• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Produksi pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimalisasi Produksi pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan

iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian

penduduk dan berkontribusi terhadap pendapatan nasional Indonesia. Berdasarkan

angka sementara Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha tahun

2009, sektor pertanian menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan

dengan nilai mencapai 296.369,3 miliar rupiah atau 13,61 persen dari total PDB.

Angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 4,12 persen dari tahun

sebelumnya yang bernilai 284.620,7 miliar rupiah.

Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai

peranan dalam kehidupan masyarakat. Subsektor ini memberikan kontribusi bagi

pemenuhan konsumsi gizi masyarakat dan PDB pertanian. Kontribusinya dalam

PDB pertanian menempati peringkat keempat setelah subsektor tanaman pangan,

perkebunan, dan perikanan dengan persentase masing-masing 6,83; 2,11; dan 2,21

persen pada tahun 2009. Nilai sementara PDB peternakan pada tahun 2009 adalah

36.743,6 miliar rupiah atau 1,69 persen dari PDB keseluruhan.

Persentase subsektor peternakan dalam PDB masih lebih rendah

dibandingkan subsektor lainnya walaupun terdapat peningkatan nilai sebesar 3,72

persen dari tahun sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh konsumsi

masyarakat terhadap produk peternakan yang masih rendah. Berdasarkan data

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009, rata-rata konsumsi protein

hewani asal daging serta telur dan susu masyarakat Indonesia pada tahun 2009

adalah 2,22 dan 2,96 gram/kapita/hari. Angka-angka tersebut masih kurang dari

nilai konsumsi protein hewani standar yang ditetapkan Widya Karya Nasional

Pangan dan Gizi VI tahun 1998 yaitu sebanyak enam gram/kapita/hari. Persentase

tersebut seharusnya dapat ditingkatkan guna mendapatkan generasi bangsa yang

sehat dan cerdas1. Oleh karena itu, keberadaan sektor peternakan sebagai penghasil sumber protein bagi masyarakat masih mempunyai peranan penting.

1

(2)

2 Di antara ketiga jenis pangan hewani, yang paling dapat dijangkau oleh

masyarakat adalah hasil ternak unggas. Faktor penyebab produk unggas lebih

dipilih masyarakat adalah karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan

dengan komoditas daging penyedia protein hewani lainnya seperti daging sapi.

Selain itu faktor lainnya adalah akses yang mudah diperoleh, ketersediaan produk

unggas semakin beraneka ragam, dan semakin mudah untuk dimasak

(convenience food)2. Selain itu, usaha peternakan unggas semakin banyak diminati karena merupakan usaha yang dapat diusahakan mulai dari skala usaha rumah

tangga hingga skala usaha besar.

Burung puyuh adalah salah satu jenis unggas yang cukup umum

diternakkan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak),

populasi burung puyuh di Indonesia pada tahun 2009 adalah 7.618.151 ekor.

Meskipun populasinya masih jauh di bawah ayam dan itik, namun jumlahnya

selalu mengalami peningkatan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Peningkatan jumlah populasi setiap tahun menunjukkan potensi peternakan puyuh

yang dapat dikembangkan.

Tabel 1. Populasi Unggas di Indonesia 2006-2009 (000 ekor)

No Jenis Tahun

2006 2007 2008 2009

1 Ayam Buras 291.085,0 272.251,0 243.423,0 249.963,0 2 Ayam Ras Petelur 100.202,0 111.489,0 107.955,0 111.418,0 3 Ayam Ras Pedaging 797.527,0 891.659,0 902.052,0 1.026.379,0

4 Itik 32.481,0 35.867,0 39.840,0 40.680,0

5 Puyuh - 6.640,1 6.683,3 7.618,2

6 Merpati - 162,5 1.499,0 1.814,8

Sumber : Ditjennak (2010)

Karakteristik burung puyuh adalah tidak dapat terbang, ukuran tubuh

relatif kecil, berkaki pendek, dan dapat diadu. Burung puyuh adalah bangsa

burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat tahun 1870. Di

2

(3)

3 Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak akhir tahun 1979. Ukuran

tubuh puyuh yang kecil menjadi kelebihan karena dengan lahan yang tidak terlalu

luas dapat dipelihara dalam jumlah besar.

Salah satu hasil utama ternak puyuh adalah telur. Telur sebagai bahan

makanan mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap, meliputi karbohidrat,

protein dan delapan macam asam amino sehingga berguna bagi tubuh. Telur

puyuh mempunyai bentuk dan ukuran yang agak berbeda dari telur ayam dan itik.

Telur ini berukuran lebih kecil dan mempunyai corak pada cangkangnya.

Telur yang dihasilkan burung puyuh cukup banyak. Kemampuan seekor

puyuh dalam menghasilkan telur adalah 250 sampai 300 butir dalam satu tahun

(Listiyowati, 2005). Kelebihan lainnya adalah kemampuan tumbuh dan

berkembangbiaknya sangat cepat. Burung puyuh sudah mampu berproduksi dalam

41 hari dan menghasilkan tiga sampai empat keturunan dalam satu tahun.

Kandungan gizi telur puyuh tidak kalah dengan jenis telur lain. Telur

puyuh memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan telur ayam ras yang

lebih umum dikonsumsi masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 2,

dimana proteinnya tinggi tetapi kadar lemaknya rendah. Selain itu rasanya juga

lezat dan dapat disajikan dalam aneka bentuk dan rasa.

Tabel 2. Perbedaan Susunan Kandungan Gizi dari Berbagai Telur Unggas Jenis Unggas Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%)

Sumber : Woodard (1973) dalam Listiyowati (1992)

Rata-rata konsumsi telur puyuh per kapita per minggu di Indonesia pada

(4)

4 25,71 persen merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis telur lain. Rata-rata

konsumsi tertinggi masih berasal dari telur ayam ras, namun peningkatan

konsumsi merupakan suatu peluang pasar bagi komoditi telur puyuh. Potensi lain

ditunjukkan oleh harga telur puyuh yang cenderung stabil bahkan meningkat.

Tabel 3. Konsumsi Telur Rata-rata per Kapita per Minggu Penduduk Indonesia Tahun 2006-2007

Pemanfaatan ternak burung puyuh tidak hanya untuk menghasilkan telur

konsumsi saja. Bibit, daging, kotoran, atau bulu puyuh pun bisa dimanfaatkan dan

dijual. Peternakan puyuh yang mulai banyak diusahakan membutuhkan bibit

puyuh sebagai input. Daging puyuh yang berasal dari puyuh jantan yang tidak

lolos seleksi sebagai pembibit atau puyuh betina afkir yang sudah tidak produktif

lagi dapat dijual untuk konsumsi. Kotoran puyuh dapat dimanfaatkan sebagai

pupuk kandang serta bulu burung puyuh dapat dimanfaatkan sebagai campuran

bahan pakan ternak besar.

Sentra peternakan burung puyuh banyak terdapat di Jawa Tengah, Jawa

Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Lampung. Hal ini ditunjukkan

dengan populasi puyuh tahun 2009 yang di masing-masing provinsi berjumlah

4.113.926; 1.772.951; 1.381.676; 135.086; dan 115.278 (Ditjennak, 2010). Di

Jawa Barat, peternakan puyuh banyak terdapat di Kabupaten Sukabumi3. Selain

3

(5)

5 itu, puyuh mulai diusahakan di Kabupaten Bogor meskipun dalam jumlah kecil.

Berdasarkan data populasi ternak unggas tahun 2007 Dinas Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Bogor, populasi puyuh terdapat di Kecamatan Tajurhalang

dengan jumlah 4.000 ekor.

Sejak terjadinya wabah flu burung di Indonesia pada akhir 2003, banyak

peternak yang mengalami kerugian bahkan menutup usahanya. Hal ini terjadi di

beberapa peternakan puyuh di Kabupaten Sukabumi. Namun, setelah wabah

tersebut mulai mereda, banyak peternak yang mengembangkan usahanya lagi.

Salah satunya adalah Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT). Peternakan ini

merupakan salah satu pemasok telur untuk kawasan Bogor. Lokasinya berada di

Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Peternakan Puyuh Bintang Tiga adalah salah satu perusahaan yang

menjalankan bisnis peternakan puyuh di Kabupaten Bogor. Unit bisnis utama dari

PPBT adalah budidaya puyuh untuk dijual telurnya (puyuh petelur). Unit bisnis

lainnya adalah pakan dan bibit puyuh petelur. Peternakan ini memasok telur

puyuh untuk Pasar Bogor, Pasar Anyar, Pasar Warung Jambu, Pasar Cibinong,

dan Pasar Leuwiliang. Rata-rata produksi telur puyuh yang dihasilkan adalah

sebanyak 6.500 butir per hari atau 45.500 per minggu dari jumlah populasi

produktif sebanyak 8.000 ekor (PPBT, Maret 2009). Jumlah telur tersebut sudah

merupakan hasil sortiran dan siap jual.

Rata-rata permintaan telur ke PPBT adalah sebanyak 23.000 butir setiap

hari yang merupakan permintaan dari seluruh pasar yang dipasok PPBT.

Pemesanan telur dari pelanggan biasanya dilakukan setiap minggu atau dua hari

sekali. Namun, saat ini PPBT belum dapat memenuhi keseluruhan permintaan.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa PPBT hanya dapat memenuhi 44,28 persen dari

keseluruhan permintaan per minggu. Selain data permintaan pasar yang telah

disebutkan terdapat beberapa permintaan yang sama sekali belum terpenuhi yaitu

permintaan dari daerah Cibubur, Karawang, dan Jakarta. Permintaan pasar yang

belum terpenuhi oleh PPBT menunjukkan bahwa telur puyuh memiliki peluang

(6)

6 Tabel 4. Permintaan dan Penawaran Telur Puyuh per Minggu pada PPBT bulan

Maret 2009

No Pelanggan Permintaan (butir) Penawaran (butir)

1 Pasar Ciawi 8.400 3.600

2 Pasar Cibinong 14.400 6.000

3 Pasar Ciluar 12.000 4.800

4 Pasar Anyar 16.800 15.000

5 Pasar Leuwiliang 24.000 6.000

6 Pasar Warung Jambu 6.000 3.000

7 Pasir Angin 26.400 8.400

8 Pasar Bogor 48.000 22.400

9 Cirangkong 8.400 3.600

TOTAL 164.400 72.800

Pemenuhan Permintaan 44,28%

Sumber : PPBT (Maret, 2009)

Permintaan telur yang dapat dipenuhi PPBT berasal dari produksi sendiri

dan peternak mitranya yang berada di Bogor dan Sukabumi. Sistem kemitraan

yang diterapkan adalah PPBT menjual bibit dan pakan untuk kemudian

memasarkan telur puyuh yang dihasilkan oleh mitra. Jumlah pasokan telur per

minggu yang yang berasal dari peternak mitra adalah dari Sukabumi sebanyak

13.300 butir dan Lido sebanyak 14.000 butir.

Selain memproduksi telur, PPBT memproduksi bibit dan pakan puyuh.

Produksi pakan sendiri dilakukan karena harga pakan yang dibeli dari pabrik

cukup mahal, sedangkan biaya produksi untuk membuat pakan sendiri lebih

murah. Pakan yang diproduksi juga dijual kepada peternak mitra.

Produksi bibit di PPBT baru dilakukan sejak Desember 2008. Pada saat

itu, PPBT menjual bibit hasil pembesaran sampai siap bertelur yang berasal dari

Day Old Quail (DOQ) berumur dua minggu yang dibeli dari pemasok. Jumlah

bibit yang telah diproduksi dan terjual adalah sebanyak 7.500 ekor (PPBT, Maret

(7)

7 bibit dari peternak di daerah Cibungbulang dan Jonggol sebanyak masing-nasing

5.000 ekor yang belum dapat terpenuhi.

Penerimaan usaha yang selama ini diperoleh PPBT berasal dari aktivitas

pemeliharaan puyuh petelur, bibit puyuh, dan pakan. Aktivitas puyuh petelur

menghasilkan produk utama telur puyuh serta produksi sampingan kotoran puyuh

dan puyuh afkir dalam satu periode pemeliharaan. Aktivitas bibit puyuh

menghasilkan produk utama bibit puyuh dan kotoran puyuh selama satu periode

pemeliharaan.

PPBT sebagai sebuah perusahaan mempunyai tujuan untuk memperoleh

keuntungan maksimum. Permintaan telur dan bibit puyuh yang belum dapat

dipenuhi tersebut menunjukkan kurangnya hasil produksi di PPBT. Selain itu,

PPBT dinilai masih belum berproduksi dengan memanfaatkan seluruh sumber

daya yang dimiliki. Hal ini ditunjukkan oleh pemanfaatan kandang yang kurang

maksimal. PPBT memiliki tiga kandang besar untuk puyuh periode layer dengan

kapasitas masing-masing sebanyak 5.000 ekor dan satu kandang besar untuk

periode starter dengan kapasitas 3.500 ekor. Kandang layer yang dimanfaatkan

hanya sebanyak dua buah untuk populasi sebanyak 8.000 ekor. Artinya, masih

terdapat satu buah kandang yang belum dimanfaatkan.

Usaha peternakan seperti PPBT mempunyai banyak kendala pada proses

produksi karena berkaitan dengan makhluk hidup sebagai sumber produksinya.

Karakteristik kedua jenis puyuh yang dibudidayakan PPBT sedikit berbeda.

Puyuh petelur memiliki periode pemeliharaan selama satu tahun sedangkan bibit

puyuh memiliki periode pemeliharaan selama satu bulan. Hal ini terkait dengan

biaya produksi per bulannya. Puyuh petelur mempunyai struktur biaya yang besar

pada awal pemeliharaan kemudian menurun pada bulan berikutnya. Sedangkan

biaya bibit puyuh konstan setiap bulan tetapi cenderung lebih besar daripada

rata-rata biaya per bulan puyuh petelur. Untuk itu, diperlukan perencanaan produksi

dalam usahaternak di PPBT karena berkaitan dengan penggunaan sumberdaya

yang sama oleh kedua jenis puyuh.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

(8)

8 1) Bagaimana kombinasi jumlah puyuh petelur dan bibit puyuh di PPBT yang

dapat memperoleh keuntungan optimal?

2) Bagaimana penggunaan sumberdaya yang optimal di PPBT agar pendapatan

usahaternak dapat menguntungkan?

3) Bagaimana perubahan yang terjadi pada kondisi optimal jika ada perubahan

parameter yang membentuk model?

1.3 Tujuan

Tujuan dari Penelitian ini adalah :

1) Menganalisis kombinasi jumlah setiap jenis puyuh yang optimal.

2) Menganalisis alokasi sumberdaya yang optimal untuk memperoleh

keuntungan optimal.

3) Menganalisis perubahan yang terjadi pada kondisi optimal jika terjadi

perubahan pada harga input pakan.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi serta masukan

yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

1) Bagi perusahaan, memberikan masukan dan pertimbangan bagi pemilik PPBT

dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan perencanaan usahaternak

puyuh agar dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dalam mencapai

keuntungan optimal.

2) Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan sebagai media dalam

penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.

3) Bagi pembaca, sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk

(9)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Puyuh

Puyuh termasuk dalam klasifikasi bangsa burung. Ciri-ciri umumnya

adalah tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek, dapat

diadu, dan bersifat kanibal. Coturnix coturnix japonica merupakan salah satu jenis

puyuh yang lazim diternakkan (Listiyowati dan Roospitasari 1995). Jenis ini

termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Bila dibandingkan dengan

jenis yang lain, coturnix dapat menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir per

ekor selama setahun.

Puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari. Puncak produksinya

terjadi pada umur lima bulan dengan persentase bertelur rata-rata 76 kali. Di atas

umur 14 bulan, produktivitasnya akan menurun dengan persentase bertelur kurang

dari 50 kali. Kemudian sama sekali berhenti bertelur saat berumur 2,5 tahun atau

30 bulan. Telurnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam,

cokelat, dan biru. Burung puyuh yang diternakkan di Indonesia termasuk ke dalam

jenis ini Coturnix coturnix japonica.

2.2 Faktor Produksi

Faktor produksi merupakan barang atau jasa untuk mempermudah suatu

proses produksi dan turut menentukan keberhasilan suatu usaha. Produksi yang

tinggi dapat tercapai bila semua faktor produksi tersedia dalam jumlah yang cukup

dan bermutu baik dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi

kemampuan produksinya (Bruce dan Tailor, 1994). Faktor-faktor produksi yang

digunakan dalam usaha peternakan puyuh adalah bibit puyuh, pakan, tenaga kerja,

kandang, obat-obatan, vaksin, dan bahan penunjang.

2.2.1 Kandang

Faktor produksi kandang terkait dengan lokasi peternakan. Menurut

Rahardi et al. (1995), pemilihan lokasi peternakan sebaiknya didasarkan atas

hal-hal berikut:

1) Kondisi sosial dari masyarakat setempat dengan tidak bertentangan dengan

(10)

10 2) Tidak terletak di pusat kota, berjarak sekurang-kurangnya 250 meter dari

pemukiman penduduk dan berjarak tidak kurang dari 250 meter dengan lokasi

peternakan lain.

3) Lokasi peternakan hendaknya lebih tinggi dari daerah sekitarnya, dekat

dengan sumber air, dan mudah dijangkau.

Adapun fungsi kandang adalah untuk melindungi ternak dari pengaruh

lingkungan yang kurang menguntungkan seperti angin dan sengatan sinar

matahari serta mempermudah penanganan ternak yang dilakukan. Selain itu,

pembuatan kandang perlu memperhatikan jenis ternak, teknik dan konstruksi,

serta bahan yang sederhana dan murah. Kepadatan kandang juga perlu

diperhatikan agar tidak terjadi sifat kanibal (saling patuk), tidak meratanya

konsumsi pakan dan kegerahan pada ternak.

2.2.2 Pakan

Pakan adalah faktor yang sangat penting untuk keberhasilan beternak

puyuh. Pakan merupakan faktor produksi yang menuntut biaya paling besar, yaitu

sekitar 60-80% dari biaya produksi (Rahardi et al. 1995). Pakan yang dapat

diberikan pada puyuh dapat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu pellet,

remah-remah, dan tepung. Peternak dapat membuat sendiri pakan untuk puyuh.

Komposisi pakan tersebut adalah jagung kuning, tepung ikan teri tawar, bungkil

kelapa, bungkil kedelai, dedak halus, kulit kerang, dan vitamin mix. Pemberian

pakan berdasarkan umur puyuh perlu diperhatikan. Pada umur 0-5 minggu puyuh

perlu diberi pakan yang kaya protein. Selain pakan utama berupa konsentrat

tepung komplit, puyuh perlu diberi pakan tambahan berupa dedaunan segar.

2.2.3 Bibit

Data dan informasi tentang ternak secara lengkap sangat diperlukan untuk

dapat memilih bibit ternak dengan baik (Rahardi et al. 1995). Informasi tersebut

dapat dilihat pada catatan pemeliharaan ternak (recording). Bibit puyuh atau bisa

disebut Day Old Quail (DOQ) memegang peranan penting untuk menghasilkan

puyuh dengan produksi telur tinggi. Peternak puyuh skala besar biasanya

mengusahakan bibit sendiri. Ketersediaan bibit harus diperhatikan untuk

(11)

11 puyuh, langkah pertama yang harus dilakukan adalah seleksi burung puyuh yang

baik untuk bibit misalnya menyeleksi asal daerah puyuh-puyuh induk. Asal

daerah sebaiknya tidak sama.

2.2.4 Obat-obatan, vaksin, dan vitamin

Peternak harus selalu memperhatikan gejala-gejala yang terlihat dari

ternak. Untuk itu peternak harus selalu memiliki bahan dan peralatan yang

digunakan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit pada ternak yaitu vaksin

dan obat-obatan. Puyuh yang divaksinasi sering mengalami stres. Untuk

mencegahnya perlu pemberian vitamin dan antibiotika. Dengan demikian dapat

mendukung pertumbuhan sehingga ternak puyuh dapat tumbuh secara optimal

2.2.5 Tenaga Kerja

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga

kerja (Soekartawi, 1993). Oleh karena itu, dalam analisa ketenagakerjaan di

bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan

tenaga kerja. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja dan

jenis tenaga kerja yang dibutuhkan. Namun yang paling penting diperhatikan oleh

peternak adalah pengorganisasian tenaga kerja untuk menciptakan efisiensi. Hal

ini berkaitan dengan pembagian tugas kerja.

2.2.6 Modal

Menurut Soekartawi (1993), modal dalam usahatani dapat diklasifikasikan

sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk

menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu

proses produksi. Pembentukan modal mempunyai tujuan untuk menunjang

pembentukan modal lebih lanjut dan meningkatkan produksi dan pendapatan

usahatani.

2.2.7 Bahan Penunjang

Faktor produksi lain yang diperlukan dalam peternakan puyuh adalah

bahan penunjang yang terdiri dari peti, sekam, kardus, dan listrik. Peti, sekam, dan

kardus diperlukan untuk mengemas telur yang akan dijual. Sedangkan listrik

(12)

12 2.3 Skala Usaha Peternakan Puyuh

Kegiatan yang berlangsung di peternakan puyuh tergantung dari jenis

skala usahanya. Menurut Abidin (2006), skala usaha terkait secara langsung

dengan modal yang dimiliki. Semakin sedikit modal yang diinvestasikan, semakin

kecil skla usahanya. Biasanya skala usaha dikelompokkan berdasarkan jumlah

puyuh yang dipelihara dalam satu siklus produksi. Batasan skala usaha tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Skala rumah tangga yaitu jumlah puyuh yang dipelihara kurang dari 250 ekor.

2. Skala kecil yaitu jumlah puyuh yang dipelihara antara 250-2399 ekor.

3. Skala sedang yaitu jumlah puyuh yang dipelihara 2400-7999 ekor.

4. Skala besar yaitu jumlah puyuh yang dipelihara lebih dari 8000 ekor.

Kegiatan di peternakan puyuh skala kecil biasanya hanya memelihara

puyuh grower, yaitu dari umur 3-6 minggu sampai menjadi apkir. Pada

peternakan puyuh skala menengah biasa melakukan kegiatan dari penetasan

hingga puyuh menjadi usaha dewasa dalam populasi kecil, atau berupa

pemeliharaan dari masa starter sampai dewasa saja. Sedangkan peternakan skala

usaha besar umumnya melakukan penetasan, pemeliharaan puyuh anakan (DOQ),

serta pemeliharaan masa starter, grower, dan layer hingga berproduksi secara

bersamaan.

2.4 Tata Laksana Peternakan Puyuh

Seleksi burung puyuh untuk bibit adalah hal pertama yang harus dilakukan

dalam memulai usaha peternakan burung puyuh. Seleksi dapat dilakukan pada

masa starter, grower, dan layer. Seleksi tersebut bertujuan untuk menentukan

apakah bibit tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembibit, petelur atau pedaging.

Namun, di Indonesia belum ada peternakan yang khusus memelihara puyuh untuk

dimanfaatkan dagingnya. Daging puyuh yang beredar dikonsumsi biasanya

berasal dari puyuh afkiran. Puyuh afkiran yang dimaksud adalah puyuh jantan dan

betina yang tidak terpilih sebagai bibit serta betina yang tidak lagi produktif dalam

(13)

13 Sumber : Listiyowati (1999)

Gambar 1. Penyederhanaan Pemeliharaan Puyuh

Pada masa starter, seleksi dilakukan pada umur 1-3 minggu, yaitu dengan

pemilihan DOQ. DOQ sebaiknya dipilih yang bukan berasal dari perkawinan

inbreed (perkawinan antar saudara). Kriteria lainnya adalah anak puyuh yang

ukurannya sama, sehat, gesit, tidak ada cacat fisik, matanya cerah, dan aktif

mencari makan.

Seleksi masa grower dimulai pada umur 3-6 minggu. Burung puyuh yang

pertumbuhannya tidak normal atau kerdil disingkirkan sehingga diperoleh puyuh

yang bobotnya sama. Selain itu, pada masa ini dilakukan seksing (pengelompokan

jenis kelamin). Pengelompokan tersebut tergantung pada tujuan pemeliharaan

yaitu sebagai penghasil bibit, petelur, atau pedaging.

(14)

14 sehat, tidak cacat fisik, dan tidak berpenyakit. Bila seleksi dilakukan dengan rutin

dan ketat dampaknya akan terasa pada produktivitas yang stabil.

2.4.1 Perawatan Bibit Puyuh

Puyuh yang baru menetas atau Day Old Quail (DOQ) masih membutuhkan

udara hangat yang stabil sehingga jangan langsung dikeluarkan dari mesin tetas.

Puyuh tersebut sebaiknya dibiarkan dalam mesin tetas kurang lebih selama 10

jam. Setelah itu baru dipindahkan ke dalam kandang starter.

Pada periode ini anak puyuh tumbuh dan berkembang dengan pesat,

sehingga memerlukan zat-zat pakan yang cukup memadai. Periode pembesaran

merupakan faktor penentu keberhasilan usahaternak puyuh, karena berpengaruh

besar terhadap pertumbuhan badan anak puyuh. Sementara itu, lama pemeliharaan

periode pembesaran berpengaruh baik terhadap puncak produksi telur yang

dicapai oleh sekelompok puyuh (Sugiharto, 2005).

Menurut Abidin (2002) ada beberapa cara memperoleh DOQ, yakni

membeli dari pembibit, membeli telur puyuh untuk ditetaskan sendiri, dan

memelihara bibit puyuh.

1) Membeli DOQ dari pembibit

Membeli DOQ dari pembibit adalah langkah yang paling mudah karena

peternak tidak perlu mengatur perkawinan bibit puyuh dan menetaskannya

sendiri. Kesulitan yang akan dihadapi adalah membeli DOQ tidak semudah

membeli day old chicken (DOC). Calon peternak harus mengetahui

sentra-sentra peternakan puyuh di wilayahnya. Sebaiknya DOQ yang dibeli

memiliki proses pembibitan yang cukup terarah, misalnya dengan pemilihan

telur tetas, kerabang tidak cacat, serta berasal dari induk jantan dan betina

yang berkualitas baik. Beberapa hal tersebut masih kurang diperhatikan oleh

pembibit skala kecil.

2) Membeli telur puyuh tetas dan menetaskan sendiri

Dari segi biaya, upaya memperoleh DOQ dengan menetaskan telur tetas

sendiri mungkin lebih murah bila daya tetas telur tinggi. Namun, belum ada

perusahaan pembibitan yang menjual telur tetas dengan jaminan daya tetas

tinggi. Ini merupakan salah satu kendala yang akan dihadapi oleh peternak

(15)

15 sulitnya memperoleh telur tetas yang bermutu baik dan rendahnya

keterampilan peternak dalam mengelola mesin tetas.

3) Memelihara puyuh pembibit

Memelihara bibit puyuh yang akan diproyeksikan sebagai penghasil DOQ

merupakan langkah paling aman, meskipun dari segi pembiayaan akan

membutuhkan modal yang agak besar.

2.4.2 Perawatan Puyuh Pembibit

Puyuh yang dipersiapkan sebagai induk petelur bibit sebaiknya yang telah

lolos dari seleksi masa starter sampai masa layer. Puyuh yang terseleksi harus

puyuh yang sehat, tubuhnya tegap, bobot sedang antara 1,5-6 ons, dada berisi, dan

kaki terbuka. Menurut Sugiharto (2005), untuk menghasilkan telur tetas yang baik

usia puyuh betina yang tepat digunakan sebagai induk adalah sekitar 16-40

minggu (4-10 bulan) dan usia pejantan adalah 8-24 minggu (2-6 bulan).

Pemeliharaan puyuh yang dilakukan dengan baik dan intensif akan

menghasilkan puyuh yang mencapai dewasa kelamin rata-rata pada umur enam

minggu dan produktif sampai umur lebih dari 16 bulan. Jika perawatan yang

dilakukan kurang baik maka produktivitas puyuh betina hanya sampai umur 6-8

bulan saja untuk kemudian diapkir. Tanda-tanda puyuh betina yang dapat diapkir

adalah rontoknya bulu-bulu di punggung dan kepalanya. Sedangkan puyuh jantan

masih cukup kuat mengawini puyuh-puyuh betina sampai umur dua tahun.

Perbandingan jumlah puyuh jantan dan betina di dalam kandang untuk

tujuan pembibitan atau produksi telur tetas maksimal 1:3. Fertilitas yang lebih

tinggi akan dicapai jika dalam satu kandang perbandingan puyuh jantan dan betina

adalah 1:2 (Woodard dalam Listiyowati, 1999). Apabila terlalu banyak pejantan

dalam satu kandang, maka pejantan-pejantan tersebut dikhawatirkan dapat

merusak betina karena terlalu sering dikawini. Sedangkan bila jumlah betinanya

terlalu besar, akan banyak telur yang tidak terbuahi (infertil) sehingga tidak bisa

digunakan sebagai telur tetas.

Telur-telur tetas yang dihasilkan oleh induk pembibit kemudian dipilih

yang besar dan beratnya sama yaitu berkisar 10-11 gram. Selain itu, telur yang

dipilih adalah yang berbentuk bulat lonjong, berbercak hitam kelabu, tidak

(16)

16 mencapai jumlah tertentu untuk ditetaskan ke dalam mesin tetas. Proses penetasan

biasanya terjadi setelah 17-19 hari.

2.4.3 Perawatan Puyuh Petelur

Puyuh petelur adalah puyuh-puyuh betina yang tidak memenuhi syarat

sebagai puyuh pembibit. Puyuh yang dipilih adalah yang berumur empat bulan,

berukuran badan sedang (1,5-1,6 ons), sehat, bergairah, tidak kanibal, matanya

bening, dan tegap. Selain itu, puyuh berasal dari keturunan induk yang

kemampuan bertelurnya baik.

Pada umur 3-6 minggu pemeliharaan, puyuh betina mulai dipisahkan dari

puyuh jantan agar tidak terjadi kemungkinan adanya telur yang dibuahi. Telur

konsumsi yang sudah terbuahi mutunya kurang baik, mudah busuk, dan tidak

tahan lama disimpan. Puyuh umumnya sudah mulai bertelur pada umur sekitar

enam minggu. Periode bertelur puyuh adalah selama 9-12 bulan dengan hasil

produksi berkisar antara 250-300 butir telur.

Puyuh biasanya bertelur pada malam hari sehingga pengambilan telur

dapat dilakukan pada pagi hari. Pengambilan telur sebaiknya dilakukan rutin

sebelum puyuh diberi makan dan minum. Jika telur yang dipanen ada yang kotor,

pecah, atau retak sebaiknya dilakukan penyortiran. Telur yang tercemar feses

maupun litter sebaiknya jangan dicuci karena akan cepat busuk. Pembersihan

dilakukan dengan mengerik dengan silet atau pisau tipis yang tajam.

2.5 Penelitian terdahulu

Penelitian dari Suwarto (2003) yang berbentuk tesis, menganalisis usaha

ternak burung puyuh di Jl. Narogong, Kelurahan Bojong Menteng, Kecamatan Rawa

Lumbu, Bekasi, Jawa Barat. Tujuan kajian penelitian ini yaitu untuk mengetahui

bisnis beternak puyuh untuk dijadikan sumber mata pencaharian, memahami

permasalahan yang ada dalam beternak puyuh, melakukan evaluasi kelayakan

finansial usaha ternak puyuh dalam upaya pemenuhan dana dengan skim yang ada.

Analisis usaha pada penelitian tesis ini dilakukan melalui pendekatan metode

deskriptif terhadap aspek umum dan melalui pendekatan metode analisis keuangan

terhadap pembiayaan usaha seperti: NPV, IRR, PBP, BEP serta analisis rentabilitas.

Analisis tingkat kelayakan finansial usaha ternak puyuh pada penelitian

(17)

17 18 persen) maka diperoleh NPV sebesar Rp 16.071.600, IRR yang didapat sebesar

24,84 persen melebihi tingkat suku bunga yang berlaku, PBP yang diperoleh yaitu

15 bulan, BEP dalam unit sebnyak 135.478 butir dan harga sebesar Rp 71,94,-

sehingga analisis kelayakan finansial usaha ternak puyuh tersebut layak untuk

dijalankan. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa usaha puyuh tersebut

dapat diberikan fasilitas KKU s.d.Rp 50 juta untuk menjalankan usahanya dengan

skala 6.500 ekor petelur, dengan kebutuhan yang sesuai berupa kredit modal kerja

dan investasi.

Penelitian mengenai optimalisasi telah banyak dilakukan sebelumnya

dengan komoditi dan aspek yang berbeda. Penelitian mengenai Optimalisasi

Produksi Adenium dilakukan oleh Nurikhsan Pitra Pratama (2008) di Indonursery,

Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Jenis kendala yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kendala lahan, ketersediaan bibit/benih, pupuk, obat-obatan, media tanam,

jam kerja, modal pembelian, modal penanaman, permintaan maksimum, dan

permintaan minimum. Keputusan produksi berdasarkan model yang dibentuk

akan meningkatkan keuntungan sebesar 37,46 persen. Analisis sumberdaya

optimal di Indonursery menunjukkan bahwa sebagian besar merupakan

sumberdaya berlebih. Pengaruh penghilangan bayi obesum dari fungsi tujuan

model yang dibentuk, penambahan kendala permintaan minimum bayi arabicum,

penurunan ketersediaan bibit grafting B, peningkatan dan penurunan modal

pembelian dan peningkatan permintaan arabicum dewasa adalah terjadinya

perubahan pola produksi. Peningkatan ketersediaan bibit grafting B tidak

menimbulkan terjadinya perubahan pola produksi dari pola optimal awalnya,

namun pendapatan R/C ratio mengalami peningkatan. Perbedaan utama antara

keputusan produksi aktual dan optimal adalah pada pola produksi dan jumlah

jenis adenium yang diproduksi.

Kesuma (2006) dalam penelitian yang berjudul “Optimalisasi Produksi

Budidaya Ikan Konsumsi Air Tawar (Studi Kasus pada UD Murti, Desa Bojong

Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)” menganalisis kombinasi jenis

ikan air tawa yang optimal. Hasilnya adalah memproduksi benih lele bulan

Januari sampai Desember sebesar 150, 66, 20, 106, 152, 20, 20, 97, 97, 20, 97,

(18)

18 1.463, 1.704, 1.180, 500, 500, 1.250, 1.250, 500, 1.114, dan 2.783 kilogram;

memproduksi nila bulan April, Agustus, dan Desember masing-masing sebesar

750 kilogram; dan memproduksi lele bulan Desember sebesar 574 kilogram. Nilai

keuntungan optimal lebih besar Rp 4.249.152 dibandingkan dengan kondisi

aktual.

Siregar (2008) pada penelitian mengenai optimalisasi produksi ayam ras

pedaging mengemukakan bahwa penggunaan input-input produksi di empat lokasi

kandang ayam Hasjrul Harahap Farm (HHF) belum optimal. Keuntungan yang

masih dapat ditingkatkan adalah 15,87 persen dari kondisi aktual. Penurunan

harga jual ayam ras pedaging sebesar lima persen akan menyababkan keuntungan

yang diterima HHF selama tujuh periode menurun sebesar 41,18 persen.

Sedangkan penurunan ketersediaan pakan sebesar lima persen akan menyebabkan

keuntungan selama tujuh periode meningkat 2,82 persen.

Penelitian lainnya mengenai ayam ras pedaging lainnya dilakukan oleh

Murni (2006) untuk menganalisis optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi

mitra CV Janu Putro di Kec. Pamijahan Bogor. Alat analisis yang digunakan

adalah program linier dengan komponen kendala meliputi DOC, pakan, vaksin

dan obat-obatan, sekam, utilitas, permintaan dan kapasitas kandang pada

masing-masing peternak. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa usahatani ayam ras

pedaging yang dijalankan peternak mitra CV Janu Putro pada umumnya sudah

optimal, kecuali pada lima peternak.

Pada penelitian Febtrya (2004) disebutkan bahwa alokasi biaya

faktor-faktor produksi di P4S Cita Rasa masih belum optimal. Variabel keputusan yang

digunakan untuk menganalisis optimalisasi faktor-faktor produksi adalah

penjualan hasil produksi susu dan anak kambing. Alokasi biaya pada saat

penelitian dilakukan seharusnya dapat memproduksi susu sebanyak 237.840 liter

dan anak kambing terjual minimal sebanyak 274 ekor dalam masa enam periode.

Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian mengenai

optimalisasi sebelumnya terletak pada komoditi dan lokasi penelitian. Lokasi

penelitian ini adalah Peternakan Puyuh Bintang Tiga di Desa Situ Ilir,

Cibungbulang, Bogor. Sedangkan persamaan dengan penelitian sebelumnya

(19)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Sistem Produksi

Secara umum produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses

yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) berupa

barang atau jasa. Assauri (2004) menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan

dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, yang

mana membutuhkan faktor-faktor produksi yang dalam ilmu ekonomi berupa tanah,

modal, tenaga kerja dan skill. Produksi juga merupakan suatu sistem untuk

menyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.

Menurut Assauri (2004), yang dimaksud dengan sistem produksi dan operasi

adalah keterkaitan unsur-unsur yang berbeda secara terpadu, menyatu, dan

menyeluruh dalam pentransformasian masukan menjadi keluaran. Seperti yang

lainnya, sistem ini juga mempunyai banyak komponen yang terdapat dalam unsur

baik bahan, pentransformasiannya, maupun keluarannya. Adapun komponen

masukan dalam suatu sistem produksi dan operasi terdiri dari bahan, tenaga kerja,

energi, mesin, modal, dan informasi. Antar komponen dalam unsur masukan tidak

dapat dipisah-pisahkan, tetapi secara bersama-sama membentuk suatu sistem dalam

pentransformasian untuk mencapai suatu tujuan akhir bersama.

Sistem produksi adalah alat yang digunakan untuk mengubah masukan

sumber daya guna menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran.

Rangkaian masukan-konversi-keluaran merupakan cara yang berguna untuk

mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dengan unit terkecil dari kegiatan

produksi yang disebut operasi. Suatu operasi adalah langkah tertentu dalam

keseluruhan proses menghasilkan produk atau jasa yang membawa kepada keluaran

akhir (Buffa dan Sarin, 1996).

Peranan manajemen dalam pelaksanaan sistem produksi dan operasi adalah

untuk mencapai tujuan yang diharapkan perusahaan. Tujuan yang diharapkan oleh

(20)

20 ditetapkan, kualitas yang ditentukan, dan dalam waktu yang direncanakan, dengan

biaya serendah mungkin. Perusahaan diharapkan dapat mencapai tujuannya dengan

teknik manajemen produksi dan operasi yaitu tetap terjamin kelangsungan hidupnya

dan dapat berkembang melalui keuntungan yang diperoleh perusahaan.

3.1.2 Optimalisasi

Menurut Nasendi dan Anwar (1985), optimalisasi adalah serangkaian proses

untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik

dalam situasi tertentu. Dengan demikian, optimalisasi mengidentifikasikan

penyelesaian terbaik suatu masalah yang diarahkan pada maksimisasi atau minimisasi

melalui fungsi tujuan. Sedangkan optimalisasi produksi adalah pencapaian keadaan

terbaik dalam kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan dalam rangka mencapai

keuntungan maksimum. Terdapat dua kriteria mendasar dalam optimalisasi, yaitu:

1) Maksimisasi, yaitu mengalokasikan atau menggunakan input-input tertentu untuk

menghasilkan keuntungan maksimal. Maksimisasi keuntungan ini dapat dilihat

baik dari segi laba, sistem kerja yang efektif (rancangan penugasan), maksimisasi

pangsa pasar dan lokasi perusahaan.

2) Minimalisasi, yaitu menghasilkan tingkat output dengan menggunakan input

(biaya) yang paling minimal. Minimalisasi dapat berupa minimalisasi

penggunaan sumber daya, biaya distribusi, biaya persediaan, biaya pengendalian

mutu, jumlah tenaga kerja, waktu proses pelayanan, dan fasilitas perusahaan.

Persoalan optimalisasi terbagi atas dua jenis yaitu optimalisasi dengan kendala

atau tanpa kendala. Optimalisasi dengan kendala membagi solusi optimal menjadi

maksimisasi terkendala (memaksimumkan sesuatu dengan adanya kendala) dan

minimisasi terkendala (meminimumkan sesuatu dengan adanya kendala). Sedangkan

dalam optimalisasi tanpa kendala, faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap

pencapaian fungsi tujuan akan diabaikan.

Keuntungan yang menjadi tujuan perusahaan harus selalu memperhatikan

keterbatasan yang dihadapi perusahaan. Dalam keterbatasan inilah perusahaan harus

(21)

21 tujuan perusahaan tercapai. Disinilah letak pentingnya riset operasi bagi perusahaan

sebagai alat untuk memecahkan permasalahan mengenai kombinasi produk optimum

yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal.

Menurut Supranto (1991), riset operasi adalah riset yang dilakukan terhadap

suatu proses atau operasi atau berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan oleh

unit organisasi. Suatu proses kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan atau

mencapai output yang paling baik dengan menggunakan masukan yang dalam

prakteknya serba terbatas. Dalam keadaan tersebut itulah harus dicapai suatu

pemecahan yang optimum. Tujuannya adalah membantu manajemen untuk

menentukan kebijakan dan tindakannya secara ilmiah.

Pada umumnya tahapan-tahapan dalam penerapan riset operasi untuk

memecahkan persoalan adalah sebagai berikut. :

1) Merumuskan atau mendefinisikan persoalan yang akan dipecahkan sesuai dengan

tujuan yang akan dicapai berdasarkan keadaan objektif.

2) Pembentukan model matematika untuk mencerminkan persoalan yang akan

dipecahkan. Biasanya model dinyatakan dalam bentuk persamaan yang

menggambarkan hubungan antara input dan output serta tujuan yang akan

dicapai dalam bentuk fungsi objektif. Model harus dibuat sedemikian rupa

sehingga dapat mewakili kenyataan yang sebenarnya dari sistem yang akan

dipecahkan.

3) Mencari pemecahan dari model yang telah dibuat dalam tahap sebelumnya.

4) Menguji model dan hasil pemecahan dari pemecahan model. Suatu model

dikatakan sah apabila memberikan prediksi yang dapat dipercaya dari hasil

proses suatu sistem. Cara yang paling sering dipergunakan ialah dengan

membandingkan hasil proses dari sistem dengan data yang menggambarkan

kejadian sejenis yang sudah terjadi.

5) Implementasi dari hasil pemecahan. Hal ini membutuhkan suatu penjelasan yang

(22)

22

3.1.3 Linear Programming

Linear programming (LP) atau pemrograman linier merupakan salah satu

teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimasi (maksimisasi atau

minimisasi) dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linier dalam rangka

untuk mencari pemecahan yang optimal dengan memperhatikan

pembatasan-pembatasan yang ada (Supranto, 1988). Linear programming akan memberikan

banyak sekali hasil pemecahan persoalan sebagai alternatif pengambilan tindakan,

akan tetapi hanya ada satu yang optimum (maksimum atau minimum)

Definisi lain berasal dari Soekartawi (1995), Linear programming merupakan

metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara kemungkinan-kemungkinan

tindakan yang dapat dilakukan. Penentuan rencana terbaik didasarkan pada banyak

alternatif dalam perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang

terbatas. Kelebihan-kelebihan LP adalah:

1) Mudah dilaksanakan, apalagi bila menggunakan alat bantu komputer

2) Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk

memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai.

3) Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau

berdasarkan data yang tersedia.

Pemrograman linier dapat juga diartikan sebagai suatu alat deterministik

dimana semua parameter model diasumsikan diketahui dengan pasti (Taha, 1996).

Tetapi dalam kehidupan nyata jarang sekali ditemukan masalah dimana terdapat

kepastian yang sesungguhnya. Teknik LP mengkompensasi kekurangan ini dengan

memberikan analisis pasca optimum dan analisis parametrik yang sistematis untuk

memungkinkan pengambil keputusan yang bersangkutan untuk menguji sensitivitas

pemecahan optimum yang statis terhadap perubahan diskrit atau kontinu dalam

berbagai parameter dari model tersebut.

Masalah keputusan yang sering dihadapi adalah alokasi optimum sumber daya

yang langka. Sumber daya dapat berupa uang, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas

(23)

23 diidentifikasikan, tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah formulasi model

matematika yang meliputi tiga tahap berikut, yaitu:

1) Tentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan dalam

simbol matematika.

2) Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linier dari

variabel keputusan.

3) Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam

persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari

variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumberdaya masalah itu.

Model umum matematika untuk persoalan pemrograman linier dapat

dinyatakan sebagai proses optimasi suatu fungsi tujuan dalam bentuk:

Maksimumkan atau minimumkan

dengan syarat : ij j (≤,=, ≥) i, untuk semua ( = 1,2,... ) semua j ≥ 0 Keterangan

j : banyaknya kegiatan , di mana = 1,2,..., : nilai fungsi tujuan

j : sumbangan per unit kegiatan , untuk masalah maksimisasi j menunjukkan

keuntungan atau penerimaan per unit, sementara dalam kasus minimisasi ia

menunjukkan biaya per unit

i : jumlah sumber daya ke ( = 1,2,... ), berarti terdapat jenis sumber daya

ij : banyaknya sumber daya yang dikonsumsi sumber daya

Model LP mengandung asumsi-asumsi implisit tertentu yang harus dipenuhi

agar definisinya sebagai suatu masalah LP menjadi absah. Asumsi-asumsi tersebut di

antaranya adalah:

1. Linearity

Syarat utama dari LP adalah bahwa fungsi tujuan dan semua kendala harus

(24)

24 dua fungsi ini akan berupa garis lurus. Kata linier secara tidak langsung mengatakan

bahwa hubungannya proporsional. Tingkat perubahan atau kemiringan hubungan

fungsional itu adalah konstan dan karena itu perubahan nilai variabel akan

mengakibatkan perubahan relatif nilai fungsi dalam jumlah yang sama.

2. Additivity

Jumlah variabel kriteria dan jumlah penggunaan sumber daya harus bersifat

aditif. Selain itu, seluruh sumber daya yang digunakan untuk semua kegiatan harus

sama dengan jumlah sumber daya yang digunakan untuk masing-masing kegiatan.

3. Divisibility

Asumsi ini berarti nilai solusi yang diperoleh tidak harus berupa bilangan

bulat. Ini berarti nilai j dapat terjadi pada nilai pecah manapun. 4. Deterministic

Asumsi yang terdapat pada LP adalah semua parameter model ( j, ij, dan i) diketahui konstan. LP secara tak langsung mengasumsikan suatu masalah keputusan

dalam suatu kerangka statis dimana semua parameter diketahui dengan kepastian.

Pada kenyataannya, parameter model jarang bersifat deterministik. Ada beberapa cara

mengatasi ketidakpastian parameter tersebut, salah satunya dengan analisa sentivitas

yang dikembangkan untuk menguji kepekaan nilai solusi terhadap

perubahan-perubahan parameter.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Peternakan Puyuh Bintang Tiga yang mengusahakan puyuh petelur dan bibit

puyuh dituntut untuk berproduksi dengan optimal dengan memanfaatkan sumberdaya

yang ada. Perencanaan penggunaan sumber daya dipengaruhi oleh dua hal yaitu dari

segi permintaan dan ketersediaan sumber daya. Dari segi permintaan, PPBT belum

dapat memenuhi permintaan telur dan bibit. Dari segi ketersediaan sumber daya,

PPBT memerlukan beberapa macam sumber daya yaitu bibit, pakan, vaksin,

obat-obatan, tenaga kerja, kandang, modal, dan bahan penunjang. Selain itu, masalah yang

terlihat di lapangan adalah belum optimalnya produksi di PPBT. Hal ini terlihat dari

(25)

25 Keterbatasan sumber daya menyebabkan penambahan produksi suatu output

akan mengurangi produksi output lainnya. Sedangkan kelebihan sumber daya yang

tidak terpakai akan menyebabkan keuntungan yang diterima perusahaan tidak

maksimal. Untuk itu diperlukan sebuah teknik yang dapat memberikan alternatif

kombinasi output yang dihasilkan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan

yaitu memaksimalkan keuntungan.

Analisis dilakukan dalam kurun waktu satu tahun dimana terdapat satu periode

produksi puyuh petelur dan 12 periode bibit puyuh. Satu periode produksi puyuh

petelur dihitung dari masa Day Old Quail (DOQ) sampai puyuh diafkir. Sedangkan

bibit puyuh mempunyai periode selama satu bulan sehingga dalam setahun terdapat

12 periode produksi.

Pemecahan masalah optimalisasi produksi dilakukan dengan menggunakan

model linear programming. LP dapat memberikan pemecahan persoalan sebagai

alternatif pengambilan keputusan. Program LP ini mampu menghasilkan kombinasi

output yang optimal untuk memaksimumkan keuntungan dengan memperhatikan

kendala-kendala yang dihadapi dalam satu periode produksi di PPBT.

Analisis LP yang dapat dilakukan yaitu analisis primal, analisis dual, analisis

sensitivitas, dan analisis post optimal. Analisis primal digunakan untuk mengetahui

tingkat kombinasi produksi yang optimal yang dapat menghasilkan keuntungan

maksimal. Analisis dual digunakan untuk mengetahui alokasi penggunaan

sumberdaya (faktor produksi) yang dimiliki. Sedangkan analisis sentivitas digunakan

untuk mengetahui sejauh mana koefisien fungsi tujuan dan nilai ruas kanan fungsi

kendala dapat berubah tanpa mengubah solusi optimal.

Hasil pemecahan persoalan dengan program linier akan memberikan

perencanaan produksi yang optimal. Setelah diperoleh hasil optimal maka dilakukan

evaluasi dengan membandingkan tingkat produksi optimal dengan tingkat produksi

aktual. Setelah itu akan diketahui tingkat penyimpangan sehingga diperoleh

saran-saran perbaikan yang berguna bagi PPBT. Alur kerangka pemikiran operasional

(26)

26 Produk yang dihasilkan :

telur dan bibit

Sumberdaya terbatas

Kendala : bibit, pakan, vaksin, obat-obatan, kandang, tenaga kerja,

modal Perencanaan jumlah

ternak optimal selama setahun dengan linear

programming (satu periode produksi

puyuh petelur dan 12 periode bibit puyuh)

Hasil

Kombinasi jumlah ternak Keuntungan optimal Alokasi sumberdaya optimal

Kondisi aktual perusahaan

Evaluasi Rekomendasi

Tujuan perusahaan: Berproduksi dengan

optimal Permintaan telur dan

bibit belum terpenuhi

Adanya kandang

kosong menunjukkan produksi yang belum optimal

(27)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) yang

berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir Kecamatan

Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan peternakan bahwa peternakan ini dapat

digolongkan menjadi peternakan dalam skala besar di wilayah Bogor, karena

jumlah puyuh yang diternakkan lebih dari 8.000 ekor. PPBT juga merupakan

peternakan puyuh dengan produksi telur yang cukup besar dibandingkan peternak

lainnya di wilayah Bogor, serta menjadi pemasok telur puyuh di pasar-pasar

wilayah Kabupaten Bogor. Selain itu, peternakan ini memiliki prospek

pengembangan yang baik. Penelitian dilakukan pada bulan Pebruari-Mei 2009.

4.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung serta wawancara

langsung dengan pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu pemilik dan karyawan

PPBT serta konsumen telur puyuh di pasar-pasar yang dipasok PPBT. Data

sekunder yang dikumpulkan berasal dari dokumen perusahaan pada tahun 2008

dan awal tahun 2009.

Data sekunder lainnya untuk mendukung penelitian adalah hasil-hasil

penelitian terdahulu, data Badan Pusat Statistik, Dinas Peternakan, dan

literatur-literatur lain yang relevan dengan penelitian. Jenis data yang dikumpulkan dari

perusahaan adalah sebagai berikut:

1) Gambaran umum perusahaan yang meliputi sejarah berdirinya perusahaan,

ketenagakerjaan, proses produksi, dan pemasaran.

2) Ketersediaan dan penggunaan input

3) Data produksi telur dan bibit

4) Harga jual produk

5) Biaya produksi yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap

terdiri dari biaya penyusutan kandang dan biaya tenaga kerja. Biaya variabel

(28)

28 4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009. Metode

pengumpulan data primer yaitu melakukan wawancara dengan pimpinan

perusahaan dan karyawan PPBT, pedagang telur puyuh, peternak mitra PPBT, dan

pihak terkait lainnya. Selain itu, pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan

dan keterlibatan langsung pada semua proses produksi di perusahaan. Data

sekunder dikumpulkan dengan cara studi literatur dari berbagai sumber yang

terkait dengan penelitian.

4.4 Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif

mengenai gambaran dan kondisi umum perusahaan dijabarkan secara deskriptif.

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan mengelompokkan data yang

diperoleh secara manual berdasarkan aktivitas-aktivitas untuk kemudian diproses

menggunakan program Microsoft Excel. Hasilnya digunakan untuk menyusun

fungsi tujuan dan fungsi kendala.

Pengolahan data berikutnya adalah menggunakan software LINDO

(Linear Interactive and Discrete Optimizer). Pengolahan LINDO akan

menghasilkan kombinasi output optimal yang akan menghasilkan keuntungan

maksimal. Analisis data yang akan dilakukan dari hasil olahan LINDO meliputi

analisis primal, analisis status sumberdaya (dual), analisis sensitivitas, dan analisis

post optimal.

4.4.1 Analisis Primal

Menurut Mulyono (1991), optimalisasi dengan Linear Programming

terdiri dari dua bentuk. Bentuk pertama dinamakan primal, sedangkan bentuk

kedua dinamakan dual. Analisis primal bertujuan untuk mengetahui kombinasi

produk terbaik yang dapat memaksimumkan keuntungan dengan sumberdaya

yang terbatas. Analisis primal akan memberikan informasi mengenai aktivitas

mana yang tidak termasuk dalam skema optimal atau memiliki nilai reduced cost.

Hasilnya akan dibandingkan dengan kombinasi produk aktual yang dihasilkan

perusahaan untuk mengetahui apakah perusahaan telah berproduksi optimal atau

(29)

29 4.4.2 Analisis Dual

Masalah dual adalah sebuah masalah LP yang diturunkan secara matematis

dari satu model LP primal. Masalah dual dan primal sangat berkaitan erat

sedemikian rupa sehingga pemecahan optimal dari salah satu masalah akan secara

otomatis menghasilkan pemecahan optimum untuk masalah lainnya (Taha 1996).

Analisis dual dilakukan untuk mengetahui sumberdaya yang membatasi

nilai fungsi tujuan dan sumberdaya yang berlebih. Penilaian terhadap sumberdaya

ini dilihat dari nilai slack atau surplus dan nilai dualnya. Nilai dual atau harga

bayangan (shadow price) menunjukkan perubahan yang akan terjadi pada fungsi

tujuan apabila sumberdaya berubah sebesar satu satuan. Jika nilai slack atau

surplus lebih dari nol dan nilai dual sama dengan nol maka sumber daya tersebut

berlebih. Sumberdaya berlebih termasuk dalam kendala tidak aktif yaitu kendala

yang tidak habis terpakai dalam proses produksi serta tidak mempengaruhi fungsi

tujuan jika terjadi penambahan sebesar satu satuan ketersediaan sumberdaya.

Sumberdaya dengan nilai dual lebih besar dari nol menunjukkan bahwa

sumberdaya bersifat langka dan termasuk dalam jenis kendala yang membatasi

nilai fungsi tujuan.

4.4.3 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan setelah solusi optimal tercapai untuk

mengetahui sejauh mana perubahan pada tingkat keuntungan dan ketersediaan

sumber daya tidak akan mengubah solusi optimal. Menurut Taha (1996), tujuan

analisis ini adalah memperoleh informasi mengenai pemecahan nilai optimum

yang baru dan memungkinkan sesuai dengan parameter perhitungan tambahan

yang minimal.

Perubahan tersebut meliputi perubahan pada koefisien fungsi tujuan dan

ketersediaan sumber daya. Pengaruh perubahan dilihat dari selang kepekaan

minimum (allowable decrease) dan kepekaan maksimum (allowable increase).

Semakin sempit selang menunjukkan pengaruh yang kuat dalam perubahan

tingkat keuntungan. Batas minimum merupakan batas penurunan nilai parameter

yang diijinkan agar tidak mengubah kondisi optimal. Sedangkan batas maksimum

menunjukkan batas kenaikan nilai parameter yang diijinkan agar kondisi optimal

(30)

30 4.4.4 Analisis Post Optimal

Analisis postoptimal atau analisis pasca optimal merupakan suatu usaha

untuk mempelajari nilai-nilai dari peubah-peubah pengambilan keputusan dalam

suatu model matematika jika satu, beberapa, atau semua parameter model tersebut

berubah. Dalam suatu persoalan LP analisis postoptimal menyangkut analisis

terhadap nilai-nilai peubah pengambilan keputusan sebagai dampak perubahan

dalam koefisien fungsi tujuan, koefisien teknologi, nilai sebelah kanan model,

adanya fungsi kendala baru maupun tambahan peubah pengambilan keputusan

(Nasendi & Anwar 1985) .

Analisis post optimal dilakukan jika solusi optimal versi awal yang sudah

diperoleh tidak dapat menjawab perubahan-perubahan yang terjadi akibat adanya

perubahan yang berada diluar selang sensitivitas solusi optimal awal. Analisis ini

juga dilakukan jika terdapat perubahan atau pengurangan variabel keputusan,

penambahan atau pengurangan fungsi kendala dan terjadinya perubahan koefisien

pada setiap fungsi. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis post optimal

dengan skenario kenaikan harga input pakan. Hal ini dilakukan karena pakan

mempunyai proporsi terbesar dalam biaya produksi

4.5 Konsep dan Pengukuran Data

Variabel keputusan dalam penelitian ini adalah jenis puyuh yang akan

diusahakan PPBT dalam satuan ekor. Variabel keputusan menunjukkan jumlah

produksi optimal setiap jenis produk.

4.5.1 Penentuan Variabel Keputusan

Variabel keputusan menunjukkan jumlah puyuh setiap bulan selama satu

tahun. Jenis puyuh yang diternakkan di PPBT adalah puyuh petelur dan bibit

puyuh. Puyuh petelur menghasilkan keuntungan setiap bulan selama satu periode

produksi, yaitu satu tahun. Sedangkan bibit puyuh menghasilkan keuntungan

setiap bulan dalam satu periode produksi yang juga satu bulan.

Pemilihan variabel keputusan setiap bulan selama satu tahun didasari oleh

periode produksi masing-masing jenis yaitu satu bulan dan satu tahun. Hal ini

(31)

31 petelur pada awal periode. Berdasarkan hal tersebut maka variabel keputusan

dapat dirumuskan sebagai berikut :

X11 = Jumlah puyuh petelur bulan Januari

X12 = Jumlah puyuh petelur bulan Pebruari

X13 = Jumlah puyuh petelur bulan Maret

X14 = Jumlah puyuh petelur bulan April

X15 = Jumlah puyuh petelur bulan Mei

X16 = Jumlah puyuh petelur bulan Juni

X17 = Jumlah puyuh petelur bulan Juli

X18 = Jumlah puyuh petelur bulan Agustus

X19 = Jumlah puyuh petelur bulan September

X110 = Jumlah puyuh petelur bulan Oktober

X111 = Jumlah puyuh petelur bulan Nopember

X112 = Jumlah puyuh petelur bulan Desember

X21 = Jumlah bibit puyuh bulan Januari

X22 = Jumlah bibit puyuh bulan Pebruari

X23 = Jumlah bibit puyuh bulan Maret

X24 = Jumlah bibit puyuh bulan April

X25 = Jumlah bibit puyuh bulan Mei

X26 = Jumlah bibit puyuh bulan Juni

X27 = Jumlah bibit puyuh bulan Juli

X28 = Jumlah bibit puyuh bulan Agustus

X29 = Jumlah bibit puyuh bulan September

X210 = Jumlah bibit puyuh bulan Oktober

X211 = Jumlah bibit puyuh bulan Nopember

X212 = Jumlah bibit puyuh bulan Desember

4.5.2 Fungsi Tujuan

Optimalisasi produksi pada perusahaan bertujuan untuk memaksimumkan

laba kontribusi total (Z) perusahaan dengan mengetahui kombinasi jumlah setiap

jenis puyuh yang memberikan keuntungan maksimum. Laba kontribusi diperoleh

(32)

32 4.5.3 Fungsi Kendala

Kendala merupakan faktor pembatas dalam pengambilan keputusan

meliputi sumberdaya yang tersedia dan dimiliki PPBT. Kendala yang digunakan

dalam penyelesaian optimalisasi ini meliputi kapasitas kandang, penggunaan

DOQ, pakan, tenaga kerja, modal, dan permintaan maksimum. Berikut adalah

kendala-kendala yang digunakan dalam program linier secara rinci :

1) Kendala kapasitas kandang layer

Jumlah luas seluruh kandang grower yang dimiliki PPBT adalah 225 m2. Kendala kapasitas kandang dihitung berdasarkan luas kandang yang tersedia.

Masing-masing jenis puyuh membutuhkan luas kandang yang sama per ekor.

2) Kendala DOQ

Pemeliharaan puyuh di PPBT sangat dipengaruhi oleh DOQ yang tersedia.

Koefisien kendala DOQ dihitung berdasarkan jumlah DOQ yang dibutuhkan per

ekor. Nilai ruas kanan adalah ketersediaan DOQ setiap bulan.

3) Kendala pakan layer

Pakan adalah komponen biaya terbesar dalam peternakan. Pakan layer

yang digunakan adalah pakan buatan sendiri. Kebutuhan pakan dihitung

berdasarkan jumlah pakan yang digunakan per ekor dalam satuan kilogram. Nilai

ruas kanan yaitu ketersediaan pakan dihitung berdasarkan jumlah pakan yang

digunakan setiap bulan.

4) Kendala tenaga kerja

Tenaga kerja penting untuk diperhitungkan dalam program linear sebagai

kendala. Hal ini dikarenakan tenaga kerja merupakan salah satu input produksi

yang mempunyai peranan sangat besar dalam proses produksi. Koefisien kendala

tenaga kerja adalah jumlah jam tenaga kerja yang dibutuhkan per ekor puyuh

setiap bulan. Nilai ruas kanan adalah ketersediaan tenaga kerja setiap bulan.

5) Kendala modal

Ketersediaan modal akan sangat mempengaruhi keseluruhan proses

produksi. Koefisien kendala modal adalah modal yan digunakan per ekor puyuh.

Nilai ruas kanan adalah ketersediaan modal perusahaan setiap bulan.

(33)

33 6) Kendala permintaan maksimum

Kendala permintaan untuk jenis bibit puyuh muncul karena permintaan

bibit puyuh tidak terjadi setiap bulan. Sehingga untuk menghindari produksi yang

berlebihan perusahaan membatasi jumlah bibit puyuh yang akan diproduksi.

4.5.4 Formulasi Model

Formulasi model permasalahan optimalisasi usahaternak puyuh pada

PPBT dapat dirumuskan sebagai berikut :

Fungsi tujuan :

Maksimumkan

Dimana :

Z = nilai fungsi tujuan (Rp)

Cjk = keuntungan aktivitas j bulan ke-k yang diterima oleh PPBT (Rp/ekor) Xjk = jumlah output utama produk ke-j bulan ke-k di PPBT (ekor/bulan) j = jenis produk (1= puyuh petelur ; 2 = bibit puyuh) di PPBT

k = bulan produksi di PPBT (1, 2, 3, ..., 12) Fungsi Kendala

1) Kendala kapasitas kandang

dimana :

ajk = luas kandang yang dibutuhkan aktivitas j bulan k (m2/ekor) A = kapasitas kandang yang tersedia (m2)

2) Kendala DOQ

dimana :

(34)

34 3) Kendala pakan layer

dimana :

cjk = Koefisien penggunaan pakan aktivitas j bulan k (kg/ekor) C = Ketersediaan pakan (kg)

4) Kendala tenaga kerja

dimana:

djk = Koefisien penggunaan tenaga kerja aktivitas j bulan k (jam/ekor) D = Jumlah tenaga kerja yang digunakan PPBT (jam)

5) Kendala modal

dimana:

ejk = Koefisien modal aktivitas j bulan k (Rp/ekor) E = ketersediaan modal (Rp)

6) Kendala permintaan maksimum

X

jk

Fjk

dimana :

Xjk = jumlah bibit puyuh

Fjk = jumlah permintaan bibit puyuh

4.6. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan

data adalah sebagai berikut :

1) Penelitian tidak melihat perubahan permintaan telur dan bibit puyuh setiap

bulan selama satu tahun.

2) Harga jual dan harga input tidak berubah selama satu tahun.

(35)

35 4) Data mengenai keuntungan aktual selama setahun sebelumnya di Peternakan

Puyuh Bintang Tiga tidak dapat diperoleh.

5) Penelitian hanya memfokuskan pada perencanaan produksi di PPBT selama

setahun.

6) Analisis yang digunakan adalah model linear, sehingga semua koefisien

dalam model memenuhi asumsi dasar program linear yaitu linearitas,

proporsionalitas, aditivitas, divisibilitas, dan deterministik.

7) Keuntungan yang digunakan adalah keuntungan kotor, yaitu hasil dari

(36)

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha

Peternakan puyuh Bintang Tiga (PPBT) merupakan salah satu peternakan

puyuh petelur di Kabupaten Bogor, yang berlokasi di Jalan KH. Abdul Hamid

KM. 3 Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Peternakan ini berdiri pada bulan September 2007 dengan bentuk awal berupa

CV. Pemilik awal terdiri dari tiga orang yang masing-masing menanamkan

investasinya. Ketiga pendiri tersebut yaitu Bapak Wahyudiono, Bapak Prastiyo,

dan Bapak Ohi Jazuli yang masing-masing menanamkan investasinya secara

berurutan yaitu sebesar 55 persen, 35 persen, serta 10 persen.

Ide pembentukan PPBT dicetuskan pertama kali oleh Bapak Prastiyo yang

kemudian mengajak Bapak Wahyudiono untuk bekerja sama menanamkan

investasinya ke bisnis puyuh tersebut. Menimbang akan prospek yang cukup

menjanjikan dari peternakan puyuh di wilayah Bogor, Bapak Wahyudiono sebagai

pemilik lahan tertarik terhadap rencana tersebut dan memberi dukungannya

dengan turut serta dalam pendirian PPBT. Setelah Bapak Wahyudiono bersedia

menjadi investor terbesar, Bapak Prastiyo mengajak Bapak Ohi Jazuli untuk

bergabung. Pelaksanaan operasi PPBT sebagian besar diserahkan kepada Bapak Prastiyo karena beliau memiliki kompetensi ilmu peternakan serta mempunyai

pengalaman bekerja di perusahaan puyuh sebelumnya. Posisi pak Wahyudiono

serta Pak Jazuli lebih condong sebagai sekutu pasif yang sesekali datang untuk

melihat perkembangan peternakan.

Pada bulan September 2008, Bapak Wahyudiono menjual investasinya

kepada Bapak Prastiyo karena beliau ingin fokus mengembangkan bisnis batik

milik keluarganya. Alasan lainnya yaitu kekhawatiran beliau akan maraknya flu

burung yang banyak menyerang peternakan unggas sehingga beliau pesimistis

untuk tetap mengembangkan usaha ini. Ternyata selain di PPBT, Bapak Prastiyo

juga mempunyai saham di peternakan puyuh lain yang berlokasi tepat di belakang

PPBT. Saham yang beliau miliki di tempat tersebut sebesar 40 persen.

Perkembangan usaha PPBT yang cukup signifikan membuat Bapak Prastiyo

berencana untuk fokus pada PPBT saja. Kepemilikan saham di peternakan puyuh

Gambar

Tabel 4. Permintaan dan Penawaran Telur Puyuh per Minggu pada PPBT bulan Maret 2009
Gambar 1. Penyederhanaan Pemeliharaan Puyuh
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 3. Alur Proses Pemeliharaan Puyuh Petelur PPBT
+7

Referensi

Dokumen terkait