ANALISIS PELAKSANAAN MENTORING
DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI PELAJAR SMA PADA LEMBAGA ILNA YOUTH CENTRE BOGOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Eko Endah Sulistiyowati
NIM: 104052001974
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ANALISIS PELAKSANAAN MENTORING DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI PELAJAR SMA
PADA LEMBAGA ILNA YOUTH CENTRE BOGOR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Disusun Oleh: Eko Endah Sulistiyowati
NIM: 104052001974
Di bawah Bimbingan
Nasichah, MA NIP. 150276298
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ANALISIS PELAKSANAAN MENTORING DALAM
PENGEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA PADA LEMBAGA ILNA YOUTH CENTRE BOGOR telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Maret 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada program Strudi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 10 Maret 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang
Dr. Murodi, MA Hj. Musfirah Nurlaily, MA
NIP: 150254102 NIP: 150299324
Penguji
Penguji I, Penguji II
Dra.Hj. Asriati Jamil, MA Drs. M. Lutfi, MA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, amka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 10 Maret 2009
ABSTRAK Eko Endah Sulistiyowati
Analisis Pelaksanaan Mentoring dalam Pengembangan Konsep Diri Remaja pada Lembaga ILNA Youth Centre Bogor
Mentoring merupakan sebuah proses interaksi yang didalamnya terdapat
transfer knowledge antara seseorang mentor dengan seorang mentee yang dilandasi atas dasar kepercayaan, saling menghargai, dan mengasihi dan mentor memberikan dukungan, dorongan, bimbingan dan semangat yang bertujuan untuk membentuk pentumbuhan, perkembangan, kompetensi dan karakter mentee ke arah yang positif. Sementara konsep diri adalah cara seseorang melihat dirinya sendiri baik secara fisik, psikis dan sosial. Mengubah konsep diri seseorang bukanlah sesuatu yang mudah ada proses yang harus dilalui. Sementara konsep diri remaja cenderung berubah-ubah dan tidak konstan. Untuk itu diperlukan satu metode yang mampu menjadi mediator dalam proses pembentukan diri pelajar SMA, hal tersebut yang mendorong penulis melakukan penelitian tentang mentoring.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang proses pelaksanaan mentoring, metode mentoring dan hasil yang diperoleh selama proses pelaksanaan mentoring dalam pembentukan konsep diri pelajar SMA pada Lembaga ILNA Youth Centre Bogor. Informan terdiri dari 1 orang pengurus lembanga ILNA Youth Centre, 3 orang mentor dan 8 orang pelajar SMA kelas X, XI, dan XII. Dalam penelitian ini penulis menggungkan metode deskriptif dengan jenis penelitian kualitatif. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi yang diperoleh langsung dari sasaran penelitian maupun catatan dari sumber yang terkait dengan penelitian.
Melalui wawancara dan observasi diketahui pelaksanaan mentoring di lembaga ILNA Youth Centre terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap awal (early stage), tahap pertengahan (middle stage), tahap akhir (late stage) dengan menggunakan metode quantum teaching, quantum learning, accelerated learning, dan konseling, serta metode penyampaian materinya yaitu dengan metode ceramah, diskusi, studi kasus dan games. Dari hasil mentoring diperoleh empat aspek yang dapat membantu pelajar membentuk konsep dirinya yaitu aspek psikologi, aspek sosial, aspek spiritual dan aspek edukasi.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Zat Yang Maha Pengasih
dan Penyayang, Allah SWT atas segala ni’mat yang telah diberikan-Nya sampai detik
ini yang tak terhitung jumlahnya, sehingga penulis akhirnya mampu menyelesaikan
skripsi ini di tengah-tengah rutinitas yang penulis jalankan. Salawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Rasullah Muhammad SAW.
Sebagai sebuah skripsi, penelitian yang dilakukan penulis merupakan sebuah
langkah awal untuk mencoba membuka wawasan tentang sebuah konsep bimbingan
yang mengarah kepada pembentukan pribadi remaja yang mungkin tidak hanya
menjadi sekedar wacana tetapi keseriusan untuk terus berinovasi sehingga konsep
bimbingan dan penyuluhan dapat digunakan secara fleksibel.
Banyak kendala yang penulis hadapi dalam proses penulisan karya ilmiah ini,
namun tidak menyurutkan penulis untuk berhenti karena penulis menyadari segala
kendala yang dihadapi merupakan sebuah proses yang indah yang memberikan
motivasi kepada penulis. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari kata
sempurna dan tanpa dukungan berbagai pihak tidak akan mungkin karya tulis ini
dapat selesai. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr.H. Murodi, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
2. Kedua orang tua penulis, ibu Sutarti dan Bapak Sukar. Terima kasih atas
segala pengorbanan, kesabaran dan doa yang tak pernah berhenti sampai detik
ini. Khususnya untuk ibu yang tak pernah lelah menjadi tempat berbagi
penulis, yang selalu menjadi penyemangat saat penulis merasa lelah dan selalu
ada dalam setiap tawa dan duka penulis. Semoga Allah membalas semua
kebaikan yang telah ibu berikan.
3. Bapak Drs. Muhammad Luthfi, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam.
4. Ibu Nasichah, MA, selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi penulis dengan
kesabarannya memotivasi penulis dan senantiasa meluangkan waktunya
selama proses penyelesaian skripsi.
5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang tidak pernah
lelah memberikan ilmunya kepada penulis hingga detik ini terutama Prof.Dr.
Zakiah Daradjat dan Rochimah Imawati, M.Si yang selalu memotivasi penulis
serta segenap karyawan Perpustakaan Umum UIN dan perpustakaan Dakwah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan pelayanan
kepada penulis dalam pencarian referensi yang penulis butuhkan.
6. Keluarga besar Yayasan Pendidikan Islam Al-Ikhlas, Ustad Damanhuri, Ustad
Rahmat Slamet Wijaya, S.Ag, Tuti Alawiyah S.Sos.I, Irma Madinah S.Sos.I
atas bimbingannya selama ini dan tak pernah berhenti memotivasi penulis
penulis serta Rekan-rekan guru RA Al-Ikhlas (Nurma, Maesaroh, Memey,
Lina, Dilah, Wiwin) atas segala pengertiannya.
7. Pengurus lembaga ILNA Youth Centre Bogor serta rekan-rekan Mentor SMA
Negeri 1 Bogor dan SMA Negeri 6 Bogor.
8. Adik-adik tercinta, Dwi Agustina dan Puput Kartika Dewi yang selalu
memberi warna tersendiri dalam hidup penulis.
9. Rekan-rekan BPI angkatan 2004 terutama Kholifah, Septi Ningrum,
Nurmelilita, Samsuludin S.Sos.I atas segala motivasi, kritik dan saran yang
positif untuk penulis dan selalu menjadi kekuatan bagi penulis untuk terus
melangkah. Syuj’ai Shobah, Juriah, Marwa Sopa Indah, Yusi Luthfiani,
Nurkholisoh S.Sos.I., Siti Yaumah, Abdullah, M. Khafid Rasyid, Ruslan
Habibi S.Sos.I, Marfu’ah dan rekan-rekan BPI lainnya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
10. Adik-adik BPI angkatan 2005 (Laily, Lia, Jefriadi, Harid, Agus, Maryanah,
Ruyatna) dan BPI 2006 (Ulfatun Ni’mah, Dani, Tyo, Handi) atas
kerjasamanya selama ini. Semoga tidak hanya berhenti sampai disini saja.
Maria Ulfa (Emyu), Nila, Noriz, Wenti terima kasih atas semangatnya.
11. Sahabat-sahabat tercinta, Ratna Puspitasari Amd.Ak, Dini Avianti, S.Pd.I, Sri
Rahayu, Amd.Mk, Sari Astuti, S.Pd., yang selalu mengingatkan penulis di
saat-saat semangat penulis menurun. Heri, S.Kom., Muhammad Hafiz,
S.Sos.I, (BPI Riau), Ulil, S.Sos.I. (BPI Aceh), Ana Lustiyowati (BPI
Sulaiman, Bayu Sampana, Arisman Soleh terima kasih sudah menjadi teman
diskusi penulis selama ini.
Dan kepada seluruh pihak yang tidak bisa penulis tuliskan satu-persatu.
Semoga Allah membalas semua kebaikan dan kita senantiasa ditunjukkan jalan oleh
DAFTAR ISI
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
D. Metodologi Penelitian ... 5
E. Tinjauan Pustaka ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II TINJAUAN TEORI A. Mentoring ... 13
1. Pengertian Mentoring ... 13
2. Sejarah dan Perkembangan Mentoring ... 17
3. Jenis-jenis Mentoring ... 23
4. Unsur-unsur Mentoring ... 25
5. Pendekatan Mentoring ... 27
6. Tahapan-tahapan dalam Mentoring ... 28
B. Konsep Diri Remaja ... 29
1. Konsep Diri ... 29
2. Remaja ... 38
BAB III PROFIL ILNA YOUTH CENTRE A. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan ... 43
B. Visi dan Misi ... 44
C. Tujuan Mentoring ... 44
D. Program Kerja ... 44
E. Struktur Organisasi ... 46
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA A. Temuan Data Pelaksanaan Mentoring dalam Pembentukan Konsep Diri Pelajar SMA pada Lembaga ILNA Youth Centre Bogor ... 48
1. Identifikasi Informan ... 50
2. Waktu Pelaksanaan Mentoring ... 54
3. Materi Mentoring ... 55
5. Metode-metode Mentoring ... 58
6. Tahapan-tahapan Pelaksanaan Mentoring ... 62
B. Analisa Data Pelaksanaan Mentoring dalam Pembentukan Konsep Diri Pelajar SMA pada Lembaga ILNA Youth Centre Bogor ... 64
1. Aspek Psikologi ... 64
2. Aspek Sosial ... 64
3. Aspek Spiritual ... 65
4. Aspek Edukasi ... 65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 67
B. Saran... 68
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Perkembangan Mentoring ... 22
Tabel 3.1. Daftar Mentor ... 51
Tabel 3.2. Identifikasi Mentee ... 53 Tabel 3.4. Jadual Pelaksanaan Mentoring SMA Negeri 1 Bogor dan SMA Negeri 6
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dalam psikologi perkembangan masa usia sekolah menengah umum
dikateorikan masa remaja. Masa ini merupakan segmen yang penting dalam
siklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat
diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat.1
Menurut Erikson, Seperti yang dikutip oleh Syamsu Yusuf dalam buku
Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, masa remaja berkaitan erat dengan perkembangan “Sense of identity vs role confusion”,yaitu perasaan atau kesadaran yang menyangkut keberadaan dirinya (siapa saya ?), masa depannya
(akan menjadi apa saya?), peran-peran sosialnya (apa peran saya dalam keluarga
dan masyarakat, dan kehidupan beragama; mengapa harus beragama ?).2
Banyak factor yang mempengaruhi proses pencarian jati diri remaja
selain factor internal ada juga factor eksternal yang turut berperan penting antara
lain faktor keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan
pergaulannya di luar sekolah. Pada masa ini merupakan masa transisi dimana
kondisi remaja masih labil dan mudah terpengaruh apalagi di zaman modern
seperti sekarang ini dengan label modernisasi sangat memudahkan remaja
mengakses berbagai hal melalui kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang
akhirnya dapat menjerumuskan remaja dalam perilaku yang tidak sehat.
Syamsu Yusuf LN, M.Pd., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung:ROSDA,1997),h.71
2
Kemampuan remaja menemukan identitas dirinya akan membantunya
untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara positif dan mampu
mengaktualisasikan dirinya dengan baik, Tapi apabila remaja gagal menemukan
identitas dirinya akan mengakibatkan remaja tersebut kehilangan arah dan
mengalami kekacauan peran.
Pencarian identitas diri remaja berkaitan erat dengan konsep diri remaja.
Bagaimana remaja memandang dirinya sendiri membantu remaja dalam proses
pencarian diri. Allah berfirman dalam al-Quran surat asy-Syamsu ayat 8-10 :
!"#
$%&
'
(
)*
+
!"#
,-.
/
01
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketaqwaan. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya. Dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
Dalam ayat tersebut mengisyaratkan bahwa sesungguhnya dalam diri
manusia itu sendiri serta lingkungan sekitarnya menilai baik maka akan terbentuk
konsep diri positif dalam diri remaja tetapi sebaliknya kalau diri remaja dan
lingkungannya memberikan nilai yang buruk maka akan terbentuk konsep diri
yang negative dalam diri remaja tersebut.
Tidak dapat dipungkiri generasi muda (remaja) merupakan cikal bakal
penerus bangsa. Suatu bangsa yang memiliki generasi yang bertakwa tentu akan
menjadi bangsa yang benar. Membentuk pribadi remaja yang sehat tidaklah
Oleh karena itu pembentukan konsep diri remaja mempunyai peranan
yang sangat penting untuk kemajuan bangsa, negara dan agama karena remaja
diharapkan bisa berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.
Pembentukan konsep diri remaja yang positif ini bukan hanya tanggung
jawab keluarga saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama untuk ikut
memikirkan bagaimana caranya agar bangsa kita dapat mencetak
generasi-generasi penerus yang tidak hanya sebatas canggih dalam ilmu pengetahuan
tetapi juga mempunyai kepribadian yang bertakwa dan mampu
bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.
Dan upaya tersebut telah dilakukan oleh sebuah lembaga yang konsen di
bidang pembinaan dan pengembangan remaja muslim ILNA Youth Centre.
Melalui program mentoring yang dijalankan lembaga tersebut menjadi salah satu
upaya agar remaja mampu memahami konsep diri positif. Aktifitas lembaga
tersebut membuat penulis ingin tahu lebih jauh bagaimana pelaksanaan kegiatan
tersebut, metode apa yang digunakan serta hasil yang diperoleh pelajar dalam
pembentukan konsep diri pelajar (remaja). Untuk itu penulis member judul
skripsi ini yaitu : “Analisis Pelaksanaan Mentoring dalam Pengembangan Konsep Diri Remaja pada Lembaga ILNA (Ilman Nafi’an) Youth Centre Bogor.”
Untuk memudahkan penulis agar lebih fokus melakukan penelitian,
maka penulis membatasi masalah seputar proses pelaksanaan mentoring
dalam pengembangan konsep diri remaja khususnya di kota Bogor yang
diterapkan oleh lembaga ILNA (Ilman Nafi’an) Youth Centre, Serta hasil
yang diperoleh remaja selama mengikuti program tersebut.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana proses pelaksanaan mentoring dalam pengembangan konsep
diri remaja pada lembaga ILNA (Ilman Nafi’an) Youth Centre Bogor ?
b. Hasil apa yang diperoleh remaja dari pelaksanaan mentoring dalam
pengembangan konsep diri remaja pada lembaga ILNA (Ilman Nafi’an)
Youth Centre Bogor ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan mntoring dalam pengembangan
konsep diri remaja yang dilaksanakan oleh lembaga ILNA (Ilman Nafi’an)
Youth Centre Bogor
b. Untuk mengetahui hasil yang diperoleh remaja melalui pelaksanaan
mentoring yang dilakukan oleh lembaga ILNA (Ilman Nafi’an) Youth
Centre Bogor
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Segi akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tentang teori
mentoring bagi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, khususnya jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam sehingga dapat dijadikansebagai bahan
rujukan untuk penelitian yang akan datang.
b. Segi Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan evaluasi yang positif
bagi Lembaga ILNA Youth Centre dalam pembinaan pelajar mslim pada
umumnya dan pembentukan konsep diri yang poitif bagi pelajar SMA
khususnya.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan jenis penelitian yaitu penelitian kualitatif. Menurut
Nawawi, netode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan
subyek atau obyek penelitian ( Seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain
) pada saat sekarang berdasarkan fakta – fakta yang tampak atau sebaaimana
adanya.3
3
Sedangkan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor adalah
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata –
kata tertulis atau lisan dari orang – orang yang dapat diamati.4 Sementara,
Jane Jane Richie berpendapat penelitian kualitatif adalah upaya untuk
menyajikan dunia sosial dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep,
perilaku persepsi, dan persoalan tentang manusia yang akan diteliti.5
Pada penelitian ini penulis bermaksud mengungkapkan fakta – fakta
yang tampak di lapangan dan mendeskripsikannya secara sistematis, factual
dan akurat sebagaimana adanyamengenai proses pelaksanaan mentoring
dalam pembentukan konsep diripelajar SMA yang diterapkan oleh ILNA
Youth Centre Bogor.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kota Bogor di bawah aungan Lembaga
ILNA Youth Centre yang memfokuskan aktifitasnya di bidang pembinaan
dan pengembangan kepribadian remaja muslim dari tanggal 20 Agustus 2008
– 0 Februari 2009.
3. Subyek dan Obyek Penelitian
4
Lexy J Moleong, MA., Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), h.4
Obyek penelitian ini adalah Lembaga ILNA Youth Centre, khususnya
program Mentoring ILNA Youth Centre yang ada di SMA Negeri 1 Bogor
dan SMA Negeri 6 Bogor.
Sedangkan obyek penelitiannya adalah1 orang pengurus ILNA Youth
Centre, 1 orang Mentor SMA Negeri 1 Bogor, 2 orang Mentor SMA Negeri 6
Bogor dan 8 orang Mentee ( peserta mentoring ) kelas X,XI dan XI yang mengikuti pogram tersebut.
4. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data adalah subyek darimana data dapat
diperoleh.6 Dalam penelitian ini yang dijadikan sumber data adalah sebagai
berikut :
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsun dari sasaran penelitian atau
informan, yaitu dari pengurus ILNA Youth Centre, mentor SMA Negeri 1
Bogor dan SMA Negeri 6 Bogor, serta pelajar SMA kelas X, XI, dan XII
yang mengikuti program mentoring.
b. Data Sekunder
Yaitu data berupa catatan dan dokumen yang diperoleh dari
lembaga atau sumber media lain yang dapat menunjang kebutuhan
penelitian berupa dokumen lembaga, bulletin, jurnal, dan artikel.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Poerwandari dalam buku Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi menuliskan, “ wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertetu ”. Dalam hal ini peneliti
bermaksud melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap pelaksanaan
mentoring dalam pembentukan konsep diri pelajar SMA yang tidak dapat
dilakukan melalui pendekatan lain. Adapun wawancara ini ditujukan
kepada mentor dan pengurus ILNA Youth Centre untuk memperoleh data
tentang pelaksanaan mentoring dalam pembentukan konsep diri pelajar
SMA. Wawancara ini juga ditujukan kepada pelajar SMA yang mengikuti
program mentoring untuk memperoleh data tentang konsep diri pelajar
SMA dan manfaat dari program mentoring yang diikutinya.
b. Observasi
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat,
mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut.7 Di dalam pengertian psikologik,
observasi atau yang disebut pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan
perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat ini.8
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI),h.62
Pada penelitian ini penulis mengamati langsung proses pelaksanaan
mentoring dalam pementukan konsep diri pelajar SMA pada lembaga
ILNA Youth Centre Bogor.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dapa diartikan sebagai bahan tertulis, film maupun foto.
Penulis menggunakan dokumentasi untuk memperoleh data yang tidak
dapat diperoleh melalui hasil observasi maupun wawancara.
6. Teknik Analisa Data
Dalam melakukan teknik analisa data penulis menggunakan metode
deskriptif, yaitu menggambarkan data yang ada di lapangan yang diperoleh
memalui hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian
menetapkan masalah – masalah dan menyeleksinya, menyusun secara
sistematis, selanjutnya data temuan digunakan untuk menjawab masalah
penelitian.
Dalam analisisnya, teknik yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Data yang didapatkan dari wawancara, penulis melakukan percakapan
antara pewawancara dengan yang diwawancarai dalam rangka
memperoleh informasi yang tepat dan objektif. Dalam hal ini penulis
menggunakan bentuk wawancara bebas terpimpin.
b. Data yang didapatkan dari observasi, penulis melakukan pengumpulan
datasecara akurat dengan mencatat fenomena yang muncul dan
c. Data yang didapatkan melalui dkumentasi, penulis melakukan
pencarian data berupa catatan, majalah, buku, dan lain sebagainya.
Adapun proses analisa data dimulai dengan :
a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari
wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan
sebagainya.
b. Langkah berikutnya ialah melakukan reduksi data yang dilakukan
dengan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat
rangkuman yang inti, proses dan pernyataan – pernyataan yang perlu
dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.
c. Menyusunnya dalam satuan – satuan. Satuan – satuan itu kemudian
dikategorisasikan pada langkah berikutya. Kategori – kategori itu
dibuat sambil melakukan koding.
d. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan
keabsahan data.9
7. Teknik Penulisan
Teknik penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis dan Disertasi ) yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2007 yang diterbitkan CeQDA, Cet. Ke-1
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum menentukan judul skripsi ini, penulis melakukan tinjauan pustaka
ke beberapa perpustakaan, yaitu Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Selama tinjauan
tersebut penulis menemukan beberapa judul skripsi yang berkaitan dengan
skripsi yang penulis teliti, yaitu :
1. “ Upaya Bimbingan Konseling dalam Menumbuhkan Konsep Diri Anak yang Positif di Panti asuhan Putera Asih Tangerang “, yang ditulis oleh siti Muchlisoh jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam tahun 2006. Dalam
skripsi ini lebih ditekankan bagaimana upaya bimbingan dan konseling
dalam menumbuhkan konsep diri yang positif pada anak auh di Panti
Asuhan Putera asih Tangerang.
2. “ Mentoring Agama Islam pada Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Fikri dalam pembinaan Akhlakul Karimah Mahasiswa di Politeknik Negeri Jakarta ”, yang ditulis oleh Muhammad Iqbal jurusan Komunikasi Penyiaran Islam tahun 2007. Dalam skripsi ini mengupas tentang pembinaan
akhlakul karimah mahasiswa politeknik Negeri Jakarta melalui program
mentoring Agama Islam yang ada di Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
Fikri.
dilakukan oleh ILNA Youth Centre dalam pembentukan konsep diri pelajar
SMA.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab, yaitu pendahuluan,
tinjauan teori, Profil ILNA (Ilman Nafi’an) Youth Centre Bogor, temuan dan
analisa data, dan penutup.
Bab I yaitu pendahuluan berisi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,
tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
Bab II tentang tinjauan teoritis menjelaskan secara teori mengenai
pengertian mentoring, sejarah dan pengembangan mentoring, jenis – jenis
mentoring, pendekatan mentoring, tahapan – tahapan dalam mentoring,
pengertian konsep diri, proses pembentukan konsep diri, factor – factor yang
mempengaruhi konsep diri, pengertian remaja,tugas perkembangan remaja dan
problematika remaja.
Bab III berisi tentang profil lembaga ILNA (Ilman Nafi’an) Youth
Centre Bogor, menjelaskan kondisi obyektif lembaga ILNA (Ilman Nafi’an)
Youth Centre, meliputi : sejarah perkembangannya, visi dan misi, struktur
organisasi, dan program kegiatan.
Bab IV berupa temuan dan analisa data menjawab permasalahan
permasalahan yang ada dalam perumusan masalah, meliputi : proses pelaksanaan
lembaga ILNA (Ilman Nafi’an) Youth Centre Bogor, serta hasil yang diperoleh
remaja dalam pengembangan konsep dirinya selama mengikuti program tersebut.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Mentoring
1. Pengertian Mentoring
Secara etimologi mentoring berasal dari kata dasar “mentor”.10 Dalam
kamus bahasa Inggris kata mentor merupakan kata benda yang artinya
“penasihat” atau “pembimbing”. Dengan demikian secara bahasa mentoring
diartikan sebagai kegiatan menasihati atau membimbing.
Secara terminologi asal kata mentoring berasal dari bahasa Yunani,
diambil dari tokoh “mentor” dalam kisah Odysseus yang ditulis oleh Homer, seorang pujangga Yunani.11
Selanjutnya, ada berbagai definisi mentoring dari beberapa ahli.
Kasper mendefinisikan mentoring sebagai berikut:
“Mentoring is special kind of caring, supportive relationship or partnership between two people that is based on trust and respect.”12
! " # " $
% & $'(( )* )+ *
, # " " # # * # - . )
/ " " , " # * $ 0 * #" "
# " 1# " - * # * + ) , " * * *
-" - * * $ " $ 0 #* 2 )
# # " 2 - $ - $ - # * +
* *- " * # " - - * # ) / # * - # *
$ # * + - *- " *- * 0
$ - " $ - 0 ") # # * "
# * + * *- " $ * #" ) $ 0
* 0 " # * + - - + " * * " # # * $
$ * # " $ # * ) 34 0 $
(Mentoring adalah yang khusus berkaitan dengan pengawasan, hubungan yang saling mendukung atau partnership di antara dua orang yang didasarkan ada kepercayaan dan saling menghargai)
Disini Kasper menekankan bahwa mentoring merupakan satu bentuk
hubungan yang khusus antara dua orang yang didasarkan pada kepercayaan
dan saling menghargai.
Sementara Parsloe mendefinisikan mentoring:
“Mentoring is to support and encourage people to manage their own learning in order that they may maximize their potential, develop their skills, improve their performance and become the person they want to be.”13
(“Mentoring adalah untuk mendukung dan mendorong seseorang untuk mengatur cara belajara mereka sendiri dalam hal ini dapat memaksimalkan potensi mereka, mengembangkan kemampuan mereka, mengkreasikan penampilan mereka dan menjadi pribadi yang mereka inginkan”.)
Mentor/National Mentoring Partnership mendefinisikan mentoring sebagai bentuk hubungan yang dilandasi rasa kepercayaan yang terstruktur
yang melibatkan remaja dimana proses ini menawarkan bimbingan, dukungan
dan memberikan semangat yang bertujuan mengembangkan kompetensi dan
karakter mentee.14
Senada dengan National Mentoring Partnership, Rhodes pun mendefinisikan mentoring sebagai berikut:
& + # 6 $ # 7 + 8 9
9 8 : * + # 3 . "' & &5 ) &)
; " $ *- &
$'(( )* ) ) "($ (* ) *
< = 4) > + # %) 6 +
38 # ' / -# ? +) & 5 ) <) " $ # *- &
$'(( )- " ) # )+ ) (- " @ A 7B8., <:$ A+ $ : CA
“…a relationship between an older, more experienced adult and an unrelated, younger protégé – a relationship in which the adult provides ongoing guidance, instruction, and encouragement aimed at developing the competence and the character of the protégé.”15
(…sebuah hubungan antara seorang yang lebih tua, seorang dewasa yang memiliki pengalaman lebih banyak dan tidak berhubungan darah dengan seorang anak muda – sebuah hubungan yang mana orang dewasa memberikan bimbingan, instruksi, dan mendorongnya dalam pengembangan kompetensi dan karakter pemuda”.)
Rhodes menambahkan, dalam hubungan tersebut tidak hanya memberi
dukungan dan dorongan saja dalam membentuk pertumbuhan dan
perkembangan kompentensi dan karakter mentee tetapi juga menegaskan bahwa yang memberikan mentoring tersebut merupakan seorang dewasa yang
lebih berpengalaman dan tidak memiliki hubungan darah dengan yang
dibimbing.
Anderson & Shannon mengartikan mentoring sebagai berikut:
“A Mentoring relationship has been defined as a nurturing process in which a more skilled or experienced person, serving as a role model, teaches, sponsors, encourages, counsels and befriends a less skilled or less experienced person.”16
(“Mentoring didefinisikan sebagai sebuah prose salami dimana seseorang yang lebih banyak memiliki kemampuan dan pengalaman melayani sebagai peran model, guru, sponsor, pendorong,konsultan dan teman kepada seseorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman masih sedikit”.)
Hampir sama dengan definisi yang dikemukakan oleh Rhodes,
Anderson & Shannon menitikberatkan kepada peran mentor selain memiliki
F) 2 2) /
pengalaman yang lebih, ia juga digambarkan sebagai role model, guru, pendukung, pendorong, konselor dan sahabat.
Menurut Merriem dalam mentoring terdapat interaksi antara
seseorang yang lebih tua yang berperan sebagai mentor dengan orang yang
lebih muda yang berperan sebagai mentee dan didalamnya terdapat hubungan emosional yang kuat yang nantinya akan menimbulkan saling kepercayaan,
kasih sayang dan bertukar pengalaman. Dan disinilah mentor membantu
mentee untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 17
Jika dikaitkan dengan mntoring islam, maka mentoring islam
merupakan salah satu sarana tarbiyah islamiyyah (pembinaan islami)yang didalamnya ada proses belajar. 18
Orientasi dari mentoring islam itu sendiri adalah pembentukan
karakter dan kepribadian islami peserta mentoring. 19
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan mentoring merupakan
sebuah proses interaksi antara seorang yang lebih tua yang berperan sebagai
mentor dengan orang yang lebih muda yang berperan sebagai mentee yang tidak mempunyai hubungan darah dimana didalamnya terdapat proses
pembinaan dan bimbingan dan memiliki hubungan emosional yang kuat yang
dilandasi atas dasar kepercayaan, saling menghargai, dan mengasihi dan
- 6 + )<
** 7 : 7 * 2 " 3> '
mentor memberikan dukungan, dorongan, bimbingan dan semangat yang
bertujuan untuk membentuk pentumbuhan, perkembangan, kompetensi dan
karakter mentee ke arah yang positif. 2. Sejarah dan Perkembangan Mentoring
Pada dasawarsa yang lalu, program mentoring ditujukan untuk
anak-anak dan remaja yang beresiko mendapatkan perhatian yang serius sebagai
sebuah pendekatan yang menjanjikan untuk memperkaya kehidupan
anak-anak dan remaja, orang dewasa memusatkan perhatian pada kebutuhan
mereka dalam bentuk hubungan yang positif dan menyediakan one-on-one support serta advokasi bagi mereka yang membutuhkan.20
Gerakan mentoring remaja (youth mentoring) telah ada pada akhir abad 19 yang pada saat itu dikenal dengan sebutan Friendly Visitors21 yang memfokuskan kegiatannya dalam memberikan bimbingan, dukungan serta
contoh positif kepada anak-anak kaum miskin.22
Di Amerika, mentoring formal berkembang di awal abad 20, sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi23 dan permintaan masyarakat yang cukup
tinggi. Ledakan teknologi sejalan dengan pertumbuhan urbanisasi di
pusat-pusat kota. Beberapa kota di Amerika berkembang menjadi pusat-pusat industri
& % > # F * F # ) B G 2 =
# C + = / ! # $ % 2$ # ) )
& ) )
&& 2) > +"# / # H ** *
& $ $ & ' $$ $ 3I/2' B -# B $ & ;5 )
& &)
seperti Chicago, New York, Boston dan Philadelpia.24 Tetapi perkembangan
industri ini tidak diimbangi dengan perhatian terhadap kondisi remaja apalagi
remaja yang berasal dari kalangan miskin. Kejahatan remaja meningkat.
Pencurian, merokok,25 dan masih banyak lagi kejahatan-kejahatan yang pada
saat itu dilakukan oleh kelompok-kelompok remaja Amerika yang
terpinggirkan. Keadaan inilah yang melatarbelakangi timbulnya gerakan
mentoring untuk remaja.
Pada tanggal 4 Juli 190326, seorang pengusaha asal Cincinnati, Irvin
Westheimer, melihat melalui jendela kantornya, seorang anak laki-laki sedang
mencari makanan di tong sampah. Hatinya tergerak dengan apa yang
dilakukan oleh pemuda tersebut. Akhirnya Westheimer mencari tahu tentang
pemuda tersebut dan diketahui bahwa anak tersebut merupakan anak yatim
dari keluarga miskin dan hanya tinggal bersama ibunya. Kemudian ia
memutuskan pemuda tersebut dijadikan teman sekaligus keluarganya dan
mendorong orang lain melakukan hal yang serupa. Di kemudian hari
Westheimer merupakan pemimpin dari lembaga mentoring Big Brothers
Group di Cincinnati.27
Sekitar tahun 1904, Ernest Coulter, seorang jurnalis di sebuah surat
kabar New York, tertarik melihat keadaan buruk anak-anak di kota New York.
Ia pun memutuskan meninggalkan dunia jurnalis dan menjadi juru tulis di
&< ) )
& ) )
& > +"# H ** * & $ $ & '
$$ $ ) & &)
pengadilan anak.28 Coulter kemudian melanjutkan sebagai volunteer untuk melayani pemuda yang tidak mempunyai hak suara.29 Tidak hanya sampai
disitu, pada tahun yang sama Coulter mengadakan pertemuan dengan sebuah
perkumpulan yang menamakan The Men’s Club of the Central Prebysterian Church of New York30. Dalam pertemuan tersebut Coulter mendorong mereka untuk peduli terhadap kondisi pemuda Amerika pada saat itu khususnya bagi
mereka yang terlibat tindak kriminal. Karena sesungguhnya yang mereka
butuhkan adalah perhatian dan bimbingan dari orang yang lebih dewasa.
Dalam pertemuan itu Coulter berkata:
“There is only one possible way to serve that youngster (who is in trouble) and that is to have some earnest, true man volunteer to be his big brother, to took after him, help him do right; make the little chap feel that there is at least one human being in this great city who takes a personal interest in him, who cares whether he live or die.”31
(“Disana hanya ada satu jalan yang memungkinkan untuk melayani remaja 9yang dalam masalah) dan itu yang bisa mendengarkan, manusia yang benar-benar sukarela untuk menjadi saudaranya, untuk menjaganya,membantunya melakukan yang benar, membuat sedikit celah untuk merasakan bahwa disana ada sedikitnya seorang manusia di kota besar yang membawanya menyukai pribadinya dan peduli ketika dia hidup atau mati”.)
Coulter pun berhasil merekrut 40 orang sukarelawan yang bersedia
menjadi sahabat (saudara) bagi anak-anak bermasalah32. Dari sini, lahirlah
sebuah gerakan mentoring yang dikenal dengan nama Big Brothers, dimana
& - 6 + ) )
& ) )
; > +"# H ** * & $ $ & '
$$ $ ) & &)
; $ ( % % $ % ) $ $ " # " $ #
beberapa tahun kemudian menjadi sebuah lembaga mentoring terbesar di
dunia yang memiliki 500 cabang di beberapa negara. Coulter pun didaulat
sebagai tokoh dalam gerakan mentoring remaja.
Sama halnya seperti Big Brothers, organisasi Big Sisters juga memprakarsai terbentuknya mentoring untuk anak-anak perempuan.33 Pada
1905, di New York sebuah perkumpulan bernama The Ladies of Charity
berganti nama menjadi Catholic Big Sisters dan ini merupakan lembaga salah satu lembaga mentoring pertama untuk anak-anak perempuan. Mrs. John
O’Keefe terdaftar sebagai pendiri Big Sisters yang pertama. Kemudian, 1908 Mrs. Willard Parker mendirikan program yang serupa bagi remaja putri yang
beragama Protestan di New York.34
Tahun 1909, Coulter dan beberapa orang tergabung secara resmi
dalam Big Brothers of New York, Inc., menjadi lembaga mentoring formal bangsa dan mendirikan kantor perwakilan di New York. Begitu pun dengan
Big Sisters secara resmi menjadi sebuah badan dan mendirikan kantor perwakilan di Milwaukee.35 Dan di tahun 1910, Irvin Westheimer mendirikan
Big Brother Association di Cincinnati.36
Tidak hanya sampai di situ, tahun 1914 perencanaan nasional pertama
organisasi Big Brothers dan Big Ssters. Terjadi perkembangan yang cukup besar di berbagai kota, termasuk New York, Boston, Philadelpia,Cleveland,
;; - 6 + ) )
;< > +"# H ** * & $ $ & '
$$ $ ) & &)
; ) & &) 34 0 $'(( ) " $ ) ( " (. J* 5
Cincinnati dan Milwaukee. Irving Westheimer dan Ernest Couter merupakan
orang yang berpengaruh dalam gerakan ini, kolaborasi antar dua instansi yang
berbeda.37
Tahun 1921 dari dua organisasi ini terbentuklah Big Brothers Big Sisters Federation. Federasi ini membuat garis pedoman (guidelines) dan standar program untuk Big Brothers Big Sisters.38 Namun sayangnya federasi ini bersifat sementara dan akhirnya bubar dan tidak muncul lagi sampai tahun
1950an.
Pada tahun 1958 United States Congress secara resmi membuat format baru mentoring dengan nama Big Brothers of America. Tahun 1970 kongres tersebut pun memutuskan membentuk Big Sisters International. Dan akhirnya kedua lembaga tersebut resmi tergabung dalam satu manajemen pada tahun
1977 dengan nama Big Brothers Big Sisters of America (BBSA) berkantor pusat di Philadelpia.39 Lembaga ini pun menjadi inspirasi bagi
gerakan-gerakan mentoring lainnya. Tercatat setelah itu banyak lembaga-lembaga
mentoring yang memfokuskan perhatiannya pada perkembangan remaja
bermunculan, seperti dalam tabel berikut:40
;
; > +"# H ** * & $ $ & '
$$ $ ) & ;)
Tabel 1.1.
Perkembangan Mentoring Tahun Perkembangan Mentoring
1979 The Centre for Intergenerational Learning di Temple University berdiri.
1980 Eugene M. Lang memulai proyek “I Have a Dream” di
New York P.S. 121.
1986 Proyek “I Have a Dream” dibentuk.
1987 Matilda Raffa Como mendirikan The New York
Mentoring Program (Mentoring USA).
1988 Public Private Ventures meluncurkan penelitian
inisiatif untuk menilai kelangsungan dan dampak dari mentoring.
1989 One to One Partnership, Inc., ditemukan oleh Ray Chambers.
1990 Seorang pengusaha dan juga dermawan, Geoffrey Boisi dan Ray Chambers menemukan MENTOR/National Mentoring Partnership.
1991 MENTOR/National Mentoring Partnership dan United Way of Amrica bergabung menjadi The National Mentoring Working Grup.
1995 Public/Private Ventures, mempublikasikan hasil
penelitan dampak dari program mentoring Big Brother. Riset ini mendemonstrasikan bahwa kualitas dari mentroring dapat menjadi nyata dan mempunyai efek yang pentirng dalam kehidupan anak muda.
1997 General Colin Powell pemimpin The Presidens’
Summit on America’s Future mendorong pertumbuhan sukarelawan dan perjanjan warganegara untuk memberikan dukungan untuk remaja yang beresiko. 1997 Harvard Scholl of Public Health meluncurkan gerakan
mentroing nasional pertama.
Sebelum mentoring berkembang seperti sekarang ini, sebenarnya
memberikan pembinaan terhadap generasi muda. Rasulullah SAW dalam
membina para sahabat tidak sekedar menjadikan member atau anggota namun
lebih itu. Rasul mengangkat dan membina potensi terbesar mereka sehingga
menjadi generasi unggulan, dan sukses berjuang menegakkan islam. 41
Ketika membahas sejarah mentoring di Indonesia, maka tidak akan
bisa lepas dari peran sejumlah aktivis mahasiswa Institut Teknologi Bandung
(ITB) di era tahun 80-an. Dari banyak keterangan yang penulis dapatkan
diketahui bahwa kegiatan tersebut berawal dari sebuah aktivitas pengajian di
Masjid Salman Al-Farizi ITB. Di ketahui bahwa di Masjid Salman ITB-lah
konsep Mentoring Islam pertama kali dikembangkan. Kemudian pengaruhnya
meluas hingga ke Jabodetabek
Versi lain menyatakan bahwa kata “Mentoring” muncul pada awal
tahun 90-an di Kota Bogor seiring dengan kemunculan dakwah sekolah di
SMP dan SMA (SMP Negeri 1 Bogor dan SMA Negeri 1 Bogor). Ada juga
yang menyakatan bahwa “mentoring” pertama kali muncul berawal dari
kegiatan ROHIS SMA Negeri 28 Jakarta. Dari sinilah yang kemudian menjadi
stimulator munculnya aktivitas dakwah sekolah di Kota Bogor melalui
program Mentoring.
3. Jenis-jenis Mentoring
Mentoring telah ada selama berabad-abad, bahkan mungkin sejak
dimulainya peradaban. Evolusi mentoring telah meningkat pada dasawarsa
ini, dan saat ini kita lihat banyak berbagai jenis mentoring. Jenis-jenis
mentoring antara lain sebagai berikut:42
a. Berdasarkan tingkatan dalam formalitas, mentoring dibagi menjadi:
(a) Mentoring Informal (Informal or Casual Mentoring)
(b) Mentoring Formal (Formal Mentoring)
b. Berdasarkan Fungsi dan tujuan dari mentoring, mentoring dikategorikan
menjadi:
(a) Mentoring Pendidikan atau Akademik (Educational or Academic Mentoring)
(b) Mentoring Karier (Career Mentoring)
(c) Mentoring Pengembangan Pribadi (Personal Development Mentoring)
(d) Mentoring Berdasarkan Kebudayaan dan Kepercayaan (Cultural and Faith Base Mentoring)
c. Berdasarkan tempat pelaksanaan mentoring, terbagi ke dalam:
(a) Mentoring berdasarkan komunitas (Community Based Mentoring)
(b) Mentoring sekolah (Scholl Mentoring)
(c) Mentoring kerja (Workplace Mentoring)
(d) Mentoring Internet (Internet Mentoring)
d. Berdasarkan jumlah peserta mentoring, mentoring dibagi menjadi:
(a) One-to-one Mentoring
(b) Group Mentoring
(c) Family Mentoring
<& $ ( $ " # " $ #
*- & '
4. Unsur-unsur Mentoring
Pelaksanaan mentoring ini terdiri dari dua pelaku utama yaitu mentor
dan mentee (dibaca: mentii) mentor adalah penasehat utama dalam kelompok mentoring sedangkan mentee adalah peserta mentoring.43 Dibawah ini akan penulis uraikan tentang mentor, karakteristik mentor dan mentee.
a. Mentor
Dalam American Heritage Dictionary of the English Language,
mentor diartikan sebagai seorang yang bijak, dan seorang konselor atau
guru yang dapat dipercaya.44
Bronfenbrenner mendefinisikan seorang mentor adalah seorang
dewasa, yang lebih berpengalaman yang mengetahui lebih jauh
perkembangan karakter dan kompetensi remaja dengan membimbing
remaja untuk dapat menguasai bakat dan tugas dimana mentor sudah
menguasainya terlebih dahulu.45
Menurut Bronfenbrenner, bimbingan dapat dicapai melalui
demonstrasi, instruksi, tantangan, dan dorongan secara bertahap dalam
jangka waktu tertentu. Dalam proses ini mentor dan remaja
mengambangkan ikatan khusus dan saling berkomitmen. Sebagai
<; ** 7 7 * 2 "
3/ * # > ' & 5 ) &)
tambahan, hubungan remaja dengan mentor terjalin ikatan emosioal,
saling menghargai, kesetiaan dan identifikasi.46
Dari definisi diatas kita dapat melihat gambaran bahwa seorang
mentor tidak hanya berperan sebagai seorang pembimbing saja tetapi ia
memiliki multi fungsi yaitu selain sebagai seorang guru (teacher) bagi
mentee-nya, juga seorang pendukung (sponsor), pendorong (encourage),
konselor (counselor), dan sahabat (befriend). Untuk itu seorang mentor harus memiliki kriteria tertentu guna mencapai tujuan dari pelaksanaan
mentoring.
Mentor yang baik setidaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Mampu merespon keadaan mentee.
2) Memiliki mental yang kuat
3) Memiliki rasa menghargai yang tinggi
4) Berwawasan luas
5) Mempunyai kemauan untuk belajar
6) Seorang pendengar yang baik
7) Mampu membangun kepercayaan terhadap mentee
8) Pendorong dan pemberi motivasi47
<
b. Mentee
Mentoree atau mentee adalah sebutan untuk seseorang yang mengkuti kegiatan mentoring. Suksesnya pelaksanaan mentoring tidak
hanya bergantung pada karakteristik mentor saja, tetapi juga karakteristik
mentee. Sejauh mana mentee mampu memahami dan bisa mengikuti arahan yang diberikan oleh mentor.48
Adapun karakterisitik yang seharusnya dimiliki oleh seorang mentee
adalah sebagai berikut:
1) Mempunyai keinginan untuk belajar
2) Mempunyai keinginan untuk bekerja sebagai tim
3) Sabar
4) Mampu mengambil resiko
5) Bersikap positif49
5. Pendekatan Mentoring
Menurut Ronald G. Kirchem, secara umum ada beberapa pendekatan
yang dilakukan dalam mentoring, yaitu:
a. Role Modeling
< $ $ " # " $ #
*- & $
$'(( )C * ) * )* #( C* ( J + J$ $ + ( $J
*(BI? F(8 $ J???) *
< $ $ " # " $ #
*- & $
$'(( )C * ) * )* #( C* ( J + J$ $ + ( $J
Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mendemonstrasikan tingkah laku yang bisa diamati dan dilakukan oleh mentee.
b. Role Playing
Yaitu dengan cara memerankan sebuah skenario untuk memperoleh pandangan bagaimana menjadi efektif di segala situasi.
c. Empty Chair
Mentee menempati kursi kosong yang mempresentasikan orang lain dalam berperan. Mentor duduk berdampingan dengan mentee.50
6. Tahapan-tahapan dalam Mentoring
Zachary dalam bukunya The Mentor’s Guide, berpendapat bahwa dalam proses mentoring terdapat empat tahapan yang mungkin terjadi, yaitu
tahap persiapan (preparing), negosiasi (negotiating), kemungkinan
(enabling), dan penutupan (closure).51 Berkut ini akan dijelaskan tiap-tiap tahapan dalam mentoring:
a. Tahap Persiapan (Preparing)
Zachary berpendapat bahwa tahapan ini dalam proses mentoring adalah tahap yang bersifat kritis untuk membangun dan mensukseskan kegiatan mentoring. Fase ini meliputi situasi awal kerja untuk mencapai hubungan baik antara mentor dan mentee
dan focus pada persiapan mentor untuk peran barunya dan persiapan memulai hubungan dengan mentee.
b. Tahap Negosiasi (Negotiating)
Dalam tahap ini terjadi dialog antara mentor dan mentee untuk menentukan waktu pelaksanaan mentoring.
c. Tahap Kemungkinan (Enabling)
Selama tahap ini mentor harus mengatur hubungan ini dan belajar aktif mendukung, memelihara semangat dalam proses pembelajaran dengan monitoring dan proses evaluasi, dan mendorong dilanjutkannya perkembangan dan bergerak dengan menggambarkan membantu memelihara serta menilai kemajuan terhadap tujuan pembelajaran.
d. Penutup (Coming to Closure)
7 # B) 6 + * F*$# * !
) $ $$ " # " $ # & =
Penutup adalah bagian yang tak dapat dihindarkan dalam setiap hubungan mentoring karena mentoring adalah sebuah tujuan yang berorientasi pada proses, yang mana didorong oleh tentunya pencapaian kompetensi yang professional.52
Kirchem berpendapat bahwa ada tiga tahapan dalam pelaksanaan
mentoring, yaitu:
a. Early Stage (Tahap awal)
Dalam early stage ini dalam pemberian saran lebih tersusun dan pemberian informasi lebih spesifik.
b. Middle Stage (Tahap pertengahan)
Memasuki middle stage, mentor lebih sedikit memberi nasihat atau saran
kepada mentee dan diusahakan menteenya lah yang lebih aktif sehingga
terjadi kolaboratif antara mentor dan mentee.
c. Late Stage (Tahap akhir)
Dan pada late stage mentee diharapkan sudah mempunyai inisiatif sehingga mentor bertindak sebatas memberikan dukungan atas keputusan
yang dibuat oleh mentee.53
B. Konsep Diri Remaja 1. Konsep Diri
a. Pengertian Konsep Diri Secara Bahasa
Secara bahasa – dalam bahasa Indonesia – konsep diri terdiri dari
dua kata dasar, yaitu konsep dan diri. Menurut Kamus Besar Bahasa
&
Indonesia, ‘Konsep’ merupakan kata benda yang memiliki tiga pengertian, yaitu:
1) Rancangan atau buram surat, dan sebagainya.
2) Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.
3) Gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar
bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. 54
Sementara kata ‘Diri’ juga merupakan kata benda (nomina) yang
memiliki tiga pengertian, yaitu:
1) orang seorang (terpisah dari yang lain); badan
2) tidak dengan yang lain
3) dipakai sebagai pelengkap kata kerja untuk menyatakan bahwa
penderitanya atau tujuannya adalah badan sendiri. 55
Dengan demikian, secara bahasa konsep diri adalah rancangan, ide,
gambaran mental dari objek, proses yang digunakan oleh akal budi untuk
memahami seseorang secara terpisah dari yang lain untuk menyatakan
bahwa penderitanya atau tujuannya adalah diri sendiri.
b. Pengertian Konsep diri Menurut Para Ahli
Menurut Fitra Faturachaman, di Eropa istilah konsep diri mulai
timbul pada abad ke-17, konsep mengenai diri sendiri dan konsep diri (the
< * 6 * *- *- > * $
% $ % $ $ 3% " ' * - + " > # "
concept of self dan self concept) diperkenalkan. Di mulai oleh Descrates dengan mengeluarkan karyanya “Cogito Ergo Sum” (Saya berpikir karena itu saya ada) yang menekankan keterpusatan diri di dalam kesadaran.56
Konsep diri adalah kesadaran atau pengertian tentang diri sendiri
yang mencakup pandangan tentang dunia, kepuasan tentang kehidupan,
dapat menghargai atau menyakiti diri sendiri, mampu mengevaluasi
kemampuan diri sendiri, dan persepsi mengenai diri sendiri.57
Eastwood menyebutkan bahwa konsep diri adalah cara seseorang
melihat dirinya, yang berpusat pada kesadaran diri dan perilakunya.
Konsep diri ini selalu menjadi dasar bagi penilaian pengalaman diri
seseorang. Di tempat lain, konsep diri ini dilukiskan sebagai seluruh cara
memandang dirinya sendiri. Konsep diri ini dapat dilihat dari
dimensi-dimensi subyektif, yakni diri menurut yang dirasakan sendiri (subjective self), kesadaran akan tubuh sendiri (body image), dan diri yang ideal (ideal self). Terakhir disebutkan pula dimensi yang terkait dengan cara orang lain memandang terhadap diri sendiri (social image).58
Luthans, seorang ahli psikologi dari Nebraska, mengemukakan
bahwa konsep diri itu adalah bagaimana seseorang melihat kepribadiannya
dari sudut pandang dalam diri sendiri.59 Menurut Bangun, padangan
9 9 + * 6 $ # 0 # - " # # 0 !
3/" $ / 9 " # " # I = ? # * % " & &5 ) )
7 - > $ + " " $ $
, ) 3% " ' 6 *- 5 ) ; )
Luthans ini banyak dikaitkan dengan perilaku organisasi yang diterangkan
dengan pendekatan psikologis. Namun, cara pandang ini layak juga
dikemukakan karena dari konsep diri dikembangkan bagaimana
orang-orang melihat kemampuan dan gambaran dirinya. Demikian pula Luthans
mengemukakan bahwa manusia mempersepsi baik apabila individu dapat
mengatasi masalah yang timbul.60
Dari sudut pandang Psikologi Sosial, Baron & Byrne
mendefinisikan konsep diri adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri
mengenai diri sendiri yang terorganisasi. 61
Menurut William D. Brooks seperti yang dikutip oleh Siti
Mutmainah mengemukakan konsep diri adalah persepsi tentang diri kita
yang bersifat fisik, psikologis, maupun sosial; yang datang dari
pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain.62
Calhoun dan Acocella menjelaskan konsep diri dengan batasan
yang lebih sederhana, yakni konsep diri adalah bagaimana orang
memandang dirinya dengan cara masing-masing. Calhoun dan Acocellah
membuat penjelasan tentang konsep diri ini meliputi dimensi-dimensi
berikut:
1) Pengetahuan tentang diri yang dipahami oleh dirinya.
2) Harapan yang diletakkan pada diri oleh inividu yang bersangkutan.
) < )
7 - 2) > : > $ ) $ 2# > 7 0
"" 3 ) $' - F # ) )
3) Penilaian terhadap diri sendiri.63
Dalam islam sendiri salah satu langkah dalam menyerap islam
yaitu individu harus memiliki konsep diri yang jelas, yaitu memahami diri
sebagai wadah kepribadian. 64 Sebelum kita memiliki konsep diri yang
jelasmaka seseorang perlu megenal konsep dirinya. Mengapa remaja
muslim perlu mengenal konsep diri ? Allah berfirman dalam al_Quran
surat at-Taghabun ayat 16 :
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan
dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu.
Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka
itulah orang-orang yang beruntung.” (QS.at-Taghabun :16)
Disana terbukti bahwa potensi manusia itu terbatas dan kita harus
berislam dalam keterbatasan itu. 65 Artinya, konsep diri membantu
kita dalam memposisikan diri dalam kehidupan social. 66
Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa
konsep diri adalah cara pandang seseorang melihat dirinya sendiri sebagai
gambaran mental diri sendiri baik yang bersifat fisik, psikologis maupun
; 8 # 2+ + ## ) < )
< )2 $ $ & -- 8 )6 1& 3> '
sosial yang terdiri dari pengetahuan tentang diri, pengharapan bagi , dan
penilaian terhadap diri sendiri.
c. Dimensi Konsep Diri
Fits membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu:
1) Dimensi Internal
Dimensi internal yaitu disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dunianya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya.67 Dimensi ini
terdiri dari tiga bentuk:
a) Diri identitas (identity self)
b) Diri pelaku (behavioral self)
c) Diri Penerimaan / Penilai (judging self)
2) Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu meilai dirinya melalui hubungan dan
aktivitas sosial, nilai-nilai yang diantnya serta hal-hal yang diluar
dirinya.68 Adapun dimensi eksternal dapat dibedakan dalam lima
bentuk sebagai berikut:
a) Diri fisik (physical self)
b) Diri erik-moral (moral-ethic self)
c) Diri pribadi (personal self)
2 $ ! * (
* $ . ( $ . + " 8 ) 6 1 > '
7 " 2 * & 5 ) <;
d) Diri keluarga (familu self)
e) Diri sosial (social self).
d. Proses Pembentukan Konsep Diri
Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus
berlanjut.69 Menurut Symonds, Diri (self) berkembang ketika individu merasakan bahwa dirinya terpisah dari dirinya dan berbeda dari orang
lain.70
Pada awalnya konsep diri bayi yang baru lahir belum terbentuk,
secara perlahan terbentuk secara samar-samar ketika ia sudah mulai bisa
membedakan bahwa dirinya terpisah dari yang lain. Meskipun
samar-samar, pengertian awal ini membentuk konsep dasar pandangan seseorang
terhadap dirinya.71
Perkembangan konsep diri mengalami kemajuan yang cukup pesat
pada saat mulai, menggunakan bahasa, kira-kira pada umur satu tahun.
Dengan memahami apa yang dikatakan orang tua dan orang lain seseorang
memperoleh informasi lebih banyak tentang dirinya.72
Pada usia 6-7 tahun, batas-batas dari diri seseorang mulai menjadi
lebih jelas sebagai hasil dari eksplorasi dan pengalaman dengan tubuhnya
2 ) <;)
8 # 2+ + ## ) )
sendiri. Selama periode awal kehidupan, konsep diri individu sepenuhnya
didasari oleh persepsi tentang diri sendiri.73
Menurut Gunarsa, konsep diri itu sebetulnya terbentuk berdasarkan
persepsi seseorang mengenai sikap-sikap orang lain terhadap dirinya. Pada
dasarnya, konsep diri itu tersusun atas dua tahapan, yaitu konsep diri
primer dan konsep diri sekunder. Yang paling dasar adalah konsep diri
primer, dimana konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap
lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya sendiri.74
Gunarsa menambahkan:
“Kemudian setelah anak bertambah besar, ia mempunyai hubungan yang lebih luas daripada hanya sekedar hubungan dalam lingkungan keluarga. Ia mempunyai lebih banyak teman, lebih banyak kenalan dan sebagai akibatnya, ia mempunyai lebih banyak pengalaman. Akhirnya anak akan memperoleh konsep diri yang baru dan berbeda dari apa yang sudah terbentuk dalam lingkungan rumahnya.ini menghasilkan konsep diri sekunder.”75
Memasuki jenjang keremajaan, konsep diri seorang remaja
cenderung tidak konsistern dan hal ini disevavkan karena sikap orang lain
yang dipersepsikan remaja juga berubah. Tetapi melalui cara ini, remaja
mengalami suatu perkembangan konsep diri sampai akhirnya ia memiliki
; 2 ) <;)
suatu konsep diri yang konsisten.76 Dari penyelesaian masalah dan konflik
remaja inilah lahir konsep diri orang dewasa.77
Pada akhirnya nilai-nilai dan sikap-sikap yang merupakan bagian
konsep diri remaja akhir cenderung menetap dan relatif merupakan
pengatur tingkah laku yang bersifat permanen. Pada usia 25-30 tahun
konsep diri menjadi semakin sulit berubah.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri pada seorang remaja cenderung untuk tidak konsisten
dan hal ini disebabkan karena sikap orang lain yang dipersepsikan oleh si
remaja juga berubah. Tetapi melalui cara ini, si remaja mengalami suatu
perkembangan konsep diri sampai akhirnya ia memiliki suatu konsep diri
yang konsisten.78
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang,
antara lain:
1. Orang tua
Orang tua adalah kontak social yang paling asal yang kita alami dan
yang paling kuat. Orang tua memberi arus informasi yang konstan
tentang diri kita. Sikap positif orang tua yang terbaca oleh anak akan
menumbukhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap
menghargai diri sendiri. Sikap negative orang tua akan mengundang
pertanyaan pada anak dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak
cukup berharga untuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai; dan
semua itu akibat kekurangan yang ada padanya sehingga orang tua
tidak sayang.
2. Kawan Sebaya
Kelompok kawan sebaya remaja menempati posisi kedua setelah
orang tuanya dalam mempengaruhi konsep diri. Disamping masalah
penerimaan atau penolakan peran yang diukir anak dalam kelompok
teman sebayanya mungkin mempunyai pengaruh yang dalam pada
pandangannya tentang dirinya sendiri.
3. Masyarakat
Masyarakat pun ikut berperan dalam proses pembentukan konsep diri
remaja. Harapan masyarakat terhadap remaja mempengaruhi penilaian
remaja terhadap dirinya sendiri.
Di samping faktor-faktor di atas, adapula faktor spesifik lainnya
yang berkaitan erat dengan macam konsep diri yang bagaimana yang akan
dikembangkan oleh seorang remaja. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah:
1. Jenis Kelamin
2. Harapan-harapan
3. Suku Bangsa
2. Remaja
a. Pengertian Remaja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelajar SMA adalah murid atau siswa yang duduk di sekolah umum selepas sekolah menengah
pertama sebelum mereka masuk ke perguruan tinggi. Di Indonesia sendiri
batasan usia pelajar SMA berkisar antara 15 – 18 tahun.79
Dalam beberapa buku psikologi perkembangan usia 15 – 18 tahun
dikategorikan sebagai “usia remaja” dimana merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa. Untuk itu pembahasan selanjutnya
istilah pelajar ini penulis identikan dengan usia remaja.
b. Tugas Perkembangan Remaja
Karena usia pelajar SMA di kategorikan dengan usia remaja maka
perkembangannya pun disamakan degan perkembangan masa remaja
biasanya ditandai dengan (1) berkembangnya sikap dependen kepada
orang tua ke arah independent, (2) minat seksualitas; dan (3)
kecenderungan untuk merenung atau memperhatikan diri sendiri,
nilai-nilai etika, dan isu-isu moral.80
Setiap fase perkembangan mempunyai tugas perkembangannya
masing-masing. Tugas-tugas perkembangan adalah petunjuk yang
* $ % $ % $ $ )
/ * . 4 ) $ & /+ " 3> '
memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa yang diharapkan
atau dituntut oleh masyarakat dan lingkungan lain terhadap seseorang
dalam usia-usia tertentu.81 Tugas-tugas perkembangan merupakan
petunjuk bagi seseorang apa dan bagaimana yang diharapkan daripadanya
pada masa yang akan datang, jika dia kelak telah mencapainya.82
Adapun tugas-tugas perkembangan pelajar SMA secara umum
adalah sebagai berikut:
1. Menerima keadaan fisiknya dan menerima peranannya sebagai pria
atau wanita.
2. Menjalin hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya baik
sesama jenis maupun lain jenis kelamin.
3. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tuanya dan
orang-orang dewasa lain.
4. Memperoleh kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomi.
5. Memilih dan mempersiapkan diri ke arah suatu pekerjaan atau jabatan.
6. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dan konsep-konsep
intelektual yang diperlukan dalam hidup sebagai warganegara yang
teruji.
7. Menginginkan dan dapat berperilaku yang diperbolehkan oleh
masyarakat.
8. Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga.
2 $$ $ + " 3/ - ' I # &5 ) )