• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN PUYUH PADA PETERNAKAN PUYUH BINTANG TIGA DESA SITU ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN PUYUH PADA PETERNAKAN PUYUH BINTANG TIGA DESA SITU ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN PUYUH

PADA PETERNAKAN PUYUH BINTANG TIGA

DESA SITU ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG,

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

YANUARY DWI PANGESTUTI H34051472

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

YANUARY DWI PANGESTUTI. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Puyuh pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM)

Sektor pertanian mempunyai peran yang besar dalam pembentukan nilai PDB (Produk Domestik Bruto) maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi yang cukup besar yaitu peternakan. Subsektor peternakan juga mampu memberikan kontribusi pendapatan terhadap sektor pertanian sebesar 12 persen dengan pangsa tenaga kerja sekitar 30 persen.

Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan, dan kadar gizi masyarakat menyebabkan permintaan terhadap hasil subsektor peternakan sebagai sumber protein hewani semakin meningkat pula. Salah satu produk peternakan yang digemari masyarakat adalah telur. Konsumsi dan permintaan telur sebagai sumber pemenuhan protein hewani dari tahun ke tahun selalu bertambah. Usaha peternakan yang cukup prospektif yaitu budidaya puyuh penghasil telur. Telur puyuh memiliki banyak keunggulan dari segi nilai gizi. Telur puyuh mengandung protein yang tinggi namun kandungan lemaknya rendah, sehingga baik untuk diet kolesterol. Selain itu, rasa telur puyuh juga lezat dan dapat disajikan dalam aneka bentuk masakan.

Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) adalah salah satu peternakan puyuh yang berlokasi di Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Peternakan ini berdiri pada September 2007, dan saat ini mampu menghasilkan sekitar 8.500 butir telur puyuh. Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan per hari oleh PPBT ternyata belum memenuhi semua permintaan pasar. Karena hal tersebut, PPBT berencana untuk melakukan perluasan usahanya sehingga produksi telurnya dapat bertambah. Selain mengembangkan skala usaha telur puyuh, PPBT juga memulai rencana untuk menetaskan sendiri anak puyuh (DOQ) untuk pembibit dengan tujuan menjaga kontinuitas pemenuhan puyuhnya, sehingga PPBT membutuhkan investasi yang besar untuk merealisasikan rencana usahanya tersebut.

Puyuh merupakan jenis unggas yang peka terhadap serangan penyakit. Serangan penyakit menyebabkan penurunan produktifitas telurnya. Selain itu komponen biaya pakan adalah biaya yang paling besar dalan pengusahaan puyuh. Berdasarkan kondisi di atas, maka perlu dilakukan analisis kelayakan pada usaha puyuh PPBT baik usaha yang sedang dijalani sekarang maupun rencana usaha pengembangannya serta perlu dilakukan sensitivitas terhadap penurunan produksi telur dan kenaikan harga pakan. Pada rencana usaha pengembangan juga perlu dilakukan sensitivitas terhadap kenaikan biaya total usaha, sehingga dapat diketahui batas maksimal kenaikan biaya total agar pengembangan usaha tersebut tetap menguntungkan.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis kelayakan non finansial usaha PPBT pada saat ini (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha PPBT pada usaha

(3)

puyuh petelur, usaha puyuh petelur dan pembibit maupun pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit, (3) Menganalisis sensitivitas usaha PPBT, apabila terjadi penurunan produksi telur akibat serangan penyakit dan peningkatan harga pakan. Pada pola usaha pengembangan PPBT dilakukan pula analisis sensitivitas jika terjadi kenaikan biaya total usaha.

Analisis data kuantitatif untuk analisis aspek finansial menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif merupakan hasil analisis aspek non finansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan.

PPBT merupakan peternakan puyuh dengan unit usaha utama berupa telur puyuh. Selain telur PPBT juga menjual pakan, kotoran, puyuh afkir, serta saat ini mulai menjual bibit puyuh. PPBT memiliki tiga kandang grower dan layer, satu kandang starter, serta menggunakan peralatan produksi yang sederhana. sTelur produksi PPBT sebagian besar dijual ke pedagang pengecer, dan beberapa bagian dijual ke bandar asongan di wilayah Bogor.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial ekonomi dan lingkungan, usaha peternakan puyuh yang dijalankan oleh PPBT layak untuk dilaksanakan, karena tidak ada faktor yang menghambat kegiatan produksi PPBT dari tiap-tiap aspek.

Hasil aspek finansial dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga pola usaha. Pola usaha I yaitu usaha puyuh petelur dengan populasi 12.000 ekor dihasilkan nilai NPV Rp 145.175.809,-; Net B/C 1,77; IRR 32 persen dan Payback Period 3,93 tahun atau 3 tahun 11 bulan 5 hari. Pola usaha II yaitu usaha puyuh petelur dan pembibit pada populasi 12.000 ekor, dengan nilai NPV Rp. 171.209.542,- ; Net B/C 1,58; IRR 27 persen dan Payback Period 4 tahun 4 bulan 2 hari. Untuk pola usaha III yaitu pengembangan usaha puyuh petelur dan pembibit pada populasi 24.000 ekor, diperoleh NPV Rp 800.958.779,- ; Net B/C 3,56; IRR 78 persen dan Payback Period 2 tahun 4 bulan 13 hari.

Hasil analisis finansial menunjukkan ketiga pola usaha puyuh PPBT layak untuk dijalankan. Berdasarkan perbandingan hasil analisis kelayakan, maka pola usaha III (pengembangan usaha puyuh petelur dan pembibit) merupakan pola usaha yang memberikan keuntungan paling besar dibandingkan dengan pola usaha I dan pola usaha II. Nilai NPV pola usaha III lebih besar dari pola usaha I dan II. Demikian pula dengan hasil nilai Net B/C dan IRR pada pola usaha III lebih besar dibandingkan kedua pola yang lainnya. Masa pengembalian biaya investasi (payback periode) pola usaha III juga lebih cepat dibandingkan pola usaha I dan II.

Jenis pola usaha yang memiliki tingkat sensitivitas terkecil terhadap perubahan-perubahan yang terjadi adalah pola usaha III yaitu usaha pengembangan puyuh petelur dan pembibit pada populasi puyuh 24.000 ekor dengan batas maksimal penurunan produksi telur sebesar 12,5335 persen dan kenaikan harga pakan 15,2893 persen. Menurut perbandingan hasil analisis switching value, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perubahan jumlah produksi telur puyuh adalah perubahan yang paling sensitif terhadap kelayakan ketiga pola usaha apabila dibandingkan dengan perubahan harga pakan. Selain itu pola usaha III merupakan jenis usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan, dengan batas maksimal kenaikan biaya usaha sebesar 9,6735317 persen.

(4)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN PUYUH

PADA PETERNAKAN PUYUH BINTANG TIGA

DESA SITU ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG,

KABUPATEN BOGOR

YANUARY DWI PANGESTUTI H34051472

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(5)

Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Puyuh pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

Nama : Yanuary Dwi Pangestuti

NRP : H34051472

Disetujui, Pembimbing

Ir. Anita Ristianingrum, MSi NIP. 19671024 199302 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Puyuh pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor” adalah benar-benar hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya tulis ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

Yanuary Dwi Pangestuti H34051472

(7)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 1 Januari 1987 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Wibowo dan Ibu Giwang Wahyuningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 05 Wonosobo pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 1 Wonosobo dan lulus pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2005 di SMUN 1 Wonosobo. Pada tahun 2005 juga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada semester 3 atau kenaikan tingkat 2, yaitu pada tahun 2006 penulis masuk ke Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai jurusan mayor. Selain mengambil mata kuliah mayor, penulis juga mengambil supporting

course di Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama kuliah penulis pernah aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan kampus seperti menjadi anggota paduan suara IPB (Agria Swara) pada tahun 2005, serta menjadi anggota HIPMA (Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis). Keanggotaan di organisasi ekstra kampus yang pernah diikuti penulis diantaranya Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) yaitu pada Ikatan Mahasiswa Wonosobo (IKAMANOS).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana.

Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak terutama orang tua dan dosen pembimbing skripsi Ibu Anita Ristianingrum, M.Si yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Puyuh pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor”.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk penulis dan juga perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di masa mendatang.

Bogor, Agustus 2009 Yanuary Dwi Pangestuti

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam kesempatan kali ini tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah dan Ibu, atas segala kasih sayang, doa dan dukungan, baik moral

maupun material.

2. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Departemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis selama kegiatan perkuliahan.

6. Bapak Prastiyo Spt sebagai pemilik Peternakan Puyuh Bintang Tiga, keluarga besar PPBT, serta Kepala Desa Situ Ilir yang telah memberikan izin penelitian, bantuan, informasi, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian.

7. Kakakku Tyas Puji Murti atas doa dan dukungannya, serta kepada Candra Andrianto atas perhatian, doa, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

8. Eka Widhyasmara yang telah membantu dalam pencarian lokasi penelitian serta bantuan masukan dan saran kepada penulis.

9. Tiara Saqina dan Mada Pradana yang telah bersama-sama dalam pelaksanaan bimbingan skripsi serta atas segala bantuan masukan kepada penulis.

10. Nurul Istiamuji, Marlinda Sari, serta Suci Melani atas bantuan informasi serta kebersamaan dalam kegiatan penulis di lokasi penelitian.

(10)

11. Siti Munawarohtul yang bersedia menjadi pembahas seminar, Zulvan Khaidar atas bantuannya pada pelaksanaan seminar, serta Roch Ika atas diskusi, masukan dan saran terhadap skripsi penulis.

12. Shinta, Ria, Ana, Aqsa, Desi, Rahmat, Ratna SS, Dian L dan seluruh teman-teman AGB 42’ lainnya yang telah mengisi hari-hari penulis selama 4 tahun serta teman satu kelompok Gladikarya di Garut.

13. Ani, Luthfi, Mba Dian, Bunda Karlin, Mba Rere serta penghuni Pondok Jaika A lainnya atas keceriaan dan kebersamaan di setiap waktu dengan penulis. 14. IPB atas bantuan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) yang telah

diberikan kepada penulis selama 2,5 tahun terakhir.

15. Bu Ida, Pak Yusuf dan Mba Dian yang telah membantu dalam hal kelancaran kegiatan administrasi serta dalam kegiatan seminar maupun sidang.

16. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Bogor, Agustus 2009 Yanuary Dwi Pangestuti

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan ... 9

1.4. Kegunaan ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Puyuh dan Kerabatnya ... 11

2.2. Ciri-ciri Morfologi Burung Puyuh ... 11

2.3. Teknik Budidaya ... 12

2.2.1 Pemerolehan Bibit Puyuh (DOQ) ... 12

2.2.2 Tata Laksana Perawatan ... 13

2.2.3 Pakan ... 18

2.2.4 Kandang ... 20

2.2.5 Penyakit pada Puyuh ... 22

2.4. Telur Puyuh ... 23

2.5. Penelitian Terdahulu ... 23

2.6. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 26

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 28

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 28

3.1.1 Analisis Kelayakan Proyek ... 28

3.1.2 Analisis Finansial ... 31

3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ... 35

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

4.1. Lokasi dan Waktu ... 39

4.2. Data dan Instrumentasi ... 39

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 39

4.4. Metode Pengolahan Data ... 40

4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 40

4.4.2 Metode Penyusutan ... 43

4.4.3 Analisis Switching Value ... 43

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan ... 44

V. DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN ... 46

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46

5.2. Keragaan Usaha Puyuh pada PPBT ... 47

5.2.1 Profil Perusahaan ... 47

5.2.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ... 49

(12)

xii

5.2.4 Kebutuhan Tenaga Kerja ... 51

5.2.5 Jenis dan Perkembangan Usaha ... 52

5.2.6 Pengadaan Bahan Baku ... 53

5.2.7 Lay Out ... 54

5.2.8 Proses Produksi ... 55

5.2.9 Pemasaran ... 62

VI. ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL ... 66

6.1. Pola Usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga ... 66

6.2. Aspek Pasar ... 66

6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Puyuh Petelur PPBT ... 66

6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Puyuh Pembibit PPBT ... 68

6.3. Aspek Teknis ... 70 6.3.1 Lokasi Usaha ... 70 6.3.2 Teknologi ... 72 6.3.3 Keterampilan ... 72 6.4. Aspek Manajemen ... 72 6.5. Aspek Hukum ... 73

6.5.1 Bentuk Badan Usaha ... 73

6.5.2 Izin Usaha ... 74

6.6. Aspek Sosial dan Lingkungan ... 74

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL ... 76

7.1. Analisis Kelayakan Finansial Pola I ... 76

7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) ... 76

7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ... 79

7.1.3 Analisis Kelayakan Finansial ... 84

7.1.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ... 85

7.2. Analisis Kelayakan Finansial Pola II ... 86

7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) ... 87

7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ... 91

7.2.3 Analisis Kelayakan Finansial ... 98

7.2.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ... 99

7.3. Analisis Kelayakan Finansial Pola III ... 100

7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) ... 100

7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ... 104

7.2.3 Analisis Kelayakan Finansial ... 111

7.2.4 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ... 112

7.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha ... 113

7.5. Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Pola Usaha ... 114

VIII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 116

8.1. Kesimpulan ... 116

8.2. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008 ... 1

2. Konsumsi Hasil Ternak Perkapita Produk Peternakan Tahun 2006-2007 ... 2

3. Konsumsi Telur Penduduk Indonesia Menurut Kelompok PengeluaranTahun 2007 ... 3

4. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak Telur Unggas per Butir ... 4

5. Kemampuan Produksi Beberapa Macam Unggas ... 4

6. Komposisi Pakan Puyuh Menurut Umur ... 19

7. Komposisi Penduduk Desa Situ Ilir Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009 ... 46

8. Data Tenaga Kerja dalam Pengusahaan Puyuh di PPBT Tahun 2009 ... 52

9. Proses Pemeliharaan Puyuh Petelur di PPBT Tahun 2009 ... 58

10. Program Kesehatan Puyuh Petelur di PPBT Tahun 2009 ... 60

11. Data Permintaan dan Penawaran Telur Puyuh PPBT Tahun 2009 ... 68

12. Data Permintaan dan Penawaran Puyuh Pembibit PPBT Tahun 2008 ... 69

13. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Telur Puyuh PPBT Pola I ... 77

14. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Afkir PPBT Pola I ... 78

15. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Kotoran Puyuh PPBT Pola I ... 78

16. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pola I ... 79

17. Biaya Investasi pada Pola I ... 81

18. Biaya Reinvestasi pada Pola Usaha I ... 81

19. Biaya Tetap per Tahun pada Pola Usaha I ... 82

20. Biaya Variabel Pola Usaha I pada Tahun ke-1 ... 83

21. Biaya Variabel Pola Usaha I pada Tahun ke-2 sampai Tahun ke-7 ... 84

(14)

xiv

22. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ... 84

23. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I ... 85

24. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Telur Puyuh PPBT Pola II ... 88

25. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Pembibit PPBT Pola II ... 88

26. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Pejantan PPBT Pola II ... 89

27. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Afkir PPBT pada Pola II ... 90

28. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Kotoran Puyuh PPBT Pola II ... 90

29. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola II ... 91

30. Biaya Investasi pada Pola Usaha II ... 94

31. Biaya Reinvestasi PPBT pada Pola Usaha II ... 95

32. Biaya Tetap per Tahun pada Pola Usaha II ... 96

33. Biaya Variabel Tahun ke-1 pada Pola Usaha II ... 97

34. Biaya Variabel Pola Usaha II pada Tahun ke-2 sampai Tahun ke-7 ... 98

35. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II ... 98

36. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha II ... 99

37. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Telur Puyuh PPBT pada Pola III ... 101

38. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Pembibit PPBT Pola III ... 101

39. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Pejantan PPBT Pola III ... 102

40. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Puyuh Afkir PPBT pada Pola III ... 103

41. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Kotoran Puyuh PPBT Pola III ... 103

42. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek pada Pola III ... 104

43. Biaya Investasi pada Pola Usaha III ... 107

44. Biaya Reinvestasi PPBT pada Pola Usaha III ... 108

45. Biaya Tetap per Tahun pada Pola Usaha III ... 109

(15)

xv 47. Biaya Variabel Pola Usaha III pada

Tahun ke-2 sampai Tahun ke-7 ... 111 48. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ... 111 49. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha III ... 112 50. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial

Ketiga Pola Usaha ... 113 51. Perbandingan Hasil Switching Value

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 38

2. Struktur Organisasi Perusahaan PPBT ... 50

3. Alur Proses Pemeliharaan Puyuh Petelur PPBT ... 57

4. Alur Proses Pengambilan Telur Puyuh PPBT ... 59

5. Alur Proses Pengambilan Telur Puyuh Pembibit di PPBT ... 62

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pola Budidaya Puyuh Petelur PPBT ... 122

2. Pola Budidaya Puyuh Petelur dan Pembibit PPBT ... 123

3. Laporan Laba Rugi Pola I ... 124

4. Laporan Laba Rugi Pola II ... 125

5. Laporan Laba Rugi Pola III ... 126

6. Cashflow Pengusahaan Puyuh PPBT Pola I ... 128

7. Cashflow Pengusahaan Puyuh PPBT Pola II ... 130

8. Cashflow Pengusahaan Puyuh PPBT Pola III ... 132

9. Switching Value Penurunan Produksi Telur Puyuh pada Pola I Sebesar 3,9894449% ... 134

10. Switching Value Kenaikan Harga Pakan pada Pola I Sebesar 5,551397% ... 136

11. Switching Value Penurunan Produksi Telur Puyuh pada Pola II Sebesar 5,34089% ... 138

12. Switching Value Kenaikan Harga Pakan pada Pola II Sebesar 5,44529% ... 140

13. Switching Value Penurunan Produksi Telur Puyuh pada Pola III Sebesar 12,5335% ... 142

14. Switching Value Kenaikan Harga Pakan pada Pola III Sebesar 15,2893% ... 144

15. Switching Value Kenaikan Total Biaya pada Pola III Sebesar 9,6735317 % ... 146

(18)

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini mempunyai peran yang besar dalam pembentukan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja. Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan nilai PDB negara pada tahun 2008 menempati posisi ketiga setelah sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran (Tabel 1). Selain itu, peranan sektor pertanian terhadap pembentukan struktur PDB pada tahun 2007 sampai 2008 mengalami kenaikan dari 13,7 persen menjadi 14,4 persen (BPS, 2008).

Tabel 1. Nilai PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008. Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Berlaku (Triliun Rupiah)

Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Triliun Rupiah)

2007 2008 2007 2008

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

541,6 713,3 271,4 284,3

Pertambangan dan Penggalian 441,0 543,4 171,4 172,3 Industri Pengolahan 1.068,7 1.380,7 538,1 557,8

Konstruksi 34,7 40,8 13,5 15,0

Listrik, Gas dan Air Bersih 305,2 419,3 121,9 130,8 Perdagangan, Hotel dan Restoran 589,3 692,1 338,8 363,3 Pengangkutan dan Komunikasi 264,3 312,5 142,3 166,1 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 305,2 368,1 183,7 198,8

Jasa-Jasa 399,3 483,8 182,0 193,7

Produk Domestik Bruto (PDB) 3949,3 4954,0 1963,1 2082,1

PDB Tanpa Migas 3532,8 4426,4 1820,5 1939,3 Sumber : BPS, 2009

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat strategis. Berdasarkan Survei Angkatan kerja Nasional (SAKERNAS), dari sekitar 102,3 juta jiwa penduduk yang bekerja pada tahun 2008, sekitar 41,06 persen (42 juta jiwa) diantaranya bekerja di sektor pertanian (BPS, 2008).

Salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi yang cukup besar yaitu peternakan. Potensi pengembangan komoditas peternakan yang masih cukup besar merupakan alasan utama untuk menjadikan sub sektor peternakan sebagai

(19)

2 salah satu sumber pertumbuhan ekonomi bagi sektor pertanian saat ini. Subsektor peternakan juga mampu memberikan kontribusi pendapatan terhadap sektor pertanian sebesar 12 persen dengan pangsa tenaga kerja sekitar 30 persen1.

Pengaruh subsektor peternakan yang besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari fungsi dasar subsektor peternakan sendiri dalam pemenuhan pangan dan gizi masyarakat Indonesia, terutama pemenuhan kebutuhan protein hewani. Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan dan kadar gizi masyarakat menyebabkan permintaan terhadap hasil subsektor peternakan sebagai sumber protein hewani semakin meningkat pula (Tabel 2).

Tabel 2. Konsumsi Hasil Ternak Perkapita Produk Peternakan Tahun 2006-2007 (kg/perkapita/tahun)

No Jenis Tahun Pertumbuhan dari tahun

2006 s/d 2007 (%)

2006 2007

1 Daging 4,13 5,13 19,5

2 Telur 5,66 6,78 16,52

3 Susu 10,47 3,13 -53,97

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan DEPTAN, 2007

Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa konsumsi telur masyarakat Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini berarti permintaan telur sebagai sumber pemenuhan protein hewani selalu bertambah dan membuka peluang bagi pengusaha peternakan petelur untuk mengembangkan usahanya. Salah satu usaha peternakan petelur yang cukup prospektif yaitu budidaya peternakan burung puyuh untuk menghasilkan telur. Alasan lain yang mendasari hal tersebut yaitu masyarakat ternyata menggemari telur puyuh dibuktikan dengan pengeluaran konsumsi penduduk Indonesia terhadap telur puyuh cukup besar. Golongan masyarakat yang paling menggemari telur puyuh yaitu masyarakat pada golongan menengah ke atas. Masyarakat pada kalangan ini memiliki penghasilan cukup besar yaitu diatas Rp 500.000,- (BPS, 2007). Oleh karena itu, segmentasi pasar telur puyuh sendiri sudah jelas yaitu masyarakat kalangan menengah hingga kalangan atas. Keterangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

1

(20)

3 Tabel 3. Konsumsi Telur Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Pengeluaran

Tahun 2007 Jenis

makanan

Satuan Golongan pengeluaran per Kapita Sebulan (Ribu Rupiah) Rata-rata perkapita Kurang dari 100 100-199,99 200-499,99 500-999,99 Lebih dari 1.000

Telur ayam ras Kg 0,020 0,113 0,258 0,397 0,219 0,117 Telur ayam

kampung

Butir /unit

0,053 0,144 0,194 0,307 0,186 0,098

Telur itik Butir /unit

0,009 0,067 0,126 0,191 0,091 0,058

Telur puyuh Butir /unit

0,011 0,03 0,169 0,446 0,322 0,088

Telur lainnya Butir /unit

0,000 0,001 0,002 0,002 0,005 0,001 Telur asin Butir

/unit

0,002 0,017 0,074 0,154 0,106 0,035

Sumber : BPS, 2007

Ternak burung puyuh sebagai penghasil telur ini dapat dijadikan alternatif untuk memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Selain itu harga telur burung puyuh cukup bersaing dengan telur ayam maupun unggas lain. Pada saat ini (tahun 2009), harga telur ayam ras adalah Rp 875,- per butir. Harga telur ayam buras yaitu Rp 1.500,- per butir. Bobot telur ayam ras sekitar 50 gram dan bobot telur ayam buras sekitar 43 gram. Bobot telur puyuh yaitu 10 gram. Harga telur puyuh per butir saat ini yaitu Rp 200,- (survei di Pasar Anyar dan Pasar Bogor). Setelah dikonversikan antara perbandingan berat telur ayam ras dan buras dengan puyuh, harga telur puyuh sedikit lebih mahal dari telur ayam ras, selisih harganya yaitu sekitar Rp 125,- per seperempat kilogram. Namun jika dibandingkan dengan telur ayam buras, harga telur puyuh jauh lebih murah dengan selisih harga Rp 700,- per butir. Adapun selisih harga antara telur ayam ras dengan puyuh mampu tergantikan dengan kelebihan-kelebihan lain pada telur puyuh. Telur puyuh mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Telur puyuh juga sangat baik untuk diet kolesterol karena dapat mengurangi terjadinya penimbunan lemak, terutama di jantung, sedangkan kebutuhan proteinnya tetap mencukupi. Selain itu, rasa telur puyuh juga lezat dan dapat disajikan dalam aneka bentuk masakan.

(21)

4 Kandungan susunan protein dan lemak telur puyuh dibandingkan dengan telur ternak unggas lain dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak Telur Unggas per Butir

Jenis Unggas Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Ayam Ras 12,7 11,3 0,9 1,0 Ayam Buras 13,4 10,3 0,9 1,0 Itik 13,3 14,5 0,7 1,1 Angsa 13,9 13,3 1,5 1,1 Merpati 13,8 12,0 0,8 0,9 Kalkun 13,1 11,8 1,7 1,8 Puyuh 13,1 11,1 1,0 1,1

Sumber : Woodard,et al, 1973 dan Sastry, et al. diacu dalam Listiyowati dan Roospitasari (2005)

Kemampuan tumbuh dan berkembang biak puyuh sangat cepat. Puyuh betina sudah mampu bertelur kurang lebih pada umur 41 hari dan dalam setahun dapat menghasilkan tiga sampai empat keturunan. Dibandingkan unggas lainnya, produksi telur burung puyuh menempati urutan pertama. Pada masa bertelur dalam satu tahunnya dapat menghasilkan 130-300 butir telur, yaitu dalam periode mengeram selama 12-20 hari dengan bobot telur rata-rata 10 gram, keterangan ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kemampuan Produksi Beberapa Macam Unggas

Jenis Unggas Rata-rata Mengeram (hari)

Produksi Telur Maksimum per Tahun

(butir) Ayam Petelur 10 – 14 300 – 360 Ayam Broiler 10 – 14 190 -200 Itik 14 – 20 250 -310 Bebek 14 – 20 120 Kalkun 15 – 20 220 Angsa 12 – 15 100 Puyuh 12 – 20 130 – 300 Merpati 2 50

Sumber : Campbell and Lasley diacu dalam Listiyowati dan Roospitasari (2005)

Selain telurnya produk yang dapat dimanfaatkan dari puyuh yaitu daging, kotoran, dan bulu. Daging puyuh sekarang ini tidak kalah dengan daging ternak lainnya. Daging puyuh mengandung 21,1 persen protein dan lemak hanya 7,7 persen saja. Daging puyuh umumnya diambil dari puyuh yang sudah afkir yaitu puyuh betina yang kemampuan bertelurnya sudah menurun atau puyuh jantan

(22)

5 yang tidak terpilih sebagai pejantan. Kotoran puyuh baunya lebih menyengat dibandingkan kotoran ayam atau unggas lainnya, apalagi bila puyuh diberi pakan berkadar protein tinggi. Akan tetapi kotorannya itu masih dapat dimanfaatkan untuk dibuat pupuk. Pupuk dari kotoran puyuh sangat baik untuk tanaman sayur maupun tanaman hias dan juga dapat digunakan dalam campuran bahan pakan (konsentrat) untuk ternak besar. Pemanfaatan bulu burung puyuh biasanya untuk campuran bahan pakan ternak besar, karena bulu memiliki potensi sebagai sumber protein hewani dan mineral serta kaya akan asam amino esensial. Energi metabolismenya mencapai 3.047 kkkl/kg, sedangkan protein kasarnya mencapai 86,5 persen, tetapi pemanfaatan bulu sebagai pakan ternak harus melalui suatu pengolahan terlebih dahulu, tidak hanya dikeringkan dan digiling saja, bulu harus dihidrolisa atau dimasak terlebih dahulu. Kelebihan lain dari beternak burung puyuh secara ekonomis yaitu ukuran tubuh burung puyuh yang relatif kecil, sehingga menguntungkan peternak karena dapat memelihara puyuh dalam jumlah yang besar pada lahan yang tidak terlalu luas (Listiyowati dan Roospitasari, 2005).

Banyaknya keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha ternak puyuh ternyata belum mampu mendorong para pengusaha untuk mengembangkan peternakan puyuh. Menurut Abidin (2002), sedikitnya peminat akan pengembangan usaha peternakan puyuh dikarenakan besarnya resiko kematian unggas, namun hal ini tidak akan menjadi masalah apabila peternak memahami cara budidaya dan pemeliharaan puyuh dengan benar. Bahkan hal ini dapat membuka peluang yang besar bagi pengusaha untuk dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin bertambah. Dengan demikian, suatu analisis kelayakan terhadap peternakan puyuh menjadi penting untuk dilakukan agar dapat diketahui secara jelas prospek ke depan bagi pengembangan usaha peternakan puyuh walaupun resiko usaha yang dihadapi cukup besar.

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk pengembangan sektor pertanian secara umum termasuk subsektor peternakan. Masih banyaknya lahan yang kosong serta suhu yang tidak terlalu panas sangat mendukung pertumbuhan subsektor peternakan terutama unggas. Berdasarkan

(23)

6 data dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor tahun 2007 diketahui bahwa jenis ternak ayam ras pedaging mempunyai proporsi terbesar dengan jumlah populasi 12.756.300 ekor, disusul dengan ternak ayam ras petelur dengan jumlah populasi 3.791.836 ekor.

Jumlah populasi puyuh di Kabupaten Bogor pada tahun 2006 masih sedikit yaitu hanya 4.000 ekor (Dinas Peternakan Kabupaten Bogor). Permintaan akan telur puyuh di pasar cukup banyak, yaitu sekitar 140.000 butir per minggu sedangkan pasokan telur hanya sekitar 120.000 butir per minggu, sehingga pemenuhan akan telur puyuh masih kurang sekitar 14,28 persen (wawancara di Pasar Bogor). Pengiriman telur puyuh yang diterima pedagang di pasar sebagian besar berasal dari Sukabumi, Jawa Tengah, serta dari Jawa Timur. Melihat kondisi permintaan serta penawaran yang ada di pasar tersebut, maka terdapat peluang pasar yang besar bagi para pengusaha untuk mengembangkan peternakan puyuh di Kabupaten Bogor.

Salah satu perusahaan yang menjalankan bisnis peternakan puyuh di Kabupaten Bogor yaitu Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT). Unit bisnis utama dari perusahaan PPBT yaitu budidaya puyuh untuk dijual telurnya (puyuh petelur). Unit bisnis kedua yang diusahakan yaitu pakan puyuh. Selain itu afkiran dan kotoran puyuh juga dijual walaupun hanya sebagai penerimaan sampingan, serta saat ini PPBT juga baru mencoba menjual puyuh pembibitnya. Saat ini PPBT masih menjual produk telurnya ke pasar-pasar di wilayah Bogor dan belum memasarkan telur ke luar Kota Bogor.

Meskipun baru didirikan pada bulan September 2007 namun PPBT telah mampu menghasilkan telur puyuh layak jual sebanyak 8.500 butir per hari dari 12.000 ekor puyuh secara keseluruhan. Berdasarkan jumlah puyuh yang diternakkan maka PPBT dapat dikategorikan ke dalam skala usaha besar karena jumlah puyuh yang dipelihara lebih dari 8.000 ekor (Listiyowati dan Roospitasari, 2005).

Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan per hari oleh PPBT ternyata belum memenuhi semua permintaan pasar. Berdasarkan wawancara dengan pemilik serta pengelola PPBT permintaan dari seluruh para pelanggan PPBT terhadap telur puyuh PPBT sebanyak 30.000 butir per hari, namun pemenuhan

(24)

7 permintaan telur puyuh oleh PPBT hanya masih sekitar 30 persen yaitu 8.500 butir per hari. Oleh karena itu paling tidak PPBT harus menambah produksi sebanyak 21.500 butir telur per hari agar dapat mengambil peluang pasar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar

Pencapaian target produksi telur puyuh PPBT tersebut dapat terwujudkan apabila disertai dengan perluasan kandang. Selain mengembangkan skala usaha telur puyuh, PPBT juga memulai rencana untuk membibitkan sendiri Day old

quail (DOQ) dengan tujuan mengurangi ketidakpastian pasokan DOQ akibat

serangan penyakit pada pemasok bibit puyuh. Investasi yang diperlukan untuk membuat kandang baru baik untuk puyuh petelur maupun puyuh pembibit relatif besar. Biaya yang besar diperlukan tidak hanya untuk membuat bangunan serta kandang baru, namun juga untuk usaha membuat mesin tetas baru dan untuk perlengkapan lain terutama pakan puyuh.

Manajemen yang dilakukan oleh pemilik PPBT masih bersifat sederhana. Pengelolaan PPBT masih bergantung sepenuhnya pada pemilik. Pemilik perusahaan PPBT bertindak sebagai pengelola dan pengawas peternakan, serta produksi pakan. Pemilik juga memiliki wewenang untuk mengambil setiap keputusan baik yang bersifat operasional maupun non operasional. Pembukuan keuangan yang dilakukan pada perusahaan masih sederhana dan sampai saat ini belum dilakukan analisis kelayakannya, baik secara finansial maupun non finansial.

Berdasarkan kondisi di atas, maka perlu dilakukan analisis kelayakan pada usaha telur puyuh PPBT baik usaha yang sedang dijalani sekarang maupun rencana usaha pengembangannya. Analisis kelayakan ini dilakukan untuk mengetahui apakah usaha puyuh tersebut layak jika dilihat dari aspek non finansial dan aspek finansial. Untuk mengetahui informasi kelayakan usaha dari bisnis ini diperlukan analisis berbagai aspek seperti aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial.

Puyuh termasuk salah satu unggas yang peka terhadap penyakit tertentu. Selain menimbulkan kematian, penyakit yang menyerang unggas ini dapat meningkatkan morbiditas (tingkat kesulitan hidup pada individu atau kelompok ternak). Penyakit yang paling ditakuti oleh peternak puyuh yaitu tetelo (Newcastle

(25)

8

Disease) karena dapat menyebabkan kematian puyuh sebesar 100 persen

(Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Selain tetelo masih banyak penyakit lain yang dapat menyerang puyuh. Puyuh yang terserang penyakit, produktivitasnya akan menurun sehingga telur yang dihasilkan pun akan berkurang. Jumlah telur yang menurun akan menurunkan penerimaan perusahaan dan mengurangi laba. Berdasarkan pengalaman perusahaan, ternak puyuh PPBT sempat terkena penyakit tetelo yang menyebabkan kematian 100 persen populasi puyuhnya yaitu sekitar 5.000 ekor sehingga PPBT harus memulai usahanya dari awal kembali. Disamping produksi telur, hal lain yang perlu diperhatikan yaitu kenaikan harga pakan dan DOQ (puyuh anakan). Kenaikan harga pakan disebabkan karena harga jagung yang berfluktuasi akibat mahalnya harga pupuk serta mahalnya bahan komponen lain terutama konsentrat pakan. Apabila harga pakan naik maka biaya yang ditanggung oleh perusahaan akan lebih besar, karena pakan membutuhkan sekitar 70 persen dari biaya keseluruhan. Masalah ini akan turut berpengaruh terhadap laba yang akan diperoleh perusahaan. Kesulitan DOQ dapat terjadi jika terdapat serangan penyakit pada puyuh pemasok, sehingga pemasok tidak mampu memenuhi permintaan perusahaan. Hal ini dapat diatasi jika peternak membibitkan puyuhnya sendiri sehingga tidak menggantungkan diri pada pemenuhan DOQ dari pemasok. Sedangkan harga telur puyuh PPBT relatif stabil kecuali jika ada kenaikan bahan input (pakan), sebab supply telur puyuh ke pasar yang masih rendah. Untuk itu, maka perlu dilakukan analisis sensitivitas terhadap penurunan produksi telur akibat serangan penyakit, dan peningkatan harga pakan. PPBT juga berencana untuk melakukan perluasan usaha dimana biaya yang akan dikeluarkan PPBT terhadap usaha tersebut akan lebih besar dari sebelumnya, sehingga perlu juga dilakukan analisis sensitivitas terhadap rencana perluasan PPBT terhadap kemungkinan kenaikan biaya total usaha baru PPBT.

Berdasarkan hal di atas, maka beberapa masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kelayakan usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga saat ini bila dikaji dalam aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial lingkungan?

(26)

9 2. Bagaimana kelayakan finansial Peternakan Puyuh Bintang Tiga, baik pada usaha puyuh petelur, usaha puyuh petelur dan pembibit maupun pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit?

3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) dari usaha Peternakan puyuh Bintang Tiga (PPBT) apabila terjadi penurunan produksi telur akibat serangan penyakit dan peningkatan harga pakan? Bagaimana tingkat kepekaan pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT jika terjadi peningkatan biaya total?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kelayakan usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga saat ini, jika dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial lingkungan.

2. Menganalisis kelayakan finansial usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga pada usaha puyuh petelur, usaha puyuh petelur dan pembibit maupun pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit.

3. Menganalisis kepekaan kelayakan usaha Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) bila terjadi penurunan produksi telur akibat serangan penyakit dan peningkatan harga pakan, serta peningkatan biaya total pada rencana perluasan usaha puyuh petelur dan pembibit PPBT

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi serta masukan yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi perusahaan PPBT, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasionalnya dan dalam membuat rencana pengembangan usaha selanjutnya. PPBT juga dapat mempersiapkan tindakan-tindakan pencegahan terhadap kemungkinan kerugian yang dapat terjadi terutama pada rencana perluasan usahanya.

(27)

10 2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan merupakan bentuk

aplikasi ilmu yang telah diberikan di bangku perkuliahan.

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi peternakan puyuh, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penulisan selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis.

4. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan dalam bantuan peminjaman modal serta perhatian lain yang dibutuhkan para peternak puyuh.

(28)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puyuh dan Kerabatnya

Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut pula

Gemak, merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

pada tahun 1870. Burung puyuh terus dikembangkan ke seluruh penjuru dunia, sedangkan di Indonesia burung puyuh mulai dikenal dan diternakkan semenjak akhir tahun 1979 (Progressio, 2003).

Menurut Pappas (2002). Klasifikasi burung puyuh adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Galiformes Famili : Phasianida

Sub Famili : Phasianinae

Genus : Coturnix

Species : Coturnix coturnix japonica

2.2. Ciri-Ciri Morfologi Burung Puyuh

Menurut Listiyowati dan Roospitasari , 2005, baru beberapa jenis puyuh yang dikenal serta dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya. Sebenarnya, banyak jenis puyuh yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun, tidak semua puyuh tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penghasil pangan. Beberapa jenis diantaranya mempunyai warna bulu yang indah sehingga banyak dipelihara sebagai burung hias, tetapi produksi telurnya rendah. Bagi yang berminat untuk menikmati keindahan warna bulu dan suaranya, puyuh seperti ini sangat tepat. Sementara bagi peternak yang menghendaki produksi telur tentu memilih puyuh yang lazim diternakkan seperti Coturnix coturnix japonica.

Puyuh ini termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Dibandingkan dengan jenis puyuh lainnya, C. japonica mampu menghasilkan telur sebanyak 130-300 butir per ekor selama setahun. Puyuh betinanya mulai bertelur pada umur 35 hari. Tak heran bila puyuh ini lebih diprioritaskan untuk

(29)

12 diternakkan. Kelebihan lain terletak pada suaranya yang cukup keras dan agak berirama. Oleh sebab itulah puyuh ini banyak dipelihara sebagai song birds (burung ocehan/klangenan, Jawa).

C. japonica biasa ditemukan di hutan belantara. Hidupnya sering

berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Sifat-sifat tertentu dari

Coturnix seperti kemampuannya menghasilkan 3-4 generasi per tahun menarik

perhatian peternak.

Ciri-ciri jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang berwarna cokelat muda. Puyuh pejantan muda mulai bersuara/berkicau pada umur 5-6 minggu. Selama musim kawin normal, jantan Coturnix akan berkicau setiap malam.

Sementara pada puyuh betina, warna tubuhnya mirip puyuh jantan, kecuali bulu pada kerongkongan dan dada bagian atas yang warna cokelatnya lebih terang serta terdapat totol-totol cokelat tua. Bentuk badannya kebanyakan lebih besar dibandingkan dengan jantan. Telur Coturnix berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, coklat, dan biru (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). 2.3. Teknik Budidaya

2.2.1. Pemerolehan Bibit Puyuh (DOQ)

Menurut Abidin (2002) ada beberapa cara memperoleh DOQ (day old

quail) atau puyuh umur sehari, yakni membeli dari pembibit, membeli telur puyuh

untuk ditetaskan sendiri, dan memelihara bibit puyuh. a. Membeli DOQ dari Pembibit

Membeli DOQ dari pembibit merupakan langkah yang paling mudah karena peternak tidak perlu mengatur perkawinan bibit puyuh dan menetaskannya sendiri. Kesulitan yang akan dihadapi adalah membeli DOQ tidak semudah membeli DOC ayam ras. Calon peternak harus mengetahui sentra-sentra peternakan puyuh di wilayahnya. Sebaiknya DOQ yang dibeli memiliki kualitas yang cukup baik. Dalam arti proses pembibitannya cukup terarah, misalnya dengan proses pemilihan telur tetas (berat standar 10,5 gram), kerabang tidak cacat, serta berasal dari induk jantan dan betina yang berkualitas baik. Beberapa hal tersebut masih kurang diperhatikan oleh pembibit skala kecil. Di samping itu, ada baiknya pula membeli DOQ yang sudah divaksinasi.

(30)

13 b. Membeli Telur Puyuh Tetas dan Menetaskan Sendiri

Dari segi biaya, upaya memperoleh DOQ dengan menetaskan telur tetas sendiri mungkin lebih murah, dengan catatan daya tetas telur cukup tinggi. Patut disayangkan,tidak ada perusahaan pembibitan yang menjual telur tetas dengan jaminan daya tetas tinggi. Ini merupakan salah satu kendala yang akan dihadapi oleh calon peternak yang akan mencoba menetaskan telur puyuh sendiri. Kendala lainnya adalah sulitnya memperoleh telur tetas yang bermutu baik dan rendahnya ketrampilan peternak dalam mengelola mesin tetas.

c. Memelihara Bibit Puyuh

Memelihara bibit puyuh yang akan diproyeksikan sebagai penghasil DOQ merupakan langkah paling aman, meskipun dari segi pembiayaan akan membutuhkan modal yang agak besar. Besarnya biaya mungkin masalah yang serius, tetapi yang lebih perlu dipikirkan adalah faktor keamanan usaha.

2.2.2. Tata Laksana Perawatan

Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2005), keberhasilan dalam beternak sangat tergantung dari kemampuan peternak dalam melaksanakan program pemeliharaan burung puyuh yang diternaknnya. Perawatan puyuh dimulai dari perawatan saat telur masih berada dalam mesin tetas. Langkah selanjutnya adalah perawatan saat anakan hingga masa pembesaran sehingga menjadi puyuh bibit, puyuh petelur, maupun pedaging. Adapun urutan dari budidaya dan perawatan burung puyuh yaitu :

1. Penetasan Telur

Siklus hidup puyuh relatif pendek. Produksi telurnya 130-300 butir per tahun dengan bobot rata-rata 10-15 g per butir. Bobot telur merupakan sifat kuantitatif yang dapat diturunkan. Jadi jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang, serta besar tubuh induk sangat mempengaruhi bobot telur. Selain itu, sedikitnya protein ransum menyebabkan kecilnya kuning telur yang terbentuk sehingga menyebabkan kecilnya telur dan rendahnya daya tetas telur. Bobot telur juga sangat dipengaruhi oleh masa bertelur. Telur pada produksi pertama pada suatu siklus berbobot lebih rendah daripada telur berikutnya pada siklus yang sama. Dengan kata lain, bobot telur semakin bertambah dengan bertambahnya umur

(31)

14 induk. Oleh sebab itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar penetasan berhasil yaitu :

a. Pemilihan telur

Pemilihan telur perlu dilakukan untuk memperoleh telur yang baik, yaitu telur yang fertil (berisi benih). Ciri-ciri fisik yang dapat dijadikan patokan dalam memilih telur yang baik untuk bibit diantaranya bukan berasal dari perkawinan saudara. Telur sebaiknya diambil dari induk betina berumur 4-10 bulan dan yang dipelihara bersama pejantan dengan perbandingan 2-3 : 1. Telur tersebut tidak boleh berumur lebih dari 5 hari karena daya tetasnya akan menurun. Setelah 5 hari penyimpanan, daya tetasnya akan menurun sebesar 3 persen per hari.

Telur yang dipilih untuk ditetaskan harus berbentuk sempurna, yaitu bulat/lonjong dan simetris, serta berukuran seragam (sekitar 10-11 gram). Selain itu, kerabang telur harus mulus, tidak terdapat bintil-bintil, tidak retak atau pecah, serta bercak hitam kelabunya tersebar merata. Telur berkerabang kuning, cokelat, atau putih polos sebaiknya tidak dipilih karena kulitnya tebal, tetapi sangat rapuh.

Kerabang telur hendaknya bersih dan tidak ditempeli kotoran. Kotoran dalam kulit telur dapat menghambat masuknya udara segar yang berguna bagi pertumbuhan bibit. Kotoran pada telur kotor sebaiknya dibersihkan dengan dikikir menggunakan silet. Temperatur tempat

penyimpanan telur tetas sebaiknya sekitar 13oC, sedangkan

kelembabannya 75 persen.

b. Mesin tetas

Mesin tetas dapat dibuat dari papan atau triplek (kerangkanya dari kayu dan dinding dari triplek), bahkan dari dus bekas. Mesin tetas dibuat dengan ukuran tinggi 40 cm, lebar 80 cm, panjangnya 160 cm. Kotak sebesar ini dapat menetaskan sekitar 1.000 butir telur puyuh. Mesin dibuat berpintu depan dengan diberi sedikit kaca agar keadaan telur dapat diawasi dengan mudah.

Pada prisipnya, konstruksi mesin tetas tergantung selera pembuatnya. Hal terpenting yang harus dipenuhi yaitu kestabilan suhu di

(32)

15 dalamnya terjaga, sumber panas konstan dan normal serta menjangkau radius panas yang dibutuhkan telur. Selian itu, kelembaban harus memenuhi dan ventilasinya memadai.

Sumber panas dalam mesin dapat menggunakan lampu listrik, minyak tanah, atau gas. Bila menggunakan lampu minyak tanah maka peternak harus sering melihat ke dalam kotak penetasan karena suhu yang terjadi tidak stabil. Sumber pemanas harus selalu ada selama penetasan, minimal tidak lama mati. Guncangan suhu akibat nyala dan matinya listrik dapat menyebabkan kematian benih dalam telur.

Sebagai pengukur suhu, termometer diletakkan sejajar dengan tempat telur. Suhu dalam mesin tetas harus selalu terjaga dan tidak boleh turun naik. Apabila suhu berada di bawah ambang batas maka kuning telur tidak akan terserap maksimal oleh embrio. Jika suhu melebihi ambang batas maka telur akan cepat menetas sehingga pusar tidak menutup sempurna dan timbul omphalitis.

Kelembaban udara dalam mesin tetas sekitar 55- 60 persen pada minggu pertama dan 70 persen pada minggu berikutnya. Bila terlalu kering, telur tidak akan menetas atau anak puyuh tidak akan mampu memecahkan kulit telur yang menyelubunginya. Kelembaban udara dapat diatasi dengan memberikan air yang ditempatkan dalam tempat tertentu (mangkok, piring, baskom).

c. Penetasan

Penetasan biasanya terjadi pada hari ke-17 sampai ke-19. Proses penetasan berjalan selama 3 jam. Telur yang tidak menetas setelah 3 jam dapat disingkirkan karena bila dipaksakan menetas maka kualitas bibitnya akan rendah dan mudah mati.

d. Perawatan bibit

Setelah menetas, puyuh masih membutuhkan udara hangat yang stabil, oleh sebab itu puyuh anakan jangan langsung dikeluarkan. Biarkan puyuh anakan berada dalam mesin tetas selama 10 jam. Setelah itu, pindahkan puyuh anakan ke dalam kandang indukan. Selama proses

(33)

16 tersebut puyuh tidak perlu diberi pakan karena masih mempunyai persediaan pakan dalam sisa kuning telurnya.

2. Seleksi Puyuh

Untuk memulai usaha peternakan puyuh, langkah pertama yang harus dilakukan adalah seleksi bibit. Salah satu seleksi yang dilakukan adalah menyeleksi asal daerah puyuh induk. Asal daerah dari puyuh jantan dan betina disarankan berasal dari daerah yang berbeda (misal berbeda provinsi). Selain itu jangan memilih puyuh yang albino.

Seleksi sebaiknya tidak hanya dilakukan pada masa stater (anakan), namun juga pada masa grower (remaja), dan menginjak dewasa (siap bertelur)

a. Seleksi masa starter

Seleksi pada periode stater dilakukan saat puyuh berumur 1 hari sampai 3 minggu. Seleksi meliputi pemilihan anak puyuh (DOQ/ day old

quail). Saat seleksi dilakukan juga vaksinasi dan pemotongan paruh.

Selanjutnya seleksi dilakukan dengan memilih anak puyuh yang besarnya seragam, sehat, gesit, serta tidak mengalami cacat fisik. Mata puyuh harus cerah, bersih, tidak terlihat mengantuk dan penyakitan, serta aktif mencari pakan.

b. Seleksi masa grower

Seleksi selanjutnya dilakukan saat puyuh berumur tiga sampai enam minggu atau masa remaja (grower). Pada periode ini burung puyuh yang pertumbuhannya tidak normal atau kerdil disingkirkan sehingga diperoleh puyuh berbobot dan berukuran seragam.

Pada saat ini mulai dilakukan pengelompokan kelamin (sexing). Puyuh jantan yang tidak terpilih sebagai pejantan dalam pembibitan sebaiknya disingkirkan atau digunakan sebagai puyuh pedaging atau puyuh potong. Sementara betina yang bagus penampilan dan fisiknya digunakan sebagai puyuh pembibit atau petelur.

c. Seleksi masa layer

Seleksi terakhir biasanya dilakukan pada masa bertelur (layer), yaitu saat puyuh berumur lebih dari enam minggu. Puyuh yang dipilih

(34)

17 berproduksi tinggi (minimal 75 persen), sehat, tidak berpenyakit, tidak cacat fisik, dan aktif mencari makan.

3. Vaksinasi

Seperti halnya ayam, puyuh dapat terserang penyakit tetelo. Oleh sebab itu, puyuh sebaiknya divaksinasi pada umur empat sampai tujuh hari dengan dosis separuh dari dosis yang diberikan untuk ayam. Vaksinasi dapat dilakukan melalui tetes mata (intraokuler) atau air minum (per-oral). Pada peternakan skala besar, vaksinasi melalui air minum lebih efisien baik dari segi waktu maupun tenaga.

Selain melalui tetes mata dan air minum, vaksinasi juga dapat dilakukan dengan cara spraying, intrakloaka (pengolesan vaksin pada kloaka), intranasal (penetesan vaksin pada lubang hidung), intramuskuler (penyuntikan vaksin pada lubang hidung), dan subkutan (penyuntikan vaksin di bawah kulit). Dalam melakukan vaksin terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

a. Lakukan vaksinasi hanya pada puyuh yang sehat.

b. Pastikan bahwa vaksin telah benar-benar masuk ke dalam tubuh ternak. c. Berikan vaksin dengan dosis tepat.

d. Lakukan vaksinasi sesingkat mungkin saat udara sejuk, biasanya setelah pukul 16.00.

e. Jangan menyimpan atau menggunakan kembali sisa vaksin yang telah diencerkan pada hari berikutnya.

f. Jangan hamburkan vaksin di komplek perumahan.

g. Buang semua botol bekas vaksin yang tidak digunakan lagi.

h. Perhatikan puyuh yang baru divaksin. Bila kedinginan maka berikan panas tambahan.

4. Pemotongan Paruh

Puyuh termasuk unggas yang mempunyai sifat kanibal. Sifat ini akan timbul bila peternak kurang memahami tata laksana pemeliharaan yang benar, misalnya kepadatan populasi puyuh dalam satu kandang berlebihan, kekurangan pakan, gangguan yang tidak biasa dialami puyuh, serta penanganan yang salah. Hal ini mengakibatkan puyuh menjadi stress dan muncul sifat kanibalnya.

Untuk mencegah adanya puyuh yang terluka akibat kanibalisme, peternak sebaiknya melakukan pemotongan paruh. Pemotongan paruh dapat dilakukan

(35)

18 pada saat puyuh berumur satu hari. Berdasarkan penelitian Wilson,et al (1975), pembakaran paruh seperempat bagian memberikan hasil yang baik bagi pertumbuhan dan efisiensi pakan, penampilan ternak, dan mengurangi kanibalisme.

Menurut Peni S. Hardjosworo tahun 1999, pemotongan paruh dapat dilakukan sampai sepertiga bagian yang dilakukan pada umur tidak lebih dari satu minggu. Pemotongan paruh diulangi kembali ketika puyuh memasuki fase bertelur untuk mencegah terjadi pematukan terhadap telurnya sendiri.

5. Sexing

Sexing dapat dilakukan saat puyuh berumur satu hari (DOQ), starter, atau pada

masa grower. Bagi peternak yang sudah berpengalaman, Sexing sudah dapat dilakukan pada umur satu hari dengan melihat warna bulu di atas matanya. Bulu di atas mata puyuh jantan membentuk garis lengkung berwarna gelap.

Sexing saat starter (dua minggu) dilakukan dengan melihat lubang kloaka. Bila terdapat tonjolan kecil di bagian atas kloaka berarti puyuh tersebut jantan. Sementara bila tidak terdapat tonjolan melainkan berbentuk horisontal dengan hitam kebiru-biruan menandakan bahwa puyuh tersebut betina.

Sexing yang dilakukan pada masa remaja (grower) biasanya dilihat dari bulu dadanya. Bulu dada puyuh betina berwarna cokelat dengan gradasi aba-abu cokelat sampai coklat dan bergaris atau berbintik-bintik putih. Selain itu terdapat bintik-bintik hitam pada dadanya. Sementara pada puyuh jantan, pangkal paruh sampai dadanya berwarna cokelat kemerahan, sedang dada bagian bawah warna cokelatnya terlihat lebih muda dari puyuh betina. Selain itu, di dada puyuh jantan juga tidak terdapat bintik-bintik atau garis hitam putih.

Setelah masa dewasa kelamin (layer), puyuh lebih mudah dibedakan. Puyuh jantan memiliki benjolan berwarna merah diantara ekor dan anusnya. Sementara pada puyuh betina, benjolan tersebut tidak ada. Puyuh betina ditandai dengan kloakanya yang berbentuk horisontal (mendatar) dengan warna kebiru-biruan. 2.2.3. Pakan

Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2005), faktor terpenting dalam keberhasilan beternak puyuh adalah faktor pakan (nutrisi), disamping faktor

(36)

19 manajemen dan bibit. Faktor pakan meliputi cara pemberian dan kebutuhan gizi menurut tingkatan umurnya.

Selama ini, para peternak masih banyak memberikan ransum ayam ras untuk puyuh yang diternaknya. Padahal, cara ini dinilai kurang ekonomis. Sebab, kebutuhan gizi burung puyuh lebih tinggi daripada ayam ras sehingga tidak jarang puyuh ternaknya menderita gejala defisiensi dan stress. Otomatis pertumbuhan dan produksi telurnya akan menurun, bahkan sifat kanibalismenya akan muncul. Pakan puyuh harus mengandung zat protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Kekurangan salah satu komponen

pakan tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan dan menurunkan

produktivitas.

Burung puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi (bertelur). Fase pertumbuhan puyuh terbagi lagi menjadi dua, yaitu fase starter (umur 0-3 minggu) dan grower (3-5 minggu). Perbedaan fase ini beresiko pada pemberian pakan berdasarkan perbedaan kebutuhannya. Pada Tabel 6 dapat dilihat persentase bahan pakan yang disesuaikan dengan umur puyuh.

Tabel 6. Komposisi Pakan Puyuh Menurut Umur

Bahan Pakan (%) Umur

1 hr-1 mg 1-3 mg 3-5 mg Lebih dari 5 mg Jagung kuning 42,18 47,6 55,78 52,78 55,78 50,57 Tepung ikan teri

tawar 15,27 17,18 16,10 19,11 17,10 14,54 Bungkil kelapa 9,46 10,64 10,63 11,83 10,63 9,67 Bungkil kedelai 19,28 17,18 6,8 7,99 8,33 16,67 Dedak halus 14,20 6,88 10,00 7,69 2,72 2,54 Kulit merang 0,36 0,41 0,41 0,35 5,19 5,62

Vit mix (premix A) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 *Keterangan : hr= hari, mg= mingggu

Sumber : Listiyowati dan Roospitasari (2005)

Anak puyuh berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25 % dan energi metabolis sebesar 2.900 Kkal/kg. Pada umur 3-5 minggu, kadar pakannya

(37)

20 dikurangi menjadi 20 % protein dan 2.600 Kkal/ kg energi metabolis. Namun, untuk pertumbuhan optimal, pemberian protein yang dianjurkan sebanyak 25 %.

Kebutuhan protein dan energi puyuh dewasa berumur lebih dari 5 minggu sama dengan puyuh berumur 3-5 minggu. Sementara kebutuhan protein puyuh untuk pembibitan (sedang bertelur atau dewasa kelamin) sebesar 18-20 %. Kandungan protein dalam pakan puyuh petelur direkomendasikan 20 %, sedangkan kandungan protein 25 % membuat puyuh mengalami dewasa kelamin.

Ransum yang diberikan kepada puyuh, selain ransum utama, berupa konsentrat tepung komplit, puyuh memerlukan pakan tambahan berupa dedaunan segar. Dedaunan tersebut antara lain daun ubi, singkong, sawi, selada air, bayam, kangkung, atau tauge. Sebelum diberikan, dedaunan tersebut perlu dicuci bersih agar bersih dari sisa pestisida. Kemudian dedaunan dicincang halus untuk mempermudah puyuh menelannya. Dari hasil penelitian, penambahan tepung daun kacang-kacangan, terutama tepung daun lamtoro sebanyak 5 % dalam ransum dapat menambah rataan berat telur per butir menjadi 10,44 gram dan meningkatkan skor warna kuning telur.

Selain komposisi zat pakan dalam ransum, cara pemberian pakan pun benar-benar diperhatikan. Pada saat tertentu, misalnya cuaca yang sangat panas, ransum dapat dibasahi dengan air. Dengan bagitu puyuh akan bernafsu untuk makan. Ransum dapat diberikan dua kali sehari, yaitu pagi dan siang hari. Pemberian ransum puyuh dewasa atau remaja hanya satu kali, yaitu di pagi hari. Sementara untuk puyuh anakan dua kali, yaitu pagi dan sore.

Berdasarkan penelitian S.M. Hasan, et al dalam Listiyowati dan Roospitasari (2005), pemberian pakan pada siang atau sore hari pukul 14.00-22.00 ternyata meningkatkan kesuburan dan produksi telur puyuh, dibanding puyuh yang diberi makan pada 06.00-14.00. Namun , bobot telur yang dihasilkan tidak berbeda. Untuk puyuh petelur, pengaturan jadwal makan ini dapat dipraktikkan agar puyuh lebih banyak bertelur.

2.2.4. Kandang

Menurut Abidin (2002), kandang puyuh harus memperhatikan hal-hal tertentu untuk memberikan kondisi kandang yang terbaik. Kandang harus ditempatkan di lokasi yang memenuhi beberapa persyaratan teknis yaitu :

(38)

21 1. Jauh dari Permukiman yang Padat

Tujuan dari penempatan kandang yang jauh dari pemukiman yaitu agar puyuh tidak stress karena kebisingan di lingkungan sekitarnya yang berakibat terhadap penurunan produksinya. Selain bermanfaat bagi puyuh agar tidak stress, masyarakat pun tidak terganggu oleh bau yang ditimbulkan oleh kotoran puyuh.

2. Letak Kandang

Kandang puyuh harus dibangun di tempat yang lebih tinggi, dengan harapan sirkulasi udaranya cukup baik. Selain ketinggian tempat, bahan pembuat kandangpun harus diperhatikan. Sebaiknya digunakan kawat ram atau bambu yang dipasang dengan jarak tertentu, sehingga sirkulasi udara bebas keluar masuk.

3. Arah Sinar Matahari

Kandang sebaiknya dibangun membujur dari arah timur ke barat. Selain membunuh kuman penyakit, sinar matahari juga akan mengurangi kelembaban kandang dan membantu sintesis vitamin D dalam tubuh puyuh.

4. Ukuran Kandang

Secara umum, ukuran kandang koloni bagi puyuh berukuran 1 x 1 m, dengan tinggi sekitar 30-35 cm. Untuk memudahkan pengambilan telur, sebaiknya lantai kandang dibuat agak miring sekitar 10 atau 20 derajat. Di bawah alas kandang koloni yang berada di bagian atas sebaiknya ditempatkan penampung kotoran agar kotoran tidak mengotori kandang koloni di bawahnya.

5. Alas Kandang

Ada dua macam jenis alas yang dapat digunakan pada kandang puyuh. Pertama yaitu kandang diberi alas yang sepenuhnya tertutup dan dilapisi dengan sekam atau ampas gergaji. Alas tersebut sering disebut

litter. Kelebihannya yaitu menghindari terperosoknya kaki-kaki puyuh

jika alas kandang terbuat dari kawat ram, sekam mengandung beberapa vitamin B12 yang berguna bagi tubuh puyuh, mengurangi sifat kanibal puyuh, serta meningkatkan selera kawin sehingga daya tetas telur

(39)

22 meningkat. Kelemahannya yaitu kebersihan kandang kurang terjamin dan membutuhkan tenaga dan waktu lebih untuk membersihkannya.

Jenis alas kedua yaitu menggunakan kawat ram. Dengan alas kawat ram, kebersihan kandang lebih mudah diperhatikan karena kotoran yang dihasilkan terkumpul pada penampung kotoran yang ada di bawah kawat ram.

6. Tempat Pakan dan Minum

Tempat makan dan minum untuk puyuh (terutama puyuh grower dan layer) dapat menggunakan tempat makan dan minum untuk ayam ras, namun dengan melakukan modifikasi di beberapa bagian. Tujuannya agar pakan dan minum tidak mudah terinjak-injak puyuh, tidak bercampur dengan kotoran, serta mencegah agar puyuh tidak tenggelam di tempat air minum.

Secara umum, puyuh-puyuh dipelihara dalam kandang koloni sejak DOQ hingga berproduksi. Tidak ada perbedaan konstruksi yang mendasar antara kandang koloni dengan kandang inti. Perbedaannya hanya terletak pada ukuran luasnya. Semakin tua umur puyuh (sampai umur tertentu), ukuran kandangnya pun harus semakin luas. Berdasarkan peruntukannya, kandang puyuh dibedakan menjadi beberapa jenis kandang yaitu : 1) kandang DOQ atau starter 2) kandang

grower 3) kandang layer 4) kandang induk dan pejantan.

2.2.5. Penyakit pada Puyuh

Puyuh termasuk salah satu unggas yang peka terhadap penyakit tertentu. Oleh karena itu, sebaiknya peternak mengetahui gejala penyakit yang menyerang ternaknya lebih awal agar tidak mengalami kerugian (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Menurut Agromedia Pustaka (2001) serta Listiyowati dan Roospitasari (2005), beberapa penyakit yang sering menyerang puyuh dapat digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu :

a. Penyakit akibat bakteri

Penyakit yang menyerang puyuh yang disebabkan oleh serangan bakteri contohnya : Radang Usus (Quail Enteritis), Pullorum, Snot (Coryza) serta Coccidiosis.

Gambar

Tabel 2. Konsumsi Hasil Ternak Perkapita Produk Peternakan Tahun 2006-2007  (kg/perkapita/tahun)
Tabel 4. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak Telur Unggas per Butir   Jenis Unggas  Protein
Tabel 6. Komposisi Pakan Puyuh Menurut Umur
Tabel  7.  Komposisi  Penduduk  Desa  Situ  Ilir  Berdasarkan  Umur  dan  Jenis  Kelamin Tahun 2009  No   Umur  (Tahun)  Jenis Kelamin  Jumlah  (%)  Laki-laki  (%)  Perempuan  (%)  1  0-9  1722  31,17  1587  31,63  3309  31,45  2  10-19  1037  18,78  750
+7

Referensi

Dokumen terkait

Galaxy. Adapun alamat CV. Gala Aksi Kreatama ini adalah JL. Jambusari Raya Blok C No. Bagian atau divisi yang dipelajari selama Kuliah Kerja Media. Selama pelaksanaan

Tujuan yang ingin diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kuat tekan dan kuat tarik belah optimal beton dengan variasi serbuk arang briket dan bestmittel dengan

Syukur alhamdulillah dengan ridho Allah penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Penerapan Alat Peraga Gambar Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang proses pelaksanaan mentoring, metode mentoring dan hasil yang diperoleh selama proses pelaksanaan mentoring

Kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan ( earning ) antara pengunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen

Untuk mempersiapkan perusahaan dalam audit sertifikasi ISO 9001:2008 oleh pihak internal ( internal audit yang sudah mendapatkan sertifikat), melakukan tindakan

Karya dengan judul “Penyusunan Zona Potensi Airtanah Di Kota Surakarta, Jawa Tengah” yang berisi tentang kondisi MAT dan arah aliran airtanah, kondisi kualitas airtanah,

Rumus yang digunakan dalam R/C adalah apabila R/C > 1 maka usahatani tersebut menguntungkan untuk dijalankan, yang artinya adalah penerimaan yang diperoleh lebih besar dari