PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN
DALAM OBAT DAN MAl(ANAN YANG
DIPERDAGANGl(AN (l(AJIAN HUKUM ISLAM) ··
Oleh
AFIFUDDIN
103043127944
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN HUKUM
FAKUL TAS SY ARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SY ARIF HIDA YATULLAH
JAKARTA
PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN
DALAM OBAT DAN MAKANAN YANG
DIPERDAGANGKAN (KAJIAN HUKUM ISLAM)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari' ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Satjana I-Iukum Islam (S. H. I)
Pembimbing I
Oleh:
AFIFUDDIN
NIM. 103043127944
Di Bawah Bimbingan
Pembirr.l::>ing II
Euis Amal a. M. Ag.
Barnbang a
S., S.H., M.H.
NIP.150
264
N . 150 293 226
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KATAPENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah swt, atas segala rahmat, inayah dan karnnia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini yang berjudul "PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN DALAM OBAT DAN
MAKANAN YANG DIPERDAGANGKAN (KAJIAN HUKUM ISLAM)". Sholawat
serta salam kepada makhluk Allah yang sempurna sekaligus kekasih-Nya, baginda Nabi besar Muhammad saw yang telah menghantarkan alam ini dari zaman kegelapan hingga menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Penelitian ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Procli Perbandingan Madzhab dan Hukum, konsentrasi Perbandingan Mazhab dan Fiqh, Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam N egeri S yarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis mengncapkan banyak-banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan saran-saran, motivasi dan arahan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Di antaranya ucapan terimakasih tersebut ditujukan kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat.
DAFTARISI
Hal
KATA PENGANTAR. ... i
DAFTAR 181 ... : ... iii
BABI PENDARULUAN BABU BABIU A. Latar Belakang... . . . .. . . .. . 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7
D. Metode Penelitian ... 8
E. Sistematika Pembahasan ... 12
JUAL BELi DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian Jual Be ti . . . 14
B. Macam-Macam Jual Beli ... 18
C. Hak Memilih dalam Jual Beli ... 23
D. Jual Beli Tedarang ... 25
MASALAH PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF DALAM OBAT DANMAKANAN A. Penyalahgunaan Formalin dan Zat Adiktif Lainnya pada Makanan. ... . ... 31
B. Makanan Berbahan Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan Mudharatnya serta Motivasi Dalam Penggunaannya ... 34
C. Macam-Macam Zat Kimia Berbahaya untuk Dikonsumsi dan Aki bat yang Ditimbulkan ... 41
D. Tujuan Pembentukan Undang-Undang dan Pemidanaan serta Konsep Maqashid Syari'ah dalam Islam ... 44
BAB IV UP A YA DALAM PENANGGULANGAN MASALAII PEMALSUAN JUAL BELi OBAT DAN MAKANAN
A. Analisis terhadap Kasus-Kasus di BPOM Mengenai Praktek Pemalsuan Obat dan Makarian .. ... . .. . .... .... ... .. .. .. .... ... ... .. . . ... 76 B. Penguatan Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pidana .. . .. . .. . . ... .. ... . ... . .. ... .. . .. .. . .. . ... .... ... .. .. ... . ... ... . . .. 88 C. Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi Kepada Masyarakat
dengan Data yang Konkrit . ... .. . .. ... ... .. ... ... .. . ... . ... .... ... ... .. ... .. . 91
BABV PENUTUP
A. Kesimpulan ... .. ... ... .... ... .. ... ... 99 B. Saran-saran... 10 1
BAB!
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kill-IP) bisa dikatakan sebagai "kitab
suci" bagi para advokat, hakim, jaksa, polisi, akademisi, serta para mahasiswa
hukum. KUHP merupakan panduan ba1:,>i mereka untuk menentukan apakah suatu
perbuatan merupakan tindak pidana atau bukan, dan pelakunya pantas dihukum
atas perbuatan tersebut atau tidak. Tidak dapat dipungkiri, selama puluhan tahun
bahkan sampai kini, Indonesia belum memiliki KUHP sendiri. KUHP yang
digunakan di Indonesia masih merupakan KUHP waiisan daii pemerintahan Hindia Belanda (Wetboek van Stafrecht).
Telah diketahui bersama bahwa dalam KillIP di dalamnya membahas kurang
Iebih masalah-masalah yang menjurus kepada hal-hal yang berbau
kejahatan/kriminal, seperti pembunuhan, pengancaman, pemerkosaan, penipuan
dan masih banyak lagi bentuk-bentuk kejahatan yang sekarang makin banyak lagi
bentuk-bentuknya. Oleh karena itu penulis sangat tertarilk: pada kasus pemalsuan
barang-barang kebutuhan pokok/vital, seperti yang sekarang sangat dilk:hawatirkan
para konsmnen dalain memilih obat dan makanan, yang sudah banyak dijadikan
modus pemalsuan. Bahan-bahan pokok tersebut di antaranya seperti ikan (kakap
merah) yang disepuh dengan pewarna baju dan pada obat-obatan sudah banyak
sekali yang melakukan pemalsuan dengan memakai nama merek obat terkenal
tetapi yang lebih penting akibatnya terhadap kesehatan dan keselamatan para konsumen itu sendiri. Penulis juga mempertanyakan dimana letak kekuatan serta keefektifan
dari
KUHP sendiri.Padahal dalam syari' at Islam tel ah banyak sekali dalil-dalil yang intinya sangat memperhatikan kemashlahatan dan menjaga manusia dari kemudharatan yang dapat mengakibatkan kerusakan di muka bumi ini. Salah satunya yang meajelaskan dan memerintahkan kita dalam ha! pemiagaan, agar kita jangan sampai melakukan segala sesuatu yang bersifat memgikan orang lain. Dalam ayat yang lain Allah memerintahkan kita supaya memakan makanan yang halal/baik, dan Ia pun telah menjelaskan makanan yang dihararnkan-Nya. Seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 172-173 dan surat An-Nisa ayat 29 :
Dalam surat An-Nisa dijelaskan :
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". (An-Nisa: 29)
oleh pihak-pihak terkait. Masih banyak lagi pemalsuan-pemalsuan yang dilakukan oleh oknum-oknum pedagang. Namun semua itu terjadi bukan semata-mata karena oknum- pedagang tersebut ingin mengeruk keuntungan yang berlipat dari usahanya melakukan pemalsuan tersebut. Kalau ingin melihat kebelakang, bahwa sebab-sebab banyak terjadinya tindak pidana yang belakangan ini mudah sekali terjadi karena ada beberapa faktor yang rnempengaruhinya, dan kita tidak bisa serta merta menyalabkan sepenuhnya kepada si pelaku., walau memang perbuatannya tersebut melanggar hukum yang berlaku. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh karena bermacam-macam sebab. Sebab-sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (sebab-sebab intern) maupun dari luar masyarakat tersebut (sebab-sebab ekstem). Sebab-sebab intern dapat berupa pertambahan atau berkurangnya penduduk; penemuan-penemuan baru; pertentangan (conflict); atau mungkin karena terjadinya suatu revolusi. Sebab-sebab ekstem mencakup apa-apa yang berasal dari lingkungan alam fisik. 1
Tidak bisa dipungkiri bahwa sejak runtuhnya orde lama sampai sekarang orde baru, bangsa ini terns mengalarni keterpurukan disebabkan salah satu warisan orde lama yaitu hutang-hutang yang sangat berlimpah kepada negara-negara asing.Tak hanya itu, para pelaku koropsi dan para pejabat "kotor" yang sampai sekarang masih tetap tenang berada di atas angin tanpa tersentuh oleh hukun1
1
yang sesunggnhnya. Terpuruknya bangsa
ini
sangat dirasakan oleh rak:yat kecil yang hanya bisa pasrah kepada keadaan. Salah satu penyebab dari maraknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi adalah faktor ekonorni yang bermula dari banyaknya tindakan pemecatan terhadap karyawan dan susahnya mencari lapangan pekerjaan yang layak. Di Jakarta misalnya, tercatat sebanyak 605.924 orang usia kerja tidak memiliki pekerjaan. Dari jumlah tersebut sebanyak 261.612 pengangguran atau 40% di antaranya korbandari
penmtusan hubungan kerja (PHK). 2 Itu terjadi pada .beberapa tahun silam, mungkin sekarang bisa bertambah beberapa kali lipat jumlahnya mengingat banyaknya tindak kriminal belakangan ini, yang salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi yang semakin hari semakin mencekik leher.Salah satu contoh kasus penipuan obat yang terjadi di jalan Ekor Kuning, Pluit, Jakarta Utara. Sebuah rumah yang dijadikan sebagai tempat memproduksi (pabrik) berbagai obat bermerek yang diduga palsu digerebek polisi. Obat yang diproduksi meliputi obat pereda rasa sakit, anti alergi, obat tradisional asam urat dan flu tulang.
Dari penggerebekan itu, lalu polisi menangkap tiga orang sebagai pelakunya. Selain itu, polisi juga menyita sejumlah dokumen dan melakukan penyelidikan sehubungan dengan keabsahan dokumen tersebut, dan mengungkap adanya dugaan pemalsuan dalam produksi obat yang dijual pahrik tersebut ke masyarakat
2
GERPUSTAKAAN
utaセ@
\ ' U!N SYAh!D
JAK)\RTA.. \
I ,
umum. Untuk menghindar
darl
Kecungaan aparat, pabrik obat tersebut semulaberkamuflase sebagai pabrik pennen. Produksi obat tersebut sudah diperkirakan
setahun berjalan.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Dalam masalah jual beli, baik itu dalam huknm Islan1 maupun hukunl positif
banyak sekali Undang-Undang yang telah ada yang untuk mengatur jalannya
praktek jual beli itu sesuai dengan yang diharapkan. Seperti Undang-Undang
Pidana pasal 386, UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, UU No. 23 tahun 1992 pasal 82 ayat 2 dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Tetapi walaupun sudah banyak aturan yang mengaturnya, masih saja ada dari oknum
pedagang yang melanggar aturan-aturan tersebut. Diantara pedagang/pelaku
usaha akhir-akhir ini sering melakukan pemalsuan dengan memasukan zat-zat
berbahaya pada obat dan makanan. Dalam melakukan perbuatan pidana tersebut mereka melakukannya dengan mencampurkan zat-zat berbahaya tersebut kedalam
makanan seperti mie basah, tahu dan ikan. Tetapi ada juga yang melakukannya
dengan cara memasukan zat berbahaya tersebut kedalam obat yang sebenarnya
sangat dilarang dalam pemakaiannya.
Pada masalah yang cukup menarik dan terhitung kasus baru yang sekarang
sedang gempar-gemparnya ini, kiranya penulis ingin membatasi mengenai apa
saja yang sekiranya akan dibahas dalam penulisan ini. Dalan1 membatasi
penulisan ini, penulis lebih menekankan kepada kasus-kasus, kepastian hukunl
makanan yang setiap saat dapat dikonsmnsi oleh masyarakat, serta solusi juga strategi yang dianggap tepat bagi penyelesaian kasus tersebut.
Sesuai dengan latar belakang yang penulis ajukan, maka perlu adanya perumusan masalah yang menjadi sasaran penulisan. Adapun pennasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana praktek pemalsuan obat dan makanan dalam jual beli?
2. Zat-zat apa saja yang kerap digunakan sebagai bahan campuran obat dan makanan?
3. Hukmnan apakah yang akan diterima para pelaku pemalsuan obat dan makanan menurut hukum positif dan hukum Islam ?
4. Bagaimanakah solusi dan strategi yang tepat dalam upaya meminimalisir kasus pemalsuan obat dan makanan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini, adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui berbagai macam praktek pemalsuan obat dan makanan yang
selama ini beredar.
2. Mengidentifikasi zat-zat berbahaya yang sering dijadikan campuran pada obat dan makanan.
3. Mengetahui hukmnan bagi pelaku pemalsuan obat dan makanan menurut hukum positif dan hukmn Islam.
Dalam penulisan ini terdapat dua kegunaan. Di antaranya kegunaan tersebut
ada yang bersifat "akademis", yang di dalamnya mengungkap dan menguraikan
tentang bagaimana sebenarnya kegiatan jual beli yang seharusnya dan tidak
melanggar hukum serta fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini yang kontradiksi dengan apa yang menjadi sunnatullah dan segala etika yang
seharusnya kita terapkan dalam kehidupan pribadi kita khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Dengan semakin banyalmya oknum-oknum pedagang yang
semakin berani melakukan penipuan, terutama pada produk obat-obatan dan
makanan yang otomatis dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri. Dan untuk
manfaat yang kedua adalab manfaat yang bersifat "praktis ", yang secara
langsung memberikan gambaran dan solusi kepada para pibak yang terkait, dalam
ha! ini adalab pemerintab dan segenap staf-stafnya agar secara sigap menangani
masalab ini dan menuntaskannya dengan jalan memberikan solusi terbaik, seperti
memperknat serta menerapkanlmenjalankan Undang-Undang (pidana dan
perlindungan konsumen) dan memberikan kepastian hukurn bagi para pelakn
pemalsuan tersebut.
Tidak ada penelitian tanpa adanya sebuab obyek, oleh karena itu penuiis
dalam menuangkan ide-idenya menggunakan penelitian yang bersifat studi kasus,
yang lebih menekankan kepada kasus-kasus yang ada di suatu lembaga-lembaga
yang terkait dengan judul tulisan tersebut, ditambah dengan data pustaka sebagai
Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang terletak di
n.
Percetakan Negara No.23 Jakarta.
D. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian lni Berupa :
Dalam penulisan skripsi ini, penulis rnenggunakan rnetode yang berjenis
penelitian yuridis atau legal, yang secara umurn adalah bagian dari jenis-jenis
penelitian sejarah yang terbagi empat yaitu : Penelitian sejarah komparatif,
Penelitian yuridis atau legal, Penelitian biografis dan Penelitian bibliografis. 3
Namun penulis hanya rnenekankan pada penelitian yuridis atau legal, yaitu:
metode yang digunakan untuk menyelidiki hal-hal yang menyangkut masalah
hukum pada masa sekarang. Oleh karena itu penelitian jenis ini dinamakan
penelitian yuridis. Bukan hanya menggunakan metode penelitian yuridis, tetapi
penulis menggunakan pula metode studi atau penelitian komparatif, yang ingin
mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis
faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode yang bersifat
deskriptif, yaitu sebuah penelitian yang bertujuan memberikan garnbaran
sebenamya yang terjadi di lapangan, atau dapat pula dikatakan suatu penelitian
pada sskslompok rnanusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.4 Tujuan dari
3
Moh. Nazir, Metode Pe11e/itia11, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003), Cet Kelima, h. 52. 4
penelitian deskriptif ini adalah untuk mernbuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 5
2. Sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut :
Sebagaimana telah lazim diketahui bahwa di dalam sebuah penelitian, data-data yang diperoleh dibedakan dari cara kita memperolehnya. Data tersebut ada yang dapat diperoleh langsung dari rnasyarakat dan ada yang diperoleh dari bahan pustaka. Yang pertama disebut data primer atau data dasar (primary data atau basic data) dan yang kedua dinamakan data sekunder (secondary data). Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yaitu perilaku warga masyarakat, melalui penelitian. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya. 6
Pada penelitian ini, penulis membatasi penggunaan sumber data yakni menggunakan sumber data yang kedua yaitu data sekunder (secondary data), karena melihat penelitian yang penulis tulis adalal1 penelitian hukum yang dapat dibatasi pada penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka saja.7 Oleh karena itu penulis mendapatkan sumber data melalui buku-bulrn (library research), dan hasil-hasil penelitian yang bersifat laporan, dokumen-dokumen resmi yang didapatkan langsung dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
'Ibid.., It. 53.
6
Soerjono Soekanto, J>engantar J>enelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), Cet 3, h. 11.
7
Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, seperti yang penulis lakukan dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan ( disamping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup:
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. Penelitian terhadap sistematika hukum
c. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal d. Perbandinga.n hukum
e. Sejarah hukum8 3. Teknik pengumpulan data
Pada penulisan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang bersifat hukum normatif (/.,gal research), yang hanya merupakan studi dokumen, yang sumb.:r-sumber datanya memakai data sekunder yang berupa peratura.n-peraturan, perunda.ng-undangan, keputusan-keputusan pengadilan, teori-teori hukurn, dan pendapat-pendapat sarjana hukum terkemuka. Itu pula sebabnya peuulis menggunakan analisis secara kualitatif ( analisis normatif-kualitatif) karena data yang diperoleh bersifat kualitatif. 9
• Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Pene/itim1 Hulam1 Normatif Suatu TinjmUI11 Singkat
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet 5, h. 13.
4. Teknik analisis data
Analisis data terdiri
dari
analisis kuantitatif dan kualitatif. Dalam menganalisis data kuantitatif, data yang berbentuk angka dan dihitung untuk mengetahui jawaban masalah yang diteliti .. Sebaliknya, data kualitatif merupakan data yang tidak berbentuk angka.Dilibat
dari
sifat datanya tadi, analisis dibedakan menjadi analisis yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Namun disini penulis menggnnakan tekuik analisis kualitatif, yaitu analisis pada data-data yang tidak hisa dihitung, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus ( sehinggatidak
dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikatoris ).10Penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bah ditambab dengan data kepustakaan sebagai baban rujukan, dengan sistematika ウセ「。ァ。ゥ@ berikut :
1. Bab pertama yaitu Pendabuluan yang terdiri dari : (1) Latar belakang masalab; (2) Pembatasan
dan
Perumusan Masalah; (3) Tujuandan
Kegnnaan Penelitian; ( 4) Metode Penelitian; ( 5) Sistematika Penulisan ..2. Bab kedua di dalamnya membahas mengenai : (I) Pengertian jual beli; (2) Macam-macam Jual Beli; (3) Hak pilih dalam jual beli; (4) Jual Beli Terlarang.
3. Bab ketiga di dalamnya membahas mengenai: (1) Pe11yalahgunaan Formalin dan Zat Adik:tif Lainnya pada Obat dan Makanan; (2) Makanan Berbahan Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan Mudharatnya serta Motivasi dalam Penggunaannya, (3) Macam-macam Zat Berbahaya yang Berada dalam Obat dan Makanan serta Akibat yang Ditimbulkanuya (4) Tujuan Pembentukan Undang-Undang dan Pemidanaan serta Konsep Maqashid Syari'ah dalarn Islam; ( 5) Aspek Hukuman bagi Pelaku Pemalsuan Obat dan Makanan.
4. Bab keempat menerangkan rnengenai: Upaya dalam Penanggulangan Masalah Pemalsuan Jual Beli Obat dan Makanan: (1) Analisis terhadap Kasus-kasus di BPOM Mengenai Praktek Pemalsuan Obat dan Makanan; (2) Penguatan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pidana (3) Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi kepada Masyarakat dengan Data yang Konkrit.
BAB.II
JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUiruM ISLAM
A.
Pengertian Jual
BeliAdapun yang dimaksud dengan jual beli atau "perikatan", ialah: Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang
memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang /ainnya,
sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan tersebut.1
Dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1457 dikatakan, bahwa jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.2
Dalam suatu perjanjian, diperlukannya syarat-syarat yang harus dipenuhi. Seperti apa yang telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada pasal 1320, seperti:
I. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu ha! tertentu;
4. Suatu sebab yang halal. 3
1
Subekti, Pokok-Poknk Hu/mm Perdata (Jakarta: PT. Intennasa, 2003), Cet 31, h. 122. 2
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-·Undang Hukum Perdata (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), Cet 34 (edisi revisi), h. 366.
Jual beli dalam hukum Islam mengandung beberapa definisi. Ada yang menurut istilah bahasa (etimologi) ada yang menurut istilah (terminologi).
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti Bai', Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Fathir, ayat 29:
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menajkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge-rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi ". (Fathir: 29)
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman:
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan;
2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan aturan syara';
3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf), dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara' .4
Di atas disebutkan berulang kali "Sesuai dengan syara'", yang dimaksud dengan sesuai dengan syara' (sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dalam hal ini baik itu hukum Islam ataupun hukum negara) adalah: memenuhi segala persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat atau rukun--rukun tersebut tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara' dan bisa mengakibatkan jual beli tersebut batal.
Dalam jual
beli
ada syarat dan rukunnya, yang menjadikan jual beli itu suatu kegiatan yang bermanfaat, terlebih adanya suatu aturan yang bisa memberikan suatu keputusan apakah jual beli itu sah atau tidak dan apakah jual beli tersebut baik di mata hukum atau malah melanggar ketentuan hukum yang mengatumya. Adapun rukun-rukun dalam jual beli adalah sebagai berikut:4
49.
a. Akad (ijab qabul);
b. Orang yang berakad (penjual dan pembeli); dan c. Ma'kud alaih (obyek akad/barangnya).
Sedangkan syarat-syarat jual beli yang berkaitan pula dengan
rukun-rukunnya diatas adalah:
1) Syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut:
a) Jangan ada pemisah antara penjual dan pembeli, baik itu dalarn hal ijab qabul sendiri (pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya), rnaupun dalarn hal tempat mereka bertransaksi.
b) Jangan diselingi kata-kata lain diantara ijab dan qabul.5 2) Syarat-syarat orang yang berakad diantaranya:
a) Baligh (dewasa).
b) Berakal dan dapat mem:..edakan (memilih antara yang baik dan tidak). Akad orang gila, orang mabuk, anak kecil yang belum bisa membedakan (memilih) tidak sah. Jika
anak
kecil yang sudah dapat membedakan (memilih) dinyatakan valid (sah), dan kevalidannya tergantung kepada izin walinya, dalam hal ini orangtua
atau keluarga. Namun jika ada seseorang yang terkadang sadar dan tidak, maka untuk setiap akad yang ia lakukan dianggap valid (sah) jika ia dalam keadaan sadar saja.65
Ibid., h. 71.
6
B.
c) Beragama Islam, syarat ini dikhususkan pada pembeli saja dalam benda-benda tertentu (dahulu), misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang bukan beragarna Islam, sebitb besar kemungkinan sang pembeli akan merendahkan si abid yang beragama Islam tersebut.7
3) Sedangkan syarat-syarat barang yang akan diakadkan, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Barangnya diharuskan barang yang bersih. 2) Dapat dimanfaatkan.
3) Milik orang yang melakukan akad. 4) Mampu menyerahkannya.
5) Mengetahui (wujud barang).
6) Barangnya harus sudah ada saat akad.8 Macam-Macam Jual Beli
Dalam hukum Islam maupun hukum positif terdapat pembagian mengenai macam-macam jual beli. Narnun yang lebih ditekankan terdapat dalarn hukum Islam yang secara tegas membagi jual beli itu kepada beberapa bentuk, terutama jika ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli, yang dikemukakan
oleh Imam Taqiyuddin diantaranya:
7
Q
セQ@
PERPUSTAKAAN UTAMAI
! LJIN SYAHID JAKARTA
' ᄋセセセセセセセセᄋ@
1. Jual beli benda yang nyata/kelihatan, yaitu: jual beli yang pada waktu
akadnya barang yang akan diakadkan/diperjual belikan ada didepan penjual
dan pembeli.
2. Jual beli yang disebutkan sifat-sif atnya dalam perjmljian ialab: jual beli
salam (pesanan). Dasar hukum dan cara jual beli ini terdapat dalam firman
Allah SWT, surat al-Baqarab ayat 282:
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; danjanganlah kamujemu menulis hutang ilu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayamya, yang demikian itu, lebih adil di sis_i Allah dan lebih menguatkan persaksian dan Jebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulis/ah mu'amalahmu itu}, kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika} kamu tidak menulisnya, dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya ha! itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu ".
Fuqaha sepakat bahwa salam itu untuk semua barang yang ditakar atau ditimbang; berdasarkan hadits shahih yang terkenal dari Ibnu Abbas r.a. Ia berkata:
i!.J)\'.il\
オェQIセ@,,l\
ᄏセi|@. ', ' ' 1·
Mセ@" ,
.u:uJI :
t .. -
4.JlC
セi@ t - • Nセi|@, •
' _J セ@ セ@ HNNIセ@
f""
_J ,, (""'"""-' , - セ@ 1.5"!""' セ@イセ@
;).'.i
セ@
<ョIGNLLセオY@
セiHZLZNNZセ⦅L@
4.,Jk
NFiセ@
セi@
(j_,..,,.J
Jlli
(r-b_,
'5.)u..,JI
セヲエャI@
.r_,.t..:.
セi@
.)J
i_,.t..:.
i;,;):,:,
Artinya: "Nabi SAW dacang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak sedang mengadakan sa/am pada tamar (anggur) untuk jangka waktu duadan tiga tahun. Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa
mengutangkan, hendak/ah ia tnengulangkan dalam hatga yang diketahui (jelas) dan timbangan yang diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui (jelas) ''.
(HR.
Bukhari dan Muslim)9Dalam sa/arn berlaku semua syarat jual beli, namun dalam jual beli ini terdapat beberapa tambahan syarat yang harus dipenuhi kedua belah pihak,
diantaranya:
9
a. Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin
dijangkau pembeli, baik berupa barang yang ditakar, ditimbang, atau barang
yang diukur.
b. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi maupun
memperendah harga barang tersebut. Pada intinya harus disebutkan semua
identitas
dari
barang tersebut oleh orang yang ahli dalam bidang tersebut.Dalam ha! ini termasuk kualitas barang itu.
c. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa
didapatkan dipasar.
d. Harga hendaknya dipegang ditempat akad berlangsung. 10
3. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat. Jual beli seperti ini
yang dilarang dalam Islam karena barang yang akan diperjual belikan tidak
tentu atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari
hasil yang tidak dibenarkan oleh hukum seperti mencuri ataupun
dari
barangyang dititipkan yang akhirnya akan menimbulkan kerugian salah satu kedua
belah pihak.
Dalam hukum positif juga ada berbagai macam perikatan, seperti dalam
hukum Islam. Di antara macam-macam perikatan tersebut, diantaranya:
a. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk) adalah: Suatu perikatan yang
digantungkan pada suatu kejadian di kemudian
hari,
yang masih belum tentuakan atau tidak terjadi.
10
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling). Perbedaan suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu adalah: kalau suatu syarat adalah berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, namun kalau suatu ketetapan adalah suatu hal pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan akan datangnya, seperti kematian seseorang.
c. Perikatan yang di dalamnya diperbolehkan untuk memilih bila didalamnya terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan.
d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair), adalah suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Tetapi
perikatan seperti ini belakangan jaraug terjadi.
f. Perikatan dengan penetapan hukuman. Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam prak:tek banyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan suatu hukwnan, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu, yang sebenamya merupakan suatu pembayaran kerugian yang telah ditetapkan semula oleh para pembuat perjanjian. 11
C. Hak Memilih dalam Jual Beli
Dalam jual beli dalam Islam, diperbolehkan memilih, apakah akan meneruskanjual beli tersebut atau membatalkannya. Khiar itu terbagi tiga macam yaitu:
L Khiar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada dalam satu tempat (majelis), khiar majelis boleh dilakukan dalam berbagai jual beli. Rasulullah SAW, bersabda:
Artinya: "Penjual dan pembeli boleh khiar selama be/um berpisah" (HR. Bukhari dan Muslim)
Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut,
maka
khiar majelis tidak berlaku lagi (batal).2. Khiar syarat, yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual maupun pembeli, seperti seseorang berkata "saya jual rumah ini dengan harga 100.000.000,00 dengan syarat khiar selama tiga hari". Rasulullah SAW, bersabda:
Artinya: "Kamu boleh khiar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam" (Riwayat Baihaqi)
3. Khiar 'aib, artinya dalam setiap jual beli itu disyaratkan suatu kesempurnaan benda-benda yang telah dibeli, seperti seseorang berkata "saya beli mobil ini
seharga sekian, tetapi apabila pada mobil ini terdapat cacat maka saya akan kembalikan", seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah r.a, bahwa seseorang telah membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri didekatnya, didapatinya pada diri si budak tersebut kecacatan, lalu diadukan11ya kepada Rasul, maka budak tersebut dikembalikan pada penjual.12
Me11genai masa khiar, bagi fuqaha yang membolehkannya, menurut Malik pada dasarnya tidak ada batasan tertentu, melainkan ditentukan berdasarkan besar kecilnya keperluan, dengan memandang kepada macam--macam11ya barang. Dengan demikian, masa tersebut berbeda-beda menurut perbedaan barang yang dijual. Secara ringkas, Malik tidak membolehkan masa yang panjang yang dapat memisahkan pemilihan barang yang dijual Syafi'i dan Abu Hanifah herpendapat.
12
bahwa masa khiar itu tiga hari tidak boleh lebih
dari
itu. SedangkanAhmad,
Abu Yusuf clan Muhammad bin Hasan berpendapat bahwa khiar dibolehkan hingga masa yang telah disyaratkan. Dawud juga mengemukakan bal serupa.13Dalam hukum positif-pun ada hak memilih bagi konsumen (pembeli) apabila dalam jual beli tersebut tidak sesuai dengan yang telah menjadi perjanjian sebelumnya atau dalam barang tersebut ada sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh si pembeli. Dalam hukum positif hak memilih ini masuk kedalam perikatan yang membolehkan bagi si pembeli
untuk
memilih, apakahakan
diteruskan atau dibatalkan. Hal ini senada dengan pasal 1267 KUH PL-rdata:"Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika
hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak lain untuk memenuhi
perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian disertai penggantian
biaya kerugian dan bunga".
D. Jual Beli Terlarang
Dalam setiap jual beli hukum asalnya adalah halallboleb, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275:
Artinya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ". (Al-Baqarah:275)
13 Ibnu Rusyd,
Tetapi pada kenyataannya banyak daripada pedagang/pelakn usaha yang melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti telah di ungkap sebelumnya mereka memasukan dan mencampurkan obat dan makanan dengan zat berbahaya. Hal tersebut membuat jual beli yang tadinya dihalalkan oleh Allah menjadi suatu yang dilarang atau bahkan diharamkan. Karena dengan menjual barang dengan kcadaan yang seperti itu, sudah barang tentu membahayakan pembeli. Hal tersebut sangat dilarang dalam Islam, karena dapat membuat dharar/bahaya yang sangat besar.
Oleh karena itu dalam Islam terbagi ke dalam beberapa bentuk jual beli yang dilarang/terlarang dan batal hukumnya, diantaranya:
l. Barang yang dihukumi najis oleh agama, seperti an3mg, babi, berhala (patung), bangkai dan khamar (minun1an keras/beralkohol), Rasulullah SAW bersabda:
セyNN@
llY,,j:J Ai1
ul
(Jli
F-'
セ@
.&1
セ@
,,.111
JY,.:J
;::ir
.i..lcAi1
セ⦅I@
Y.4-
0C-」セ@
_,
HNᆪ⦅[セQ@
bi_,_;)
ヲャNjLNLNLLセ⦅L@
iiJ.y...\l:J
セQ[jQZZL@
J.1..11
&.
Artinya: "Dari Jabir r.a, Rasu/ullah SAW: bersabda, Sesungglmya Allah dan Rasul-Nya telah menglzaramkan menjual arak (minuman keras), bangkai, babi dan berhala (patung) ". (Riwayat Bukhari dan Muslim)
2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan domba betina agar memperoleh turunan. Jual beli ini haram hukurnnya.
4. Jual bell dengan
muhaaqalah. Haaqalah
berarti tanah, sawab, dan kebunMaksud
muhaaqalah
di sini ialah me1tjual hasil tanam-tanaman yang masihberada di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang karena ada persangkaan
riba
di dalamnya, karena tidak adanya kejelasan dan kepastian (gharar ).
5.
Jual beli denganmukhadarah,
yaitu menjual buah-buahan yang belum pantasuntnk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang
masih kecil-kecil, dan yang lain sebagainya. Hal ini dilarang karena
barangnya masih samar, karena mw1gkin saja bWlh tersebut jatuh tertiup angin
kencang atau hujan sebelum diambil oleh si pembelinya.
6. Jual beli dengan
mulamasah,
yaitu jual beli dengan cara sentuh menyentuhseperti sehelai kain yang di sentuh dengan tangan ( si pembeli) di waktu
malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh bennti telall membeli
kain tersebut. Hal ini
dilarang
karena mengandung unsur penipuan dankemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
7. Jual beli dengan
munabadzah,
yaitu jual beli secara lempar melempar, scpcrtiseseorang berkata, "lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti
kulemparkan pula apa yang ada padaku". Setelah tei:iadi lempar melempar,
te1jadilall jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak
adanya ijab qabul.
8. Jual beli dengan
muzabanah,
yaitu menjual bWlh yang basall dengan bua..'1Untukjual beli diatas, tepatnya pada nomor 14-17. Jual beli tersebut dilarang,
tetapi sah bi la dilakukan hanya saj a orang yang melakukan jual beli tersebut
BAB ID
MASALAH PENGGUNAAN ZAT ADil<:TIF DALAM OBAT DAN MAKANAN
A. Penyalahgunaan Formalin dan Zat Adiktif padla Obat dan Makanan
Berdasarkan basil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan oleh Balai Besar POM di Jakarta, telah ditemukan di sejumlah pasar dan supermarket wilayah DK.I Jakarta, Banten, Bogor, dan Bekasi sejumlah produk pangan seperti ikan asin, mie basah dan tahu yang memanfaatkan formalin sebagai pengawet.
Penggunaan formalin dalam produk pangan sangat membahayakan kesehatan karena dapat menimbulkan efek dalam jangka pendek rnaupun panjang tergantung dari besar kecilnya ketahanan tubuh seseorang. Efek yang dapat terjadi antara lain iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah, kepala pusing, rasa terbakar pada te .. ggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal pada dada. Selain itu juga dapat terjadinya kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. 1
Dalam ha! terjadinya tindak pelanggaran di bidang pangan, antara lain menggunakan bahan-bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan, ha! ini berarti tel ah melanggar KUHP pasal 3 86 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
(I) Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan
1
jika nilainya atau faedahrra me1yadi kurang karena sudah dicampur dengan sesuatu bahan
lain.-Berdasarkan keterangan pers BPOM mengenai penyalahgunaan formalin
untuk pengawet mie basah, tahu dan ikan adalah sebagai berikut:
I. Berdasarkan hasil operasi pengawasan Badan POM pada beberapa
tahun terakhir ini ditemukan adanya kecenderungan penyalahgunaa.11
formalin sebagai pengawet makanan yang terus meningkat. Atas
pelanggaran tersebut Badan POM telah melakukan pembinaan dan
peringatan serta tindakan pro-justisia dengan mengajukan tersangka ke
pengadilan. Sanksi hukum pidana telah dijatuhkan tetapi temyata
sanksi pidana yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera. Sementara
itu pasokan formalin di pasar terutama penjualan eceran memicu
terjadinya penyalahgunaan.
2. Pada awal Desember 2005, Badan POM/Balai Besar POM melakukan
sampling dan pengujian laboratorium secara serial dan serentak
mencakup Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang,
Y ogyakarta, Surabaya, Mataram dan Makassar. Produk/sampel yang
diuji meliputi tahu, mie basah dan ikan yang secara keseluruhan
berjumlab 761 sampcl.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium diperoleh temuan sebagai
berikut:3
Keteranl!aD MieBasah Tahu
Uran
Jumlah 213 290 258
Samnel
Memenuhi 76 193 190
Svarat
Tidak 137 97 68
Memenuhi Svarat
% tidak 64.32% 33.45% 26.36%
memenuhi svarat
Kondisi masing-masing daerah tidak sama untuk setiap jenis produk tersebut. Untuk tahu, temuan Badan POM di Y ogyakarta dan Bandung tidak mengandung formalin, sedangkan di Jakarta relatif sangat tinggi yaitu 77,78% mengandung formalin. Sedangkan untuk ikan di Jakarta 52,63% dan Bandar L<impung 36,56% dari sampel ikan yang mengandung formalin. Untuk mie basah persentase sampel yang mengandung fonnalin rata-rata tinggi diatas 60% kecuali di Makassar 6,45%. Hasil Pengujian laboratorium tersebut telah disampaikan oleh Badan POM kepada pemerintah provinsi terkait dan telah dilakukan koordinasi tindak lanjut.
3. Solusi penyalahgunaan formalin ini hams dilalrukan secara komprehensif (secara iuas dan menyeluruh), berkesinambungan dan konsisten melalui pendekatan dua arah yaitu sisi pasokan (supply side) dan sisi permintaan (demand side). Pada sisi pasokan harus dilakukart
3
pengurangan (supply reduction) melalui pemutusan mata rantai pasokan dan pengaturan tata niaga serta kontrol yang ketat. Formalin semestinya hanya boleh dijual oleh sarana yang memiliki izin khusus kepada "end user" sesuai peruntukannya dan dilarang keras untuk
mengawetkan makanan.
4. Pada sisi permintaan, perlu dilakukan peningkatan kesadaran dan kepedulian pelaku usaha/produsen dan masyarakat melalui edukasi, infom1asi dan komunikasi secara efektif sehingga semua pihak mengetahui bahwa penggunaan formalin sebagai pengawet makanan membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.
B. Makanan Berbahan Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan Mudharatnya serta Motivasi dalam Penggunaannya
kita yang hanya memikirkan diri sendiri ( egois) tanpa memikirkan kebahagiaan atau keselamatan orang lain.
Dalam Islam sangat dilarang untuk berbuat kemudlharatan pada diri sendiri dan pada orang lain, karena berdasarkan qaidab fiqh yang sekaligus menjadi hadits Nabi yang berbunyi
)y,:..
セMG@)fa
セ@ babwa "seseorang tidak bolehberbuat kemudharatan pada diri sendiri dan pada orang lain "4
Masalab-masalah hukum fiqh, yang tercakup dalam kaidah ini banyak, di antaranya:
1. Di dalam muamalat, mengembalikan barang yang telall dibeli lantaran pada
barang tersebut terdapat cacat itu diperbolehkan. Demikian juga macam-rnacam khiar (hak pilih) yang telab kita bahas sebelumnya mengenai transaksi jual beli yang di dalamnya terdapat beberapa sifat yang tidak sesuai dengan yang telab disepakati. Larangan terhadap mahjur alaih (orang yang dilarang membelanjakan harta kekayaannya), Muftis (orang yang jatuh pailit), dan sajih (orang dungu) untuk melakukan berbagai rnacam transaksi. Dasar pertimbangan dilaknkannya ketentuan-ketentuan tersebut untu menghindarkan berbagai mudharat yang akan merugikan pihak-pihak yang berada didalamnya.
4
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah I/mu Fiqh (Al-Qm.a 'idul Fiqhiyyah), (Jakarta: Kalam Mulia,
2. Pada bagian jinayat, Islall1 menentukan huknruan qishas, hudud, kafarat, mengganti kerusakan, mengangkat penguasa untuk menumpas pengacau/pemberontak dan menindak
para
pelaku kriminalitas, dan lain-lain.5 Apabila seseorang ingin berbuat jahat kepada orang lain, maka harus dicegah sebisa mungkin sesuai dengan perhitwigan kita. Hal itu boleh dilakukan, meskipun harus menggunakan cara yang dharar, demi tercegahnya dharar yang lebih besar. Upaya mencegah terjadinya kejahatan dengan suatu yang dharar itu diperbolehkan, karena terkadang harus dilakukan dengan melnkai, menyakiti atau bahkan sampai membunuh pelakunya. Tetapi tidak melakukan apapun terhadap tindak kejahatan adalah suatu dharar yang lebih besar, karena bisa menyebabkan kejahatan makin merajarela, baik itu kejahatan kernanusiaan, harta benda maupun kejahatan terhadap harga diri seseorang dan akan menimbulkan banyak korban yang jatuh akibat perbuatan tersebut, dan pada akhirnya ketentraman manusia akan hilang karena selalu dihantui oleh keresahan dan rasa ketakutan yang mendalarn. Oleh karenanya, dharar yang dilakukan demi tercegahnya dharar yang lebih besar adalah sebuah keharusan.6Hal ini senada dengan dua buah qaidah fiqh yang berbunyi:
"Kemudharatan itu tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan. "
5 Ibid .. ., h. 35.
6
セセ@
:t;l'.
o"...".J
セセ@
セZ[w@
t:-i\,i
セエZ[⦅Zj|@
セ@
(.»
i)jl
セQNゥji@
セZN⦅Lセ@
Wlll.
セセi@'
ᄋセ@.
·-
-
セ@
"Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemashlahatan, dan apabila berlawanan antara mafsadah dan mashlahat maka didahulukan menolak mafsadah ". 7 (Ahmad bin Muhammad Al-Zarqa, Syarah Al-Qawa 'id Al-Fiqhiyyah)
Pembicaraan pokok pada pembahasan ini, perlu kiranya penu1is mengemukakan kembali beberapa hal yang erat hubungannya dengan pembahasan selanjutnya, yaitu mengenai formalin ditinjau dari aspek kesehatan. Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan dalam perspektif kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Akut : Efek pada kesehatan masyarakat manusia langsung terlihat seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, sakit perut dau pusing. b. Kronik : Efek pada kesehatan manusia dalam jangka waktu yang lama dapat
terlihat pada gejala-gejala seperti: iritasi parah, mata berair, gangguan pencemaan, hati dan ginjal, pankreas, gangguan sistem syarat pusat, dan dapat berakibat karsinogen (menyebabkan kanker), dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker.
Menurut peneliti keamanan pangan dan cemaran kuman pada makanan dari Departemen Farmasi, Faku1tas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Embit Kartadarma mengatakan meski hanya menggunakan
7
formalin
clan
boraks dalam kadar sedikit dapat menyebabkan kanker dalam jangka waktu 4-5 tahun kemudian.Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan formalin sebagai bahan pengawet bahan makanan dalam kadar bagaimanapun tidak bisa kita tolelir mengingat dampak yang akan timbul pada kesehatan masyarakat dalam jangka waktu cepat maupun lama. Terutama sekali bahan yang sering digunakan untuk mengawetkan makanan, adalah bahan berbahaya yang bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker).
Apabila kita pertimbangkan dari efek penggunaan formalin itu sendiri, lebih banyak mudharat ketimbang mashlahatnya. Bahkan efek mudharatnya terlihat sangat jelas sekali mengancam kehidupan manusia.
Dalam kasus penggunaan formalin ini, Allah sangat melarang hambanya dari perbuatan yang sekiranya dapat menjerumuskan orang lain dalan1 kebinasaan. Seperti apa yang telahjelaskan dalam firmannya, dalam surat Al-Baqarah: 195:
J ; : J rt :. • ., f :. ... ;i..rtt"" ,,.,. J f. • J"J. / ,,.,., 0 J t
セZエゥャエ@
ul
...-ャセャェ@
セi@
J!
...セセT@
,..!_,lb
':ij
セi@
セ@
,,, ,..J
'-""l # l j
I ' J ,,,,,.,
セセi@
Artinya: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (Al-Baqarah: 195)
Caranya cukup sederhana, setelah dicampurkan dengan beberapa liter air
dalam sebuah wadah yang cukup besar lalu disimpan. Ilcan yang didapat langsung
dimasukan kedalam larutan tersebut beberapa saat dan langsung disimpan. Maka
ikan tersebut akan terlihat tetap segar, kencang,
tidak
berbau dan tidak dihinggapilalat hingga beberapa hari.
Perbedaan harga yang sangat mencolok membuat para pelaku bisnis
makanan/k:ebutuhan pokok (nelayan dan produsen-produsen kecil), beralih
menggunakan bahan tersebut yang mereka campurkan kedalam
produk-produknya.
Tetapi semua alasan tersebut diatas tidak dapat diterima j ika dilihat dari sudut
pandang ke-Islaman (hukum Islam), terlebih alasan pertama mencerminkan watak
keegoisan dari masyarakat yang matrealisme. Allah SWT berfunan dalam
Al-Qur'art, Surat Al-Qashas ayat 77:
;,,. ;,,.
. • f -
L:JiJT
---:
セ@
"'
.::
-:J-
セM
·
1i -
1.:(1
::&!
--r-1:51;
w ·
=1-セ@ '-' - セ@ ·-, [LLLNセ@ J セ@ J ;,,,. .,
E'-'
... ,, セセLNLZ@ J ... -r;;"'-:r {!"" ... ,,.. ,<''.'1#,.Jt ,,.. ... ,,,,,. Jffj" ... .,. t-;,...
セ\yMNZZQ@
ᄋZZPTQQセセ@
.uil
ul
c.J:>j:1I
J
.lt..:.all
t:?
セZ[@
.-1'1_1).uil(r...:>-1
セ@
, ,
Artinya: "Dan earl/ah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan} negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, ォ・ー。、。ュエセ@ dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan". (Al-Qashas: 77)
Alasan yang kedua tidak lebih buruk dari alasan yang pertama, kepentingan
yang mereka kemukakan temyata melanggar kemashlahatan masyarakat luas.
menjerwnuskan manusia keclalam jurang kebinasaan. Islam sangat melarang perbuatan yang berakibat buruk terhaclap orang lain ataupun pada diri sendiri. Syari'at Islam bukan hanya saja bertujuan untuk kemashlahatan, tetapi untuk menghilangkan kemafsadatan juga.
Mereka beranggapan bahwa dengan menggunakan f01malin dengan alasan ekonomi clan clapat meminimalisir kerugian dapat dibenarkan oleh syari'at paclahal itu sama sekali sangat
tidak
benar.C. Macam-Macam Zat Kimia yang Berbaliaya untuk Ilikonsumsi dan Akibat
yang Ditimbulkan
Berdasarkan basil pengawasan terhadap obat-obat tra.disional yang dilakukan oleh BPOM melalui sampling clan pengujian laboratorium telah menemukan sebanyak 93 produk obat tradisional yang telah dicampur oleh bahan-bahan kimia keras dan berbahaya seperti Fenilbutason, Metampiron, Deksamitason, CTM, Allupurinol, Sildenafil Sitrat, Sibutrarnin Hidrokloricla clan Parasetamol.
l. Dalam Unclang-Unclang pidana tercantwn pada pasal 386 yang berbunyi: (1)
Ba.rang siapa yang menjual, menyerahkan atau menawarkan, barang makanan,
minuman atau obat-obatan yang diketahui itu dipalsu clan menyembunyikan
hal tersebut, diancam dengan piclana paling lama em pat tahun. (2) Bahan
makanan, minuman atau obat-obatan itu dipalsu, jika uilai atau faedahnya menjadi berkurang akibat sudah dicampur dengan sesuatu yang lain.
2. Dalam Unclang-Unclang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,
mengenai pengamanan fannasi dan alat kesehatan pasal 40 (I) Sediaan
farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau baku standar lai1111ya, (2) Sediaan farmasi yang berupa obat
tradisional clan kosmetika serta alat-alat kesehatan harus memenuhi standar
atau persyaratan yang ditentukan. Pada pasal 44 mengenai pengamanan zat
adiktif, pada ayat (1) Pengamanan penggunaan bahan yang meagandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan
perseorangan, keluarga, masyarakat clan lingkungannya (2) Produksi,
peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus
memenuhi standar atau persyaratan yang ditentukan. (3) Ketentuan mengenai
pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 clan 2 ditetapkan dengan aturan pemerintah.
Mengkonsumsi obat-obatan tersebut yang mengandung zat-zat seperti diatas
dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat mernatilr.an. Pernakaian obat
samping yang tidak diinginkan dari penggunaan bahan kimia obat tanpa pengawasan dokter sebagai berikut:
a.
Metampiron dapat menyebabkan gangguan pencemaan seperti mual, pendarahan pada lambung, rasa terbakar serta gangguan sistem saraf seperti tinitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah dan penghambat pembentnkan seldarah
(anemia aplastik), agranulositosis, gangguan ginjal, syok, bahkan dapat menyebabkan kematian dan lain-lain.b. Fenilbntason dapat menyebabkan mual, muntah-muntah, ruam pada kulit, refensi pada cairan dan elekrolit (edema), pendarahan pada lambung, nyeri lambung dengan pendarahan atau perforasi, reaksi hipersensitivitas, hepatitis, nefritis, gaga! ginjal, leukopenia, anemia aplastik, agranulositosis dan lain-lain.
c. Del<Samitason dapat menyebabkan moon face, retensi cairan dan elektrolit, hiperglikemia, glaukoma (tekanan dalam bola mata meningkat), gangguan pada pertumbnhan, osteoporosis, gaya tahan pada infeksi menurun, miopati (kelemahan otot), lambung, gangguan hormon dan lain-lain.
d. Allnpnrinol dapat menyebabkan ruam pada kulit, trombositopenia, agranulositosis, anemia aplastik pada pasien dengan !,,>angguan pada fungis ginjal.
berdenging), diplopia (penglihatan ganda ), stimulasi susunan syaraf pusat terutama pada anak berupa euforia, gelisah, sulcar tidur, tremor dan kejang. f. Sildenafil Sitrat dapat menyebabkan sakit kepala, dispeps!a, mual, nyeri pada
perut, gangguan penglihatan, rinitis (radang pada hidung), infark miokard, nyeri pada dada, palpitasi (denyutjantung cepat) dan dapat pula menyebabkan kematian.
g. Sibntramin llidroklorida dapat menyebabkan tekanan darah (hipertensi), denyut jantung dan sulit tidur. Obat ini tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau stroke.
h. Parasetamol dalam penggunaan jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan gangguan kerusakan hati.
D. Tujuan Pembentukan Undaug-Undang dan Pemidanaan serta Konsep Maqashid Syari'ah dalam Islam
Dalam setiap pembentulcan Undang-Undang pastilah ada sebab musababnya terlebih adanya suatu tujuan dari pembentulcan Undang-Undang itu sendiri yang lebih memberikan suatu arti bagi yang membentuknya, dalam hal ini pemerintah dan juga bagi masyarakat selaku orang yang menjalanlamnya.
Undang-Undang Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:8
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengan1anatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan dimaksudkan agar seluruh partisipasi masyarakat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spritual.
4. Asas keamanan dan kesela111atan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
8
JI I.
Undang-Unclang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. Mengangkat harkat clan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses (kejadian diluar dugaan)9 negatifpemakaian barang ataujasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan clan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan infmmasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga timbul sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang atau ェ。セ。@ yang menjarnin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan clan
keselamatan konsumen.10
Dari semua asas clan tujuan dalam pembentukan Undang-Undang
perlindungan konsumen diatas, maka dari situ munculah hak dan kewajiban PER PUST A KAAN UT AMA
UIN SYAHID JAl<ARTA
9
Ananda Santoso., AR. AL Hanit; Kanms Lenf{kap Bahasa lndooesia (Surabaya: Alumni), h.
10
konsumen dan pelaku
usaha.
Diantarahak
dan kewajiban konsumen dan pelakuusaha antara lain:
Hak konsumen diantaranya:
1) Hak atas kenyarnanan, kearnanan, dan keselarnatan dalarn mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4) Hak didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif berdasarkan sukn, agama, budaya, daerah, status sosial dan
pendidikan;
8) Hak untuk mendapatkan konpensasi/ganti rugi terhadap barang atau jasa
sesuai dengan perjaajian atau sebaimana tidak mestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan. perundang-undangan
Kewajiban konsumen adalah:
a) Membaca atau mengikuti petunjuk infonnasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b) Beri'tikad baik dalam bertransaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut. 11
Sedangkan hak pelaku usaha antara lain:
1. Rak untuk memberikan pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
2. Rak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang ber'itikad
tidak
baik;3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
lainnya.
11
Kewajiban pelaku usaba
adalah:
a. Beri'tikad baik dalam melakukan usahanya;
b. Memberikan. informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji barang
atau jasa tertentu serta memberikan jaminan atau garansi atas
barang yang dibuat serta jasa yang ditawarkan;
f. Memberikan konpensasi kerugian akibat penggunaan dan
pemanfaatan atas barang dan/atau jasa. yang diperdagangkan;
g. Memberi konpensasi pula terhadap barang dan/atau jasa
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan
tidak sesuai dengan perjanjian.
1) Pelaku usaba dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang atau
jasa yang dilarang. Diantara perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan melalui ketentuan perundang-undangan;
b) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, danjumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenamya;
d) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana yang dinyatakan dalam label, etiket label dagang/kode etik), atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e) Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/jasa forsebut;
f) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/jasa tersebut;
g) Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut. Dalam produk makanan biasanya ditulis dengan best before untuk masa baiknya/paling baik dalan1 penggunaan obat atau makanan tersebut;
i) Tidak memasang label atau penjelasan barang yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan,- efek samping dalam penggunaan, nama dan alamat pelaku
usaha, serta keterangan untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus
dipasang/dibuat;
j) Tidak mencantnmkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. 12
2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang yang dimaksud. Barang-barang yang dimaksud adalah barang yang
sekiranya tidak membahayakan konsumen dan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat, bekas, atau tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar. Sediaan fam1asi dan pangan yang dimaksud adalah
yang membahayakan konsumen menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
12
Pelaku yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut dan wajib menarik barang dan/atau jasa.tersebut dari peredaran.13
Dalam kaitan ini, kita mengenal ada tiga teori tentang tujuan dari pemidanaan (Undang-Undang Pidana) yaitu: (1)
Teori absolut atau disebut juga teori
pembalasan,
yang menjadi titik sentral dari adanya pidana (hukuman) bagiseseorang yang telah melakukan pelanggaran bagi nonna-norma hukum pidana adalah dengan pertimbangan untuk membalas si pelaku tindak pidana. Pembalasan ini ditunjukan kepada kesalahan si pembuat, karena memang "tidak ada pidana tanpa adanya kesalahan". Artinya, akan sangat tidak mungkin seseorang yang tidak bersalah akan dikenakan sanksi pidana. Pendapat yang menyatakan bahwa maksud dan tujuan dari penjatuhan pidana, sudah dikemukakan oleh para ahli hukum pidana sekitar abad ke-18. Pada abad tersebut, diantara para tokohnya, seperti Immanuel Kant, Hegel, Herbath dan sthal, dengan masing-masing pemikirannya yang berbeda-beda, seperti:
1. Immanuel Kant mempimyai jalan pikiran bahwa perbuatan jahat itu akan menimbulkan ketidakadilan. Oleh karena itu, sang pelakunya pun harus merasakan ketidakadilan dengan wujud nestapa ( derita).
2. Hegel, mempunyai jalan pikiran bahwa hukum yang bersendikan keadilan merupakan sebuah kenyataan. Sehingga, apabila seseorang melakukan kejahatan, maka dapat dikategorikan sebagai bentuk 13
penyangkalan dari adanya hukum yang bersendikan keadilan itu. Dengan pertimbangan ini, akan merupakan sesuatu yang wajar apahila sang pelakunya pun harus merasakan (dilenyapkan) dari keadilan tersebut berupa penjatuhan pidana bagi sang pelaku tadi.
3. Herbath, mempunyai jalan pikiran bahwa seseorang yang melakukan kejahatan, berarti dirinya akan sebagai penyebab adanya rasa tidak puas bagi masyarakat umum. Sehingga kepuasan masyarakat tersebut harus dipulihkan kembali dengan jalan menjatuhkan pidana kepada pihak ( seseorang) yang telah menyebabkan ketidakpuasan tadi.
4. Sthal, mempunyai jalan pikiran bahwa Tuhan menciptakan negara sebagai wakilnya dalam menyelenggarakan ketertiban hukum didunia ini. Konsekuensinya, apabila ada seseorang yang melakukan kejahatan berarti dirinya telah membuat tidak tertib hukum didunia ini. Untuk mengembalikan ketertiban tersebut, maka penjahat harus menerima sanksi pidana karena perbuatannya itu. (Bambang Poemomo, S.H., 1978:22)14
Jika kita simak: jalan pikiran dari para tokoh pida.na tersebut, maka yang paling menonjol adalah bahwa penjatuhan pidana merupakan sebuah akibat yang harus diterima seseorang, sehubungan dengan perbuatannya. Jadi penjatuhan pidana terletak pada ''terjadi atau tidak terjadinya sebuah kejahatan". Dengan menggunakan logika yang sangat sederhana, bahwa "seseorang yang berhutang,
14
harus membayar hutangnya", atau dalam bahasa ke:agamaan sering clisebut
dengan "Qishas". Dalam ha! ini penjahat untuk sementara hams dianggap sebagai
pihak yang berhutang dengan perbuatan kriminalnya. Oleh karena itu, untuk
membayar hutangnya (melunasinya) ia harus menjalani pidana.
Menurut Prof. Sudarto, sebenarnya sekarang sudah tidak ada lagi penganut
ajaran pembalasan yang klasik. Dalam arti, bahwa merupakan suatu keharusan
demi keadilan belaka. Jika masih ada penganut ajaran pembalasan, mereka itu
dikatakan sebagai penganut teori pembalasa