• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Emergy Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif Di Kawasan Pesisir Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Emergy Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif Di Kawasan Pesisir Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

VICKY RIZKY A. KATILI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

EVALUASI EMERGY PENGEMBANGAN SISTEM BUDIDAYA

UDANG SUPRA INTENSIF DI KAWASAN PESISIR MAMBORO,

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Evaluasi Emergy Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir

Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Vicky Rizky A. Katili

(4)

RINGKASAN

VICKY RIZKY A. KATILI. Evaluasi Emergy Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan YONVITNER.

Budidaya supra intensif diharapkan mampu meningkatkan produksi udang secara kuantitas dan kualitas yang berkelanjutan. Kemampuan produksi budidaya udang supra intensif yang tinggi tentu berdampak pada lingkungan pesisir. Kegiatan budidaya di wilayah pesisir dapat menjadi ancaman bagi ekosistem bila tidak dikelola secara benar. Pada saat memprediksi atau menganalisis manfaat ekonomi, biasanya metode yang digunakan mudah untuk menghitung jumlah modal dan produksi yang dihasilkan. Namun pada saat membandingkan manfaat ekonomi dan dampak dari kegiatan produksi terhadap lingkungan, kendala yang dihadapai dalam hal satuan, unit, proporsi dan sebagainya.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menilai keberlanjutan tambak supra intensif di kawasan pesisir. Penelitian ini memiliki dua tujuan khusus yaitu: (1) mengidentifikasi dan menguraikan efisiensi aliran emergy dalam kerangka pengembangan budidaya supra intensif di kawasan pesisir; (2) melakukan analisis keberlanjutan budidaya udang supra intensif dengan menghitung Emergy Sustanability Index (ESI).

Lokasi penelitian berada di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kampal Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data dianalisis dengan menggunakan evaluasi emergy yang terdiri dari mendefenisikan batas sistem, diagram aliran emergy, agregasi sistem, tabel evaluasi emergy dan indeks emergy.

Hasil penelitian menunjukkan input aliran emergy yang masuk ke sistem budidaya supra intensif terdiri dari sumberdaya terbarukan (R), sumberdaya tidak terbarukan (N), dan sumberdaya yang dibeli (F). Aliran emergy sumberdaya terbarukan (R) sebesar 4.70E+12 sej per siklus. Aliran emergy sumberdaya tidak terbarukan (N) sebesar 2.77E+15 sej per siklus. Aliran emergy sumberdaya yang dibeli (F) sebesar 7.45E+16 sej per siklus. Nilai energy output (O) sebesar 1.55E+11 J sebanding dengan total emergy input (Y) yang masuk ke sistem yaitu 7.73E+16 sej per siklus. Input emergy terbesar yang masuk kedalam sistem budidaya supra intensif yaitu listrik sebesar 3.73E+16 sej per siklus (48.3 %), pakan 2.33E+16 sej per siklus (30.1%), tenaga kerja 8.54E+15 sej per siklus (11.1%), dan input air 2.77E+15 sej per siklus (3.59%).

Hasil evaluasi emergy menunjukan nilai emergy sustainability index (ESI) sebesar 6.32E-05, hal ini berarti bahwa budidaya udang supra intensif cenderung tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Nilai Emergy Yield Ratio (EYR) yang rendah yaitu 1.04 mengindikasikan sistem hanya mengubah berbagai macam jenis sumberdaya yang diimpor menjadi energi dalam bentuk daging udang.

(5)

SUMMARY

VICKY RIZKY A. KATILI. Emergy Evaluation of Supra Intensive Marine Shrimps Farms in Mamboro Coastal Area, Palu City, Central Sulawesi Province. Supervised by LUKY ADRIANTO and YONVITNER.

Supra intensive marine shrimps farms is expected to increase shrimp production in both quantity and quality of sustainable. The highest capability of supra intensive marine shrimp production certainly have an impact on the coastal environment. Aquaculture activities in coastal areas could be a threat to the ecosystem if not properly managed. For predicting or analyzing the economic benefits, it is usually used easy method to calculate the amount of capital and the production. However, when comparing the economic benefits and the impact of production activities on the environment, more are so many obstacles in terms of units, unit, proportion and so forth.

The main purpose of this study was to assess the sustainability of supra-intensive ponds in coastal areas. This study has two objectives, namely: (1) to identify and describe the emergy flow efficiency in terms of the development of supra-intensive aquaculture in coastal areas; (2) to analyze the sustainability of supra intensive shrimp farming by calculating the emergy sustanability Index (ESI).

This research was conducted in Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kampal Mamboro village, Palu Utara subdistrict, Palu city, Central Sulawesi province. Data were collected consist of primary and secondary data. Data were analyzed using emergy evaluation consisting of defines the limits of the system, emergy flow diagram, aggregation system, emergy evaluation table and index emergy.

The results showed that input of emergy flow into supra intensive marine shrimps farms consist of renewable resources (R), a non-renewable resource (N), and the resources purchased (F). Renewable resources emergy flow (R) of 4.70E + 12 sej per cycle. Emergy flow of non-renewable resources (N) of 2.77E + 15 sej per cycle. Resources purchased emergy flow (F) of 7.45E + 16 sej per cycle. The value of energy output (O) of 1.55E + 11 J proportional to total emergy input (Y) which is entered into the system: 7.73E + 16 sej per cycle. The largest emergy inputs that involved into supra intensive marine shrimps farms systems were electric at 3.73E + 16 sej per cycle (48.3%), feed 2.33E + 16 sej per cycle (30.1%), labor 8.54E + 15 sej per cycle (11.1%), and water input 2.77E + 15 sej per cycle (3.59%).

Results of emergy evaluation showed the value of Emergy Sustainability Index (ESI) i.e. 6.32E-05. This means that the supra-intensive shrimp farming tends to unsustainable over the long term. The value of Emergy Yield Ratio (EYR) was low at 1.04 and indicates that the system only change the various types of resources that imported into energy i.e. shrimp meat.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

EVALUASI EMERGY PENGEMBANGAN SISTEM BUDIDAYA

UDANG SUPRA INTENSIF DI KAWASAN PESISIR

MAMBORO, KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai Juli 2016 ini evaluasi emergy tambak supra intensif, dengan judul Evaluasi Emergy Pengembangan Sistem Budidaya Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selama proses penyelesaian karya ilmiah ini, mulai dari kolokium, penelitian hingga ujian akhir penulis menghaturkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Dr. Yonvitner ,M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan arahan bermakna sehingga tesis atau karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Irham Yabi dari Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kampal, bapak Nimrod S.pi beserta staf BBIP Kampal Mamboro, serta Bapak Hardiansyah beserta staf, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 4

Hipotesis Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5 Sistem Ekologi 5

Ekosistem Pesisir 5

Prinsip Pembangunan Berkelanjutan 6

Perkembangan Tambak Udang di Sulawesi Tengah 7

Karakteristik Tambak Supra Intensif 7

Dampak Kegiatan Tambak 9

Defenisi Emergy 10

Simbol Sistem Diagram Emergy 11

Penelitian Terdahulu 13

3 METODOLOGI 14 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 Jenis dan Sumber Data 14 Prosedur Analisis Data 15 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Input Produksi Budidaya Supra Intensif 21 Produksi Udang 23 Analisis Evaluasi Emergy 24 Tabel Evaluasi Emergy 25

Indeks Emergy 32

Alternatif Input Sumberdaya Terbarukan (R) pada Tambak 36

5 SIMPULAN DAN SARAN 39

Simpulan 39

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 44

(12)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik jenis teknologi tambak di Indonesia 9 2 Dampak lingkungan yang timbul dari kegiatan akuakultur di

lingkungan pesisir 10

3 Simbol dan defenisi aliran energi 11

4 Penelitian terdahulu evaluasi emergy budidaya perikanan 13

5 Jenis data primer dan sekunder pada penelitian 15

6 Contoh tabel evaluasi emergy 17

7 Data produksi udang vanamme teknologi supra intensif 23

8 Evaluasi emergy budidaya udang supra intensif 26

9 Kebutuhan energi listrik dalam satu siklus 29

10 Kandungan bahan aktif dalam suplemen fytogro 30

11 Kandungan bahan aktif dalam suplemen mingro 30

12 Indeks emergy produksi budidaya udang supra intensif 32

13 Indeks emergy beberapa budidaya perikanan 32

14 Alternatif input air sebagai sumberdaya terbarukan 36

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

2 Peta lokasi penelitian 14

3 Emergy berdasarkan indeks 16

4 Model aliran emergy pada produksi budidaya udang supra intensif 25

5 Persentase input sumberdaya yang dibeli (F) 31

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dinamika kebutuhan pangan global berkembang seiring dengan kesadaran masyarakat akan kesehatan yang beralih pada kebiasaan gaya hidup sehat dari

konsumsi “red meat” (daging sapi, kambing dsb) menjadi “white meat” (ikan &

seafood). Perubahan selera tersebut mempengaruhi jumlah konsumsi ikan per

kapita penduduk dunia yang meningkat sebesar 9.37 persen dari tahun 2011 ke tahun 2012 (NMFS 2012). Konsumsi ikan per kapita terdiri dari komoditas ikan laut, termasuk udang dan ikan air tawar yang dikonsumsi oleh penduduk dunia.

Udang vaname (Litopenaeus Vannamei) merupakan komoditas konsumsi perikanan unggulan di pasar global, namun ketersediaan suplainya belum tercukupi. Menurut (OECD-FAO 2013) permintaan pasar udang dunia belum

tercukupi oleh suplai udang dunia yang turun akibat penyakit“Early Mortality

Syndrome” (EMS). Negara konsumsi udang terbesar dunia adalah negara

Amerika, Uni Eropa, dan Jepang. Jumlah total permintaan udang dunia di tahun 2013 sebesar 4.18 juta ton namun baru tercukupi oleh suplai udang dunia sebesar 3.08 juta ton. Hal tersebut menunjukkan adanya gap jumlah produksi dengan permintaan udang minus 1.10 juta ton.Selain potensi pasar udang dunia, jumlah permintaan udang di pasar domestik meningkat 7.3 persen dari 205 000 ton udang di tahun 2012 menjadi 220000 ton udang di tahun 2013 (KKP 2014).

Teknologi intensifikasi diharapkan mampu meningkatkan produksi udang secara kuantitas dan kualitas yang berkelanjutan. Menurut Shrimp Club Indonesia (2015) teknologi supra intensif ini mampu menghasilkan produktivitas panen udang vaname sebesar 200 ton udang/ha dari teknologi sebelumnya hanya 70 ton udang/ha. Teknologi intensifikasi budidaya tambak udang supra intensif diciptakan oleh CV Dewi Windu pada tahun 2013 di Kabupaten Barru, provinsi Sulawesi Selatan.

Kemampuan produksi budidaya udang supra intensif yang tinggi tentu berdampak pada lingkungan pesisir. Kegiatan budidaya di wilayah pesisir dapat menjadi ancaman bagi ekosistem bila tidak dikelola secara benar. Budidaya udang biasanya dibangun dekat dengan garis pantai untuk mendapatkan akses air laut dan stok benih. Hal ini menimbulkan beberapa implikasi terhadap lingkungan antara lain kerusakan habitat kritis (mangrove), polusi perairan sekitar, eksploitasi berlebih terhadap larva dan juvenil, konflik lahan dan sumber air, serta bahaya introduksi spesies. Kemampuan perairan pesisir dalam mengencerkan limbah selain sangat ditentukan oleh jumlah beban limbah yang masuk ke lingkungan perairan pesisir, juga ditentukan oleh faktor- faktor yang mendukung kemampuan asimilasi tersebut, yaitu faktor hidro-oseanografi (arus, pasang surut, batimetri) serta volume air penerima limbah. Apabila limbah yang masuk atau dibuang ke lingkungan perairan pesisir melampaui kapasitas asimilasi atau kemampuan daya dukung lingkungan perairan maka akan berdampak terhadap berubahnya fungsi ekologis perairan pesisir (Damar 2004).

(14)

2

kegiatan produksi terhadap lingkungan, kendala yang dihadapai dalam hal satuan, unit, proporsi dan sebagainya, oleh karena itu diperlukan analisis emergy. Analisis emergy menjelaskan bagaimana hirarki suatu sistem bisa bertahan dan dapat diatur dengan menggunakan energi secara efisien (Odum 2000). Selain itu emergy juga adalah ekspresi dari seluruh energi yang digunakan dalam proses kerja yang menghasilkan produk dan jasa dalam satu satuan energy. Emergy merupakan metode kuantitatif untuk mengevaluasi system, baik system ekologi, ekonomi, dan kemasyarakatan (Voora dan Thrift 2010). Analisis emergy adalah bentuk analisis energi yang mengukur nilai input sumber daya alam, barang dan jasa,dan ekonomi secara umum untuk mendapatkan kontribusi alam terhadap aktivitas perekonomian manusia.

Beberapa metode yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan suatu kegiatan ekonomi yang menggunakan sumberdaya pesisir diantaranya ecological

footprint, daya dukung, dan life cycle assessment. Perbedaan utama dengan

pendekatan emergy adalah unit yang diukur, dimana pada ecological footprint

dan daya dukung yang diukur adalah biomassa yang mampu di dukung oleh sumberdaya pesisir. Sedangkan pada analisis emergy yang diukur adalah energi yang tersedia (Energy Memory) dan analisis emergy merupakan pelengkap dari

life cycle assessment dimana menghitung semua input sumberdaya yang gratis.

Berdasarkan hal di atas, maka evaluasi emergy pengembangan budidaya udang supra intensif di kawasan pesisir adalah untuk melihat sudah sejauh mana variabel dalam aspek ekologi, barang, dan jasa memberikan dampak atau pengaruh terhadap kegiatan budidaya udang supra intensif pada saat ini maupun di masa datang dan sebaliknya sudah seberapa besar tekanan budidaya udang supra intensif terhadap sumberdaya pesisir.

Perumusan Masalah

Puncak perikanan tangkap pada skala global yaitu tahun 1989 (FAO 2002; 2009) setelah itu terjadi penurunan stok ikan. Perikanan budidaya menjadi alternatif pengganti untuk memenuhi produksi perikanan dunia, salah satunya budidaya udang. Komoditi udang adalah komoditi ekspor utama dalam perikanan, memproduksi udang melalui budidaya sangat menguntungkan karena dengan input rupiah dapat menghasilkan output dollar. Isu nasional sail tomini 2015 salah satunya membahas tentang budidaya tambak supra intensif. Produksi tambak ini tertinggi di dunia yaitu 200 ton per hektar, dengan produksi ini tentu harapan Indonesia menjadi negara penghasil produksi udang dunia bukan tidak mungkin menjadi kenyataan. Menurut Atjo (2013) budidaya udang supra intensif sangat tergantung pada (1) kondisi perairan lingkungan setempat, kondisi perairan sangat vital untuk mendukung usaha perairan karena modal utama adalah air, (2) pemberian pakan yang tepat dan berkualitas, (3) penggunaan teknologi rekayasa konstruksi, suplai oksigen dan pengolahan limbah.

Budidaya udang supra intensif adalah usaha padat modal, yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan industri dengan jenis komoditas produksi utama

(15)

3 Pemberian pakan yang berlebihan inilah yang menjadi awal kendala bagi keberlanjutan produksi udang.

Budidaya udang intensif didefenisikan sebagai system budidaya berbasiskan perlakuan, memiliki jumlah pengeluaran dan pemasukan nutrient yang mengarah pada eutrofikasi (Troel et al. 1999 dalam Cao et al. 2007). Unsur nitrogen (ammonia, nitrit, dan nitrat) merupakan bahan kontaminan utama didalam air limbah perikanan budidaya. Ackefors dan Enell (1994) dalam Cao et al. (2007) memperkirakan bahwa 9.5 Kg P dan 78 Kg N per ton ikan dilepaskan kedalam kolom air per tahun ketika koefisien konversi pakan adalah 1.5 dan kandungan dalam pakan adalah 0.9% P dan 7.2% N. Diperkirakan sekitar 72% N dan 70% P dalam pakan tidak dikonsumsi oleh ikan. Limbah perikanan budidaya yang terjadi pada tahun 1999 dan 2000 mengakibatkan kerugian ekonomi sekitar 0.132 milliar dollar (Yang et al. 2002 dalam Cao et al. 2007).

Analisis evaluasi emergy diperlukan untuk mengkaji seberapa besar jumlah energy yang digunakan untuk memproses sistem budidaya udang supra intensif. Emergy yang masuk ke sistem yang terdiri dari renewable energy (R), non

renewable emergy (N), dan Sumberdaya yang dibeli (F) bisa dihitung dan

bagaimana efisiensi emergy yang masuk ke sistem tersebut.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka beberapa pertanyaan yang timbul dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana aliran emergy dalam sistem (input, proses, output) budidaya udang supra intensif.

2. Bagaimana efisiensi emergy yang masuk ke dalam sistem dan keberlanjutan sistem budidaya udang supra intensif.

Tujuan Penelitian

Fokus penelitian ditujukan untuk keberlanjutan tambak supra intensif di kawasan pesisir. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka ditentukan beberapa tujuan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Mengidentifikasi dan menguraikan efisiensi aliran emergy dalam kerangka pengembangan budidaya udang supra intensif di kawasan pesisir.

2. Melakukan analisis keberlanjutan budidaya udang supra intensif berdasarkan analisis emergy.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Menjadi informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

pengelolaan tambak supra intensif di Indonesia.

2. Menjadi bahan pertimbangan pengambil kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir melalui tambak supra intensif di Kelurahan Mamboro, Kota Palu.

(16)

4

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran atau alur pikir yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menghitung nilai Emergy Sustainability Index (ESI) yang tahapannya terdiri dari mendefenisikan batasan sistem, aggregasi sistem, tabel evaluasi emergy, dan kemudian indeks emergy. Secara umum kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 1):

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

(17)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Ekologi

Intervensi atau interaksi manusia dengan lingkungannya menyebabkan berbagai perubahan di biosfer. Pandangan ekologi manusia melihat bahwa hubungan sistem ekologis (ekosistem) saling mempengaruhi dengan sistem sosial. Adanya aliran massa, energi, dan informasi yang menghubungkan ekosistem dan sistem sosial, menyebabkan kualitas ekosistem dapat dipengaruhi oleh sistem sosial atau sistem sosial pun dipengaruhi oleh kondisi ekologis. Perubahan yang terjadi dalam salah satu sistem dapat mempengaruhi keberlangsungan sistem lainnya. Sistem sosial-ekologis didefinisikan sebagai sistem yang terpadu dari alam dan manusia dengan hubungan yang timbal balik (Carpenter et al. 1999: Folke et al. 2005).

Menurut Anderies et al. (2004), sistem sosial-ekologi adalah sebuah sistem dari unit biologi/ekosistem yang berhubungan dan dipengaruhi oleh satu atau lebih sistem sosial, dalam arti membentuk kerjasama dan hubungan saling tergantung dengan yang lain. Dengan demikian sistem sosial-ekologi ini meliputi suatu unit ekosistem seperti wilayah pesisir, ekosistem mangrove, danau, terumbu karang, pantai yang berasosiasi dengan struktur dan proses sosial yang ada didalamnya.

Dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir, konsep ini sangat penting mengingat karakteristik dan dinamika ekosistem perairan, sumberdaya perikanan dan pelaku perikanan merupakan satu keterkaitan. Hal ini didasarkan pada karakteristik dan dinamika pesisir yang merupakan suatu sistem dinamis saling terkait antara sistem komunitas manusia dengan sistem alam sehingga kedua sistem inilah yang berubah secara dinamik dalam kesamaan besaran (magnitude). Untuk itu diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan wilayah pesisir. Integrasi inilah yang dikenal dengan paradigma Social Ecological System (SES) dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan (Adrianto dan Aziz 2006).

Ekosistem Pesisir

(18)

6

kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya (Moss 1980, diacu dalam Dahuri 2003).

Keterkaitan berbagai ekosistem pesisir ini menyebabkan wilayah pesisir mempunyai produktivitas hayati yang cukup tinggi dan berperan penting dalam menunjang sumberdaya ikan. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa kehidupan sekitar 85 % biota laut tropis, termasuk Indonesia tergantung pada ekosistem pesisir dan juga sekitar 90 % dari hasil tangkapan ikan di dunia berasal dari perairan pesisir (Berwick 1993).

Sumberdaya pesisir memiliki tingkat produktivas alami yang tinggi yang menopang kebutuhan hidup manusia, selain itu merupakan wilayah yang pemanfaatannya beragam sehingga sebagian penduduk dunia hidup di wilayah pesisir. Hal ini menyebabkan wilayah pesisir dan laut terkena imbas dari berbagai polusi, sedimentasi, dan perubahan hidrologi yang disebabkan oleh aktifitas manusia. Pengelolaan secara sektoral tidak bisa diandalkan untuk pemanfaatannya karena menimbulkan berbagai masalah dalam keberlanjutan sumberdaya alam, sehingga keterpaduan merupakan hal mutlak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut untuk mencapai keberlanjutan sumberdaya alam. Valuasi dan perhitungan jasa ekosistem merupakan subjek penelitian yang semakin mendapatkan perhatian lebih dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebijakan (Moberg dan Folke 1999; Salles 2011; Barbier 2012; Hussain dan Tschirhart 2013).

Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

The World Commission on Environment and Development (WCED 1987)

mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai "pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri." Beberapa ahli pun memiliki pengertiannya sendiri (Costanza dan Patten 1995). Pembangunan berkelanjutan adalah isu-isu kompleks yang sulit untuk didefinisikan dan berlaku untuk budidaya (Philips 1995). Definisi bahkan lebih ringkas dari Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) mengatakan bahwa "pembangunan berkelanjutan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam konteks daya dukung bumi".

(19)

7 Keberlanjutan di bidang pertanian dan perikanan umumnya dibagi menjadi tiga komponen yang terpisah: keberlanjutan sosial, keberlanjutan ekonomi, dan kelestarian lingkungan (Kooiman 2005). Hal ini juga mengintegrasikan tiga tujuan utama: pengelolaan lingkungan, profitabilitas perikanan, dan masyarakat yang sejahtera. Sumber alam utama yang dibutuhkan untuk budidaya tambak tradisional adalah tanah, air, dan sumber daya hayati, termasuk benih dan pakan. Sumber daya yang tersedia dan cara bagaimana menggunakannya menentukan sebagian besar keberhasilan ekonomi dan keberlanjutan tambak tradisional.

Perkembangan Tambak Udang di Sulawesi Tengah

Terdapat empat infrastruktur utama dalam pengembangan tambak udang komersial, yaitu: hatchery, fasilitas pembesaran, pabrik pakan, dan fasilitas pengolahan (Boyd 1990). Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi perikanan budidaya yang luas, salah satunya adalah tambak udang. Beberapa wilayah memiliki basis infrastruktur budidaya udang. Misalnya fasilitas hatchery yang berada di Kota Palu, Parigi Moutong, Banggai, dan Tolitoli. Sedangkan fasilitas pembesaran umumnya tersebar di beberapa kabupaten seperti Banggai, Parigi Moutong, Buol, Tolitoli, Morowali, Tojo Unauna, dan Donggala dengan teknologi sederhana. Tambak intensif beroperasi di wilayah Kabupaten Banggai melalui perusahaan PT. Banggai Sentral Shrimp.

Perkembangan budidaya udang di Sulawesi Tengah mulai dilakukan dengan diaplikasikannya teknologi budidaya supra intensif. Teknologi budidaya udang vaname supra intensif di Indonesia pertama dilakukan pada tambak udang ketua Shrimp Club Indonesia wilayah Sulawesi, Dr. Hasanuddin Atjo yang berada di kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 139 km dari Makassar ke arah kota Parepare. Selain teknologi intensif dan supra intensif, sebagian besar tambak di Sulawesi Tengah masih menggunakan teknologi tradisional.

Karakteristik Tambak Supra Intensif

Teknologi supra intensif merupakan teknologi budidaya tambak udang vaname dengan kepadatan tebar benur udang yang tinggi, mengelola kualitas lingkungan secara terukur, menggunakan standarisasi teknologi dan peralatan pendukung yang digunakan. Oleh sebab itu, pemilihan lokasi usaha harus memperhatikan; Tersedianya air laut sebagai media budidaya, ketersediaan energi listrik, ketersediaaan bahan baku (pakan, benur, dan tenaga kerja), kondisi iklim, fasilitas transportasi dan pengembangan usaha. Tabel 1 menjelaskan perbedaan teknologi tambak di Indonesia.

1. Ketersediaan air laut

(20)

8

2. Energi listrik

Budidaya tambak udang vaname supra intensif bergantung dengan adanya energi listrik, karena kepadatan udang yang tinggi perlu di imbangi oleh penggunaan teknologi pendukung seperti kincir dan blower yang beroperasi 24 jam non stop membutuhkan energi listrik. Kategori listrik yang dibutuhkan adalah listrik golongan industri 3 PAS (14 KVA – 200 KVA), apabila adanya pemadaman listrik maka, dibutuhkan genset untuk sumber energi alternatif sementara. Jarak SPBU dengan petak tambak hanya berjarak 1 km sehingga mudah untuk mendapatkan bahan baku solar.

3. Bahan Baku Benur (benih udang)

Padat penebaran teknologi supra intensif menggunakan padat tebar benur tinggi yaitu 1000ekor/m2. Oleh karena itu, kualitas benur yang baik menjadi input syarat utama keberhasilan budidaya. Kualitas benur yang baik didukung oleh

forward output benur udang dari pengusaha hatchery udang. Harga benur udang

di Sulawesi Rp35/ekor, akan tetapi petambak tidak jarang membeli benur udang vaname dari Jawa dan Bali dengan harga Rp 38/ekor dan biaya transportasi sebesar 10 persen dari harga benur.

4. Bahan Baku Pakan

Pakan adalah unsur terpenting yang menunjang pertumbuhan udang vaname, dan pada budidaya udang intensif biaya pakan mencapai 60% dari biaya operasional. Kandungan pakan yang berkualitas ditentukan pula oleh jarak antara pabrik pakan ke lokasi usaha, dan metode penyimpanannya. Semakin jauh jarak antara pabrik pakan dengan lokasi usaha, rentan terhadap penurunan kualitas pakan. BBIP Mamboro membeli pakan udang yang berlokasi di Makassar, namun pembelian tersebut disuplai dari pabrik di pulau Jawa. Harga pakan udang yang dibeli Rp10 000 per kilogram dengan biaya transportasi pakan sebesar 10 persen dari biaya pakan.

5. Ketersediaan Tenaga Kerja

Teknisi yang diperlukan untuk mengoperasikan teknologi dan mengatur produksi minimal berpendidikan Diploma 3 perikanan dan operator minimal SMK perikanan. Standar kebutuhan pekerja dengan teknologi supra intensif satu orang teknisi dan operator tambak dapat memantau 5- 10 petak tambak. Aktifitas kegiatan insidental seperti persiapan tambak, panen parsial dan total yang membutuhkan SDM lebih banyak tersedia oleh warga sekitar.

6. Lokasi dan Iklim

(21)

9 7. Fasilitas Transportasi

Lokasi BBIP Mamboro berada 1 km dari pemukiman padat penduduk, tidak berada di hilir sungai pertanian, maupun industri dan strategis di depan jalan raya nasional poros trans Sulawesi. Aksesbilitas tersebut memudahkan terhadap aliran bahan baku. Begitu pun untuk pemasaran produk udang, akses jalan penting untuk mengirim hasil panen udang dengan tersedianya kondisi jalan yang baik.

Tabel 1. Karakteristik jenis teknologi tambak di Indonesia

Kriteria Teknologi Budidaya

Supra Intensif Intensif Semi Intensif Tradisional

Pakan Automatic feeder,

pakan formula lengkap Pakan formula lengkap

Alami dan tambahan

Budidaya Sangat tinggi Sangat tinggi Sedang-tinggi

Tidak signifikan

(Sumber: Sianipar dan Genisa 1987; Shiau 1998; Lan 2013; Atjo 2013)

Dampak Kegiatan Tambak

Pengaruh budidaya udang terhadap lingkungan pesisir dan sosial ekonomi masyarakat tergantung dari metode budidaya, tingkat produksi, serta karakteristik fisika, kimia dan biologi suatu kawasan pesisir (GESAMP 1991). Pada budidaya supra intensif formulasi pakan pelet menjadi sumber yang paling signifikan dari nutrisi untuk komoditas budidaya, sehingga memungkinkan intensifikasi produksi.

Pelaksanaan kegiatan budidaya udang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan pesisir. Beberapa diantaranya adalah kerusakan habitat, masuknya spesies budidaya baru ke perairan berdampak pada rantai makanan, penggunaan antibiotik dan bahan kimia, limbah budidaya dan polusi perairan, salinisasi perairan tawar, ketergantungan terhadap tepung ikan dan minyak ikan, dan lainnya. Kesalahan dalam pengelolaan budidaya tambak udang akan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lingkungan sehingga akan mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan pada akhirnya dapat membahayakan pula kesinambungan kegiatan budidaya udang tersebut. Pada umumnya, isu utama dalam perencanaan pembangunan budidaya tambak udang yaitu: (i) teknologi yang tepat; (ii) meminimumkan dampak lingkungan; (iii) memperhatikan daya dukung lingkungan, (iv) meminimumkan penyakit; (v) memaksimumkan nilai produksi dan; (vi) mengurangi kemiskinan (Boyd dan Clay 1998). Pada Tabel 2 dapat dilihat potensi dampak lingkungan yang dapat terjadi oleh kegiatan budidaya.

(22)

10

akses ke sumber daya pesisir oleh kolam dan struktur tambak; bahaya navigasi; privatisasi lahan publik dan jalur air; konversi pemukiman, pertanian (beras, padang rumput) dan lahan umum; salinisasi pasokan air bagi pertanian dan perumahan; menurunnya produksi perikanan dan kerawanan pangan; pengangguran di pedesaan dan migrasi perkotaan; dan dalam beberapa kasus terdapat pelanggaran hak asasi manusia, gangguan sosial, konflik dan kekerasan (Paul dan Roskaft 2013).

Mekanisme ini mengabaikan fakta bahwa banyak masalah utama yang disebabkan dampak kumulatif pada badan air. Pertanyaan tentang ukuran dan sebaran kegiatan budidaya dapat dijawab dengan mempertimbangkan lokal, kriteria lokasi atau dengan proses yang reaktif daripada proaktif. Sebaliknya, kriteria penentuan lokasi budidaya lebih baik jika dikelola melalui perencanaan umum suatu wilayah dan berdasarkan peraturan tepat yang ditujukan untuk mengatasi dampak kumulatif.

Tabel 2. Dampak lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan akuakultur di lingkungan pesisir

Defenisi Emergy

Emergy adalah energy yang tersedia dari suatu system yang digunakan dengan transformasi langsung dan tidak langsung untuk membuat sebuah produk atau jasa (Odum 1996; Brown dan Ulgiati 2004). Analisis emergy adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Howard T. Odum yang mempelajari tentang fungsi

Dampak Lingkungan

(23)

11 system ekologi dan lainnya (Hau dan Bakshi 2004). Teori menjelaskan bagaimana hirarki suatu system bisa bertahan dan dapat diatur dengan menggunakan energy secara efisien sehingga bisa menghasilkan kekuatan yang besar (Odum 2000).

Selain itu emergy juga adalah ekspresi dari seluruh energy yang digunakan dalam proses kerja yang menghasilkan produk atau jasa dalam satu satuan energy. Emergy merupakan metode kuantitatif untuk mengevaluasi system, baik system ekologi dan system kemasyarakatan (Voora dan Thrift 2010). Kerangka emergy telah banyak digunakan untuk menganalisis system yang berbeda seperti ekosistem, industry, dan ekonomi (Lei dan Wang 2008). Satuan emergy adalah

emjoule atau joule emergy (Odum 2000; Brown dan Ulgiati 2004; Wang et al.

2006). Nilai satuan dari unit emergy dihitung berdasarkan nilai emergy yang dihasilkan dari tiap unit emergy.

Ada tiga jenis utama dari unit emergy (Brown dan Ulgiati 2004) yaitu: a)

Transformity, adalah satu contoh satuan nilai emergy dan didefenisikan sebagai emergy per unit dari ketersediaan energy (exergy), biasanya dinyatakan dengan emjoule surya per joule (sej/J). b) Emergy spesifik, adalah nilai unit materi emergy yang didefenisikan sebagai emergy per massa. Biasanya dinyatakan dengan emergy surya per gram (sej/gram). Padatan dapat dievaluasi dengan baik dengan data emergy per satuan massa untuk konsentrasinya. Karena energy dibutuhkan untuk konsentrasi materi, maka nilai satuan emergy zat apapun dapat meningkat sesuai dengan konsentrasinya. c) emergy uang per unit, adalah nilai unit emergy yang digunakan untuk mengkonversi pembayaran uang ke unit emergy. Biasanya dinyatakan dengan emjoules/$. Rata – rata emergy per rasio uang dalam emjoules/$ dapat dihitung dengan membagi penggunaan emergy total produk ekonomi bruto dari suatu negara atau daerah.

Simbol Sistem Diagram Emergy

Simbol bahasa dalam system energy menggambarkan aliran energi. System dalam energy adalah seperangkat dari bagian-bagian dan mencakup aliran energy yang saling terhubung satu sama lain (lihat Tabel 3). Untuk memudahkan analisis, system energy digambar dengan menggunakan symbol bahasa energy system ekologi untuk memudahkan dalam menilai dalam suatu system yang mewakili komponen ekologi/energy, sektor ekonomi, pengguna sumberdaya dan sirkulasi uang (Odum dan Odum 1976; Odum 1996; Odum 1983; Odum dan Odum 2000) . Tabel 3. Simbol dan Defenisi Aliran Energi (Odum 1996)

Simbol Definisi

Sirkuit Energi. Suatu aliran yang berbanding lurus dengan kuantitas dalam simpanan atau dalam sumber hulu (upstream)

(24)

12

Tabel 3. Simbol dan Defenisi Aliran Energi (Lanjutan)

Simbol Defenisi

Tangki. Suatu ruang penyimpanan energi didalam sistem yang menyimpan suatu kuantitas sebagai hasil keseimbangan aliran masuk dan aliran keluar; suatu variabel kondisi.

Pembuangan panas. Dispersi energi potensial menjadi panas yang menyertai semua proses transformasi dan simpanan yang sebenarnya; kehilangan energi potensial karena pemakaian lebih lanjut oleh sistem.

Interaksi. Interaksi dua alur berganda menghasilkan suatu aliran keluar yang sebanding dengan fungsi keduanya; gerak/aksi kontrol suatu aliran terhadap aliran energi lainnya; aksi/gerak faktor pembatas; gerbang kerja.

Konsumen. Unit yang mentransformasikan kualitas energi, menyimpannya dan menyimpan balikkan secara autokatalis untuk memperbaiki aliran masuk.

Gerak peubah. Suatu simbol yang menandakan satu

atau lebih “gerak peubah”.

Produsen. Unit yang menerima dan mentransformasikan energi berkualitas rendah dibawah kontrol interaksi aliran berkualitas tinggi.

Kotak. Simbol aneka macam yang digunakan untuk unit atau fungsi apa saja sesuai dengan yang ditulis didalam kotak.

(25)

13 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengambil topik tentang evaluasi emergy pengembangan sistem budidaya udang supra intensif di Pesisir Mamboro. Kajian yang dilakukan meliputi: 1) mengidentifikasi batasan sistem budidaya supra intensif 2) melakukan analisis evaluasi emergy. Beberapa penelitian terdahulu tentang evaluasi emergy disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Penelitian terdahulu evaluasi emergy budidaya perikanan Acuan

(26)

14

3

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Mamboro Kecamatan Palu Utara Provinsi Sulawesi Tengah (Gambar 2). Wilayah ini adalah BBIP (Balai Benih Ikan Pantai) kampal dkp Sulawesi Tengah dan merupakan kawasan baru pertambakan budidaya udang supra intensif di Kecamatan Palu Utara. Penelitian dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada Bulan Mei 2016 sampai dengan Juli 2016.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data

(27)

15

1 Kebijakan, infrastruktur dan dukungan pemerintah

Studi Literatur

Insolasi Matahari, Curah Hujan, Kecepatan Angin

Data primer dikumpulkan dengan cara pengambilan langsung pada saat penelitian, melalui kuisioner, wawancara, observasi dan penghitungan langsung di lokasi penelitian. Data sekunder didapatkan dari beberapa instansi terkait yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Palu, Bappeda Sulawesi Tengah, Badan Pusat Statistik Kota Palu, serta referensi lain untuk menunjang penelitian ini. Jenis data primer dan sekunder dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis data primer dan sekunder pada penelitian.

Prosedur Analisis Data Analisis Kondisi Existing Tambak Supra Intensif

(28)

16

Analisis Evaluasi Emergy

Metode evaluasi emergy atau yang disebut sintesis emergy, seluruh sistem dianggap melalui diagram dimana aliran emergy sumberdaya dan informasi yang mendorong untuk analisis sistem (Gambar 3). Tahapan yang umum digunakan untuk melakukan analisis sisntesis emergy dimulai dari mendefinisikan batas sistem dengan menggunakan diagram sistem energi untuk menggambarkan fitur sistem, input dan output. Langkah berikutnya membuat sebuah tabel yang merangkum nilai-nilai emergy dari stok sistem dan aliran. Stok dan aliran dikonversi dari unit energi atau massa yang setara dengan menggunakan koefisien

emergy transformity. Keberlanjutan sistem ini kemudian dapat dievaluasi dengan

menggunakan sejumlah indikator emergy (Voora dan Thrift, 2010). Berikut adalah beberapa metode analisis sintesis emergy :

1. Batasan sistem yang didefenisikan sebagai daerah yang digunakan untuk produksi secara keseluruhan dan untuk sub sistem individu (bidang manajeman). Dimensi dari batasan ini adalah dalam waktu biasanya satu tahun.

2. Semua sumber energi utama dan sumberdaya material yang mengalir dan yang tersimpan didalam sistem diidentifikasi dan ditabulasi menggunakan bahasa sistem energi dan kuantitas dicatat dan dikonversi menjadi unit energi (Joule), unit massa (gram), atau unit moneter.

3. Berbagai sumber daya yang mengalir baik yang diukur secara langsung atau diperkirakan dari catatan produksi, catatan keuangan dan data yang tersedia. Untuk memperoleh nilai emergy dari arus sumber daya, jumlahnya ditabulasi dan dikalikan dengan transformasi yang sesuai dari berbagai literatur yang tersedia.

(29)

17 Tabel Evaluasi Emergy

Hasil analisis emergy disajikan dalam dua bentuk yaitu bentuk diagram dan tabel. Analisis menggunakan tabel merupakan data aliran dan cadangan penyimpanan yang diubah menjadi unit emergy dan kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan aliran emergy total dalam sistem. Tabel evaluasi emergy digunakan untuk evaluasi dari sebuah proses yang mewakili aliran energi per satuan waktu (biasanya per tahun). Keterangan dalam evaluasi menggunakan tabel mengikuti aturan format yang dikembangkan oleh odum (2000) dan Brown and Ulgiati (2004) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 6 terdiri dari:

1. Kolom 1 merupakan item nomor baris yang menujukkan catatan yang ditemukan atau merupakan data mentah perhitungan yang akan ditampilkan.

2. Kolom 2 adalah nama dari input yang akan ditampilkan yang juga ditunjukkan pada diagram analisis.

3. Kolom 3 adalah data mentah dalam joule, gram, dolar atau unit lainnya. 4. Kolom 4 adalah tampilan satuan untuk setiap item (g, J, $, dll ).

5. Kolom 5 adalah emergy per unit yang digunakan untuk faktor konversi perhitungan (transformity).

6. Kolom 6 adalah emergy surya dari aliran tertentu, dihitung sebagai masukkan mentah kali transformity (kolom 3 kali kolom 5).

7. Kolom 7 adalah nilai emdollar (emergy uang) dari barang yang diberikan untuk suatu tahun tertentu. Hal ini diperoleh dengan membagi emergy di kolom 6 dengan rasio emergy untuk uang (EMR) untuk negara dan tahun dipilih dalam evaluasi (unit sej/$). EMR dihitung secara independen. Nilai – nilai yang dihasilkan dalam kolom ini menyatakan jumlah aktivitas ekonomi yang dapat didukung oleh aliran emergy yang diberikan atau penyimpanan.

Tabel 6. Tabel Data Evaluasi Emergy (Brown dan Ulgiati 2004)

(30)

18

Menghitung Nilai Emergy

Setelah tabel yang mengevaluasi semua input diperoleh, selanjutnya nilai-nilai emergy unit produk dapat dihitung. Output atau produk dievaluasi dalam unit energi, exergy, atau massa; kemudian input emergy dijumlahkan dan nilai unit emergy untuk produk dihitung dengan membagi emergy oleh unit output. Dengan demikian, adanya evaluasi emergy menghasilkan nilai emergy unit baru (Brown dan Ulgiati 2004). Beberapa perbedaan yang dibuat untuk membedakan aliran energi sumber daya seperti yang dijelaskan oleh Odum dan Odum (2000) pada Gambar 4. diantaranya adalah:

1. Aliran terbarukan (R) adalah: aliran yang terbatas (tidak dapat meningkatkan tingkat dimana mereka mengalir melalui sistem), gratis (tersedia tanpa biaya), tersedia secara lokal.

2. Aliran tak terbarukan (N) adalah: stok terbatas (dapat ditingkatkan tingkat penarikan, tetapi jumlah yang tersedia adalah terbatas dalam skala waktu sistem tertutup); tidak selalu tersedia secara gratis terkadang ada biaya yang keluar eksploitasi aliran energi ini; tersedia secara lokal. 3. Aliran umpan balik (F) adalah: stok terbatas (seperti diatas), tidak

pernah terbatas, tidak pernah tersedia secara lokal selalu impor.

Data aliran energi setelah ditabulasi dan disesuaikan selanjutnya ditransformasi. Sejumlah emergy berbasis rasio dan indeks dihitung. Hasil agregat dari indikator-indikator yang didapat akan sangat membantu dalam interpretasi dalam analisis. Indikator utama yang digunakan dalam analisis ini didefinisikan sebagai berikut (Ulgiati dan Brown 1998; Odum 1996) :

1) Perbandingan hasil emergy (EYR) adalah rasio dari emergy output (Y) dibagi dengan emergi input (F). Perbandingan hasil emergy dari setiap output yang dihasilkan adalah ukuran dari berapa banyak proses yang akan memberikan kontribusi terhadap perekonomian.

EYR = Y/F ……….... (1)

Semakin tinggi nilai EYR, semakin tinggi pula kontribusi relatif sumber emergy yang didapatkan secara gratis untuk proses produksi. Menurut Londono et al. (2014) jika nilai EYR < 5, menunjukan bahwa penggunaan sebagian besar bahan baku sekunder (misalnya : semen, baja, pestisida, dan lain-lain) digunakan dalam proses produksi tersebut. Jika nilai EYR > 5, menunjukan bahwa penggunaan sumberdaya energi primer yang signifikan terhadap proses produksi. Jika EYR < 2 menunjukan bahwa tidak ada kontribusi yang signifikan dari sumberdaya lokal terhadap proses dan hampir seluruhnya diproduksi dari luar. 2) Rasio beban lingkungan (ELR) adalah rasio emergi tidak terbarukan (N) dan emergi impor (F) untuk emergy terbarukan (R). Ini merupakan indikator dari jumlah tekanan dari proses produksi pada lingkungan setempat.

ELR = F/R………...…(2)

(31)

19 dengan sumberdaya yang diimpor (F) terhadap sumberdaya yang terbarukan (R). Menurut Londono et al. (2014) apabila nilai ELR < 2, menunjukan bahwa proses dari sistem memiliki dampak lingkungan yang rendah atau terdapat beberapa area yang digunakan untuk meminimalisir dampak terhadap lingkungan. Apabila nilai ELR > 10, menunjukan bahwa proses dari sistem memiliki dampak lingkungan yang tinggi. Sedangkan jika 3 < ELR < 10 , menunjukan bahwa dampak terhadap lingkungan didanggap moderat atau seimbang. Berdasarkan penjelasan tersebut maka sistem dengan nilai ELR yang tinggi memiliki input sumberdaya tidak terbarukan yang tinggi.

3) EIR (Emergy Investmen Ratio), EIR merupakan yang rasio sumber daya yang dibeli untuk input lokal terbarukan dan tak terbarukan. Ini akan cenderung ekonomis jika rasio kurang atau sama dengan satu yang berlaku di wilayah tersebut (Odum 1996). Semakin sedikit rasio, semakin sedikit biaya ekonomi, sehingga proses dengan rasio yang lebih rendah cenderung untuk bersaing, makmur di pasar (Li et al. 2010).

EIR = F / (R + N)...(3) 4) Indeks keberlanjutan emergy (ESI) merupakan ukuran hasil dan keberlanjutan yang mengasumsikan bahwa fungsi tujuan untuk keberlanjutan adalah untuk mendapatkan rasio hasil tertinggi pada beban lingkungan terendah.

ESI = EYR/ELR ………..…... (4)

Menurut Londono et al. (2014) ketika nilai ESI kurang dari satu maka proses dari sistem tidak berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama. Ketika nilai ESI diantara satu dan lima, kontribusi ekonomi maksimum berkelanjutan dalam jangka waktu menengah. Serta apabila nilai ESI lebih besar dari lima, proses dari sistem dapat dianggap berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama. Namun tidak berarti bahwa semakin tinggi nilai indeks ini semakin tinggi pula tingkat keberlanjutan dari sistem, karena pada saat nilai ESI lebih besar dari sepuluh proses dianggap terbelakang dan tidak mampu bersaing secara ekonomi.

5) Renewability ratio (%R) merupakan hubungan antara input dari sumberdaya terbarukan terhadap jumlah keseluruhan total emergy.

%R = R/(R+NR+F) × 100%...(5) %R digunakan untuk penilaian kelestarian lingkungan, %R menunjukan persentase emergy terbarukan yang digunakan oleh sistem. Sistem dengan persentase yang tinggi memiliki kemampuan keberlanjutan yang tinggi dari sistem yang menggunakan sebagian besar emergy non terbarukan.

(32)

20

energi atau massa diubah dalam bentuk solar energi joule (sej). Faktor transformity digunakan sebagai nilai kesetaraan dan menunjukan ditingkat mana suatu komponen dalam kualitas hirarki emergy (Brown dan Ulgiati 2004). Transformity dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Em = T × E ...(6) Dimana Em (sej) adalah emergy dari produk, T (sej/unit) adalah spesifik transformity, dan E (unit energi) adalah energi (Brown dan Ulgiati, 2004). Dari persamaan diatas transformity dinyatakan sebagai solar energy joule per joule (sej) per (kg) per moneter ($) dari produk (sej/J, sej/kg, sej/$).

Batasan Penelitian

Beberapa batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini menganalisis subsektor perikanan budidaya.

2. Perikanan budidaya menurut undang-undang nomor 31 tahun 2004 adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiarkan ikan, dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.

3. Ruang lingkup penelitian difokuskan pada segala input yang mendukung proses produksi tambak supra intensif.

4. Unit penelitian berkaitan dengan pemanfaatan kawasan pesisir untuk budidaya udang.

5. Perhitungan analisis keberlanjutan dengan menghitung Emergy Sustainability Index (ESI)

6. Keberlanjutan yang diukur adalah keberlanjutan sistem budidaya supra intensif di kawasan pesisir Mamboro.

(33)

21

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Input Produksi Budidaya Supra Intensif Benur (benih udang)

Benur udang vaname yang digunakan oleh BBIP Kampal adalah benur yang sudah berukuran PL 10. Benur dibeli dari pemilik hatchery di Sulawesi Selatan, Jawa dan Bali sesuai dengan sertifikasi SPF (Spesifik Patogen Free) dan SPR

(Spesifik Patogen Resistance). Benur dari Sulawesi Selatan diperoleh dari CV

Benur Kita. Apabila jumlah ketersediaan dan kualitas benur yang dihasilkan oleh hatchery di Sulawesi Selatan tidak tersedia, maka pasokan benur diperoleh dari Jawa dan Bali. Pemasok benur dari Jawa didapat dari perusahaan seperti PT. CPP dan PT. Suri Tani Pemuka, sedangkan dari Bali diperoleh dari PT Prima Larvad.

Pengadaan benur diantar langsung oleh perusahaan hatchery ke lokasi tambak BBIP Kampal. Proses pembayaran dilakukan setelah benur tiba di lokasi tambak dan dilihat langsung kondisi serta kualitas benur nya. Harga benur per ekor adalah Rp38 dengan biaya transportasi benur sebesar 10 persen dari harga benur yaitu Rp3.8. Jumlah benur yang dipesan sesuai dengan ukuran padat tebar dan kapasitas luas produksi ukuran petak tambak. Padat tebar teknologi supra intensif adalah 1250 ekor per m2. Jumlah benur yang dipesan oleh BBIP Kampal mendapat tambahan lebih jumlah benur yang dipesan sebesar 25 persen sebagai garansi dari hatchery untuk menghindari risiko kematian di jalan pada saat pengiriman benur.

Pakan Pelet

Pakan yang digunakan selama usaha di BBIP Kampal adalah pakan udang yang sesuai dengan perkembangan ukuran bukaan mulut. Pakan tersebut di datangkan dari pabrik pakan di Makassar, Surabaya sampai Sidoarjo dan dibeli melalui pemesanan sales pakan dengan haraga Rp10000 per kg. Proses untuk mendatangkan pakan tersebut dibutuhkan biaya 10 persen dari harga pakan yaitu Rp1000 per kg untuk sampai ke lokasi tambak di BBIP Kampal, Mamboro, Sulawesi Tengah.

Probiotik

Probiotik adalah mikroorganisme yang sengaja diberikan melalui pakan dan lingkungan. Probiotik yang digunakan oleh BBIP Kampal menggunakan empat jenis probiotik yang langsung ditebar pada lingkungan yaitu bactogrow, soilgrow,

fitogrow, dan mingrow. Fitogrow berfungsi untuk menumbuhkan fitoplankton dan

menjaga kesetabilan pertumbuhannya. Mingro berfungsi sebagai suplemen mineral dan pendorong pertumbuhan makanan alami untuk udang dan ikan.

(34)

22 Listrik

Kebutuhan energi penerapan teknologi budidaya udang supra intensif sangat penting dalam keberlanjutan usaha. Listrik yang digunakn golongan industri kapasitas (14 KVA – 200 KVA) kategori 3 PAS. Biaya listrik per kwh untuk kategori tersebut adalah Rp795. Listrik dibutuhkan untuk operasi kincir, dan blower selama 24 jam non stop dan peralatan penunjang lain seperti alat uji kualitas air selama satu siklus. Apabila terjadi pemadaman listrik oleh PLN maka digunakan Genset berkapasitas 150 KVA yang tidak terlalu bising.

Kaporit dan Thiosulfat

Penggunaan kaporit digunakan oleh BBIP Kampal untuk sterilisasi air laut yang akan digunakan untuk media budidaya. Sterilisasi tersebut menggunakan dosis kaporit 15 sampai 20 ppm. Kaporit yang digunakan adalah kaporit cair yang dibeli di toko kimia kota Palu dengan harga Rp27000 per liter. Upaya menghilangkan bau kaporit menggunakan larutan thiosulfat dengan dosis 1/3 dari pemberian kaporit. Jumlah thiosulfat yang dipakai selama satu siklus skala tambak 20×20 m sebesar 28.6 kg,

Pekerja Borongan

Pekerja borongan dibutuhkan oleh BBIP Kampal untuk kegiatan yang bersifat insidental yang membutuhkan tenaga kerja banyak seperti persiapan tambak, panen parsial dan panen total. Jumlah orang yang dibutuhkan selama perbaikan petak tambaksebanyak 5 orang dan panen sebanyak 10 orang. Biaya HOK (Hari Orang Kerja) selama 8 jam di Kelurahan Mamboro, Kota Palu sebesar Rp50000/orang. Biaya borongan perbaikan tambak untuk setiap petak kolam tambak sebesar Rp750000 kebutuhan tenaga kerja 5 orang selama 3 HOK. Panen parsial membutuhkan 10 orang pekerja selama 1 HOK, namun aktifitas panen parsial dilakukan selama 5 kali panen dalam satu siklus. Besarnya biaya borongan untuk panen parsial satu petak tambak sebesar Rp2500000.

Teknologi kincir dan blower

Teknologi pemenuhan kadar oksigen terlarut dalam air (DO) menggunakan alat kincir dan blower. Kincir yang digunakan berkekuatan 2 HP. Biaya pengadaan kincir Rp3000000/buah dengan umur ekonomis selama 5 tahun pemakaian. Teknologi wadah tambak udang supra intensif berbentuk petak persegi empat, sehingga pengaturan tata letak posisi kincir perlu diatur dengan baik agar arus yang terbentuk berputar menuju satu titik central drain.

Teknologi pemenuhan okigen dalam air berikutnya adalah blower. Blower yang digunakan berkekuatan 10 HP atau setara dengan 74000 watt dengan output sebesar 6 inch (dim) diharapkan mampu menyuplai 12000 titik lubang di dasar tambak.. Biaya pengadaan blower Rp23000000/buah dengan umur ekonomis selama 5 tahun pemakaian. Ketersediaan onderdil kincir dan blower tersedia di Kota Palu yang berjarak 10 km dari lokasi tambak.

Teknologi alat ukur kualitas air

(35)

23 penurunan kualitas air. Cara kerja alat ini adalah memberi report ke Handphone

melalui message atau pesan yang berisi laporan parameter kualitas air. Biaya pengadaan alat kualitas air ini Rp12000000/buah dengan umur ekonomis selama 10 tahun.

Teknologi pompa submersible

Teknologi pompa air laut penting dalam penerapan teknologi supra intensif yang sering melakukan pergantian air selama proses budidaya. Pergantian air sejak awal pemeliharaan dilakukan 8 jam sekali kemudian meningkat 5 jam sekali pada periode umur ke 11 hingga umur 30, dan 3 jam sekali hingga panen. Intensitas pergantian air yang sering maka dibutuhkan teknologi pompa yang mudah di gunakan dan berkekuatan besar dalam menyedot air. Pompa submersible yang digunakan oleh CV Dewi Windu berkekuatan 5 Hp atau sebesar 7400 watt. Pompa air laut ini di letakkan 200 m dari bibir pantai dan terhubung dengan pipa 6 inci (dim) menuju petak tambak. Biaya pengadaan pompa submersible sebesar Rp10000000 dengan umur ekonomis selama 5 tahun pemakaian.

Teknologi automatic feeder

Pakan otomatis berfungsi memberikan pakan secara tepat jumlah dan tepat waktu sehingga jumlah pakan yang diberikan efektif sesuai dengan takaran dan waktu yang sudah disetting. Alat automatic feeding ini memiliki daya 300 watt dan mampu menyebar pakan sejauh 7 sampai 9 m dengan rotari putaran dinamo yang di setting menggunakan timer otomatis. BBIP Kampal memiliki 2 buah

automatic feeder dengan harga masing-masing Rp8000000.

Produksi Udang

Padat penebaran untuk penebaran benur yaitu 1250 ekor/m2. Awal penebaran benur berukuran PL 10 dipelihara hingga size ukuran pasar yaitu size 105, 70,68, 58.2, 47, 28 dan size paling besar adalah size 28 ekor per kg. Lama pemeliharaan selama satu siklus dimulai dari tahap persiapan hingga panen total berkisar antara 102 hingga 118 hari. Data produksi yang diambil adalah data produksi tiga siklus selama tahun 2015. Produksi tertinggi adalah 7120 kg pada siklus ketiga, dan produksi terendah adalah 6799 kg pada siklus ke dua. Produksi udang yang tidak terlalu berbeda terjadi karena pengaruh padat tebar yang sama pada tiga siklus (lihat Tabel 7).

Tabel 7. Data produksi udang vaname teknologi supra intensif

(36)

24

Tabel 7. Data produksi udang vaname teknologi supra intensif (Lanjutan)

Siklus DOC Status

Evaluasi emergy menjelaskan bagaimana konsep emergy dapat digunakan sebagai dasar untuk pendekatan akuntansi lingkungan yang mengukur dan mengevaluasi kontribusi relatif terhadap kondisi riil yang terbentuk dari lingkungan dan ekonomi. Menurut Odum (1996) emergy adalah energi yang tersedia dari satu jenis atau berbagai jenis sebelumnya yang diperlukan secara langsung atau tidak langsung untuk membuat suatu produk atau jasa. Sedangkan menurut Voora dan Thrift (2010) emergy adalah ekspresi dari jumlah energi yang digunakan dalam proses kerja yang menghasilkan barang dan jasa dalam satuan emergy.

Agregasi Sistem

Dalam analisis evaluasi emergy kontribusi dari alam terdiri dari renewable resources (R) dan non renewable resources (N). Renewable resources dari alam adalah sumberdaya yang didapatkan langsung dari alam seperti hujan, matahari, angin, sedangkan non renewable resources dari alam adalah sumberdaya yang didapatkan dari alam tetapi tidak secara gratis seperti tanah, biodiversity, dan input air. Input yang dibayar dalam sistem terdiri dari barang dan jasa. Kategori barang misalnya mineral, bahan kimia, bahan bakar, peralatan, dan lain lain. Sedangkan kategori jasa terdiri dari tenaga kerja, pajak, asuransi, dan lain lain. Total emergy adalah penjumlahan total energi input yang masuk ke sistem (Odum 1996).

(37)

25 sumberdaya yang dibeli terdiri dari benur, pakan, listrik, bahan bakar, pupuk, obat, biaya penyusutan, biaya perbaikan,dan tenaga kerja, serta aliran produksinya. Pada saat agregasi sistem, dibutuhkan transformity untuk mengubah semua energi yang berbeda dari energi atau massa untuk kualitas energi acuan. Faktor transformity ini diguanakan sebagai nilai kesetaraan (Londono et al. 2014). Model aliran emergy pada Gambar 4 menggunakan perangkat lunak emSim (emergy simulator).

Gambar 4. Model aliran emergy pada produksi budidaya supra intensif. Tabel evaluasi emergy

Perhitungan total emergy ditampilkan dan disajikan pada tabel emergy. Analisis menggunakan tabel merupakan data mentah aliran dan cadangan penyimpanan yang diubah menjadi unit emergy dan kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan aliran emergy total dalam sistem.

(38)

26

Tabel 8. Evaluasi Emergy Budidaya Udang Supra Intensif

No Item Data/Unit Transformity

Input Sumberdaya terbarukan ( renewable resources) (R)

Input sumberdaya terbarukan (R) dalam sistem terdiri dari matahari dan hujan. Nilai aliran energi sinar matahari didapatkan dengan mengalikan beberapa data diantaranya data luasan area, data intensitas radiasi penyinaran matahari (insolation), dan nilai albedo. Pada Tabel 8 menunjukan bahwa data untuk nilai energi matahari adalah 8.40E+11 J, nilai transformity sebesar 1 sej/unit (Odum 2000; Brown dan Ulgiati 2004) dengan nilai emergy yang dihasilkan sebesar 8.40E+11 sej/siklus. Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Lima et al.

(39)

27 Arding (1991) nilai energi matahari yang dihasilkan sebesar 1.97E+18 J. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lima et al. (2012) energi matahari pada tambak tradisional sebesar 2.76E+11 J dan energi matahari pada tambak semi intensif sebesar 2.76E+11 J. Perbedaan hasil nilai energi matahari ini disebabkan karena luasan area tambak yang menerima radiasi penyinaran matahari, luasan area tambak pada penelitian ini adalah 0.04 ha sedangkan tambak tradisional pada penelitian Odum dan Arding (1991) adalah 53000 ha. Pada penelitian Lima et al. (2012) luasan area tambak 1 ha, akan tetapi besaran nilai insolasi matahari hanya 9.22E+05 Wh/ha/siklus sehingga jumlah energi matahari tidak terlalu berbeda dengan tambak supra intensif.

Input sumberdaya hujan didapatkan dengan mengalikan beberapa data diantaranya data luasan area, data curah hujan, dan besaran energi bebas gibbs dari air. Berdasarkan Tabel 8 nilai energi hujan sebesar 1.25E+08 J, nilai transformity sebesar 3.10+04 sej/unit (Odum et al. 2000), dengan nilai emergy yang dihasilkan sebesar 3.86E+12 sej/siklus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lima et al. (2012) pada tambak tradisional dan semi intensif nilai energi hujan yang dihasilkan adalah 3.16E+10 J sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Odum dan Arding (1991) nilai yang diperoleh adalah 2.65E+15 J. Perbedaan hasil nilai energi hujan ini disebabkan luasan areal tambak dan curah hujan pada masing–masing daerah tambak tersebut. Nilai energi hujan pada tambak tradisional dan semi intensif di Brazil lebih besar karena curah hujan di Brazil lebih tinggi dari pada di Sulawesi Tengah yaitu 632.88 mm/siklus (Lima et al.

2012).

Input Sumberdaya tidak terbarukan (non renewable resources) (N)

Input sumberdaya tidak terbarukan (N) dalam sistem adalah input air, dimana air masuk kedalam tambak dengan menggunakan pompa submersible. Nilai aliran energi input air didapatkan dengan mengalikan beberapa data diantaranya data volume tambak, persen pergantian air per hari, dan data kalor jenis air laut. Pada Tabel 8 menunjukan bahwa data untuk nilai energi input air adalah 3.42E+10 J, nilai transformity sebesar 8.10E+04 sej/unit (Brown dan Ulgiati 2004) dengan nilai emergy yang dihasilkan 2.77E+15 sej/siklus. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini tidak berbeda signifikan dengan penelitian Lima

et al. (2012) pada tambak tradisional dan semi intensif di Brazil, dimana

masing-masing energi input air adalah 3.71E+11 J untuk tambak tradisional dan 4.77E+11 J untuk tambak semi intensif. Perbedaan ini terjadi karena jumlah volume air yang masuk kedalam tambak berbeda, dimana volume tambak supra intensif lebih kecil jika dibandingkan dengan tambak tradisional dan semi intensif.

Input Sumberdaya yang dibeli (purchased resources) (F)

Input sumberdaya yang dibeli (F) sangat berpengaruh terhadap produksi budidaya udang supra intensif di BBIP Kampal. Untuk dapat melaksanakan kegiatan produksi udang vaname dibutuhkan dukungan tenaga kerja, tersediannya bahan bakar minyak (BBM), listrik, benur, pakan, pupuk, probiotik, dan biaya-biaya perbaikan serta penyusutan.

(40)

28

7.56E+06 sej/J (Odum et al. 2000). Nilai energi tenaga kerja didapatkan dengan mengalikan beberapa data diantaranya total tenaga kerja, hari bekerja, jumlah konsumsi kalori orang bekerja perhari, kemudian data dikonversi ke unit joule. Hasil yang diperoleh berbeda dengan tambak tradisional dan semi intensif di Brazil dimana, jumlah energi yang dihaslikan adalah 5.76E+08 J/ha/hari. Perbedaan ini terjadi karena jumlah orang dan lama bekerja pada tambak supra intensif lebih besar.

Input energi sumberdaya benur didapatkan dengan mengalikan beberapa data, diantarannya data total benur, data kalori udang vaname, kemudian data dikonversi dalam bentuk joule. Berdasarkan Tabel 8 nilai energi benur didapatkan 9.35E+02 J, nilai transformity sebesar 2.20E+07 sej/J, sehingga didapatkan nilai emergy sebesar 2.06E+10 sej/siklus. Jika dibandingkan dengan tambak tradisional dan semi intensif di Brazil terdapat perbedaan yang signifikan, dimana hasil energi benur tambak tradisional sebesar 5.62E+02 J (Lima et al. 2012). Perbedaan energi ini terjadi karena perbedaan jumlah kepadatan benur per meter kuadrat, dimana pada tambak tradisional kepadatannya adalah 30 benur/m2/siklus sedangkan untuk tambak supra intensif kepadatannya adalah 1250 benur/m2/siklus.

Input sumberdaya pakan juga sangat berpengaruh terhadap produksi udang vaname. Pakan yang digunakan berbentuk crumble atau pellet dan disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut benur. Kandungan nutrisi pakan terdiri dari protein min 30%, lemak min 5%, serat kasar maks 4%, dan kadar air maks 12%. Kebutuhan jumlah pakan yang digunakan selama satu siklus adalah 11348 kg, sehingga jika dikalikan dengan transformity didapatkan nilai emergy sebesar 2.33E+16 sej/g. Nilai emergy ini jika dibandingkan dengan nilai emergy pakan pada tambak tradisional dan semi intensif di Brazil sangat besar, karena jumlah kebutuhan pakan pada tambak semi intensif di Brazil adalah 2026 kg per siklus. Sedangkan untuk tambak semi intensif di Ekuador kebutuhan pakan per siklus adalah 2700 kg. Nilai emergy pakan termasuk input emergy yang terbesar yang masuk ke dalam system guna mendukung proses produksi udang vaname yaitu sebesar 31.23% (Gambar 5), hal ini sesuai dengan Tlusty dan Lagueux (2009) bahwa pakan adalah komponenen energi yang sangat signifikan dari produksi perikanan budidaya udang vaname dan perlu solusi untuk mengganti sebaian atau sacara keseluruhan untuk menjamin perikanan budidaya yang bertanggungjawab dan berkelanjutan.

Sumberdaya energi listrik merupakan input terbesar dalam proses kegiatan budidaya udang supra intensif. Besaran energi listrik yang masuk ke sistem yaitu 50.10%. Rincian sarana yang memerlukan energi listrik terdapat pada Tabel 9, dimana kebutuhan energi listrik 38533 kwh dalam satu siklus pemakaian. Nilai energi listrik didapatkan dengan mengalikan data pemakaian energi listrik selama satu siklus dengan konversi satuan ke joule, nilai transformity sebesar 2.69E+05 sej/J, sehingga diperoleh nilai emergy sebesar 3.73E+16 sej/siklus. Pada tambak semi intensif dan tradisional di Brazil besar nilai emergy listrik masing-masing adalah 5.81E+14 sej/J untuk tambak semi intensif dan 2.88E+14 sej/J untuk tambak tradisional. Nilai emergy listrik pada tambak supra intensif lebih besar dari tambak semi intensif dan tradisional karena sarana dan prasarana yang menggunakan energi listrik sangat banyak diantaranya, aerator, pompa

submersible, pakan otomatis, kincir, dan blower. Sedangkan pada tambak semi

(41)

29 Tabel 9. Kebutuhan energi listrik dalam satu siklus

Input sumberdaya bahan bakar dianggap sangat berpengaruh terhadap kegiatan produksi budidaya supra intensif. Nilai energi bahan bakar minyak didapatkan dengan mengalikan total kebutuhan bahan bakar dalam satu siklus dengan nilai kalori bahan bakar tersebut. Pada Tabel 8 nilai energi bahan bakar 2.69E+10 J, nilai transformity sebesar 5.30E+04 sej/J, sehingga nilai emergy yang didapatkan adalah 1.43E+15 sej/siklus. Total keseluruhan bahan bakar disel yang dibutuhkan dalam satu siklus adalah 709 liter. Berbeda dengan tambak semi intensif di Brazil dimana nilai energi bahan bakar adalah 4.45E+09 J dengan nilai emergy sebesar 4.94E+14 sej/siklus (Lima et al. 2012). Perbedaan nilai ini disebabkan jumlah kebutuhan bahan bakar yang diperlukan berbeda dalam satu siklus, dimana pada tambak semi intensif diperlukan 93.24 liter bahan bakar dalam satu siklus.

Input sumberdaya pupuk sangat mendukung pertumbuhan udang vaname, karena pupuk berfungsi sebagai pemicu pertumbuhan dan menstabilkan fitoplankton. Total kebutuhan pupuk dalam satu siklus adalah 53300 gram,

No Keperluan Unit

/hari)x10kali 100 1604 11965840 11965.84

(42)

30

dimana terdiri dari fitogro dan mingro. Kandungan fitogro dan mingro dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11. Pada tambak semi intensif di Brazil pupuk yang digunakan sebanyak 147.86 gram dengan komposisi terdiri dari kalsium nitrat, amonium fosfat, dan tambahan sedikit dedak padi. Perbedaan banyaknya total penggunaan ini menyebabkan perbedaan nilai emergy yang dihasilkan dimana nilai emergy tambak supra intensif sangat tinggi jika dibandingkan dengan tambak semi intensif yang hanya 4.14E+14 sej/siklus (Lima et al. 2012). Untuk tambak semi intensif di Ekuador penggunaan pupuk sangat besar yaitu sebanyak 1.14E+09 gram sehingga nilai emergy yang dihasilkan adalah 0.048E+20 sej/siklus (Odum dan Arding 1991). Hal ini terjadi karena luasan tambak semi intensif di Ekuador sangat luas yaitu 53000 hektar, jika dibandingkan dengan tambak semi intensif di Brazil yang hanya satu hektar dan tambak supra intensif di Sulawesi Tengah yang hanya 0.04 hektar.

Tabel 10. Kandungan bahan aktif dalam suplemen fytogro

Bahan aktif Konsentrasi

Tabel 11. Kandungan bahan dalam suplemen mingro

Gambar

Tabel Evaluasi Emergy                                                                                 25
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Karakteristik jenis teknologi tambak di Indonesia
Tabel 2. Dampak lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan akuakultur di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada waktu guru (peneliti) melaksanakan kegiatan pembelajaran tindakan, teman sejawat mengobservasi/ menilai guru yang melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pada

Skiripsi dengan judul : Pengaruh Citra Merek dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Produk IndiHome PT Telekomunikasi Indonesia Studi Kasus Pada Konsumen Perumahan Taman Tridaya

Dengan hormat kami beritahukan, berdasarkan hasil UKA tahun 2012 yang diikuti oleh guru matematika SMP, SMA, dan SMK, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan

Š Kalimat berarti dan tidak berarti Š Kalimat terbuka Š Pernyataan Š Ingkaran Š Konjungsi Š Disjungsi Š Implikasi Š Biimplikasi Š Ingkaran kalimat majemuk Š Invers Š Konvers

FUMIRA Semarang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, oleh karena itu membutuhkan sumber daya

Hal ini juga sejalan dengan yang disampaikan oleh Lovelock dan Wrigth (2007, p. 14) bahwa ada batas waktu berapa lama pelanggan bersedia menunggu, jasa harus disampaikan dengan

Perumusan masalah dari tesis ini adalah apakah faktor-faktor yang menentukan terpilihnya kepala desa di kecamatan Jekulo, dan apakah kebijakan camat Jekulo

(4) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan dalam bentuk Surat Izin Usaha/Izin Usaha Tetap, ditandatangani oleh Kepala BKPM, dengan