• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh abu terbang dan bahan humat terhadap pertumbuhan tanaman sengon (Paraserienthes falcataria) dan sifat-sifat kimia tanah di lahan bekas tambang batubara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh abu terbang dan bahan humat terhadap pertumbuhan tanaman sengon (Paraserienthes falcataria) dan sifat-sifat kimia tanah di lahan bekas tambang batubara"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN TANAMAN SENGON (Paraserienthes

falcataria) DAN SIFAT-SIFAT KIMIA TANAH DI LAHAN

BEKAS TAMBANG BATUBARA

Oleh :

ARI YUGO WIBOWO

A14052430

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

ARI YUGO WIBOWO. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria) dan Sifat-sifat Kimia di Tanah Lahan Bekas Tambang Batubara. Di bawah bimbingan SRI DJUNIWATI dan SUWARDI.

Indonesia merupakan penghasil batubara terbesar di Asia Tenggara. Beberapa masalah yang terjadi saat penambangan batubara dan setelah penambangan biasanya penurunan kualitas tanah. Untuk menanggulangi masalah tersebut perlu dilakukan proses reklamasi. Salah satu usaha reklamasi adalah penggunaan bahan alternatif berupa amelioran yang banyak terdapat di lokasi tambang batubara seperti abu terbang (fly ash). Bahan humat yang merupakan hasil ekstrak dari bahan organik, juga dapat menjadi bahan amelioran. Dengan demikian, penambahan abu terbang dan bahan humat diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah di areal bekas tambang batubara.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian amelioran abu terbang dan bahan humat pada pertumbuhan tanaman sengon (Paraserienthes falcataria) dan sifat-sifat kimia tanah di lahan bekas tambang batubara. Penelitian dilakukan di rumah kaca areal pembibitan (nursery) PT Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, dengan menggunakan polibag berisi bahan tanah seberat 10 kg BKU dengan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah 3 level abu terbang yaitu 0 ton/ha, 40 ton/ha, dan 80 ton/ha, yang setara 0 g/polibag, 200 g/polibag, dan 400 g/polibag. Faktor kedua adalah 3 level bahan humat pekat yaitu: 0 l/ha, 15 l/ha, dan 30 l/ha, yang setara 0 ml/polibag, 0,075 ml/polibag, dan 0,15 ml/polibag dengan 5 kali ulangan percobaan.

(3)

ARI YUGO WIBOWO. The Effect of Fly Ash and Humic Substances on Sengon’s Growth (Paraserienthes falcataria) and Chemical Properties of Soil in the Ex-coal Mining Land. Under Supervision SRI DJUNIWATI dan SUWARDI.

Indonesia is the largest coal producer in Southeast Asia. Some problems will appear in coal mining during and after mining especially land degradation. For reclaiming land degradation, some efforts can be done to improve the physical, chemical, and biological properties of soil. Some of the alternatives for soil ameliorant are fly ash and humic substances. Fly ash can be obtained from the coal burning at the electric power plant while humic substances can be extracted from organic materials. Application of fly ash and humic substances in the soil at ex-coal mining are expected to improve the physical, chemical and biological properties of soil.

The research aims to find out the effect of fly ash and humic substances on sengon’s growth (Paraserienthes falcataria) and chemical properties of soil in the ex-coal mining land. This research was conducted in a greenhouse, nursery PT. Kaltim Prima Coal, East Kutai, East Kalimantan Province. The research used a completely randomized design factorial of two factors. The first factor were 3 levels of fly ash: 0 tons/ha, 40 tons/ha, and 80 tons/ha, or equivalent to 0 g/polybags, 200 g/polybag, and 400 g/polybag. The second factor were 3 levels of humic substances: 0 l/ha, 15 l/ha, and 30 l/ha, or equivalent to 0 ml/polybags, 0,075 ml/polybags, and 0,15 ml/polybags. Each polybag filled with soil material as much as 10 kg. Each treatment was repeated as many as 5 times.

(4)

PENGARUH ABU TERBANG DAN BAHAN HUMAT TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN SENGON (Paraserienthes falcataria) DAN

SIFAT-SIFAT KIMIA TANAH DI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

ARI YUGO WIBOWO

A14052430

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Penelitian : Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap

Pertumbuhan Tanaman Sengon (Paraserienthes

falcataria) dan Sifat-sifat Kimia Tanah di Lahan Bekas

Tambang Batubara

Nama : Ari Yugo Wibowo

NIM : A14052430

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. NIP : 19530626 198103 2 004 NIP: 19630607 198703 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP : 19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sangasanga pada tanggal 20 Januari 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Suprianto dan Sulistiowati. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 001 Sangasanga. Selanjutnya, pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 1 Sangasanga. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Sangasanga pada tahun 2005. Pada tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah). Setelah menjalankan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun pertama di IPB, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dengan mayor Manajemen Sumberdaya Lahan (MSL), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria) dan Sifat-sifat Kimia Tanah di Lahan Bekas Tambang Batubara”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian amelioran abu terbang dan bahan humat terhadap pertumbuhan tanaman sengon (Paraserienthes falcataria) dan sifat-sifat kimia tanah di lahan bekas tambang batubara.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir.

Suwardi, M.Agr selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bantuan, saran, bimbingan, motivasi serta kesabarannya selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Ir. Heru B. Pulunggono, M.Agr selaku dosen penguji yang sudah memberikan saran untuk perbaikan skripsi.

3. Kedua orang tua tercinta Bapak Suprianto dan Ibu Sulistiowati atas segala pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, dan do’a yang diberikan. Kedua adik tersayang Dwi Untari Oktaviana dan Restita Rizki Aprilia atas semangat, doa, dan keceriaan yang diberikan.

4. Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara atas bantuan dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi.

5. Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara atas bimbingan dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi.

6. PT Kaltim Prima Coal atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama melakukan penelitian.

(8)

8. Adik Bagus, Rina Febriana, Fazrin, Kang Rudin, Kak Fajri, Kak Bayu, (alm) Kak Ali, dan rekan-rekan FMBUD KUKAR-IPB atas segala bantuan, semangat, kebersamaan, dan keceriaan selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

9. Soilers 42 (Eldi, Icad, Ratih, Icha, Memei, Rani, Diyan, Topan, Momon, Dyna, Bolang, dll) dan semua Soilers atas segala bantuan dan kenangan yang tidak terlupakan.

10.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, Februari 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Reklamasi Lahan Bekas Tambang ... 4

2.2. Karakteristik Tanah Penelitian ... 4

2.3. Karakteristik Abu Terbang (Fly Ash) ... 5

2.4. Karakteristik Bahan Humat ... 7

2.5. Karakteristik Tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria) ... 9

BAB III. BAHAN DAN METODE ... 11

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1. Rancangan Percobaan ... 11

3.3.2. Pelaksanaan Percobaan ... 12

3.3.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

4.1 Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Pertumbuhan Tanaman Sengon ... 14

4.2 Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Kadar Hara N, P, K, Ca, dan Mg Daun Sengon ... 16

(10)

4.4 Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Parameter pH,

C-organik, N, P, K, Na, Ca, Mg, Al, H, KTK dan KB Tanah ... 19

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi PT. Kaltim Prima Coal ... 6

2. Dosis Perlakuan Abu Terbang dan Bahan Humat ... 12

3. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Kadar Hara Nitrogen Daun Sengon ... 16

4. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Kadar P, K, Ca, dan Mg pada Daun Sengon ... 17

5. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Serapan Nitrogen Daun Sengon ... 18

6. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Serapan P, K, Ca, Mg pada Daun Sengon ... 19

7. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap pH, C-organik, N-total, P-tersedia, K, Na, Ca, Mg, Al, H, KTK, dan KB Tanah ... 21

8. Analisis Ragam (Anova) Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang pada Sifat Kimia Tanah ... 33

9. Analisis Ragam (Anova) Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang pada Kadar Hara Tanaman Sengon ... 35

10. Analisis Ragam (Anova) Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang pada Serapan Hara Daun Sengon ... 36

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Diagram Alur Pemisahan Senyawa Humat menjadi Berbagai Fraksi

Humat (Tan, 1993) ... 8 2. Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Peningkatan Tinggi Tanaman ... 14 3. Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Bobot Basah Daun ... 15

Lampiran

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan produsen batubara terbesar di Asia Tenggara. Kegiatan penambangan batubara memiliki dampak positif seperti membuka lapangan kerja, menyediakan sumber energi dan meningkatan pertumbuhan ekonomi, namun mengakibatkan dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Usaha pertambangan batubara adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

Salah satu perusahaan produsen batubara di Indonesia adalah PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC), berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) memiliki areal tambang seluas 90.960 ha yang berada di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan hal tersebut, luas areal yang terkena dampak negatif pertambangan batubara semakin meluas sejalan dengan proses penambangan. Dampak negatif tersebut diantaranya adalah pencemaran air dan tanah, kerusakan ekosistem hutan dan biota perairan, bencana banjir, kerusakan sistem hidrologi dan penurunan kualitas udara.

Oleh sebab itu perlu dilakukan perencanaan penambangan yang baik, sehingga dampak negatif dari penambangan batubara dapat diminimalisir dengan menerapkan kegiatan reklamasi yang tepat. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

(14)

terakhir adalah penamanan tanaman asli/endemik (indigeneous plant). Proses reklamasi tersebut tidaklah mudah karena seringkali mengalami berbagai kendala, seperti kesulitan memperoleh bahan amelioran, kekurangan tanah pucuk, lambatnya pertumbuhan tanaman revegetasi, kondisi iklim mikro yang belum sesuai, sifat kimia-fisik batuan limbah (overburden), dan banyaknya bahan-bahan beracun.

Salah satu usaha reklamasi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan amelioran alternatif berupa amelioran yang banyak terdapat di lokasi tambang batubara seperti material abu terbang (fly ash). Penggunaan abu terbang sebagai bahan amelioran belum banyak dilakukan dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, pemanfaatan abu terbang ini diharapkan dapat membantu penyediaan alternatif bahan amelioran di bidang pertanian. Abu terbang adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada boiler PLTU yang tertangkap oleh electrostatic precipitator. Abu terbang digunakan pada tanah-tanah masam sebagai soil conditioner untuk meningkatkan daya hantar hidrolik, bobot isi, porositas dan kapasitas memegang air, serta digunakan sebagai sumber hara esensial tanaman, seperti kalsium, magnesium, kalium, fosfor, tembaga, mangan dan molibdenum (Sengupta, 2002).

Selain itu, terdapat bahan amelioran lain yaitu bahan humat yang diharapkan dapat menggantikan peran bahan organik dalam tanah karena bahan humat merupakan hasil ektraksi dari senyawa organik. Bahan humat adalah salah satu fraksi dalam bahan-bahan organik tanah yang bersifat larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam (Tan, 1993). Pemberian bahan humat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman penutup tanah, secara tidak langsung akan memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah, yang pada nantinya akan mendukung kelanjutan usaha reklamasi (Ardiyanto, 2009).

(15)

1.2. Tujuan Penelitian

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan rnemperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya (Kepmen ESDM No. 18 Tahun 2008). Tujuan jangka pendek reklamasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu, reklamasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan tataguna lahan pascatambang. Penentuan tataguna lahan pascatambang sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain potensi ekologis lokasi tambang, dan keinginan masyarakat dan pemerintah (Suprapto, 2010).

Reklamasi pada umumnya dilakukan dengan metode back filling, dimana diusahakan semaksimal mungkin untuk melakukan penutupan kembali lubang bekas tambang dengan overburden dan bahan tanah hasil penggalian sebelumnya. Bahan tanah ditimbun pada areal yang akan dilakukan reklamasi setelah penutupan dengan overburden dengan susunan bahan induk di bagian bawah kemudian sub soil dan top soil diletakkan paling atas dengan ketebalan ± 1 m. Kompos ditambahkan pada saat lahan akan ditanami tanaman penutup tanah (cover crop). Setelah kondisi permukaan tanah sudah tertutup dengan baik, selanjutnya dilakukan penanaman dengan jenis sengon, buah-buahan serta tanaman kehutanan lainnya. Jenis pohon yang akan ditanam dikoordinasikan dengan instansi terkait dalam pelaksanaannya. Secara keseluruhan, reklamasi meliputi pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk lahan (land scaping), pengaturan/ penempatan bahan tambang nilai ekonomis rendah (low grade), pengelolaan top soil, pengendalian erosi, dan revegetasi (Anonim, 2001).

2.2. Karakteristik Tanah Penelitian

(17)

Jenis tanah Inceptisol menunjukkan perkembangan tanah sedang, dimana diferensiasi horizon belum tegas umumnya berasosiasi dengan jenis tanah Ultisol. Tanah ini sebagian besar terdapat di daerah dataran berbukit (hummocky dan hillocky). Terdapat 2 great grup tanah untuk Inceptisol, yaitu Dystropepts dan Eutropepts. Kondisi lahan dimana tanah Inceptisol dijumpai, beberapa diantaranya menunjukkan adanya bahaya erosi (lokal) dengan bentuk erosi berupa erosi parit (gully erosion) (Anonim, 2001).

Jenis tanah Ultisol menunjukkan reaksi tanah yang sangat masam hingga masam, dengan kejenuhan alumunium yang rendah hingga sangat tinggi. Solum tanah agak dalam sampai dalam, drainase tanah agak cepat hingga cepat. Jenis Ultisol dapat diklasifikasikan dalam 2 great grup yaitu; Hapludults dan Kandiudults. Kondisi lahan dimana tanah Ultisol dijumpai, diantaranya menunjukkan erosi lokal dengan tingkat bahaya erosi sedang hingga berat dengan kenampakan erosi parit (gully erosion). Jenis Alfisol yang ada di Tambang Sangata luasnya sangat terbatas. Secara khusus jenis tanah ini terdapat di Pit Harapan/C-North/eks-Surya, Pit AB, dan dumping AB. Jenis Alfisols yang terdapat di lokasi tersebut diklasifikasikan ke dalam great grup Kandiudalfs (Anonim, 2001). Hasil analisis contoh tanah di wilayah studi penambangan PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) disajikan pada Tabel 1.

2.3. Karakteristik Abu Terbang (Fly Ash)

(18)

Tabel 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC)

Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan

pH (H2O) 4,59 Masam

C-Organik (%) 1,22 Rendah

N Total (%) 0,10 Rendah

C/N ratio 12,31 Rendah

P-tersedia (ppm) 9,17 Sangat Rendah

Ca (me/100 gram) 3,44 Rendah

Sumber : dokumen AMDAL PT Kaltim Prima Coal (Anonim, 2001)

Untuk mendukung kegiatan pertambangan, PT. KPC membutuhkan sumber energi listrik yang besar. Perusahaan ini membangun sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan nama PLTU Tanjung Bara, yang berada di lahan seluas 1,8 ha dekat dengan Pelabuhan Tanjung Bara. Selain menghasilkan uap sebagai pembangkit listrik, PLTU ini juga menghasilkan residu pembakaran. Setiap harinya, PLTU ini membutuhkan 96 ton batubara, 120 ribu liter air tawar untuk memasok ketel, dan sedikitnya 302.400 liter air laut untuk pendingin. Dan menghasilkan limbah 2,3 ton abu terbang (fly ash) dan 1,5 ton abu dasar perhari (Maemunah, 2009).

(19)

dengan mengisi cekungan tanah atau dengan menimbunnya di atas permukaan tanah, sehingga tidak efisien bagi industri yang mengeluarkan limbah tersebut dalam jumlah besar, sedangkan tanah memiliki daya tampung yang terbatas. Untuk itu perlu terus dikembangkan adanya kemungkinan pemanfaatan abu batubara menjadi bahan yang lebih berguna terutama dalam bidang pertanian.

Dari hasil analisis sifat kimia abu terbang, menunjukkan bahwa abu terbang memiliki pH alkalin (11-12) serta mengandung unsur-unsur esensial yang dibutuhkan oleh tanaman seperti P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, dan Zn. Sesuai dengan Kumar et. al. (2000), diperkirakan rata-rata 95-99% abu terbang terdiri dari oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3 dan CaO; kira-kira 0,5-3,5% terdiri dari Na2O, P2O5, K2O dan SO3 serta sisanya tersusun oleh unsur mikro. Abu batubara dapat meningkatkan bobot kering polong pada tanaman kacang tanah dan meningkatkan diameter batang pada anakan sengon.

Takaran abu terbang (fly ash) menurut Stuczynski et. al. (1998), dosis yang digunakan adalah : 0, 20, 40 dan 80 g/kg dan diinkubasi 10, 25 dan 60 hari. Menurut Iskandar et. al. (2003), dosis ameliorasi abu terbang di tanah gambut adalah sebesar 5 – 10 kg/pohon pada kondisi lapang.

2.4. Karakteristik Bahan Humat

Menurut Tan (1993) secara kimia, bahan-bahan organik dalam tanah diklasifikasikan menjadi 3 fraksi yaitu : (1) Humin, tidak larut dalam larutan asam maupun basa, (2) Bahan humat, larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam (pH < 2), (3) Asam fulvat , larut dalam larutan asam maupun larutan basa. Bahan humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga bahan humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Disosiasi proton yang terjadi pada gugus fungsional yang bersifat asam pada bahan humat dipengaruhi oleh: (1) atraksi elektrostatik atau tolakan muatan yang ada dalam molekul, (2) ikatan hidrogen sesama dan antar molekul (Alimin et.al, 2005).

(20)

Bahan organik tanah

Bahan humat (larut) Humin + Bahan bukan humat (tidak larut)

Asam fulvat (larut) Asam humat (tidak larut)

Asam fulvat Kandungan asam humat tanah yaitu C, H, N, O, S dan P serta unsur lain seperti Na, K, Mg, Mn, Fe dan Al. Kandungan asam humat yaitu 56.2 % C, 35.5 % O, 47 % H, 3.2 % N dan 0.8 % S (Arsiati, 2002). Berdasarkan hasil penelitian, secara kimia ketiga fraksi senyawa humat baik asam humat, asam fulvat dan humin mempunyai komposisi yang hampir sama, tetapi berbeda dalam hal bobot molekul dan kandungan gugus fungsionalnya. Asam fulvat mempunyai bobot molekul rendah, tetapi kandungan gugus fungsional yang mengandung O, yaitu –COOH (karboksil), -OH (fenolik) dan –C=O (karbonil) lebih tinggi per satuan bobot dibandingkan dengan asam humat dan humin (Kononova, 1996).

Sejumlah metode tersedia untuk ekstraksi dan isolasi bahan humat dari tanah. Prosedur yang paling umum untuk pemisahan humat menjadi berbagai fraksi ditunjukkan pada Gambar 1. Pemilihan ekstrakan yang cocok disarankan pada pertimbangan : (1) reagen seharusnya tidak mempunyai pengaruh merubah sifat fisik dan kimia bahan yang diekstrak, dan (2) reagen harus dapat secara kuantitatif memisahkan bahan humat dari tanah (Tan, 1993).

(21)

Bersama dengan liat tanah, senyawa humat berperan atas sejumlah aktivitas kimia dalam tanah. Senyawa humat dan liat terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, senyawa humat memperbaiki kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Secara langsung senyawa humat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya (Tan, 1993).

2.5. Karakterstik Tanaman Sengon (Paraserienthis falcataria)

Sengon dalam bahasa latin disebut Paraserienthes falcataria, termasuk subfamili Mimosoideae, famili Fabaceae, ordo Fabales, kelas Magnoliopsida, divisi Magnoliophyta. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut: (1). Jawa : jeunjing, jeunjing laut (Sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut, atau sengon sabrang (Jawa); (2). Maluku: seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore).

(22)
(23)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di lokasi pembibitan (nursery) PT Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur dan analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2009.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain: bahan tanah dari pit Kalajengking Site Bendili, bahan humat, abu terbang dari PLTU Tanjung Bara, dan bibit sengon, sedangkan alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain: peralatan lapangan seperti: sarung tangan, masker, cangkul, Polybag ukuran 30cmx40cm, alat tulis, label, pengayak tanah, plastik, gerobak dan gembor, serta peralatan analisis tanah dan tanaman.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Percobaan

(24)

Model matematika yang digunakan dalam rancangan ini adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

dimana Yijk adalah nilai pengamatan pada faktor abu terbang taraf ke-i, faktor bahan humat taraf ke-j dan ulangan ke k, (µ , αi, βj) merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor abu terbang dan pengaruh utama faktor bahan humat, (αβ)ij merupakan komponen interaksi dari faktor abu terbang dan faktor bahan humat sedangkan εijk merupakan pengaruh acak yang menyebar normal. Tabel 2. Dosis Perlakuan Abu Terbang dan Bahan Humat

No. Perlakuan Abu Terbang (F)

(g/10 kg Tanah BKU)

diencerkan 200 kali menjadi 0, 15 dan 30 ml/10 kg BKU.

3.3.2. Pelaksanaan Percobaan

1) Bahan tanah diambil dari lokasi bekas tambang batubara pit Kalajengking, site Bendili. Kemudian bahan tanah tersebut dibawa ke rumah kaca di area nursery Tango Delta dan dikeringudarakan selama ± 1 hari.

2) Setelah dikeringudarakan, bahan tanah tersebut diayak menggunakan ayakan tanah 5 mm.

3) Bahan tanah yang telah halus kemudian di timbang seberat 10 kg BKU (KA = 24,3 %) untuk masing-masing perlakuan.

(25)

5) Bahan tanah yang sudah diberi perlakuan dan dimasukkan ke dalam polibag, kemudian diinkubasi selama 14 hari di rumah kaca.

6) Setelah 14 hari inkubasi, bibit sengon yang ada di main nursery kemudian ditanam satu bibit ke masing-masing polibag.

7) Kadar air dan iklim mikro diusahakan tetap stabil sesuai dengan kondisi lapang, dengan cara dilakukan penyiraman setiap pagi dan sore hari. 8) Pengamatan meliputi: tinggi tanaman, bobot daun dan kesehatan

tanaman.

9) Pengamatan tinggi tanaman dan kesehatan tanaman dilakukan 1 kali setiap bulan selama 3 bulan, sedangkan bobot basah daun setelah panen (3 bulan).

10) Analisis tanah dan tanaman dilakukan setelah panen.

11) Persiapan tanah setelah panen, bahan tanah diambil dari dalam polibag, kemudian dikeringudarakan selama 4 hari di gudang tanah. Selanjutnya tumbuk tanah dan disaring dengan ayakan 0,5 mm, kemudian tanah yang telah disaring dimasukkan ke wadah plastik untuk dianalisis.

12) Persiapan tanaman setelah panen, seluruh bagian daun sengon dipotong dengan sabit, kemudian timbang bobot basah daun, setelah itu daun dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60o C selama 2 hari dan ditimbang lagi untuk mengetahui bobot kering daun. Selanjutnya daun yang telah kering dihaluskan dengan cara digiling dan disimpan dalam wadah plastik.

3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data

(26)
(27)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Pertumbuhan Tanaman Sengon

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi pengaruh antara abu terbang dan bahan humat pada peningkatan tinggi tanaman dan bobot basah daun sengon. Rata-rata peningkatan tinggi tanaman dan bobot basah daun sengon tersebut disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2 menunjukkan peningkatan tinggi tanaman dari yang tertinggi hingga terendah adalah pada perlakuan F2H2, F2H1, F1H1, F2H0, F1H2, F0H2, F0H1, F1H0, dan F0H0. Pada perlakuan tanpa abu terbang (F0H0, F0H1, dan F0H2), dan perlakuan abu terbang dengan dosis 80 ton/ha (F2H0, F2H1, dan F2H2), penambahan bahan humat meningkatkan tinggi tanaman sengon, sedangkan pada perlakuan abu terbang dengan dosis 40 ton/ha (F1H0, F1H1, dan F1H2), penambahan bahan humat meningkatkan tinggi tanaman sengon dibandingkan perlakuan yang tidak diberi bahan humat (F1H0).

Gambar 2. Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Peningkatan Tinggi Tanaman

Keterangan : F0, F1, F2 = dosis abu terbang 0, 40, 80 ton/ha H0, H1, H2 = dosis bahan humat 0, 15, 30 l/ha

Pada perlakuan tanpa bahan humat (F0H0, F1H0, dan F2H0), bahan humat dosis 15 l/ha (F0H1, F1H1, dan F2H1), serta perlakuan dengan bahan

21,86 22,02

F0H0 F1H0 F2H0 F0H1 F1H1 F2H1 F0H2 F1H2 F2H2

(28)

humat dosis 30 l/ha (F0H2, F1H2, dan F2H2), penambahan abu terbang hingga dosis 80 ton/ha (F2) dapat meningkatkan tinggi tanaman sengon.

Pengaruh perlakuan pada bobot basah daun sejalan dengan peningkatan tinggi tanaman (Gambar 2) dan disajikan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa bobot basah daun sengon yang tertinggi hingga terendah adalah perlakuan F2H2, F2H0, F1H2, F1H1, F0H1, F0H0, F0H2, F1H0, dan F2H1. Perlakuan tanpa abu terbang (F0H0, F0H1, dan F0H2), penambahan bahan humat H1 dapat meningkatkan bobot basah daun sengon, namun menurun pada dosis H2. Pada perlakuan abu terbang dengan dosis 40 ton/ha (F1H0, F1H1, dan F1H2), penambahan bahan humat hingga dosis 30 l/ha (H2) dapat meningkatkan bobot basah daun sengon. Kemudian perlakuan abu terbang dengan dosis 80 ton/ha (F2H0, F2H1, dan F2H2), penambahan bahan humat dosis H2 (30 l/ha) dapat meningkatkan bobot basah daun sengon, namun menurun saat penambahan bahan humat dosis H1.

Gambar 3. Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Bobot Basah Daun

Keterangan : F0, F1, F2 = dosis abu terbang 0, 40, 80 ton/ha H0, H1, H2 = dosis bahan humat 0, 15, 30 l/ha

Pada perlakuan tanpa bahan humat (F0H0, F1H0, dan F2H0), penambahan abu terbang dosis F2 (30 l/ha) dapat meningkatkan bobot basah daun sengon, namun menurun saat penambahan abu terbang dosis F1 (40

F0H0 F1H0 F2H0 F0H1 F1H1 F2H1 F0H2 F1H2 F2H2

(29)

dan F2H1), penam

ambahan abu terbang dosis F1 (40 ton/ha) dapa daun sengon, namun menurun saat penambaha

on/ha). Pada perlakuan dengan bahan huma dan F2H2), penambahan abu terbang hingga ningkatkan bobot basah daun sengon. Peni bobot basah daun ini disebabkan oleh kandung at dapat menyuplai hara-hara bagi pertum on dan hasil ini ditunjang oleh serapan N

perlakuan tersebut (Tabel 5 dan 6).

bu Terbang dan Bahan Humat pada Kadar aun Sengon

nalisis ragam menunjukkan terdapat inte n humat dan abu terbang pada kadar unsur ni il uji lanjutnya disajikan pada Tabel 3.

(30)

kandungan C, N dan S yang lebih tinggi daripada dosis H1. Kadar N asam humat berkisar antara 2-5 % (Tan, 1993).

Pada perlakuan tanpa bahan humat (H0) dan dosis bahan humat 30l/ha (H2), penambahan abu terbang sampai dengan dosis 80 ton/ha (F2) dapat meningkatkan kadar N daun sengon, sedangkan pada perlakuan bahan humat dengan dosis 15 l/ha (H1), penambahan abu terbang sampai F2 (80 ton/ha) cenderung menurunkan kadar N daun sengon.

Hasil analisis ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara bahan humat dan abu terbang terhadap parameter kadar hara P, K, Ca dan Mg daun sengon, tetapi parameter kadar Mg tanah nyata dipengaruhi oleh abu terbang dan hasil analisis lanjutan rata-rata pada percobaan tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Kadar P, K, Ca, dan Mg pada Daun Sengon

Berdasarkan hasil analisis ragam bahan humat tidak berpengaruh pada kadar P, K, Ca dan Mg daun sengon seiring dengan meningkatnya pemberian dosis bahan humat, namun aplikasi abu terbang nyata meningkatkan kadar hara K dan Mg daun, serta cenderung meningkatkan kadar P daun sengon pada dosis 80 ton/ha (F2). Peningkatan ini diduga disebabkan karena meningkatnya kadar-kadar hara tersebut yang ada di dalam tanah (Tabel 7).

(31)

4.3. Pengaruh Abu

u Terbang dan Bahan Humat pada Serapan aun Sengon

nalisis ragam menunjukkan terdapat inte n humat dan abu terbang pada serapan N da ya disajikan pada Tabel 5.

uh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Se

lakuan abu terbang (F0, F1, dan F2), penamba 2 (30 l/ha) menghasilkan kadar N daun sengon ung meningkat, sedangkan pada perlakuan F1 d

at H1 cenderung menurunkan serapan N daun rlakuan tanpa bahan humat (H0), penambaha dosis 80 ton/ha (F2) dapat meningkatkan kadar kuan bahan humat dengan dosis 15 l/ha (H1), p F2 (80 ton/ha) menurunkan kadar N daun sen n bahan humat dengan dosis 30 l/ha (H2), pe

dosis 80 ton/ha (F2) nyata dapat meningkatka

(32)

Selanjutnya penambahan bahan humat pada dosis 30 l/ha (H2) menyebabkan peningkatan serapan P, K, Ca dan Mg, sedangkan pemberian bahan humat dosis 15 l/ha (H1) cenderung menurunkan serapan P, K, dan Ca daripada perlakuan tanpa bahan humat (H0).

Tabel 6. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Serapan P, K, Ca, Mg pada Daun Sengon

4.4. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Parameter pH, C-Organik, N, P, K, Na, Ca, Mg, Al, H, KTK, dan KB Tanah

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara abu terbang dan bahan humat terhadap parameter tanah yang diukur, tetapi pada parameter pH, C-organik, N-total, K-dd, Na-dd, Ca-dd, dan KB tanah nyata dipengaruhi oleh abu terbang, sedangkan kadar P-tersedia dan Ca-dd tanah nyata dipengaruhi oleh bahan humat. Hasil analisis lanjutan rata-rata masing-masing parameter tersebut disajikan pada Tabel 7.

(33)

Inthasan et. al., (2002) menunjukkan bahwa pemberian abu terbang dapat meningkatkan konsentrasi K, Na, dan Ca dapat dipertukarkan dalam tanah.

Kejenuhan basa (KB) tanah juga meningkat karena adanya sumbangan basa-basa dari abu terbang yang ditunjukkan dengan meningkatnya kation-kation yang dapat dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Na-dd) dalam tanah (Tabel 7). Kation-kation basa yang dijerap dalam kompleks jerapan tanah dapat dilepaskan dalam larutan tanah dan bila bereaksi dengan tanah dapat memberikan suasana basa. Hal tersebut mengakibatkan pH tanah meningkat akibat pengaruh abu terbang, namun pH tanah pengaruh bahan humat tidak berpengaruh nyata, meskipun demikian ada kecenderungan meningkat.

Tabel 7 juga menunjukkan bahwa parameter P-tersedia dan Ca-dd nyata meningkat oleh aplikasi bahan humat pada perlakuan H2. Selain itu, aplikasi bahan humat cenderung meningkatkan pH, C-Organik, Na-dd, Mg-dd, KTK, dan KB tanah pada perlakuan H2, serta cenderung menurunkan Al-dd pada tanah yang diberi perlakuan bahan humat pada dosis 30 l/ha (H2).

(34)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pemberian abu terbang nyata meningkatkan pH, N-total, C-organik, K-dd, Na-dd, Ca-Na-dd, KB, kadar K dan Mg daun sengon, dan serapan Mg daun. Perlakuan abu terbang juga cenderung meningkatkan P-tersedia tanah, kadar hara dan serapan P daun sengon, dan menurunkan kadar Al-dd tanah.

2. Pemberian bahan humat pada perlakuan H2 nyata meningkatkan P-tersedia dan Ca-dd. Perlakuan bahan humat juga cenderung meningkatkan pH, C-organik, KTK, serapan Mg daun dan cenderung menurunkan kadar Al-dd tanah.

3. Terdapat interaksi bahan amelioran antara abu terbang dan bahan humat dalam meningkatkan tinggi tanaman sengon, bobot basah daun sengon, kadar dan serapan hara N daun sengon. Hasil tertinggi untuk keempat parameter tersebut adalah perlakuan F2H2. Pada perlakuan F2H2, abu terbang dan bahan humat meningkatkan tinggi tanaman sebesar 57,94%, bobot basah daun sebesar 34,73%, kadar N daun sebesar 29,15%, dan serapan N daun sebesar 47,09% dibandingkan dengan perlakuan F0H0 (tanpa bahan amelioran).

5.2. Saran

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Narsito, SJ Santosa, dan S Noegrohati. 2005. Fraksinasi asam humat dan pengaruhnya pada kelarutan ion logam Seng (II) dan Kadmium (II). Jurnal Ilmu Dasar Vol. 6 (1): 1-6.

Anonim. 2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan PT Kaltim Prima Coal untuk Kegiatan Peningkatan Kapasitas Produksi Batubara. PT Kaltim Prima Coal. Jakarta.

Ardiyanto, A. Eko. 2009. Pengaruh Pemberian Bahan Amelioran Senyawa Humat, Bahan Organik dan Kapur Terhadap Pertumbuhan Koro Benguk (Mucuna prurirens) pada Lahan Bekas Tambang Batubara Tambang Batulicin Kalimantan Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Arsiati, A. 2002. Sifat-sifat Asam Humat Hasil Ekstraksi dari Berbagai Jenis Bahan dan Pengekstrak. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Atmosuseno, B. Setiawan. 1997. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Penebar Swadaya. Jakarta.

Brady, N. C. and Weil, R. R. 2002. The Nature and Properties Of Soils.13th ed. Prentice Hall, New Jersey.

Evianti dan Sulaeman. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air,

dan Pupuk Edisi ke-2. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Hidayat. 2002. Informasi singkat benih Paraserianthes falcataria (L) Nielsen. Indonesian Forest Seed Project. Bandung.

Inthasan J, N. Hirunburanan, L. Herman and K. Stahr. 2002. Effect of fly ash on soil properties, nutrient status and environment in Northern Thailand. Soil Science International Congress. Bangkok.

Iskandar, Suwardi, E.F.R. Ramadina. 2003. Pemanfaatan bahan amelioran abu terbang pada lingkungan gambut: (I) Pelepasan hara makro. Tanah Indonesia 1:1-6.

Kepmen ESDM. 2008. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral.

(36)

Kumar, V., A.Z. Kiran and G. Goswami, 2000. Fly ash use in agriculture: A perspective. Proc. 2nd Intl. Conf. Fly Ash Disposal and Utilisation, I: 1-13. http://www.agromail.net. (Diakses 20 Februari 2010).

Kononova, M. 1966. Soil Organic Matter: Its Nature, Its Role in Soil Formation and in Soil Fertility. Perganom Press, London.

Lestari, D. W., D. Setiadi and Z. Abidin. 2004. Respon tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) terhadap pemberian abu terbang batubara. Jurnal Analisis Lingkungan Vol. 1 No.2 : hal. 72-80.

Maemunah, Siti. 2009. Desa Sepaso dan batubara. Regional Dialog on Dirty Energy. Bangkok.

Ramadina, E. F. R. 2003. Potensi Abu Terbang (Fly Ash) sebagai Bahan Amelioran pada Lahan Gambut dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Sengupta, P. 2002. Fly ash for acidic soils. The Hindu: Online Edition of India’s National Newspaper. Central Fuel Research Institute, Dhanad. India. www.hinduonnet.com (Diakses 19 Februari 2010).

Siregar, Iskandar Z., T. Yunanto dan J. Ratnasari. 2009. Kayu Sengon. Penebar Swadaya, Jakarta.

Stuczynski, T. I.; McCarty, G. W.; Wright, R. J.; Reeves, J. B. III. 1998. Impact of coal combustion product amendments on soil quality: II. Mobilization of soil organic carbon. Soil Science. Vol. 163(12): pp 960-969.

Suprapto, S. J. 2010. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan Aspek Konservasi Bahan. http://www.scribd.com/doc/33483281/Tanto-Makalah-Reklamasi-Lahan-Bekas-TambangGalian. (Diakses 21 Februari 2010).

(37)
(38)

Tabel Lampiran 1. Kriteria Penilaian Data Analisis Tanah

Sifat Kimia Tanah

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

N-Total (%) < 0.10 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.5 >0.75

C-org (%) <1 1-2 2.01-3.0 2.01-3.0 >5.0

P-tersedia (ppm) <4 5-7 8-10 8-10 >16

KTK (me/100g) <5 5-16 17-24 17-24 >41

Basa - basa dapat sipertukarkan (me/100g)

K <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1.0

Ca <2.0 2.0-5.0 6.0-10 11-20 >20

Mg <0.3 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 >8.0

Na <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1.0

KB (%) <20 20-35 35-50 51-70 >70

Reaksi Tanah Sangat

Masam Masam

Agak

Masam Netral

Agak

Alkalin Alkalin

pH(H20) <4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5

(39)

Tabel Lampiran 2. Hasil Analisis Abu Terbang

Sifat Kimia Abu Terbang

N-Total (%) 0,17

P-tersedia (ppm) 48,80

P-total (ppm) 336,90

Fe (ppm) 64,12

Cu (ppm) 1,96

Zn (ppm) 2,36

Mn (ppm) 9,40

Al (me/100g) Tidak terukur

H (me/100g) 0,40

K(me/100g) 0,38

Ca (me/100g) 4,32

Mg (me/100g) 4,37

Na (me/100g) 0,63

Cd (ppm) 0,002

Cr (ppm) 0,35

Si (ppm) 28,41

Se (ppm) Tidak terukur

Reaksi Tanah

pH

7,40 (H20)

6,70 (KCl)

(40)

Tabel Lampiran 3. Hasil Analisis Bahan Humat

Jenis Analisis Nilai

Nama contoh : Proper Humic

Kemasaman (pH) 9 - 10

Daya Hantar Listrik (DHL) (mS/cm) 20 - 30

Kandungan Karbon (C) (%) 10 - 13

Kandungan abu (%) 10 - 15

Kandungan padatan (%) 25 - 35

Bobot isi (g/cm3) 1,10 – 1,18

Kandungan asam humat (%) 20 – 26

(41)
(42)
(43)
(44)
(45)

R-Square C.V. Mg Mean

Dependent Variable : pH (H2O)

(46)

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 0,61 1,66 0,2429

F 2 1,10 3,02 0,0991

H*F 4 0,15 0,20 0,9309

Dependent Variable : H

R-Square C.V. H Mean

0,25 64,82 0,43

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 0,07 0,44 0,6549

F 2 0,09 0,58 0,5778

H*F 4 0,07 0,24 0,9078

Dependent Variable : KB

R-Square C.V. KB Mean

0,68 13,20 31,09

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 79,97 2,37 0,1486

F 2 211,94 6,29 0,0195

H*F 4 28,38 0,42 0,7899

Dependent Variable : KTK

R-Square C.V. KTK Mean

0,44 12,73 8,47

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 6,10 2,62 0,1269

F 2 1,42 0,61 0,5649

(47)

Tabel Lampiran 9. Analisis Ragam (Anova) Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbangpada Kadar Hara Tanaman Sengon

Dependent Variable : N

R-Square C.V. N Mean

0,72 12,04 2,50

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 5,04 27,72 0,0001

F 2 1,53 8,40 0,0010

H*F 4 1,80 4,95 0,0028

Dependent Variable : P

R-Square C.V. P Mean

0,17 27,36 0,26

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 0,004 0,43 0,6556

F 2 0,02 2,10 0,1374

H*F 4 0,01 0,58 0,6764

Dependent Variable : K

R-Square C.V. K Mean

0,32 14,88 1,99

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 0,02 0,11 0,8995

F 2 1,03 5,80 0,0066

H*F 4 0,48 1,35 0,2717

Dependent Variable : Ca

R-Square C.V. Ca Mean

(48)

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 0,06 1,12 0,3371

F 2 0,08 1,55 0,2257

H*F 4 0,08 0,77 0,5531

Dependent Variable : Mg

R-Square C.V. Mg Mean

0,43 44,16 0,21

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 0,05 2,72 0,0793

F 2 0,10 5,63 0,0074

(49)

Tabel Lampiran 10. Analisis Ragam (Anova) Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang pada Serapan Hara Daun Sengon

Dependent Variable : N

R-Square C.V. N Mean

0.47 38.61 15.13

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 526,80 7,72 0,0016

F 2 168,29 2,47 0,0990

H*F 4 380,58 2,79 0,0407

Dependent Variable : P

R-Square C.V. P Mean

0,32 43,06 1,56

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 1,65 1,84 0,1738

F 2 2,08 2,31 0,1133

H*F 4 3,90 2,17 0,0918

Dependent Variable : K

R-Square C.V. K Mean

0,30 37,15 11,79

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 88,03 2,29 0,1155

F 2 97,44 2,54 0,0930

H*F 4 106,02 1,38 0,2599

Dependent Variable : Ca

R-Square C.V. Ca Mean

(50)

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 7,35 2,20 0,1250

F 2 3,79 1,14 0,3319

H*F 4 11,11 1,67 0,1794

Dependent Variable : Mg

R-Square C.V. Mg Mean

0,37 56,43 1,20

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 1,84 2,01 0,1489

F 2 3,78 4,12 0,0245

(51)

Tabel Lampiran 11. Analisis Ragam (Anova) Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang pada Pertumbuhan Tanaman Sengon

Dependent Variable : Tinggi Tanaman

R-Square C.V. TT Mean

0,45 44,47 33,77

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 159,11 0,35 0,7052

F 2 1682,88 3,73 0,0337

H*F 4 4877,70 5,41 0,0016

Dependent Variable : Bobot Basah Daun Sengon

R-Square C.V. BDB Mean

0,34 34,74 16,69

Source DF ANOVA SS F Value Pr > F

H 2 121,89 1,81 0,1777

F 2 77,22 1,15 0,3283

(52)

Gambar Lampiran 1.

Tanaman Seng

Tanaman Seng

n 1. Ilustrasi Foto-foto Pertumbuhan Sengon

ngon Awal Tanam (Bulan April 2009)

(53)

PERTUMBUHAN TANAMAN SENGON (Paraserienthes

falcataria) DAN SIFAT-SIFAT KIMIA TANAH DI LAHAN

BEKAS TAMBANG BATUBARA

Oleh :

ARI YUGO WIBOWO

A14052430

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(54)

RINGKASAN

ARI YUGO WIBOWO. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria) dan Sifat-sifat Kimia di Tanah Lahan Bekas Tambang Batubara. Di bawah bimbingan SRI DJUNIWATI dan SUWARDI.

Indonesia merupakan penghasil batubara terbesar di Asia Tenggara. Beberapa masalah yang terjadi saat penambangan batubara dan setelah penambangan biasanya penurunan kualitas tanah. Untuk menanggulangi masalah tersebut perlu dilakukan proses reklamasi. Salah satu usaha reklamasi adalah penggunaan bahan alternatif berupa amelioran yang banyak terdapat di lokasi tambang batubara seperti abu terbang (fly ash). Bahan humat yang merupakan hasil ekstrak dari bahan organik, juga dapat menjadi bahan amelioran. Dengan demikian, penambahan abu terbang dan bahan humat diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah di areal bekas tambang batubara.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian amelioran abu terbang dan bahan humat pada pertumbuhan tanaman sengon (Paraserienthes falcataria) dan sifat-sifat kimia tanah di lahan bekas tambang batubara. Penelitian dilakukan di rumah kaca areal pembibitan (nursery) PT Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, dengan menggunakan polibag berisi bahan tanah seberat 10 kg BKU dengan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah 3 level abu terbang yaitu 0 ton/ha, 40 ton/ha, dan 80 ton/ha, yang setara 0 g/polibag, 200 g/polibag, dan 400 g/polibag. Faktor kedua adalah 3 level bahan humat pekat yaitu: 0 l/ha, 15 l/ha, dan 30 l/ha, yang setara 0 ml/polibag, 0,075 ml/polibag, dan 0,15 ml/polibag dengan 5 kali ulangan percobaan.

(55)

ARI YUGO WIBOWO. The Effect of Fly Ash and Humic Substances on Sengon’s Growth (Paraserienthes falcataria) and Chemical Properties of Soil in the Ex-coal Mining Land. Under Supervision SRI DJUNIWATI dan SUWARDI.

Indonesia is the largest coal producer in Southeast Asia. Some problems will appear in coal mining during and after mining especially land degradation. For reclaiming land degradation, some efforts can be done to improve the physical, chemical, and biological properties of soil. Some of the alternatives for soil ameliorant are fly ash and humic substances. Fly ash can be obtained from the coal burning at the electric power plant while humic substances can be extracted from organic materials. Application of fly ash and humic substances in the soil at ex-coal mining are expected to improve the physical, chemical and biological properties of soil.

The research aims to find out the effect of fly ash and humic substances on sengon’s growth (Paraserienthes falcataria) and chemical properties of soil in the ex-coal mining land. This research was conducted in a greenhouse, nursery PT. Kaltim Prima Coal, East Kutai, East Kalimantan Province. The research used a completely randomized design factorial of two factors. The first factor were 3 levels of fly ash: 0 tons/ha, 40 tons/ha, and 80 tons/ha, or equivalent to 0 g/polybags, 200 g/polybag, and 400 g/polybag. The second factor were 3 levels of humic substances: 0 l/ha, 15 l/ha, and 30 l/ha, or equivalent to 0 ml/polybags, 0,075 ml/polybags, and 0,15 ml/polybags. Each polybag filled with soil material as much as 10 kg. Each treatment was repeated as many as 5 times.

(56)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan produsen batubara terbesar di Asia Tenggara. Kegiatan penambangan batubara memiliki dampak positif seperti membuka lapangan kerja, menyediakan sumber energi dan meningkatan pertumbuhan ekonomi, namun mengakibatkan dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Usaha pertambangan batubara adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

Salah satu perusahaan produsen batubara di Indonesia adalah PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC), berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) memiliki areal tambang seluas 90.960 ha yang berada di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan hal tersebut, luas areal yang terkena dampak negatif pertambangan batubara semakin meluas sejalan dengan proses penambangan. Dampak negatif tersebut diantaranya adalah pencemaran air dan tanah, kerusakan ekosistem hutan dan biota perairan, bencana banjir, kerusakan sistem hidrologi dan penurunan kualitas udara.

Oleh sebab itu perlu dilakukan perencanaan penambangan yang baik, sehingga dampak negatif dari penambangan batubara dapat diminimalisir dengan menerapkan kegiatan reklamasi yang tepat. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

(57)

terakhir adalah penamanan tanaman asli/endemik (indigeneous plant). Proses reklamasi tersebut tidaklah mudah karena seringkali mengalami berbagai kendala, seperti kesulitan memperoleh bahan amelioran, kekurangan tanah pucuk, lambatnya pertumbuhan tanaman revegetasi, kondisi iklim mikro yang belum sesuai, sifat kimia-fisik batuan limbah (overburden), dan banyaknya bahan-bahan beracun.

Salah satu usaha reklamasi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan amelioran alternatif berupa amelioran yang banyak terdapat di lokasi tambang batubara seperti material abu terbang (fly ash). Penggunaan abu terbang sebagai bahan amelioran belum banyak dilakukan dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, pemanfaatan abu terbang ini diharapkan dapat membantu penyediaan alternatif bahan amelioran di bidang pertanian. Abu terbang adalah abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada boiler PLTU yang tertangkap oleh electrostatic precipitator. Abu terbang digunakan pada tanah-tanah masam sebagai soil conditioner untuk meningkatkan daya hantar hidrolik, bobot isi, porositas dan kapasitas memegang air, serta digunakan sebagai sumber hara esensial tanaman, seperti kalsium, magnesium, kalium, fosfor, tembaga, mangan dan molibdenum (Sengupta, 2002).

Selain itu, terdapat bahan amelioran lain yaitu bahan humat yang diharapkan dapat menggantikan peran bahan organik dalam tanah karena bahan humat merupakan hasil ektraksi dari senyawa organik. Bahan humat adalah salah satu fraksi dalam bahan-bahan organik tanah yang bersifat larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam (Tan, 1993). Pemberian bahan humat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman penutup tanah, secara tidak langsung akan memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah, yang pada nantinya akan mendukung kelanjutan usaha reklamasi (Ardiyanto, 2009).

(58)

1.2. Tujuan Penelitian

(59)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan rnemperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya (Kepmen ESDM No. 18 Tahun 2008). Tujuan jangka pendek reklamasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu, reklamasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan tataguna lahan pascatambang. Penentuan tataguna lahan pascatambang sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain potensi ekologis lokasi tambang, dan keinginan masyarakat dan pemerintah (Suprapto, 2010).

Reklamasi pada umumnya dilakukan dengan metode back filling, dimana diusahakan semaksimal mungkin untuk melakukan penutupan kembali lubang bekas tambang dengan overburden dan bahan tanah hasil penggalian sebelumnya. Bahan tanah ditimbun pada areal yang akan dilakukan reklamasi setelah penutupan dengan overburden dengan susunan bahan induk di bagian bawah kemudian sub soil dan top soil diletakkan paling atas dengan ketebalan ± 1 m. Kompos ditambahkan pada saat lahan akan ditanami tanaman penutup tanah (cover crop). Setelah kondisi permukaan tanah sudah tertutup dengan baik, selanjutnya dilakukan penanaman dengan jenis sengon, buah-buahan serta tanaman kehutanan lainnya. Jenis pohon yang akan ditanam dikoordinasikan dengan instansi terkait dalam pelaksanaannya. Secara keseluruhan, reklamasi meliputi pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk lahan (land scaping), pengaturan/ penempatan bahan tambang nilai ekonomis rendah (low grade), pengelolaan top soil, pengendalian erosi, dan revegetasi (Anonim, 2001).

2.2. Karakteristik Tanah Penelitian

(60)

Jenis tanah Inceptisol menunjukkan perkembangan tanah sedang, dimana diferensiasi horizon belum tegas umumnya berasosiasi dengan jenis tanah Ultisol. Tanah ini sebagian besar terdapat di daerah dataran berbukit (hummocky dan hillocky). Terdapat 2 great grup tanah untuk Inceptisol, yaitu Dystropepts dan Eutropepts. Kondisi lahan dimana tanah Inceptisol dijumpai, beberapa diantaranya menunjukkan adanya bahaya erosi (lokal) dengan bentuk erosi berupa erosi parit (gully erosion) (Anonim, 2001).

Jenis tanah Ultisol menunjukkan reaksi tanah yang sangat masam hingga masam, dengan kejenuhan alumunium yang rendah hingga sangat tinggi. Solum tanah agak dalam sampai dalam, drainase tanah agak cepat hingga cepat. Jenis Ultisol dapat diklasifikasikan dalam 2 great grup yaitu; Hapludults dan Kandiudults. Kondisi lahan dimana tanah Ultisol dijumpai, diantaranya menunjukkan erosi lokal dengan tingkat bahaya erosi sedang hingga berat dengan kenampakan erosi parit (gully erosion). Jenis Alfisol yang ada di Tambang Sangata luasnya sangat terbatas. Secara khusus jenis tanah ini terdapat di Pit Harapan/C-North/eks-Surya, Pit AB, dan dumping AB. Jenis Alfisols yang terdapat di lokasi tersebut diklasifikasikan ke dalam great grup Kandiudalfs (Anonim, 2001). Hasil analisis contoh tanah di wilayah studi penambangan PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) disajikan pada Tabel 1.

2.3. Karakteristik Abu Terbang (Fly Ash)

(61)

Tabel 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC)

Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan

pH (H2O) 4,59 Masam

C-Organik (%) 1,22 Rendah

N Total (%) 0,10 Rendah

C/N ratio 12,31 Rendah

P-tersedia (ppm) 9,17 Sangat Rendah

Ca (me/100 gram) 3,44 Rendah

Sumber : dokumen AMDAL PT Kaltim Prima Coal (Anonim, 2001)

Untuk mendukung kegiatan pertambangan, PT. KPC membutuhkan sumber energi listrik yang besar. Perusahaan ini membangun sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan nama PLTU Tanjung Bara, yang berada di lahan seluas 1,8 ha dekat dengan Pelabuhan Tanjung Bara. Selain menghasilkan uap sebagai pembangkit listrik, PLTU ini juga menghasilkan residu pembakaran. Setiap harinya, PLTU ini membutuhkan 96 ton batubara, 120 ribu liter air tawar untuk memasok ketel, dan sedikitnya 302.400 liter air laut untuk pendingin. Dan menghasilkan limbah 2,3 ton abu terbang (fly ash) dan 1,5 ton abu dasar perhari (Maemunah, 2009).

(62)

dengan mengisi cekungan tanah atau dengan menimbunnya di atas permukaan tanah, sehingga tidak efisien bagi industri yang mengeluarkan limbah tersebut dalam jumlah besar, sedangkan tanah memiliki daya tampung yang terbatas. Untuk itu perlu terus dikembangkan adanya kemungkinan pemanfaatan abu batubara menjadi bahan yang lebih berguna terutama dalam bidang pertanian.

Dari hasil analisis sifat kimia abu terbang, menunjukkan bahwa abu terbang memiliki pH alkalin (11-12) serta mengandung unsur-unsur esensial yang dibutuhkan oleh tanaman seperti P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu, dan Zn. Sesuai dengan Kumar et. al. (2000), diperkirakan rata-rata 95-99% abu terbang terdiri dari oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3 dan CaO; kira-kira 0,5-3,5% terdiri dari Na2O, P2O5, K2O dan SO3 serta sisanya tersusun oleh unsur mikro. Abu batubara dapat meningkatkan bobot kering polong pada tanaman kacang tanah dan meningkatkan diameter batang pada anakan sengon.

Takaran abu terbang (fly ash) menurut Stuczynski et. al. (1998), dosis yang digunakan adalah : 0, 20, 40 dan 80 g/kg dan diinkubasi 10, 25 dan 60 hari. Menurut Iskandar et. al. (2003), dosis ameliorasi abu terbang di tanah gambut adalah sebesar 5 – 10 kg/pohon pada kondisi lapang.

2.4. Karakteristik Bahan Humat

Menurut Tan (1993) secara kimia, bahan-bahan organik dalam tanah diklasifikasikan menjadi 3 fraksi yaitu : (1) Humin, tidak larut dalam larutan asam maupun basa, (2) Bahan humat, larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam (pH < 2), (3) Asam fulvat , larut dalam larutan asam maupun larutan basa. Bahan humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga bahan humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Disosiasi proton yang terjadi pada gugus fungsional yang bersifat asam pada bahan humat dipengaruhi oleh: (1) atraksi elektrostatik atau tolakan muatan yang ada dalam molekul, (2) ikatan hidrogen sesama dan antar molekul (Alimin et.al, 2005).

(63)

Bahan organik tanah

Bahan humat (larut) Humin + Bahan bukan humat (tidak larut)

Asam fulvat (larut) Asam humat (tidak larut)

Asam fulvat Kandungan asam humat tanah yaitu C, H, N, O, S dan P serta unsur lain seperti Na, K, Mg, Mn, Fe dan Al. Kandungan asam humat yaitu 56.2 % C, 35.5 % O, 47 % H, 3.2 % N dan 0.8 % S (Arsiati, 2002). Berdasarkan hasil penelitian, secara kimia ketiga fraksi senyawa humat baik asam humat, asam fulvat dan humin mempunyai komposisi yang hampir sama, tetapi berbeda dalam hal bobot molekul dan kandungan gugus fungsionalnya. Asam fulvat mempunyai bobot molekul rendah, tetapi kandungan gugus fungsional yang mengandung O, yaitu –COOH (karboksil), -OH (fenolik) dan –C=O (karbonil) lebih tinggi per satuan bobot dibandingkan dengan asam humat dan humin (Kononova, 1996).

Sejumlah metode tersedia untuk ekstraksi dan isolasi bahan humat dari tanah. Prosedur yang paling umum untuk pemisahan humat menjadi berbagai fraksi ditunjukkan pada Gambar 1. Pemilihan ekstrakan yang cocok disarankan pada pertimbangan : (1) reagen seharusnya tidak mempunyai pengaruh merubah sifat fisik dan kimia bahan yang diekstrak, dan (2) reagen harus dapat secara kuantitatif memisahkan bahan humat dari tanah (Tan, 1993).

(64)

Bersama dengan liat tanah, senyawa humat berperan atas sejumlah aktivitas kimia dalam tanah. Senyawa humat dan liat terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, senyawa humat memperbaiki kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Secara langsung senyawa humat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya (Tan, 1993).

2.5. Karakterstik Tanaman Sengon (Paraserienthis falcataria)

Sengon dalam bahasa latin disebut Paraserienthes falcataria, termasuk subfamili Mimosoideae, famili Fabaceae, ordo Fabales, kelas Magnoliopsida, divisi Magnoliophyta. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut: (1). Jawa : jeunjing, jeunjing laut (Sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut, atau sengon sabrang (Jawa); (2). Maluku: seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore).

(65)
(66)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di lokasi pembibitan (nursery) PT Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur dan analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2009.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain: bahan tanah dari pit Kalajengking Site Bendili, bahan humat, abu terbang dari PLTU Tanjung Bara, dan bibit sengon, sedangkan alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain: peralatan lapangan seperti: sarung tangan, masker, cangkul, Polybag ukuran 30cmx40cm, alat tulis, label, pengayak tanah, plastik, gerobak dan gembor, serta peralatan analisis tanah dan tanaman.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Percobaan

(67)

Model matematika yang digunakan dalam rancangan ini adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

dimana Yijk adalah nilai pengamatan pada faktor abu terbang taraf ke-i, faktor bahan humat taraf ke-j dan ulangan ke k, (µ , αi, βj) merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor abu terbang dan pengaruh utama faktor bahan humat, (αβ)ij merupakan komponen interaksi dari faktor abu terbang dan faktor bahan humat sedangkan εijk merupakan pengaruh acak yang menyebar normal. Tabel 2. Dosis Perlakuan Abu Terbang dan Bahan Humat

No. Perlakuan Abu Terbang (F)

(g/10 kg Tanah BKU)

diencerkan 200 kali menjadi 0, 15 dan 30 ml/10 kg BKU.

3.3.2. Pelaksanaan Percobaan

1) Bahan tanah diambil dari lokasi bekas tambang batubara pit Kalajengking, site Bendili. Kemudian bahan tanah tersebut dibawa ke rumah kaca di area nursery Tango Delta dan dikeringudarakan selama ± 1 hari.

2) Setelah dikeringudarakan, bahan tanah tersebut diayak menggunakan ayakan tanah 5 mm.

3) Bahan tanah yang telah halus kemudian di timbang seberat 10 kg BKU (KA = 24,3 %) untuk masing-masing perlakuan.

(68)

5) Bahan tanah yang sudah diberi perlakuan dan dimasukkan ke dalam polibag, kemudian diinkubasi selama 14 hari di rumah kaca.

6) Setelah 14 hari inkubasi, bibit sengon yang ada di main nursery kemudian ditanam satu bibit ke masing-masing polibag.

7) Kadar air dan iklim mikro diusahakan tetap stabil sesuai dengan kondisi lapang, dengan cara dilakukan penyiraman setiap pagi dan sore hari. 8) Pengamatan meliputi: tinggi tanaman, bobot daun dan kesehatan

tanaman.

9) Pengamatan tinggi tanaman dan kesehatan tanaman dilakukan 1 kali setiap bulan selama 3 bulan, sedangkan bobot basah daun setelah panen (3 bulan).

10) Analisis tanah dan tanaman dilakukan setelah panen.

11) Persiapan tanah setelah panen, bahan tanah diambil dari dalam polibag, kemudian dikeringudarakan selama 4 hari di gudang tanah. Selanjutnya tumbuk tanah dan disaring dengan ayakan 0,5 mm, kemudian tanah yang telah disaring dimasukkan ke wadah plastik untuk dianalisis.

12) Persiapan tanaman setelah panen, seluruh bagian daun sengon dipotong dengan sabit, kemudian timbang bobot basah daun, setelah itu daun dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60o C selama 2 hari dan ditimbang lagi untuk mengetahui bobot kering daun. Selanjutnya daun yang telah kering dihaluskan dengan cara digiling dan disimpan dalam wadah plastik.

3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data

(69)
(70)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Pertumbuhan Tanaman Sengon

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi pengaruh antara abu terbang dan bahan humat pada peningkatan tinggi tanaman dan bobot basah daun sengon. Rata-rata peningkatan tinggi tanaman dan bobot basah daun sengon tersebut disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2 menunjukkan peningkatan tinggi tanaman dari yang tertinggi hingga terendah adalah pada perlakuan F2H2, F2H1, F1H1, F2H0, F1H2, F0H2, F0H1, F1H0, dan F0H0. Pada perlakuan tanpa abu terbang (F0H0, F0H1, dan F0H2), dan perlakuan abu terbang dengan dosis 80 ton/ha (F2H0, F2H1, dan F2H2), penambahan bahan humat meningkatkan tinggi tanaman sengon, sedangkan pada perlakuan abu terbang dengan dosis 40 ton/ha (F1H0, F1H1, dan F1H2), penambahan bahan humat meningkatkan tinggi tanaman sengon dibandingkan perlakuan yang tidak diberi bahan humat (F1H0).

Gambar 2. Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Peningkatan Tinggi Tanaman

Keterangan : F0, F1, F2 = dosis abu terbang 0, 40, 80 ton/ha H0, H1, H2 = dosis bahan humat 0, 15, 30 l/ha

Pada perlakuan tanpa bahan humat (F0H0, F1H0, dan F2H0), bahan humat dosis 15 l/ha (F0H1, F1H1, dan F2H1), serta perlakuan dengan bahan

21,86 22,02

F0H0 F1H0 F2H0 F0H1 F1H1 F2H1 F0H2 F1H2 F2H2

Gambar

Tabel 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC)
Gambar 1. Bagan alur pemisahan humat menjadi berbagai fraksi humat
Tabel 2. Dosis Perlakuan Abu Terbang dan Bahan Humat
Gambar 2. Pengaruh Bahan Amelioran terhadap Peningkatan Tinggi Tanaman Keterangan : F0, F1, F2 = dosis abu terbang 0, 40, 80 ton/ha  H0, H1, H2 = dosis bahan humat 0, 15, 30 l/ha
+7

Referensi

Dokumen terkait

diperoleh nilai rata-rata kekuatan tarik pada semua kampuh las dengan lapisan las sebanyak tiga lapis yang tertinggi yaitu pada pengelasan down hand position kemudian

Berbagai penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan status zat gizi mikro sebelum hamil maupun konsumsi vitamin mineral sebelum hamil dengan outcome kehamilan,

Volume bola terbesar yang dapat dimasukkan ke dalam tabung yang berdiameter 12 cm dan tinggi 15 cm adalah …A. Atap sebuah gedung berbentuk belahan bola dengan panjang

Syahputra (2008) dalam Kasno (2009) menyatakan bahwa salah satu kendala yang dihadapi pada tanah Inceptisol adalah tingkat kesuburan tanahnya.. yang rendah dengan

Tanggal Lulus : 13 Maret

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tongue scraper dapat mengurangi indeks tongue coating dan terdapat perbedaan terhadap jumlah koloni bakteri

Dari Gambar 12 dapat disimpulkan bahwa pengaktivasi yang baik digunakan pada arang aktif untuk mengadsorbsi logam Timbal (Pb) adalah pengaktivasi dengan menggunakan larutan asam

S˘a se descrie ˆın pseudocod algoritmii de rezolvare a unui sistem liniar prin metoda Gauss, respectiv prin metoda