TERHADAP KEKERINGAN PADA STADIA
PERKECAMBAHAN
YULITHA DWI HARYANI A24061364
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
YULITHA DWI HARYANI. Metode Uji Toleransi Padi (Oryza sativa L.) terhadap Kekeringan pada Stadia Perkecambahan (Dibimbing oleh FAIZA C. SUWARNO dan SUWARNO).
Penelitian ini dilakukan untuk mencari metode yang cepat, murah dan
mudah dalam percobaan toleransi padi terhadap kekeringan dan menyeleksi
genotipe padi gogo yang toleran terhadap kekeringan pada stadia perkecambahan.
Penelitian dilakukan di Instalasi Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor dan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret
hingga November 2010.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu percobaan mengenai
toleransi kekeringan di laboratorium dan di rumah kaca. Percobaan di
laboratorium terdiri atas empat tahap, yaitu (1) pemilihan metode uji tahap I, (2)
pemilihan metode uji tahap II, (3) pemilihan metode uji tahap III, dan (4)
percobaan toleransi kekeringan 46 genotipe padi gogo di laboratorium. Pada
pemilihan metode uji tahap I, pengamatan dilakukan secara visual. Pemilihan
metode uji tahap II dilakukan di media kertas dan padat dengan menggunakan
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor,
yaitu metode dan varietas. Pada media kertas, enam metode yang digunakan
adalah kertas merang dengan benih pada posisi ketinggian 17.5 cm, 8.5 cm dan 4
cm dan kertas tisu towel dengan benih pada posisi ketinggian 31.5 cm, 25.5 cm
dan 24 cm dari permukaan air. Setiap percobaan diulang 10 kali. Pada media
padat, enam metode yang digunakan adalah cocopeat 139 g dengan volume air
180 ml, 200 ml dan 240 ml, humus daun bambu 206 g dengan volume air 90 ml
dan 110 ml, dan pakis 80 g dengan volume air 100 ml. Setiap satuan percobaan
diulang 4 kali. Varietas yang digunakan adalah Salumpikit dan Inpago 5 sebagai
cek toleran dan genotipe padi gogo B12826E-MR-1 sebagai cek peka kekeringan.
Pemilihan metode uji tahap III menggunakan Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor, yaitu metode dan varietas.
Metode yang digunakan adalah kertas merang dengan posisi ketinggian benih
yang digunakan adalah Salumpikit sebagai cek toleran dan genotipe padi gogo
B12826E-MR-1 sebagai cek peka kekeringan. Setiap percobaan diulang 10 kali.
Percobaan toleransi kekeringan terhadap 46 genotipe padi gogo di
laboratorium dan rumah kaca menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) dengan satu faktor, yaitu genotipe padi gogo. Setiap percobaan
diulang empat kali untuk percobaan laboratorium dan tiga kali untuk percobaan
rumah kaca. Percobaan toleransi kekeringan di rumah kaca menggunakan pot
permanen sebagai metode standar.
Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa metode kertas
merang dengan posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air dengan peubah
persentase daun menggulung merupakan metode yang dapat digunakan untuk
seleksi awal toleran kekeringan pada genotipe padi gogo karena lebih praktis
dibandingkan dengan metode lainnya. Selain itu, metode tersebut memiliki
keunggulan, yaitu cepat, mudah dan murah. Berdasarkan simulasi seleksi yang
dilakukan pada intensitas seleksi 50% terdapat kesesuaian terbesar yaitu 52.20%
pada peubah persentase daun mati dengan metode kertas merang pada posisi benih
dengan ketinggian 17.5 cm dari permukaan air. Berdasarkan hasil percobaan di
rumah kaca, terdapat lima genotipe yang menunjukkan tingkat toleransi paling
tinggi diantara genotipe-genotipe yang peka dan sangat peka terhadap kekeringan.
Genotipe tersebut adalah TB155J-TB-MR-3-3, B11629F-TB-2-3-5,
METODE UJI TOLERANSI PADI (
Oryza sativa
L.) TERHADAP
KEKERINGAN PADA STADIA PERKECAMBAHAN
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
YULITHA DWI HARYANI A24061364
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Judul :
METODE UJI TOLERANSI PADI (
Oryza sativa
L.)
TERHADAP KEKERINGAN PADA STADIA
PERKECAMBAHAN
Nama :
Yulitha Dwi Haryani
NRP :
A24061364
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr.Ir. Faiza C. Suwarno, MS. Dr. Suwarno
NIP : 19521008 198103 2 001 NIP : 19520909 198103 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr.Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara, 6 Juli 1988 sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara dari pasangan Liliek Kasiyono dan Hartutik. Penulis memulai
pendidikan formal saat masuk TK Bhayangkari 17, Banjarnegara pada tahun 1992
dan lulus pada tahun 1994. Tahun 2000 penulis lulus dari SDN 01 Krandegan,
Banjarnegara kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 1
Banjarnegara. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN I Bawang pada tahun 2006.
Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota kesenian
musik Sunda Gentra Kaheman (2007/2008) dan tergabung dalam Kepanitiaan
Kegiatan di lingkungan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Selain itu,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan segenap rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul
“Penentuan Metode Uji Toleransi Padi (Oryza sativa L.) terhadap Kekeringan pada Stadia Perkecambahan” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan
pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penelitian ini, terutama kepada:
1. Dr.Ir. Faiza C. Suwarno MS. dan Dr. Suwarno selaku dosen
pembimbing skripsi, atas segala bimbingan dan pengarahan yang
diberikan kepada penulis.
2. Dr.Ir. Endang Murniati MS. selaku dosen penguji, atas saran dan
masukan yang diberikan kepada penulis.
3. Maryati Sari, S.P., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik, yang
telah memberi berbagai masukan dan motivasi dalam kegiatan
akademik selama penulis menyelesaikan studi di Departemen
Agronomi dan Hortikultura.
4. Bapak dan Ibu, serta keluarga besar tercinta atas doa dan dukungannya
selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
5. Ir. Erwina Lubis dan Bapak Ade Santika selaku staf Instalasi
Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor, Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, Sukamandi, Subang atas bantuan yang telah diberikan
demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.
6. Rekan kerja saya selama penelitian Ita Madyasari serta teman-teman
Agronomi dan Hortikultura 43 yang telah memberikan semangat
kepada penulis dan berbagi keluh kesah.
Bogor, Januari 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……… vi
DAFTAR GAMBAR ………... vii
DAFTAR LAMPIRAN ……… viii
PENDAHULUAN ……… 1
Latar Belakang ……… 1
Tujuan ………. 2
Hipotesis ………. 2
TINJAUAN PUSTAKA ……….. 3
Syarat Tumbuh Tanaman Padi ……… 3
Vigor Benih ………. 3
Peranan Air bagi Pertumbuhan Tanaman ………... 4
Cekaman Kekeringan pada Tanaman ………. 5
BAHAN DAN METODE ……… 7
Waktu dan Tempat ……….. 7
Bahan dan Alat ……… 7
Metode Penelitian ………... 7
Pelaksanaan Penelitian ……… 13
Pengamatan ………. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 19
Pengujian Toleransi Kekeringan di Laboratorium ……….. 19
Pemilihan Metode Uji Tahap I ……… 19
Pemilihan Metode Uji Tahap II ……….. 20
Pemilihan Metode Uji Tahap III ………. 26
Pengujian Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Laboratorium ………... 29
Pengujian Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Rumah Kaca ……… 31
Simulasi Seleksi Padi Toleransi Kekeringan ……….. 35
KESIMPULAN DAN SARAN ……… 37
Kesimpulan ………. 37
Saran ……… 37
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Respon Tanaman Toleran dan Peka terhadap Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan ……... 8
2 Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Media
Kertas ………... 21
3 Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Media
Padat……….. 22
4 Rata-Rata Peubah Kecambah Padi Varietas Toleran dan Peka Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan Media
Kertas... 24
5 Rata-Rata Peubah Kecambah Padi Varietas Toleran dan Peka Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan Media
Padat………... 25
6 Rekapitulasi Nilai Kuadrat Tengah (KT) Hasil Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas Padi terhadap Masing-Masing
Peubah yang Diamati pada Kecambah Normal ……… 27
7 Rataan dan Selisih antara Varietas Toleran dan Peka pada
Berbagai Metode ………... 28
8 Rekapitulasi Nilai Kuadrat Tengah (KT) Hasil Sidik Ragam Pengaruh Genotipe Padi terhadap Masing-Masing Peubah
yang Diamati pada Kecambah Normal ………... 30
9 Rataan dan Kisaran Nilai Masing-Masing Peubah yang
Diamati pada Kecambah Normal ……….. 31
10 Rataan dan Kisaran Nilai Peubah Rumah Kaca Berdasarkan
Tingkat Toleransi Persentase Daun Mati ……….. 32
11 Koefisien Korelasi dan Peluangnya pada Peubah Persentase
Daun Mati dan Peubah Lainnya di Rumah Kaca ……….. 33
12 Rekapitulasi Korelasi antara Peubah Percobaan di Rumah
Kaca dengan di Laboratorium pada Kecambah Normal ……... 34
13 Rataan dan Kisaran Nilai Peubah Laboratorium Berdasarkan
Tingkat Toleransi Persentase Daun Mati di Rumah Kaca …… 35
14 Simulasi Seleksi Hasil Percobaan Laboratorium dan Rumah
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Penanaman Genotipe/ Varietas Padi Skala Laboratorium… 13
2 Penanaman Genotipe-Genotipe Padi Gogo di Rumah
Kaca ... 15
3 Cocopeat 139 gram dengan volume air 180 ml (kiri) dan
200 ml (kanan) ………... 19
4 Respon Tanaman pada Berbagai Media Padat terhadap
Kekeringan, A = varietas peka, B = varietas toleran ……. 20
5 Pertumbuhan Akar pada Genotipe Peka (A) dan Toleran
(B) terhadap Kekeringan pada Kertas Merang ... 23
6 Perkecambahan Padi pada Kertas Merang dengan Ketinggian Benih 17.5 cm, 8.5 cm dan 4 cm dari
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Daftar Nama 46 Genotipe Padi Gogo yang Digunakan untuk
Pengujian Toleransi terhadap Kekeringan ………... 41
2 Contoh Kertas Merang, Kertas Tisu Towel dan Kertas HVS
yang digunakan sebagai Percobaan ……….. 42
3 Metode Uji (Tunggal) yang Digunakan pada Tahap I ………. 43
4 Metode Uji (Campuran) yang Digunakan pada Tahap I ……. 44
5 Hasil Uji-t terhadap Panjang Kecambah Normal, Panjang
Akar dan Panjang Plumula pada M1 ……… 45
6 Hasil Uji-t terhadap Panjang Kecambah Normal, Panjang
Akar dan Panjang Plumula pada M2 ……… 45
7 Hasil Uji-t terhadap Panjang Kecambah Normal, Panjang
Akar dan Panjang Plumula pada M3 ……… 45
8 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Berat
Kering Kecambah Normal di Laboratorium ………. 46
9 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Berat
Kering Akar di Laboratorium ……….. 46
10 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Berat
Kering Plumula Normal di Laboratorium ……… 46
11 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap
Panjang Kecambah Normal di Laboratorium ……….. 47
12 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap
Panjang Akar di Laboratorium ………. 47
13 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap
Panjang Plumula di Laboratorium ………... 47
14 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Jumlah
Nomor Halaman
15 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Daya
Berkecambah di Laboratorium ………. 48
16 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Persentase Daun Menggulung di Laboratorium ………... 48
17 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Persentase Daun Mati di Laboratorium ………. 49
18 Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Persentase Kecambah Mati di Laboratorium ……….... 49
19 Kadar Air Substrat Kertas Merang pada 14 HST ………. 49
20 Hasil Pengelompokkan Genotipe terhadap Tingkat Toleransi Kekeringan pada Peubah Persentase Daun Mati di Rumah
Kaca dan Peubah Persentase Daun Mati di Laboratorium ... 50
21 Lima Genotipe yang Menunjukkan Tingkat Toleransi Tertinggi Diantara Peka dan Sangat Peka dari Hasil Pengelompokan Tingkat Toleransi Kekeringan pada Peubah
Persentase Daun Mati di Rumah Kaca ………. 51
22 Kadar Air Tanah pada Pengujian di Rumah Kaca …………... 51
23 Contoh Simulasi Seleksi Pengujian Persentase Daun Mati di
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 33.804 juta ton. Konsumsi beras masyarakat Indonesia
mencapai 90.22 kg per kapita per tahun berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2007, sehingga usaha peningkatan produksi pangan beras perlu selalu
dilakukan (Departemen Pertanian, 2009).
Tanaman padi merupakan salah satu tanaman pangan penting di dunia.
Produksi padi Indonesia pada tahun 2009 mencapai 64.33 juta ton GKG. Hal
tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan produksi dari tahun 2008
sebanyak 4.00 juta ton setara dengan 6.64% (Badan Pusat Statistik, 2009).
Namun, peningkatan produksi padi belum sebanding dengan jumlah penduduk
yang mencapai 237.6 juta jiwa.
Rendahnya produksi padi dapat disebabkan oleh berbagai kendala. Salah
satu kendala dalam produksi padi adalah semakin sempitnya luas lahan pertanian
produktif dan kondisi iklim yang sulit diprediksi. Penyebab penyempitan luas
lahan pertanian produktif antara lain perubahan penggunaan lahan untuk
pemukiman dan industri (Hakim, 2002).
Usaha peningkatan produksi padi dilakukan dengan peningkatan
produktivitas padi di daerah yang belum optimal (sub-optimum). Salah satu
keadaan sub-optimum tersebut adalah kekeringan. Pada tahun 2008, lahan kering
di Indonesia memiliki luas sekitar 32.07 juta hektar dan untuk pertanaman padi
kurang lebih 2.5 juta hektar (Badan Pusat Statistik, 2009). Berdasarkan luasan,
lahan kering merupakan sumber daya lahan yang mempunyai potensi besar untuk
menunjang pembangunan pertanian di Indonesia. Masalah utama pada lahan
kering adalah kebutuhan air untuk tanaman yang sangat tergantung pada curah
hujan.
Kekeringan juga berdampak negatif pada lahan sawah bahkan kerugian
yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakstabilan hasil pada padi sawah. Hal ini
disebabkan oleh benih yang digunakan bukan benih yang toleran terhadap
cekaman kekeringan. Oleh karena itu, untuk menunjang usaha peningkatan
produksi padi diperlukan pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul yang
toleran terhadap kekeringan.
Penemuan suatu varietas unggul padi yang toleran terhadap kekeringan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga untuk mendukung program
pemuliaan dalam menciptakan varietas unggul baru padi tahan kekeringan,
dilakukan penelitian toleransi kekeringan pada fase perkecambahan di
laboratorium.
Tujuan
1. Mendapatkan metode percobaan toleransi kekeringan padi gogo yang
lebih cepat, murah dan mudah.
2. Menyeleksi genotipe padi gogo yang toleran terhadap kekeringan.
Hipotesis
1. Terdapat metode percobaan toleransi kekeringan padi gogo yang lebih
cepat, murah dan mudah.
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Padi gogo adalah padi yang dibudidayakan di lahan kering. Sumber air seluruhnya tergantung pada curah hujan. Tanaman padi gogo membutuhkan curah
hujan >200 mm per bulan selama tidak kurang dari tiga bulan (Purnomo dan
Purnamawati, 2007). Padi gogo harus ditanam di lahan yang berhumus, struktur
remah dan cukup mengandung air dan udara. Padi gogo memerlukan ketebalan
tanah 25 cm, tanah yang cocok bervariasi mulai dari yang berliat, berdebu halus,
berlempung halus sampai tanah kasar dan air yang tersedia diperlukan cukup
banyak. Sebaiknya tanah tidak berbatu, jika ada harus < 50%. Derajat keasaman
(pH) bervariasi dari 4.0 sampai 8.0.
Pertumbuhan padi gogo dipengaruhi oleh faktor lingkungan tumbuhnya.
Ketinggian suatu daerah dan intensitas cahaya juga merupakan faktor pembatas
bagi pertumbuhan tanaman padi gogo. Tanaman padi gogo dapat tumbuh normal
pada ketinggian 0-1300 m dpl. Namun, tidak semua tanaman padi gogo dapat
tumbuh di dataran tinggi. Menurut Sahila (2006), intensitas cahaya minimum
yang diperlukan untuk tanaman padi gogo sebesar 265 cal/cm2/hari. Suprihatno et al. (2008) menyatakan bahwa padi gogo yang toleran kekeringan biasanya memiliki sistem perakaran yang dalam yang dapat menembus lapisan tanah
sampai kedalaman lebih dari 20 cm di bawah permukaan tanah, sehingga pada
saat kekeringan, akar yang dalam masih dapat memanfaatkan air yang masih
tersedia pada kedalaman lebih dari 20 cm di bawah permukaan tanah.
Vigor Benih
Vigor merupakan kemampuan suatu benih untuk tumbuh normal dan
berproduksi pada kondisi sub-optimum. Laju kemunduran vigor dan viabilitas
benih tergantung pada beberapa faktor, antara lain faktor genetik dari spesies,
kondisi benih, dan kondisi penyimpanan (Justice dan Bass, 2002). Vigor benih
merupakan faktor penting yang dapat menjelaskan penyebab perkecambahan
benih yang kurang bagus. Pada umumnya benih dengan vigor rendah
Benih dengan vigor tinggi, umumnya pertumbuhan kecambahnya lebih awal dan
seragam sehingga dapat bertahan dalam menghadapi cekaman lingkungan (IRRI,
2009).
Menurut Copeland dan Mc Donald (2001) pada saat benih dimunculkan di
lapang, benih sering mengalami kekeringan yang dapat ditunjukkan dengan
persentase kemunculan kecambah yang rendah. Kondisi kekeringan dapat
disimulasi dengan uji laboratorium menggunakan uji tanah, larutan tanah dan
larutan lainnya. Benih dikecambahkan dalam larutan seperti, sodium chloride, glycerol, sucrose, polyethylene glycol (PEG), dan mannitol.
Sadjad (1993) menyatakan kondisi kekeringan dapat dijabarkan dengan
media yang bertekanan osmotik tinggi. Oleh karena itu, pada kondisi kekeringan,
benih memerlukan energi yang lebih tinggi untuk menyerap air. Benih dengan
vigor tinggi mampu menyerap air dan tumbuh normal. Analisis vigor benih
terhadap kekeringan dapat dilakukan pada media tidak optimum. Menurut
Chomsiati (1999) tanah merupakan media yang baik untuk uji ketahanan
kekeringan sedangkan Satria (2009) menyatakan bahwa media kompos
merupakan media yang paling dapat membedakan antara genotipe toleran dengan
peka kekeringan.
Peranan Air bagi Pertumbuhan Tanaman
Air merupakan komponen utama tanaman, yaitu membentuk 80-90%
bobot segar jaringan yang sedang tumbuh aktif. Air sebagai komponen esensial
tanaman memiliki peranan antara lain: (a) sebagai pelarut, (b) sebagai pereaksi
dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis, (c) sebagai penjaga
turgiditas dalam pembesaran sel, pembukaan stomata, dan penyangga bentuk
daun-daun muda atau struktur lainnya. Kebutuhan air bagi tanaman berbeda-beda
tergantung jenis tanaman dan fase pertumbuhan. Pada musim kemarau tanaman
sering mendapatkan cekaman air karena kekurangan suplai air di daerah perakaran
dan laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorbsi air oleh tanaman (Levitt,
1980).
perkecambahan antara lain: (a) sebagai pelunak kulit benih dan penyebab
berkembangnya embrio dan endosperm, (b) pemberi fasilitas untuk masuknya
oksigen ke dalam benih, (c) sebagai pengencer sitoplasma sehingga dapat
mengaktifkan fungsinya, dan (d) sebagai transport larutan makanan dari
endosperm ke titik tumbuh pada perkembangan embrio.
Pada kondisi lingkungan tertentu tanaman dapat mengalami defisit air.
Defisit air mencerminkan terjadinya penurunan gradien potensial air antara tanah,
akar, daun, dan atmosfer. Oleh karena itu, laju transport air dan hara menurun.
Penurunan tersebut akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan tanaman,
terutama pada jaringan yang sedang tumbuh (Kramer, 1969). Hal ini biasanya
terjadi pada tanah yang kekurangan air, sehingga gradien potensial air pada tanah
dan akar menurun. Dengan demikian, tanaman yang tumbuh pada tanah yang
kering mengalami hambatan pertumbuhan.
Cekaman Kekeringan pada Tanaman
Cekaman kekeringan akan mengakibatkan rendahnya laju penyerapan air
oleh akar tanaman. Ketidakseimbangan antara penyerapan air oleh akar dan
kehilangan air akibat transpirasi membuat tanaman menjadi layu. Cekaman
kekeringan dapat terjadi karena beberapa hal yaitu: (1) tingginya kecepatan
evaporasi yang melebihi persediaan air dari tanah ke akar yang akan
mengakibatkan penurunan potensial air, (2) adanya senyawa yang bersifat
osmotik, seperti pada tanah bergaram, yang dapat menurunkan pengambilan air
sehingga terjadi penurunan potensial osmosis dan tidak cukupnya pengambilan air
oleh tanaman yang diserap dari tanah (Borges, 2003).
Cekaman kekeringan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang mencakup aspek morfologi dan anatomi, fisiologi
dan biokimia tanaman. Cekaman kekeringan dapat menurunkan tingkat
produktivitas (biomas) tanaman, karena menurunnya aktivitas metabolisme
primer, penyusutan luas daun dan aktivitas fotosintesis sehingga akumulasi
biomas semakin rendah. Penurunan akumulasi biomas setiap jenis tanaman yang
disebabkan cekaman air berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan tanggap
kapasitas lapang nilam menghasilkan pertumbuhan dan hasil biomas yang optimal
sedangkan cekaman kekeringan 50% kapasitas lapang dan 25% kapasitas lapang
menurunkan pertumbuhan tanaman dan biomas (Emmyzar, 2004).
Mekanisme toleransi tanaman terhadap kekeringan pada saat mengalami
stres kekeringan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) escape, tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami stres berat, dengan
pembungaan atau pematangan buah lebih awal, (2) tolerance, tanaman tetap tumbuh dalam kondisi cekaman kekeringan dan potensial air rendah, dengan
osmotic adjustment dan (3) avoidance, tanaman menghindar dari cekaman kekeringan, dengan mengembangkan sistem perakaran dan efisiensi membuka dan
menutupnya stomata. Karakter akar yang berhubungan dengan kemampuan
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2010.
Penelitian dilaksanakan di Instalasi Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor dan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih padi varietas
Salumpikit dan Inpago 5 sebagai cek toleran kekeringan, benih padi varietas IR20
dan IR64 sebagai cek peka kekeringan, 46 genotipe padi gogo yang berasal dari
Instalasi Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor (Lampiran 1), tanah, pasir,
cocopeat, pakis, serbuk gergaji, arang kayu, arang batok kelapa, hidrogel, zeolit, humus daun bambu (ligra), tumbukan bata merah, tiga jenis kertas antara lain,
kertas merang ukuran 31 cm x 22 cm, kertas tisu towel ukuran 39 cm x 26.8 cm,
kertas HVS 29.6 cm x 21 cm (Lampiran 2), kertas label, dan aquades.
Alat-alat yang digunakan adalah hand sprayer, wadah plastik φ = 9.5 cm,
wadah styrofoam φ = 12.5 cm, cawan aluminium, pot permanen ukuran 5.3 m x
1 m x 0.6 m, timbangan, oven, gelas ukur, bak plastik φ = 13 cm, germinator, alat
pengepres kertas, dan hygrometer.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu percobaan pertama
mengenai toleransi kekeringan di laboratorium dan percobaan kedua mengenai
toleransi kekeringan di rumah kaca. Pada percobaan pertama terdiri atas empat
tahap, yaitu (1) pemilihan metode uji tahap I, (2) pemilihan metode uji tahap II,
(3) pemilihan metode uji tahap III, dan (4) percobaan toleransi kekeringan 46
I. Percobaan Toleransi Kekeringan di Laboratorium 1. Pemilihan Metode Uji Tahap I
Pemilihan metode uji tahap pertama bertujuan untuk menentukan metode
percobaan yang dapat mengidentifikasi padi gogo yang toleran dan peka terhadap
kekeringan. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
percobaan dengan berbagai jenis media (padat dan kertas) dengan periode
penyiraman yang bervariasi (media ligra, pakis, arang batok kelapa dan bata
merah). Metode percobaan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Respon Tanaman Toleran dan Peka terhadap Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan
No. Metode R No Metode R Padat-Tunggal : Padat-Campuran:
1 Cocopeat , 76.5 g : 110 ml - 22 Pasir +batu bata (350 ml) -
Benih padi ditanam masing-masing 10 butir baik toleran maupun peka
terhadap kekeringan. Periode penyiraman yang berbeda-beda diaplikasikan pada
metode media padat. Pada media kertas, benih ditanam dengan cara Uji Kertas
Digulung (UKD). Gulungan-gulungan kertas berisi benih diletakkan ke dalam
sebuah bak plastik dengan posisi berdiri kemudian diberi air setinggi 3 cm dari
permukaan air. Ketinggian air selalu konstan hingga dua minggu. Berdasarkan
hasil pengamatan secara visual diperoleh beberapa metode dan perlakuan yang
dapat membedakan antara genotipe yang toleran dan peka terhadap kekeringan,
yaitu 6 metode media padat dan 6 perlakuan media kertas. Metode uji yang
digunakan pada tahap I dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 3 dan 4.
2. Pemilihan Metode Uji Tahap II
Pemilihan metode uji tahap kedua bertujuan untuk memilih metode dari
metode uji tahap pertama yang dapat membedakan antara genotipe yang toleran
dan peka terhadap kekeringan secara statistik. Pada percobaan ini terdiri atas 6
metode media kertas dan 6 metode media padat yang dilakukan analisis secara
terpisah. Metode yang terpilih akan digunakan pada tahap ketiga. Varietas yang
digunakan baik media kertas maupun media padat adalah Salumpikit dan Inpago 5
sebagai varietas toleran dan satu genotipe padi gogo B12826E-MR-1 sebagai
genotipe peka kekeringan.
Perlakuan pada media kertas terdiri atas kertas merang dan tisu towel
dengan jarak antar benih masing-masing 1.5 cm, 3 cm, dan 4.5 cm. Pada setiap
perlakuan, dilakukan analisis uji t dengan rumus:
Thitung =
Nilai berbeda nyata apabila thit > ttabel dan tidak berbeda nyata apabila thit < ttabel.
ttabel diperoleh dari nilai sebaran t pada taraf 5% dan db (n1 + n2 -2).
Analisis uji-t dilakukan untuk memperoleh baris terbaik yang akan
dijadikan metode terpilih. Pada kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm
terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian benih 17.5 cm, jarak antar benih 3 cm
terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian benih 4 cm dan jarak antar benih 4.5
cm terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian benih 8.5 cm. Pada kertas tisu
towel dengan jarak antar benih 1.5 cm terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian
benih 25.5 cm, jarak antar benih 3 cm terpilih baris terbaik pada posisi ketinggian
benih 24 cm dan jarak antar benih 4.5 cm terpilih baris terbaik pada posisi
ketinggian benih 31.5 cm. Metode terbaik yang diperoleh dari hasil uji-t kemudian
dilakukan analisis uji-F. Analisis uji-F ini menggunakan Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor, yaitu metode dan varietas.
Metode yang digunakan terdiri atasenam metode, yaitu kertas merang pada posisi
ketinggian 4 cm, 8.5 cm dan 17.5 cm dan kertas tisu towel pada posisi ketinggian
24 cm, 25.5 cm dan 31.5 cm. Setiap percobaan diulang 10 kali ulangan.
Pada metode media padat terdiri atas enam metode, yaitu cocopeat 139 g dengan volume air 180 ml, 200 ml dan 240 ml, humus daun bambu 206 g dengan
volume air 90 ml dan 110 ml, dan pakis 80 g dengan volume air 100 ml. Setiap
satuan percobaan diulang empat kali ulangan.
Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Yijk = + Ui + αj + βk + (αβ)jk + εijk
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan metode ke-i, varietas padi gogo ke-j
dan kelompok ke-k
= Nilai tengah umum
Ui = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2,3,...)
αj = Pengaruh perlakuan metode ke-j (j=1,2,3...,6)
βk = Pengaruh perlakuan varietas/ genotipe padi gogo ke-k (k=1,2,3)
(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan metode ke-i dan varietas padi gogo ke-j
εijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan metode ke-i, varietas padi gogo
Hasil analisis uji-F yang menunjukkan perbedaan nyata dilakukan uji lanjut
dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan ( DMRT ) dengan taraf 5%.
3. Pemilihan Metode Uji Tahap III
Pemilihan metode uji tahap ketiga bertujuan untuk memilih satu metode
terpilih yang akan digunakan pada percobaan selanjutnya. Percobaan ini
menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan
dua faktor, yaitu metode dan varietas. Metode yang digunakan adalah kertas
merang pada posisi ketinggian 17.5 cm, 8.5 cm dan 4 cm sedangkan varietas yang
digunakan adalah Salumpikit untuk varietas toleran kekeringan dan genotipe
B12826E-MR-1 untuk padi gogo peka kekeringan. Setiap satuan percobaan
diulang 10 kali ulangan.
Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Yijk = + Ui + αj + βk + (αβ)jk + εijk
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan metode ke-i, varietas padi gogo ke-j
dan kelompok ke-k
= Nilai tengah umum
Ui = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2,3,..,10)
αj = Pengaruh perlakuan metode ke-j (j=1,2,3)
βk = Pengaruh perlakuan varietas/ genotipe padi gogo ke-k (k=1,2)
(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan metode ke-i dan varietas padi gogo ke-j
εijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan metode ke-i, varietas padi
gogo ke-j dan kelompok ke-k
Analisis data hasil penelitian menggunakan uji-F. Apabila hasil analisis
menunjukkan perbedaan nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan
Uji Wilayah Berganda Duncan ( DMRT ) dengan taraf 5%.
4. Percobaan Toleransi Kekeringan di Laboratorium
Percobaan ini menggunakan satu metode terbaik, yaitu kertas merang pada
posisi ketinggian 17.5 cm. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan
gogo. Genotipe padi gogo yang digunakan sebanyak 46 genotipe. Setiap satuan
percobaan diulang empat kali.
Model linier yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan genotipe padi ke-i dan kelompok ke-j
= Nilai tengah umum
αi = Pengaruh ulangan ke-i (j=1,2,3,4)
βj = Pengaruh perlakuan genotipe padi ke-j (i=1,2,3,....46)
εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan genotipe padi gogo ke-i dan
kelompok ke-j
Analisis data hasil penelitian menggunakan uji-F. Apabila hasil analisis
menunjukkan perbedaan nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan
Uji Wilayah Berganda Duncan ( DMRT ) dengan taraf 5%.
II. Percobaan Toleransi Kekeringan di Rumah Kaca
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui toleransi kekeringan 46
genotipe padi gogo melalui metode standar dengan menggunakan pot permanen di
rumah kaca. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu genotipe padi gogo. Genotipe padi yang
digunakan sebanyak 46 genotipe dan setiap satuan percobaan diulang tiga kali
ulangan. Setiap satuan percobaan ditanam dengan jarak tanam 5 cm x 2 cm.
Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah :
Yij = µ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan perlakuan genotipe padi ke-i dan kelompok ke-j
µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh ulangan ke-i (i = 1, 2, 3)
βj = Pengaruh perlakuan genotipe padi ke-j (j = 1, 2,..,46)
εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan genotipe padi ke-i dan
Pengolahan data yang berbeda nyata pada percobaan akan diuji lanjut
dengan Uji Wilayah Berganda Duncan ( DMRT ) dengan taraf 5%. Setelah itu,
dilakukan korelasi antara hasil percobaan di laboratorium dan rumah kaca.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan fasilitas SAS 6.12.
Pelaksanaan Penelitian
I. Percobaan Toleransi Kekeringan di Laboratorium 1. Pemilihan Metode Uji Tahap I
Pemilihan metode uji tahap pertama dilakukan dengan menggunakan
varietas Salumpikit dan Inpago 5 sebagai cek toleran sedangkan varietas IR64,
Situpatenggang, genotipe B12826E-MR-1, genotipe B12151D-MR-24-1-1 dan
genotipe B11604E-TB-2-5-2 sebagai varietas dan genotipe peka kekeringan. Pada
media padat dan media kertas, benih ditanam masing-masing 10 butir benih padi
baik toleran maupun peka kekeringan (Gambar 1). Benih juga diberi perlakuan
penyiraman dengan periode penyiraman yang berbeda-beda. Pada media kertas,
benih ditanam dengan cara Uji Kertas Digulung (UKD). Gulungan-gulungan
kertas berisi benih diletakkan ke dalam sebuah bak plastik dengan posisi berdiri
kemudian diberi air setinggi 3 cm dari permukaan air. Ketinggian air selalu
konstan hingga dua minggu. Pengamatan kecambah dilakukan secara visual. Padi
yang toleran akan tumbuh baik sedangkan yang peka akan mengalami kematian
atau pertumbuhannya kurang bagus. Padi ditanam sampai terlihat adanya
perbedaan antara padi toleran dan peka terhadap kekeringan. Metode yang
berpotensi yaitu dapat menunjukkan perbedaan antara toleran dan peka terhadap
kekeringan akan digunakan pada percobaan selanjutnya.
Gambar 1. Penanaman Genotipe/ Varietas Padi Skala Laboratorium
2. Pemilihan Metode Uji Tahap II
Berdasarkan metode uji tahap pertama diperoleh 12 metode yang terdiri
atas 6 media padat dan 6 media kertas. Pada media padat penyiraman hanya
dilakukan pada awal penanaman. Pada media padat: (1) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 180 ml, (2) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 200 ml, dan (3) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 240 ml, (4) humus daun bambu dengan komposisi humus daun bambu
206 g dan air 90 ml dan (5) humus daun bambu dengan komposisi humus daun
bambu 206 g dan air 110 ml, serta (6) pakis dengan komposisi pakis 80 g dan air
100 ml. Pada media kertas menggunakan sistem UKD dalam penanamannya dan
diletakkan secara berdiri pada bak plastik kemudian diberi air setinggi 3 cm dari
permukaan air. Ketinggian air selalu konstan hingga dua minggu. Pada media
kertas terdiri atas tiga perlakuan, yaitu penanaman dengan jarak antar benih 1.5
cm, 3 cm, dan 4.5 cm. Sebelum penanaman, media substrat disemprot air terlebih
dahulu untuk menjaga benih tetap berada pada posisi penanamannya.
Setelah dilakukan analisis, diperoleh metode yang berpotensi yaitu pada
kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm
dari permukaan air, jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 4 cm dari
permukaan air, jarak antar benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari
permukaan air. Berdasar pada 12 metode tersebut di atas, terdapat tiga metode
terpilih yang mudah dan singkat dalam aplikasinya yaitu kertas merang dengan
jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air, jarak
antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 4 cm dari permukaan air, jarak antar
benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari permukaan air.
3. Pemilihan Metode Uji Tahap III
Percobaan tahap III ini menggunakan tiga metode terpilih dari hasil
percobaan tahap II. Metode yang digunakan adalah kertas merang dengan jarak
antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air, jarak antar
benih 3 cm pada posisi ketinggian 4 cm dari permukaan air, jarak antar benih 4.5
cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari permukaan air. Pada tahap ini digunakan
peka. Benih ditanam dengan sistem UKD. Gulungan-gulungan kertas berisi benih
diletakkan ke dalam sebuah bak plastik dengan posisi berdiri kemudian diberi air
setinggi 3 cm dari permukaan bak tersebut. Ketinggian air selalu konstan hingga
dua minggu. Pengamatan dilakukan selama 14 hari. Berdasarkan hasil percobaan,
diperoleh satu metode terbaik, yaitu kertas merang dengan jarak antar benih 1.5
cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan air.
4. Percobaan Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Laboratorium
Tahap keempat ini menggunakan satu metode uji terbaik, yaitu kertas
merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari
permukaan air. Metode uji tersebut kemudian digunakan untuk menguji toleransi
46 genotipe padi terhadap kekeringan pada stadia perkecambahan di laboratorium,
dimana setiap genotipe terdiri atas 10 butir benih padi. Pelaksanaan penanaman
menggunakan sistem UKD. Gulungan-gulungan kertas berisi benih diletakkan ke
dalam sebuah bak plastik dengan posisi berdiri kemudian diberi air setinggi 3 cm
dari permukaan air. Ketinggian air selalu konstan hingga dua minggu.
II. Percobaan Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Rumah Kaca sebagai Uji Standar
Percobaan kedua dilakukan dengan menggunakan 46 genotipe padi gogo.
Benih langsung ditanam pada pot permanen yang berukuran 5.3 m x 1 m x 0.6 m
dengan jarak tanam 5 cm x 2 cm (Gambar 2). Setiap genotipe terdiri atas 25 butir
benih padi. Penyiraman dilakukan dua minggu pertama secara teratur kemudian
dihentikan selama empat minggu.
Pengamatan
Tolok ukur yang akan digunakan pada pengamatan adalah sebagai berikut :
Percobaan di Laboratorium
1. Persentase Kecambah Normal Umur 14 Hari
Total persentase kecambah normal umur 14 hari dihitung dengan
menjumlahkan kecambah normal hari ke-14 dibagi dengan jumlah benih
yang dikecambahkan dan dikali 100%.
2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi Tumbuh Maksimum dihitung berdasarkan jumlah benih
yang tumbuh, baik normal maupun abnormal pada pengamatan terakhir.
Rumus untuk menghitung Potensi Tumbuh Maksimum adalah :
Potensi Tumbuh Maksimum = {Jumlah benih yang tumbuh / Jumlah benih
yang dikecambahkan} x 100%.
3. Panjang Kecambah Normal (PKN)
Panjang kecambah normal dihitung dalam satuan centimeter, yaitu panjang
rata- rata kecambah normal yang berumur 14 hari yang diukur dari ujung
akar sampai dengan ujung plumula.
4. Panjang akar (PA)
Kecambah yang dihitung panjang akarnya adalah kecambah yang berumur
14 hari dan diukur dari ujung akar sampai pangkal akar dengan satuan
centimeter.
5. Panjang plumula (PP)
Kecambah yang dihitung panjang plumulanya adalah kecambah yang
berumur 14 hari dan diukur dari pangkal plumula (yang berbatasan dengan
mesokotil) sampai ujung plumula dengan satuan centimeter.
6. Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)
Berat kering kecambah normal merupakan berat kering rata- rata
kecambah normal yang didapat dengan mengeringkan kecambah normal
dengan oven 60 °C selama 3 x 24 jam dengan satuan miligram. BKKN
7. Berat Kering Akar (BKA)
Berat kering akar merupakan berat kering rata-rata akar dari kecambah
normal. BKA dihitung pada kecambah normal yang berumur 14 hari.
8. Berat Kering Plumula (BKP)
Berat kering plumula merupakan berat kering rata-rata plumula kecambah
normal. BKP dihitung pada kecambah normal berumur 14 hari.
9. Jumlah Daun (JD).
10.Persentase daun menggulung.
11.Persentase daun mati.
12.Persentase kecambah mati.
Percobaan di Rumah Kaca
Kondisi Optimum
1. Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah benih merupakan persentase jumlah benih yang
tumbuh menjadi kecambah normal (KN) pada pengamatan pertama dan
kedua setelah tanam dibagi jumlah benih yang ditanam. Penentuan hari
pengamatan pertama dan kedua disesuaikan dengan komoditas masing-
masing. Rumus untuk menghitung DB adalah :
DB = {(Jumlah kecambah normal hari I + Jumlah kecambah normal hari
II) / Jumlah Benih yang dikecambahkan} x 100%.
2. Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor (IV) dihitung dari persentase kecambah normal (KN) pada
pengamatan pertama dibagi total benih yang dikecambahkan. Rumus
untuk menghitung indeks vigor adalah :
Indeks Vigor = {Jumlah kecambah normal hari I / Jumlah benih yang
dikecambahkan} x 100%.
3. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi Tumbuh Maksimum dihitung berdasarkan jumlah benih
yang tumbuh, baik normal maupun abnormal pada pengamatan terakhir.
Potensi Tumbuh Maksimum = {Jumlah benih yang tumbuh / Jumlah benih
yang dikecambahkan} x 100%.
4. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan jumlah persentase kecambah
normal per etmal (1 etmal = 24 jam) dan dimulai pada hari pertama sampai
hari ke-14 dengan rumus sebagai berikut:
KCT = i = hari pengamatan
Kondisi Kekeringan (sub-optimum) 1. Berat Kering Bibit ( BKB )
Berat kering bibit merupakan berat kering rata-rata bibit yang didapat
dengan mengeringkan bibit dengan oven 60 °C selama 3 x 24 jam pada
akhir pengamatan dengan satuan miligram.
2. Jumlah Daun (JD)
Jumlah daun merupakan jumlah dari daun pada pengamatan terakhir.
3. Persentase daun menggulung.
4. Persentase daun mati.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan Toleransi Kekeringan di Laboratorium Pemilihan Metode Uji Tahap I
Pengamatan yang dilakukan secara visual pada metode uji tahap pertama
menunjukkan bahwa dari 42 metode yang diujikan terdapat 12 metode yang dapat
memperlihatkan adanya perbedaan antara varietas toleran kekeringan dengan
varietas peka kekeringan. Metode-metode yang memperlihatkan adanya
perbedaan antara varietas yang toleran dan peka kekeringan adalah (1) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 180 ml, (2) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 200 ml, (3) cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 240 ml, (4) humus daun bambu dengan komposisi humus daun bambu 206
g dan air 90 ml, (5) humus daun bambu dengan komposisi humus daun bambu
206 g dan air 110 ml, (6) pakis dengan komposisi pakis 80 g dan air 100 ml, (7)
kertas merang dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm
dari permukaan air, (8) kertas merang dengan jarak antar benih 3 cm pada posisi
ketinggian 4 cm dari permukaan air, (9) kertas merang dengan jarak antar benih
4.5 cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari permukaan air, (10) kertas tisu towel
dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 25.5 cm dari permukaan
air, (11) kertas tisu towel dengan jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 24
cm dari permukaan air, dan (12) kertas tisu towel dengan jarak antar benih 4.5 cm
pada posisi ketinggian 31.5 cm dari permukaan air.
Perbedaan antara varietas toleran dan peka terhadap kekeringan pada
setiap metode percobaan berbeda. Pada media cocopeat perbedaan antara varietas toleran dan peka dapat ditunjukkan dengan adanya gejala daun menggulung pada
varietas peka dan tanaman tumbuh segar pada varietas toleran (Gambar 3).
Gambar 3. Cocopeat 139 g dengan volume air 180 ml (kiri) dan 200 ml (kanan) peka
toleran
Pada media humus daun bambu perbedaannya dapat dilihat pada tinggi
tanaman varietas toleran lebih tinggi dibandingkan varietas peka. Selain itu, pada
varietas peka beberapa daun menggulung. Pada media pakis perbedaannya terlihat
pada tinggi tanaman. Tinggi tanaman pada varietas toleran lebih tinggi
dibandingkan varietas peka (Gambar 4).
Humus daun bambu Humus daun bambu Media pakis 206 g + 90 ml 206 g + 110 ml 80 g + 100 ml
Gambar 4. Respon Tanaman pada Berbagai Media Padat terhadap Kekeringan, A = varietas peka, B = varietas toleran
Perbedaan antara varietas toleran dan peka terhadap kekeringan pada
media kertas dapat dilihat dengan adanya gejala daun menggulung, warna daun
yang menguning, tanaman yang pendek dan akar yang pendek pada varietas peka.
Pada kertas merang, varietas toleran terlihat bagus pertumbuhannya dan warna
daun hijau. Selain itu, tinggi tanaman lebih tinggi dan panjang akar lebih panjang
dibandingkan varietas peka. Pada kertas tisu towel, pertumbuhan tanaman antara
varietas toleran dan peka hampir sama bagus. Warna daun hijau pada tanaman
varietas toleran.
Pemilihan Metode Uji Tahap II
Metode uji tahap II ini menggunakan 12 metode yang terdiri atas 6 metode
media kertas dan 6 metode media padat. Pada metode media kertas dilakukan
analisis uji-t terlebih dahulu terhadap peubah panjang kecambah normal, panjang
akar dan panjang plumula sebelum dilakukan analisis uji F. Hasil uji-t panjang
kecambah normal, panjang akar dan panjang plumula media kertas merang
dengan jarak antar benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 17.5 cm dari permukaan
A B A
B
B
air, jarak antar benih 3 cm pada posisi ketinggian 4 cm dari permukaan air, dan
jarak antar benih 4.5 cm pada posisi ketinggian 8.5 cm dari permukaan air
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara varietas toleran dengan varietas
peka kekeringan (Lampiran 5-7). Pada media kertas tisu towel dengan jarak antar
benih 1.5 cm pada posisi ketinggian 25.5 cm dari permukaan air, jarak antar benih
3 cm pada posisi ketinggian 24 cm dari permukaan air, jarak antar benih 4.5 cm
pada posisi ketinggian 31.5 cm dari permukaan air juga menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata antara varietas toleran dengan varietas peka kekeringan.
Hasil analisis sidik ragam pada media kertas menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh interaksi yang nyata antara metode dan varietas yang digunakan
terhadap panjang kecambah, panjang akar dan panjang plumula (Tabel 2). Namun,
pada umumnya faktor tunggal metode berpengaruh sangat nyata terhadap panjang
kecambah, panjang akar dan panjang plumula. Faktor tunggal varietas
berpengaruh nyata terhadap panjang kecambah dan panjang akar, akan tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap panjang plumula.
Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Media Kertas
Sumber
Keterangan: MxV = Interaksi antara Metode dan Varietas, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, angka di dalam kurung adalah nilai F-hitung, ** nyata pada taraf 1%, * nyata pada taraf 5%, tn tidak nyata, data ditransformasi ke √x+5
Hasil analisis sidik ragam pada media padat menunjukkan bahwa interaksi
antara metode dengan varietas hanya berpengaruh nyata terhadap panjang akar
(Tabel 3). Faktor tunggal metode berpengaruh sangat nyata terhadap panjang
berpengaruh sangat nyata terhadap panjang kecambah dan panjang plumula, akan
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar.
Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Media Padat
Sumber
Keragaman db
Nilai Kuadrat Tengah (KT)
PKN PA PP
Ulangan 3 1.07 3.48 0.98
(0.13 tn) (2.36 tn) (0.24 tn)
Metode 5 82.55 26.16 21.66
(10.17 **) (17.77 **) (5.39 **)
Varietas 2 156.12 4.35 111.67
(19.24 **) (2.95 tn) (27.81**)
M x V 10 9.61 3.1 2.84
(1.18 tn) (2.11 *) (0.71 tn)
Galat 51 8.12 1.47 4.02
Keterangan: MxV = Interaksi antara Metode dan Varietas, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, angka di dalam kurung adalah nilai F-hitung, ** nyata pada taraf 1%, * nyata pada taraf 5%, tn tidak nyata
Metode uji dan media tumbuh yang digunakan dalam percobaan benih
sering memberikan hasil percobaan yang berbeda. Percobaan benih umumnya
dilakukan dengan menggunakan substrat kertas atau pasir. Pada penelitian ini
menggunakan substrat kertas merang dan tisu towel. Substrat kertas sebagai media
perkecambahan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kertas
merang berwarna agak kekuningan, berserat, tekstur kasar, tidak mengkilat, dan
mudah menyerap air. Kertas tisu towel berwarna putih, tekstur agak kasar, tidak
mengkilat, berserat, dan mudah menyerap air.
Genotipe terlihat berpengaruh nyata terhadap panjang kecambah normal,
panjang akar dan panjang plumula. Namun, hanya Salumpikit yang berbeda nyata
dengan genotipe B12826E-MR-1 untuk semua peubah yang diamati. Hal ini
diduga karena Inpago 5 sudah mengalami penurunan viabilitas. Tabel 4
menunjukkan bahwa varietas toleran memiliki rataan genotipe panjang kecambah
normal, panjang akar dan panjang plumula yang lebih panjang dibandingkan
varietas peka. Hal ini seseuai dengan penelitian Satria (2009) yang menunjukkan
yang lebih besar dari rataan genotipe peka. Posisi ketinggian benih berpengaruh
terhadap panjang akar karena semakin tinggi posisi benih, maka semakin kering
substrat atau akar sulit memperoleh air. Akar yang panjang berhubungan dengan
kemampuan tanaman untuk menyerap air dan nutrisi dari substrat bagian dalam.
Menurut Yoshida dan Hasegawa dalam Lestari (2005), akar yang tebal dan panjang merupakan ciri penting tanaman yang toleran kekeringan karena akar
yang tebal mempunyai rongga udara lebih banyak sehingga mampu menyerap air
lebih banyak.
Gambar 5 merupakan gambar pertumbuhan akar pada varietas toleran dan
peka kekeringan. Pada varietas toleran kekeringan dapat dilihat bahwa tanaman
padi memiliki panjang akar yang lebih panjang dibanding varietas peka
kekeringan. Akar yang panjang ini akan menopang pertumbuhan tanaman agar
tetap kokoh.
Gambar 5. Pertumbuhan Akar pada Genotipe Peka (A) dan Toleran (B) terhadap Kekeringan pada Kertas Merang
Keadaan tanaman yang ditanam pada media kertas merang umumnya
menunjukkan lebih baik dibandingkan kertas tisu towel. Hal ini dapat dilihat pada
metode dengan menggunakan kertas merang memiliki selisih rataan antara
varietas toleran dan peka yang lebih besar dibandingkan menggunakan kertas tisu
towel (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena kertas merang memiliki daya absorpsi
yang tinggi, seragam, mampu mempertahankan air, dan kecepatan penyerapan air
kapilernya tinggi meskipun berfluktuasi. Kertas merang lebih mudah dalam
aplikasinya dibandingkan kertas tisu towel.
A B
Pengamatan pada kertas tisu towel dengan metode UKD sulit dilakukan.
Hal ini disebabkan oleh sifat kertas tisu towel yang cepat mengering dan
menyerap air sehingga tanaman mudah rusak dan persentase kehilangan akar
besar, akibat pencabutan saat pengamatan. Oleh karena itu, metode dengan
menggunakan kertas merang berpeluang sebagai metode percobaan selanjutnya.
Tabel 4. Rata-Rata Peubah Kecambah Padi Varietas Toleran dan Peka Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan Media Kertas
Tabel 5 menunjukkan bahwa metode dengan menggunakan cocopeat dengan komposisi cocopeat 139 g dan air 200 ml dapat membedakan antara varietas toleran dan peka kekeringan. Hal ini dapat dilihat pada metode tersebut
memiliki selisih rataan terbesar diantara metode lainnya. Cocopeat mempunyai daya simpan air sangat baik serta unsur hara yang cukup.
Tabel 5. Rata-Rata Peubah Kecambah Padi Varietas Toleran dan Peka Kekeringan pada Berbagai Metode Percobaan Media Padat
Media tanam humus mudah ditumbuhi jamur dan memiliki tingkat porositas yang
rendah sehingga akar tanaman tidak mampu menyerap air sedangkan pakis
menyebabkan adanya banyak semut dan binatang kecil lainnya.
Pada pemilihan metode uji tahap kedua, diperoleh kertas merang dan
cocopeat 200 ml air untuk membedakan varietas toleran dan peka kekeringan. Namun, pada metode uji selanjutnya digunakan kertas merang karena biaya yang
dikeluarkan lebih murah dibandingkan cocopeat. Selain itu, kertas merang lebih cepat dan mudah dalam pelaksanaannya.
Pemilihan Metode Uji Tahap III
Pada metode uji tahap ketiga ini dilakukan percobaan dengan
menggunakan kertas merang pada posisi benih dengan ketinggian 17.5 cm, 8.5 cm
dan 4 cm dari permukaan air. Pada posisi ketinggian 17.5 cm terlihat paling dapat
membedakan varietas toleran dan peka kekeringan. Semakin tinggi posisi
ketinggian benih, maka substrat semakin kering.
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada varietas peka kekeringan, tanaman
terlihat lebih menderita dibanding varietas toleran kekeringan. Secara umum,
panjang akar pada varietas toleran lebih panjang dibandingkan varietas peka
kekeringan.
Gambar 6. Perkecambahan Padi pada Kertas Merang dengan Ketinggian Benih 17.5 cm, 8.5 cm dan 4.0 cm dari permukaan air, Genotipe Peka (A) dan Toleran (B)
Penyerapan air pada kertas merang berfluktuasi. Menurut Suwarno dan
Hapsari (2008) kertas merang adalah substrat kertas tertinggi tingkat fluktuasinya B
A
17.5 cm
berdasarkan data ketinggian air kapiler. Fluktuasi tinggi yang terjadi pada kertas
merang diduga karena kertas merang memiliki ketebalan yang tidak merata,
sehingga pada daerah tertentu pergerakan airnya lebih lambat. Menurut Santana
(2005) kertas merang merupakan hasil industri rumah tangga yang tidak memiliki
standarisasi, berbeda dengan jenis kertas lainnya yang diproduksi dengan standar
yang baik.
Hasil analisis sidik ragam pada tiga metode terpilih menunjukkan bahwa
interaksi antara metode dengan varietas hanya berpengaruh sangat nyata terhadap
berat kering kecambah normal, berat kering akar, dan berat kering plumula.
Tabel 6. Rekapitulasi Nilai Kuadrat Tengah (KT) Hasil Sidik Ragam Pengaruh Metode dan Varietas Padi terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Kecambah Normal
Peubah Sumber Keragaman
Faktor tunggal metode berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering
kecambah normal, berat kering akar, berat kering plumula, panjang kecambah
normal, panjang akar, panjang plumula dan daya berkecambah. Faktor tunggal
varietas berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering kecambah normal, berat
kering akar, berat kering plumula, panjang kecambah normal, panjang plumula,
jumlah daun, dan persentase daun menggulung, akan tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap panjang akar, persentase daun mati dan persentase kecambah mati
(Lampiran 8-18).
Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa selisih rataan terbesar dari ketiga
metode terdapat pada metode M2, tetapi metode M2 tidak dapat digunakan untuk
membedakan antara varietas toleran dan peka kekeringan. Hal ini kemungkinan
disebabkan media yang lembab dan kondisi akar tergenang sehingga tidak ada
udara dan berakibat pertumbuhan akar terhambat. Media yang lembab memacu
pertumbuhan cendawan pada benih sehingga benih membusuk.
Tabel 7. Rataan dan Selisih antara Varietas Toleran dan Peka pada Berbagai Metode
Peubah V1 V2 Selisih (V1-V2)
M1 M2 M3 M1 M2 M3 M1 M2 M3
BKKN (g) 0.11 0.09 0.11 0.09 0.05 0.10 0.02 0.04 0.01 BKA (g) 0.04 0.03 0.04 0.03 0.02 0.04 0.01 0.01 0.00 BKP (g) 0.07 0.07 0.08 0.06 0.04 0.07 0.01 0.03 0.01 PKN (cm) 29.94 20.8 25.86 26.8 15.72 22.59 3.14 5.08 3.27 PA (cm) 16.76 9.68 12.84 16.04 8.59 12.86 0.72 1.09 -0.02 PP (cm) 13.22 11.29 12.98 10.77 7.61 9.73 2.45 3.69 3.25 JD (lb) 1 1 1 1 1 2 0 0 -1 DB (%) 100 85.00 97.00 96.00 67.00 95.00 4 18 2 PDG (%) 83.00 81.06 86.33 93.5 100 96.50 -10.5 -18.94 -10.17 PDM (%) a) 0.00 1.00 1.00 1.56 3.43 0.50 -1.56 -2.43 0.50 PKM (%) a) 0.00 1.00 1.00 1.00 3.43 0.00 -1.00 -2.43 1.00
Pada metode M3 hampir semua peubah yang diamati memiliki selisih
rataan antara varietas toleran dan peka yang lebih kecil dibandingkan M1. Peubah
panjang kecambah normal dan panjang plumula pada metode M3 menunjukkan
selisih rataan antara varietas toleran dan peka kekeringan lebih besar
dibandingkan dengan metode M1. Hal ini diduga pada metode M3 ketersediaan
air bagi tanaman masih cukup untuk pertumbuhan plumula. Selain itu mungkin
kadar air pada substrat kertas yang tidak merata (Lampiran 19).
Seleksi toleransi kekeringan dilakukan dengan menggunakan metode M1
dengan peubah persentase daun menggulung. Hal ini disebabkan pada M1 dengan
peubah persentase daun menggulung tanaman memiliki selisih rataan terbesar.
Pada genotipe toleran kekeringan tanaman akan tumbuh bagus, baik pertumbuhan
plumula maupun akar sedangkan genotipe peka kekeringan tanaman akan
menderita.
Percobaan Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Laboratorium Percobaan toleransi kekeringan ini dilakukan menggunakan kertas merang
pada posisi benih dengan ketinggian 17.5 cm dari permukaan air. Hasil analisis
sidik ragam (Tabel 8) menunjukkan faktor genotipe berpengaruh sangat nyata
terhadap peubah berat kering kecambah normal, berat kering plumula, panjang
kecambah normal, panjang akar, panjang plumula, dan persentase daun
menggulung. Pada peubah berat kering akar dan jumlah daun, faktor genotipe
berpengaruh nyata tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap peubah daya
berkecambah, persentase daun mati dan persentase kecambah mati. Pada peubah
persentase daun menggulung memiliki nilai kuadrat tengah yang paling besar
diantara peubah yang lain yaitu sebesar 291.83.
Hal ini diduga peubah persentase daun menggulung memperlihatkan
adanya perbedaan antara varietas toleran dan peka kekeringan yang besar.
Berkurangnya luas permukaan daun merupakan respon pertahanan tanaman
terhadap kekeringan yang dilakukan dengan menggulungnya daun. Luas
permukaan daun yang sempit ini mengakibatkan berkurangnya transpirasi
sehingga tanaman dapat bertahan pada kondisi kekeringan dengan ketersediaan air
Tabel 8. Rekapitulasi Nilai Kuadrat Tengah (KT) Hasil Sidik Ragam Pengaruh Genotipe Padi terhadap Masing-Masing Peubah yang Diamati pada Kecambah Normal
Keterangan: BKKN = Berat Kering Kecambah Normal, BKA = Berat Kering Akar, BKP = Berat Kering Plumula, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, JD = Jumlah Daun, PDG = Persentase Daun Menggulung, PDM = Persentase Daun Mati, PKM = Persentase Kecambah Mati, DB = Daya Berkecambah, angka yang berada di dalam kurung adalah nilai F-hitung, ** nyata pada taraf 1%, * nyata pada taraf 5%, tn tidak nyata, a) angka ditransformasi √x+0.5
Berdasarkan hasil percobaan, pada peubah persentase daun menggulung
memiliki rataan sebesar 83.15% dengan nilai kisaran antara 58.75% - 95.42%
(Tabel 9). Genotipe yang memiliki nilai persentase daun menggulung terkecil
adalah B11177G-TB-1-2. Peubah berat kering kecambah normal memiliki rataan
sebesar 0.090 g dengan nilai kisaran antara 0.061 g – 0.124 g. Peubah berat kering
akar memiliki rataan sebesar 0.033 g dengan nilai kisaran antara 0.023 g – 0.044
g. Peubah berat kering plumula memiliki rataan 0.063 g dengan nilai kisaran
Tabel 9. Rataan dan Kisaran Nilai Masing-Masing Peubah yang Diamati
Keterangan: BKKN = Berat Kering Kecambah Normal, BKA = Berat Kering Akar, BKP = Berat Kering Plumula, PKN = Panjang Kecambah Normal, PA = Panjang Akar, PP = Panjang Plumula, JD = Jumlah Daun, DB = Daya Berkecambah, PDG = Persentase Daun Menggulung, PDM = Persentase Daun Mati, PKM = Persentase Kecambah Mati, angka-angka di dalam kurung merupakan angka kisaran pada setiap peubah, a) angka ditransformasi √x+0.5
Peubah panjang kecambah normal memiliki rataan 25.12 cm dengan nilai
kisaran antara 21.20 cm – 30.76 cm. Peubah panjang akar memiliki rataan 16.37
cm dengan nilai kisaran antara 13.82 cm – 19.59 cm. Peubah panjang plumula
memiliki rataan 8.74 cm dengan nilai kisaran antara 6.46 cm – 11.43 cm
Percobaan Toleransi Kekeringan 46 Genotipe Padi Gogo di Rumah Kaca Pengelompokan genotipe pada percobaan di rumah kaca berdasarkan skor
IRRI dengan peubah persentase daun mati adalah sangat toleran (1) dengan gejala
kekeringan ≤ 10%, toleran (3) dengan gejala kekeringan > 10% - ≤ 25%, sedang
(5) dengan gejala kekeringan > 25% - ≤ 50%, peka (7) dengan gejala kekeringan
(IRRI, 1988). Hasil pengelompokan tingkat toleransi kekeringan di rumah kaca
berdasarkan persentase daun mati menunjukkan bahwa dari 46 genotipe yang diuji
terdapat 27 genotipe peka kekeringan dan 19 genotipe sangat peka kekeringan
(Lampiran 20). Berdasarkan hasil percobaan terdapat lima genotipe yang
menunjukkan tingkat toleransi paling tinggi diantara genotipe peka dan sangat
peka. Lima genotipe tersebut adalah TB155J-TB-MR-3-3, B11629F-TB-2-3-5,
B11584E-MR-5-4-3-1-2-4-2-2, B11576F-MR-8-1-2-2-1, dan B11338F-TB-26-5
(Lampiran 21).
Tabel 10 menunjukkan bahwa peubah rumah kaca lainnya memiliki nilai
kisaran yang saling ”overlap”. Hal ini dikarenakan pada peubah persentase daun menggulung, berat kering bibit dan jumlah daun memiliki koefisien korelasi yang
tidak nyata dengan peubah persentase daun mati di rumah kaca. Pada peubah
persentase bibit mati dengan koefisien korelasi yang nyata tetap memiliki nilai
kisaran yang ”overlap” karena nilai koefisien korelasi yang tidak 100%.
Tabel 10. Rataan dan Kisaran Nilai Peubah Rumah Kaca Berdasarkan
(51.11-75.00) (0.00-53.33) (22.22-74.23) (1.10-2.83) (3-4) Sangat
peka 19 84.16 58.95 54.02 1.60 4.00
(75.56-96.11) (33.00-86.67) (7.22-87.23) (0.87-2.37) (3-4)
Keterangan: PDM = Persentase Daun Mati, PBM = Persentase Bibit Mati, PDG = Persentase Daun Menggulung, BKB = Berat Kering Bibit, JD = Jumlah Daun
Hasil uji cek toleran Salumpikit dan cek peka IR 20 di rumah kaca
menunjukkan bahwa berdasarkan tingkat toleransi persentase daun mati, cek
toleran Salumpikit tergolong peka dan cek peka IR 20 tergolong sangat peka. Hal
ini dikarenakan kadar air pada pot permanen tidak merata (Lampiran 22) sehingga
molekul air tidak berada pada permukaan akar semuanya dan berakibat
pertumbuhan tanaman menjadi terganggu.
Analisis korelasi merupakan analisis untuk mengetahui keeratan hubungan
antar dua peubah atau lebih. Peubah persentase bibit mati dapat juga digunakan
untuk menilai tingkat toleransi kekeringan. Tabel 11 menunjukkan bahwa korelasi