalam menentukan potensi seleksi terbaik pada awal generasi (Baihaki 2000) yang pada akhirnya akan membantu pemulia dalam menghasilkan tipe cabai berdaya hasil tinggi berdasarkan ukuran tertentu. Upaya perakitan varietas unggul baru cabai dengan ukuran buah tertentu sangat berkaitan dengan potensi tetua-tetua yang digunakan. Potensi tersebut berupa tetua yang memiliki daya gabung yang tinggi. Uji keturunan yang dihasilkan dari persilangan tetua tersebut berguna untuk mengidentifikasi kombinasi tetua yang berpotensi hasil tinggi dan memiliki ukuran buah sesuai selera pasar.

Seleksi langsung pada tanaman target merupakan tahapan dalam kegiatan pemuliaan yang umumnya didasarkan pada produksi. Namun seleksi tersebut dianggap tidak efisien dibandingkan seleksi secara tidak langsung atau simultan (Moeljopawiro 2002). Hal ini menjadi tidak efektif disebabkan karakter produksi sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Margaret 2010). Oleh karena itu, dengan mengetahui kriteria seleksi atau peubah lain yang dapat dijadikan marka seleksi akan sangat membantu dalam kegiatan pemuliaan untuk tujuan tertentu. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diperlukan serangkaian kegiatan pemuliaan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pewarisan sifat tanaman cabai berdaya hasil tinggi dan memiliki ukuran buah tertentu dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai nasional.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1 Mengidentifikasi keragaman dan kemiripan genotipe-genotipe cabai berdaya hasil tinggi.

2 Memperoleh kriteria seleksi yang akan digunakan untuk perakitan varietas cabai berdaya hasil tinggi.

3 Mempelajari pewarisan sifat tanaman cabai berdaya hasil tinggi hasil persilangan cabai keriting dan cabai besar.

4 Memperoleh informasi daya gabung umum dan daya gabung khusus tanaman cabai hasil persilangan cabai keriting dan cabai besar melalui metode silang dialel.

(18)

Kerangka Pemikiran

Pada percobaan 1 diperoleh informasi keragaan dan kemiripan genotipe cabai yang berdaya hasil tinggi dan informasi kriteria seleksi yang berkorelasi langsung dengan produksi untuk mempermudah kegiatan seleksi pada tahap selanjutnya dan untuk menentukan strategi pemuliaan yang efektif. Pada percobaan 2 genotipe cabai terpilih disilangkan menggunakan metode persilangan dialel penuh (full diallel). Dari percobaan ini diperoleh informasi daya gabung umum, daya gabung khusus dan informasi pola pewarisan sifat tanaman cabai berdaya hasil tinggi hasil persilangan cabai keriting dan cabai besar. Penanaman tanaman F1 bersamaan

dengan beberapa varietas unggul hibrida komersial dilakukan untuk melihat keragaan daya hasil calon varietas unggul hibrida pada percobaan 3 (Gambar 1).

2b. Uji daya gabung umum dan khusus 20 Genotipe cabai koleksi

Tanaman F1hasil persilangan dialel

Hibridisasi genotipe terpilih Genotipe cabai berdaya hasil tinggi

1. Keragaman genetik dan kriteria seleksi karakter kuantitatif cabai(Capsicum annuumL.)

2a. Studi pewarisan karakter kuantitatif

3. Keragaan daya hasil calon varietas unggul hibrida

• Informasi keragaman genotipe-genotipe cabai berdaya hasil tinggi

• Informasi kriteria seleksi untuk perakitan varietas cabai berdaya hasil tinggi

• Informasi pewarisan sifat, daya gabung umum, daya gabung khusus dan keragaan daya hasil tanaman cabai berdaya hasil tinggi hasil persilangan cabai besar dan cabai keriting

(19)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Cabai

Tanaman cabai (Capsicum spp.) berasal dari Meksiko kemudian menyebar ke daerah Amerika Selatan dan Tengah, selanjutnya ke Eropa dan sekarang telah menyebar luas di daerah tropik dan subtropik (Tindall 1983). C. annuum L. memiliki pusat penyebaran primer pada daerah Meksiko, sedangkan pusat penyebaran sekundernya pada daerah Guatemala. Pusat penyebaran primer C. chinense dan C. frutescens yakni pada daerah Amazonia, C. baccatum pada daerah Peru dan Bolivia sedangkan C. pubescens pada daerah Amerika Tengah (Greenleaf 1986). Cabai diperkenalkan ke kawasan Asia pada abad ke-16 oleh penjelajah Portugis dan Spanyol melalui perjalanan dagang dari Amerika Selatan.

Tanaman cabai termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanales, Famili Solanaceae, dan genus Capsicum (Wiryanta dan Wahyu 2002). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), terdapat sekitar 20-30 spesies dalam genus Capsicum yang telah dibudidayakan oleh manusia. Spesies domestifikasi yang dikenal, yaitu C. annuum, C. pubescens, C. chinenses, C. baccatum, dan C. frutescens. Capsicum annuum merupakan spesies yang paling luas dibudidayakan dan paling penting secara ekonomis (Greenleaf 1986, Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Distribusi C. annuum dan C. frustescens telah mencakup semua benua, sedangkan spesies lainnya hanya sedikit yang didistribusikan keluar dari Amerika Selatan (Poulos 1994). Cabai merah (C. annuum L.) dikelompokkan dalam varietas longum, varietas abbreviata, grossum dan minimum (Berke 2000).

Tanaman cabai termasuk ke dalam tanaman herba yang berbentuk semak dan sebagian besar menjadi berkayu pada bagian pangkal batangnya. Tanaman cabai merupakan tanaman tropik yang biasanya ditanam sebagai tanaman setahun. Tanaman ini memiliki batang yang tegak dengan tinggi batang berkisar antara 45-100 cm. Tangkai daunnya horisontal dengan bentuk lanset dan ujungnya agak rucing. Daun cabai bertipe daun tunggal dan tipis dengan ukuran yang bervariasi serta memiliki helaian daun berbentuk lanset dan bulat telur lebar. Prajnanta (2007) mengemukakan bahwa struktur perakaran tanaman cabai diawali dari akar tunggang yang sangat kuat yang terdiri atas akar utama (primer) dan lateral (sekunder). Akar tersier merupakan serabut-serabut akar yang keluar dari akar lateral. Panjang akar primer sekitar 35-50 cm dan akar lateral sekitar 35-45 cm.

(20)

kuning mengkilat. Selanjutnya menurut Wiryanta dan Wahyu (2002), pada saat bunga mekar, kotak sari masak dalam waktu yang relatif singkat, kemudian tepung sari keluar dan mencapai kepala putik melalui perantaraan serangga atau angin.

Heterostily merupakan perbedaan dalam hal letak kepala putik (stigma) terhadap kotak sari (Kusandriani dan Permadi 1996). Posisi dan ukuran stigma pada tanaman cabai sangat mempengaruhi kondisi tanaman untuk menyerbuk silang. Pada bunga yang kepala putiknya lebih tinggi dari kotak sari akan terjadi penyerbukan silang, sedangkan pada bunga yang letak kepala putiknya lebih rendah dari kotak sari akan terjadi penyerbukan sendiri. Kejadian ini merupakan salah satu penyebab tanaman cabai pada kultivar lainnya terjadi penyerbukan silang. Penyerbukan silang dapat mencapai 6 - 37%, akibat morfologi bunga cabai tersebut (Kusandriani 1996).

Tanaman cabai memiliki bentuk dan ukuran buah yang beraneka ragam tergantung dari spesiesnya. Permukaan kulit dan warna buah cabai mempunyai variasi dari halus hingga bergelombang, mengkilat hingga kusam, hijau, kuning, ungu pada waktu muda, dan berubah menjadi merah pada saat buah telah masak. Warna hijau pada buah cabai adalah akibat klorofil, sedangkan warna merah dan kuning disebabkan oleh adanya karotenoid (Rubatzy dan Yamaguchi 1999).

Tanaman cabai memiliki biji yang terletak dalam buah dan melekat di sepanjang plasenta (Kusandriani 1996). Secara umum kultivar C. annuum memiliki biji berbentuk pipih, berwarna kuning pucat, bulat telur dan berdiameter 3–5 mm. Terdapat sekitar 220 biji dalam tiap gram biji cabai (Rubatzky dan Yamaguchi 1999).

Syarat Tumbuh Cabai

Tanaman cabai dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dengan drainase dan aerasi yang baik. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) tanah yang paling ideal untuk tanaman cabai adalah tanah yang mengandung cukup bahan organik dan menurut Poulos (1994) mempunyai pH sekitar 5.5-6.8. Pada tanah yang ber-pH asam, unsur hara tanaman terutama P, K, S, Mg dan Mo tidak dapat diserap tanaman karena terikat oleh Al, Mn dan Fe. Pada tanah pH netral sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air sehingga mudah diserap tanaman. Suhu udara yang paling cocok untuk pertumbuhan cabai rata-rata adalah 16 oC pada malam hari dan 23 oC pada siang hari. Tanaman cabai membutuhkan curah hujan sekitar 600-1 200 mm tahun-1 untuk pertumbuhannya. Tanaman cabai tidak menginginkan curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena tanaman akan dengan mudah terserang penyakit (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Intensitas cahaya berpengaruh pada pertumbuhan bibit karena bibit akan mengalami etiolasi pada penyinaran cahaya yang kurang (Samadi 1997).

Pemuliaan Tanaman Cabai untuk Berdaya Hasil Tinggi

(21)

genetik tanaman sehingga diperoleh varietas baru dengan hasil dan kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu menurut Allard (1960), kenaikan hasil merupakan tujuan utama bagi pemuliaan tanaman yang dilakukan dengan menyediakan varietas yang lebih produktif untuk meningkatkan hasil atau memperbaiki sifat tanaman.

Tanaman secara umum dapat dibedakan ke dalam dua jenis penyerbukan, yaitu tanaman menyerbuk sendiri sendiri dan tanaman menyerbuk silang. Tanaman cabai termasuk ke dalam tanaman menyerbuk sendiri dengan peluang untuk menyerbuk silang cukup tinggi mencapai 35%. Sifat penyerbukan inilah yang menentukan metode pemuliaan tanaman yang akan dilaksanakan. Metode seleksi pada tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan metode seleksi pada tanaman menyerbuk silang. Metode yang paling banyak digunakan adalah seleksi massa, seleksi galur murni, silang balik, pedigree, dan single seed descent (SSD). Seleksi ini digunakan untuk memilih tanaman yang akan dijadikan tetua (Syukur et al. 2012b). Menurut Allard (1960), jika tidak ditemukan varietas komersial yang sesuai dikarenakan sifat agronomi tanaman tersebut, maka yang umum digunakan adalah metode backcross atau pedigree atau bulk.

Pemuliaan tanaman cabai pada umumnya memiliki beberapa tujuan antara lain sebagai berikut. a) Untuk perbaikan daya hasil dan kualitas hasil. Daya hasil merupakan sifat kuantitatif dan dikendalikan oleh banyak gen, sehingga perbaikan daya hasil dan sifat-sifat kuantitatif memerlukan waktu yang lama. b) Perbaikan daya resistensi terhadap hama dan penyakit tanaman. Sasaran dalam perbaikan daya resistensi terhadap penyakit cabai terutama resisten terhadap penyakit antraknosa. c) Perbaikan sifat-sifat hortikultura. Tujuan perbaikan sifat-sifat hortikultura pada tanaman cabai dengan melihat peubah dari tanaman cabai yang dikehendaki misalnya bentuk percabangan, penampilan buah, kualitas kulit buah, warna buah dan sifat hortikultura yang lain. d) Perbaikan terhadap kemampuan mengatasi cekaman lingkungan, antara lain curah hujan, suhu udara dan tingkat salinitas yang tinggi (Syukur et al. 2012b).

Proses pemuliaan tanaman diawali dengan a) introduksi dan koleksi plasma nutfah, b) seleksi dan koleksi plasma nutfah, c) pengembangan keragaman genetik, d) seleksi setelah pengembangan, e) evaluasi dan pengujian dan f) pelepasan varietas. Pengembangan keragaman genetik dapat diperoleh melalui kegiatan persilangan atau hibridisasi antar koleksi yang memiliki potensi dalam suatu populasi. Hibridisasi mempunyai kedudukan penting dalam pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri karena turunan pertama (F1) dari persilangan galur-galur murni

mempunyai potensi untuk menimbulkan keragaman (Bari et al. 1974). Pembentukan hibrida dapat dilakukan pada tanaman cabai. Salah satu tahapan penting dalam pembentukan hibrida diawali dengan mempersiapkan bahan tanaman untuk tetua jantan dan tetua betina.

Metode Analisis Silang Dialel

(22)

kultivar baru dengan karakter yang diharapkan. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi genotipe-genotipe tetua superior dalam jumlah besar atau juga mengidentifikasi dari sejumlah besar genotipe tetua yang mampu menberikan efek heterotik pada hibrida F1-nya (Syukur et al. 2012b).

Rancangan persilangan dialel meliputi semua atau sebagian persilangan single cross yang mungkin, resiprokalnya dan selfing-nya. Persilangan dialel dilaksanakan dengan tujuan untuk mengevaluasi dan menyeleksi tetua yang menghasilkan keturunan terbaik. Genotipe tersebut berupa individu, klon atau galur homozigot (Hayman 1954). Penggunaan analisis silang dialel membantu para pemulia menentukan pola heterosis antar populasinya serta memilih bahan dan metode yang akan digunakan dalam program pemuliaan. Secara analitik analisis ini merupakan evaluasi genetik menyeluruh yang berguna dalam mengidentifikasi persilangan bagi potensi seleksi yang terbaik pada awal generasi. Penggunaan model analisis dialel ini harus memenuhi beberapa asumsi, yaitu (1) segregasi diploid, (2) tidak ada perbedaan antara persilangan resiprokalnya, (3) tidak ada interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel, (4) tidak ada multialelisme, (5) tetua homozigot dan (6) gen-gen menyebar secara bebas diantara tetua (Singh dan Chaudhary 1979; Roy 2000). Tanaman cabai yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanaman diploid. Oleh karena itu hal ini menunjukkan bahwa cabai memiliki gen-gen yang bersegregasi diploid, sehingga memenuhi asumsi untuk dilaksanakan analisis dialel (Greenleaf 1986).

Pada dasarnya persilangan dialel dibagi menjadi tiga tipe persilangan yaitu: (1) dialel penuh (full diallel), (2) setengah dialel (half diallel) dan (3) dialel parsial (partial diallel). Menurut Grifing (1956) ada empat kemungkinan silang dialel berdasarkan pendekatan Griffing, yaitu 1) silang tunggal dengan resiprokal dan selfing (Metode I); 2) silang tunggal dengan selfing tanpa resiprokal (Metode II); 3) silang tunggal dengan resiprokal (Metode III) dan; 4) silang tunggal tanpa resiprokal dan tanpa selfing (Metode IV). Tetua silang tunggal merupakan individu yang diambil secara acak dari suatu populasi.

Analisis dialel dapat dilakukan berdasarkan dua pendekatan yaitu Hayman dan Griffing. Pendekatan pertama memberikan informasi tentang parameter-parameter genetik tetua-tetua yang digunakan dalam persilangan, sedangkan pendekatan yang kedua memberikan informasi tentang daya gabung tetua-tetua dan hasil persilangannya. Kallo (1988) menambahkan, analisis dialel memberikan informasi kendali genetik pada sifat kuantitatif, daya gabung umum (DGU) dan khusus (DGK) dari hibrida, heritabilitas dan heterosis. Menurut Hayman (1954) di dalam analisis silang dialel, pendugaan parameter genetik sudah dapat dilakukan pada F1,tanpa harus membentuk populasi F2, BCP1 ataupun BCP2, seperti pada

teknik pendugaan parameter genetik lainnya, akan tetapi dalam pelaksanaannya analisis ini harus memenuhi beberapa asumsi berikut: a) Segregasi diploid. b) Tidak ada perbedaan antara F1 dengan resiproknya atau tidak ada efek maternal. c)

(23)

Daya Gabung

Analisis dialel akan memberikan informasi mengenai a) parameter genetik dan besarannya, serta b) kemampuan daya gabung dari tetua persilangan. Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu tetua bila disilangkan dengan galur lain yang akan menghasilkan hibrida dengan penampilan superior (Allard 1960). Daya gabung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu daya gabung umum/DGU (general combining ability/GCA) dan daya gabung khusus/DGK (spesific combining ability/SCA). DGU merupakan simpangan dari nilai rata-rata seluruh persilangan, sehingga nilai DGU dapat positif atau negatif. Nilai DGU merupakan angka yang relatif terhadap nilai DGU yang lain. DGU besar menunjukkan tetua/galur yang bersangkutan mempunyai kemampuan bergabung dengan baik, sedangkan nilai DGU yang rendah menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai kemampuan bergabung yang kurang baik daripada yang lain. DGK merupakan gambaran suatu kombinasi persilangan yang memiliki penampilan terbaik dibanding rata-rata persilangan (Sprague dan Tatum 1942).

Berdasarkan nilai DGU dan DGK dapat diketahui gen yang berperan. Sprague dan Tatum (1942) menyebutkan bahwa DGU menggambarkan besarnya peran gen aditif dari suatu variasi genetik yang dapat diduga melalui pengukuran hibiridanya, sedangkan DGK menggambarkan besarnya peran gen non aditif yang ditunjukkan oleh adanya kombinasi persilangan yang menunjukkan keragaan yang jauh lebih baik atau lebih buruk dari nilai rata-rata hibrida yang dievaluasi.

Informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU, DGK dan resiprokal akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan tanaman yang sesuai dalam rangka perbaikan sifat-sifat tanaman (Sujiprihati 1996). Efek DGU dan DGK adalah indikator penting dari nilai potensial suatu galur murni dalam kombinasi hibrida. DGU merupakan hasil dari efek gen aditif, sedangkan DGK merupakan hasil dari gen dominan dan epistasis (non aditif) (Welsh 1981, Falconer dan Mackay 1998).

Heterosis

Keberhasilan memproduksi benih hibrida pada tanaman menyerbuk sendiri secara komersial ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil, dan harus ditemukan metode yang efisien dan ekonomis untuk menghasilkan benih hibrida (Darlina et al. 1992). Heterosis merupakan bentuk penampilan superior hibrida yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kedua tetuanya (Hallauer dan Miranda 1995). Heterosis atau vigor hibrida ditandai dengan keragaan yang lebih baik tanaman F1 yang berasal dari

persilangan dua tetua galur murni (Allard 1960). Untuk itu perlu dibentuknya tetua dari populasi galur murni yang berbeda secara genetik. Gejala heterosis suatu hibrida terdapat pada hasil, ukuran, jumlah dari bagian tanaman, komponen kimiawi, ketahanan terhadap hama/penyakit tertentu dan sebagainya.

(24)

dimungkinkan dibentuknya hibrida cabai. Joshi dan Singh (1987) juga mengemukakan bahwa eksploitasi heterosis diindikasikan sebagai cara praktis untuk meningkatkan hasil dan sifat ekonomi lainnya dari paprika.

Heterosis merupakan akumulasi alel dominan pada turunan pertama atau F1.

Teori yang menjelaskan tentang heterosis adalah adanya interaksi antar alel dari lokus yang berbeda (interaksi non-alelik) dan ini berkaitan juga dengan terjadinya epistasis. Disamping itu terdapat dapat dua istilah yang menjelaskan fenomena heterosis yaitu heterosis itu sendiri dan heterobeltiosis. Heterosis merupakan peningkatan atau penurunan penampilan hibrida dibanding nilai rata-rata kedua tetuanya, sedangkan heterobeltiosis adalah peningkatan penampilan hibrida dibanding tetua terbaik yang digunakan dalam persilangan (Fehr 1987).

Analisis Korelasi dan Analisis Lintas Antar Karakter

Nilai koefisien korelasi merupakan gambaran tingkat keeratan antar karakter yang dapat bernilai positif maupun negatif dan memiliki rentang antar -1 sampai dengan +1. Nilai koefisien korelasi semakin mendekati -1 atau +1 maka hubungan antar karakter semakin erat dan semakin mendekati nilai 0 (nol) maka semakin tidak erat hubungan antar karakter tersebut. Informasi ini diperlukan dalam kegiatan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan suatu atau beberapa karakter pada suatu varietas yang akan dikembangkan (Roy 2000). Akan tetapi menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), besaran dari nilai koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua karakter. Analisis ini hanya berfungsi memperlihatkan pola hubungan antar karakter.

Hubungan kausal antar karakter tak bebas dan karakter bebas menurut Gasperz (1995) dan Budiarti et al. (2004) dapat diketahui menggunakan analisis lintas (path analysis). Metode analisis lintas dikembangkan pertama kali oleh Wright (1921) menjelaskan hubungan kausal dalam genetika populasi mengunakan analisis lintas. Metode analisis lintas (path analysis) merupakan bentuk analisis regresi linier terstruktur berkaitan dengan variabel-variabel baku (standardized variables) dalam suatu sistem tertutup (closed system) yang secara formal bersifat lengkap. Analisis lintas dapat dipandang sebagai suatu analisis struktural yang membahas hubungan kausal diantara variabel-variabel dalam sistem tertutup. Pada dasarnya koefisien lintas (path coefficient) juga merupakan koefisien regresi baku, di mana berdasarkan analisis lintas dapat diketahui pengaruh langsung (direct effect) dari setiap variabel bebas yang dibakukan, serta pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari variabel bebas di dalam model hubungan kausal tersebut.

(25)
(26)

3 KERAGAMAN GENETIK DAN KRITERIA SELEKSI

KARAKTER KUANTITATIF CABAI (

Capsicum annuum

L.)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi parameter genetik karakter agronomi dan mendapatkan kriteria seleksi pada beberapa genotipe cabai yang berkaitan dengan karakter hasil menggunakan populasi yang ditanaman di dua lokasi. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan Rimbo Panjang Fakultas Pertanian Universitas Riau pada bulan Juli 2011 sampai Januari 2012. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dua faktor dengan tiga ulangan tersarang dalam lokasi (Rimbo Panjang dan Leuwikopo). Faktor pertama yakni 20 genotipe cabai dan faktor kedua adalah 2 lokasi percobaan. Keragaman genetik dianalisis dengan analisis gerombol. Pemilihan kriteria seleksi dianalisis berdasarkan nilai parameter genetik dan analisis lintas antar karakter. Nilai heritabilitas arti luas setiap karakter yang diamati memiliki kriteria tinggi. Analisis gerombol yang dilakukan telah mengelompokkan 20 genotipe menjadi 7 kelompok. Karakter bobot per buah, panjang buah, jumlah buah per tanaman, dan tinggi tanaman merupakan karakter seleksi terbaik untuk menghasilkan varietas cabai berdaya hasil tinggi.

Kata kunci : analisis gerombol, analisis lintas, kemiripan, keragaman genetik.

GENETIC VARIABILITY AND SELECTION CRITERIA OF

QUANTITATIVE TRAITS OF CHILI (

Capsicum annuum

L.)

ABSTRACT

The objective of this study was to obtain genetic parameters information of quantitative traits and selection criteria in some chili genotypes that are related to yield traits using populations planted on two locations. The experiment was conducted at Leuwikopo Experiment Field, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University and Rimbo Panjang Experiment Field, Faculty of Agriculture, Riau University on July 2011 to January 2012. The experimental design used was randomized complete block design (RCBD) with two factors and three replications as block, and was nested in locations (Rimbo Panjang and Leuwikopo). First factor was 20 chili genotypes and second factor was two experiment locations. Genetic variability was analyzed by cluster analysis. Selection criteria was determined by path analysis based on genetic parameter value. High broad sense heritability was observed from the traits. Cluster analysis by grouping 20 genotypes to 7 groups. Fruit weight, fruit length, number of fruit per plant and plant height were the best selection character for high yield chili variety.

(27)

PENDAHULUAN

Tanaman cabai termasuk golongan sayuran penting di Indonesia, yang dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan diantaranya untuk dikonsumsi segar dengan olahan sederhana, industri makanan dengan olahan sederhana dan olahan lanjut, bahan campuran obat-obatan dan industri pertahanan dan keamananan. Oleh karena itu konsumsi cabai sangat tinggi secara nasional, yaitu mencapai 2.77 kg kapita-1 tahun-1 pada tahun 2011 (Kementerian Pertanian 2012). Berdasarkan data BPS (2011) produktivitas cabai nasional hanya mencapai 6.18 ton ha-1 pada tahun 2011 dan jauh di bawah potensinya, yaitu menurut Syukur et al. (2010a) lebih dari 20 ton ha-1.

Salah satu alternatif usaha yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai adalah dengan melakukan usaha intensifikasi, yaitu menanam varietas unggul berdaya hasil tinggi. Benih yang bermutu dari varietas unggul adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi di bidang pertanian (Syukur et al. 2012b). Kegiatan pemuliaan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi cabai yang diperlukan dalam rangka perakitan varietas unggul baru cabai dengan produktivitas tinggi (Orobiyi et al. 2013). Sebelum menentukan metode pemuliaan dan metode seleksi, perlu diketahui informasi keragaman genetik dan nilai heritabilitas. Informasi keragaman genetik sangat mempengaruhi keberhasilan suatu kegiatan pemuliaan (Poehlman dan Sleeper 1995). Sementara itu nilai heritabilitas diperlukan untuk melihat seberapa besar karakter yang diamati dikendalikan oleh faktor genetik (Geleta dan Labuschagne 2006) dan dapat mengukur kemampuan suatu genotipe dalam populasi tanaman dalam mewariskan karakter yang dimilikinya (Roy 2000).

Salah satu tahapan yang dilakukan dalam kegiatan pemuliaan adalah seleksi. Karakter visual umumnya digunakan untuk kegiatan seleksi ini. Seleksi ini tidak efisien dibandingkan dengan seleksi secara tidak langsung (Moeljopawiro 2002). Karakter suatu individu tidak dapat dipastikan benar-benar terwariskan karena ekspresi visual (fenotipe) dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Seleksi tanaman untuk hasil yang tinggi tidak akan efektif jika keragaman lingkungan sangat besar sehingga menutupi keragaman genetik. Pengaruh lingkungan dapat dipisahkan dengan cara menanam bahan tanaman pada dua lokasi penanaman, sehingga akan menghasilkan kegaraman genetik yang telah terpisahkan dari pengaruh lingkungannya.

(28)

dilakukan pada tanaman cabai (Yunianti et al. 2011) dan berbagai tanaman lainnya seperti jarak pagar (Misnen 2010), kapas (Soomro et al. 2008), kedelai (Bizeti et al. 2004; Wirnas et al. 2006), dan padi (Prasad et al. 2001; Chandrasari et al. 2013). Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi genetik dan heritabilitas karakter kuantitatif beberapa genotipe cabai dan mendapatkan kriteria seleksi cabai yang berkaitan dengan karakter hasil menggunakan populasi yang ditanam di dua lokasi.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai Januari 2012 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan Rimbo Panjang, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.

Materi Genetik

Materi genetik yang digunakan adalah 20 genotipe cabai koleksi Laboratorium Pendidikan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, yaitu C2, C5, C19, C18, C143, C157, F5110005-13-5, F5110005-13-12, F5120005-11-1, dan F5120005-12-1 (tipe cabai besar); C51, C105, C111, C117, C118, C120, C140, dan C159 (tipe cabai keriting); serta C145 dan C160 (tipe cabai rawit).

Metode Penelitian

Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dua faktor dengan tiga ulangan. Ulangan tersarang dalam lokasi (Rimbo Panjang dan Leuwikopo). Faktor pertama 20 genotipe cabai dan faktor kedua adalah 2 lokasi percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman dengan 10 tanaman contoh.

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam gabungan menggunakan fasilitas SAS 9.0. Model linear Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan pola gabungan adalah sebagai berikut (Gomez dan Gomez 2007):

Yijk = µ + Lk+ βi/k + Gj + (LG)kj+ Ɛijk

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan ulangan ke-i, genotipe ke-j dan lokasi ke-k

µ = Nilai rataan umum

Lk = Pengaruh lokasi ke-k (k = 1, 2)

βi/k = Pengaruh ulangan ke-i dalam lokasi ke-k (i = 1, 2, dan 3)

Gj = Pengaruh genotipe ke-j (j = 1, 2, 3 …. 20)

(29)

Pelaksanaan Percobaan

Kegiatan pelaksanaan percobaan tahap 1 dilakukan pada dua lokasi penanaman. Percobaan 1 diawali dengan kegiatan penyemaian. Benih disemai sebanyak 2 butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pemupukan dilakukan setelah bibit berumur 2 minggu setelah semai dengan periode satu minggu sekali. Pupuk NPK Mutiara dengan dosis 10 g l-1 air dan gandasil 2 g l-1 air diaplikasikan dengan cara mengocorkan pada pangkal bibit. Penyemprotan pestisida dilakukan jika terlihat gejala serangan hama dan penyakit pada persemaian.

Pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilakukan bersamaan saat kegiatan penyemaian. Penanaman dilakukan setelah bibit cabai berumur 30 hari setelah semai atau minimal sudah memiliki empat helai daun dewasa. Petak bedengan dibuat dengan ukuran 15 m untuk setiap perlakuan dengan jarak antar bedengan 50 cm. Selanjutnya setiap bedengan diberi pupuk kandang sebanyak 20 kg dan kapur 0.5 kg. Setelah pemberian pupuk kandang selama 2 minggu, bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak (MPHP) dan dibuat lubang menggunakan cemplong dengan jarak 50 cm x 50 cm. Penanaman (transplanting) dilakukan pada sore hari dengan jumlah tanaman satu tanaman per lubang tanam. Penyulaman bibit dilakukan satu minggu setelah tanam.

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, pemupukan, pemberian pestisida, pewiwilan tunas air dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari jika tidak terjadi hujan sebanyak 20 L bedengan-1 atau sampai keadaan tanah menjadi lembab. Pemupukan dilakukan setiap satu minggu sekali setelah satu minggu setelah tanam (1 MST) dengan menggunakan pupuk NPK Mutiara dengan dosis 10 g L-1 sebanyak 250 ml per tanaman. Penyemprotan pestisida akan dilakukan 2 minggu sekali dengan menggunakan fungisida Dithane M-45 atau antracol 2 g L-1, insektisida Curacron dengan dosis 2 mL L-1 dan akarisida Kelthine dengan dosis 2 cc L-1. Pewiwilan tunas air dan pembumbunan dilakukan agar tanaman dapat tumbuh optimal. Pengendalian gulma akan dilakukan secara manual. Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat cabai telah mencapai tingkat kematangan 75%. Pemanenan akan dilakukan setiap minggu selama 8 minggu.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada percobaan mengacu pada Descriptors for Capsicum (IPGRI 1995) meliputi:

1. Waktu berbunga (HST), jumlah hari setelah tanam sampai 50% populasi tanaman setiap bedengan berbunga.

2. Umur panen (HST), 50% tanaman di dalam petak telah mempunyai buah masak pada percabangan pertama.

3. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran dilakukan pada panen kedua.

4. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus. Pengukuran dilakukan pada panen kedua.

(30)

6. Panjang buah (cm), diambil rata-rata 10 buah setiap ulangan pada panen kedua hingga keempat dan diukur dari pangkal sampai ujung buah.

7. Panjang tangkai buah (cm), diambil rata-rata 10 buah setiap ulangan pada panen kedua hingga keempat dan diukur dari pangkal sampai ujung tangkai buah.

8. Diameter buah (mm), diambil rata-rata 10 buah setiap ulangan pada panen kedua hingga keempat dan diukur mengunakan jangka sorong.

9. Bobot buah (g), diambil rata-rata 10 buah setiap ulangan pada panen kedua hingga keempat dan diukur menggunakan timbangan analitik.

10. Jumlah buah total per tanaman, dihitung dengan menjumlahkan total buah tiap panen selama 8 minggu dan dibagi dengan jumlah tanaman sampel. 11. Bobot buah total per tanaman (g tan-1), dihitung dengan menjumlahkan bobot

buah tiap panen selama 8 minggu dan dibagi dengan jumlah tanaman sampel. Untuk pengamatan peubah nomor 6-9, dilakukan pada 10 buah sampel per ulangan.

Analisis Data

[image:30.595.110.511.415.512.2]

Karakter yang diamati pada setiap genotipe dianalisis menggunakan analisis ragam gabungan. Analisis ragam gabungan untuk beberapa lokasi menurut Annicchiarico (2002) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Analisis ragam gabungan di beberapa lokasi menggunakan model random Sumber

keragaman db

Kuadrat tengah

Kuadrat tengah

harapan Fhit

Lokasi (l – 1) M5 σ2+ g σ2 r/l+ g r σ2i M5/M2

Ulangan/Lokasi l (r – 1) M4 σ2+ g σ2 r/l

Genotipe g-1 M3 σ2+ r σ2gl+rl σ2g M3/M2

Genotipe*Lokasi (g-1)(1-1) M2 σ2 + r σ2 gl M2/M1

Galat l (g - 1)(r - 1) M1 σ2

Keterangan: l= jumlah lokasi, r= jumlah ulangan, g= jumlah genotipe

Jika uji F nyata, pada peubah tersebut dilakukan uji lanjut Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) taraf 5% dan 1% dan diduga parameter genetiknya. Pendugaan parameter genetik meliputi pendugaan ragam genetik (σ2g),

ragam interaksi genetik x lingkungan (σ2gxe), ragam lingkungan (σ2e), ragam

fenotipe (σ2p) (Hallauer dan Miranda 1995) dan nilai koefisien keragaman genetik

(KKG) diperoleh melalui:

σ2

g = (M3– M2) / rl σ2

gxe = (M2– M1) / r σ2

e = M1/ rl σ2

p = σ2g + σ2gxe / l + σ2 e

KKG = √σ

(31)

Luas atau sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan berdasarkan ragam genetik dan standar deviasi ragam genetik menurut rumus berikut :

σ

σ2g =

[

]

bila :

σ2

g > 2 σσ2g : keragaman genetiknya luas, σ2

g < 2 σσ2g : keragaman genetiknya sempit (Pinaria et al. 1995).

Nilai dugaan heritabilitas (h2) dalam arti luas (Poespodarsono 1988) adalah: h2bs = (σ2g / σ2p) x 100%

= (σ2g / (σ2g + σ2gxe / l + σ2 / rl)) x 100%

Keterangan :

σ2

g = ragam genotipe σ2

gxe = ragam interaksi σ2

e = ragam lingkungan σ2

p = ragam fenotipe

r = banyak ulangan l = banyak lokasi

̅ = nilai tengah peubah

Nilai heritabilitas diklasifikasikan sebagai berikut (Elrod dan Stansfield 2002):

 Rendah : h2bs< 20%

 Sedang : 20% ≤ h2bs< 50%

 Tinggi : h2bs≥ 50%

Keragaman genetik dan pola hubungan kekerabatan dianalisis dengan analisis gerombol (cluster analysis) menggunakan software SPSS versi 20. Informasi hubungan kekerabatan digunakan sebagai dasar dalam rekomendasi tetua yang akan dipilih pada pembentukan populasi studi pewarisan. Jika terdapat beberapa genotipe calon tetua, akan dipilih genotipe yang lebih ekstrim, hubungan genetik yang lebih jauh, serta lebih mudah persilangannya

Analisis Korelasi

Nilai koefisien korelasi linier sederhana dihitung berdasarkan rumus (Gomez dan Gomez 2007) sebagai berikut:

∑ √ ∑ ∑

Keterangan :

r = Koefisien korelasi

(32)

Analisis Lintasan

Keeratan hubungan antar karakter dianalisis menggunakan analisis korelasi Pearson dilanjutkan dengan analisis lintasan berdasarkan persamaan simultan sebagai berikut (Singh dan Chaudhary 1979):

[

]

[

]

[

]

Rx C Ry

Berdasarkan persamaan di atas, nilai C dapat dihitung menggunakan rumus: C

Keterangan :

Rx = matriks korelasi antar peubah bebas Rx-1 = invers matriks Rx

C = vektor koefisien lintasan yang menunjukkan pengaruh langsung setiap peubah bebas yang telah dibakukan terhadap peubah tak bebas

Ry = vektor koefisien korelasi antara peubah bebas xi (i = 1,2,…..11) dengan

peubah tak bebas y

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaman Karakter Kuantitatif Tanaman Cabai

Berdasarkan analisis ragam gabungan untuk 20 genotipe tanaman cabai pada dua lokasi menunjukkan bahwa umumnya genetik, lokasi dan interaksinya berpengaruh sangat nyata pada karakter yang diamati, kecuali umur panen, tinggi tanaman dan jumlah buah per tanaman (Tabel 2 dan 3). Kondisi ini menunjukkan bahwa penampilan karakter yang diamati dipengaruhi oleh faktor genetik, lokasi dan interaksi antara genetik dan lingkungan.

Pengujian pada dua lokasi penanaman yang dilakukan pada 20 genotipe cabai bertujuan untuk menduga nilai pengaruh interaksi genetik lingkungan. Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat respon yang berbeda pada penampilan karakter bobot buah per tanaman. Umumnya penampilan karakter bobot buah per tanaman pada lokasi penanaman di Rimbo Panjang memperlihatkan respon yang lebih baik daripada lokasi penanaman Leuwikopo, kecuali genotipe C140.

(33)
[image:33.595.54.484.83.624.2]

Gambar 2. Grafik interaksi genetik lingkungan pada karakter bobot buah per tanaman

Tabel 2 Kuadrat tengah analisis ragam gabungan 20 genotipe karakter non buah tanaman cabai pada dua lokasi

Sumber Keragaman db

Kuadrat tengah Umur berbunga Umur panen Tinggi tanaman Tinggi

dikotomus Lebar tajuk

Lokasi 1 14322.67** 8619.08** 2067.52tn 1299.31** 13159.49**

Ulangan/Lokasi 4 41.20tn 5.24tn 329.98** 45.60** 136.27**

Genotipe 19 290.52** 23.52** 604.63** 91.73** 334.65**

Genotipe*Lokasi 19 107.24** 0.92tn 239.00** 22.88** 100.78**

Galat 76 23.58** 2.15tn 93.39 tn 9.29t n 37.48t n

Keterangan: *=berpengaruh nyata pada α = 5%, **=berpengaruh nyata pada α = 1%, tn=tidak nyata

Nilai tengah karakter non buah dari 20 genotipe tanaman cabai pada penanaman dua lokasi disajikan pada Tabel 4. Nilai tengah umur berbunga pada 20 genotipe cabai yang ditanaman pada dua lokasi penanaman adalah 51.43 hari setelah tanam (HST). Genotipe C5 merupakan tanaman cabai yang berbunga terlebih dahulu dari pada genotipe lainnya, yaitu pada 31 HST. Sementara itu genotipe C18 dan C19 merupakan tanaman cabai yang berbunga paling lama, yaitu pada 62 HST dan 61 HST (Tabel 4).

Tabel 3 Kuadrat tengah analisis ragam gabungan 20 genotipe karakter buah tanaman cabai pada dua lokasi

Sumber

Keragaman db

Kuadrat tengah Panjang buah Panjang tangkai buah Diameter buah Bobot per buah Jumlah buah per tanaman Bobot buah per tanaman

Lokasi 1 250.31** 12.88** 167.76** 65.94** 9555.05tn 616787.93**

Ulangan/Lokasi 4 7.33tn 0.61tn 10.24** 2.22tn 1399.42** 6814.37tn

Genotipe 19 65.17** 3.02** 80.89** 76.01** 8296.82** 47429.16**

Genotipe*Lokasi 19 10.41** 0.66** 14.46** 5.31** 407.54tn 9409.33**

Galat 76 3.70t n 0.28t n 3.46 tn 1.68 tn 373.47tn 3943.45tn

Keterangan: *=berpengaruh nyata pada α = 5%, **=berpengaruh nyata pada α = 1%, tn=tidak nyata

100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 Riau Bogor B o bo t bu a h per t a na m a n (g t a n -1)

C5 C18 C143 C2

C19 C157 F5 12X5 11-1 F5 11X5 13-5

F5 11X5 13-12 F8 2X5 12-1 C51 C105

C111 C117 C118 C120

(34)

Nilai tengah umur panen pada 20 genotipe cabai yang ditanam pada dua lokasi penanaman adalah 92 HST. Genotipe yang memiliki nilai tengah umur panen genjah adalah genotipe C2, yaitu 89 HST. Sedangkan genotipe C120 adalah tanaman cabai yang memiliki nilai tengah umur panen paling lama, yaitu 99 HST. Hal ini dikarenakan genotipe C120 merupakan tipe cabai keriting.

[image:34.595.112.513.272.575.2]

Genotipe C159 dan F5110005-13-12 merupakan tanaman cabai yang tertinggi, dikarenakan memiliki nilai tengah tinggi tanaman mencapai 77.09 cm dan 78.13 cm. Genotipe C157 merupakan genotipe yamg memiliki nilai tengah tinggi dikotomus tertinggi yaitu 34.85 cm. Sementara itu genotipe C18 merupakan tipe tanaman pendek karena memiliki nilai tengah tinggi tanaman dan tinggi dikotomus kurang dari ½ meter, yaitu 45.15 cm dan 21.31 cm. Kisaran lebar tajuk dari 20 genotipe yang ditanaman antara 69.37 cm (C140) hingga 95.11 cm (C120). Tabel 4 Nilai tengah 20 genotipe karakter non buah tanaman cabai pada dua lokasi

Genotipe

Umur berbunga

(HST)

Umur panen (HST)

Tinggi tanaman

(cm)

Tinggi dikotomus

(cm)

Lebar tajuk (cm)

C2 41.00cdc 89.67i--e 48.04cdc 22.50fgh 70.60ef

-C5 31.83dcc 90.67ghi 69.59abc 27.67b-h 77.01c-f

C18 62.17acc 92.50b-e 45.15d-e 21.31h-e 70.54ef C19 61.33acc 90.00i--e 63.30a-d 29.06a-f 80.61b-f

C51 49.67abc 92.50b-e 70.58abc 28.18b-g 83.87a-e

C105 51.00abc 92.00b-f 75.64abc 29.68a-e 91.56ab

-C111 58.33ab 92.83bcd 65.01a-d 31.28abc 85.18a-d

C117 55.33abc 92.17b-e 71.56abc 32.18abc 83.56a-e

C118 50.33abc 92.67b-e 71.09abc 31.00a-d 87.13a-d

C120 54.67abc 99.33a-e 75.05abc 27.88b-h 95.11a-e

C140 56.50ab 92.00b-f 58.86a-d 24.41c-h 69.37f-e

C143 48.00abc 93.00bc 62.58a-d 31.68abc 88.04abc

C145 51.50abc 91.67c-g 47.22d-e 25.70c-h 73.07def

C157 56.00ab 93.33b 69.65abc 34.85a-e 83.52a-e

C159 48.67abc 91.50d-h 77.09a-e 32.62abc 86.60a-d

C160 53.00abc 92.00b-f 54.57bcd 26.23b-h 73.14def

F5110005-13-5 48.00abc 91.33e-h 56.39a-d 22.29ghc 74.74c-f

F5110005-13-12 45.67bcc 90.33hi 78.13a-e 24.23e-h 78.52b-f

F5120005-11-1 55.83abc 90.83f-i 62.19a-d 24.22e-h 73.38def

F8002005-12-1 49.67abc 91.50d-h 62.77a-d 24.28e-h 78.07b-f

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut DNMRT taraf 5%

(35)
[image:35.595.86.482.256.572.2]

Program pemuliaan tanaman bertujuan untuk menghasilkan tanaman unggul. Tanaman unggul umumnya diarahkan pada produktivitas yang tinggi juga. Pada tanaman cabai, jumlah buah yang banyak dan bobot buah pertanaman yang tinggi sangat diharapkan. Kondisi yang berbeda dapat dilihat dari data pada Tabel 5. Genotipe C5 merupakan tanaman yang memiliki nilai tengah bobot buah per tanaman yang tinggi, tetapi memiliki jumlah buah yang tidak termasuk pada kategori terbanyak. Sebaliknya genotipe C145 merupakan tanaman yang memiliki bobot buah per tanaman dalam terendah, yaitu 165.58 g tanaman-1, tetapi genotipe ini memiliki jumlah buah per tanaman yang terbanyak, yaitu 160 buah tanaman-1. Oleh karena itu, program pemuliaan diperlukan untuk menghasilkan tanaman cabai unggul baru dengan jumlah dan ukuran buah tertentu.

Tabel 5 Nilai tengah 20 genotipe karakter buah tanaman cabai pada dua lokasi

Genotipe

Panjang buah (cm)

Panjang tangkai buah (cm)

Diameter buah (mm)

Bobot per buah

(g)

Jumlah buah per tanaman

Bobot buah per tanaman

(g)

C2 13.81bc 3.95def 14.26a-d 7.58bcd 61.91efg 385.73abc

C5 10.46bcd 4.46b-e 18.96a 9.69b 53.64fg 471.49a

C18 11.66bcd 3.28f 16.16ab 7.67bcd 35.70g 216.65de

C19 12.26bcd 4.02def 15.93ab 7.95bcd 43.19g 345.34a-d

C51 11.68bcd 4.10def 12.51b-e 2.97fgh 84.51b-e 224.75de

C105 18.98a 5.71a 9.75c-f 5.48c-f 52.34fg 254.82cde

C111 11.02bcd 3.66ef 6.79f 2.95fgh 110.36b 289.01cde

C117 11.56bcd 4.22c-f 7.54ef 4.04fgh 91.49bcd 226.02de

C118 11.75bcd 5.27abc 10.46c-f 3.15fgh 101.24bc 221.34de

C120 19.20a 5.08a-d 7.74ef 4.41efg 71.02def 235.85de

C140 9.65cd 4.31b-f 10.05c-f 3.11fgh 78.58c-f 250.88cde

C143 13.88bc 5.36ab 16.78ab 16.61a 37.73g 454.97ab

C145 8.42d 3.29f 9.12c-f 1.16h 160.18a 165.58e

C157 12.24bcd 4.70a-e 8.50ef 3.35fgh 108.08b 293.59cde

C159 12.66bcd 4.00def 7.58ef 3.07fgh 98.21bcd 282.95cde

C160 3.88e 3.31f 6.95f 1.48gh 175.71a 216.53de

F5110005-13-5 14.54b 5.01a-d 14.34abc 8.46cb 59.23efg 442.00ab

F5110005-13-12 14.32b 4.73a-e 9.03def 5.72c-f 75.41c-f 375.71abc

F5120005-11-1 12.34bcd 4.25b-f 11.81b-f 7.20b-e 54.38fg 351.51a-d

F8002005-12-1 13.11bc 4.89a-d 10.64c-f 5.13def 78.22c-f 322.90bcd

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%

(36)

Tabel 6 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas dari 20 genotipe tanaman cabai pada dua lokasi

Karakter Komponen ragam dan heritabilitas

σ2

g σ2e σ2gxe σ2p KKG Kriteria h2bs Kriteria

UB 30.55 23.58 27.89 48.42 10.75 sempit 0.63 Tinggi

UP 3.77 2.15 0.00 4.13 2.11 luas 0.91 Tinggi

TT 60.94 93.39 48.54 100.77 12.16 sempit 0.60 Tinggi

TD 11.48 9.29 4.53 15.29 12.29 luas 0.75 Tinggi

LT 38.98 37.48 21.10 55.78 7.79 luas 0.70 Tinggi

PB 9.13 3.70 2.24 10.86 24.42 luas 0.84 Tinggi

PTB 0.39 0.28 0.12 0.50 14.34 luas 0.78 Tinggi

DB 11.07 3.46 3.67 13.48 29.59 luas 0.82 Tinggi

BB 11.78 1.68 1.21 12.67 61.76 luas 0.93 Tinggi

JBT 1314.88 373.47 11.35 1382.80 44.46 luas 0.95 Tinggi

BBT 6336.64 3943.45 1821.96 7904.86 26.41 luas 0.80 Tinggi

Keterangan: σ2g = ragam genetik, σ2e = ragam lingkungan, σ2gxe = ragam interaksi, σ2p = ragam fenotipe,

KKG = koefisien keragaman genetik, h2bs = heritabilitas arti luas, UB = umur berbunga, UP =

umur panen, TT = tinggi tanaman, TD = tinggi dikotomus, LT = lebar tajuk, PB = panjang buah, PTB = panjang tangkai buah, DB = diameter buah, BB = bobot per buah, JBT = jumlah buah pertanaman, dan BBT = bobot buah per tanaman.

Pendugaan nilai heritabilitas arti luas (h2bs) pada setiap karakter yang diamati

termasuk dalam kategori tinggi (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa keragaan karakter yang diamati lebih dipengaruhi oleh faktor genetik (Geleta dan Labuschagne 2006) dan memiliki peluang yang besar untuk dapat terwariskan kepada zuriatnya. Penelitian cabai sebelumnya juga menunjukkan nilai heritabilitas arti luas yang tinggi pada karakter bobot buah per tanaman (Marame et al. 2008), bobot per buah (Mishra et al. 2004), panjang buah (Sreelathakumary dan Rajamony 2004), dan diameter buah (Lestari et al. 2006; Tembhume dan Rao 2012). Selain itu nilai heritabilitas yang tinggi pada suatu karakter menjadi salah satu syarat pemilihan penanda atau kriteria seleksi dalam suatu program pemuliaan tanaman.

Salah satu kunci keberhasilan dari suatu program pemuliaan tanaman dalam rangka menghasilkan varietas unggul baru adalah pemilihan tetua yang tepat. Pemilihan tetua yang memiliki tingkat keragaman yang besar akan mempermudah pemulia untuk mendapatkan informasi mengenai pewarisan sifat untuk karakter penting pada suatu tanaman. Umumnya karakter yang diamati pada 20 genotipe tanaman cabai yang digunakan memiliki tingkat keragaman genetik yang tinggi (Tabel 6).

[image:36.595.110.519.114.307.2]
(37)
[image:37.595.94.478.86.453.2]

Nilai Ketidakmiripan (Unsimilarity)

Gambar 3 Dendrogram hasil analisis gerombol 20 genotipe cabai

Percobaan ini menggunakan 20 genotipe cabai (objek perlakuan) dengan 11 karakter yang diamati (data pengamatan) menghasilkan dendrogram dengan 7 kelompok dengan ketidakkemiripan (similarity) sebesar 10 satuan seperti pada Gambar 3. Kelompok I terdiri atas genotipe C51, C105, C111, C117, C118, C157 dan C159. Kelompok II terdiri atas genotipe C2, C19, C140, F5 11×5 13-5, F5 11×5 13-12, F5 12×5 11-1 dan F8 2×5 12-1. Kelompok III hanya terdiri atas C18. Selanjutnya kelompok IV terdiri atas C145 dan C160. Sementara itu kelompok V, VI dan VII juga hanya terdiri atas C2, C143 dan C120. Kelompok yang terbentuk mencerminkan tipe tetua (cabai) yang digunakan. Dapat dilihat bahwa kelompok I mewakili tipe cabai keriting pendek, kelompok II mewakili tipe cabai semi keriting, kelompok III, V dan VI mewakili tipe cabai besar dengan ukuran spesifik, kelompok IV mewakili tipe cabai rawit dan kelompok VII mewakili tipe cabai keriting panjang. Pengelompokan genotipe dengan menggunakan analisis gerombol ini diharapkan dapat membantu pemilihan tetua dalam kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya yaitu untuk merakit varietas cabai unggul baru dengan ukuran buah tertentu.

Pemilihan Kriteria Seleksi Tanaman Cabai

(38)
[image:38.595.113.512.180.341.2]

Karakter umur berbunga dan jumlah buah per tanaman berkorelasi negatif, sementara itu karakter diameter buah dan bobot per buah berkorelasi positif. Menurut Gasperz (1992), dua karakter yang memiliki korelasi positif cenderung secara bersama dalam arah yang sama atau cenderung meningkat atau menurun secara bersama.

Tabel 7 Nilai korelasi Pearson antar karakter terhadap karakter hasil per tanaman

Karakter UP TT TD LT PB PTB DB BB JBT BBT

UB -0.29** -0.16** -0.10** -0.05** -0.07** -0.27** -0.35** -0.30** -0.09** -0.57** UP -0.27** -0.28** -0.60** -0.36** -0.26** -0.35** -0.15** -0.08** -0.37** TT -0.61** -0.76** -0.46** -0.58** -0.33** -0.10** -0.11** -0.06** TD -0.73** -0.06** -0.26** -0.33** -0.11** -0.20** -0.13** LT -0.59** -0.59** -0.29** -0.02** -0.09** -0.10**

PB -0.71** -0.08** -0.33** -0.64** -0.24**

PTB -0.09** -0.37** -0.44** -0.36**

DB -0.79** -0.69** -0.63**

BB -0.75** -0.79**

JBT -0.57**

Keterangan: UB = umur berbunga, UP = umur panen, TT = tinggi tanaman, TD = tinggi dikotomus, LT = lebar tajuk, PB = panjang buah, PTB = panjang tangkai buah, DB = diameter buah, BB = bobot per buah, JBT = jumlah buah pertanaman, dan BBT = bobot buah per tanaman.

Umur berbunga merupakan karakter yang memiliki korelasi negatif dan sangat nyata terhadap bobot buah per tanaman, artinya dua karakter tersebut memiliki hubungan erat yang berlawanan dengan karakter bobot buah per tanaman dengan nilai korelasi -0.57. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat menjelaskan bahwa semakin tinggi produksi maka tanaman cabai akan mempercepat masa pertumbuhan vegetatif untuk memasuki masa pertumbuhan generatif. Akan tetapi karakter diameter dan bobot per buah memiliki korelasi positif dan sangat nyata terhadap bobot buah per tanaman dengan nilai korelasi 0.63 dan 0.79. Artinya pertambahan lebar diameter dan bobot per buah diikuti juga dengan pertambahan bobot buah per tanaman yang dijelaskan dari hasil korelasi posistif dan sangat nyata.

(39)

Tabel 8 Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter yang diamati terhadap bobot buah per tanaman

Karakter Pengaruh Langsung

Pengaruh Tak Langsung

Total

UB UP TT TD PB PTB DB BB JBT

UB -0.15 -0.02 -0.09 0.02 -0.03 0.01 -0.03 -0.29 0.04 -0.53

UP -0.06 -0.04 0.14 0.05 0.16 -0.01 -0.03 -0.15 0.04 0.10

TT 0.53 0.02 -0.02 0.11 0.21 -0.03 -0.03 -0.10 -0.05 0.65

TD 0.17 -0.02 -0.02 0.33 0.03 -0.01 -0.03 -0.10 0.09 0.45

PB 0.46 0.01 -0.02 0.24 0.01 -0.03 0.01 0.32 -0.29 0.71

PTB -0.04 0.04 -0.01 0.31 0.04 0.33 0.01 0.36 -0.20 0.82

DB 0.08 0.05 0.02 -0.18 -0.06 0.04 0.00 0.76 -0.31 0.40

BB 0.96 0.04 0.01 -0.06 -0.02 0.15 -0.02 0.06 -0.34 0.80

JBT 0.45 -0.01 0.00 -0.06 0.03 -0.29 0.02 -0.06 -0.72 -0.64

Sisa 0.39

Keterangan: UB = umur berbunga, UP = umur panen, TT = tinggi tanaman, TD = tinggi dikotomus, PB = panjang buah, PTB = panjang tangkai buah, DB = diameter buah, BB = bobot per buah, JBT = jumlah buah pertanaman, dan BBT = bobot buah per tanaman.

Path analysis dapat menjelaskan hubungan sebab-akibat dari beberapa karakter yang menentukan kisaran karakter kuantitatif yang dianggap penting. Karakter tersebut umumnya produksi per tanaman atau penilaian terhadap ketahanan penyakit tertentu. Beberapa karakter yang terpilih dijadikan sebagai kriteria atau penanda seleksi yang merupakan kunci keberhasilan seleksi suatu tanaman. Pemilihan

Gambar

Tabel 1 Analisis ragam gabungan di beberapa lokasi menggunakan model random
Gambar 2. Grafik interaksi genetik lingkungan pada karakter bobot buah per
Tabel 4 Nilai tengah 20 genotipe karakter non buah tanaman cabai pada dua lokasi
Tabel 5 Nilai tengah 20 genotipe karakter buah tanaman cabai pada dua lokasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian pasien yang terdiagnosa skizofrenia Poli Psikiatri di RSUD RA Kartini Jepara yang datanya dapat digunakan dalam penelitian

Nilai ini berarti bahwa sebesar 20,7% Pertumbuhan Ekonomi pada Provinsi Gorontalo dipengaruhi oleh Belanja Modal yang dialokasikan oleh Pemerintah untuk

Pada saat kita berhasil menciptakan rapport, lawan bicara akan berada pada situasi bebas, ia tidak merasa perlu menyembunyikan sesuatu karena toh apa pun yang tadi ia kemukakan

Ibu yang memiliki sikap pesimis akan lebih merasa cepat putus asa saat merasa bahwa anaknya tidak mengalami kemajuan, tidak melakukan usaha untuk mengatasi

Pada Foto hasil Elektroforesis polyacrilamide terlihat bahwa jarak antara Band – Band DNA sangat dekat.Hal tersebut dapat disebabkan karena waktu yang digunakan untuk

Contoh model kinetik ini dapat terjadi pada hidrolisa ester yang melibatkan katalis asam dari hasil

Dengan mengetahui kapasitas volumetrik produksi gas metana (Vs) dan volume reaktor maka kuantitas biogas yang dihasilkan dapat diketahui. METODOLOGI PENELITIAN Dalam

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peranan fungsi Bimbingan Konseling Islam dalam upaya mengembangkan religiusitas remaja dan menekan atau mengontrol kenakalan remaja