• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan bentuk konformitas teman sebaya terhadap tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia pertengahan di sman 97 Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan bentuk konformitas teman sebaya terhadap tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia pertengahan di sman 97 Jakarta"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PADA REMAJA LAKI-LAKI USIA PERTENGAHAN

DI SMAN 97 JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

SIH UTAMI SRI HARTATI

109104000027

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

Nama : Sih Utami Sri Hartati

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Juni 1992

Status Pernikahan : Belum menikah

Alamat : Jl. M.Saun Gg. Sidan rt 04/01, Tanah Baru Depok

16426

Telepon : 085693458058

Email : tammi_happy@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri Depok Baru 5 [1997-2003]

2. SMP Negeri 131 Jakarta [2003-2006]

3. SMA Negeri 97 Jakarta [2006-2009]

Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop:

1. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization

Era” tahun 2009

2. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok”

(7)

vi

4. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok”

pada tahun 2009

5. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di

Rumah” tahun 2010

6. Seminar Nasional “Homeopathy, A Brighter Alternative Treatment

Method Bulids an Indonesian Awareness of Natural Medication In The Future” tahun 2011

7. Seminar Nasional “Music Therapy: Melody for Heart and Brain Health”

tahun 2012

8. Workshop Nasional “Uji Kompetensi Keperawatan” Tahun 2012

9. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Perawat: Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” tahun 2012

10.Emergency Nursing Seminar dan Workshop “Peran Perawat dalam

Tatalaksana Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” tahun 2012

11.Seminar “Smoking Cessation for Better Generation without Tobacco”

(8)

vii JAKARTA

Skripsi, Oktober 2013

Sih Utami Sri Hartati, NIM: 109104000027

Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe Perilaku Merokok pada Remaja Laki-laki Usia Pertengahan di SMAN 97 Jakarta

xvi + 77 halaman + 13 tabel + 2 bagan + 4 lampiran

ABSTRAK

Masa remaja adalah masa-masa dimana seorang anak mengalami transisi dari anak-anak menuju ke dewasa baik dari segi fisik maupun psikologis. Dalam masa remaja ini, biasanya timbul masalah-masalah yang kompleks, yang berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja, dan masalah yang paling sering terjadi pada remaja adalah perilaku merokok. Jumlah perokok di Indonesia terutama remaja meningkat setiap tahunnya, tercatat sebanyak 65,9% remaja laki-laki dan 4,5% remaja perempuan merupakan perokok. Banyak alasan yang melatarbelakangi seorang remaja merokok, salah satunya adalah faktor lingkungan yaitu teman sebaya. Teman sebaya memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan remaja. Agar tetap diterima dalam kelompoknya, remaja selalu berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dan menyamakan pendapatnya dengan kelompoknya sehingga terjadilah konformitas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bentuk konformitas terhadap tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMAN 97 Jakarta. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 81 remaja laki-laki usia 5-18 tahun pada bulan Agustus-September 2013. Pengumpulan data menggunakan kuesioner konformitas dan tipe perilaku merokok. Hasil uji instrumen penelitian didapatkan hasil reliabilitas sebesar 0,895 untuk konformitas dan 0,937 untuk tipe perilaku merokok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswa mempunyai bentuk konformitas acceptance (63%) dan termasuk ke dalam tipe perilaku merokok

positive affect smokers (33,3%). Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square

dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara bentuk konformitas terhadap tipe perilaku merokok remaja laki-laki usia pertengahan di SMAN 97 Jakarta (p value=0,404). Berdasarkan penelitian ini, sekolah dapat melakukan pendekatan konseling, menambah kegiatan ekstrakulikuler, dan kampanye anti rokok kepada siswa agar tidak semakin banyak remaja yang merokok.

(9)

viii JAKARTA

Undergraduates Thesis, October 2013

Sih Utami Sri Hartati, NIM: 109104000027

Relationships between Form of Conformity with The Type of Smoking Behavior in Middle Adolescent Boys in SMAN 97 Jakarta

xvi + 77 pages + 13 tables + 2 charts + 4 attachments

ABSTRACT

Adolescence is transition period from children to adults both of physical and psychological. In adolescence, usually arising problems, related to the changes that occur in adolescents, and the common problem in adolescence are smoking behavior. According to number of adolescence smokers in Indonesia always increasing every year, there were 65.9 % boys and 4.5 % girls were smokers. Many reasons behind a smoking teen, one of which is that environmental factors peers. Peers influence very much in teenage life. In order to be accepted among peers, adolescence are always trying to adjust and equalize their opinions with the group so that there was conformity.

This study is to determine the relationship between form of conformity with the type of smoking behavior in middle adolescent boys at SMAN 97 Jakarta. This type of research is a cross-sectional quantitative approach conducted on 81 boys aged 15-18 years old on August-September 2013. Data were collected by using questionnaires form of conformity and type of smoking behavior. The test results showed the reliability of the research instruments was 0.895 for peer conformity and 0.937 for the type of smoking behavior

The results showed that the majority of students have a form of conformity acceptance (63 %) and belong to the type of positive affect smokers (33.3 %). Results of statistical tests using the chi - square test with α = 0.05 obtained results that there is no significant correlation between peer conformity to the type of smoking behavior in middle adolescent boys at SMAN 97 Jakarta ( p value = 0.404) . Based on this study, the school may approach counseling, adding extracurricular activities and anti-smoking campaigns to the students, so the number of smoking adolescence can be decreased.

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaniirrahim Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan ke zaman

yang terang benderang. Puji syukur atas nikmat dan kebesaran-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe Perilaku Merokok pada Remaja Laki-laki Usia Pertengahan di SMAN 97 Jakarta” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memeperoleh gelar Sarjana Keperawatan.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi.

Namun, karena mendapatkan dukungan dan bantuan yang luar biasa dari berbagai

pihak, baik secara langsung dan tidak langsung, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan

terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. DR. dr (hc) M. K. Tadjuddin, Sp. And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi

(11)

x

3. Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc selaku pembimbing pertama yang

telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk meberikan

bimbingan, petunjuk, nasehat dan arahan kepada penulis selama menyusun

skripsi.

4. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing kedua yang

telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan

memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.

5. IbuErnawati, S. Kp, M. Kep, Sp. KMB selaku pembimbing akademik yang

selalu meberikan nasehat dan dukungan selama proses pendidikan di Program

Studi Ilmu Keperawatan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah

mengajarkan dan membimbing penulis.

7. Ucapan terimakasihku yang teristimewa kepada keluarga, terutama orang tua

penulis yang tercinta (Soegardjito dan Dra. Nur Asih Pudjiastuti MPd) yang

selalu mendoakan anaknya serta memberikan dorongan baik materi maupun

moril dan kakak penulis yang tercinta (Rd. Nugroho Adi Suhandono SE)

yang selalu meberikan support dan doa.

8. Sahabatku “Land-J” (Nurqom, Eryn, Sandra, Nurul, Novia, Fifo, dan Nining) yang selalu memberikan dukungan dan masukan yang berharga.

9. Teman-teman satu pembimbing (Ari, Etika, Dewi) yang berjuang bersama

untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih atas dukungan kalian.

10.Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang selalu saya sayangi sampai kapanpun, memberikan makna kebersamaan, motivasi, dan banyak

(12)

xi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna kerena

keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan

saran dan kritik yang membangun guna perbaikan skripsi ini. semoga rahmat

Allah SWT selalu tercurah untuk kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Ciputat, Oktober 2013

Sih Utami Sri Hartati

(13)

xii

F. Ruang Lingkup Penelitian ...9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...10

A. Remaja ...10

1. Pengertian remaja ...10

2. Ciri-ciri umum masa remaja ...12

3. Tugas perkembangan remaja ...17

4. Masalah-masalah yang terjadi pada remaja ...20

5. Karakteristik ana usia sekolah menengah atas (SMA) ...22

B. Konformitas Teman Sebaya ...23

1. Pengertian teman sebaya ...23

2. Bentuk-bentuk kelompok teman sebaya ...24

3. Konformitas teman sebaya ...25

4. Fungsi teman sebaya ...29

5. Perkembangan sosial remaja ...31

(14)

xiii

3. Tipe perilaku merokok ...35

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok ...37

D. Penelitian terkait ...39

E. Kerangka Teori ...41

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...42

A. Kerangka konsep ...42

B. Hipotesis Penelitian ...43

C. Definisi Operasional ...44

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...47

A. Desain Penelitian………. ...47

B. Lokasi dan waktu penelitian ...47

C. Populasi, sampel, dan teknik sampling ...48

D. Instrument pengumpulan data ...52

E. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen ...55

F. Tahapan penelitian ...58

G. Pengolahan data ...59

H. Analisa data ...60

I. Etika penelitian ...61

BAB V HASIL PENELITIAN ...63

A. Gambaran umum temmpat penelitian ...63

B. Karakteristik responden ...64

D. Keterbatasan penelitian ...75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...76

A. Kesimpulan ...76

B. Saran ...76

(15)

xiv

Nomor Tabel Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 44

Tabel 4.1 Distribusi Pertanyaan Kuesioner Konformitas Teman Sebaya ... 53

Tabel 4.2 Distribusi Pertanyaan Kuesioner Tipe Perilaku Merokok ... 55

Tabel 4.3 Distribusi Hasil Validitas Pertanyaan Kuesioner Konformitas

Teman Sebaya ... 56

Tabel 4.4 Distribusi Hail Validitas Pertanyaan Kuesioner Tipe

Perilaku Merokok ... 57

Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden ... 64

Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Bentuk Konformitas

Teman Sebaya ... 65

Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Tipe Perilaku Merokok ... 65

Tabel 5.4 Hubungan Bentuk Konformitas Teman sebaya terhadap Tipe

Perilaku Merokok pada siswa SMAN 97 Jakarta ... 66

Tabel 5.5 Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe

Perilaku Merokok Positive Affect Smokers ... 67 Tabel 5.6 Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe

Perilaku Merokok Negative Affect Smokers ... 67 Tabel 5.7 Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe terhadap

Tipe Perilaku Merokok Addictive Smokers ... 68 Tabel 5.8 Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe Perilaku

(16)

xv

Nomor Bagan Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 41

(17)

xvi

2. Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

3. Lampiran 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

(18)

1

Pendahuluan

A. Latar belakang masalah

Masa remaja adalah masa-masa dimana seorang anak mengalami transisi

dari anak-anak menuju ke dewasa baik dari segi fisik maupun psikologis

(Notoatmodjo 2010). Masa transisi sering kali menghadapkan remaja pada

situasi yang membingungkan, karena di satu pihak ia masih anak-anak dan di

lain pihak harus bersikap dewasa. Sehingga dapat terjadi perubahan pada

psikologis remaja yang dapat terlihat dari ketidakstabilan emosi ketika

menghadapi sesuatu. Masa remaja juga mengalami perubahan fisik yang

cepat termasuk perubahan hormon dan bentuk tubuh, yang dapat dilihat dari

pertambahan tinggi , berat badan, dan juga kematangan seksual (Notoatmodjo

2010).

Pada masa remaja ini seorang anak laki-laki sudah mulai ingin menjadi

seorang pria dan seorang anak perempuan ingin menjadi perempuan dewasa.

Karena keinginan menjadi dewasa inilah maka masa perkembangan remaja

mengalami peralihan dari sifat yang sangat tergantung pada orang tua ke sifat

yang mulai berani untuk mencoba menjadi mandiri dan bertanggung jawab,

mengalami perubahan bentuk fisik, kognitif, psikososial, dan ekonomi.

(Hurlock, 2012)

Dalam masa remaja ini, biasanya timbul masalah-masalah yang

(19)

remaja. Hal ini terjadi karena masa remaja adalah masa yang labil, sehingga

remaja paling rentan terbawa arus gaya kehidupan yang tidak baik.

Contohnya saja remaja mudah sekali terpengaruh gaya hidup tidak sehat,

seperti mengonsumsi alkohol, junk food, menggunakan narkoba, merokok, dan lain-lain.

Konopka (dalam Hendriati, 2006) membagi masa remaja ke dalam tiga

kategori, yaitu ; masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan

(15-18 tahun), dan masa remaja akhir (19-22 tahun). Dari ketiga kategori

tersebut memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan usianya, dan yang

paling rentan terpengaruh pergaulan lingkungan adalah masa remaja

pertengahan, dimana pada saat usia 15-18 tahun remaja sudah mencapai

hubungan yang matang dengan teman sebayanya, mulai lepas dari orang tua,

dan berusaha bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri (Desmita, 2012).

Pada usia itu juga mulai timbul perilaku-perilaku menyimpang dari diri

remaja, dan masalah yang paling sering terjadi pada adalah perilaku merokok.

(Santrock,2007)

Di Indonesia sendiri sudah bukan hal baru lagi jika melihat anak-anak

yang masih dibawah umur merokok di tempat umum. Rokok dalam

kehidupan sehari-hari bukanlah kata yang asing lagi bagi setiap orang,

perilaku merokok sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang. Masa

remaja adalah masa dimana ia mulai meniru apa yang dilakukan oleh orang

lain dan perilaku merokok ini adalah perilaku yang paling mudah untuk ditiru

oleh remaja karena mereka menganggap dapat menunjukkan kedewasaan.

(20)

menunjukkan bahwa dirinya ada dan ingin diakui oleh lingkungan sekitarnya

(Badriah, 2005)

Banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi remaja untuk mulai

merokok membuat semakin awal saja usia pertama kali orang untuk merokok.

Menurut GYTS (2006), lebih dari sepertiga pelajar biasa merokok dan 3 dari

10 pelajar mengatakan mengkonsumsi rokok pertama kali di usia kurang dari

10 tahun (GTSSData, 2012). Jumlah perokok pemula usia 10-14 tahun

meningkat, dari 9,5% (SUSENAS 2001) menjadi 17,5% (Riskesdas 2010)

(Depkes RI, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2008) menunjukkan

bahwa usia 15-18 tahun merupakan usia yang paling banyak merokok yaitu

53,3%.

Perilaku merokok cenderung identik dengan pria. WHO (2012)

menyebutkan bahwa pada tahun 2000-2008 terdapat 24,1% remaja pria dan

4% remaja wanita di Indonesia adalah perokok aktif. Dan pada tahun 2009,

terjadi peningkatan sebesar 65,9% laki-laki dan 4,5% perempuan merupakan

perokok. Survei yang dilakukan kepada 3319 pelajar berusia 15-18 tahun oleh

Global Youth Tobacco Survey tahun 2009 menyebutkan bahwa 30,4% pelajar sudah pernah merokok dengan presentasi perokok laki-laki 57,8% dan

perempuan 6,4% (GTSSData, 2012).

Perilaku merokok dapat dikategorikan berdasarkan tempat merokok,

intensitas merokok, dan management of affect theory (Aula,2010). Untuk usia remaja biasanya alasan mereka merokok adalah untuk menenangkan

(21)

menjadikan rokok sebagai pelampiasan (Hadi, dalam Dewi 2008), maka tipe

perilaku merokok pada remaja bisa di kategorikan berdasarkan management of affect theory, dimana bisa dilihat tipe perilaku berdasarkan perasaan-perasaan yang ada dalam dirinya.

Menurut Kurt Lewin (dalam Komalasari dan Helmi, 2000), banyak

alasan yang melatarbelakangi seorang remaja merokok. Perilaku merokok

merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok

selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan oleh faktor

lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku

merokok pada remaja adalah faktor teman sebaya. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Rosdiana tahun 2011 terhadap remaja di SMP dan SMA

Jakarta, menunjukkan bahwa sebesar 56,1% teman sebaya berpengaruh pada

perilaku merokok remaja. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh

Rosmala,dkk pada siswa SMP As-Syafiah tahun 2003 menunjukkan bahwa

faktor teman sebaya adalah faktor kedua yang sangat mempengaruhi remaja

untuk merokok yaitu sebesar 49,6%, dengan faktor pertamanya adalah faktor

keluarga yaitu sebesar 50%.

Pengaruh lingkungan dan kelompok memegang peranan yang

cukup besar. Karena itulah para remaja berusaha untuk merubah atau

menyesuaikan perilakunya supaya sesuai atau cocok dengan aturan dalam

suatu kelompok, dan terjadilah suatu konformitas. Suatu konformitas akan

semakin kuat jika seorang remaja memiliki kecenderungan yang kuat juga

untuk berperilaku sesuai aturan kelompoknya (Zebua & Nurdjayanti, 2001).

(22)

aktivitas, penampilan, bahasa yang digunakan, sikap, dan nilai-nilai yang

dianut. Konformitas merupakan suatu tuntutan yang tidak tertulis dari

kelompok terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat yang

dapat menyebabkan munculnya perilaku tertentu pada remaja anggota

kelompok tersebut (Zebua & Nurdjayanti, 2001).

Hurlock (2012) menyebutkan bahwa, banyak sekali perilaku yang

muncul pada remaja hanya karena mengikuti norma yang ada pada

kelompoknya, contohnya mencoba minum alkohol, obat-obatan terlarang,

merokok, membolos, dan tawuran. Mereka menganggap bahwa dengan

berperilaku seperti itu berarti mereka merupakan bagian dari kelompok

tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2009) menyebutkan bahwa

konformitas teman sebaya memberikan pengaruh yang besar pada intensitas

merokok remaja, yaitu sebesar 36, 84%. Sedangkan menurut penelitian

Widodo (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat konformitas maka

semakin tinggi pula perilaku merokok seseorang.

Penelitian yang dilakukan oleh Febrina (2012) pada sejumlah remaja di

SMA Jakarta menunjukkan bahwa sebanyak 36,64 % remaja merokok karena

memang sudah menjadi kebiasannya, 26,3 % karena sudah ketagihan dan

merasa tidak enak jika tidak merokok, 18,81 % beralasan untuk menenangkan

perasaan-perasaan negatif dari dirinya, dan 17,82 % karena ingin

meningkatkan kesenangan yang sudah ada dalam dirinya. Nurlailah (2010)

mendapatkan bahwa tipe perilaku merokok pada remaja paling banyak yaitu

yang bertujuan untuk menghilangkan perasaan negatif dalam dirinya yaitu

(23)

Kebiasaan merokok pada remaja umumnya dikarenakan oleh pergaulan

dalam lingkungan sekolah (Husaini, 2007). Pada masa-masa sekolah anak

remaja mengalami tekanan-tekanan yang dirasakannya baik saat dirumah

maupun disekolah, hal ini dapat membuat anak mencari pelarian dari

masalah-masalah yang dihadapinya salah satunya dengan merokok. Anak

remaja sebagian besar percaya bahwa dengan merokok akan menghilangkan

stress dan akan lebih mudah bergaul dengan teman-temannya (Hadi dalam

Dewi, 2008). Tipe perilaku merokok pada remaja bisa di kategorikan

berdasarkan management of affect theory, dimana bisa dilihat tipe perilaku berdasarkan perasaan-perasaan yang ada dalam dirinya. Pada awalnya remaja

hanya mencoba merokok untuk menenangkan perasaanya, namun setelah ia

menemukan kelegaan setelah merokok maka iapun lama kelaman menjadi

terbiasa untuk merokok (Sa’diah, 2007).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis

merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahui tentang

“Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya Terhadap Tipe Perilaku

Merokok pada Remaja laki-laki Usia Pertengahan di SMAN 97 Jakarta”.

B. Rumusan Masalah

1. Masa sekolah adalah masa dimana anak mudah terpengaruh oleh

teman-teman sebayanya karena intensitas bertemu yang cukup tinggi dan mulai

melepaskan diri dari orangtuanya. Siswa SMA yang berada dalam masa

remaja merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan

norma-norma kelompok sebayanya dan menganggap rokok sebagai

(24)

2. Menurut Leventhal & Clearly (1984), 5%-15% orang mulai merokok saat

berusia 11-13 tahun dan 85%-95% sebelum berusia 18 tahun. Data

RISKESDAS (2010) menunjukkan sekitar 43,3% perokok mulai merokok

di usia 15-19 tahun, 17,5% mulai merokok di rentang usia 10-14 tahun,

dan 14,6 persen di usia 20-24. Iqbal (2008) sebanyak 59,8% perokok usis

15-18 tahun berjenis kelamin laki-laki. Penelitian oleh Sirait, dkk (2002)

juga menunjukkan usia responden yang paling banyak merokok adalah

usia 15-19 tahun yaitu sebesar 27,2% dan 54,5% berjenis kelamin

laki-laki.

3. Hasil studi pendahuluan dengan wawancara terhadap 27 siswa SMAN 97

Jakarta pada bulan Januari 2013 didapatkan sebanyak 25 siswa pernah

merokok dan sampai sekarang pun masih ada yang merokok namun tidak

ada yang merokok selain saat bersama temannya, dan sebagian besar

beralasan merokok karena untuk melampiaskan perasaanya baik saat

senang maupun sedih.

Untuk itulah peneliti tertarik untuk melihat hubungan bentuk konformitas

teman sebaya terhadap tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia

pertengahan pada anak SMAN 97 Jakarta.

C. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimanakah bentuk konformitas teman sebaya yang terjadi pada remaja

laki-laki usia pertengahan di SMAN 97 Jakarta?

2. Bagaimana tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia pertengahan

(25)

3. Apakah terdapat hubungan antara bentuk konformitas teman sebaya

dengan tipe-tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia pertengahan

di SMAN 97 Jakarta?

D. Tujuan penelitian

Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan bentuk

konformitas teman sebaya dengan tipe perilaku merokok pada remaja

laki-laki usia pertengahan di SMAN 97 Jakarta.

Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi bentuk konformitas teman sebaya yang terjadi pada

remaja laki-laki usia pertengahan di SMAN 97 Jakarta

2. Mengetahui tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia pertengahan

di SMAN 97 Jakarta

3. Mengidentifikasi hubungan yang ditimbulkan oleh bentuk konformitas

teman sebaya terhadap tipe perilaku merokok pada remaja.

E. Manfaat penelitian

1. Bagi institusi keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

dalam bidang pendidikan keperawatan, khususnya keperawatan komunitas

(26)

2. Bagi sekolah

Sebagai bahan masukkan terhadap bidang kemahasiswaan SMAN 97

Jakarta dalam membuat program pencegahan agar para siswa/i tidak

menjadi perokok dan menanggulangi kebiasaan merokok.

3. Bagi remaja

Penelitian ini berguna sebagai salah satu sumber data yang dapat

digunakan para remaja untuk dapat membentengi diri agar tidak

terpengaruh oleh teman sebaya yang mengajak untuk merokok, dan dapat

melalui masa remajanya tanpa terpengaruh oleh rokok.

4. Bagi peneliti

Dapat menjadi pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan peneliti

dapat mengkaitkan hasil penelitian dengan ilmu pengetahuan yang

diperoleh dari kampus di lapangan praktik.

F. Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan

korelasional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan bentuk

konformitas teman sebaya terhadap tipe perilaku merokok remaja laki-laki

usia pertengahan di SMA. Subjek yang diteliti adalah remaja laki-laki usia

(27)

10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian remaja

Kata adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin adolescere

yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 2012).

Secara psikologis masa remaja adalah sebuah masa dimana individu

berperan bersama masyarakat dewasa, dimana pada usia ini anak sudah

tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, anak

sudah mulai merasa dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya

dalam masalah hak (Piaget dalam Hurlock 2012). Menurut Hurlock

(2012), masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak

ke masa dewasa, di mulai saat anak secara seksual matang dan berakhir

saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Santrock (2007), mendefinisikan remaja sebagai suatu periode

perkembangan dari transisi antar masa kanak-kanak dan dewasa, yang

disertai perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Sedangkan

menurut Monks (2006), remaja adalah individu berusia 12-21 tahun

yang sudah mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa,

dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 adalah

(28)

Sedangkan di Indonesia, digunakan batasan usia untuk remaja

yaitu usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : (Sarwono 2012)

a. Usia 11 tahun adalah usia dimana tanda-tanda seksual sekunder

mulai terlihat

b. Usia 11 tahun di Indonesia sudah dianggap aqil balik, baik menurut

agama maupun adat sehingga biasanya masyarakat sudah tidak

memperlakukan mereka seperti anak-anak lagi.

c. Pada usia tersebut juga mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri, tercapainya

fase genital dari perkembangan psikoseksual, dan tercapainya

puncak perkembangan kognitif maupun moral.

d. Sedangakan usia 24 tahun dianggap batas usia maksimal yaitu pada

usia tersebut adalah peluang terakhir untuk menggantungkan diri

pada orang tua.

e. Status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih

sangat penting di Indonesia. Seseorang yang sudah menikah pada

usia berapapun akan dianggap sudah dewasa dan diperlakukan

layaknya orang dewasa, baik secara hukum maupun dalam

kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga. Karena itulah maka

definisi remaja dibatasi untuk yang belum menikah.

Dari berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

(29)

peralihan dari anak-anak menuju dewasa dan yang mengalami

perubahan secara biologis, kognitif, dan sosioemosianal.

2. Ciri-ciri umum masa remaja

Remaja mengalami perubahan-perubahan, baik fisik maupun

psikis. Dan perubahan yang tampak paling jelas adalah perubahan fisik,

dimana tubuh berkembang sehingga mencapai tubuh orang dewasa

yang turut disertai dengan perkembangan reproduksi. Remaja juga

mengalami perkembangan secara kognitif dan mulai mampu berpikir

abstrak layaknya orang dewasa. Dan mereka juga mulai mencoba

melepaskan diri dari orang tua dan mulai menjalankan peran sosialnya

yang baru sebagai orang dewasa. (Clarke-Stewart & Friedman, dalam

Hendriati, 2006).

Selain perubahan dalam diri remaja, terjadi pula perubahan dalam

lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru,

teman sebaya, dan masyarakat pada umumnya. Kondisi ini sebagai

reaksi terhadap pertumbuhan remaja, remaja dituntut untuk mampu

menampilkan sikap yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang

seusianya. Adanya perubahan-perubahan tersebut membuat kebutuhan

remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan

psikologisnya. Dan untuk memenuhi kebutuhannya itulah remaja mulai

memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti

(30)

Seorang remaja berada pada batas peralihan antara kehidupan anak

dan dewasa. Meskipun tubuhnya kelihatan dewasa, tetapi bila

diperlukan bertindak seperti orang dewasa ia belum dapat menunjukkan

kedewasaannya. Pengalaman mengenai alam dewasa masih belum

banyak sehingga dapat terjadi hal-hal seperti berikut :

a. Kegelisahan. Suatu keadaan yang membuat remaja sulit untuk

menguasai diri karena mereka mempunyai banyak keinginan yang

tidak selalu dapat dipenuhi.

b. Pertentangan. Pertentangan disini timbul ketika terjadi perbedaan

dengan orangtua yang membuat remaja ingin melepaskan diri dari

orangtuanya, namun di sisi lain mereka belum berani mengambil

resiko untuk dapat berdiri sendiri.

c. Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya.

Mereka ingin mengetahui berbagai hal melalui usaha-usaha yang

dilakukan dalam berbagai bidang. Contohnya, mereka ingin

mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewwasa, seperti merokok

dengan sembunyi-sembunyi. (Gunarsa 2012)

Hurlock (2012) menerangkan ciri-ciri masa remaja sebagai berikut :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental, terutama pada masa awal perkembangan

remaja, membuat perlunya penyesuaian mental, membentuk sikap,

(31)

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan disini bukan berarti terputus atau berubah dari apa yang

terjadi sebelumnya, namun lebih kepada sebuah peralihan dari satu

tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah

terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang

terjadi sekarang dan yang akan datang.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku pada saat remaja

bersamaan dengan tingkat perubahan fisik. Saat perubahan fisik

terjadi secara cepat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung

cepat. Sebaliknya jika perubahan fisik menurun maka perubahan

sikap dan perilaku pun ikut menurun.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode perkembangan mempunyai masalahnya

masing-masing, namun masalah pada saat remajalah menjadi masalah yang

seringkali sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan.

Alasannya adalah pertama karena saat mereka masih kanak-kanak,

sebagian besar bahkan seluruh masalah yang dialami diselesaikan

oleh orang tua dan guru mereka, sehingga ini membuat remaja tidak

berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena mereka

merasa dirinya mandiri, sehingga mereka menolak bantuan dari

(32)

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak,

penyesuaian diri dengan standar kelompok menjadi lebih penting

daripada bersikap individualistis. Pada awalnya penyesuaian diri

dengan kelompok bagi remaja sangatlah penting, namun lama

kelamaan mereka mulai menginginkan identitas diri yaitu ingin

menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan bahwa anak remaja adalah anak-anak yang tidak rapi,

tidak dapat dipercaya, dan cenderung merusak membuat orang

dewasa yang mempunyai peranan membimbing dan mengawasi

kehidupan remaja menjadi takut untuk bertanggung jawab dan lebih

memilih untuk bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja

yang normal.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Pada masa ini remaja memandang dirinya dan orang lain sesuai

dengan apa yang dia inginkan bukan seperti apa adanya. Jika

keinginannya tidak sesuai yang dia harapkan ia akan menjadi marah.

Remaja akan merasa iri dan merasa gagal apabila orang lain berhasil

mencapai apa yang dia inginkan atau dia tentukan sendiri.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dekatnya usia remaja dengan usia kematangan, membuat para

remaja menjadi takut untuk meninggalkan imej yang sudah melekat

(33)

bahwa mereka sudah hampir dewasa. Mereka mulai merubah

perilaku-perilaku mereka yang tadinya baik dengan perilaku yang

dikatakan dengan status kedewasaan seperti perilaku merokok,

minum alkohol, menggunakan obat-obatan bahkan sampai dalam

perbuatan aseksual. Mereka beranggapan bahwa perilaku ini akan

memberikan pandangan orang lain sesuai dengan apa yang mereka

inginkan.

Secara umum masa remaja dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

sebagai berikut : (Konopka dalam Hendriati, 2006) :

a. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini remaja mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak

dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan

tidak tergantung pada orang tua. Namun remaja masih merasa heran

dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Akibatnya

mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru dan menjadi

lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya, kepekaan yang

berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap

ego yang dapat membuat remaja sulit dimengerti oleh orang dewasa.

Focus pada tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi

fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan semakin berkembangnya kemampuan

berpikir yang baru. Pada masa ini remaja sangat membutuhkan

(34)

remaja. Terdapat kecenderungan narsistik atau mencintai dirinya

sendiri dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai

sifat yang sama dengan dirinya. Masa ini remaja akan mengalami

kondisi kebingungan karena masih ragu dalam memilih, sendiri,

peduli, optimis.

c. Masa remaja akhir (19-22 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan

persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama

masa ini remaja berusaha meyakinkan tujuannya. Keinginan yang

kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman

sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri pada tahap ini.

3. Tugas perkembangan remaja

Setiap tahap perkembangan dalam kehidupan manusia mempunyai

tugas-tugas tersendiri yang berbeda-beda di setiap tahapnya.

Tugas-tugas ini merupakan harapan masyarakat yang harus dipenuhi oleh

setiap individu. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam melaksanakan

tugas perkembangannya pada periode usia tertentu akan mempengaruhi

seseorang untuk melaksanakan tugas perkembangan di periode usia

selanjutnya.

Begitu pula dengan remaja, mereka juga mempunyai tugas

perkembangan yang harus dipenuhi. Tugas ini diharapkan telah

terpenuhi pada akhir masa remaja, sehingga individu akan siap untuk

(35)

tentunya lebih rumit dibandingkan tugas saat remaja. Berikut ini adalah

tugas-tugas perkembangan menurut Havighurst (dalam Hendriati 2006):

a. Menciptakan hubungan baru dengan orang lain dan lebih matang

bergaul dengan teman seusianya baik laki-laki maupun perempuan.

Dengan terjalinnya hubungan pertemanan dengan lawan jenis, maka

remaja dapat belajar tentang keterampilan sosial sebagai orang

dewasa. Dengan demikian pada saat usia mereka bertambah tua,

mereka akan lebih terampil dan siap untuk terjun pada lingkungan

yang lebih luas lagi.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. Remaja dapat menerima dan

belajar mengenai peran sosial maskulinitas dan femininitas yang

dibenarkan dalam lingkungan orang dewasa.

c. Menerima perubahan terhadap keadaan fisiknya dan memanfaatkan

perubahan tersebut secara efektif dan bijaksana. Pada diri remaja

perubahan secara internal maupun eksternal terjadi secara paralel.

Diharapkan dengan adanya perubahan ini, remaja dapat memiliki

toleransi terhadap kondisi fisiknya, serta dapat menggunakan dan

memeliharanya secara efektif dengan kepuasan pribadi.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa

lainnya. Remaja harus bisa tidak tergantung lagi pada orang tua

sedikit demi sedikit. Mereka harus bisa mengembangkan afeksi dari

orang tua tanpa bergantung pada mereka dan untuk mengembangkan

rasa hormat terhadap orang dewasa lainnya tanpa bergantung pada

(36)

e. Mempersiapkan pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Remaja

menunjukkan perbedaan dalam sikap meraka terhadap pernikahan.

Remaja dapat mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan

keluarga, khususnya wanita untuk mendapatkan pengetahuan penting

dalam mengelola rumah dan mengasuh anak.

f. Mempersiapkan diri untuk karir dan ekonomi. Remaja dapat

mengorganisasikan suatu perencanaan dan berusaha dengan berbagai

cara untuk mencapai tingkat karir yang teratur dan mampu membina

kehidupan

g. Memperoleh peringkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku mengembangkan ideologi.

h. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab. Remaja belajar untuk menggabungkan diri dengan

masyarakat dan negaranya. Remaja harus mengorbankan sesuatu

untuk mencapai tahap kebaikan yang lebih tinggi.

Dari tugas-tugas tersebut, terlihat bahwa secara umum tugas

perkembangan masa remaja berkaitan dengan diri sendiri dan

lingkungan sosialnya. Semua perubahan pada masa remaja membuat

mereka melakukan penyesuaian dalam dirinya, menerima perubahan

sebagai bagian dari dirinya, dan membentuk suatu identitas yang baru

tentang siapa dirinya untuk mempersiapkan menghadapi masa dewasa.

Semakin bertambahnya usia, maka semakin banyak pula tuntutan dari

lingkungan sosial di sekitarnya. Ini membuat mereka juga harus dapat

(37)

dirinya berbeda dengan orang lain dan dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan, mereka akan siap memasuki masa dewasa dengan

peran-peran dan tanggung jawab yang baru.

4. Masalah-masalah yang terjadi pada remaja

Banyak sekali masalah-masalah yang akan dihadapi seseorang

pada saat remaja. Seorang remaja bisa saja mengalami masalah yang

sangat berat dan memerlukan waktu lama untuk menyelesaikannya

(Santrock, 2007). Misalnya saja saat anak berusia 13 tahun ia mulai

menunjukkan perilaku mengganggu orang lain, pada usia 14 ia sudah

melakukan kenakalan-kenakalan yang nyata, dan pada usia 16 tahun

masalahnya akan bertambah parah karena ia semakin sering

melakukan kenakalan. Hal ini terjadi karena masa remaja adalah masa

pembuktian diri kepada orang lain, maka remaja akan melakukan

apapun agar dirinya diakui walaupun apa yang ia lakukan sebenarnya

salah. Berikut adalah masalah yang sering terjadi pada remaja

(Santrock, 2007):

a. Penggunaan obat terlarang , alkohol, dan merokok

Para remaja tertarik menggunakan obat-obatan karena mereka

yakin bahwa obat-obatan dapat membantu mereka beradaptasi

terhadap lingkungan yang selalu berubah. Mereka menganggap

dengan merokok, minum-minuman keras mereka dapat mengurangi

stress, tidak bosan, dan dalam beberapa situasi dapat membantu

(38)

merasakan perasaan tenang, gembira, rileks saat memakai obat.

Namun penggunaan obat untuk memperoleh kepuasan pribadi dan

kemampuan beradaptasi yang sementara dapat menimbulkan

dampak yang sangat merugikan. Dengan demikian, remaja yang

menganggap penggunaan obat itu adalah perilaku adaptif malah

sebenarnya adalah perilaku maladaptif, karena dapat menimbulkan

masalah kesehatan dalam jangka panjang.

b. Kenakalan remaja

Kenakalan remaja mengarah pada berbagai perilaku, mulai dari

perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, pelanggaran,

hingga tindakan kriminal. Kenakalan ini biasanya dilakukan oleh

remaja-remaja yang gagal dalam menjalani tugas

perkembangannya, baik pada saat remaja maupun masa

kanak-kanak. Kenakalan remaja merupakan bentuk dari konflik-konflik

yang tidak terselesaikan dengan baik pada tahap perkembangan

sebelumnya.

c. Gangguan depresif dan bunuh diri

Di masa remaja, gejala-gejala depresif dapat dilihat dalam berbagai

cara, seperti kecenderungan untuk mengenakan pakaian hitam,

menulis kata-kata yang mengerikan, atau senang mendengarkan

lagu-lagu yang bertema sedih. Gangguan tidur juga dapat muncul

seperti sulit bangun di pagi hari maupun sulit tidur saat malam hari.

(39)

bosan dan enggan untuk melanjutkan hidupnya, sehingga muncul

ide-ide untuk bunuh diri dan usaha bunuh diri di masa remaja.

5. Karakteristik anak usia sekolah menengah atas (SMA)

Masa-masa SMA ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu

(Desmita, 2012):

a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya

b. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria dan wanita

dewasa

c. Menerima kebahagian fisik dan mampu menggunakannya secara

efektif

d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya

e. Memilih dan mempersiapkan karir di masa depan sesuai dengan

minat dan kemampuannya

f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup

berkeluarga, dan memiliki anak

g. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang

diperlukan sebagai warga negara

h. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial

i. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman

dalam bertingkah laku

j. Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan

(40)

B. Konformitas Teman Sebaya 1. Pengertian teman sebaya

Teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang

sama dengan kita, dan memiliki kelompok sosial yang sama pula,

misalnya teman sekolah (Mu’tadin 2002). Teman sebaya juga dapat

diartikan sebagai kelompok orang yang mempunyai latar belakang, usia,

pendidikan, dan status sosial yang sama, dan mereka biasanya dapat

mempengaruhi perilaku dan keyakinan masing-masing anggotanya. Dalam

kelompok teman sebaya biasanya mereka saling bercerita tentang

kesenangan dan latar belakang anggotanya. Asmani (2012) menambahkan

selain tingkat usia yang sama, teman sebaya juga memiliki tingkat

kedewasaan yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa teman sebaya

adalah sekelompok orang yang seumur, berlatar belakang, berpendidikan,

dan dalam status sosial yang sama, dimana dalam kelompok tersebut

biasanya terjadi pertukaran informasi yang mungkin saja dapat

mempengaruhi perilaku dan keyakinan dari anggota lainnya.

Memasuki masa remaja, individu akan mulai belajar tentang

hubungan timbal balik yang akan di dapatkan ketika mereka melakukan

interaksi dengan orang lain maupun dengan temannya sendiri. Selain itu

mereka juga belajar untuk mengobservasi dengan teliti mengenai minat

dan pandangan temannya, ini dilakukan agar remaja mudah ketika ingin

menyatu atau beradaptasi dengan temannya (Piaget dan Sullivan dalam

(41)

2. Bentuk-bentuk kelompok teman sebaya

Hurlock (2012) menyebutkan kelompok-kelompok sosial yang

paling sering terjadi pada masa remaja adalah :

a. Teman dekat

Biasanya remaja memiliki dua atau tiga orang teman dekat atau

sahabat. Dan pada umumnya teman mereka terdiri dari jenis kelamin

dan usia yang sama, mempunyai tujuan, keinginan, dan kemampuan

yang sama. Teman dekat ini dapat mempengaruhi satu sama lain

dalam berbagai hail yang terjadi dalam kehidupan remaja.

b. Kelompok kecil

Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok teman-teman dekat.

Pada awalnya kelompok ini terdiri dari satu jenis kelamin yang sama,

namun kemudian meliputi juga dari kedua jenis kelamin yang

berbeda.

c. Kelompok besar

Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok

teman dekat. Kelompok ini berkembang dengan meningkatnya minat

untuk bersenang-senang dan menjalin hubungan. Karena besarnya

kelompok ini membuat penyesuaian minat berkurang diantara

anggota-anggotanya. Sehingga timbul jarak sosial yang besar diantara

(42)

d. Kelompok yang terorganisir

Kelompok ini merupakan kelompok binaan orang dewasa. Biasanya

kelompok ini dibentuk oleh orang dewasa misalnya oleh sekolah atau

organisasi masyarakat. Kelompok ini dibentuk dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai

kelompok besar.

e. Kelompok geng

Kelompok ini terbentuk karena remaja tidak termasuk dalam

kelompok atau kelompok besar dan merasa kurang puas dengan

kelompok yang terorganisasi akan mengikuti kelompok geng.

Anggotanya biasanya terdiri dari anak-anak sejenis yang minat utama

mereka adalah untuk mengahadapi penolakan teman-teman melalui

perilaku anti sosial.

3. Konformitas teman sebaya

Konformitas adalah pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan

pendapat atau pola tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang

mempengaruhinya (Prayitno, 2009). Suryawati dan Maryati (2006)

mendefinisikan konformitas sebagai bentuk interaksi yang didalamnya

seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat di

mana ia tinggal, yang berarti konformitas adalah suatu proses penyesuaian

diri dengan masyarakat dengan cara menaati norma dan nilai-nilai

masyarakat. Konformitas biasanya menyebabkan timbulnya kepatuhan dan

(43)

Myers (dalam Suryawati dan Maryati, 2006 ) mengkategorikan

terdapat dua bentuk konformitas yang biasa muncul pada individu :

a. Acceptance

Acceptance merupakan bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara menyamakan sikap, keyakinan pribadi, maupun

perilakunya di depan masyarakat dengan norma atau tekanan dari

kelompok. Acceptance lebih sering terjadi ketika individu percaya bahwa pendapat atau peilaku kelompok adalah benar, konformitas ini

dapat terjadi karena kelompok menyediakan informasi yang

dibutuhkan individu atau disebut dengan informational social influence.

Informational social influence terjadi jika seseorang mempunyai pertanyaan atau masalah dan ia tidak tahu jawabannya

atau tidak tahu bagaimana seharusnya bertingkah laku dan ia akan

melihat dan menanyakan kepada orang lain. Mungkin jawaban yang

diterima berasal dari satu orang, namun bila jawaban tersebut

didukung oleh banyak orang akan lebih meyakinkan. Myers juga

menekankan bahwa orang lain dapat menjadi sumber informasi yang

berarti jika seseorang berada dalam situasi yang membingungkan

Sehingga acceptance adalah konformitas yang didasari oleh penerimaan seseorang terhadap bukti realitas yang diberikan orang

lain. Jadi jika individu tidak tahu atau bingung harus berbuat apa maka

ia akan menjadikan perilaku kelompok sebagai pedoman perilaku dan

(44)

Konformitas Acceptance ini dapat dipengaruhi oleh : (Sears,2010)

1.1.Kepercayaan terhadap kelompok

Masalah utamanya apakah individu mempercayai

informasi yang dimiliki kelompok atau tidak. Semakin besar

kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber

informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk

menyesuaikan atau mengikuti kelompok. Dengan kata lain, jika

individu yang selalu berpendapat bahwa kelompoknya selalu

benar maka dia akan mengikuti apapun yang dilakukan

kelompoknya tanpa mempedulikan pendapatnya sendiri.

Salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap kelompok

adalah keahlian dan kompetisi yang dimiliki oleh anggota

kelompok lainnya. Semakin tinggi tingkat keahlian dan kompetisi

kelompok, maka kepercayaan penghargaan individu terhadap

kelompok semakin besar.

1.2.Kepercayaan terhadap diri sendiri

Konformitas akan menurun jika individu mempunyai

kepercayaan yang kuat terhadap penilaian perilakunya sendiri.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri

adalah tingkat penilaian individu terhadap kemampuan yang

dimilikinya. Faktor lain adalah kesulitan, semakin sulit hal yang

harus dihadapi, maka semakin rendah rasa percaya diri yang

(45)

b. Compliance

Compliance merupakan bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara bertingkah laku sesuai dengan tekanan

kelompok, sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku

tersebut. Compliance terjadi ketika individu menyamakan perilaku dengan tujuan untuk mendapatkan hadiah atau pujian dan menghindari

hukuman. Konformitas ini juga terjadi dengan tujuan untuk diterima

dalam kelompok atau mengindari penolakan. Konformitas ini

dilakukan atas dasar rasa cemas atau takut mendapat celaan dari

lingkungan sosialnya.

Konformitas Compliance ini dapat dipengaruhi oleh : (Sears, 2010)

2.1. Rasa takut terhadap penyimpangan

Rasa takut dianggap sebagai orang yang menyimpang,

merupakan alasan utama terjadinya konformitas compliance. Rasa takut ini diperkuat oleh tanggapan kelompok terhadap perilaku

menyimpang. Penyimpangan yang terjadi dalam kelompok, dapat

mengakibatkan seseorang menerima resiko yang tidak

menyenangkan seperti dikucilkan atau ditolak oleh kelompok.

2.2. Kekompakkan kelompok

Semakin kuat ketertarikkan individu terhadap kelompok,

maka semakin kuat juga konformitas yang terjadi. Ketika

anggota-anggota kelompok bekerja untuk satu tujuan yang sama

(46)

berada dalam satu kesatuan. Dan ketika rasa suka anggota

kelompok yang satu terhadap yang lain semakin besar, maka

semakin besar pula harapan untuk memperolah manfaat dari

keanggotaan kelompok dan kelompok tersebut semakin kompak.

Kekompakkan yang semakin tinggi akan mempertinggi tingkat

konformitas.

2.3. Kesepakatan kelompok

Anggota kelompok yang dihadapkan pada keputusan

kelompok yang sudah bulat, akan merasa mendapat tekanan yang

kuat untuk dapat menyesuaikan pendapat atau perilakunya.

Namun bila ada satu orang saja yang tidak sependapat dengan

anggota lainnya, tingkat konformitas dalam kelompok itu pun

akan menurun. Hai ini dapat terjadi karena, pertama, pelanggaran

kesepakatan yang terjadi dalam kelompok berarti ada

kemungkinan terdapat perbedaan pendapat atau penilaian antar

anggota. Kedua, anggota yang tidak setuju dengan pendapat

kelompok akan menimbulkan penolakan. Ketiga, berkurangnya

kesepakatan terhadap kelompok mengurangi keyakinan anggota

kelompok terhadap kelompok itu sendiri.

4. Fungsi teman sebaya

Penelitian-penelitian yang dilakukan pada sejumlah remaja

menunjukkan bahwa hubungan yang positif dengan teman sebaya

menghasilkan penyesuaian sosial yang positif juga (Santrock dalam

(47)

bahwa pengaruh teman sebaya memberikan fungsi-fungsi sosial dan

psikologis yang sangat penting bagi remaja, Hightower juga menyatakan

bahwa hubungan teman sebaya yang harmonis selama masa remaja akan

menghasilkan kesehatan mental yang positif pada usia setengah baya.

(Desmita, 2012).

Kelly dan Hansen (dalam Desmita, 2012), menyebutkan 6 fungsi

dari teman sebaya, yaitu :

a. Mengontrol impuls-impuls negatif. Interaksi dengan teman sebaya

membuat remaja belajar bagaimana memecahkan masalah dengan

cara-cara lain dengan tidak meluapkan kemarahan langsung.

b. Mendapatkan dukungan emosional dan sosial serta menjadi lebih

mandiri. Kelompok teman sebaya memberikan dukungan untuk

mencoba peran dan tanggung jawab baru, hal ini membuat

berkurangnya rasa ketergantungan mereka dengan keluarganya.

c. Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan

kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan

perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih dewasa.

d. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran

jenis kelamin. Dari teman sebaya, remaja belajar tentang tingkah laku

dan sikap yang mereka dengan menjadi laki-laki dan perempuan

muda.

e. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Dalam kelompok,

remaja mencoba untuk mengambil keputusan menurut diri mereka

(48)

dimiliki temannya, selanjutnya mereka akan memutuskan mana yang

benar menurut mereka. Hal ini dapat membantu remaja dalam

mengembangkan kemampuan penalaran moral mereka.

f. Meningkatkan harga diri. Seorang remaja akan merasa nyaman dan

senang ketika dirinya menjadi orang yang disukai dalam

kelompoknya.

5. Perkembangan sosial remaja

Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua

macam gerak yaitu antara memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke

arah teman sebaya. Kedua macam arah gerak ini bukan merupakan hal

yang berurutan, namun yang satu dapat terkait dengan yang lain. Artinya

hal pertama tanpa diiringi hal kedua tidak akan berjalan sebagaimana

mestinya. Dua macam gerak ini merupakan suatu reaksi terhadap status

diri anak muda.

Remaja berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan orang tua

dengan tujuan agar dapat menemukan dirinya. Proses tersebut dinamakan

proses mencari identitas ego (Erikson dalam Monks, 2006). Pembentukan

identitas yang berarti perkembangan individu ke arah yang lebih baik,

merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan remaja agar dapat

berdiri sendiri atau berbeda dari orang lain. Untuk mendapatkan

perkembangan yang baik, remaja harus mempunyai pengalaman. Remaja

tidak boleh terlalu terbawa oleh peran yang sedang dimainkannya,

misalnya sebagai anak, teman, pelajar, teman sebaya, dan sebagainya,

(49)

Debesse (dalam Monks,2006), mempunyai pendapat yang berbeda.

Menurutnya yang membuat remaja berbeda dengan orang lain adalah

karena originalitasnya bukan identitasnya. Artinya apabila remaja tidak

dapat berteman atau bergaul dengan teman sebayanya dan merasa

kesepian, ia akan tetap menunjukkan penampilan sebagai anak muda yang

akan membedakan dirinya dari anak dan orang dewasa. Originalitas

merupakan sifat khas pada anak muda, merekan cenderung memberi kesan

lain daripada yang lain, mereka menciptakan gayanya sendiri.

6. Remaja dan kelompok sebaya

Seiring dengan perkembangan sosial remaja, maka remaja mulai

memisahkan diri dari orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan

teman sebaya. Kelompok sebaya menjadi begitu berarti dan sangat

berpengaruh dalam kehidupan sosial remaja. Kelompok sebaya juga

merupakan wadah untuk belajar, karena melalui kelompok, remaja dapat

mengambil berbagai peran. Di dalam kelompok juga remaja juga menjadi

sangat tergantung kepada teman sebagai sumber kesenangannya sehingga

keterikatan dengan teman sebaya menjadi begitu kuat. Kecendrungan

keterikatan dalam kelompok tersebut akan bertambah dengan

meningkatnya frekuensi interaksi diantara anggota-anggotanya.

Pada awal usia remaja, keterlibatan remaja dalam kelompok sebaya

ditandai dengan persahabatan dengan teman, pada mulanya hanya dengan

teman sejenis, hubungan yang terjadi begitu akrab karena melibatkan

emosi yang cukup kuat. Hubungan dengan lawan jenis biasanya terjadi

(50)

terbaik, yaitu tempat remaja mencoba kemungkinan peran-peran dan

identitas yang ingin dicobanya. Dengan mempunyai sahabat remaja dapat

saling mendukung satu sama lain, saling memperhatikan apa yang

dipikirkan dan dirasakan sahabatnya.

Pada usia pertengahan keterlibatan remaja dalam kelompok

semakin besar, ditandai dengan terjadinya perilaku konformitas terhadap

kelompok. Remaja mulai bergabung dengan kelompok-kelompok sesuai

dengan minatnya seperti olahraga, musik, dan kelompok-kelompok

lainnya. Pada usia ini juga remaja sudah mulai menjalin hubungan khusus

dengan teman lawan jenisnya. Dan pada akhir usia remaja ikatan dengan

kelompok sebaya menjadi berkurang, dan nilai-nilai dalam kelompok

menjadi kurang begitu penting karena pada umumnya remaja lebih merasa

senang dengan nilai-nilai dan identitas dirinya

C. Perilaku merokok 1. Pengertian perilaku

Dilihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu tindakan atau

kegiatan mahkluk hidup yang bersangkutan.dan pada dasarnya perilaku

adalah tindakan manusia yang memiliki arti sangat luas misalnya

berjalan, tertawa, menangis, bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya.

Maka dapat disimpulkan bahwa perilaku (manusia) adalah semua

kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,

(51)

Laurens (2005) mendefinisikan perilaku mencakup kegiatan yang

terlihat mata seperti minum, tertawa, melihat, bekerja, menangis, dan

perilaku yang tidak terlihat mata seperti fantasi, motivasi, dan proses

yang terjadi pada waktu seseorang diam atau secara fisik tidak bergerak.

Perilaku manusia merupakan suatu yang sangat penting dan harus

dipahami dengan baik, hal ini karena perilaku manusia terdapat dalam

semua aspek kehidupan. Perilaku manusia mencakup dua komponen,

yaitu mental dan tingkah laku. Sikap adalah sesuatu yang telah melekat

pada diri manusia sedangkan tingkah laku merupakan tindakan yang

timbul sebagai reaksi terhadap keadaan atau situasi (Herjulianti

dkk,2002)

Perilaku merupakan interaksi antara stimulus dengan respon yang

ditimbulkan (Skinner dalam Sunaryo, 2004). Dilihat dari bentuk respon

terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua bentuk

yaitu perilaku terbuka dan perilaku tertutup. Perilaku terbuka terlihat

dalam bentuk tindakan misalnya makan ketika dirinya lapar. Sedangkan

perilaku tertutup ditunjukkan dalam bentuk perhatian, persepsi,

pengetahuan, dan reaksi lain yang tidak tampak (Notoatmodjo dalam

Sudarma, 2008).

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa perilaku adalah segala tindakan manusia yang dilakukan sebagai

respon terhadap stimulus dari luar maupun dari dalam, yang meliputi

(52)

2. Perilaku merokok

Manusia adalah makhluk yang sangat dinamis. Ada banyak perilaku

manusia yang bisa diamati, di observasi, dan di prediksi salah satunya

adalah perilaku merokok. Seperti yang telah diuraikan bahwa perilaku

merokok sudah ada sejak zaman romawi kuno. Dan sampai saat ini pun

perilaku merokok masih menjadi perilaku yang umum dijumpai di

masyarakat. Para perokok ini bisa dari berbagai kelas sosial, status, serta

kelompok umur yang berbeda, hal ini bisa dipengaruhi karena

kemudahan dalam mendapatkan rokok terutama di Indonesia yang tidak

membatasi usia minimal untuk membeli rokok, sehingga siapapun bisa

merokok dengan bebas.

Poerwadaminta (2003) mendefinisikan merokok sebagai kegiatan

menghisap rokok dan rokok itu sendiri adalah gulungan tembakau yang

dibalut dengan daun nipah atau kertas. Sedangkan pengertian merokok

menurut Sitepoe (2000) adalah membakar tembakau yang kemudian

dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun pipa.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok kemudian

menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan

asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.

3. Tipe perilaku merokok

Menurut Tomkins (dalam Aula 2010) menyebutkan terdapat empat

(53)

a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, yaitu dengan

merokok seseorang akan merasakan lebih positif dalam dirinya

1.1. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya

merokok setelah minum kopi atau makan

1.2. Simulation to pick them up, merokok hanya dilakukan untuk menyenangkan perasaan

1.3. Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh hanya dengan memegang rokok. Misalnya perokok yang lebih

senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan

jari-jarinya sebelum ia nyalakan dengan api atau menghisapnya.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.

Banyak orang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam

dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok

dianggap sebagai pelampiasan. Menurut mereka menggunakan rokok

disaat perasaan tidak enak akan membuat perasaan mereka menjadi

lebih nyaman kembali.

c. Perilaku merokok yang adiktif.

Perokok yang sudah kecanduan akan menambah dosis rokok yang

digunakannya sedikit demi sedikit, terutama ketika efek dari rokok

yang dihisapnya mulai berkurang. Mereka umumnya akan mencari

rokok untuk persediaan, sehingga ketika ia menginginkannya rokok

(54)

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.

Perokok disini menggunakan rokok bukan karena untuk

mengendalikan perasaan mereka, melainkan karena benar-benar

sudah menjadi kebiasaan rutin. Dengan kata lain merokok

merupakan suatu perilaku yang bersifat spontan, dan seringkali tanpa

disadari.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok

Ada berbagai alasan yang bisa menyebabkan seseorang merokok.

Biasanya seorang individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda

dari individu lain yang disesuaikan dengan tujuannya dalam merokok.

Perilaku merokok sebenarnya tidak jauh dari lingkungan dan individu itu

sendiri. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari

lingkungan juga disebabkan faktor dari dalam diri individu itu sendiri.

Menurut Subanada (dalam Soetjiningsih 2010) terdapat empat

faktor resiko bagi remaja untuk merokok yaitu :

a. Faktor psikologik

1.1. Faktor perkembangan sosial

Remaja beranggapan bahwa rokok dapat menjadi cara bagi

mereka untuk bebas dan terlihat dewasa saat mereka berhadapan

dengan teman-temannya yang juga merokok. Merokok sering

dikaitkan dengan remaja yang mempunyai prestasi buruk di

bidang akademik, sehingga mereka mencari ketenangan dengan

(55)

1.2. Faktor psikiatrik

Terdapat hubungan antara merokok dengan gangguan psikiatrik.

Gejala depresi misalnya lebih sering muncul pada perokok

daripada bukan perokok. Seorang remaja yang memperlihatkan

gejala depresi dan cemas akan mempunyai resiko yang lebih

tinggi untuk menggunakan rokok. Remaja yang mengalami

gangguan cemas menggunakan rokok untuk menghilangkan

kecemasan yang mereka alami.

b. Faktor biologik

2.1. Faktor kognitif

Faktor lain yang dapat mempengaruhi dalam perilaku rokok

adalah pikiran mereka yang dapat merasakan efek-efek

menyenamgkan dari rokok.

2.2. Faktor jenis kelamin

Seiring perkembangan tekhnologi, sekarang merokok tidak

hanya perilaku laki-laki saja, melainkan juga terjadi pada

perempuan. Perempuan yang merokok dilaporkan menjadi lebih

percaya diri, suka menentang, dan pandai bicara.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang berkaitan dengan perilaku merokok pada

remaja antara lain orang tua, saudara kandung maupun teman

Gambar

Gambar 2.1 : terbentuknya perilaku merokok remaja
Gambar 3.1 kerangka konsep
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Distribusi Pertanyaan Kuesioner Konformitas Teman Sebaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa agar pelaksanaan perkuliahan mahasiswa Program Kelanjutan Studi (pKS) dari D2 ke 51 Pendidikan Jasmani (Penjas) Fakultas llmu Keotahragaan'(FlKj universitas Negeri

(4) Tebal core dan plesteran efektif didapatkan hasil berturut- turut sebesar 80mm dan 20mm. Dimensi tersebut dapat meningkatkan kapasitas beban sebesar 7,205 dan

acuan aspek – aspek yang terdapat dalam perilaku asertif. Hasil dari uji koefisien validitas dengan menggunakan. teknik product moment menunjukkan rentang koefisien

Kedua, hasil akreditasi belum menunjukkan indikator akuntabilitas satuan pendidikan secara maksimal, baik kepada pemerintah, masyarakat, orang tua siswa, maupun siswa, seperti

Kualitas Layanan, Harga Dan Citra Merek Terhadap Kepuasan Pelanggan Jasa Transportasi Gojek (Studi Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Gresik Angkatan Tahun 2017 )”.

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan pengembangan subsektor perikanan tangkap di pesisir

The body types of senior and junior elite female triathletes differed in muscle mass, sum. of skinfolds and the percentage of adipose mass in relation to total

[r]