PADA REMAJA LAKI-LAKI USIA PERTENGAHAN
DI SMAN 97 JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
SIH UTAMI SRI HARTATI
109104000027
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
v
Nama : Sih Utami Sri Hartati
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Juni 1992
Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Jl. M.Saun Gg. Sidan rt 04/01, Tanah Baru Depok
16426
Telepon : 085693458058
Email : tammi_happy@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri Depok Baru 5 [1997-2003]
2. SMP Negeri 131 Jakarta [2003-2006]
3. SMA Negeri 97 Jakarta [2006-2009]
Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop:
1. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization
Era” tahun 2009
2. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok”
vi
4. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok”
pada tahun 2009
5. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di
Rumah” tahun 2010
6. Seminar Nasional “Homeopathy, A Brighter Alternative Treatment
Method Bulids an Indonesian Awareness of Natural Medication In The Future” tahun 2011
7. Seminar Nasional “Music Therapy: Melody for Heart and Brain Health”
tahun 2012
8. Workshop Nasional “Uji Kompetensi Keperawatan” Tahun 2012
9. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Perawat: Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” tahun 2012
10.Emergency Nursing Seminar dan Workshop “Peran Perawat dalam
Tatalaksana Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” tahun 2012
11.Seminar “Smoking Cessation for Better Generation without Tobacco”
vii JAKARTA
Skripsi, Oktober 2013
Sih Utami Sri Hartati, NIM: 109104000027
Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe Perilaku Merokok pada Remaja Laki-laki Usia Pertengahan di SMAN 97 Jakarta
xvi + 77 halaman + 13 tabel + 2 bagan + 4 lampiran
ABSTRAK
Masa remaja adalah masa-masa dimana seorang anak mengalami transisi dari anak-anak menuju ke dewasa baik dari segi fisik maupun psikologis. Dalam masa remaja ini, biasanya timbul masalah-masalah yang kompleks, yang berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja, dan masalah yang paling sering terjadi pada remaja adalah perilaku merokok. Jumlah perokok di Indonesia terutama remaja meningkat setiap tahunnya, tercatat sebanyak 65,9% remaja laki-laki dan 4,5% remaja perempuan merupakan perokok. Banyak alasan yang melatarbelakangi seorang remaja merokok, salah satunya adalah faktor lingkungan yaitu teman sebaya. Teman sebaya memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan remaja. Agar tetap diterima dalam kelompoknya, remaja selalu berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dan menyamakan pendapatnya dengan kelompoknya sehingga terjadilah konformitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bentuk konformitas terhadap tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMAN 97 Jakarta. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 81 remaja laki-laki usia 5-18 tahun pada bulan Agustus-September 2013. Pengumpulan data menggunakan kuesioner konformitas dan tipe perilaku merokok. Hasil uji instrumen penelitian didapatkan hasil reliabilitas sebesar 0,895 untuk konformitas dan 0,937 untuk tipe perilaku merokok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswa mempunyai bentuk konformitas acceptance (63%) dan termasuk ke dalam tipe perilaku merokok
positive affect smokers (33,3%). Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square
dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara bentuk konformitas terhadap tipe perilaku merokok remaja laki-laki usia pertengahan di SMAN 97 Jakarta (p value=0,404). Berdasarkan penelitian ini, sekolah dapat melakukan pendekatan konseling, menambah kegiatan ekstrakulikuler, dan kampanye anti rokok kepada siswa agar tidak semakin banyak remaja yang merokok.
viii JAKARTA
Undergraduates Thesis, October 2013
Sih Utami Sri Hartati, NIM: 109104000027
Relationships between Form of Conformity with The Type of Smoking Behavior in Middle Adolescent Boys in SMAN 97 Jakarta
xvi + 77 pages + 13 tables + 2 charts + 4 attachments
ABSTRACT
Adolescence is transition period from children to adults both of physical and psychological. In adolescence, usually arising problems, related to the changes that occur in adolescents, and the common problem in adolescence are smoking behavior. According to number of adolescence smokers in Indonesia always increasing every year, there were 65.9 % boys and 4.5 % girls were smokers. Many reasons behind a smoking teen, one of which is that environmental factors peers. Peers influence very much in teenage life. In order to be accepted among peers, adolescence are always trying to adjust and equalize their opinions with the group so that there was conformity.
This study is to determine the relationship between form of conformity with the type of smoking behavior in middle adolescent boys at SMAN 97 Jakarta. This type of research is a cross-sectional quantitative approach conducted on 81 boys aged 15-18 years old on August-September 2013. Data were collected by using questionnaires form of conformity and type of smoking behavior. The test results showed the reliability of the research instruments was 0.895 for peer conformity and 0.937 for the type of smoking behavior
The results showed that the majority of students have a form of conformity acceptance (63 %) and belong to the type of positive affect smokers (33.3 %). Results of statistical tests using the chi - square test with α = 0.05 obtained results that there is no significant correlation between peer conformity to the type of smoking behavior in middle adolescent boys at SMAN 97 Jakarta ( p value = 0.404) . Based on this study, the school may approach counseling, adding extracurricular activities and anti-smoking campaigns to the students, so the number of smoking adolescence can be decreased.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaniirrahim Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan ke zaman
yang terang benderang. Puji syukur atas nikmat dan kebesaran-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe Perilaku Merokok pada Remaja Laki-laki Usia Pertengahan di SMAN 97 Jakarta” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memeperoleh gelar Sarjana Keperawatan.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi.
Namun, karena mendapatkan dukungan dan bantuan yang luar biasa dari berbagai
pihak, baik secara langsung dan tidak langsung, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. DR. dr (hc) M. K. Tadjuddin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi
x
3. Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc selaku pembimbing pertama yang
telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk meberikan
bimbingan, petunjuk, nasehat dan arahan kepada penulis selama menyusun
skripsi.
4. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing kedua yang
telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan
memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.
5. IbuErnawati, S. Kp, M. Kep, Sp. KMB selaku pembimbing akademik yang
selalu meberikan nasehat dan dukungan selama proses pendidikan di Program
Studi Ilmu Keperawatan.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah
mengajarkan dan membimbing penulis.
7. Ucapan terimakasihku yang teristimewa kepada keluarga, terutama orang tua
penulis yang tercinta (Soegardjito dan Dra. Nur Asih Pudjiastuti MPd) yang
selalu mendoakan anaknya serta memberikan dorongan baik materi maupun
moril dan kakak penulis yang tercinta (Rd. Nugroho Adi Suhandono SE)
yang selalu meberikan support dan doa.
8. Sahabatku “Land-J” (Nurqom, Eryn, Sandra, Nurul, Novia, Fifo, dan Nining) yang selalu memberikan dukungan dan masukan yang berharga.
9. Teman-teman satu pembimbing (Ari, Etika, Dewi) yang berjuang bersama
untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih atas dukungan kalian.
10.Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang selalu saya sayangi sampai kapanpun, memberikan makna kebersamaan, motivasi, dan banyak
xi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna kerena
keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun guna perbaikan skripsi ini. semoga rahmat
Allah SWT selalu tercurah untuk kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Ciputat, Oktober 2013
Sih Utami Sri Hartati
xii
F. Ruang Lingkup Penelitian ...9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...10
A. Remaja ...10
1. Pengertian remaja ...10
2. Ciri-ciri umum masa remaja ...12
3. Tugas perkembangan remaja ...17
4. Masalah-masalah yang terjadi pada remaja ...20
5. Karakteristik ana usia sekolah menengah atas (SMA) ...22
B. Konformitas Teman Sebaya ...23
1. Pengertian teman sebaya ...23
2. Bentuk-bentuk kelompok teman sebaya ...24
3. Konformitas teman sebaya ...25
4. Fungsi teman sebaya ...29
5. Perkembangan sosial remaja ...31
xiii
3. Tipe perilaku merokok ...35
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok ...37
D. Penelitian terkait ...39
E. Kerangka Teori ...41
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...42
A. Kerangka konsep ...42
B. Hipotesis Penelitian ...43
C. Definisi Operasional ...44
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...47
A. Desain Penelitian………. ...47
B. Lokasi dan waktu penelitian ...47
C. Populasi, sampel, dan teknik sampling ...48
D. Instrument pengumpulan data ...52
E. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen ...55
F. Tahapan penelitian ...58
G. Pengolahan data ...59
H. Analisa data ...60
I. Etika penelitian ...61
BAB V HASIL PENELITIAN ...63
A. Gambaran umum temmpat penelitian ...63
B. Karakteristik responden ...64
D. Keterbatasan penelitian ...75
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...76
A. Kesimpulan ...76
B. Saran ...76
xiv
Nomor Tabel Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 44
Tabel 4.1 Distribusi Pertanyaan Kuesioner Konformitas Teman Sebaya ... 53
Tabel 4.2 Distribusi Pertanyaan Kuesioner Tipe Perilaku Merokok ... 55
Tabel 4.3 Distribusi Hasil Validitas Pertanyaan Kuesioner Konformitas
Teman Sebaya ... 56
Tabel 4.4 Distribusi Hail Validitas Pertanyaan Kuesioner Tipe
Perilaku Merokok ... 57
Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden ... 64
Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Bentuk Konformitas
Teman Sebaya ... 65
Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Tipe Perilaku Merokok ... 65
Tabel 5.4 Hubungan Bentuk Konformitas Teman sebaya terhadap Tipe
Perilaku Merokok pada siswa SMAN 97 Jakarta ... 66
Tabel 5.5 Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe
Perilaku Merokok Positive Affect Smokers ... 67 Tabel 5.6 Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe
Perilaku Merokok Negative Affect Smokers ... 67 Tabel 5.7 Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe terhadap
Tipe Perilaku Merokok Addictive Smokers ... 68 Tabel 5.8 Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya terhadap Tipe Perilaku
xv
Nomor Bagan Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 41
xvi
2. Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
3. Lampiran 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
1
Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
Masa remaja adalah masa-masa dimana seorang anak mengalami transisi
dari anak-anak menuju ke dewasa baik dari segi fisik maupun psikologis
(Notoatmodjo 2010). Masa transisi sering kali menghadapkan remaja pada
situasi yang membingungkan, karena di satu pihak ia masih anak-anak dan di
lain pihak harus bersikap dewasa. Sehingga dapat terjadi perubahan pada
psikologis remaja yang dapat terlihat dari ketidakstabilan emosi ketika
menghadapi sesuatu. Masa remaja juga mengalami perubahan fisik yang
cepat termasuk perubahan hormon dan bentuk tubuh, yang dapat dilihat dari
pertambahan tinggi , berat badan, dan juga kematangan seksual (Notoatmodjo
2010).
Pada masa remaja ini seorang anak laki-laki sudah mulai ingin menjadi
seorang pria dan seorang anak perempuan ingin menjadi perempuan dewasa.
Karena keinginan menjadi dewasa inilah maka masa perkembangan remaja
mengalami peralihan dari sifat yang sangat tergantung pada orang tua ke sifat
yang mulai berani untuk mencoba menjadi mandiri dan bertanggung jawab,
mengalami perubahan bentuk fisik, kognitif, psikososial, dan ekonomi.
(Hurlock, 2012)
Dalam masa remaja ini, biasanya timbul masalah-masalah yang
remaja. Hal ini terjadi karena masa remaja adalah masa yang labil, sehingga
remaja paling rentan terbawa arus gaya kehidupan yang tidak baik.
Contohnya saja remaja mudah sekali terpengaruh gaya hidup tidak sehat,
seperti mengonsumsi alkohol, junk food, menggunakan narkoba, merokok, dan lain-lain.
Konopka (dalam Hendriati, 2006) membagi masa remaja ke dalam tiga
kategori, yaitu ; masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan
(15-18 tahun), dan masa remaja akhir (19-22 tahun). Dari ketiga kategori
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan usianya, dan yang
paling rentan terpengaruh pergaulan lingkungan adalah masa remaja
pertengahan, dimana pada saat usia 15-18 tahun remaja sudah mencapai
hubungan yang matang dengan teman sebayanya, mulai lepas dari orang tua,
dan berusaha bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri (Desmita, 2012).
Pada usia itu juga mulai timbul perilaku-perilaku menyimpang dari diri
remaja, dan masalah yang paling sering terjadi pada adalah perilaku merokok.
(Santrock,2007)
Di Indonesia sendiri sudah bukan hal baru lagi jika melihat anak-anak
yang masih dibawah umur merokok di tempat umum. Rokok dalam
kehidupan sehari-hari bukanlah kata yang asing lagi bagi setiap orang,
perilaku merokok sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang. Masa
remaja adalah masa dimana ia mulai meniru apa yang dilakukan oleh orang
lain dan perilaku merokok ini adalah perilaku yang paling mudah untuk ditiru
oleh remaja karena mereka menganggap dapat menunjukkan kedewasaan.
menunjukkan bahwa dirinya ada dan ingin diakui oleh lingkungan sekitarnya
(Badriah, 2005)
Banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi remaja untuk mulai
merokok membuat semakin awal saja usia pertama kali orang untuk merokok.
Menurut GYTS (2006), lebih dari sepertiga pelajar biasa merokok dan 3 dari
10 pelajar mengatakan mengkonsumsi rokok pertama kali di usia kurang dari
10 tahun (GTSSData, 2012). Jumlah perokok pemula usia 10-14 tahun
meningkat, dari 9,5% (SUSENAS 2001) menjadi 17,5% (Riskesdas 2010)
(Depkes RI, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2008) menunjukkan
bahwa usia 15-18 tahun merupakan usia yang paling banyak merokok yaitu
53,3%.
Perilaku merokok cenderung identik dengan pria. WHO (2012)
menyebutkan bahwa pada tahun 2000-2008 terdapat 24,1% remaja pria dan
4% remaja wanita di Indonesia adalah perokok aktif. Dan pada tahun 2009,
terjadi peningkatan sebesar 65,9% laki-laki dan 4,5% perempuan merupakan
perokok. Survei yang dilakukan kepada 3319 pelajar berusia 15-18 tahun oleh
Global Youth Tobacco Survey tahun 2009 menyebutkan bahwa 30,4% pelajar sudah pernah merokok dengan presentasi perokok laki-laki 57,8% dan
perempuan 6,4% (GTSSData, 2012).
Perilaku merokok dapat dikategorikan berdasarkan tempat merokok,
intensitas merokok, dan management of affect theory (Aula,2010). Untuk usia remaja biasanya alasan mereka merokok adalah untuk menenangkan
menjadikan rokok sebagai pelampiasan (Hadi, dalam Dewi 2008), maka tipe
perilaku merokok pada remaja bisa di kategorikan berdasarkan management of affect theory, dimana bisa dilihat tipe perilaku berdasarkan perasaan-perasaan yang ada dalam dirinya.
Menurut Kurt Lewin (dalam Komalasari dan Helmi, 2000), banyak
alasan yang melatarbelakangi seorang remaja merokok. Perilaku merokok
merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok
selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga disebabkan oleh faktor
lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku
merokok pada remaja adalah faktor teman sebaya. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Rosdiana tahun 2011 terhadap remaja di SMP dan SMA
Jakarta, menunjukkan bahwa sebesar 56,1% teman sebaya berpengaruh pada
perilaku merokok remaja. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh
Rosmala,dkk pada siswa SMP As-Syafiah tahun 2003 menunjukkan bahwa
faktor teman sebaya adalah faktor kedua yang sangat mempengaruhi remaja
untuk merokok yaitu sebesar 49,6%, dengan faktor pertamanya adalah faktor
keluarga yaitu sebesar 50%.
Pengaruh lingkungan dan kelompok memegang peranan yang
cukup besar. Karena itulah para remaja berusaha untuk merubah atau
menyesuaikan perilakunya supaya sesuai atau cocok dengan aturan dalam
suatu kelompok, dan terjadilah suatu konformitas. Suatu konformitas akan
semakin kuat jika seorang remaja memiliki kecenderungan yang kuat juga
untuk berperilaku sesuai aturan kelompoknya (Zebua & Nurdjayanti, 2001).
aktivitas, penampilan, bahasa yang digunakan, sikap, dan nilai-nilai yang
dianut. Konformitas merupakan suatu tuntutan yang tidak tertulis dari
kelompok terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat yang
dapat menyebabkan munculnya perilaku tertentu pada remaja anggota
kelompok tersebut (Zebua & Nurdjayanti, 2001).
Hurlock (2012) menyebutkan bahwa, banyak sekali perilaku yang
muncul pada remaja hanya karena mengikuti norma yang ada pada
kelompoknya, contohnya mencoba minum alkohol, obat-obatan terlarang,
merokok, membolos, dan tawuran. Mereka menganggap bahwa dengan
berperilaku seperti itu berarti mereka merupakan bagian dari kelompok
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2009) menyebutkan bahwa
konformitas teman sebaya memberikan pengaruh yang besar pada intensitas
merokok remaja, yaitu sebesar 36, 84%. Sedangkan menurut penelitian
Widodo (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat konformitas maka
semakin tinggi pula perilaku merokok seseorang.
Penelitian yang dilakukan oleh Febrina (2012) pada sejumlah remaja di
SMA Jakarta menunjukkan bahwa sebanyak 36,64 % remaja merokok karena
memang sudah menjadi kebiasannya, 26,3 % karena sudah ketagihan dan
merasa tidak enak jika tidak merokok, 18,81 % beralasan untuk menenangkan
perasaan-perasaan negatif dari dirinya, dan 17,82 % karena ingin
meningkatkan kesenangan yang sudah ada dalam dirinya. Nurlailah (2010)
mendapatkan bahwa tipe perilaku merokok pada remaja paling banyak yaitu
yang bertujuan untuk menghilangkan perasaan negatif dalam dirinya yaitu
Kebiasaan merokok pada remaja umumnya dikarenakan oleh pergaulan
dalam lingkungan sekolah (Husaini, 2007). Pada masa-masa sekolah anak
remaja mengalami tekanan-tekanan yang dirasakannya baik saat dirumah
maupun disekolah, hal ini dapat membuat anak mencari pelarian dari
masalah-masalah yang dihadapinya salah satunya dengan merokok. Anak
remaja sebagian besar percaya bahwa dengan merokok akan menghilangkan
stress dan akan lebih mudah bergaul dengan teman-temannya (Hadi dalam
Dewi, 2008). Tipe perilaku merokok pada remaja bisa di kategorikan
berdasarkan management of affect theory, dimana bisa dilihat tipe perilaku berdasarkan perasaan-perasaan yang ada dalam dirinya. Pada awalnya remaja
hanya mencoba merokok untuk menenangkan perasaanya, namun setelah ia
menemukan kelegaan setelah merokok maka iapun lama kelaman menjadi
terbiasa untuk merokok (Sa’diah, 2007).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahui tentang
“Hubungan Bentuk Konformitas Teman Sebaya Terhadap Tipe Perilaku
Merokok pada Remaja laki-laki Usia Pertengahan di SMAN 97 Jakarta”.
B. Rumusan Masalah
1. Masa sekolah adalah masa dimana anak mudah terpengaruh oleh
teman-teman sebayanya karena intensitas bertemu yang cukup tinggi dan mulai
melepaskan diri dari orangtuanya. Siswa SMA yang berada dalam masa
remaja merasa dirinya harus lebih banyak menyesuaikan diri dengan
norma-norma kelompok sebayanya dan menganggap rokok sebagai
2. Menurut Leventhal & Clearly (1984), 5%-15% orang mulai merokok saat
berusia 11-13 tahun dan 85%-95% sebelum berusia 18 tahun. Data
RISKESDAS (2010) menunjukkan sekitar 43,3% perokok mulai merokok
di usia 15-19 tahun, 17,5% mulai merokok di rentang usia 10-14 tahun,
dan 14,6 persen di usia 20-24. Iqbal (2008) sebanyak 59,8% perokok usis
15-18 tahun berjenis kelamin laki-laki. Penelitian oleh Sirait, dkk (2002)
juga menunjukkan usia responden yang paling banyak merokok adalah
usia 15-19 tahun yaitu sebesar 27,2% dan 54,5% berjenis kelamin
laki-laki.
3. Hasil studi pendahuluan dengan wawancara terhadap 27 siswa SMAN 97
Jakarta pada bulan Januari 2013 didapatkan sebanyak 25 siswa pernah
merokok dan sampai sekarang pun masih ada yang merokok namun tidak
ada yang merokok selain saat bersama temannya, dan sebagian besar
beralasan merokok karena untuk melampiaskan perasaanya baik saat
senang maupun sedih.
Untuk itulah peneliti tertarik untuk melihat hubungan bentuk konformitas
teman sebaya terhadap tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia
pertengahan pada anak SMAN 97 Jakarta.
C. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimanakah bentuk konformitas teman sebaya yang terjadi pada remaja
laki-laki usia pertengahan di SMAN 97 Jakarta?
2. Bagaimana tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia pertengahan
3. Apakah terdapat hubungan antara bentuk konformitas teman sebaya
dengan tipe-tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia pertengahan
di SMAN 97 Jakarta?
D. Tujuan penelitian
Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan bentuk
konformitas teman sebaya dengan tipe perilaku merokok pada remaja
laki-laki usia pertengahan di SMAN 97 Jakarta.
Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi bentuk konformitas teman sebaya yang terjadi pada
remaja laki-laki usia pertengahan di SMAN 97 Jakarta
2. Mengetahui tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki usia pertengahan
di SMAN 97 Jakarta
3. Mengidentifikasi hubungan yang ditimbulkan oleh bentuk konformitas
teman sebaya terhadap tipe perilaku merokok pada remaja.
E. Manfaat penelitian
1. Bagi institusi keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dalam bidang pendidikan keperawatan, khususnya keperawatan komunitas
2. Bagi sekolah
Sebagai bahan masukkan terhadap bidang kemahasiswaan SMAN 97
Jakarta dalam membuat program pencegahan agar para siswa/i tidak
menjadi perokok dan menanggulangi kebiasaan merokok.
3. Bagi remaja
Penelitian ini berguna sebagai salah satu sumber data yang dapat
digunakan para remaja untuk dapat membentengi diri agar tidak
terpengaruh oleh teman sebaya yang mengajak untuk merokok, dan dapat
melalui masa remajanya tanpa terpengaruh oleh rokok.
4. Bagi peneliti
Dapat menjadi pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan peneliti
dapat mengkaitkan hasil penelitian dengan ilmu pengetahuan yang
diperoleh dari kampus di lapangan praktik.
F. Ruang lingkup penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan
korelasional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan bentuk
konformitas teman sebaya terhadap tipe perilaku merokok remaja laki-laki
usia pertengahan di SMA. Subjek yang diteliti adalah remaja laki-laki usia
10
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja
1. Pengertian remaja
Kata adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin adolescere
yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 2012).
Secara psikologis masa remaja adalah sebuah masa dimana individu
berperan bersama masyarakat dewasa, dimana pada usia ini anak sudah
tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, anak
sudah mulai merasa dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya
dalam masalah hak (Piaget dalam Hurlock 2012). Menurut Hurlock
(2012), masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa, di mulai saat anak secara seksual matang dan berakhir
saat ia mencapai usia matang secara hukum.
Santrock (2007), mendefinisikan remaja sebagai suatu periode
perkembangan dari transisi antar masa kanak-kanak dan dewasa, yang
disertai perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Sedangkan
menurut Monks (2006), remaja adalah individu berusia 12-21 tahun
yang sudah mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa,
dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 adalah
Sedangkan di Indonesia, digunakan batasan usia untuk remaja
yaitu usia 11-24 tahun dan belum menikah dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : (Sarwono 2012)
a. Usia 11 tahun adalah usia dimana tanda-tanda seksual sekunder
mulai terlihat
b. Usia 11 tahun di Indonesia sudah dianggap aqil balik, baik menurut
agama maupun adat sehingga biasanya masyarakat sudah tidak
memperlakukan mereka seperti anak-anak lagi.
c. Pada usia tersebut juga mulai ada tanda-tanda penyempurnaan
perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri, tercapainya
fase genital dari perkembangan psikoseksual, dan tercapainya
puncak perkembangan kognitif maupun moral.
d. Sedangakan usia 24 tahun dianggap batas usia maksimal yaitu pada
usia tersebut adalah peluang terakhir untuk menggantungkan diri
pada orang tua.
e. Status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih
sangat penting di Indonesia. Seseorang yang sudah menikah pada
usia berapapun akan dianggap sudah dewasa dan diperlakukan
layaknya orang dewasa, baik secara hukum maupun dalam
kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga. Karena itulah maka
definisi remaja dibatasi untuk yang belum menikah.
Dari berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
peralihan dari anak-anak menuju dewasa dan yang mengalami
perubahan secara biologis, kognitif, dan sosioemosianal.
2. Ciri-ciri umum masa remaja
Remaja mengalami perubahan-perubahan, baik fisik maupun
psikis. Dan perubahan yang tampak paling jelas adalah perubahan fisik,
dimana tubuh berkembang sehingga mencapai tubuh orang dewasa
yang turut disertai dengan perkembangan reproduksi. Remaja juga
mengalami perkembangan secara kognitif dan mulai mampu berpikir
abstrak layaknya orang dewasa. Dan mereka juga mulai mencoba
melepaskan diri dari orang tua dan mulai menjalankan peran sosialnya
yang baru sebagai orang dewasa. (Clarke-Stewart & Friedman, dalam
Hendriati, 2006).
Selain perubahan dalam diri remaja, terjadi pula perubahan dalam
lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru,
teman sebaya, dan masyarakat pada umumnya. Kondisi ini sebagai
reaksi terhadap pertumbuhan remaja, remaja dituntut untuk mampu
menampilkan sikap yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang
seusianya. Adanya perubahan-perubahan tersebut membuat kebutuhan
remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan
psikologisnya. Dan untuk memenuhi kebutuhannya itulah remaja mulai
memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti
Seorang remaja berada pada batas peralihan antara kehidupan anak
dan dewasa. Meskipun tubuhnya kelihatan dewasa, tetapi bila
diperlukan bertindak seperti orang dewasa ia belum dapat menunjukkan
kedewasaannya. Pengalaman mengenai alam dewasa masih belum
banyak sehingga dapat terjadi hal-hal seperti berikut :
a. Kegelisahan. Suatu keadaan yang membuat remaja sulit untuk
menguasai diri karena mereka mempunyai banyak keinginan yang
tidak selalu dapat dipenuhi.
b. Pertentangan. Pertentangan disini timbul ketika terjadi perbedaan
dengan orangtua yang membuat remaja ingin melepaskan diri dari
orangtuanya, namun di sisi lain mereka belum berani mengambil
resiko untuk dapat berdiri sendiri.
c. Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya.
Mereka ingin mengetahui berbagai hal melalui usaha-usaha yang
dilakukan dalam berbagai bidang. Contohnya, mereka ingin
mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewwasa, seperti merokok
dengan sembunyi-sembunyi. (Gunarsa 2012)
Hurlock (2012) menerangkan ciri-ciri masa remaja sebagai berikut :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya
perkembangan mental, terutama pada masa awal perkembangan
remaja, membuat perlunya penyesuaian mental, membentuk sikap,
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan disini bukan berarti terputus atau berubah dari apa yang
terjadi sebelumnya, namun lebih kepada sebuah peralihan dari satu
tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah
terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang
terjadi sekarang dan yang akan datang.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku pada saat remaja
bersamaan dengan tingkat perubahan fisik. Saat perubahan fisik
terjadi secara cepat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung
cepat. Sebaliknya jika perubahan fisik menurun maka perubahan
sikap dan perilaku pun ikut menurun.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode perkembangan mempunyai masalahnya
masing-masing, namun masalah pada saat remajalah menjadi masalah yang
seringkali sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan.
Alasannya adalah pertama karena saat mereka masih kanak-kanak,
sebagian besar bahkan seluruh masalah yang dialami diselesaikan
oleh orang tua dan guru mereka, sehingga ini membuat remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena mereka
merasa dirinya mandiri, sehingga mereka menolak bantuan dari
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak,
penyesuaian diri dengan standar kelompok menjadi lebih penting
daripada bersikap individualistis. Pada awalnya penyesuaian diri
dengan kelompok bagi remaja sangatlah penting, namun lama
kelamaan mereka mulai menginginkan identitas diri yaitu ingin
menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan bahwa anak remaja adalah anak-anak yang tidak rapi,
tidak dapat dipercaya, dan cenderung merusak membuat orang
dewasa yang mempunyai peranan membimbing dan mengawasi
kehidupan remaja menjadi takut untuk bertanggung jawab dan lebih
memilih untuk bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja
yang normal.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Pada masa ini remaja memandang dirinya dan orang lain sesuai
dengan apa yang dia inginkan bukan seperti apa adanya. Jika
keinginannya tidak sesuai yang dia harapkan ia akan menjadi marah.
Remaja akan merasa iri dan merasa gagal apabila orang lain berhasil
mencapai apa yang dia inginkan atau dia tentukan sendiri.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Dekatnya usia remaja dengan usia kematangan, membuat para
remaja menjadi takut untuk meninggalkan imej yang sudah melekat
bahwa mereka sudah hampir dewasa. Mereka mulai merubah
perilaku-perilaku mereka yang tadinya baik dengan perilaku yang
dikatakan dengan status kedewasaan seperti perilaku merokok,
minum alkohol, menggunakan obat-obatan bahkan sampai dalam
perbuatan aseksual. Mereka beranggapan bahwa perilaku ini akan
memberikan pandangan orang lain sesuai dengan apa yang mereka
inginkan.
Secara umum masa remaja dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
sebagai berikut : (Konopka dalam Hendriati, 2006) :
a. Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini remaja mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak
dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan
tidak tergantung pada orang tua. Namun remaja masih merasa heran
dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Akibatnya
mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru dan menjadi
lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya, kepekaan yang
berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap
ego yang dapat membuat remaja sulit dimengerti oleh orang dewasa.
Focus pada tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi
fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan semakin berkembangnya kemampuan
berpikir yang baru. Pada masa ini remaja sangat membutuhkan
remaja. Terdapat kecenderungan narsistik atau mencintai dirinya
sendiri dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai
sifat yang sama dengan dirinya. Masa ini remaja akan mengalami
kondisi kebingungan karena masih ragu dalam memilih, sendiri,
peduli, optimis.
c. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan
persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama
masa ini remaja berusaha meyakinkan tujuannya. Keinginan yang
kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman
sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri pada tahap ini.
3. Tugas perkembangan remaja
Setiap tahap perkembangan dalam kehidupan manusia mempunyai
tugas-tugas tersendiri yang berbeda-beda di setiap tahapnya.
Tugas-tugas ini merupakan harapan masyarakat yang harus dipenuhi oleh
setiap individu. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam melaksanakan
tugas perkembangannya pada periode usia tertentu akan mempengaruhi
seseorang untuk melaksanakan tugas perkembangan di periode usia
selanjutnya.
Begitu pula dengan remaja, mereka juga mempunyai tugas
perkembangan yang harus dipenuhi. Tugas ini diharapkan telah
terpenuhi pada akhir masa remaja, sehingga individu akan siap untuk
tentunya lebih rumit dibandingkan tugas saat remaja. Berikut ini adalah
tugas-tugas perkembangan menurut Havighurst (dalam Hendriati 2006):
a. Menciptakan hubungan baru dengan orang lain dan lebih matang
bergaul dengan teman seusianya baik laki-laki maupun perempuan.
Dengan terjalinnya hubungan pertemanan dengan lawan jenis, maka
remaja dapat belajar tentang keterampilan sosial sebagai orang
dewasa. Dengan demikian pada saat usia mereka bertambah tua,
mereka akan lebih terampil dan siap untuk terjun pada lingkungan
yang lebih luas lagi.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. Remaja dapat menerima dan
belajar mengenai peran sosial maskulinitas dan femininitas yang
dibenarkan dalam lingkungan orang dewasa.
c. Menerima perubahan terhadap keadaan fisiknya dan memanfaatkan
perubahan tersebut secara efektif dan bijaksana. Pada diri remaja
perubahan secara internal maupun eksternal terjadi secara paralel.
Diharapkan dengan adanya perubahan ini, remaja dapat memiliki
toleransi terhadap kondisi fisiknya, serta dapat menggunakan dan
memeliharanya secara efektif dengan kepuasan pribadi.
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa
lainnya. Remaja harus bisa tidak tergantung lagi pada orang tua
sedikit demi sedikit. Mereka harus bisa mengembangkan afeksi dari
orang tua tanpa bergantung pada mereka dan untuk mengembangkan
rasa hormat terhadap orang dewasa lainnya tanpa bergantung pada
e. Mempersiapkan pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Remaja
menunjukkan perbedaan dalam sikap meraka terhadap pernikahan.
Remaja dapat mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan
keluarga, khususnya wanita untuk mendapatkan pengetahuan penting
dalam mengelola rumah dan mengasuh anak.
f. Mempersiapkan diri untuk karir dan ekonomi. Remaja dapat
mengorganisasikan suatu perencanaan dan berusaha dengan berbagai
cara untuk mencapai tingkat karir yang teratur dan mampu membina
kehidupan
g. Memperoleh peringkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi.
h. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung
jawab. Remaja belajar untuk menggabungkan diri dengan
masyarakat dan negaranya. Remaja harus mengorbankan sesuatu
untuk mencapai tahap kebaikan yang lebih tinggi.
Dari tugas-tugas tersebut, terlihat bahwa secara umum tugas
perkembangan masa remaja berkaitan dengan diri sendiri dan
lingkungan sosialnya. Semua perubahan pada masa remaja membuat
mereka melakukan penyesuaian dalam dirinya, menerima perubahan
sebagai bagian dari dirinya, dan membentuk suatu identitas yang baru
tentang siapa dirinya untuk mempersiapkan menghadapi masa dewasa.
Semakin bertambahnya usia, maka semakin banyak pula tuntutan dari
lingkungan sosial di sekitarnya. Ini membuat mereka juga harus dapat
dirinya berbeda dengan orang lain dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan, mereka akan siap memasuki masa dewasa dengan
peran-peran dan tanggung jawab yang baru.
4. Masalah-masalah yang terjadi pada remaja
Banyak sekali masalah-masalah yang akan dihadapi seseorang
pada saat remaja. Seorang remaja bisa saja mengalami masalah yang
sangat berat dan memerlukan waktu lama untuk menyelesaikannya
(Santrock, 2007). Misalnya saja saat anak berusia 13 tahun ia mulai
menunjukkan perilaku mengganggu orang lain, pada usia 14 ia sudah
melakukan kenakalan-kenakalan yang nyata, dan pada usia 16 tahun
masalahnya akan bertambah parah karena ia semakin sering
melakukan kenakalan. Hal ini terjadi karena masa remaja adalah masa
pembuktian diri kepada orang lain, maka remaja akan melakukan
apapun agar dirinya diakui walaupun apa yang ia lakukan sebenarnya
salah. Berikut adalah masalah yang sering terjadi pada remaja
(Santrock, 2007):
a. Penggunaan obat terlarang , alkohol, dan merokok
Para remaja tertarik menggunakan obat-obatan karena mereka
yakin bahwa obat-obatan dapat membantu mereka beradaptasi
terhadap lingkungan yang selalu berubah. Mereka menganggap
dengan merokok, minum-minuman keras mereka dapat mengurangi
stress, tidak bosan, dan dalam beberapa situasi dapat membantu
merasakan perasaan tenang, gembira, rileks saat memakai obat.
Namun penggunaan obat untuk memperoleh kepuasan pribadi dan
kemampuan beradaptasi yang sementara dapat menimbulkan
dampak yang sangat merugikan. Dengan demikian, remaja yang
menganggap penggunaan obat itu adalah perilaku adaptif malah
sebenarnya adalah perilaku maladaptif, karena dapat menimbulkan
masalah kesehatan dalam jangka panjang.
b. Kenakalan remaja
Kenakalan remaja mengarah pada berbagai perilaku, mulai dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, pelanggaran,
hingga tindakan kriminal. Kenakalan ini biasanya dilakukan oleh
remaja-remaja yang gagal dalam menjalani tugas
perkembangannya, baik pada saat remaja maupun masa
kanak-kanak. Kenakalan remaja merupakan bentuk dari konflik-konflik
yang tidak terselesaikan dengan baik pada tahap perkembangan
sebelumnya.
c. Gangguan depresif dan bunuh diri
Di masa remaja, gejala-gejala depresif dapat dilihat dalam berbagai
cara, seperti kecenderungan untuk mengenakan pakaian hitam,
menulis kata-kata yang mengerikan, atau senang mendengarkan
lagu-lagu yang bertema sedih. Gangguan tidur juga dapat muncul
seperti sulit bangun di pagi hari maupun sulit tidur saat malam hari.
bosan dan enggan untuk melanjutkan hidupnya, sehingga muncul
ide-ide untuk bunuh diri dan usaha bunuh diri di masa remaja.
5. Karakteristik anak usia sekolah menengah atas (SMA)
Masa-masa SMA ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu
(Desmita, 2012):
a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya
b. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria dan wanita
dewasa
c. Menerima kebahagian fisik dan mampu menggunakannya secara
efektif
d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa
lainnya
e. Memilih dan mempersiapkan karir di masa depan sesuai dengan
minat dan kemampuannya
f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup
berkeluarga, dan memiliki anak
g. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
diperlukan sebagai warga negara
h. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial
i. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman
dalam bertingkah laku
j. Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan
B. Konformitas Teman Sebaya 1. Pengertian teman sebaya
Teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang
sama dengan kita, dan memiliki kelompok sosial yang sama pula,
misalnya teman sekolah (Mu’tadin 2002). Teman sebaya juga dapat
diartikan sebagai kelompok orang yang mempunyai latar belakang, usia,
pendidikan, dan status sosial yang sama, dan mereka biasanya dapat
mempengaruhi perilaku dan keyakinan masing-masing anggotanya. Dalam
kelompok teman sebaya biasanya mereka saling bercerita tentang
kesenangan dan latar belakang anggotanya. Asmani (2012) menambahkan
selain tingkat usia yang sama, teman sebaya juga memiliki tingkat
kedewasaan yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa teman sebaya
adalah sekelompok orang yang seumur, berlatar belakang, berpendidikan,
dan dalam status sosial yang sama, dimana dalam kelompok tersebut
biasanya terjadi pertukaran informasi yang mungkin saja dapat
mempengaruhi perilaku dan keyakinan dari anggota lainnya.
Memasuki masa remaja, individu akan mulai belajar tentang
hubungan timbal balik yang akan di dapatkan ketika mereka melakukan
interaksi dengan orang lain maupun dengan temannya sendiri. Selain itu
mereka juga belajar untuk mengobservasi dengan teliti mengenai minat
dan pandangan temannya, ini dilakukan agar remaja mudah ketika ingin
menyatu atau beradaptasi dengan temannya (Piaget dan Sullivan dalam
2. Bentuk-bentuk kelompok teman sebaya
Hurlock (2012) menyebutkan kelompok-kelompok sosial yang
paling sering terjadi pada masa remaja adalah :
a. Teman dekat
Biasanya remaja memiliki dua atau tiga orang teman dekat atau
sahabat. Dan pada umumnya teman mereka terdiri dari jenis kelamin
dan usia yang sama, mempunyai tujuan, keinginan, dan kemampuan
yang sama. Teman dekat ini dapat mempengaruhi satu sama lain
dalam berbagai hail yang terjadi dalam kehidupan remaja.
b. Kelompok kecil
Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok teman-teman dekat.
Pada awalnya kelompok ini terdiri dari satu jenis kelamin yang sama,
namun kemudian meliputi juga dari kedua jenis kelamin yang
berbeda.
c. Kelompok besar
Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok
teman dekat. Kelompok ini berkembang dengan meningkatnya minat
untuk bersenang-senang dan menjalin hubungan. Karena besarnya
kelompok ini membuat penyesuaian minat berkurang diantara
anggota-anggotanya. Sehingga timbul jarak sosial yang besar diantara
d. Kelompok yang terorganisir
Kelompok ini merupakan kelompok binaan orang dewasa. Biasanya
kelompok ini dibentuk oleh orang dewasa misalnya oleh sekolah atau
organisasi masyarakat. Kelompok ini dibentuk dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai
kelompok besar.
e. Kelompok geng
Kelompok ini terbentuk karena remaja tidak termasuk dalam
kelompok atau kelompok besar dan merasa kurang puas dengan
kelompok yang terorganisasi akan mengikuti kelompok geng.
Anggotanya biasanya terdiri dari anak-anak sejenis yang minat utama
mereka adalah untuk mengahadapi penolakan teman-teman melalui
perilaku anti sosial.
3. Konformitas teman sebaya
Konformitas adalah pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan
pendapat atau pola tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang
mempengaruhinya (Prayitno, 2009). Suryawati dan Maryati (2006)
mendefinisikan konformitas sebagai bentuk interaksi yang didalamnya
seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat di
mana ia tinggal, yang berarti konformitas adalah suatu proses penyesuaian
diri dengan masyarakat dengan cara menaati norma dan nilai-nilai
masyarakat. Konformitas biasanya menyebabkan timbulnya kepatuhan dan
Myers (dalam Suryawati dan Maryati, 2006 ) mengkategorikan
terdapat dua bentuk konformitas yang biasa muncul pada individu :
a. Acceptance
Acceptance merupakan bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara menyamakan sikap, keyakinan pribadi, maupun
perilakunya di depan masyarakat dengan norma atau tekanan dari
kelompok. Acceptance lebih sering terjadi ketika individu percaya bahwa pendapat atau peilaku kelompok adalah benar, konformitas ini
dapat terjadi karena kelompok menyediakan informasi yang
dibutuhkan individu atau disebut dengan informational social influence.
Informational social influence terjadi jika seseorang mempunyai pertanyaan atau masalah dan ia tidak tahu jawabannya
atau tidak tahu bagaimana seharusnya bertingkah laku dan ia akan
melihat dan menanyakan kepada orang lain. Mungkin jawaban yang
diterima berasal dari satu orang, namun bila jawaban tersebut
didukung oleh banyak orang akan lebih meyakinkan. Myers juga
menekankan bahwa orang lain dapat menjadi sumber informasi yang
berarti jika seseorang berada dalam situasi yang membingungkan
Sehingga acceptance adalah konformitas yang didasari oleh penerimaan seseorang terhadap bukti realitas yang diberikan orang
lain. Jadi jika individu tidak tahu atau bingung harus berbuat apa maka
ia akan menjadikan perilaku kelompok sebagai pedoman perilaku dan
Konformitas Acceptance ini dapat dipengaruhi oleh : (Sears,2010)
1.1.Kepercayaan terhadap kelompok
Masalah utamanya apakah individu mempercayai
informasi yang dimiliki kelompok atau tidak. Semakin besar
kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber
informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk
menyesuaikan atau mengikuti kelompok. Dengan kata lain, jika
individu yang selalu berpendapat bahwa kelompoknya selalu
benar maka dia akan mengikuti apapun yang dilakukan
kelompoknya tanpa mempedulikan pendapatnya sendiri.
Salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap kelompok
adalah keahlian dan kompetisi yang dimiliki oleh anggota
kelompok lainnya. Semakin tinggi tingkat keahlian dan kompetisi
kelompok, maka kepercayaan penghargaan individu terhadap
kelompok semakin besar.
1.2.Kepercayaan terhadap diri sendiri
Konformitas akan menurun jika individu mempunyai
kepercayaan yang kuat terhadap penilaian perilakunya sendiri.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri
adalah tingkat penilaian individu terhadap kemampuan yang
dimilikinya. Faktor lain adalah kesulitan, semakin sulit hal yang
harus dihadapi, maka semakin rendah rasa percaya diri yang
b. Compliance
Compliance merupakan bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara bertingkah laku sesuai dengan tekanan
kelompok, sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku
tersebut. Compliance terjadi ketika individu menyamakan perilaku dengan tujuan untuk mendapatkan hadiah atau pujian dan menghindari
hukuman. Konformitas ini juga terjadi dengan tujuan untuk diterima
dalam kelompok atau mengindari penolakan. Konformitas ini
dilakukan atas dasar rasa cemas atau takut mendapat celaan dari
lingkungan sosialnya.
Konformitas Compliance ini dapat dipengaruhi oleh : (Sears, 2010)
2.1. Rasa takut terhadap penyimpangan
Rasa takut dianggap sebagai orang yang menyimpang,
merupakan alasan utama terjadinya konformitas compliance. Rasa takut ini diperkuat oleh tanggapan kelompok terhadap perilaku
menyimpang. Penyimpangan yang terjadi dalam kelompok, dapat
mengakibatkan seseorang menerima resiko yang tidak
menyenangkan seperti dikucilkan atau ditolak oleh kelompok.
2.2. Kekompakkan kelompok
Semakin kuat ketertarikkan individu terhadap kelompok,
maka semakin kuat juga konformitas yang terjadi. Ketika
anggota-anggota kelompok bekerja untuk satu tujuan yang sama
berada dalam satu kesatuan. Dan ketika rasa suka anggota
kelompok yang satu terhadap yang lain semakin besar, maka
semakin besar pula harapan untuk memperolah manfaat dari
keanggotaan kelompok dan kelompok tersebut semakin kompak.
Kekompakkan yang semakin tinggi akan mempertinggi tingkat
konformitas.
2.3. Kesepakatan kelompok
Anggota kelompok yang dihadapkan pada keputusan
kelompok yang sudah bulat, akan merasa mendapat tekanan yang
kuat untuk dapat menyesuaikan pendapat atau perilakunya.
Namun bila ada satu orang saja yang tidak sependapat dengan
anggota lainnya, tingkat konformitas dalam kelompok itu pun
akan menurun. Hai ini dapat terjadi karena, pertama, pelanggaran
kesepakatan yang terjadi dalam kelompok berarti ada
kemungkinan terdapat perbedaan pendapat atau penilaian antar
anggota. Kedua, anggota yang tidak setuju dengan pendapat
kelompok akan menimbulkan penolakan. Ketiga, berkurangnya
kesepakatan terhadap kelompok mengurangi keyakinan anggota
kelompok terhadap kelompok itu sendiri.
4. Fungsi teman sebaya
Penelitian-penelitian yang dilakukan pada sejumlah remaja
menunjukkan bahwa hubungan yang positif dengan teman sebaya
menghasilkan penyesuaian sosial yang positif juga (Santrock dalam
bahwa pengaruh teman sebaya memberikan fungsi-fungsi sosial dan
psikologis yang sangat penting bagi remaja, Hightower juga menyatakan
bahwa hubungan teman sebaya yang harmonis selama masa remaja akan
menghasilkan kesehatan mental yang positif pada usia setengah baya.
(Desmita, 2012).
Kelly dan Hansen (dalam Desmita, 2012), menyebutkan 6 fungsi
dari teman sebaya, yaitu :
a. Mengontrol impuls-impuls negatif. Interaksi dengan teman sebaya
membuat remaja belajar bagaimana memecahkan masalah dengan
cara-cara lain dengan tidak meluapkan kemarahan langsung.
b. Mendapatkan dukungan emosional dan sosial serta menjadi lebih
mandiri. Kelompok teman sebaya memberikan dukungan untuk
mencoba peran dan tanggung jawab baru, hal ini membuat
berkurangnya rasa ketergantungan mereka dengan keluarganya.
c. Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan
kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan
perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih dewasa.
d. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran
jenis kelamin. Dari teman sebaya, remaja belajar tentang tingkah laku
dan sikap yang mereka dengan menjadi laki-laki dan perempuan
muda.
e. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Dalam kelompok,
remaja mencoba untuk mengambil keputusan menurut diri mereka
dimiliki temannya, selanjutnya mereka akan memutuskan mana yang
benar menurut mereka. Hal ini dapat membantu remaja dalam
mengembangkan kemampuan penalaran moral mereka.
f. Meningkatkan harga diri. Seorang remaja akan merasa nyaman dan
senang ketika dirinya menjadi orang yang disukai dalam
kelompoknya.
5. Perkembangan sosial remaja
Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua
macam gerak yaitu antara memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke
arah teman sebaya. Kedua macam arah gerak ini bukan merupakan hal
yang berurutan, namun yang satu dapat terkait dengan yang lain. Artinya
hal pertama tanpa diiringi hal kedua tidak akan berjalan sebagaimana
mestinya. Dua macam gerak ini merupakan suatu reaksi terhadap status
diri anak muda.
Remaja berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan orang tua
dengan tujuan agar dapat menemukan dirinya. Proses tersebut dinamakan
proses mencari identitas ego (Erikson dalam Monks, 2006). Pembentukan
identitas yang berarti perkembangan individu ke arah yang lebih baik,
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan remaja agar dapat
berdiri sendiri atau berbeda dari orang lain. Untuk mendapatkan
perkembangan yang baik, remaja harus mempunyai pengalaman. Remaja
tidak boleh terlalu terbawa oleh peran yang sedang dimainkannya,
misalnya sebagai anak, teman, pelajar, teman sebaya, dan sebagainya,
Debesse (dalam Monks,2006), mempunyai pendapat yang berbeda.
Menurutnya yang membuat remaja berbeda dengan orang lain adalah
karena originalitasnya bukan identitasnya. Artinya apabila remaja tidak
dapat berteman atau bergaul dengan teman sebayanya dan merasa
kesepian, ia akan tetap menunjukkan penampilan sebagai anak muda yang
akan membedakan dirinya dari anak dan orang dewasa. Originalitas
merupakan sifat khas pada anak muda, merekan cenderung memberi kesan
lain daripada yang lain, mereka menciptakan gayanya sendiri.
6. Remaja dan kelompok sebaya
Seiring dengan perkembangan sosial remaja, maka remaja mulai
memisahkan diri dari orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan
teman sebaya. Kelompok sebaya menjadi begitu berarti dan sangat
berpengaruh dalam kehidupan sosial remaja. Kelompok sebaya juga
merupakan wadah untuk belajar, karena melalui kelompok, remaja dapat
mengambil berbagai peran. Di dalam kelompok juga remaja juga menjadi
sangat tergantung kepada teman sebagai sumber kesenangannya sehingga
keterikatan dengan teman sebaya menjadi begitu kuat. Kecendrungan
keterikatan dalam kelompok tersebut akan bertambah dengan
meningkatnya frekuensi interaksi diantara anggota-anggotanya.
Pada awal usia remaja, keterlibatan remaja dalam kelompok sebaya
ditandai dengan persahabatan dengan teman, pada mulanya hanya dengan
teman sejenis, hubungan yang terjadi begitu akrab karena melibatkan
emosi yang cukup kuat. Hubungan dengan lawan jenis biasanya terjadi
terbaik, yaitu tempat remaja mencoba kemungkinan peran-peran dan
identitas yang ingin dicobanya. Dengan mempunyai sahabat remaja dapat
saling mendukung satu sama lain, saling memperhatikan apa yang
dipikirkan dan dirasakan sahabatnya.
Pada usia pertengahan keterlibatan remaja dalam kelompok
semakin besar, ditandai dengan terjadinya perilaku konformitas terhadap
kelompok. Remaja mulai bergabung dengan kelompok-kelompok sesuai
dengan minatnya seperti olahraga, musik, dan kelompok-kelompok
lainnya. Pada usia ini juga remaja sudah mulai menjalin hubungan khusus
dengan teman lawan jenisnya. Dan pada akhir usia remaja ikatan dengan
kelompok sebaya menjadi berkurang, dan nilai-nilai dalam kelompok
menjadi kurang begitu penting karena pada umumnya remaja lebih merasa
senang dengan nilai-nilai dan identitas dirinya
C. Perilaku merokok 1. Pengertian perilaku
Dilihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu tindakan atau
kegiatan mahkluk hidup yang bersangkutan.dan pada dasarnya perilaku
adalah tindakan manusia yang memiliki arti sangat luas misalnya
berjalan, tertawa, menangis, bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya.
Maka dapat disimpulkan bahwa perilaku (manusia) adalah semua
kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,
Laurens (2005) mendefinisikan perilaku mencakup kegiatan yang
terlihat mata seperti minum, tertawa, melihat, bekerja, menangis, dan
perilaku yang tidak terlihat mata seperti fantasi, motivasi, dan proses
yang terjadi pada waktu seseorang diam atau secara fisik tidak bergerak.
Perilaku manusia merupakan suatu yang sangat penting dan harus
dipahami dengan baik, hal ini karena perilaku manusia terdapat dalam
semua aspek kehidupan. Perilaku manusia mencakup dua komponen,
yaitu mental dan tingkah laku. Sikap adalah sesuatu yang telah melekat
pada diri manusia sedangkan tingkah laku merupakan tindakan yang
timbul sebagai reaksi terhadap keadaan atau situasi (Herjulianti
dkk,2002)
Perilaku merupakan interaksi antara stimulus dengan respon yang
ditimbulkan (Skinner dalam Sunaryo, 2004). Dilihat dari bentuk respon
terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua bentuk
yaitu perilaku terbuka dan perilaku tertutup. Perilaku terbuka terlihat
dalam bentuk tindakan misalnya makan ketika dirinya lapar. Sedangkan
perilaku tertutup ditunjukkan dalam bentuk perhatian, persepsi,
pengetahuan, dan reaksi lain yang tidak tampak (Notoatmodjo dalam
Sudarma, 2008).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa perilaku adalah segala tindakan manusia yang dilakukan sebagai
respon terhadap stimulus dari luar maupun dari dalam, yang meliputi
2. Perilaku merokok
Manusia adalah makhluk yang sangat dinamis. Ada banyak perilaku
manusia yang bisa diamati, di observasi, dan di prediksi salah satunya
adalah perilaku merokok. Seperti yang telah diuraikan bahwa perilaku
merokok sudah ada sejak zaman romawi kuno. Dan sampai saat ini pun
perilaku merokok masih menjadi perilaku yang umum dijumpai di
masyarakat. Para perokok ini bisa dari berbagai kelas sosial, status, serta
kelompok umur yang berbeda, hal ini bisa dipengaruhi karena
kemudahan dalam mendapatkan rokok terutama di Indonesia yang tidak
membatasi usia minimal untuk membeli rokok, sehingga siapapun bisa
merokok dengan bebas.
Poerwadaminta (2003) mendefinisikan merokok sebagai kegiatan
menghisap rokok dan rokok itu sendiri adalah gulungan tembakau yang
dibalut dengan daun nipah atau kertas. Sedangkan pengertian merokok
menurut Sitepoe (2000) adalah membakar tembakau yang kemudian
dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun pipa.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok kemudian
menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat menimbulkan
asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
3. Tipe perilaku merokok
Menurut Tomkins (dalam Aula 2010) menyebutkan terdapat empat
a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, yaitu dengan
merokok seseorang akan merasakan lebih positif dalam dirinya
1.1. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya
merokok setelah minum kopi atau makan
1.2. Simulation to pick them up, merokok hanya dilakukan untuk menyenangkan perasaan
1.3. Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh hanya dengan memegang rokok. Misalnya perokok yang lebih
senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan
jari-jarinya sebelum ia nyalakan dengan api atau menghisapnya.
b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.
Banyak orang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam
dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok
dianggap sebagai pelampiasan. Menurut mereka menggunakan rokok
disaat perasaan tidak enak akan membuat perasaan mereka menjadi
lebih nyaman kembali.
c. Perilaku merokok yang adiktif.
Perokok yang sudah kecanduan akan menambah dosis rokok yang
digunakannya sedikit demi sedikit, terutama ketika efek dari rokok
yang dihisapnya mulai berkurang. Mereka umumnya akan mencari
rokok untuk persediaan, sehingga ketika ia menginginkannya rokok
d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Perokok disini menggunakan rokok bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, melainkan karena benar-benar
sudah menjadi kebiasaan rutin. Dengan kata lain merokok
merupakan suatu perilaku yang bersifat spontan, dan seringkali tanpa
disadari.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok
Ada berbagai alasan yang bisa menyebabkan seseorang merokok.
Biasanya seorang individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda
dari individu lain yang disesuaikan dengan tujuannya dalam merokok.
Perilaku merokok sebenarnya tidak jauh dari lingkungan dan individu itu
sendiri. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari
lingkungan juga disebabkan faktor dari dalam diri individu itu sendiri.
Menurut Subanada (dalam Soetjiningsih 2010) terdapat empat
faktor resiko bagi remaja untuk merokok yaitu :
a. Faktor psikologik
1.1. Faktor perkembangan sosial
Remaja beranggapan bahwa rokok dapat menjadi cara bagi
mereka untuk bebas dan terlihat dewasa saat mereka berhadapan
dengan teman-temannya yang juga merokok. Merokok sering
dikaitkan dengan remaja yang mempunyai prestasi buruk di
bidang akademik, sehingga mereka mencari ketenangan dengan
1.2. Faktor psikiatrik
Terdapat hubungan antara merokok dengan gangguan psikiatrik.
Gejala depresi misalnya lebih sering muncul pada perokok
daripada bukan perokok. Seorang remaja yang memperlihatkan
gejala depresi dan cemas akan mempunyai resiko yang lebih
tinggi untuk menggunakan rokok. Remaja yang mengalami
gangguan cemas menggunakan rokok untuk menghilangkan
kecemasan yang mereka alami.
b. Faktor biologik
2.1. Faktor kognitif
Faktor lain yang dapat mempengaruhi dalam perilaku rokok
adalah pikiran mereka yang dapat merasakan efek-efek
menyenamgkan dari rokok.
2.2. Faktor jenis kelamin
Seiring perkembangan tekhnologi, sekarang merokok tidak
hanya perilaku laki-laki saja, melainkan juga terjadi pada
perempuan. Perempuan yang merokok dilaporkan menjadi lebih
percaya diri, suka menentang, dan pandai bicara.
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang berkaitan dengan perilaku merokok pada
remaja antara lain orang tua, saudara kandung maupun teman