• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Keputusan Pembelian Minyak Goreng Kemasan Merek Bimoli (Studi Kasus : Rumah Tangga di Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Keputusan Pembelian Minyak Goreng Kemasan Merek Bimoli (Studi Kasus : Rumah Tangga di Kota Bogor)"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian rakyat dan daerah serta penyerapan tenaga kerja. Perkembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia sangat pesat sejak awal tahun 80-an dan pada tahun 2009 luas lahan perkebunan kelapa sawit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia telah mencapai 7,3 juta ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia.

Indonesia mengekspor minyak sawit terutama dalam bentuk minyak sawit mentah. Kontribusi CPO Indonesia terhadap dunia semakin meningkat dan berhasil mengungguli Malaysia menjadi produsen terbesar dunia pada tahun 2006. Volume ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2009 mencapai 15,5 juta ton, sedangkan pada tahun 2005 mencapai 10,37 juta ton, sehingga dalam kurun waktu lima tahun kenaikan volume ekspor lebih dari 50 persen. Nilai ekspor pada tahun 2009 mencapai US$ 9,14 miliar atau meningkat sekitar 250 persen dibandingkan dengan nilai ekspor pada 2005 yaitu US$ 3,76 miliar.

Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia 2005-2009

Tahun

(2)

memiliki biaya produksi yang lebih rendah. Sehingga sangat perlu upaya untuk meningkatkan daya saing minyak sawit terhadap minyak nabati lainnya dengan melakukan efisiensi proses pengolahan produk sawit, penganekaragaman produk-produk sawit dan pengolahan produknya yang ramah lingkungan.

Minyak sawit dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, industri minyak goreng adalah industri yang paling banyak menyerap bahan baku minyak sawit. Lebih dari 70 persen minyak goreng yang ada di Indonesia terbuat dari minyak sawit. Dari tabel 2 dapat terlihat bahwa produksi minyak goreng Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia mengalami surplus produksi minyak goreng, dimana konsumsi domestik telah terpenuhi dari industri minyak goreng dalam negeri, dan sisanya diekspor ke negara lain yang berdampak bagi penambahan devisa negara.

Tabel 2. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Minyak Goreng

Tahun Produksi

(Kg)

Konsumsi

Domestik (Kg) Luar Negeri (Kg)

2006 6.627.000 3.297.000 3.330.000

2007 7.596.000 3.546.000 4.050.000

2008 8.328.000 3.797.000 4.531.000

Sumber : Departemen Perindustrian, 2009

Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang cukup penting peranannya bagi masyarakat Indonesia dan juga bagi perekonomian Indonesia. Minyak goreng dapat berpengaruh cukup signifikan terhadap suatu produk yang proses pengolahannya menggunakan minyak goreng, khususnya bagi industri makanan. Dapat terlihat dari pengalaman selama ini yang menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menyebabkan timbulnya dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian nasional.

(3)

Tabel 3. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata Penduduk Indonesia Per Kapita Seminggu Untuk Minyak dan Lemak 2011

Jenis Satuan Banyaknya Nilai

Minyak Kelapa Liter 0,036 346

Minyak jagung Liter 0,001 12

Minyak Goreng Liter 0,158 1.912

Kelapa Butir 0,143 309

Margarin Ons 0,012 30

Lainnya Liter 0,003 38

Sumber : BPS, 2011

Konsumsi dan pengeluaran rata-rata penduduk Indonesia per kapita seminggu untuk minyak goreng pada tahun 2011 terlihat cukup tinggi dibandingkan jenis makanan lainnya di antara jenis minyak dan lemak yaitu sebanyak 0,158 dengan nilai sebesar 1.912.

Industri minyak goreng sawit dalam negeri terbagi menjadi dua, yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan bermerek. Minyak goreng curah merupakan minyak goreng yang dijual ke pasar tanpa menggunakan merek dan label produk, yang biasanya ditempatkan di dalam jerigen besar atau drum, lalu dijual literan kepada konsumen. Sedangkan minyak goreng kemasan bermerek adalah minyak goreng yang ditawarkan ke pasar dengan menggunakan kemasan, merek dan label produk. Walaupun minyak goreng curah masih mendominasi lebih dari 60 persen pangsa pasar, namun semakin banyak produsen yang memusatkan produknya dengan menggunakan merek. Melihat peluang pasar yang masih terbuka lebar menyebabkan semakin banyak muncul perusahaan yang bergerak dalam industri minyak goreng kemasan bermerek dan membuat terjadinya persaingan yang ketat diantara produk minyak goreng kemasan bermerek. Menurut data dari Frontier Consulting Group hingga tahun 2012 ini terdapat lima merek besar minyak goreng yang bermain di pasar Indonesia yaitu Bimoli, Filma, Tropical, Sania, dan Kunci Mas. Dengan Bimoli yang selama sepuluh tahun terakhir menjadi penguasa di pangsa pasar minyak goreng sawit kemasan bermerek.

I. 2 Rumusan Masalah

(4)

Bimoli. Minyak goreng Bimoli merupakan pioner dalam industri minyak goreng bermerek. Walaupun sampai saat ini Bimoli masih menjadi market leader di sektor produk minyak goreng sawit kemasan bermerek, namun telah banyak produk sejenis muncul di pasaran yang siap mencuri pangsa pasar Bimoli. Dapat terlihat dari Tabel 4,

Top Brand Index (TBI) dan Top of Mind (TBI) dari Bimoli terus mengalami penurunan hingga tahun 2012. Nilai TOM dan TBI mencerminkan posisi merek minyak goreng Bimoli di benak kosumen yang berpengaruh pada konsumsi merek Bimoli.

Tabel 4. Lima Merek Top of Mind (TOM) dan Top Brand Index (TBI) dalam Industri Minyak Goreng Sawit Kemasan Bermerek

No Merek Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

TBI (%) TOM (%) TBI (%) TOM (%) TBI (%) TOM (%)

1 Bimoli 59,2 63,2 55,2 60,7 51,2 55,5

2 Filma 12,4 16,5 14,4 13,2 11,7 10,9

3 Sania 7,2 5,6 4,2 8,1 9,9 9,3

4 Tropical 7,0 5,1 8,8 6,7 3,3 7,3

5 Kunci Mas 3,4 3,8 4,2 2,9 3,2 2,9

Sumber : Frontier Consulting Group, 2012

Dari data Frontier Consulting Group, ditemukan bahwa konsumen tidak bisa membedakan kualitas minyak goreng satu dengan lainnya. Konsumen cenderung mengatakan bahwa kejernihan, unsur vitamin, kandungannya yang sehat, dan lezat ada di semua minyak goreng bermerek. Tidak adanya perbedaan alasan dalam memlilih merek tertentu, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pemilik merek untuk menciptakan perbedaan antar merek di kategori ini. Agar Bimoli tetap menjadi market leader, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang membuat konsumen membeli dan mengkonsumsi produk Bimoli hingga saat ini di tengah semakin banyaknya para pesaing dan menyusun strategi pemasaran yang menekankan pada faktor-faktor tersebut. Berdasarkan identifikasi di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik konsumen minyak goreng kemasan bermerek Bimoli?

2. Bagaimana proses keputusan pembelian minyak goreng Bimoli dilakukan oleh konsumen?

(5)

minyak goreng kemasan bermerek Bimoli? 1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian minyak goreng kemasan bermerek Bimoli. Tujuan penelitian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli.

2. Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan konsumen dalam memilih produk miyak goreng kemasan bermerek Bimoli.

3. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam pembelian produk miyak goreng kemasan bermerek Bimoli.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

1. Perusahaan, sebagai bahan masukan informasi. Melalui penelitian ini produsen akan memperoleh masukan khususnya untuk rencana pemasaran agar dapat mempertahankan dan memperluas pangsa pasar.

2. Akademis, sebagai tambahan informasi dan wawasan dalam bidang manajemen pemasaran dan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003) tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) terbagi atas jenis berdasarkan karakter ketebalan cangkang buahnya, yaitu dura (D), tenera (T) dan pisifera (P). Kelapa sawit dura memiliki cangkang yang tebal (2-5 mm), tenera yang memiliki ketebalan cangkang 1-2.5 mm dan pisifera

(hampir) tidak mempunyai inti dan cangkang. Tenera adalah hibrida dari persilangan

dura dan pisifera sehingga memiliki cangkang intermediate (0.5 – 4 mm) dan merupakan tipe umum yang digunakan di perkebunan. Ketebalan cangkang ini sangat berkaitan erat dengan persentase mesokarp/buah (berasosiasi dengan kandungan minyak) dan persentase inti/buah (berasosiasi dengan inti).

Tabel 5. Karakteristik Tipe Kelapa Sawit Dura, Tenera, dan Pisifera

Tipe Cangkang (mm) Mesokarp/buah (%) Inti/buah (%)

Dura 2-5 20-65 4-20

Tenera 1- 2,5 60-90 3-15

Pisifera Tidak ada 92-97 3-8

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2003

Buah merupakan bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi dibanding bagian lain. Tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan buah pada umur 30 bulan setelah tanam. Buah pertama yang keluar (buah pasir) belum dapat diolah di pabrik kelapa sawit karena kandungan minyaknya yang rendah. Buah kelapa sawit normal berukuran 12-18 g/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir berisi sekitar 10-18 butir tergantung kepada kesempurnaan penyerbukan. Bulir-bulir ini menyusun tandan buah yang berbobot rata-rata 20-30 kg/tandan. Setiap tandan buah segar berisi sekitar 2000 buah sawit. Tandan buah segar inilah yang dipanen dan diolah di pabrik kelapa sawit. Buah kelapa sawit tenera (untuk selanjutnya, yang dimaksud kelapa sawit adalah

tenera) memiliki sebuah inti/kernel (yang mengandung minyak inti sawit) yang dikelilingi oleh perikarp. Perikarp tersususun atas tiga lapisan yaitu endokarp yang keras (cangkang), mesokarp yang berserat dan mengandung minyak sawit (CPO) dan

(7)

sekitar 49 persen minyak sawit kasar, 35 persen air dan 156 persen padatan non minyak atau dengan kata lain mengandung sekitar 70-75 persen (basis kering) minyak sawit. 2.2. Pemanfaatan Minyak Sawit

Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah. Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003) minyak sawit Indonesia sebagian besar masih diekspor dalam bentuk CPO, sedangkan di dalam negeri, sekitar 80 persen minyak sawit diolah menjadi produk pangan terutama minyak goreng.

Kelapa sawit dan produk turunannya juga memiliki nilai kompetitif yang tinggi jika dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Kelapa sawit memiliki produktivitas yang lebih tinggi dengan menghasilkan minyak sekitar tujuh ton/ha, dibandingkan dengan kedelai yang menghasilkan minyak sebesar tiga ton/ha. Di samping itu kelapa sawit juga memiliki biaya produksi yang lebih rendah dan ramah lingkungan. Beberapa cara untuk meningkatkan daya saing minyak sawit terhadap minyak nabati lainnya yaitu melalui efisiensi proses pengolahan produk sawit, penganekaragaman produk-produk berbahan baku minyak sawit, dan pemanfaatan limbah serta pengolahannya yang ramah lingkungan. Indonesia masih mengekspor minyak sawit terutama bentuk minyak sawit mentah. Di lain pihak, ketersediaan minyak sawit mentah (MSM) cukup melimpah, produksinya terus meningkat dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan produk turunannya. Oleh karena itu, untuk memberikan nilai tambah kepada minyak sawit tersebut perlu ditingkatkan pengunaannya sebagai bahan baku produk olahan untuk keperluan pangan maupun non pangan/oleokimia yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi dan dapat diekspor ke luar negeri.

Minyak sawit mengandung komponen minor seperti tokoferol dan tokotrienol

(vitamin E) serta beta-karoten yang sangat diperlukan untuk kesehatan. Penganekaragaman produk olahan dari minyak kelapa sawit merupakan sebuah langkah strategi untuk memacu laju konsumsi sawit domestik dan laju ekspor produk sawit ke pasaran internasional.

(8)

terutama dalam pendayagunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku produk pangan. Industri minyak goreng adalah industri yang paling banyak menyerap bahan baku minyak sawit, sedangkan industri margarin dan shortening relatif masih sedikit. 2.3. Minyak Goreng

Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, yang dimaksud dengan minyak goreng nabati adalah minyak goreng yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak nabati (vegetable oil). Tujuan permurnian untuk menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak bebas dan zat-zat lain yang tidak diperlukan. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-0018-1998), minyak goreng sawit atau RBD palm oil adalah minyak fraksi cair berwarna kuning kemerahan yang diperoleh dengan cara fraksinasi RBD palm oil atau crude palm oil dan telah mengalami proses permurnian. Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan (http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng).

Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003) lebih dari 70 persen minyak goreng yang ada di Indonesia terbuat dari minyak sawit. Kelebihan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng adalah kandungan asam oleat yang relatif tinggi yaitu sekitar 40 persen. Asam oleat adalah asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap, sehingga selama proses penggorengan relatif lebih stabil dibandingkan dengan minyak yang mengandung asam lemak dengan ikatan rangkap lebih dari satu seperti minyak kedele. Namun dari segi performa (penampilan), minyak sawit lebih cepat membentuk cloud

(awan/keruh) dibandingkan minyak kedelai karena kandungan asam lemak jenuh minyak sawit relatif tinggi yaitu sekitar 50 persen.

2.4. Pemasaran

(9)

holistik adalah pemasaran hubungan, pemasaran terpadu, pemasaran internal, dan pemasaran yang bertanggung jawab, dapat dilihat pada Gambar 1.

Departemen Manajemen Departemen Komunikasi Produk& Saluran Pemasaran Senior Lain Jasa

Etika Masyarakat Pelanggan Mitra

Lingkungan Hukum Saluran

Gambar 1. Dimensi Pemasaran Holistik (Kotler dan Keller, 2007)

2.5.Promosi

Menurut Didih Suryadi (2011) promosi ialah serangkaian kegiatan untuk mengkomunikasikan, memberi pengetahuan dan meyakinkan orang tentang suatu produk agar ia mengakui kehebatan produki tersebut, juga mengikat pikiran dan perasaannya dalam suatu wujud loyalitas terhadap produk. Kegiatan promosi hendaknya tidak sekedar merangsang minat beli pelanggan saja, kegiatan promosi sejatinya mendorong pelanggan untuk menjadi mitra yang selalu siap memberikan ide-ide agar produk kita lebih baik lagi serta memberi informasi mengenai berbagai hal yang bisa memperkokoh eksistensi produk kita.

Promosi merupakan pintu pertama untuk dapat memasuki pasar. Dari pintu itu para produsen melangkah menuju misi utamanya, yaitu menguasai pasar, merekrut pelanggan sebanyak-banyaknya dalam tenggat waktu yang secepat-cepatnya. Puncak

Pemasaran yang Bertanggung Jawab

Sosial

Pemasaran Relasi/ Hubungan

Pemasaran Terpadu Pemasaran

Internal

Pemasaran

(10)

keberhasilan kegiatan promosi tentu saja ketika kegiatan itu mampu membuat pelanggan jatuh cinta terhadap produk kita sehingga mereka memiliki loyalitas yang sulit dirobohkan.

2.6. Perilaku Konsumen

Engel, Blackwell dan Miniard (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan barang dan jasa termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut. Dengan mendapatkan pemahaman konsumen yang menyeluruh dan mendalam, akan membantu memastikan bahwa produk yang tepat dipasarkan pada konsumen yang tepat dengan cara yang tepat (Kotler dan Keller, 2007). Sumarwan (2010) mendefinisikan perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.

Bagi produsen/perusahaan sekarang ini sangat penting untuk memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen. Dengan banyaknya pesaing dari sebuah produk, konsumen semakin teliti dalam melakukan keputusan pembelian. Sekarang ini konsumen memiliki banyak pilihan untuk dapat membeli suatu produk yang diinginkan, produk yang menurut mereka itu lebih sesuai berdasarkan harga, kualitas, dan keinginan mereka.

2.7. Proses Pengambilan Keputusan

Konsumen dalam melakukan keputusan pembelian atau untuk mengkonsumsi suatu produk harus melalui beberapa tahapan tertentu. Berdasarkan model Kotler dan Keller (2007) proses pengambilan keputusan membeli oleh konsumen disebut model lima tahap. Kelima tahapan tersebut adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. (Gambar 2 )

Gambar 2. Proses Pembelian Konsumen Model Lima Tahap (Kotler dan Keller, 2007)

(11)

hingga setelah pembelian. Setiap konsumen akan melewati kelima tahap ini untuk setiap proses pembelian yang mereka buat.

2.7.1. Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Menurut Kotler dan Keller (2007), kebutuhan dapat dicetuskan oleh stimulus, baik internal maupun eksternal. Stimulus internal adalah kebutuhan dasar yang timbul dari dalam seperti lapar, haus dan sebagainya. Sedangkan stimulus eksternal adalah kebutuhan yang ditimbulkan karena dorongan eksternal. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu, dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen dan menyusun strategi pemasran yang tepat.

Sedangkan menurut Sumarwan (2010), pengenalan kebutuhan atau masalah muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi.

2.7.2. Pencarian Informasi

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Menurut Kotler dan Keller (2007), rangsangan tersebut terbagi menjadi dua level, situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian, pada level ini orang hanya sekadar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang tersebut akan aktif mencari informasi seperti mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tersebut.

Sedangkan menurut Sumarwan (2010) pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang disimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal).

2.7.3. Evaluasi Alternatif

(12)

model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu, model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.

Mendefinisikan evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya (Sumarwan, 2010).

2.7.4. Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Keller (2007), dalam tahap evaluasi konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Selanjutnya konsumen membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud pembelian, konsumen bisa mengambil lima sub keputusan : merek, dealer, kuantitas, waktu, dan metode pembayaran.

Faktor pertama adalah faktor sikap atau pendirian orang lain. Faktor ini mempengaruhi alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Semakin kuat sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan semakin menyesuaikan maksud pembeliannya. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi niat pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi. Adanya faktor ini akan dapat mengubah rencana pembelian suatu produk atau jasa yang akan dilakukan konsumen.

2.7.5. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah membeli suatu produk, konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian karena memerhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya (Kotler dan Keller, 2007). Sehingga tugas pemasar tidak cukup berakhir saat produk dibeli, para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian.

2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

(13)

faktor pribadi dan faktor psikologis. 2.8.1. Faktor Budaya

Budaya adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang yang paling dasar. Perilaku manusia dipelajari secara luas. Anak-anak yang sedang bertumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Hal tersebut akan berbeda di setiap wilayah yang memiliki budaya yang berbeda pula. Sehingga pemasar sangat berkepentingan untuk melihat pergeseran kultur tersebut agar dapat menyediakan produk-produk baru yang diinginkan konsumen (Kotler dan Amstrong, 2008)

Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Ketika subkultur menjadi besar dan cukup makmur, perusahaan sering merancang program pemasaran secara khusus untuk melayani mereka. Pemasaran lintas budaya muncul dari riset pemasaran yang cermat, yang menyingkapkan bahwa relung etnis dan demografik yang berbeda tidak selalu menanggapi dengan baik iklan pasar-massal.

Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial berbeda dalam preferensi atas produk dan merek, media, bahasa, preferensi rekreasi, dan memiliki banyak ciri-ciri lain (Kotler dan Keller 2007).

2.8.2. Faktor Sosial

(14)

Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Dapat dibedakan menjadi dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari adalah keluarga prokreasi yaitu, pasangan dan anak seseorang (Kotler dan Keller, 2007).

Seseorang menjadi anggota banyak kelompok, keluarga, klub dan organisasi. Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat didefinisikan dalam peran dan status. Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang di sekitarnya. Masing-masing peran membawa status yang mencerminkan nilai umum yang diberikan kepadanya oleh masyarakat (Kotler dan Amstrong, 2008).

2.8.3. Faktor Pribadi

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia dan tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep-diri.

Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang hidup mereka. Selera makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering berhubungan dengan usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga, tahap-tahap yang dilalui keluarga ketika mereka menjadi matang dengan berjalannya waktu. Pemasar sering mendefinisikan pasar sasaran mereka dengan tahap siklus hidup dan mengembangkan produk dan rencana pemasaran yang sesuai untuk tahap itu (Kotler dan Amstrong, 2008).

(15)

penempatan ulang, dan menetapkan kembali harga produk mereka sehingga mereka dapat terus menawarkan nilai kepada para pelanggan sasaran.

Masing-masing orang memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian adalah ciri bawaan psikologis manusia (human psychological traits) yang khas yang menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian dapat menjadi variabel yang sangat berguna dalam menganalisis pilihan merek konsumen. Para konsumen sering memilih dan menggunakan merek yang memiliki kepribadian merek yang konsisten dengan konsep-diri aktual mereka sendiri.

Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya. Para pemasar mencari hubungan produk mereka dan kelompok gaya hidup. Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh nilai inti, yaitu sistem kepercayaan yang melandasi sikap dan perilaku konsumen. Nilai inti itu jauh lebih dalam daripada perilaku atau sikap, dan pada dasarnya menentukan pilihan dan keinginan orang dalam jangka panjang (Kotler dan Keller, 2007).

2.8.4. Faktor Psikologis

Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama: motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap. Seseorang senantiasa mempunyai banyak kebutuhan. Kebutuhan biologis seperti rasa lapar, haus, dan ketidaknyamanan. Kemudian kebutuhan psikologis timbul dari kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa memiliki. Motif (atau dorongan) adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Kotler dan Amstrong, 2008).

(16)

Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil belajar. Pendorong adalah rangsangan internal kuat yang mendorong tindakan. Isyarat adalah rangsangan kecil yang menentukan kapan, di mana, dan bagaimana tanggapan seseorang. Teori pembelajaran mengajarkan para pemasar bahwa mereka dapat membangun permintaan atas produk dengan mengaitkannya pada dorongan kuat, menggunakan isyarat yang memberikan pendorong atau motivasi, dan memberikan pengukuhan yang positif.

Semua informasi dan pengalaman yang dihadapi orang ketika mereka mengarungi hidup dapat berakhir dalam memori jangka panjang. Pemasar dapat terlihat meyakinkan bila para konsumen memiliki jenis pengalaman produk dan layanan yang tepat seperti struktur pengenalan merek yang diciptakan dan dipertahankan dalam memori (Kotler dan Keller, 2007).

2.9 Uji Validitas

Uji validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu alat ukur atau isntrumen (kuisioner). Validitas menunjukkan sejauh mana alatdapat mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2005). Untuk uji validitas diketahui dengan cara menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pernyataan dengan skor total memakai rumus tekhnik korelasi Product Moment Pearson sebagai berikut :

...(1) Keterangan :

r = Koefisien validitas yang dicari n = jumlah responden

X = Skor masing-masing pertanyaan X Y = Skor masing-masing pertanyaan Y

(17)

sebanyak 20 pertanyaan terbukti valid. Dimana nilai pada Thit pertanyaan tersebut lebih besar dati pada Ttabel ; 0,361 (Lampiran 2).

2.10 Uji Realibilitas

Uji reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur didalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2005). Uji reliabilitas data kuisioner dilakukan dengan menggunakan perhitungan metode Cronbach’s Alpha dengan rumus :

...(2) Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen k = banyak butir pertanyaan

= jumlah ragam butir = varians total

Rumus untuk mencari nilai ragam adalah:

...(3) Keterangan:

σ2

= ragam

n = jumlah sampel X = nilai skor akhir 2.11 Analisis Deskriptif

(18)

2.12 Analisis Faktor

Menurut Suliyanto (2005) analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti. Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, dimana variabel yang memiliki korelasi erat akan membentuk suatu faktor, sedangkan variabel yang ada dalam suatu faktor akan memiliki korelasi yang lemah dengan variabel yang terdapat dalam faktor lain. Fungsinya antara lain untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel, mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkorelasi, dan mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk di analisis dengan analisis multivariat lainnya.

Untuk melakukan penelitian dengan menggunakan analisis faktor, jumlah sampel yang diambil minimal adalah empat sampai lima kali jumlah variabel. Namun, bukan berarti bahwa jumlah sampel yang diambil telah mewakili populasi. Jumlah sampel tersebut hanya dapat memenuhi syarat untuk dapat melakukan analisis faktor.

Menurut Suliyanto (2005), model analisis faktor dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Analisis komponen utama (Principle Component Analysis), merupakan model dalam analisis faktor yang tujuannya untuk melakukan prediksi terhadap sejumlah faktor yang akan dihasilkan.

Model Principal Components Analysis :

Fm =

l

mX1 +

l

mX2+…

l

mpXp...(4)

Syarat, m ≤ p

Ketereangan:

F = faktor principal component (unobservable)

X = variabel yang diteliti (observable)

l

= bobot dari kombinasi linier (loading)

(19)

Analisis faktor digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Menurut Suliyanto (2005) proses analisis faktor meliputi :

1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis.

2. Menguji variabel-variabel yang akan ditentukan, dengan menggunakan metode

Barlett test of sphericity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling Adequacy). Untuk menguji kesesuaian pemakaian analisis faktor, digunakan metode Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah uji yang nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks tinggi (berkisar antara 0,5 sampai 1,0), analisis faktor layak dilakukan. Sebaliknya, apabila nilai KMO dibawah 0,5 maka analisis faktor tidak layak dilakukan atau ditolak.

Untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel sudah memadai atau tidak digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Angka MSA berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria:

a. MSA=1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain. b. MSA>0,5, variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut. c. MSA<0,5,variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

3. Melakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu factoring, atau menurunkan satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji variabel sebelumnya.

4. Melakukan proses factor rotation atau rotasi terhadap faktor yang telah terbentuk. Tujuan rotasi untuk memperjelas variabel yang masuk ke dalam faktor tertentu.

5. Interpretasi atas faktor yang terbentuk, khususnya memberi nama atas faktor yang terbentuk tersebut yang dianggap dapat mewakili variabel-variabel anggota faktor tersebut.

(20)

i 2.13 Penelitian Terdahulu

Supriyana (2006) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Pembelian Minyak Goreng Bermerek dan Tidak Bermerek (Kasus : Rumah Makan di Kota Bogor). Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis diskriminan dan analisis ukuran pemusatan. Pada responden minyak goreng bermerek atribut yang dianggap paling penting adalah warna (33,33 persen), sementara pada responden minyak goreng tidak bermerek atribut yang dianggap paling penting adalah harga (61,11 persen). Berdasarkan analisis tingkat kepentingan atribut produk, diperoleh atribut yang dianggap sangat penting oleh responden minyak goreng bermerek adalah atribut informasi produk, aroma, warna, kemudahan memperoleh, merek, dan harga, sementara atribut kemasan dan promosi merupakan atribut yang dianggap penting.

Fadhilla (2008) dalam penelitiannya tentang Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Minyak Goreng Kemasan Merek Bimoli (Kasus : Rumah Tangga di Kota Bogor). Berdasarkan analisis menggunakan metode Importance-Performance Analysis, atribut yang termasuk Kuadran I adalah layanan informasi, dan tanggal kadaluarsa. Atribut pada Kuadran II adalah tidak mudah berbusa saat dipakai memasak, kejernihan, informasi gizi dan jaminan halal, serta kemudahan didapat. Pada Kuadran III terdapat atribut kemampuan membuat renyah, harga sesuai kualitas, cepat tiris, dan iklan dan promosi. Sedangkan pada Kuadran IV terdapat atribut merek, aroma, cepat panas, variasi ukuran produk, dan banyak digunakan orang.

(21)
(22)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Bimoli merupakan pioner dan market leader untuk minyak goreng kemasan bermerek hingga tahun 2012 ini. Para pesaing-pesaingnya terus berusaha untuk merebut pangsa pasar Bimoli dengan keunggulan-keunggulan yang mereka tawarkan. Untuk terus memimpin pasar dan selalu menimbulkan adanya kepuasan konsumen, Bimoli harus terus menjaga kualitas terbaiknya. Kepuasan konsumen ini harus terus dijaga, karena walaupun konsumen sudah merasa puas masih selalu ada kemungkinan untuk berpindah ke lain merek apabila terdapat keunggulan lebih yang ditawarkan dari produk pesaing baik kualitas maupun harga. Namun jika konsumen yang sudah merasa sangat puas memiliki kemungkinan yang relatif kecil untuk berpindah ke merek minyak goreng kemasan lainnya.

Bimoli harus terus melakukan strategi pemasaran yang tepat bagi produknya di pasaran. Positioning yang sejak lama sudah terbentuk dibenak konsumen harus tetap dipertahankan. Dalam menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk memasarkan produknya, pihak produsen Bimoli harus mengetahui bagaimana proses seorang konsumen dalam membuat sebuah keputusan mengenai pembelian suatu produk. Jika proses tersebut sudah diketahui, maka produsen dapat menarik kesimpulan mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang.

(23)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian

Produsen Minyak Goreng Bimoli

Strategi Pemasaran

Kebutuhan Pengetahuan Perilaku Konsumen Minyak

Goreng Bimoli

Karakteristik Konsumen

Faktor-faktor yang Mempengaruhi perilaku

konsumen

Analisis Deskriptif

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

pembelian

Analisis Faktor

Rekomendasi kepada Produsen Proses Pengambilan

(24)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengumpulan data melalui teknik wawancara dan teknik angket (kuesioner) dilakukan pada rumah tangga di Kota Bogor yang selalu atau pernah membeli minyak goreng kemasan merek bimoli minimal 3 bulan ke belakang dari waktu dilakukannya penelitian. Waktu tiga bulan dirasa cukup untuk menilai dan merasakan adanya kecocokan terhadap produk minyak goreng yang dikonsumsi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2012.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. a. Data primer yaitu data asli yang dikumpulkan secara langsung dari konsumen Bimoli sebagai sumber data menggunakan kelengkapan kuesioner penelitian yang dapat dilihat pada lampiran 1. Responden diambil secara acak namun proporsional menurut wilayahnya.

b. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini antara lain data lembaga lain seperti BPS, penelitian terdahulu, studi literatur, tabloid, majalah, internet dan sumber lain yang dapat mendukung data dalam penelitian ini.

3.4. Jumlah Sampel dan Metode Pengambilan Sampel

Adapun jumlah sampel yang digunakan dengan merujuk kepada Rumus Slovin yang digunakan untuk menentukan ukuran minimal sampel yang dibutuhkan dari suatu populasi sehingga mendapatkan sampel yang dapat menggambarkan serta mewakili data populasi, adapun rumusnya sebagai berikut :

...(5) Keterangan :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

e = Nilai kritis yang digunakan (10%)

Data jumlah populasi ketika penelitian dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6. Terlihat bahwa jumlah rumah tangga Kota Bogor adalah 238.902 orang, dengan menggunakan rumus slovin, taraf nyata sebesar 10 persen (e) maka, responden yang diambil adalah 99,96 setara dengan 100 orang responden. Responden yang diambil berdasarkan proporsional sampling, yaitu dari Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Barat, dan Tanah Sareal.

= 238902 = 99,96 ≈ 100

(25)

Tabel 6. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan di Kota Bogor Tahun 2009

Sumber : BPS Kota Bogor, 2010

Metode penarikan sampel dilakukan dengan teknik proporsional sampling.

Proporsional sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana peneliti menetapkan proporsi atau jumlah tertentu untuk sampel yang memiliki karakteristik yang diinginkan di mana kategorinya ditentukan sendiri oleh peneliti. Pengambilan responden per kecamatan (n) :

n = Jumlah RT di suatu kecamatan X 100

total RT di Kota Bogor

Tabel 7. Data sampel yang diambil

Kecamatan Jumlah(responden) Persentase (%)

Bogor Selatan 19 18,67

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara dan teknik angket (kuesioner). Teknik angket merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden tersebut memberikan jawabannya. Kuesioner dalam penelitian ini merupakan kuesioner tertutup. Kuesioner ini telah melalui tahap uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Teknik wawancara dilakukan dengan mewawancarai langsung sebagian besar konsumen yang mengisi kuesioner.Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berkaitan dengan karakteristik responden. Bagian kedua berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai lima proses pengambilan keputusan konsumen, yaitu pengenalan kebutuhan,

(26)

pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Bagian yang terakhir, yaitu bagian ketiga terdapat pertanyaan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.

3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data

(27)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Minyak goreng Bimoli pada awalnya diproduksi di Bitung sebagai minyak goreng kelapa nyiur yang didistribusikan secara terbatas di Sulawesi Utara. Pada tahun 1978, Bimoli dipakai sebagai merek minyak sawit produksi Jakarta dan Surabaya yang dikemas dalam botol dan didistribusikan secara nasional. Pada tahun 1994, diluncurkan Bimoli Special sebagai penyempurnaan Bimoli sebelumnya. Selain kualitasnya lebih baik, kemasannya pun lebih menarik dan transparan. Bimoli spesial ini diproduksi di pabrik PT Intiboga Sejahtera Surabaya dengan sistem pemurnian multiproses sehingga menghasilkan Omega.

PT Intiboga Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan minyak goreng kelapa sawit yang tergabung dalam Salim Group. Perusahaan ini merupakan gabungan dari beberapa perusahaan yang sebelumnya telah berdiri. Dahulu ada tiga perusahaan minyak goreng sawit utama yang melayani seluruh wilayah Indonesia. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT. Sajang Heulang (berdiri tahun 1979 di Jakarta), PT. Margi Uvocrine Jaya (berdiri tahun 1990 di Jakarta) dan PT Intiboga Sejahtera (berdiri tahun 1994 di Surabaya). Ketiganya merupakan perusahaan berbeda yang memiliki struktur dan kepemilikan masing-masing. Pada tahun 1995, ketiga perusahaan tersebut melakukan merger

untuk membentuk satu perusahaan yang lebih kuat dan sehat. Nama PT. Intiboga Sejahtera dipilih sebagai nama hasil merger ketiga perusahaan tersebut.

Perusahaan ini dinamai Intiboga Sejahtera sesuai dengan filosofi dasar perusahaan yang berarti intisari pangan bergizi yang membawa kesejahteraan. Perusahaan ini berharap bisa menjadi suatu perusahaan yang mampu membawa manfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

PT. Intiboga Sejahtera memproduksi minyak goreng. Minyak goreng ini merupakan minyak kelapa sawit yang berasal dari minyak sawit Crude Palm Oil

(28)

4.1.2 Struktur Organisasi

PT. Intiboga Sejahtera ini selain memiliki perusahaan yang berlokasi di Jakarta, Perusahaan ini juga memiliki anak cabang di Surabaya. Jadi untuk kedua perusahaan baik yang berada di Jakarta maupun di Surabaya memiliki struktur organisasi yang berbeda. Untuk struktur organisasi dari perusahaan yang berada di Jakarta, PT. Intiboga Sejahtera mempunyai berbagai departemen dalam perusahaan dan dikarenakan struktur organisasi besar, untuk itu akan disajikan struktur organisasi utamanya dan selain itu akan pula disajikan struktur organisasi dari departemen QC. Di PT. Intiboga Sejahtera jabatan tertinggi dipegang oleh seorang

General Manager dengan membawahi beberapa manager antara lain HRD & GA

Manager, EDB Manager, National Accounting Manager, Corp. Finance Manager,

National Purchasing Manager, Jakarta Factory Manager, National Factory Manager, R & D Manager, QA Manager, National Sales & Marketing Manager,

Export Manager. Setiap manager di atas akan bertanggung jawab kepada General Manager.

Semua manager di atas memiliki bawahan supervisor dan staff, kecuali Jakarta Factory Manager dan National Factory Manager. Untuk National Factory Manager membawahi PPIC Manager yang kemudian PPIC Manager memiliki bawahan yaitu supervisor dan staff. Untuk Jakarta Factory Manager membawahi beberapa manager antara lain Personel Manager, GA Manager, QC Lab. Manager,

Raw Material & Store Manager, Production Manager SBU Oil, Production Manager SBU Margarine & Fat, Warehouse Finish Product Manager,

Engineering Manager. Setiap manager akan bertanggung jawab kepada Jakarta

Factory Manager. Dan setiap manager di bawah manager Jakarta Factory Manager akan membawahi Subdept. Head, Section Head, Supervisor, Foreman,

Techisian, Operator, Helper dengan tingkatan jabatan sesuai urutan penulisan. Sedangkan untuk Departemen QC, jabatan tertinggi dipegang oleh seorang QC Lab.

Manager dengan membawahi seorang Subdept. Head, kemudian membawahi 4 orang Section Head yaitu QC Packaging, Process Control, Raw Material Inspection, dan QC Production. RM. Insp. Membawahi 2 orang JR. Supervisor

yaitu chem. Ingr Jr. Supervisor dan Instrument Analyst Jr Supervisor dan seorang Analist/Inspector Microbiologi. Process Control Sect. Head membawahi 3 orang

Supervisor untuk 3 shift dan 1 orang Intake & Dispatch Jr. Supervisor. QC

Production membawahi 4 orang Junior Supervisor yaitu 1 orang FG. Inspection

(29)

Supervisor akan memiliki beberapa orang bawahan yaitu beberapa Analyst dan beberapa Inspector.

Struktur Organisasi yang dimiliki PT. Intiboga Sejahtera ini merupakan jenis struktur organisasi fungsional dimana masing-masing manajer adalah seorang spesialis atau ahli dan masing-masing bawahan/pekerja mempunyai beberapa pimpinan. Manajer memiliki kekuasaan penuh untuk menjalankan fungsi-fungsi yang menjadi tanggung jawabnya.

4.1.3 Tujuaan dan Misi Perusahaan

Tujuan yang ingin dicapai perusahaan antara lain : 1) memenuhi kebutuhan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yaitu minyak goreng, 2) meningkatkan nilai tambah komoditi kelapa sawit, 3) memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat, 4) meningkatkan taraf hidup petani penghasil kelapa sawit, dan 5) meningkatkan perolehan laba bagi perusahaan.

Misi dari perusahaan adalah : 1) ikut serta dalam meningkatkan nilai tambah hasil pertanian pada umumnya dan hasil perkebunan kelapa sawit pada khususnya, 2) meningkatkan pendapatan negara dari sektor non migas, 3) memperluas kesempatan kerja bagi penduduk Indonesia, dan 4) menghasilkan laba bagi pemilik perusahaan.

4.2 Karakteristik Konsumen

Penelitian ini mengambil sebanyak seratus responden secara proporsional menurut wilayah tempat tinggal responden di Kota Bogor. Hal ini dilakukan agar masing-masing wilayah dapat terwakili. Karakteristik umum konsumen pada penelitian ini dibedakan berdasarkan usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, klasifikasi pekerjaan, status pekerjaan, profesi, pendapatan per bulan, dan pengeluaran per bulan. Semua informasi yang terdapat di dalam karakteristik umum konsumen ini diharapkan dapat bermanfaat bagi produsen terutama untuk pengembangan dan landasan penyusunan strategi bauran pemasaran.

4.2.1 Usia

(30)

Gambar 4. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan usia

4.2.2 Status Pernikahan

Konsumen minyak goreng Bimoli yang menikah sebanyak 95 persen, belum menikah sebanyak 2 persen, dan yang berstatus janda sebanyak 3 persen.

Gambar 5. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan status pernikahan

4.2.3 Pendidikan Terakhir

(31)

Gambar 6. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan pendidikan terakhir

4.2.4 Klasifikasi Pekerjaan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari kuisioner diketahui bahwa mayoritas konsumen minyak goreng Bimoli memiliki klasifikasi pekerjaan adalah Unemployee (tidak bekerja) sebesar 57 persen yang terdiri dari pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga. Kemudian diikuti responden dengan klasifikasi pekerjaan sebagai employee (pegawai) sebesar 29 persen dan pemilik usaha sebesar 14 persen.

Gambar 7. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan klasifikasi pekerjaan

4.2.5 Status Pekerjaan

(32)

selanjutnya adalah pegawai negeri sipil sebesar 20 persen kemudian wiraswasta sebesar 17 persen.

Gambar 8. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan status pekerjaan

4.2.6 Profesi

Berdasarkan hasil pengolahan data dari kuisioner, dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen minyak goreng kemasan bermerek Bimoli memiliki profesi sebagai ibu rumah tangga sebesar 55 persen. Kemudian sebesar 17 persen konsumen memilki profesi sebagai pengusaha/wirausaha dan 15 persen responden memiliki profesi dosen/guru.

(33)

4.2.7 Pendapatan Per Bulan

Tingkat pendapatan seseorang berpengaruh terhadap daya beli konsumen terhadap suatu kebutuhan akan produk dan jasa yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Berdasarkan hasil pengolahan data dari 100 responden diketahui bahwa konsumen minyak goreng Bimoli mayoritas memilliki pendapatan per bulan sebesar Rp 2.000.001-Rp 5.000.000 sebanyak 55 persen, kemudian pendapatan sebesar Rp 1.000.001-Rp 2.000.000 sebanyak 42 persen.

Gambar 10. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan pendapatan per bulan

4.2.8 Pengeluaran Per Bulan

(34)

Gambar 11. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan pengeluaran per bulan

4.3 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen

Konsumen dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk akan memiliki berbagai kriteria yang dipertimbangkan melalui suatu proses pengambilan keputusan. Tahapan yang dilakukan pada proses pengambilan keputusan tersebut meliputi pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan evaluasi pasca pembelian.

4.3.1 Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan merupakan tahapan awal dalam proses keputusan pembelian konsumen. Dalam penelitian ini, untuk menganalisis tahap pengenalan kebutuhan konsumen saat membeli Bimoli, diberikan pertanyaan mengenai alasan membeli minyak goreng Bimoli dan manfaat apa yang dicari saat membeli minyak goreng Bimoli.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 100 responden, diketahui bahwa sebagian besar alasan konsumen membeli minyak goreng Bimoli adalah karena mutu produk yaitu sebesar 53 persen. Mutu minyak goreng Bimoli sudah terpercaya sejak dahulu. Konsumen akan membeli produk yang mutunya sesuai dengan harga produk tersebut, sehingga akan menimbulkan kepuasan konsumen.

Tabel 8. Penyebaran konsumen berdasarkan alasan membeli minyak goreng Bimoli

Alasan Membeli Minyak Goreng Bimoli Persentase (%)

Harga 28

(35)

Selanjutnya, sebesar 10 persen konsumen membeli Bimoli karena mudah diperoleh dan sebesar 9 persen konsumen membeli Bimoli karena percaya akan merek Bimoli yang sejak dahulu sudah tidak asing lagi di telinga mereka.

Kemudian, dari hasil pertanyaan kepada responden mengenai manfaat yang dicari saat membeli Bimoli sebagian besar responden memilih sebagai gaya hidup sehat yaitu sebesar 53 persen. Sekarang ini konsumen sudah mulai sadar akan pentingnya gaya hidup sehat dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari. Bukan hanya bagi mereka, tapi juga bagi seluruh keluarga mereka di dalam rumah tangga.

Alasan berikutnya adalah manfaat yang dicari konsumen saat membeli minyak goreng Bimoli adalah dapat mengolah makanan sehat bagi keluarga yaitu sebesar 26 persen dan manfaat harganya yang terjangkau sebesar 21 persen.

Tabel 9. Penyebaran konsumen berdasarkan manfaat yang dicari saat membeli minyak goreng Bimoli

Manfaat Yang Dicari Persentase (%)

Sebagai gaya hidup sehat 53

Dapat mengolah makanan sehat bagi keluarga 26

Harganya yang terjangkau 21

Lainnya 0

Total 100

4.3.2 Pencarian Informasi

Setelah tahap pengenalan kebutuhan, proses selanjutnya adalah pencarian informasi. Konsumen akan melakukan pencarian informasi terhadap kebutuhan mereka akan suatu produk. Informasi yang mereka dapat tersebut akan menjadi bahan pertimbangan saat mereka akan memutuskan untuk membeli suatu produk. Tabel 10. Penyebaran konsumen berdasarkan sumber informasi mengenai

(36)

melakukan promosi produk melalui televisi dengan selalu membuat konsep iklan yang menarik sehingga konsumen sejak mengetahui produk Bimoli. Sebesar 13 persen responden menyatakan mengetahui minyak goreng Bimoli dari keluarga. Keluarga yang sejak dahulu sudah menggunakan Bimoli, selanjutnya akan merekomendasikan keluarga lainnya agar mereka memakai produk Bimoli juga. Tabel 11. Penyebaran konsumen berdasarkan fokus perhatian produk

Fokus Perhatian Persentase (%)

Berdasarkan tabel sebelas dapat terlihat bahwa yang menjadi fokus perhatian dari informasi yang mereka dapat adalah mutu produk yaitu sebesar 57 persen. Kemudian harga produk dipilih sebanyak 35 persen responden. Sebanyak delapan persen konsumen menyatakan bahwa yang mernjadi fokus perhatian mereka berdasarkan informasi yang didapat adalah karena merek terpercaya.

4.3.3 Evaluasi Alternatif

Setelah konsumen memperoleh banyak informasi mengenai suatu produk yang akan mereka beli untuk memenuhi kebutuhan mereka, informasi tersebut akan membentuk kriteria-kriteria yang menghasilkan beberapa evaluasi alternatif. Konsumen akan membandingkan berbagai pilihan produk yang ada dan memilih yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.

(37)

responden memilih manfaat kesehatan produk sebagai pertimbangan dalam membeli Bimoli.

Tabel 12. Penyebaran konsumen berdasarkan pertimbangan membeli minyak goreng Bimoli

Selanjutnya adalah hasil dari pertanyaan mengenai ciri produk minyak goreng Bimoli yang paling penting, dengan responden dapat menjawab lebih dari satu pertanyaan.

Tabel 13. Penyebaran konsumen berdasarkan ciri produk Bimoli yang paling penting

Ciri Penting Produk Persentase (%)

Harga 25

Berdasarkan pertanyaan mengenai ciri produk minyak goreng yang paling penting, merek menjadi piihan yang paling banyak dipilih responden, yaitu sebanyak 68 persen responden. Merek produk yang sudah terkenal dan terpercaya sejak dahulu membuat konsumen membeli produk tersebut. Pilihan harga dipilih sebanyak 25 persen responden. Pilihan kemasan 3 persen responden dan aroma dipilih oleh 2 persen responden, dan yang terakhir pilihan warna dipilih oleh 2 persen responden.

(38)

konsumen. Jika barang pokok yang dibutuhkan tersebut tidak ada, terpaksa konsumen akan membeli merek lain.

4.3.4 Keputusan Pembelian

Setelah mendapatkan banyak pertimbangan mengenai suatu produk dalam proses evaluasi alternatif, proses selanjutnya adalah keputusan pembelian konsumen. Konsumen mempunyai pertimbangan utama saat akan melakukan keputusan pembelian.

Dapat terlihat dari tabel 14 bahwa hal yang menjadi pertimbangan pertama konsumen dalam membeli minyak goreng Bimoli adalah mutu produk yaitu sebesar 56 persen responden. Harga produk dipilih sebesar 33 persen responden dalam memutuskan untuk membeli Bimoli. Kepopuleran produk dipilih sebesar 9 persen dan kemasan produk dipilih sebesar 2 persen responden.

Tabel 14. Penyebaran konsumen berdasarkan pertimbangan utama dalam memutuskan membeli Bimoli

Dari hasil pengolahan data kuisioner diketahui bahwa pola pembelian konsumen untuk membeli minyak goreng Bimoli adalah sebanyak 83 persen responden menyatakan bahwa mereka merencanakan sebelumnya saat akan membeli bimoli. Sebanyak 17 persen responden menyatakan bahwa mereka membeli bimoli secara tidak terencana. Biasanya saat sedang terjadi promosi penjualan mereka dapat tiba-tiba memutuskan untuk membeli Bimoli.

Tabel 15. Penyebaran konsumen berdasarkan pola pembelian

Pola Pembelian Persentase (%)

(39)

Bimoli yang biasanya sudah digunakan oleh banyak keluarga responden akan mempengaruhi mereka untuk ikut membeli juga produk tersebut. Sebanyak 38 persen responden menyatakan keputusan pembelian mereka adalah karena inisiatif diri sendiri tanpa dipengaruhi oleh siapapun.

Tabel 16. Penyebaran konsumen berdasarkan pengaruh pembelian

Pengaruh Pembelian Persentase (%)

Bentuk kemasan suatu produk mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen. Kemasan produk harus praktis dan sesuai kebutuhan konsumen. Bimoli memiliki produk dengan berbagai macam kemasan. Sebanyak 87 persen responden memilih kemasan plastik saat membeli Bimoli dan sebanyak 13 persen responden biasa membeli Bimoli dalam bentuk Botol. Kemasan tersebut merupakan konsep kemasan yang dapat diisi ulang sehingga memudahkan konsumen.

Tabel 17. Penyebaran konsumen berdasarkan bentuk produk yang biasa

Tahap akhir dari proses pengambilan keputusan pembelian konsumen adalah evaluasi pasca pembelian. Setelah keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk, konsumen akan melakukan penilaian tersendiri terhadap produk yang mereka konsumsi. Konsumen yang merasa puas terhadap produk yang sudah memenuhi kebutuhan mereka, akan terdorong untuk melakukan pembelian ulang produk tersebut.

Tabel 18. Penyebaran konsumen berdasarkan tingkat kepuasan konsumen

Tingkat Kepuasan Persentase (%)

Puas 99

Tidak puas 1

Total 100

(40)

Bimoli yaitu sebesar 99 persen konsumen, dan hanya sebesar satu persen konsumen yang menyatakan tidak puas setelah membeli Bimoli. Hal tersebut memperlihatkan bahwa mutu produk Bimoli sesuai dengan harapan konsumen.

Dalam pertanyaan terkait sikap konsumen jika saat akan membeli minyak goreng Bimoli, tetapi pada saat itu produk minyak goreng Bimoli tidak tersedia, sebanyak 98 persen konsumen menyatakan akan tetap membeli minyak goreng namun dengan merek lain. Kemudian, sebesar dua persen responden menyatakan tidak jadi memblei jika produk Bimoli tidak tersedia.

Tabel 19. Penyebaran konsumen berdasarkan sikap konsumen jika produk tidak tersedia

Sikap Konsumen Jika Bimoli Tidak Tersedia Persentase (%)

Membeli merek lain 98

Tidak jadi membeli 2

Total 100

Berdasarkan hasil pengolahan data kuisioner, diperoleh bahwa sikap konsumen jika harga Bimoli naik adalah sebesar 67 persen konsumen menyatakan tidak akan jadi membeli, kemudian sebesar 29 persen konsumen menyatakan akan tetap membeli Bimoli walaupun harganya naik, dan sebesar empat persen konsumen menyatakan akan mencari merek lain yang lebih murah. Dapat terlihat di tabel 20 berikut :

Tabel 20. Penyebaran konsumen berdasarkan sikap konsumen bila harga naik Sikap Konsumen Jika Harga Bimoli Naik Persentase (%)

Akan tetap membeli 29

Tidak jadi membeli 67

Cari merek lain yang lebih murah 4

Total 100

Dari hasil pengolahan data kuisioner terkait niat pembelian kembali konsumen terhadap produk Bimoli, sebesar 98 persen responden menyatakan memiliki niat membeli kembali produk Bimoli, dan hanya sebesar dua persen responden yang menyatakan tidak memiliki niat membeli kembali Bimoli.

Tabel 21. Penyebaran konsumen berdasarkan niat pembelian kembali produk Bimoli

Niat Membeli Kembali Bimoli Persentase (%)

Ya 98

Tidak 2

Total 100

(41)

orang lain untuk membeli Bimoli setelah mereka memakai Bimoli. Rekomendasi dari orang yang dipercaya oleh konsumen akan sangat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.

Tabel 22. Penyebaran konsumen berdasarkan sikap menyarankan orang lain untuk membel Bimoli

Sikap Konsumen Untuk Menyarankan

Orang Lain Membeli Bimoli Persentase (%)

Ya 50

Tidak 50

Total 100

4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusam Pembelian Minyak Goreng Bimoli

Setelah mengetahui bagaimana karakteristik konsumen dan bagaimana konsumen melakukan pengambilan keputusan, tahap selanjutnya adalah menentukan faktor mana yang paling berpengaruh terhadap pembelian minyak goreng kemasan merek Bimoli. Faktor – faktor yang mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian Bimoli terdiri dari beberapa variabel yang dipengaruhi oleh empat faktor seperti yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller, 2007 yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis. Untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen, digunakan alat analisis yaitu analisis faktor. Analisis faktor digunakan untuk mereduksi sejumlah variabel menjadi lebih sedikit kemudian menamakannya sebagai faktor. Kemudian alat analisis faktor juga merupakan perangkat prosedur matematis yang memungkinkan peneliti melakukan sejumlah besar item untuk menentukan apakah item tersebut saling berhubungan atau tidak.

Pengujian korelasi antar variabel ini diukur dengan menggunakan Keiser Mayer Oikin (KMO) dan Measure of Sampling Adequacy (MSA). KMO merupakan indeks perbandingan besarnya koefisien korelasi pengamatan dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Angka KMO yang semakin mendekati satu menunjukkan kesesuaian penggunaan analisis faktor. Hasil pengujian korelasi pada penelitian ini memperlihatkan korelasi angka KMO sebesar 0,795 dengan signifikansi sebesar 0,00. Angka KMO 0,795 menunjukkan bahwa penggunaan analisis faktor cukup sesuai dan nilai signifikansi jauh dibawah 0,05 (0,00 < 0,05) menunjukkan bahwa variabel sudah memadai untuk dianalisis lagi lebih lanjut pada analisis faktor.

(42)

image matrics, yaitu sejumlah angka yang berbentuk diagonal bertanda “a” pada bagian

anti image matrics. Pada pengolahan ini ternyata dari 20 variabel yang diteliti memiliki nilai MSA lebih dari 0,5. Sehingga ke-20 variabel tersebut telah memenuhi syarat untuk dianalisis lebih lanjut.

Selanjutnya adalah melakukan proses inti dari analisis faktor, yakni mengekstraksi sekumpulan variabel yang ada, sehingga terbentuk satu atau lebih faktor. Metode yang digunakan dalam proses ekstraksi ini adalah Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis). Dalam hal ini, seberapa besar masing-masing variabel dapat menjelaskan faktor yang terbentuk dapat diketahui dari nilai komunalitas variabel tersebut. Komunalitas pada dasarnya adalah jumlah ragam dari suatu peubah mula-mula yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang ada. Semakin besar nilai komunalitas sebuah variabel berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk.

Hasil dari pengolahan yang dilakukan membentuk enam faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian konsumen. Pembentukan faktor-faktor ini terdapat pada Tabel Total Variance Explained yang terlihat keenam faktor yang terbentuk ini memiliki nilai angka eigenvalue diatas satu. Nilai eigenvalue

menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varian seluruh variabel yang dianalisis. Nilai eigenvalue di bawah satu tidak digunakan dalam menghitung faktor yang terbentuk.

Proses analisis selanjutnya dilakukan pada Tabel Component Matrix yang menunjukkan pendistribusian 20 variabel ke dalam enam faktor yang terbentuk. Angka-angka pada Tabel Component Matrix memperlihatkan nilai loading factor yang menunjukkan nilai korelasi antara suatu variabel dengan enam faktor yang terbentuk. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel tersebut, maka dilakukan perbandingan besar korelasi dari nilai loading factor variabel tersebut guna menentukan variabel tersebut termasuk kedalam faktor yang mana. Namun, data pada Tabel Component Matrix masih terdapat beberapa variabel yang tidak terlihat perbedaan secara nyata pada nilai loading factor-nya, sehingga sulit dalam menentukan variabel-variabel yang diteliti termasuk ke dalam faktor yang mana. Hal ini terlihat dari nilai loading factor

yang masih di bawah 0,5, adapun syarat variabel masuk ke dalam sebuah faktor yang terbentuk adalah nilai loading factor harus diatas 0,5.

(43)

yang memang sudah kecil, sehingga terlihat perbedaan nyata. Berdasarkan hasil pada Tabel Rotated Component Matrix, setiap variabel yang terdapat pada faktor yang terbentuk tersebut harus memenuhi ketentuan cut off point, di mana nilai loading factor-nya harus lebih besar dari 0,55, agar variabel tersebut dapat secara nyata termasuk ke dalam bagian dari suatu faktor.

Berikut merupakan hasil analisis faktor dari variabel-variabel yang telah diolah dan terbentuk menjadi enam faktor :

Tabel 23. Hasil Analisis Faktor

Faktor Varian % Variabel Asal Loading

Factor

(44)

minyak goreng Bimoli. Faktor ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 30,143 persen.

Faktor ini dinamakan faktor Psycho Sosiologis karena konsumen saat sebelum melakukan pembeliaan dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan juga berdasarkan keyakinan yang dimiliki terkait keunggulan suatu produk. Faktor Psycho Sosiologis merupakan faktor utama yang dipertimbangkan konsumen ketika ingin membeli minyak goreng Bimoli.

Terdapat enam variabel yang masuk dalam Psycho Sosiologis, nilai loading factor pada setiap variabel yaitu : Sender (0,724), sikap (0,703), keyakinan (0,695), status (0,605), pembelajaran (0,504), dan gaya hidup 1 (0,469).

Dapat dilihat pada tabel 23, nilai loading factor kelima variabel memiliki nilai lebih dari 0,5 yaitu : sender, sikap, keyakinan, status, dan pembelajaran sehingga dapat dikatakan memiliki nilai korelasi positif. Sedangkan variabel gaya hidup memiliki nilai loading factor kurang dari 0,5, sehingga dapat dikatakan variabel ini kurang memiliki pengaruh nyata dalam faktor pertama.

Lingkungan sosial mempunyai pengaruh sangat besar dalam keputusan pembelian konsumen. Kelompok-kelompok acuan yang ada di dalam lingkungan sosial dapat menjadi dasar seseorang dalam menentukan pilihan pada suatu produk, jika kelompok acuan mereka banyak yang memakai produk tersebut kemudian mereka merasa puas dan menceritakannya kepada orang lain, maka hal tersebut akan membuat seseorang memutuskan untuk mengikuti membeli produk tersebut. Adanya suatu rekomendasi untuk membeli suatu produk dari teman atau keluarga dekat akan memiliki pengaruh besar pada keputusan pembelian, konsumen lebih percaya pada kelompok acuan terdekatnya tersebut. Adanya pengaruh dari keluarga dan banyaknya kelompok acuan yang memakai Bimoli membuat seseorang terdorong untuk membeli produk tersebut juga.

Pengetahuan konsumen mengenai keunggulan suatu produk akan membuat timbulnya loyalitas terhadap produk tersebut. Jika konsumen sudah merasa puas dan yakin terhadap kualitas dari produk yang mereka konsumsi, maka sangat kecil kemungkinan konsumen tersebut untuk pindah ke merek lain. Adanya keyakinan psikologis bahwa produk Bimoli merupakan produk minyak goreng yang bermutu dan sesuai dengan dengan kebutuhan mereka membuat konsumen memutuskan untuk membeli Bimoli.

4.4.2 Faktor Kedua (Psycho Demografis)

Gambar

Gambar 1. Dimensi Pemasaran Holistik (Kotler dan Keller, 2007)
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 4. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan
Gambar 6. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku konsumen kelompok II terdiri dari : (1) memilih merek minyak goreng kernasan berhubungan dengan tainpilan minyak goreng kemasan dm promosi, (2) menentub

Sejauh mana ikIm tentang &amp;yak goreng yang ada di media cetak, akan mempegaruhi Anda untuk membeli merek tersebut. Dalam membeIi minyak goreng kemasan, apakah Anda

Tujuan Penelitian : 1) Untuk mengetahui pengaruh dari tingkat pendapatan keluarga, tingkat harga, dan selera konsumen terhadap pengambilan keputusan dalam pembelian minyak goreng

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari, berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian

Skema Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen Dalam Pembelian Minyak Goreng Curah Dan Kemasan Di Pasar

secara parsial jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap pembelian minyak goreng curah di Kota Bengkulu. Sehingga dapat diketahui bahwa variable jumlah

Hasil penilitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan Ibu-Ibu rumah tangga sangat tinggi dan tingkat loyalitas Ibu-Ibu rumah tangga terhadap minyak goreng kemasan dengan factor

Sehingga menurut beberapa konsumen minyak goreng, sedikit atau banyaknya jumlah anggota keluarga tidak memengaruhi mereka dalam mengambil keputusan terhadap pembelian minyak goreng