• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi penerapan keberanian mengambil resiko berbicara dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara bahasa inggris siswa madrasah ibtidiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimalisasi penerapan keberanian mengambil resiko berbicara dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara bahasa inggris siswa madrasah ibtidiyah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PENERAPAN KEBERANIAN MENGAMBIL RESIKO BERBICARA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS

SISWA MADRASAH IBTIDIYAH

Dr. Ratna Sari Dewi, M.Pd.

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ratnasaridewi.72@gmail.com

Abstrak

Kemampuan berbicara bahasa Inggris merupakan pengungkapan ide gagasan, perasaan ke dalam bahasa lisan.Untuk mampu berbicara tidaklah mudah karena kegiatan berbicara dilakukan dengan menginvestasikan waktu yang cukup panjang.Kemampuan berbicara bahasa Inggris perlu dipupuk sejak MI. Dengan memulainya sejak MI, diharapkan kemampuan berbicaranya dapat seperti penutur asli.Untuk dapat fasih berbicar bahasa Inggris tersebut, guru perlu membekali siswa dengan dorongan untuk tidak takut berbicara bahasa Inggris.Guru dapat memberikan pemahaman bahwa keberanian mengambil resiko dalam berbicara sangat penting supaya mereka dengan cepat mampu menguasai kosakata sehingga dapat berbicara lancar dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang dapat dilakukan oleh guru agar siswa berani dan percaya diri dalam berbicara diantaranya: (a) tanamkan rasa percaya diri, (b) pelajari ungkapan atau kalimat, (c) analisis apa yang didengar, dan (d) ikuti pola berbicara penutur asli.

Kata Kunci; Kemampuan berbicara, keberanian mengambil resiko dalam berbicara.

OPTIMIZATION OF APPLICATION OF RISK COURAGE TO SPEAK IN EFFORTS TO INCREASE THE ABILITY TO SPEAK ENGLISH STUDENTS MADRASAH IBTIDIYAH

The ability to speak English is the idea of expressing the ideas, feelings into spoken language. To be able to speak is not easy because of the activities carried out by investing time talking long enough. The ability to speak English need to be cultivated since MI. With the start since MI, speaking ability can be expected as a native speaker. To be fluent in the English language berbicar, teachers need to equip students with encouragement not to be afraid to speak English. Teachers can provide the understanding that the courage to take risks in speaking is very important so that they are quickly able to master the vocabulary that can speak fluently in English. Therefore, there should be efforts to be made by the teacher to the students bold and confident in speaking of which: (a) instill confidence, (b) learn the phrase or sentence, (c) the analysis of what is heard, and (d) follow the pattern of speaking native speakers.

(2)

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa Inggris dewasa ini saat diperlukan dalam rangka

menghadapi persaingan global.Apalagi bangsa Indonesia tergabung dalam berbagai

organisasi-organisasi di dunia yang menuntut semua sumber daya manusianya dapat

berbahasa Inggris dengan baik dan lancar. Pembelajaran bahasa Inggris sudah

dilaksanakan hampir disemua tingkatan mulai, pendidikan Taman Kanak-kanak (TK),

sekolah dasar/madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP),

Sekolah Menengah Atas (SMA), dan perguruan tinggi (PT).

Pada tingkat SD/MI pembelajaran bahasa Inggris di arahkan agar siswa terampil

dalam berbahasa. Keterampilan berbahasa meliputi: keterampilan membaca, menulis,

menyimak, dan berbicara. Keempat keterampilan ini dilaksanakan secara terintegrasi

dalam mencapai ketuntasan berbahasa Inggris.Keterampilan berbahasa dapat berhasil

diterapkan apabila guru mampu mensinergikan antara tujuan pembelajaran, materi

yang dipelajari, metode yang digunakan maupun evaluasi. Pensinergian hal di atas

dimaksudkan agar guru mampu memilah dan menetapkan materi apa yang tepat untuk

diterapkan serta pada tingkatan apa (TK,SD/MI, SMP, SMA).

Sehubungan dengan hal di atas, sebagai salah satu bagian dari keterampilan

berbahasa, keterampilan berbicara merupakan pembelajaran yang cukup sulit untuk

dikuasai oleh siswa.Kemampuan berbicara adalah bagaimana seseorang mampu

mengungkapkan ide, gagasan, perasaan secara lisan.Keterampilan berbicara tidak

dapat dikuasai dalam waktu yang singkat perlu waktu yang cukup panjang agar

seseorang mampu berbicara dengan lancar.Oleh karena itulah, keterampilan berbicara

bahasa Inggris sudah harus dimulai pada saat siswa memasuki jenjang pendidikan

formal.SD merupakan jenjang pendidikan formal yang harus dilalui dahulu oleh siswa.

Namun apa yang dipikirkan tidak sesuai dengan yang ada di lapangan tidak

semudah apa yang dibayangkan. Pada pembelajaran bahasa Inggris di MI banyak

dijumpai siswa yang lebih memilih diam tanpa mengeluarkan suara ketika diberikan

kesempatan untuk berbicara.Hanya sedikit siswa yang berani mengeluarkan suara

untuk mengungkapkan pendapatnya atau menjawab pertanyaan yang disampaikan

oleh gurunya. Padahal dikatakan oleh Richard dan Renandya (2002:204) penguasaan

(3)

sangatlah tidak mungkin, karena lewat dari usia 15 tahun untuk proses pengucapan

sangat sulit kecuali pengetahuan gramatikal.Merujuk ke pendapat ini, dapat dikatakan

bahwa untuk dapat menguasai bahasa Inggris dengan baik dan lancar seseorang perlu

mempelajari bahasa Inggris tersebut sedini mungkin. Pembelajaran bahasa Inggris

sedini mungkin dilaksanakan agar seseorang mau untuk mengambil resiko ketika

berbicara bahasa Inggris. Seseorang yang belajar bahasa Inggris pada usia di bawah

15 tahun dia akan berani untuk mengucapkan kosakata tanpa rasa takut akan

kesalahan dalam pengucapan. Berbeda dengan orang dewasa yang merasa takut

untuk memproduksi kosakata karena pengaruh dari pengucapan.

Sehubungan dengan hal di atas, agar siswa terampil menggunakan bahasa

Inggris sedini mungkin maka diperlukan adanya cara untuk mengatasi hal

tersebut.Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah optimalisasi penerapan

keberanian mengambil resiko dalam berbicara.Keberanian mengambil resiko ini

dimaksudkan ketika siswa belajar berbicara, dia tidak merasa takut untuk salah dalam

pengucapan. Selain itu, dengan adanya keberanian mengambil resiko, siswa dituntut

untuk tidak memikirkan bagaimana tata bahasa (grammar) dan struktur tata bahasa

digunakan yang dipikirkan oleh siswa justru bagaimana mengeluarkan kosakata sesuai

dengan content apa yang dipelajari atau diucapkannya.

.

PEMBAHASAN

1. Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan kegiatan yang cukup penting bagi manusia.Dengan

berbicara manusia dapat berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjalinnya

komunikasi yang efektif.Selain itu, dengan berbicara seseorang dapat menyampaikan

maksud dan tujuan kepada lawan bicara. Penny Ur (1996:120) mengatakan bahwa

apabila seseorang telah menguasai suatu bahasa, maka orang tersebut akan mampu

berbicara dalam bahasa yang telah dikuasainya itu.Pendapat ini menginsyaratkan

bahwa, seseorang yang telah terampil menggunakan bahasa yang dikuasainya dia

akan mampu menyampaikan maksud dan tujuan serta ide dan perasaannya melalui

(4)

Untuk itu, Savignon (1983:21) menyarankan agar kemampuan komunikatif

dalam pengajaran bahasa Inggris harus dikembangkan dengan cara memberikan

banyak waktu untuk menyimak, memberi siswa sebanyak mungkin kesempatan untuk

memberikan respon mereka; menganggap kesalahan gramatika yang dibuat mereka

sebagai suatu yang wajar dalam proses belajar mengajar; dan melakukan

aktivitas-aktivitas dalam konteks yang menyertakan perasaan dan keterlibatan mereka secara

keseluruhan.

Sementara itu, Harris (1983:81) mendefinisikan berbicara sebagai sebuah

proses yang kompleks yang melibatkan kemampuan yang dilakukan secara

bersamaan. Selanjutnya ia mengatakan bahwa setidaknya terdapat empat hingga lima

komponen yang terlibat dalam sebuah proses berbicara, yaitu; (1) pelafalan, (2) tata

bahasa, (3) kosakata, (4) kefasihan/kelancaran berbicara, dan (5) pemahaman.

Sementara pada bagian lain, Brown dan Yule (1994:10) mengatakan bahasa

fungsi utama dari bahasa lisan adalah untuk menjaga hubungan social. Orang-orang

yang bertemu dalam situasi apapun atau dimanapun akan cenderung menyaluarkan

suatu pembicaraan, di mana seseorang mengajukan sebuah topik pembicaraan agar

dikomentari oleh orang lain, dan menanggapi orang lain jika topic pembicaraan yang

lain.

Sejalan dengan pendapat di atas, Brown (2000:323) menekankan pentingnya

akurasi (accuracy) dan kefasihan (fluency) dalam berbahasa.Akurasi terkait dengan

bagaimana bahasa dapat digunakan secara baik dan benar dengan menggunakan

pelafalan, bahasa, dan fonologi secara tepat.Kefasihan terkait dengan penggunaan

bahasa secara lancer dan alamiah serta dapat terjalinnya komunikasi yang efektif

dengan lawan bicara.

Selain pendapat Brown di atas, Gower (1995:99-100) mengatakan bahasa

berbicara merupakan keterampilan bahasa yang produktif dan dalam kesempatan

apapun, pembelajar diharapkan dapat menerapkan keterampilan tersebut. Aspek

berbicara meliputi; (a) accuracy (ketepatan), (b) fluency (kelancaran).Accuracy terkait

dengan ketepatan dalam menggunakan kosakata, tata bahasa, dan ucapan sedangkan

(5)

terlebih dahulu dan pembicara serta lawan bierbicara dapat memahami pesan yang

disampaikan dalam pembicaraan itu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan keterampilan berbicara adalah

kemampuan menggunaan bahasa secara lisan terkait dalam mengungkapkan gagasan,

ide, pikiran, dan perasaan secara tepat dan fasih.

2. Keberanian Mengambil Resiko Berbicara

Keberanian dalam mengambil resiko terkait dengan faktor kepribadian yang

terdapat dalam diri seseorang.Orang yang berani mengambil resiko tentu sudah

memperhitungkan kebaikan maupun keburukan hal yang terjadi melalui keputusan

tersebut.Dalam bidang pendidikan, pengambilan resiko masuk ke dalam ranah psikologi

pendidikan.Dalam ranah psikologi pendidikan faktor yang turut ada di dalamnya adalah

faktor keberanian mengambil resiko untuk berbicara bahasa Inggris.Selama ini terjadi,

kegagalan berbicara bahasa Inggris salah satu faktornya adalah ketidakberaniaan

sseorang untuk melakukan kegiatan berbicara. Hal ini senada yang disampaikan oleh

Brown (2008:142) mengatakan ada dua segi dari wilayah afektif dalam dalam

pemerolehan bahasa asing, yakni afektifitas intrinsik: faktor kepribadian dalam diri

seseorang yang dengan suatu cara menyumbang bagi kesuksesan pembelajaran

bahasa, faktor lainnya adalah faktor ekstrinsik.

Keberanian untuk mengambil resiko dalam berbicara sangat bermanfaat untuk

menunmbuhkan keberanian siswa agar tidak takut menggunakan bahasa

target.Selanjutnya Brown (2008:174) menyarankan agar siswa dibiasakan untuk berani

mengambil resiko dalam menggunakan bahasanya dengan tidak takut berbuat salah.Para pembelajar harus mampu “berjudi” harus bersedia mengujicoba firasat tentang kemampuan berbahasa dan mengambil resiko yang salah.

Sehubungan dengan hal di atas, untuk mampu berbicara bahasa Inggris

diperlukan juga kepercayaan diri untuk berbicara.Kepercayaan diri terkait dengan

pembelajar yakin pada diri sendiri agar berhasil mengerjakan serangkaian tugas yang

(6)

sesuatu yang melelahkan bagi siswa sehingga seringkali ditemukan keraguan-keraguan

untuk berbicara bahasa Inggris

Oleh karena itu, keberanian mengambil resiko dan ditunjang oleh kepercayaan

yang tinggi akan menjadikan siswa dapat berbicara bahasa Inggris. Berdasarkan tingkat

kognitifnya, pada anak-anak tidak dapat mengajarkan tata bahasa disertai dengan

istilah linguistiknya, karena anak-anak lebih mudah mempelajari bahasa yang konkret, yakni pelajaran bahasa menganut prinsip “di sini dan sekarang”, bukan materi yang bersifat metabahasa. Hal ini berbeda dengan kelompok dewasa yang lebih

memusatkan perhatian pada aspek morfologi dan sintaksis, sehingga cenderung

mengabaikan aspek fonologi.Hal inilah yang menyebabkan orang dewasa tidak

seunggul anak-anak dalam hal pelafalan dan intonasi.

Pada siswa MI, mereka memiliki affective filtersebagai bagian dari kemampuan seorang anak dalam melakukan filtersisasi terhadap berbagai informasi yang diterimanya. Melalui affective filter ini siswa digiring untuk mampu memilah dan menentukan bahasa kedua atau asing apakah yang dia peroleh setelah memperoleh bahasa pertama (ibunya). Melalui affective filter ini, siswa akan dapat menentukan apakah bahasa asing tersebut dapat dilanjutkan untuk dikuasai ataukah menolah bahasa tersebut sebagai sesuatu yang perlu dikuasainya. Oleh karena itu, affective filter ini mempunyai korelasi dengan self confidence (tingkat kepercayaan diri), risk taking (kemampuan mengambil resiko), dan anxiety (kecemasan). Kepercayaan diri

yang tinggi yang miliki oleh siswa akan membawa dia untuk percaya diri untuk berbicara atau memproduksi kosakata bahasa asingnya. Begitu pula siswa yang

memiliki keberanian mengambil resiko akan dapat berani berbicara tanpa adanya rasa takut terhadap berbagai kesalahan dalam berbicara bahasa asing. Terakhir, dengan tingkat adanya kepercayaan diri dan berani mengambil resiko untuk salah dalam berbicara bahasa asing akan membuat siswa tidak cemas atau malu-malu untuk berbicara.

(7)

(b) pelajari ungkapan atau kalimat, (c) analisis apa yang didengar, dan (d) ikuti pola berbicara penutur asli.

a. tanamkan rasa percaya diri

Menurut Piaget siswa MI yang berusia 7 s.d. 11 tahun masih dalam tahap operasional

kongkret. Artinya pada masa ini anak memandang suatu objek yang dipelajarinya

merupakan sesuatu yang nyata.Tidak terkecuali juga dalam pembelajaran bahasa

Inggris, siswa hendaknya dihadapkan kepada kenyataan yang ada.Kenyataan tersebut

misalnya guru memancing atau berusaha untuk mengajak siswa untuk berbicara tanpa

ada rasa takut.Guru perlu memberikan dorongan dan pujian agar siswa berani

memproduksi kosakata. Selain itu, guru diharapkan tidak mengoreksi

kesalahan-kesalahan yang diucapkan oleh siswa karena akan mengganggu kepercayaan dirinya

untuk terus berbicara.

b. Pelajari ungkapan atau kalimat

Kesalahan pembelajaran bahasa Inggris pada siswa MI umumnya terjadi adalah

guru lebih terfokus kepada grammar (tata bahasa) sehingga pada saat pembelajaran

berlangsung koreksi terhadap kesalahan grammar sangat mengganggu siswa dalam

belajar bahasa Inggris.Sebaiknya guru dalam melaksanakan pembelajaran

mengarahkan siswa untuk secara alamiah dalam memperoleh kosakata-kosakata baru

dan dari kosakata tersebut dapat diproduksi oleh siswa dengan menggunakan

kalimat-kalimat yang sesuai dengan kemampuan siswa.Pada saat ini perlu guru mengoreksi

secara tidak langsung misalnya dengan membetulkan kalimat yang diucapkan oleh

siswa tersebut.

c. Pnalisis apa yang didengar

Bahasa Inggris berbeda dengan bahasa Indonesia, umumnya bahasa Inggris banyak

menggunakan idiom-idiom. Oleh karena itu, guru dapat memberikan

pertanyaan-pertanyaan yang mengandung idiom sebagai bekal dalam memahami kosakata atau

kalimat yang mengandung idiom tersebut. Pada saat guru mengajukan pertanyaan

buatlah siswa untuk menyimak serta menganalisis kata-kata/idiom-idiom jawaban mana

yang sesuai dengan pertanyaan guru.Agar siswa semakin memahami berbagai idiom

(8)

d. Ikuti pola berbicara penutur asli

Kunci pembelajaran bahasa Inggris salah satunya adalah terletak pada kemampuan

dalam mengucapkan intonasi atau tekanan. Dengan penggunaan lafal yang tepat dan

intonasi yang disesuaikan dengan nada kata atau kalimat akan sangat mempengaruhi

arti kata apa yang diucapkan oleh siswa. Oleh karena itu, guru perlu melatih siswa

untuk mendengarkan intonasi dari penutur asli. Guru dapat menggunakan media DVD

atau sejenisnya untuk memutarkan film atau lagu yang yang dimainkan atau

dinyanyikan oleh penutur asli. Dengan seringnya guru menggunakan media tersebut

tidak hanya akan mempercepat kemampuan siswa dalam pengucapan kosakata

bahasa Inggris, lebih dari itu akan membantu mempercepat kelancaran berbicara

siswa.

PENUTUP

Kemampuan berbicara bahasa Inggris dewasa ini sangat diperlukan dalam

menghadapi berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penguasaan

bahasa Inggris sebaiknya sejak dini diajarkan termasuk pada anak MI. Pada masa MI

siswa mempelajari bahasa kedua dan bahasa asing. Bahasa Inggris sebagai bahasa

asing menduduki porsi yang sedikit dalam pembelajaran MI. Bahasa Inggris dalam

kurikulum 2006 hanya diberikan porsi 2 jam pelajaran sedangkan dalam kurikulum 2013

bahasa Inggris masuk kepada mata pelajaran ekstra kurikuler. Karena minimnya jam

pelajaran bahasa Inggris menyebabkan banyak siswa atau hamper keseluruhan siswa

yang belajar bahasa Inggris tidak mampu untuk berbicara. Ketidakmampuan di samping

karena jam yang terbatas, factor lain yang mempengaruhi yaitu keberanian siswa untuk

berbicara masih sangat rendah.

Keberanian mengambil resiko untuk tidak takut berbicara merupakan factor yang

sangat penting dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Pada usia

anak-anak siswa sebaiknya diberikan pola pembelajaran yang tidak terikat oleh tata

bahasa (grammar) tetapi sebaiknya diberikan pembelajaran yang mengedepankan

penguasaan kosakata secara langsung. Dengan diberikan kebebasan untuk

(9)

memberikan kepercayaan diri siswa untuk dapat berbicara secara lancer dalam bahasa

Inggris.

.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Douglas H, Principles of Language Learning and Teaching, Boston: Pearson Education, 2000.

Brown, Gillian & George Yule, Teaching The Spoken Language, Cambridge: University Press, 1994.

Gower, Roger, Diane Phillips, and Steve Walters, Teaching Practice Handbook, Oxford: McMillan Education, 1995.

Harris, David P., Testing English as a Second Language, New Delhi: Tata McGraw-Hill, 1983.

Jack C.Richard and Willy A. Renandya (ed.). Methodology in Language Teaching, Cambridge University Press : 2002.

Penny Ur, A Course in Language Teaching, Cambridge: Cambridge University Press., 1996.

Sandra J. Savignon, Communicative Competence: Theory of Classroom Practice, Californasi: Addison Wesley, 1983

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat dari segi psikologinya, musik dapat berfungsi sebagai alat peneduh jiwa dan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hasrat manusia akan seni dan berkreasi, dari

Dan juga sebagai sarana untuk mempraktekkan secara langsung ilmu dan teori yang telah diperoleh selama menjalani masa studi di Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi

pengembangan nasional Lembaga Riset Non Kementerian (LPNK) Unit Riset Pendidikan Tinggi Masyarakat/ Komunitas Peneliti spt AIPI, DRN Unit Riset Kementerian/ Lembaga/Daerah.

1) Model APT signifikan dalam menjelaskan kinerja saham sektor pertambangan. 2) Variabel makroekonomi yaitu: Inflasi, Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Tingkat

Namun sebaliknya jika model pembelajaran anti korupsi yang diberikan pada anak pra usia sekolah tidak tepat sesuai karakter anak, maka pendidikan anti

Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan arti penting dalam mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari berkurangnya hutan mangrove sebagai sistem

Berdasarkan pada data penelitian, maka dapat penulis simpulkan bahwa Perkembangan Industri Kreatif Berbasis Syariah di Wilayah Propinsi Banten masih dalam tahap penyusunan

dideskripsikan bahwa pada siklus I ini tingkat kerja sama siswa mengalami peningkatan. Presentase kategori tinggi meningkat sebanyak 9,55%, kategori sedang mengalami