• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA, DAN

INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

PROVINSI JAWA BARAT

ARYANTI UTAMI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Aryanti Utami

(4)

terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tahun 1990-2011. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu tahun 1990-2011 dengan menggunakan analisis regresi OLS melalui perangkat lunak

Eviews 6 dan Minitab. Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel independen yaitu PMA, PMDN, dan tenaga kerja memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Panjang jalan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada variabel independen pengeluaran pemerintah untuk belanja modal memiliki hasil tidak signifikan. Upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah, sebaiknya pemerintah menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga realisasi perbaikan infrastruktur dapat cepat dilakukan, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pengeluaran pemerintah guna meningkatkan jalannya perekonomian provinsi jawa barat.

(5)

ABSTRAK

ARYANTI UTAMI. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tahun 1990-2011. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu tahun 1990-2011 dengan menggunakan analisis regresi OLS melalui perangkat lunak Eviews6 dan Minitab. Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel independen yaitu PMA, PMDN, dan tenaga kerja memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Panjang jalan memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada variabel independen pengeluaran pemerintah untuk belanja modal memiliki hasil tidak signifikan. Peningkatan pendapatan daerah oleh pemerintah seharusnya dilakukan dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga realisasi perbaikan infrastruktur dapat cepat terselesaikan, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pengeluaran pemerintah guna meningkatkan perekonomian provinsi jawa barat.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Jawa Barat, OLS

ABSRACT

ARYANTI UTAMI. Analyze the Effect of investment, work labour, and infrastructure on the Gross Regional Domestic Product (GDRP) of West Java Province. Supervised by TANTI NOVIANTI.

Economic growth is one indicator of development success in an area. This study is to analyze the effect of investment, work labour, and infrastructure to economic growth in West Java during the period 1990-2011. This study using time series data of 1990-2011 and it’s utilizes regression analysis of Ordinary Least Square (OLS) and supporting software from Eviews 6 and Minitab. The results of this study indicate that the independent variables FDI, domestic investment, and work labour has a positive and significant relationship to economic growth. It is also found that road length has a negative and significant relationship to economic growth, while government expenditure has not significant effect. Increased of local revenues by goverment should be done with create a conducive invesment climate so that the realization of infrastructure improvements can be accomplished, expanding employment opportunities, and boost government spending to improve the economy of West Java Province.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA, DAN

INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

PROVINSI JAWA BARAT

ARYANTI UTAMI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

Nama : Aryanti Utami

NIM : H14090107

Disetujui oleh

Tanti Novianti, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Tanti Novianti, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik terhadap penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Wiwik Rindayanti selaku penguji utama dan kepada Dewi Ulfah M.Si selaku penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan berupa saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada staf Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat Ilmu Ekonomi 46, teman satu bimbingan (Desi, Dita, Mayda), dan chrysalis yang telah memberikan semangat sampai penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Terima Kasih penulis ucapkan kepada ibunda, manusia yang telah banyak mengajarkan arti hidup.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Hipotesis Penelitian 9

Ruang Lingkup Penelitian 9

TINJAUAN PUSTAKA 9

Tinjauan Pustaka 9

Penelitian Terdahulu 12

Kerangka Pemikiran 15

METODE PENELITIAN 17

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Analisis 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Gambaran Umum 22

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat 23

Analisis Model Penelitian 28

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 37

(11)

DAFTAR TABEL

1 Urutan komponen indeks pemeringkatan investasi 2008 8

2 Penelitian terdahulu 13

3 Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 1990-2011 (dalam persen) 23 4 Perkembangan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat, 2000-2011 24 5 Perkembangan investasi di Jawa Barat tahun 1990-2011 (jutaan rupiah) 25 6 Proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal terhadap

PDRBJawa Barat Tahun 1990-2011 26

7 Laju perkembangan panjang jalan Provinsi Jawa Barat 27 8 Hasil estimasi investasi, tenaga kerja, infrastruktur terhadap

pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat 29

9 Perkembangan pengangguran dan investasi provinsi Jawa Barat 31

DAFTAR GAMBAR

1 Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 di pulau

Jawa, 2004 - 2011 (Juta Rupiah) 1

2 Realisasi perkembangan PMDN Jawa Barat 2000-2012 (juta rupiah) 3

3 Realisasi perkembangan PMA Jawa Barat 2000-2012 (ribu US$) 4 4 Jumlah tenaga kerja Provinsi Jawa Barat 1990-2011 5 5 Perkembangan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal di Provinsi

Jawa Barat 6

6 Panjang jalan Provinsi Jawa Barat tahun 1990-2011 (Km) 7

7 Kerangka Pemikiran 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Estimasi Persamaan 37

2 Persamaan Model 37

3 Uji Asumsi 37

4 Matriks Korelasi 38

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kearah lebih baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain ketersediaan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, pembentukan modal, dan teknologi (Kurniawan 2011).

Dalam proses pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi terjadi karena adanya kenaikan di dalam aktivitas ekonomi di daerah tersebut, sebaliknya jika terjadi penurunan maka kegiatan ekonomi di daerah tersebut akan mengalami penurunan (Chandra 2012). Pusat kegiatan yang terdapat di Indonesia berpusat di Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pusat aktivitas sosial dan ekonomi dengan tingkat yang cukup tinggi. Di antara enam Provinsi di Pulau Jawa, Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat selama 7 tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan dengan posisi tertinggi ketiga dalam PDRB Pulau Jawa selain Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Gambar 1 Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 dipulau Jawa, 2004 - 2011 (Juta Rupiah)

Sumber: BPS 2012, diolah

Gambar 1menunjukkan bahwa berdasarkan tahun 2004 hingga tahun 2011 Provinsi Jawa Barat menempati posisi ketiga dengan jumlah PDRB terbesar terhadap PDB Indonesia.Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki potensi yang sangat tinggi dalam mencapai pembangunan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat diharapkan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi baik di tingkat nasional maupun daerah.

Peranan pembangunan daerah secara makro tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Persoalan yang muncul sebagai konsekuensi logis dari pembangunan daerah dalam era globalisasi adalah tingkat persaingan yang semakin tajam secara langsung diantara pemda Provinsi, baik di pasar domestik maupun internasional. Selain persoalan eksternal, di era otonomi daerah pemerintah Provinsi juga dihadapkan pada masalah internal. Secara kelembagaan, otonomi daerah memberikan tantangan perubahan peran atau

(13)

kewenangan Provinsi dalam penanaman modal setelah otonomi daerah yang tidak sebesar masa otonomi daerah (BKPM dan KPPOD 2008).

Salah satu teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkembang semenjak tahun 1950-an adalah teori ekonomi neo-klasik yang dikemukakan oleh Solow-Swan. Menurut Solow-Swan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja,akumulasi modal, dan tingkat kemajuan teknologi.

Investasi merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan ekonomi dalam bentuk akumulasi modal.Dalam Upaya membangun perekonomian baik pada tingkat nasional maupun regional, kegiatan investasi memiliki peran penting dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi. Peran investasi merupakan landasan kokoh bagi berlangsungnya pembangunan yang berkualitas dan berkelanjutan.

Dari berbagai studi iklim investasi dan daya saing daerah di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir, sebagian besar mengambil fokus pada level kabupaten atau kota. Dalam konteks kewenangan desentralisasi, hal itu bisa dipahami karena desain otonomi kita memang bertitik berat di kabupaten atau kota, dan sebagian besar faktor pengaruh bagi pembentukan iklim usahan ada di ranah tersebut. Namun, itu tak berarti potret iklim investasi di wilayah provinsi tak penting untuk dilihat, terutama dilihat berdasarkan sudut pandang pelaku usaha. Lingkungan usaha pada level provinsi tetap menentukan iklim usaha secara umum. Hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa alasan yang pertama adalaheconomies of scale. Fakta menunjukkan, batas wilayah pemerintahan tidak selalu jatuh berhimpitan dengan skala ekonomi dan kegiatan usaha. Terjadinya basis potensi ekonomi atau ruang gerak usaha melampaui batas yuridiksi kabupaten atau kota sehingga membutuhkan peran pemda provinsi yang memiliki kewenangan atas urusan lintas daerah. Kedua, regional specific. Para calon investor yang ingin memiliki usaha di kabupaten atau kota, bahkan di lokasi lebih terbatas, mencermati skala makro, yakni lingkungan regional dan pola kebijakan khusus yang berlaku secara keseluruhan di wilayah provinsi sebelum menentukan pilihan lokasi per lokasi investasi. Ketiga, externality impact, sebagai penentu kebijakan di tingkat kewilayahan (perencanaan, tata ruang, dan lain-lain), jangkauan dampak tentu memengaruhi pilihan kebijakan pemda kabupaten atau kota mengenai penanaman modal (BKPM dan KPPOD 2008).

Kuncoro (2004) mengatakan dalam kondisi persaingan daerah yang cukup tajam, pemerintah memiliki beban tugas yang harus dipikul yaitu menyiapkan daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menjadi wadah bagi pertumbuhan dan perkembangan investasi. Pemerintah daerah memiliki cara tersendiri dalam meningkatkan investasi daerahnya dengan pengetahuan akan keunggulan lebih di daerahnya.

Ada empat strategi untuk menarik investasi, orang, dan industri masuk ke dalam suatu daerah yaitu image marketing merupakan sejenis citra yang dimiliki orang terhadap suatu daerah, attraction marketing (daya tarik) merupakan alasan penting untuk wisatawan, investor, dan modal datang ke suatu tempat,

(14)

memasarkan orang seperti sikap masyarakat, orang-orang terkenal, pemimpin daerah, dan orang-orang kompeten atau wirausaha (Kuncoro 2004).

Ada beberapa hal yang sebenarnya berpengaruh dalam investasi. Investasi sendiri dipengaruhi oleh investasi asing dan domestik. Investasi yang terjadi di daerah terdiri dari investasi pemerintah dan investasi asing. Investasi dari sektor asing dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri (asing) (Rustiono 2008). Investasi dibagi kembali menjadi dua bagian yaitu berupa investasi asing (Penanaman Modal Asing) dan investasi domestik (Penanaman Modal Dalam Negeri).

Gambar 2Realisasi perkembangan PMDN Jawa Barat 2000-2012 (juta rupiah) Sumber: BKPM 2012, diolah

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat adanya fluktuasi realisasi PMDN pada provinsi Jawa Barat dari tahun 2000-2012.Realisasi perkembangan PMDN di provinsi Jawa Barat melalui data sepuluh tahunan mengalami trend yang cenderung meningkat. Hal ini didasarkan pada peningkatan pendapatan daerah yang diiringi dengan meningkatnya sektor pembangunan daerah sehingga menarik pada pihak swasta untuk menanamkan modal nya di provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2004 hingga 2007 cenderung mengalami peningkatan sebesar 121.85 persen lalu menurun pada tahun 2008 sebesar -57 persen. Sedangkan investasi PMDN tertinggi terdapat pada tahun 2010 dengan presentasi peningkatan investasi PMDN sebesar 166.59 persen dari tahun sebelumnya yang bernilai 5,926,662,000 juta rupiah menjadi 15,799,857,000 juta rupiah pada tahun 2010.

Pada awalnya pelaksanaan penanaman modal asing (PMA) sedikit mengalami kesulitan, karena masih banyak masyarakat yang memiliki pemikiran perebutan kekuasaan daerah oleh pihak swasta. Hal ini, dikhawatirkan pihak swasta yang ikut menanamkan modalnya akan mengeruk keuntungan di daerah tersebut. Penanaman modal asing(PMA) sekarang ini telah dirasakan manfaatnya karena secara tidak langsung akan meningkatkan penanaman modal di daerah. Pada jangka panjang, penanaman modal asing mampu meningkatkan tingkat keahlian pekerja lokal,guna meningkatkan keahlian dalam bidang yang dilakukan oleh investorasing. Penanaman modal asing mampu meningkatkan teknologi di daerah, terutama teknologi yang digunakan untuk pembangunan daerah.

-2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(15)

Gambar 3 Realisasi perkembangan PMA Jawa Barat 2000-2012 (ribu US$) Sumber: BKPM 2012, diolah

Gambar 3menunjukkan perkembangan realisasi PMA di provinsi Jawa Barat dari tahun 2000 hingga 2012 yang mengalami trendyang cenderung mengalami peningkatan sebesar 14.31 persen. Pada tahun 2004-2005 terjadi peningkatan PMA hingga mencapai 113.83 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berkisar peningkatan sebesar 7.71 persen pada tahun 2004 namun kembali mengalami penurunan pada tahun 2006 sebesar -36.50 persen dan tahun 2007 sebesar -21.35 persen. Investasi PMA tertinggi diraih oleh provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 dengan peningkatan investasi sebesar 126.91 persen yang bernilai 3,839,360,000 US$ dari tahun sebelumnya yang mengalami penurunan -8.01 persen yang bernilai 1,692,006 US$.Pertumbuhan realisasi PMDN selama 22 tahun terakhir rata-rata tumbuh sebesar 0.53 persen dengan jumlah proyek sebesar 1,672 sedangkan jumlah proyek PMA dari tahun ke tahun meningkat dengan rata-rata tumbuh sebesar 1.48 persen dengan jumlah proyek sebesar 4,718.

Investasi merupakan langkah awal dalam kegiatan ekonomi. Dinamika investasi, selanjutnya akan mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan yang ditabung dan diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari menyebabkan terjadinya akumulasi modal. Akumulasi modal tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk membuat pabrik baru, pengadaan mesin, peralatan, dan material guna meningkatkan stok modal produktif secara fisik suatu daerah dan memungkinkan tercapainya peningkatan output (Wijayanti dan Yusuf 2010).

Aspek pemerintah lain yang penting adalah terkait dengan ketersediaan tenaga kerja, fasilitas infrastruktur yang memadai, dan belanja modal. Teori pertumbuhan endogen (endogeneous growth theory) menjelaskan bahwa investasi modal fisik dan modal manusia berperan dalam menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui pengaruhnya dalam melakukan perubahan konsumsi atau pengeluaran untuk investasi publik dan penerimaan dari pajak. Kelompok teori ini juga menganggap bahwa keberadaan infrastruktur, hukum dan peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah, birokrasi, dan dasar tukar internasional sebagai faktor penting yang turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi (Ma’ruf dan Wihastuti 2008).

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

(r

ibu

US

$)

(16)

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam menyelenggarakan pembangunan ekonomi agar makin meningkat. Pada dasarnya tenaga kerja merupakan modal sumberdaya manusia untuk pertumbuhan dan perbaikan suatu wilayah. Partisipasi aktif dari masyarakat dalam perwujudan kuantitas dan kualitas pekerjanya dapat meningkatkan kesejahteraan wilayah tersebut. Peningkatan jumlah penduduk memberikan dampak positif dan negatif dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Peningkatan penduduk menyebabkan bertambahnya tingkat tenaga kerja, sedangkan peningkatan penduduk yang tidak sepadan dengan tingkat kesempatan kerja akan berakibat tingginya tingkat pengangguran yang tercipta.Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan.

Gambar 4 Jumlah tenaga kerja Provinsi Jawa Barat 1990-2011 (jiwa) Sumber: Statistik Indonesia 2012, diolah

Gambar 4menunjukkan perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat selama periode penelitian. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat adanya peningkatan tenaga kerja pada tahun 1990 hingga 2000 namun menurun pada tahun 2001 dan 2002 dengan penurunan 0.12 persen sejumlah 14,649,647 jiwa dan 0.07 persen sejumlah 13,750,448 jiwa dari nilai sebelumnya sebesar 16,350,426 jiwa dan kembali meningkat pada tahun 2003 hingga tahun 2011 dengan rata-rata laju peningkatan angkatan kerja 0.005 persen. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya tingkat tenaga kerja Provinsi Jawa Barat terhadap pertumbuhan ekonomi.

Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi diantaranya melalui kebijakan pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa yang akan mendorong peningkatan permintaan produksi dalam perekonomian (Kurniawan 2011). Pada peningkatan pendapatan daerah sebagai tolak ukur yang menentukan peningkatan pertumbuhan ekonomi juga tidak terlepas dari pengeluaran pemerintah. Tingginya tingkat penanaman modal di provinsi Jawa Barat menandakan bahwa masih relatif tingginya keinginan pihak asing untuk menanamkan modalnya di provinsi Jawa Barat. Selain pihak swasta yang memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, pemerintah pun memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan guna meningkatkan kekayaan daerah agar terus dinikmati oleh pihak swasta untuk berinvestasi. Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan porsi pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal. Untuk mendukung pemerintah dalam rangka meningkatan

(17)

produktivitas pendapatan daerah maka dilihat melalui berbagai jenis belanja yaitu belana aparatur, belanja publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, serta belanja tak tersangka. Peningkatan pembangunan daerah dapat dilihat dari belanja modal yang dilaksanakan untuk penunjang investasi daerah.

Gambar 5Perkembangan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal di Provinsi Jawa Barat

Sumber : BPS 2012, diolah

Gambar 5 menunjukkan besarnya belanja modal berdasarkan tahun penelitian yang cenderungberfluktuatif. Dengan peningkatan terbesar pada periode setelah krisis tahun 1999 sebesar 1,026,530.36 juta rupiahdan laju 0.66 persen dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya sebesar 617,871,33 juta rupiah. Hal ini disebabkan karena kenaikan pengeluaran pemerintah akibat guncangan besar seperti inflasi. Serupa dengan krisis pada tahun 1998, krisis tahun 2008 pun meningkatkan pengeluaran pemerintah pada tahun setelahnya yaitu tahun 2009 dengan nilai sebesar 726,481 juta rupiah dengan nilai pada tahun krisis sebesar 354,305 juta rupiah. Peningkatan laju belanja modal terlihat pada tahun 2009 dengan peningkatan laju sebesar 1.05 persen.

Salah satu hal yang turut membangun pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tertentu adalah sarana infrastruktur. Infrastruktur yang baik akan memudahkan tingkat perdagangan dan perekonomian di daerah tersebut. Infrastruktur membantu terbukanya akses yang lebar dalam memenuhi tuntutan kegiatan perekonomian guna meningkatkan pendapatan daerah. Perkembangan infrastruktur di setiap wilayah merupakan hal yang penting guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebagai contoh, tersedianya jalan akan sangat membantu berkembangnya kegiatan bisnis atau usaha masyarakat suatu wilayah seiring dengan semakin baiknya ketersediaan infrastruktur jalan yang merupakan akses ke wilayah tersebut.

Pada Gambar 6 terlihat perkembangan panjang jalan di Provinsi Jawa Barat sepanjang tahun 1990 hingga 2011 cenderung berfluktuatif. Hal ini dikarenakan banyaknya kondisi jalan yang kurang baik sehingga menurukan jumlah panjang jalan beraspal dan meningkatkan jumlah panjang jalan kerikil. Pada tahun 1996 dan 2008 mengalami peningkatan panjang jalan masing-masing memiliki sebesar 23,047.96 km dan 23,017.69 km.

(18)

-Gambar 6 Panjang jalan Provinsi Jawa Barat tahun 1990-2011 (Km) Sumber: BPS 2012, diolah

Perumusan Masalah

Agar terjadi pembangunan ekonomi maka diperlukan syarat perlu dan syarat cukup adanya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai syarat perlu dalam pembangunan jika pertumbuhan ekonomi benar-benar secara fisik telah terjadi, sedangkan pertumbuhan ekonomi sebagai syarat cukup jika telah terjadi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas perkembangan ekonomi, sehingga pertambahan output agregat berarti pula pertambahan pendapatan yang semakin baik. Pertumbuhan ekonomi hanya merupakan salah satu aspek dari pembangunan ekonomi, karena aspek lain seperti pemerataan dan stabilitas juga merupakan dua aspek yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi (Prasetyo 2009).

Beberapa hal penting terkait tata kelola ekonomi adalah peningkatan daya saing melalui perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan pembangunan industri di berbagai koridor ekonomi, dan penciptaan kesempatan kerja. Langkah-langkah terobosan telah dilakukan dimana salah satunya penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Ditetapkannya delapan program utama dan 22 kegiatan ekonomi utama, dan ditetapkannya enam koridor ekonomi sebagai pusat pertumbuhan yang diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi di seluruh wilayah Nusantara. Dengan demikian, para pelaku ekonomi dapat memilih bidang usahanya secara jelas sesuai dengan minat maupun keunggulan potensi wilayahnya.

Kondisi perkembangan investasi dan pelayanan penanaman modal di provinsi Jawa Barat masih memiliki peringkat cukup rendah yaitu peringkat 15 pada pemeringkatan yang dilakukan KPPOD dan BKPM. Pada komponen indeks infrastruktur, indeks tenaga kerja, indeks pelayanan penanaman modal memiliki nilai cukup rendah sehingga indeks keseluruhan iklim investasi daerah masih menempati peringkat cukup rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Urutan komponen pemeringkatan berdasarkan KPPOD dan BKPM Provinsi Jawa Barat disajikan dalam Tabel 1.

(19)

Tabel 1. Urutan komponen indeks pemeringkatan investasi Provinsi Jawa Barat 2008

Komponen Urutan

Indeks Keseluruhan Iklim Investasi Daerah 15

Indeks Pelayanan Penanaman Modal 23

Indeks Promosi Investasi Daerah 08

Indeks Komitmen Pemprov dalam Mengembangan Dunia Usaha 15

Indeks Infrastruktur 14

Indeks Akses Lahan Usaha 26

Indeks Tenaga Kerja 25

Kondisi Keamanan Usaha 06

Kinerja Ekonomi Daerah 09

Sumber: KPPOD dan BKPM 2008, diolah

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu akumulasi modal, tenaga kerja, dan teknologi. Penelitian yang dilakukan KPPOD dengan BKPM mendapatkan Jawa Barat dengan peringkat 15 berdasarkan segi investasi total masih lebih rendah nilainya terutama dilihat pada potensi daerah, infrastruktur, tenaga kerja, pelayanan penanaman modal, dan akses lahan usaha. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk melihat pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik permasalahan dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:

1. Bagaimana kondisi umum pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat? 2. Bagaimana pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap

pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat?

Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan sehingga terdapat beberapa tujuan dalam penelitian kali ini, yaitu:

1. Mendeskripsikan kondisi umum pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat Tahun 1990-2011

2. Menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat Tahun 1990-2011

Manfaat Penelitian

(20)

sebagai bahan acuan untuk perkembangan pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat.

Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan, maka di penelitian ini dapat dikemukakan beberapa hipotesis sebagai berikut:

1. Investasi diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Adanya pertumbuhan investasi yang meningkat secara langsung dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat.

2. Tenaga kerja diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk yang tinggi tersedia angkatan kerja yang memadai sehingga meningkatkan pendapatan daerah.

3. Infrastruktur diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa barat. Infrastruktur jalan merupakan faktor utama roda perekonomian. Semakin memadai suatu infrastruktur di daerah tertentu semakin tinggi pula pendapatan yang dapat diterima. 4. Pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Belanja modal merupakan bentuk investasi yang berupa capital expenditure sebagai belanja atau pengeluaran yang memberi manfaat lebih dari satu tahun sehingga peningkatan belanja modal akan menjadi sumber-sumber penerimaan daerah.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat. Analisis data yang digunakan merupakan data tahunan dari tahun 1990-2011. Data yang diperlukan dalam model penelitian kali ini yaitu PDRB provinsi Jawa Barat dalam harga konstan 2000, pertambahan realisasi Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA), Pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal, dan panjang jalan yang merupakan proxy dari Infrastruktur.

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran kuantitatif atas perkembangan suatu perekonomian dalam suatu waktu tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pendapatan nasional adalah nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam suatu negara pada tahun tertentu dan secara konsepsial nilai yang disebut Produk Domestik Bruto (PDB) (Sukirno 2006).

(21)

bergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal (Badrudin 2012).

Menurut Solow (1956) mengemukakan suatu model pertumbuhan seperti yang diuraikan dibawah ini.

...(1) Fungsi produksi ini menunjukkan bahwa output nasional adalah fungsi dari input-input yang digunakan dalam proses produksi, yang dalam hal ini diasumsikan terdiri dari faktor modal (K) dan faktor tenaga kerja (L). Fungsi ini bersifat agregat karena menghubungkan antara total ekonomi dengan jumlah keluaran total dua faktor utama yang digunakan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa produktivitas marginal

(marginal productivity) setiap faktor produksi yang bersifat constan return to scale yng dinyatakan secara matematis:

...(2)

dimana X adalah notasi untuk setiap faktor produksi K dan L. Disini terlihat bahwa kedua faktor produksi yaitu modal dan tenaga kerja adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya produksi output. Teori pertumbuhan Neo-Klasik dikembangkan oleh dua penulis Amerika, yaitu Charles Cobb dan Paul Douglass, yang sekarang dikenal dengan fungsi produksi Cobb-Douglass. Menurut teori pertumbuhan Neo-Klasik, laju tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai suatu negara tergantung kepada tingkat perkembangan teknologi, peranan modal dalam menciptakan pendapatan negara, dan peranan tenaga kerja (Sukirno 2006).

Investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan asing dalam negeri, tapi juga investor asing. Penggairahan iklim investasi di Indonesia disempurnakan dengan UU No. 11/Tahun 1970 tentang PMA dan UU No.12/Tahun 1970 tentang PMDN (Dumairy 1996).

Jenis investasi dapat dibedakan atas public investment dan private investment, domestic investment dan foreign investment, gross investment dan net investment. Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan sifatnya resmi. Sedangkan private investment adalah investasi yang dilaksanakan oleh pihak asing. Perbedaan antara investasi pemerintah dan investasi asing adalah, bahwa dalam investasi asing keuntungan menjadi prioritas utama, sedangkan investasi pemerintah adalah untuk melayani dan menciptakan kesejahteraam bagi rakyat banyak. Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing.

Gross investment adalah total seluruh investasi yang dilaksanakan pada suatu waktu, baik itu autonomous maupun induced atau private maupun public. Sedangkan net investment adalah selisih antara investasi bruto dan penyusutan (Sitompul 2007).

(22)

menyebabkan pasar untuk barang dan jasa yang diciptakan sektor produktif menjadi sangat terbatas. Ini tidak merangsang para pengusaha untuk menanamkan modal. Karena pasar merupakan faktor terpenting yang akan membatasi penanaman modal, maka dalam menyusun kebijakan dan program pembangunan adalah tingkat produktivitas. Dengan demikian, pembangunan seimbang akan menjadi perangsang untuk memperluas permintaan terhadap modal dan menciptakan perangsang untuk mengadakan lebih banyak penanaman modal. Todaro mengemukakan investasi memainkan peran penting dalam menggerakkan kehidupan ekonomi bangsa, karena pembentukan modal memperbesar kapasitas produksi, menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja baru, dalam hal ini akan memperluas kesempatan kerja.

Menurut UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun memenuhi kebutuhan masyarakat.

Rustiono (2008) mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari pembangunan ekonominya. Pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.

Penanaman modal publik telah memiliki porsi yang relatif besar terhadap pengeluaran pemerintah, pemerintah pusat, dan pemerintah lokal. Telah terjadi kesepakatan bersama mengenai potensi keuntungan dari investasi modal publik untuk meningkatkan produktivias input lain dan pertumbuhan regional. Sehingga modal publik mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Terdapat tiga macam cara yang berbeda yang menyatakan infrastruktur dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pertama, infrastruktur dapat bereaksi langsung ke dalam fungsi produksi suatu perusahaan. Sebagai contoh, ketika layanan yang menyediakan infrastruktur publik dapat langsung mempercepat pertumbuhan produktivitas suatu perusahaan. Kedua, infrastruktur publik juga dapat membuat input lainnya seperti tenaga kerja dan modal asing menjadi lebih produktif. Dalam hal ini, input yang lain (modal atau tenaga kerja) adalah fungsi dari modal publik sehingga infrastruktur publik tersebut melengkapi modal atau tenaga kerja. Ketiga, infrastruktur publik dapat menarik pendapatan dari daerah lain. Oleh karena itu dalam hal ini, infrastruktur publik mempengaruhi output ekonomi dengan meningkatkan investasi dari faktor lainnya seperti tenaga kerja dan modal asing (Kim 2006)

(23)

merangsang kegiatan ekonomi, mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan daya saing, serta memberikan kesempatan pekerjaan (Sahoo2010).

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Ketentuan Pasal 52, belanja modal adalah barang atau jasa yang dianggarkan pada pengeluaran APBD yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan atau pembangunan aset tersebut siap digunakan (Badrudin 2012).

Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan dari pendapatan nasional yang terjadi dari tahun ke tahun. Sementara itu pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen dari pendapatan nasional. Maka dalam upaya melihat peranan pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi, maka dilihat dari pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional (Salhab dan Soedjono 2010).

Teori pertumbuhan endogen (endogeneous growth theory) menjelaskan bahwa investasi modal fisik dan modal manusia berperan dalam menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui pengaruhnya dalam melakukan perubahan konsumsi atau pengeluaran untuk investasi publik dan penerimaan dari pajak. Kelompok teori ini juga menganggap bahwa keberadaan infrastruktur, hukum dan peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah, birokrasi, dan dasar tukar internasional sebagai faktor penting yang turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah sebagai salah satu instrumen penting kebijakan fiskal diharapkan mampu mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Ma’ruf dan Wihastuti 2008).

Teori Rostow dan Musgrave menghubungkan antara pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dengan tahap-tahap dalam pembangunan ekonomi yakni tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Teori lainnya yang membahas tentang pengeluaran pemerintah yaitu teori Peacock dan Wiseman yang mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku perkembangan. pengeluaran pemerintah. Perkembangan ekonomi mengakibatkan kenaikan jumlah pungutan pajak meskipun tarifnya tidak berubah. Kenaikan penerimaan pemerintah ini juga akan mengakibatkan jumlah pengeluaran pemerintah naik (Chandra 2012).

PENELITIAN TERDAHULU

(24)

Dengan variabel private investment, public investment, tenaga kerja, infrastruktur, dan pengeluaran pemerintah. Pengembangan infrastruktur di China memiliki kontribusi positif dibandingkan dengan public investment dan private investment.

Penelitian sebelumnya yang menganalisis alokasi belanja modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat menyimpulkan DAK, penerimaan pembiayaan, angkatan kerja, jumlah penduduk, pendidikan penduduk usia kerja, belanja pegawai berpengaruh signifikan. Sedangkan belanja modal, PAD pendidikan dasar memiliki nilai positif namun tidak signifikan.Alexiou (2009) menyimpulkan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh belanja modal pemerintah, belanja konsumsi pemerintah, investasi, tenaga kerja, perdagangan bebas serta bantuan luar negeri. Sodik (2007) meneliti pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi regional dengan studi kasus data panel di indonesia. Variabel yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pengeluaran pemerintah, investasi pemerintah, tenaga kerja, dan keterbukaan perdagangan. Variabel investasi asing didapat hasil tidak memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Canning (1999) menganalisis kontribusi infrastruktur terhadap agregat output menyimpulkan efek infrastruktur telepon memiliki dampak positifdan signifikan sedangkan panjang jalan diperoleh hasil negatif dan signifikan.

Beberapa penelitian menggunakan pendekatan panel data, persamaan simultan, dan regresi berganda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur. Metode yang digunakan adalah OLS, sehingga dapat melihat besaran pengaruh suatu variabel dalam memengaruhi variabel lain. Secara ringkas dalam Tabel disajikan penelitian-penelitian sejenis yang menjadi referensi dalam penelitian ini.

Tabel2. Penelitian terdahulu

Judul dan peneliti Variabel Metode Hasil

(25)

(Lanjutan Tabel 2)

Judul dan peneliti Variabel Metode Hasil

2. Goverment - Angkatan kerja ditemukan

tidak signifikan

OLS - Variabel berpengaruh

(26)

(Lanjutan Tabel 2)

Judul dan peneliti Variabel Metode Hasil

6. Infrastructure’s

- Efek infrastruktur lebih besar dari human capital, karena sampel sizenya terlalu kecil

- Hasilnya hampir sama dari dua grup negara tsb - Telepon memiliki dampak

yang positif dan signifikan

(27)

dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja. Hal ini didasari oleh peningkatan investasi baik dalam negeri maupun yang berasal dari asing.

Dari sisi penawaran, tenaga kerja, investasi, dan infrastruktur merupakan faktor pendorong bagi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi laju PDRB Provinsi Jawa Barat antara lain tenaga kerja, investasi, dan infrastruktur sehingga didapat rekomendasi kebijakan yang sesuai agar terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Analisis tersebut dilakukan dengan metode OLS

(Ordinary Least Square).

Keterangan: bukan merupakan variabel yang akan diteliti

Gambar 7 Kerangka Pemikiran

Peningkatan Agregat Output di Provinsi Jawa Barat

Keadaan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat

Tenaga Kerja Kapital Teknologi

Pengeluaran Pemerintah Untuk Pembentukan Modal Infrastruktur

Investasi

Infrastruktur Sosial Infrastruktur

Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi

(28)

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam data penelitian kali ini menggunakan data sekunder time series tahunan periode 1990-2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi Jawa Barat, Panjang Jalan (Km), investasi yang diteliti adalah dalam bentuk penanaman modal yaitu Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA), Perkembangan Realisasi Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN), tenaga kerja, (AK) dan Pengeluaran Pemerintah dalam bentuk belanja modal (EXPD). Sumber-sumber tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), selain itu sumber data dan literatur yang digunakan berasal dari penelusuran internet dan literatur terkait.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda. Teknik estimasi variabel dependen yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat diketahui pengaruh dari investasi, tenaga kerja, dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Barat. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel 2007, Minitab 16, dan Eviews 6.

Analisis regresi berganda pada dasarnya adalah studi ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata-rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati 2003).

Model Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian mengacu pada teori pendekatan Neo-Klasik Solow-Swan didasarkan pada fungsi produksi yang sudah dikenal, yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja yang dituliskan pada persamaan berikut:

dimana:

Y : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) K : Pembentukan Modal

L : Tenaga Kerja

Berdasarkan penelitian Guseh (1997), Alexiou (2009), Cooray (2009), dan Sahoo, et al. (2010) pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal (G) dapat dimasukkan sebagai variabel independen dan dirumuskan sebagai:

(29)

Perumusan model yang digunakan berdasarkan pada model umum pertumbuhan ekonomi dengan elaborasi yang mengacu pada model dalam penelitian Alexiou (2009), Candra (2012), Rustiono (2008), dan Sahoo, et al. (2010). Model yang digunakan untuk menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, pengeluaran pemerintah, dan infrastruktur di provinsi Jawa Barat adalah:

PDRBt =f(AKt, EXPDt, PMAt, PMDNt, RDt)

Dalam penelitian ini, model pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:

: Logaritma Natural untuk Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (persen)

: Logaritma Natural untuk Jumlah Angkatan Kerja yang Bekerja (persen)

: Logaritma Natural untuk Pengeluaran Pemerintah dalam bentuk Belanja Modal (persen)

: Logaritma Natural untuk Realisasi Penanaman Modal Asing (persen)

: Logaritma Natural untuk Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (persen)

: Logaritma Natural untuk Panjang Jalan (persen)

: Nilai Koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas : Konstanta

: Kesalahan Pengganggu (error)

Definisi Operasional Variabel

Analisis regresi berganda pada dasarnya adalah studi ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata-rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati 2003). Adapun variabel memiliki definisi operasional variabel sebagai berikut:

(30)

dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik provinsi Jawa Barat. Satuan harga yang digunakan adalah jutaan rupiah.

2. Tenaga kerja merupakan tenaga kerja di provinsi Jawa Barat. Satuan yang digunakan menggunakan satuan jiwa.

3. Pengeluaran Pemerintah adalah pengeluaran pemerintah yang dilakukan guna meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Pengeluaran pemerintah yang diambil merupakan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal karena pengeluaran tersebut merupakan salah satu proxy dari kapital. Satuan yang digunakan dalam pengeluaran pemerintah untuk belanja modal adalah jutaan rupiah.

4. Penanaman Modal Asing(PMA) merupakan salah satu proxy dari kapital, sehingga digunakan dalam penelitian kali ini. Diduga semakin tinggi tingkat PMA di provinsi Jawa Barat akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Variabel yang digunakan dalam PMA ini menggunakan realisasi nilai penanaman modal asing. Satuan harga yang digunakan adalah jutaan rupiah.

5. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan salah satu proxy

dari kapital, sehingga digunakan dalam penelitian kali ini. Penanaman modal dalam negeri yang semakin tinggi diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan nilai kekayaan di daerah tersebut. Variabel yang digunakan dalam penelitian kali ini merupakan realisasi nilai penanaman modal dalam negeri. Satuan harga yang digunakan adalah jutaan rupiah.

6. Panjang Jalan merupakan salah satu proxy dari infrastruktur. Infrastruktur itu sendiri terbagi atas infrastruktur ekonomi dan sosial yang terbagi kembali atas panjang jalan dan listrik atas infrastruktur ekonomi dan kesehatan serta pendidikan untuk infrastruktur sosial. Pada penelitian kali ini peneliti tidak memasukkan infrastruktur sosial dikarenakan bukan satuan yang dapat dihitung. Sehingga penelitian kali ini membahas infrastruktur dalam proxy panjang jalan yang diduga dengan meningkatnya infrastruktur fisik dalam bentuk panjang jalan dapat meningkatkan perekonomian. Satuan yang dipakai dalam panjang jalan merupakan satuan jarak Km.

Pengujian Asumsi Klasik

Istilah regresi dikemukakan untuk pertama kali oleh Francis Galton mengatakan bahwa analisis regresi diartikan sebagai suatu analisis tentang ketergantungan suatu variabel terhadap variabel lain (yaitu variabel bebas) dalam rangka membuat estimasi atau prediksi dari nilai rata-rata variabel tergantung dengan diketahuinya nilai variabel bebas (Lains 2003).

(31)

terbaik (best linear unbiased estimators atau BLUE). Penaksir OLS mempunyai sifat:

1. dan merupakan penaksir linear; dalam hal ini kedua penaksir tersebut merupakan fungsi linear dari variabel acak .

2. Kedua penaksir tersebut tidak bias; dalam hal ini, dan . Oleh karena itu, dalam penerapan yang dilakukan secara berulang-ulang, secara rata-rata dan akan tepatsama dengan masing-masing nilai dan .

3. ̂ ; dalam hal ini, varians kesalahan dari penaksir OLS tidak bias. Dalam penerapan yang dilakukan secara berulang-ulang, secara nilai taksiran dari varians kesalahan akan tepat sama dengan nilai varians yang sebenarnya.

4. merupakan penaksir yang efisien; dalam hal ini, lebih kecil daripada varians penaksir tak bias linear lainnya untuk , dan lebih kecil daripada varians penaksir tak bias linear lainnya untuk . Oleh karena itu, kita akan mampu menaksir dan yang sebenarnya secara lebih tepat jika kita menggunakan OLS ketimbang metode lainnya yang juga memberikan penaksir tak bias linear dari parameter yang sebenarnya.

Pengujian Statistik Analisis Regresi

Uji Koefisien Determinan ( )

Koefisien determinasi ( ) dapat mengukur ukuran kesesuaian (goodness of fit) secara keseluruhan dari suatu model, yang menunjukkan seberapa cocok garis regresi yang ditaksir terhadap nilai Y yang sebenarnya (Gujarati 2007). dihitung untuk menjelaskan berapa persen keragaman Y dapat dijelaskan oleh model tersebut. Nilai berkisar dari nol sampai satu ( 0 ≤ ≤ 1 ). Sehingga garis regresi yang mendekati satu dapat meramalkan Y mendekati sempurna. Sedangkan jika bernilai berarti tidak ada hubungan antara X dan Y atau model yang terbentuk tidak tepat untuk meramalkan Y.

Uji F-statistik

Uji F digunakan untuk menguji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersama-sama. Jika model signifikan dapat menjelaskan atau memprediksi keragaman variabel dependent (Y). Pengujian ini menggunakan hipotesa sebagai berikut:

H0 : b1=b2=....=bn=0

H1: minimal ada b yang ≠ 0 (ada pengaruh)

Untuk H0=0 berarti tidak memiliki pengaruh, sedangkan H1 memiliki

pengaruh. Tolak H0 jika Fhit> Fα (k,n-k-1) dengan kata lain paling tidak terdapat satu

(32)

variabel bebas yang signifikan dan berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

Uji t-statistik

Hartawatie (2012) mengemukakan bahwa jika dalam uji-F disimpulkan bahwa suatu model signifikan dapat menjelaskan keragaman Y maka akan dilanjutkan dengan uji-t. Uji-t atau uji parsial berguna untuk mengidentifikasi faktor-faktor mana saja yang dapat menjelaskan atau berpengaruh nyata terhadap Y. Uji-t berkaitan dengan masing-masing koefisien model regresi.

Terima H0, jika | thitung | < ttabel, artinya secara statistik belum dapat

dibuktikan bahwa faktor ke-n berpengaruh nyata terhadap Y. Terima H1 (tolak

H0), jika | thitung | > ttabel, artinya secara statistik dapat dibuktikan bahwa faktor ke-n

berpengaruh nyata terhadap Y.

Uji Ekonometrik

Multikolinieritas

Multikolinieritas atau kolinearitas ganda menunjukan adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua varibael yang menjelaskan dari model regresi. (Kusumaningrum 2007) mengemukakan adanya indikasi adanya multikolinieritas adalah sebagai berikut:

1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan.

2. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang nyata.

3. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (rij tinggi).

4. R2 lebih kecil dari rij2 menunjukkan adanya masalah multikolinieritas.

Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi di antara anggota observasi yang diurut berdasarkan waktu (time series) atau ruang (cross section). Dapat dikatakatan pula korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi error masa yang lalu dan error masa sekarang. Uji autokorelasi yang dilakukan di software Eviews 6 dapat dilihat dari nilai Durbin Watson (Uji-DW) untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistiknya dengan DW-tabelnya.

Heteroskedastisitas

(33)

berubahnya nilai variabel bebas. Variabel disturbansi dapat pula menjadi nonrandom jika kita gagal menspesifikasikan model yang benar sehingga beberapa variabel tergantung terabaikan dan tidak masuk ke dalam model (Lains 2003).

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat error term berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dapat dilihat melalui Jarque-Bera Test (J-B)atau melihat plot sisaan yang pengujiannya pada error term yang harus terdistribusi secara normal. Kriteria uji yang digunakan adalah:

a. Jika nilai probabilitas pada (J-B) > taraf nyata α, maka error term dalam model yang digunakan berdistribusi secara normal.

b. Jika nilai probabilitas pada (J-B) < taraf nyata α, maka error term dalam model yang digunakan tidak terdistribusi secara normal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5050’ – 7050’ lintang selatan dan 104048’-108048’ bujur timur, dengan batas wilayah: sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta; sebelah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten. Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi pertama dibentuk di wilayah Indonesia. Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No. 11 tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia.

Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas 3,701,061.32 hektar dan garis pantai sepanjang 755,829 Km. Daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9.5 persen dari total luas wilayah Jawa Barat) terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1,500 m di atas permukaan laut (dpl); wilayah lereng bukit yang landai (36.48 persen) terletak di bagian tengah dengan ketinggian 10-1,500 m dpl. Tutupan lahan terluas di Jawa Barat berupa kebun campuran (22.89 persen dari luas wilayah Jawa Barat), sawah (20.27 persen), dan perkebunan (17.41 persen). Sementara itu hutan primer dan hutan sekunder di Jawa Barat hanya 15.93 persen dari seluruh luas wilayah Jawa Barat.

(34)

Kab. Purwakarta, Kab. Subang, Kab. Karawang, Kab. Bekasi, dan Kota Bekasi. Wilayah III Cirebon meliputi kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka, dan Kab. Kuningan. Wilayah IV Priangan meliputi Kab. Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Bandung Barat, Kab, Sumedang, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab, Ciamis, dan Kota Banjar.

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

Kondisi Perekonomian Jawa Barat

Keberhasilan Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari adanya pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas harga berlaku maupun harga konstan. Pengukuran laju pertumbuhan ekonomi lebih baik digunakan berdasarkan harga konstan karena pengaruh naik turunnya tingkat harga setiap tahun atau tingkat inflasi dapat dihilangkan sehingga perhitungannya menjadi lebih riil. Data laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3 yang ditunjukkan oleh BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 3.Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 1990 s/d 2011 (dalam persen) Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi

1990 9.45 2001 4.76

1991 6.89 2002 3.94

1992 7.23 2003 4.84

1993 8.01 2004 5.16

1994 7.04 2005 5.47

1995 7.90 2006 6.01

1996 8.34 2007 6.48

1997 5.05 2008 6.21

1998 -18.74 2009 4.19

1999 3.42 2010 6.20

2000 4.15 2011 6.60

Rata-rata 4.94

Sumber: BPS 2012, diolah

Tabel 2 memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun penelitian ekonomi tidak begitu fluktuatif. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tahun pengamatan memiliki rata-rata nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 4.94 persen dengan pertumbuhan paling rendah terjadi pada masa krisis tahun 1998 sebesar -18.74.

Kondisi Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat

(35)

pertambahan angkatan kerja. Tenaga kerja merupakan suatu faktor produksi yang mampu meningkatkan faktor produksi seperti mengolah tanah, memanfaatkan modal sehingga perusahaan memandang tenaga kerja sebagai suatu investasi.

Terdapat dua faktor yang memengaruhi keadaan ketenagakerjaan, yaitu faktor penerimaan dan penawaran. Faktor permintaan dipengaruhi oleh dinamika pembangunan ekonomi, sedangkan faktor penawaran dipengaruhi oleh perubahan struktur umur penduduk. Pembangunan ekonomi yang semakin meningkat juga akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga akan memengaruhi ketersediaan tenaga kerja di suatu daerah. Pertumbuhan industri di perkotaan menjadi salah satu daya tarik tenaga kerja dari berbagai daerah, termasuk pedesaan untuk menjadi pekerja di sektor industri (Sitompul 2007). Perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Barat, 2001-2011

Tahun Tenaga

Jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat menunjukkan peningkatan setiap tahun, kecuali tahun 2002 dan 2004. Rata-rata peningkatan jumlah tenaga kerja adalah 0.67. Selanjutnya jumlah angkatan kerja menunjukkan peningkatan setiap tahun dengan rata-rata peningkatan jumlah angkatan kerja adalah 0.97 persen. Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan tenaga kerja dengan rata-rata 0.72 persen. Penurunan jumlah tenaga kerja pada tahun 2002 dan 2004 merupakan dampak dari terjadinya krisis di Indonesia, sehingga menyebabkan situasi perekonomian masih sulit khususnya di Provinsi Jawa Barat.

Kondisi Investasi di Provinsi Jawa Barat

(36)

tersebut.Invetasi pada umumnya dibedakan berdasarkan sumber modal, yaitu PMDN (penanaman modal dalam negeri) dan PMA (penanaman modal asing). Investasi ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena selain menyerap tenaga kerja juga memberikan peningkatan pendapatan kepada daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tabel 5. Perkembangan investasi di Jawa Barat 1990-2011 (jutaan rupiah)

Tahun PMDN Laju (%) PMA Laju (%)

1990 482,730.90 - 161,370.74 - 1991 579,148.90 19.97 327,121.68 102.71 1992 1,240,155.80 114.13 517,523.85 58.21 1993 4,034,326.70 225.31 8,259,607.53 1,495.99 1994 4,125,531.80 2.26 2,078,976.71 (74.83) 1995 2,900,620.10 (29.69) 2,680,725.44 28.94 1996 3,102,422.00 6.96 27,521,287.40 926.64 1997 6,848,927.10 120.76 3,398,358.04 (87.65) 1998 4,076,866.70 (40.47) 16,305,456.89 379.80 1999 3,096,458.80 (24.05) 12,469,338.16 (23.53) 2000 4,732,038.20 52.82 17,441,007.56 39.87 2001 1,331,051.90 (71.87) 6,002,371.51 (65.58) 2002 8,021,465.70 502.64 10,648,365.38 77.40 2003 2,517,762.00 (68.61) 9,511,043.35 (10.68) 2004 3,027,163.50 20.23 10,676,654.51 12.26 2005 3,483,011.50 15.06 24,786,373.13 132.15 2006 5,320,965.20 52.77 14,854,574.27 (40.07) 2007 11,805,068.40 121.86 11,660,297.08 (21.50) 2008 5,075,016.60 (57.01) 23,923,281.47 105.17 2009 5,926,662.00 16.78 19,112,185.09 (20.11) 2010 15,799,857.10 166.59 15,381,065.92 (19.52) 2011 11,194,259.00 (29.15) 33,672,847.41 118.92

Rata-Rata 53.20 148.31

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal daerah Jawa Barat, diolah

(37)

pemerintah daerah di bidang investasi telah kondusif dalam rangka mencapai peningkatan investasi daerah.

Kondisi Pengeluaran Pemerintah di Provinsi Jawa Barat

Menurut Halim (2008) belanja modal merupakan bentuk investasi yang berupa capital expenditure sebagai belanja atau biaya atau pengeluaran yang memberi manfaat lebih dari satu tahun. Proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal terhadap PDRB Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.Proporsi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal terhadap PDRB Jawa Barat tahun 1990-2011 (jutaan rupiah)

Tahun PDRB Pengeluaran Pemerintah

untuk Belanja Modal G/PDRB

1990 124,520,890 44,093.48 0.03541

1991 136,288,120 108,759.97 0.07980

1992 145,678,370 175,967.11 0.12079

1993 156,210,910 153,365.82 0.09818

1994 168,723,410 275,115.83 0.16306

1995 180,601,530 139,386.75 0.07718

1996 194,869,060 317,592.42 0.16298

1997 211,121,140 475,998.29 0.22546

1998 221,803,860 617,871.33 0.27857

1999 180,237,820 1,026,530.36 0.56954

2000 186,401,950 408,305.38 0.21905

2001 194,137,640 852,197.61 0.43897

2002 203,378,590 1,044,593.22 0.51362

2003 211,391,590 413,290.00 0.19551

2004 221,628,170 277,489.00 0.12520

2005 233,057,690 335,096.00 0.14378

2006 245,798,060 371,826.00 0.15127

2007 257,499,446 360,690.00 0.14007

2008 274,180,300 354,305.00 0.12922

2009 291,205,800 726,481.00 0.24947

2010 303,405,200 1,055,536.00 0.34790

2011 322,223,800 718,650.00 0.22303

Rata-Rata 0.21309

Sumber: BPS 2012, diolah

(38)

meningkatkan permintaan agregat. Hal ini dikarenakan masih tingginya pengeluaran pemerintah untuk belanja rutin seperti pemberian gaji pegawai yang cukup tinggi nilainya dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal.

Kondisi Panjang Jalan di Provinsi Jawa Barat

Infrastruktur merupakan salah satu pendorong pembangunan suatu wilayah. Jika keadaan infrastruktur masih belum mengalami perbaikan yang signifikan dan bahkan cenderung mengalami kemunduran maka hal ini akan mengakibatkan rendahnya daya saing dan daya tarik investor swasta untuk menanamkan modalnya di indonesia.

Tabel 6. Laju perkembangan panjang jalan Provinsi Jawa Barat

Tahun Panjang

(39)

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa Barat

Pada penelitian kali ini, variabel yang diteliti merupakan tenaga kerja, penanaman modal asing, penanaman modal dalam negeri, pengeluaran pemerintah untuk belanja modal, dan panjang jalan. Sebelum melakukan estimasi model, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik pada model.

Pada penelitian kali ini dilihat uji multikolinieritas yang merupakan suatu keadaan dimana terjadinya satu atau dua variabel bebas yang berkorelasi dengan variabel lainnya. Masalah multikolinier dapat dilihat melalui Correlation Matrix

yaitu korelasi antara variabel-variabel independen yang menyusun model. Suatu model dikatakan terbebas dari masalah apabila korelasi antar variabel-variabelnya tidak lebih dari 0.8 dalam Tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat variabel yang melebihi 0.8 yaitu sebesar 0.89 yang berarti terdapat multikolinieritas, namun hal ini dapat diabaikan dengan uji Klien jika nilai R-squared keseluruhan lebih besar dari nilai korelasi antara variabel tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan ini terbebas dari multikolinieritas. Uji multikolinieritas pun dapat digunakan dengan melihat hasil VIF, yang apabila VIF bernilai kurang dari sepuluh maka tidak terdapat masalah multikolinieritas.

Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan Jarque-Bera Test. Hasil uji didapat nilai probabilitas (P-value) yaitu sebesar 0.234616 sedangkan taraf nyata

bernilai α = 0.05. Hasil uji pada Jarque-Bera Test didapat nilai 2.899606

sedangkan taraf nyata bernilai α = 0.05.Oleh karena nilai (P-value) >α maka error term menyebar normal.

Heteroskedatisitas merupakan gejala yang terjadi dalam model regresi linier jika variannya berbeda-beda atau bervariasi. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Breusch-Pagan-Godfrey Test. hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa persamaan fungsi pada penelitian ini tidak mengandung gejala heteroskedastisitas. Pada persamaan didapat nilai Prob. Chi Square sebesar 0.1207 lebih besar dari nilai α = 0.05. Dengan nilai hasil dapat ditanyakan dalam penelitian kali ini telah homoskedastisitas.

Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi error masa yang lalu dan error masa sekarang. Pengujian adanya permasalahan dalam pengolahan data autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation Test dengan hasil didapat

Prob-Chi Squared sebesar 0.8561 yang lebih besar dari nilai α = 0.05, sehingga pada persamaan kali ini tidak terdapat gejala autokorelasi.

Dari pengujian hasil kriteria ekonometrika pada model tersebut yang telah dilakukan maka hasil estimasi yang didapat tidak terdapat masalah dalam pemodelan ekonometrika. Persamaan hasil estimasi dapat dilihat pada dapatTabel 7.

Gambar

Gambar 2Realisasi perkembangan PMDN Jawa Barat 2000-2012 (juta rupiah)
Gambar 3 Realisasi perkembangan PMA Jawa Barat 2000-2012 (ribu US$)
Gambar 5Perkembangan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal di
Gambar 6 Panjang jalan Provinsi Jawa Barat tahun 1990-2011 (Km)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Spesifikasi kebutuhan sistem, yaitu melakukan perincian mengenai apa saja yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem dan membuat perencanaan yang berkaitan dengan proyek

Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh secara signifikan dan positif, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya pengaruh efektivitas pelayanan

Sumber data yang dipergunakan adalahdata sekunder, yaitu data yang telah jadi berupa laporan keuangan, dokumen yang berasal dari koperasi Credit Union Pancuran

Dengan itu, dapatan kajian ini diharapkan dapat membantu penyelidik sendiri serta pelbagai pihak untuk menyelami dan memahami dengan lebih baik berapakah masa yang harus

Di desa sepulu ini telah terjadi pernikahan yang tidak wajar antara seorang bapak tiri dengan anak tirinya yakni si Fulan dengan si Farah, sebenarnya ini tidak

Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan serta menganalisa gambar, melalui diskusi kelompok satu bangku, untuk menggolongkan sumber

Hasil penelitian efek hepatoprotektif serbuk kering teripang emas ( Stichopus variegatus ) dapat disimpulkan bahwa pemberian serbuk kering teripang emas ( Stichopus

Tidak adanya ketentuan dan tidak diberikannya bantuan hukum kepada tersangka dan terdakwa yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana di bawah 5 (lima)