• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR

MINYAK DAN GAS

Tugas Akhir

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajata Sarjana Strata-1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

Ardi Dwi Prasetiono 2012 013 0154

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

(2)

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR

MINYAK DAN GAS

Tugas Akhir

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajata Sarjana Strata-1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

Ardi Dwi Prasetiono 2012 013 0154

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

(3)

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH

PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS

Disusun Oleh :

Ardi Dwi Prasetiono 2012 013 0154

Telah Di Pertahankan Di Depan Tim Penguji Pada Tanggal 31 Oktober 2016

Susunan Tim Penguji :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Sukamta, S.T., M.T. NIK. 19700502199603 123 023

Novi Caroko, S.T., M.Eng. NIP. 19791113200501 1 001

Penguji

Tito Hadji Agung Santoso, S.T., M.T. NIK. 19720222200310 123 054

Tugas Akhir Ini Telah Dinyatakan Sah Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar S-1 Sarjana Teknik

Tanggal …...

Mengesahkan,

Ketua Program Studi Teknik Mesin

(4)

MOTTO

“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada dijalan Allah”

( HR. Turmudzi )

(5)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ardi Dwi Prasetiono

NIM : 20120130154

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir yang berjudul: “PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada instansi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik bila ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Yogyakarta, 31 Oktober 2016 Yang menyatakan,

Ardi Dwi Prasetiono

(6)

PERSEMBAHAN

Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mendapat hikmah itu sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan yang banyak. Dan tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang-orang yang bertawakal. (Q.S. Al-Baqarah: 269)

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Ibunda tercinta, ibu. Supraptiningsih dan Ayahanda tercinta Bpk. Warsono,

kakak tersayang Ika Setyawati, adik tersayang Adhi Wicaksono, terimakasih atas kasih sayang, nasehat dan dukungan yang kalian berikan.

Bapak Dr. Sukamta, ST., M.T. dan Bapak Novi Caroko S.T.,M.Eng., Selaku

dosen pembimbing tugas akhir.

Bapak Tito Hadji Agung Santoso, S.T., M.T., Selaku dosen penguji

Rekan-rekan seperjuangan tim Incinerator.

Teman-teman Teknik Mesin UMY semua angkatan, terutama TM 2012 yang

(7)

INTISARI

Insinerasi merupakan proses pembakaran yang terorganisir untuk mengurangi limbah padat sehingga berbentuk abu dan dilakukan netralisasi dan

solidifikasi abu hasil bakaran dan dikuburkan di dalam tanah. Namun yang sering jadi masalah dalam insinerasi ialah pembakaran dari incinerator yang tidak sempurna. Disamping itu incinerator yang dibuat masih memerlukan bahan bakar minyak maupun gas sehingga menambah tingkat emisi udara yang dihasilkan dan biaya operasional sangat tinggi. Penelitian yang dilakukan yaitu menguji kemampuan incinerator dalam mengolah limbah padat rumah sakit tanpa menggunakan bahan bakar minyak maupun gas, sehingga diperoleh suatu kerja yang efektif, hemat energi, ramah lingkungan dan biaya operasional yang murah.

Pengujian suhu incinerator dilakukan dengan cara membakar Batok Kelapa dengan bobot 8 kg hingga suhu mencapai 600ºC. Masukkan limbah dengan bobot 2,5 kg, pengukuran suhu menggunakan thermocouple dan akan terbaca oleh thermoreader, pengambilan data dilakukan dengan mencatat perubahan suhu setiap 5 menit. Pada pengujian kandungan abu yaitu homogenkan sampel, timbang dengan Erlenmeyer, tambahkan 15 mL HCl + 5 ml HNO3,

destuksi di plate pemanas hingga mendekati kering, tambah 10 ml air suling, saring dilabu 25 mL, tambah air suling hingga tanda, baca dengan AAS.

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh suhu incinerator mencapai 998°, Nilai tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh KepMenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004 yaitu pengolahan aman limbah rumah sakit pada incinerator harus mencapai suhu antara 800-1000ºC. Kandungan abu dengan parameter Zn (9221,2 ppm), Pb (5,08 ppm), Cu (297,6 ppm), Cr (34,36 ppm) dan Cd (0,59 ppm). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa abu sisa incinerator dapat ditimbun pada landfill kategori I dikarenakan nilai Zinc (Zn)>5000 ppm sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 4 Tahun 1995.

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Tugas Akhir kami dengan judul ”PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS”. Shalawat dan salam selalu kita limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga beliau, shahabat beliau serta orang-orang yang senantiasa mengikuti ajaran beliau dengan baik hingga akhir zaman. Tugas akhir ini disusun guna memenuhi persyaratan akademis menyelesaikan Program Strata-1 pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai maksimum suhu dari mesin

incinerator dan kandungan abu yang dihasilkan dari pembakaran mesin

incinerator. Parameter dalam pengujian kandungan abu yaitu Zn, Pb, Cr, Cu dan Pb. Hasil pengujian diperoleh suhu incinerator mencapai 998°C, sedangkan hasil pengujian kandungan abu dengan parameter Zn (9221,2 ppm), Pb (5,08 ppm), Cu (297,6 ppm), Cr (34,36 ppm) dan Cd (0,59 ppm).

Dalam proses penyusunan tugas akhir ini, penyusunan telah dibantu oleh banyak pihak. Dengan terselesaikannya Tugas Akhir ini penyusun ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Sukamta, ST., M.T. Selaku dosen pembimbing 1 yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan dan petunjuk sampai Tugas Akhir ini selesai.

2. Bapak Novi Caroko S.T.,M.Eng. Selaku dosen pembimbing 2 dan ketua Jurusan Teknik Mesin yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan dan petunjuk sampai Tugas Akhir ini selesai. 3. Bapak Tito Hadji Agung Santoso, S.T., M.T., Selaku dosen penguji yang

telah memberi masukan.

(9)

5. Kekasih, Shella Intan Permata yang telah memberikan dukungan dan motivasi.

6. Rekan-rekan seperjuangan tim Incinerator. 7. Seluruh staf dosen Jurusan Teknik Mesin UMY.

8. Seluruh mahasiswa Teknik Mesin, “M” Solidarity Forever .

9. Seluruh pihak yang telah membantu kami, yang tak dapat kami sebutkan semua satu per satu. Karena keterbatasan dalam pengetahuan dan pengalaman, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam

Tugas Akhir kami ini. Maka kritik dan saran dari anda sangat kami harapkan untuk pengembangan selanjutnya. Besar harapan kami sekecil apapun informasi yang ada di buku kami ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 31 Oktober 2016

(10)

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL ... i

LEMBARPENGESAHAN ... ii

MOTTO ... ... iii

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... ... vi

KATAPENGANTAR ... vii

DAFTARISI ... ix

DAFTARGAMBAR ... xi

DAFTARTABEL ... xii

DAFTARLAMPIRAN ... xiii

DAFTARNOTASI ... xiv

BABI PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan Pengujian ... 3

1.5. Manfaat Pengujian ... 3

BABII TINJAUANPUSTAKADANLANDASANTEORI ... 4

2.1. Tinjauan Pustaka ... 4

2.2. Dasar Teori... 6

2.2.1. Bahan Bakar Padat ... 6

2.2.2. Limbah rumah sakit ... 8

2.2.3. Limbah Padat Rumah Sakit ... 8

2.2.4. Pengolahan dan Pemusnahan Limbah ... 9

2.2.5. Proses Pembakaran ... 10

2.2.6. Tahapan Proses Insenerasi ... 11

2.2.8. Bagian-Bagian Incinerator ... 17

(11)

3.1. Alat dan Bahan ... 20

3.1.1. Alat dan Bahan Pengujian Incinerator ... 20

3.1.2. Alat dan Bahan Pengujian kandungan Abu ... 23

3.2. Diagram Alir Pengujian Alat ... 24

3.2.1. Studi Pustaka ... 25

3.2.2. Menyiapkan Alat dan Bahan ... 25

3.2.3. Pengujian ... 25

3.2.4. Data Hasil Uji ... 25

3.2.5. Kesimpulan dan Saran ... 25

3.3. Unjuk Kerja Alat Pembakar Limbah Padat Medis (Incinerator) ... 26

3.3.1. Penentuan Parameter Unjuk Kerja Alat Pembakar Limbah Padat Medis (Incinerator) ... 26

3.3.2. Analisis kandungan Abu Sisa Pembakaran ... 28

3.4. Pelaksanaan Pengujian ... 28

3.4.1. Pembakaran Limbah Padat Rumah Sakit ... 28

3.4.2. Pengukuran Suhu ... 30

3.4.3. Pengujian Komposisi Abu ... 31

3.5. Waktu dan Tempat Pengujian Incinerator ... 31

BABIV HASILPENELITIANDANPEMBAHASAN ... 32

4.1. Pengukuran Suhu Incinerator ... 32

4.2. Kualitas Pembakaran ... 35

4.2.1. Waktu Pembakaran ... 35

4.2.2. Laju Pembakaran... 36

4.2.3. Rendemen Limbah Sisa Pembakaran ... 37

4.3. Hasil Pengujian Kandungan Abu Hasil Pembakaran... 38

BABV PENUTUP ... 40

5.1. Kesimpulan ... 40

5.2. Saran ... 41

DAFTARPUSTAKA ... 42

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Penampang landfill limbah B3 untuk kategori I, II dan III.

(Sumber: KepBapedal No.4 Tahun 1995) ... 14

Gambar 2.2. Desain Incinerator limbah padat medis ... 18

Gambar 3.1.Incinerator ... 20

Gambar 3.2. Termoreader dan Termokopel ... 21

Gambar 3.3. Timbangan Analitik Digital ... 22

Gambar 3.4. Batok Kelapa ... 22

Gambar 3.5. Limbah Padat Rumah Sakit ... 23

Gambar 3.6. Diagram Alir Pengujian Alat ... 24

Gambar 3.7. Letak Lubang Pengukuran Suhu Pada Incinerator ... 27

Gambar 3.8. Pembakaran Batok Kelapa ... 28

Gambar 3.9. Proses Pengisian Limbah Padat Rumah Sakit ke Incinerator ... 29

Gambar 3.10. Pembakaran Limbah Padat Rumah Sakit oleh Incinerator ... 29

Gambar 3.11. Pengukuran Suhu Menggunakan Termokopel... 30

Gambar 3.12. Pengukuran Suhu Menggunakan Termokontrol ... 30

Gambar 4.1. Grafik perbandingan suhu dengan lama pembakaran pada ruang bakar utama incinerator... 32

Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Suhu dengan Lama Pembakaran Pada RuangAsap Incinerator ... 34

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Total Kadar Maksimum abu dan Tempat Penimbunannya. ... 13

Tabel 3.1. Titik Pengukuran Suhu ... 26

Tabel4.1. Hasil pengukuran suhu incinerator Pada Ruang Bakar utama ... 32

Tabel4.2. Hasil pengukuran suhu incinerator Pada Ruang Bakar Asap ... 33

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Pengujian Abu Pembakaran Incinerator ………....41

Lampiran 2 Hasil Pengujian Abu Parameter Zn ……….……….42

Lampiran 3 Hasil Pengujian Abu Parameter Pb ………..43

Lampiran 4 Hasil Pengujian Abu Parameter Cu ……….44

Lampiran 5 Hasil Pengujian Abu Parameter Cr ………..45

(15)

DAFTAR NOTASI

Bbt = Laju Pembakaran (kg/jam)

m = Bobot Limbah (kg)

(16)
(17)

INTISARI

Insinerasi merupakan proses pembakaran yang terorganisir untuk mengurangi limbah padat sehingga berbentuk abu dan dilakukan netralisasi dan

solidifikasi abu hasil bakaran dan dikuburkan di dalam tanah. Namun yang sering jadi masalah dalam insinerasi ialah pembakaran dari incinerator yang tidak sempurna. Disamping itu incinerator yang dibuat masih memerlukan bahan bakar minyak maupun gas sehingga menambah tingkat emisi udara yang dihasilkan dan biaya operasional sangat tinggi. Penelitian yang dilakukan yaitu menguji kemampuan incinerator dalam mengolah limbah padat rumah sakit tanpa menggunakan bahan bakar minyak maupun gas, sehingga diperoleh suatu kerja yang efektif, hemat energi, ramah lingkungan dan biaya operasional yang murah.

Pengujian suhu incinerator dilakukan dengan cara membakar Batok Kelapa dengan bobot 8 kg hingga suhu mencapai 600ºC. Masukkan limbah dengan bobot 2,5 kg, pengukuran suhu menggunakan thermocouple dan akan terbaca oleh thermoreader, pengambilan data dilakukan dengan mencatat perubahan suhu setiap 5 menit. Pada pengujian kandungan abu yaitu homogenkan sampel, timbang dengan Erlenmeyer, tambahkan 15 mL HCl + 5 ml HNO3,

destuksi di plate pemanas hingga mendekati kering, tambah 10 ml air suling, saring dilabu 25 mL, tambah air suling hingga tanda, baca dengan AAS.

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh suhu incinerator mencapai 998°, Nilai tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh KepMenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004 yaitu pengolahan aman limbah rumah sakit pada incinerator harus mencapai suhu antara 800-1000ºC. Kandungan abu dengan parameter Zn (9221,2 ppm), Pb (5,08 ppm), Cu (297,6 ppm), Cr (34,36 ppm) dan Cd (0,59 ppm). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa abu sisa incinerator dapat ditimbun pada landfill kategori I dikarenakan nilai Zinc (Zn)>5000 ppm sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 4 Tahun 1995.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah lingkungan saat ini menjadi perhatian dunia termasuk di lingkungan rumah sakit yang menghasilkan berbagai limbah yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya pengendalian dan pengawasan terhadap

upaya pengelolaan limbah di rumah sakit (Djohan dan Halim, 2014).

Adapun sarana pengolahan limbah di rumah sakit salah satunya adalah dengan menggunakan incinerator. Salah satu limbah yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto ( RSPAD ) adalah limbah padat. Karakteristik limbah padat yang dihasilkan dibedakan menjadi dua, yaitu limbah domestik dan limbah B3 dalam hal ini bersifat infeksius (Paramita, 2007).

Insinerasi merupakan proses pembakaran yang terorganisir untuk mengurangi limbah padat sehingga berbentuk abu dan dilakukan netralisasi dan solidifikasi abu hasil bakaran dan dikuburkan didalam tanah. Incinerator dapat mereduksi massa limbah sebesar 70% dan mereduksi volume sampai 90%. Proses pengoperasian insinerator juga sangat berpengaruh pada efektivitas dari pemusnahan limbah medis rumah sakit sehingga diperlukan standar pengoperasian yang baik (Saragih dan Herumurti, 2013).

Namun yang sering jadi masalah dalam insinerasi ialah pembakaran dari incinerator yang tidak sempurna. Abu yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna melebihi nilai batas maksimum baku mutu konsentrasi sebagaimana telah tercantum dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 4 Tahun

(19)

2

energi dan biaya, dibuatlah alat incinerator dengan sistem tanpa menggunakan bahan bakar minyak dan gas.

Penelitian yang dilakukan yaitu menguji kemampuan incinerator

dalam mengolah limbah padat medis tanpa menggunakan bahan bakar minyak maupun gas. Penelitian meliputi pengukuran suhu incinerator dan pengujian hasil pembakaran guna mengetahui nilai kandungan abu dengan parameter meliputi Zn, Pb, Cu, Cr dan Cd sehingga diperoleh suatu kerja yang efektif, hemat energi, ramah lingkungan dan biaya operasional yang

murah.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana kemampuan alat incinerator tanpa menggunakan bahan bakar minyak maupun gas dalam mengolah limbah padat medis?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Tidak membahas tentang pembuatan dan uji kualitas udara pada

incinerator.

b. Parameter pengujian kandungan abu hasil pembakaran mesin

incinerator meliputi Zn, Pb, Cu, Cr dan Cd.

(20)

3

1.4. Tujuan Pengujian

Tujuan dari pengujian mesin ini yaitu mengukur laju pembakaran dari incinerator, menghitung nilai rendemen hasil pembakaran dari

incinerator, mengukur suhu ruang bakar incinerator pada saat mengolah limbah padat medis tanpa menggunakan bahan bakar minyak maupun gas serta mengetahui kandungan abu hasil pembakaran dari mesin incinerator.

1.5. Manfaat Pengujian

Manfaat dari pengujian ini adalah :

a. Mengetahui laju pembakaran dari mesin incinerator.

b. Mengetahui nilai rendemen hasil pembakaran limbah dari mesin

incinerator.

c. Mengetahui hasil dari pengujian kandungan abu sisa pembakaran

incinerator.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Budiman (2001) melakukan pengujian unjuk kerja alat pembakar sampah (incinerator). Hasil uji unjuk kerja alat menunjukkan bahwa laju pembakaran sampah setelah alat dimodifikasi meningkat dibandingkan dengan laju pembakaran sampah sebelum alat dimodifikasi. Pada alat

sebelum dimodifikasi laju pembakaran rata - rata adalah 9,7 kg/jam, sedangkan pada alat setelah dimodifikasi adalah 10,66 kg/jam.

Saragih & Herumurti (2013) melakukan penelitian unjuk kerja

incinerator dengan meneliti jumlah timbulan limbah B3, kapasitas pembakaran incinerator, suhu pembakaran incinerator, densitas limbah dan abu pembakaran, dan tes TCLP residu pembakaran incinerator Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan. Setelah dilakukan penelitian langsung selama 14 hari berturut-turut didapatkan bahwa rata-rata timbulan limbah B3 di Rumkital Dr. Ramelan adalah 89,98 Kg/hari dan dengan densitas rata-rata limbah ialah 166,67 kg/m3. Tinggat removal dari pembakaran limbah dengan incinerator di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan ialah 82,63%.

Girsang dan Herumurti (2013) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi jumlah timbulan dan karakteristik limbah padat B3, penyimpanan sementara dan mengevaluasi proses insinerasi. Timbulan limbah dijadikan acuan dalam mengevaluasi proses insinerasi. Abu insinerasi diteliti kandungan parameter logamnya dengan metode AAS kemudian dilakukan pengujian TCLP dengan solidifikasi-curing 14 dan 28

hari. Rata-rata timbulan limbah medis dari RSUD Dr Soetomo sebesar 1285 kg/hari. Limbah tersebut dimusnahkan dengan menggunakan incinerator

(22)

5

Zn melebihi baku mutu, masing-masing kadarnya 5209,38 ppm dan 6355,31 ppm.

Sumingkrat dkk. (2014) melakukan penelitian pengolahan limbah cair dengan limbah padat abu hasil pembakaran incinerator di Industri Klor Alkali. Pada proses pembakaran digunakan bahan bakar LPG agar tercapai suhu pembakaran sekitar 900°C untuk mendapatkan aktivasi abu hasil pembakaran.

Lolo (2014) melakukan penelitian dengan analisis penggunaan

incenerator pada pengolahan sampah di kota Merauke. Pembuangan akhir

sampah dengan menggunakan teknologi incenerator baik digunakan di kota Merauke untuk mengatasi kendala metode konvensional yang digunakan saat ini.

Sarwening (2012) melakukan penelitian dengan analisa pengoperasian incinerator di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Dalam sehari untuk pembakaran sampah rata-rata 111,12 kg/hari sampah medis masih membuang abu sebesar 17,52 kg/hari dan menggunakan bahan bakar 33.32 liter/hari.

Pradipta (2011) melakukan penelitian unjuk kerja incinerator dengan kapasitas 0,294 m³, berat limbah 18,3 kg dan suhu maksimum untuk pembakaran 478ºC. Panas yang dihasilkan dari incinerator digunakan untuk pemanas air yang mengalir 3 l/menit, suhu air per proses 14ºC - 18ºC. Sementara proses carbonization hanya menghasilkan 10% arang dari 5 kg batok kelapa.

Wardhani & Rahardjo (2011) melakukan penelitian dengan analisis distribusi temperatur pembakar limbah radioaktif tipe HK-2010. Salah satu cara penanganan limbah yang masih mempunyai radioaktivitas tinggi tersebut adalah dengan cara mereduksi melalui pembakaran di dalam tungku pembakar limbah radioaktif. Agar efektif, maka dalam pembuatan pembakar

(23)

6

limbah dilakukan analisis dengan bantuan program Computational Fluid Dynamics.

Rahardjo (2013) melakukan penelitian karakteristik temperatur dan reduksi limbah radioaktif padat ruang bakar prototipe tungku HK-2010. Dalam penelitian dilakukan pengukuran temperatur dinding primer dan sekunder tungku, laju alir udara, serta pengukuran berat dan volume limbah sebelum dan sesudah dibakar dengan uji pembakaran 20 kg limbah radioaktif padat campuran dari laboratorium di PTNBR.

Hidayah (2007) melakukan penelitian menggunakan analisa secara statistik dengan menggunakan analisa regresi linier. Kemampuan

incinerator untuk merduksi limbah mencapai 85% selama 3-4 jam. Kemampuan incinerator berdasarkan waktu proses dan berat massa mengikuti kinetika reaksi orde satu dan K (laju reaksi) optimum = 1,0132 dengan 5 kg massa dan K minimum = 0,6839 pada 30 kg massa. Waktu proses lebih berpengaruh dari pada berat massa, dengan berdasarkan kepada X = 0,756 . M-0,003087 . t 0,06216.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Bahan Bakar Padat

Bahan bakar padat merupakan bahan bakar berbentuk padat, dan kebanyakan menjadi sumber energi panas. Misalnya kayu dan batubara. Energi panas yang dihasilkan bisa digunakan untuk memanaskan air menjadi uap untuk menggerakkan peralatan dan menyediakan energi. (Wikipedia). Jenis bahan bakar beserta nilai kalornya adalah sebagai berikut :

a. Tempurung Kelapa

Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3 mm sampai 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh

(24)

7

merupakan berat tempurungnya. Selain itu tempurung juga banyak mengandung lignin. Sedang kandungan methoxyl dalam tempurung hampir sama dengan yang terdapat dalam kayu. Pada umumnya, nilai kalor yang terkandung dalam tempurung kelapa adalah berkisar antara 18200 kJ/kg hingga 19338.05 kJ/kg (Palungkun, 1999).

b. Batubara

Batubara, terdiri dari hardcoal dan brown coal atau batubara muda. Masing batubara ini memiliki karakteristik yang berbeda. Berikut ini jenis batubara yang ada di Indonesia:

1. Hardcoal, adalah batubara yang mempunyai nilai kalori diatas 5700 kCal/kg (23864.75 kJ/kg). Hardcoal terdiri dari batubara steam, batubara coking, bituminous dan antrasit.

2. Brown coal atau batubara muda adalah jenis batubara yang nilai kalorinya rendah. Jenis batubara yang temasuk brown coal adalah jenis lignite sampai subbituminous. Batubara ini umumnya dapat digunakan untuk pembangkit listrik.

3. Batubara Steam adalah batubara yang dipakai di ketel uap (boiler/steam generator) dan tungku pemanas. Yang termasuk dalam kategori ini adalah batubara antrasit dan bituminous. Nilai kalor bruto (Gross Calorific value) nya lebih besar dari 23.865,0 kJ/kg (5700 kCal/kg) dan dibawah batubara cooking.

4. Batubara Coking adalah batubara yang bisa dipakai untuk membuat kokas untuk bahan reduktor di tungku peleburan baja (blast furnace). Nilai kalor bruto (Gross Calorific value) nya lebih besar dari 23.865,0 kJ/kg (5700 kcal/kg) yang bebas debu. 5. Batubara Subbituminous, adalah batubara yang mempunyai nilai

(25)

8

6. Batubara Anthrasit, batubara yang berkwalitas paling tinggi karena kandungan kalorinya paling tinggi yaitu diatas 6900 kCal/ kg. batubara ini mempunyai sifat-sifat seperti batubara

steam.

7. Batubara Lignit, adalah batubara yang mempunyai nilai kalor bruto (Gross Calorific value) dibawah 4.165 kCal/kg (17,44 MJ/kg) yang mempunyai abu terbang (volatile matter) diatas 31% dalam keadaan kering. Batubara lignit sering disebut

sebagai batubara kelas rendah (Low Rank Coal), batubara jenis ini sering juga disebut sebagai Brown Coal.

2.2.2. Limbah rumah sakit

Adanya berbagai sarana pelayanan kesehatan baik rumah sakit, klinik maupun puskesmas akan menghasilkan limbah baik cair maupun padat. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. (KepMenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004)

2.2.3. Limbah Padat Rumah Sakit

Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (KepMenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu :

a. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di RS di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi.

b. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,

(26)

9

c. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia yang rentan.

d. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan stock (sediaan) bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan lain yang diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.

2.2.4. Pengolahan dan Pemusnahan Limbah

Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi dan insenerasi. (Kepbapedal Nomor 03/Bapedal/09/1995)

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Untuk itu, diperlukan pengolahan lebih lanjut supaya bahan yang terdapat pada limbah tersebut dapat terurai dengan baik sehingga aman bagi kesehatan manusia. Adapun tata cara pengolahan limbah rumah sakit yang telah digolongkan sebagai berikut (KepMenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004) :

a. Limbah padat medis

1. Limbah Infeksius dan Benda Tajam

Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan

(27)

10

memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke

landfill jika residunya sudah aman. 2. Limbah Farmasi

Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolitic incinerator), rotari kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang kesarana air limbah atau

inersisasi. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui incinerator pada suhu 800- 1.000 ºC. 3. Limbah Sitotoksis

Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau kesaluran limbah umum. Pembuangan harus melalui insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200ºC dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Incinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.

2.2.5. Proses Pembakaran

Reaksi pembakaran secara umum terjadi melalui 2 cara, yaitu pembakaran sempurna dan pembakaran tidak sempurna. Pembakaran sempurna adalah proses pembakaran yang terjadi jika semua karbon bereaksi dengan oksigen menghasilkan CO2, sedangkan pembakaran tidak sempurna adalah proses pembakaran yang terjadi jika bahan bakar tidak terbakar habis dimana proses pembakaran yang tidak semuanya menjadi CO2 (Abdullah et, al., 1998 dalam Arif Budiman, 2001).

Proses pembakaran dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu (Culp, 1991

dalam Arif Budiman, 2001) :

(28)

11

b. Kebutuhan udara untuk proses pembakaran c. Suhu pembakaran

d. Lamanya waktu pembakaran yang berhubungan dengan laju pembakaran

e. Berat jenis bahan yang akan dibakar

Pencampuran udara dan bahan bakar yang baik dalam pembakaran aktual biasanya tidak dapat dicapai tetapi didekati melalui penambahan

excess udara. Penambahan excess udara harus baik dengan nilai

minimum karena apabila terlalu banyak dapat meningkatkan kehilangan energy dalam pembakaran dan meningkatnya emisi NOx. Proses pembakaran limbah berlangsung secara bertahap. Tahap awal terjadi penguapan kandungan air limbah yang belum terbakar menggunakan panas dari bahan terbakar yang berada di sekelilingnya atau menggunakan energi panas yang ditambahkan dari luar. Pada saat pemanasan limbah terjadi pelepasan karbon atau bahan volatile yang terkonversi menjadi gas yang mudah terbakar, proses ini disebut gasifikasi. Gas ini selanjutnya bercampur dengan oksigen yang dapat mengalami reaksi oksidasi. Kondisi ini apabila menghasilkan temperature cukup tinggi dan berlangsung lama dapat terkonversi secara sempurna (complete combustion) menghasilkan uap air dan CO2 yang dilepaskan ke udara.

2.2.6. Tahapan Proses Insenerasi

Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu (Dodika, 2009) :

a. Pengeringan

Merupakan penguapan air yang terkandung di dalam sampah, terutama pada sampah organik yang mengandung kadar air > 70%.

(29)

12

dibutuhkan energi (panas) untuk menjaga temperatur tetap berada pada > 100ºC.

b. Pembakaran Tidak Sempurna

Yaitu reaksi oksigen dengan bahan yang dibakar pada temperature 400ºC - 600ºC dengan tahapan reaksi sebagai berikut :

CH4 + 2O2 C + 2H2O

Secara kumulatif reaksi ini menghasilkan panas (eksotermik). Reaksi inilah yang menjelaskan mengapa selalu terbentuk gas CO

(karbon monoksida) pada pembakaran arang. c. Pembakaran Sempurna

Yaitu reaksi yang terjadi ketika bahan bakar bereaksi secara cepat dengan oksigen dan menghasilkan karbondioksida dan H2O. Persamaan umum reaksi pembakaran sempurna sebagai berikut :

Bahan bakar + O2 CO2 + H2O CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O 2C2H6 + 7O2 4CO2 + 6H2O d. Gas Hasil Pembakaran

Sebagaimana diketahui bahwa pembakaran adalah proses oksidasi dimana oksigen diberikan dengan mengikuti rasio udara terhadap massa bahan bakar agar diperoleh reaksi pembakaran yang komplit. Reaksi utama dari proses pembakaran antara karbon dengan oksigen akan membentuk karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Karbon dioksida merupakan produk pembakaran yang memiliki temperatur rendah. Oksidasi karbon monoksida ke karbon dioksida hanya dapat terbentuk jika memiliki sejumlah oksigen yang seimbang. Kandungan CO yang tinggi mengindikasikan proses pembakaran tidak

komplit dan ini harus seminimal mungkin dihindari, karena:

 CO adalah gas yang dapat dibakar. Kandungan CO yang tinggi

akan menghasilkan efisiensi pembakaran yang rendah.

(30)

13

Pada proses insinerasi juga menghasilkan abu. Abu sisa pembakaran akan berbahaya apabila tidak dikelola dengan baik. Adapun baku mutu kadar abu yang telah ditentukan menurut Keputusan Kepala Bapedal No.4 Tahun 1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan.

Tabel 2.1. Total Kadar Maksimum abu dan Tempat Penimbunannya. (Sumber : KepBapedal No.4 Tahun 1995)

Bahan Pencemar

Kategori landfill yang digunakan untuk tempat penimbunan limbah B3 adalah:

a. Landfill kategori I : Landfill dengan liner ganda dari geomembran HDPE, digunakan untuk limbah yang dinilai sangat berbahaya. b. Landfill kategori II : seperti kategori I, namun dengan liner

geomembran tunggal.

c. Landfill kategori III : untuk limbah B3 yang dianggap tidak begitu berbahaya. Liner yang digunakan adalah clay dengan nilai

(31)

14

Gambar 2.1. Penampang landfill limbah B3 untuk kategori I, II dan III. (Sumber: KepBapedal No.4 Tahun 1995)

2.2.7. Metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)

Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas (Basset, 1994).

Bagian-bagian AAS adalah sebgai berikut (Day, 1986) : a. Lampu katoda

(32)

15

jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Lampu Katoda Monolog : Digunakan untuk mengukur 1 unsur. 2. Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran

beberapa logam sekaligus. b. Tabung gas

Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000 K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam Spektrofotometri Serapan Atom

c. Burner

Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api.

d. Monokromator

Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju

(33)

16

e. Detektor

Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah energi sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk mendapatkan data. Detektor AAS tergantung pada jenis monokromatornya, jika monokromatornya sederhana yang biasa

dipakai untuk analisa alkali, detektor yang digunakan adalah barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan adalah detektor photomultiplier tube. Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampler.

f. Sistem pembacaan

Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar yang dapat dibaca oleh mata.

g. Ducting

Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada

cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada spektrofotometry

(34)

17

2.2.8. Bagian-Bagian Incinerator

Incinerator adalah mesin pembakar limbah padat medis dengan pembakaran dalam satu sistem yang terkontrol dan terisolir dari lingkungan sekitar. Incinerator terdiri dari beberapa ruang yang mempunyai masing-masing fungsi yang berbeda. Adapun bagian tersebut adalah sebagai berikut :

a. Ruang Pembakaran Awal

Ruang pembakaran awal terletak di bawah ruang bakar

utama. Ruang pembakaran awal berfungsi untuk memanaskan

chamber incinerator sebelum melakukan pembakaran limbah padat

medis. Bahan yang digunakan untuk pembakaran awal adalah batang kayu dan bahan lainnya yang dapat menghasilkan nyala api. b.Ruang Bakar Utama

Ruang bakar utama berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah, kondisi pembakaran dirancang dengan jumlah udara untuk reaksi pembakaran kurang dari semestinya, sehingga disamping pembakaran juga terjadi reaksi pirolisa. Pada reaksi pirolisa material organik terdegradasi menjadi karbon monoksida dan metana.

Temperatur dalam ruang bakar utama yaitu sekitar 600ºC - 800ºC. Untuk mencapai temperatur tersebut, pemanasan dalam ruang bakar utama dibantu oleh energi dari pembakaran batang kayu dan energi pembakaran yang timbul dari limbah itu sendiri. c. Ruang Bakar Asap

Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan. Pembakaran gas-gas

tersebut dapat berlangsung dengan baik jika terjadi pencampuran yang tepat antara oksigen (udara) dengan gas hasil pirolisa, serta ditunjang oleh waktu tinggal (retention time) yang cukup. Udara untuk pembakaran di ruang bakar asap disuplai oleh blower

(35)

18

Gas pirolisa yang tercampur dengan udara dibakar sempurna oleh api pembakaran limbah dari dalam ruang pembakaran yang masuk ke dalam ruang bakar asap dengan temperatur tinggi yaitu sekitar 800oC-1000oC. Pada suhu tersebut gas-gas pirolisa (Metana, Etana dan Hidrokarbon lainnya) akan terurai menjadi gas CO2 dan H2O.

d. Cerobong

Cerobong yang dipasang pada incinerator akan

menghasilkan beda tekanan antara ruang bakar asap dan luar ruangan. Tekanan pada ruang asap lebih besar dibandingkan dengan luar ruangan sehingga asap dapat keluar melalui cerobong dan asap terdispersi.

(36)

19

Bagian – bagian incinerator : 1. Baut roofing 8 x 45 mm 2. Pintu ruang bakar 3. Handle pintu utama 4. Lubang suplai udara 5. Engsel pintu

6. Pintu utama

7. Pengunci pintu utama

8. Lubang suplai udara 9. Thermocouple

10. Flange cerobong 11. Cerobong 1

12. Flange cerobong 1 & 2 13. Cerobong 2

(37)

BAB III

METODOLOGI PENGUJIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat dan Bahan Pengujian Incinerator a. Alat Penelitian

Gambar 3.1.Incinerator

(38)

21

F. Dinding chamber : Batu bata merah G. Casing incinerator : Plat baja tebal 2,8 mm

H. Cerobong : Diameter 160 mm tinggi 2,455 mm

I. Sistem : Tanpa mesin pembakar

J. Thermocouple : Tipe K (0 1000ºC)

b. Alat yang digunakan untuk pengujian mesin incinerator limbah padat rumah sakit adalah :

 Termokontrol (Thermocontrol)

 Termokopel (Thermocouple)

(39)

22

 Timbangan

Gambar 3.3. Timbangan Analitik Digital

c. Bahan yang digunakan untuk pengujian mesin incinerator limbah padat rumah sakit adalah :

 Batok kelapa

(40)

23

 Limbah padat rumah sakit meliputi pampers, botol infus, alat suntik,

plastik, botol air mineral dan botol obat.

Gambar 3.5. Limbah Padat Rumah Sakit

3.1.2. Alat dan Bahan Pengujian kandungan Abu

a. Alat yang digunakan untuk pengujian kadar abu hasil insinerasi adalah : i. Timbangan

ii. Erlenmeyer

iii. Labu iv. Cawan

v. Oven vi. Thermostat

vii. Desikator

viii. Krus porselen

b. Bahan yang digunakan untuk pengujian kadar abu hasil insinerasi adalah :

1) Abu hasil insinerasi

(41)

24

3.2. Diagram Alir Pengujian Alat

Diagram alir pengujian incinerator limbah padat rumah sakit ini adalah seperti pada gambar dibawah ini :

Tidak

Ya Ya

Gambar 3.6. Diagram Alir Pengujian Alat Pengujian suhu

incinerator antara 800-1000ºC

Pengujian Kandungan Abu meliputi parameter

Zn, Pb, Cr,Cu dan Cd

Analisa Data

Selesai Data Hasil Uji

Mulai

Studi Pustaka

Pengujian

Kesimpulan dan Saran Menyiapkan Alat dan

(42)

25

3.2.1. Studi Pustaka

Studi pustaka perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian yaitu untuk mencari dukungan fakta, informasi atau teori-teori untuk menentukan landasan teori serta untuk mengetahui dengan pasti apakah permasalahan yang dipilih belum pernah diteliti ataukah sudah pernah diteliti oleh peneliti-peneliti terdahulu.

3.2.2. Menyiapkan Alat dan Bahan

Sebelum melakukan pengujian mesin, hal yang harus dilakukan

adalah menyiapkan alat dan bahan. Dalam tahap ini dilakukan penggolongan jenis-jenis limbah yang sesuai dengan kemampuan mesin

incinerator dalam mengolah limbah padat medis. Limbah medis didapat dari RSJ Prof. Soerojo, Magelang.

3.2.3. Pengujian

Setelah alat dan bahan tersedia, hal selanjutnya yang dilakukan adalah pengujian untuk mengetahui kinerja mesin incinerator. Pengujian tersebut meliputi uji temperatur dan kadar abu hasil pembakaran yang dilakukan dengan membakar limbah padat medis. 3.2.4. Data Hasil Uji

Setelah pengujian selesai dilakukan, langkah selanjutnya yaitu pengambilan data hasil uji sehingga mempermudah proses analisis.

3.2.5. Kesimpulan dan Saran

Penarikan kesimpulan berdasarkan data yang diambil dari hasil proses pengujian yang telah dilakukan. Kesimpulan dimaksudkan untuk menjawab tujuan pengujian sedangkan saran untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dalam pengujian sehingga pihak yang akan memanfaaktkan hasil pengujian dapat mengetahui

(43)

26

3.3. Unjuk Kerja Alat Pembakar Limbah Padat Medis (Incinerator)

3.3.1. Penentuan Parameter Unjuk Kerja Alat Pembakar Limbah Padat Medis (Incinerator)

Parameter-parameter unjuk kerja alat pembakar limbah padat medis (Incinerator) yang diukur dalam uji unjuk kerja tersebut ditentukan berdasarkan analisa unjuk kerja alat. Analisis unjuk kerja alat meliputi penyebaran suhu, laju pembakaran, rendemen arang dan abu hasil pembakaran.

a. Penyebaran Suhu

Pengamatan dengan mencatat suhu incinerator mulai dari dihidupkan hingga pengoperasian incinerator dihentikan. Pencatatan suhu dilakukan setiap 5 menit dan mencatat semua perlakuan pada

incinerator.

Data penyebaran suhu digunakan untuk mengetahui proses pembakaran yang terjadi pada alat berlangsung secara merata atau tidak. Parameter yang diukur meliputi suhu ruang pembakaran utama dan suhu ruang asap. Pengukuran suhu menggunakan termokopel. Titik pengukuran suhu dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.6.

Tabel 3.1. Titik Pengukuran Suhu

No. Titik Pengukuran Jumlah

1. Suhu ruang bakar utama 1 titik

2. Suhu ruang asap 1 titik

(44)

27

Gambar 3.7. Letak Lubang Pengukuran Suhu Pada Incinerator

b. Laju Pembakaran

Parameter yang diukur untuk analisis laju pembakaran adalah bobot limbah dan lama pembakaran. Laju pembakaran dihitung dengan membandingkan bobot limbah yang dibakar (m) dengan lamanya proses

pembakaran (t).

Laju Pembakaran (kg/jam) =

. . . (3.1.)

c. Rendemen Limbah Sisa Pembakaran

Rendemen limbah sisa pembakaran digunakan untuk mengetahui kesempurnaan proses pembakaran. Parameter yang diukur untuk analisis rendemen sisa pembakaran adalah parameter bobot limbah sisa pembakaran yang dihasilkan oleh proses pembakaran dan bobot limbah yang dibakar. Nilai rendemen limbah sisa pembakaran dihitung dengan

presentase perbandingan bobot limbah sisa pembakaran dan bobot limbah yang dibakar.

Rendemen (%) =

(45)

28

3.3.2. Analisis kandungan Abu Sisa Pembakaran

Pengujian kadar abu menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS). Hasil uji tersebut dibandingkan dengan total kadar maksimum B3 untuk mengetahui kelayakan mesin incinerator dalam mengolah limbah padat medis berdasarkan Kep Bapedal No. 4 tahun 1995.

3.4. Pelaksanaan Pengujian

3.4.1. Pembakaran Limbah Padat Rumah Sakit

Pemusnahan limbah padat rumah sakit dilakukan dengan dibakar pada incinerator dengan suhu 998ºC. Pengujian dimulai dengan membakar Batok Kelapa sampai menjadi bara api yang akan digunakan sebagai bahan bakar untuk membakar limbah padat rumah sakit. Pada saat pembakaran juga dibantu sedikit jerami yang berfungsi sebagai sumbu api. Pembakaran batok kelapa memerlukan waktu 20 menit untuk mencapai suhu tertentu sehingga siap digunakan saat membakar limbah padat rumah sakit.

(46)

29

Setelah Batok Kelapa berubah menjadi bara api dan telah mencapai suhu tertentu, kemudian masukkan limbah padat rumah sakit dengan berat total 5 kg. Pengujian dilakukan dua kali pembakaran yaitu pada pembakaran pertama 2,5 kg dan pembakaran kedua 2,5 kg.

Gambar 3.9. Proses Pengisian Limbah Padat Rumah Sakit ke Incinerator

(47)

30

3.4.2. Pengukuran Suhu

Pengukuran suhu dilakukan langsung oleh peneliti. Pengukuran suhu menggunakan Termokopel Gambar 3.11. Pembacaan hasil pengukuran suhu menggunakan Termoreader tipe K dengan ketelitian 0 - 1000ºC dan tipe J dengan ketelitian 0 - 700 ºC. Dari pengukuran tersebut, didapat nilai suhu pada Gambar 3.12. dan Tabel 4.1.

Gambar 3.11. Pengukuran Suhu Menggunakan Termokopel

(48)

31

3.4.3. Pengujian Komposisi Abu

Prosedur uji komposisi abu sebagai berikut :

a. Homogenkan sampel, timbang dengan Erlenmeyer b. Tambahkan 15 ml HCl + 5 ml HNO3

c. Destuksi diplate pemanas hingga mendekati kering d. Tambah 10 ml air suling

e. Saring dilabu 25 ml, tambah air suling hingga tanda f. Baca dengan AAS

3.5. Waktu dan Tempat Pengujian Incinerator

Proses pengujian incinerator limbah padat medis dilaksanakan mulai hari Sabtu, 18 Juni 2016. Adapaun pelaksanaanya adalah sebagai berikut : a. Pengukuran temperatur incinerator dilakukan dirumah.

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengukuran Suhu Incinerator

Pengukuran suhu incinerator dilakukan guna mengetahui kelayakan

incinerator dalam mengolah limbah padat rumah sakit. Pengukuran suhu

incinerator dilakukan pada dua titik yaitu ruang bakar utama dan ruang bakar asap. Lihat Tabel4.1. dan Tabel 4.2.

Tabel4.1. Hasil pengukuran suhu incinerator Pada Ruang Bakar utama

No. Waktu Suhu

(50)

33

Berdasarkan pengukuran suhu incinerator yang telah dilakukan didapatkan data kenaikan dan penurunan suhu incinerator. Data tersebut diambil dengan mencatat nilai suhu setiap 5 menit. Pada pengujian tersebut dilakukan dua kali pengisian ulang limbah padat rumah sakit yaitu pada menit ke 30 dan 55. Pada ruang bakar utama kenaikan suhu mencapai 98 ºC pada 5 menit pertama, kemudian pada menit ke 35 mengalami penurunan karena dilakukan pengisian limbah. Pada menit ke 40 suhu kembali naik hingga mencapai titik maksimum 688ºC.

Tabel4.2. Hasil pengukuran suhu incinerator Pada Ruang Bakar Asap

(51)

34

Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Suhu dengan Lama Pembakaran Pada Ruang Asap Incinerator

Dari grafik Gambar 4.2., pada menit ke 5 sampai menit ke 30 merupakan tahap untuk membuat bara api dengan menggunakan Batok Kelapa. Pada tahap tersebut suhu terus meningkat yaitu mencapai 626ºC. Namun, Pada menit ke 35 suhu ruang bakar incinerator turun karena terjadi pengisian limbah dan kembali naik saat limbah mulai terbakar. Suhu kembali turun pada menit ke 60 karena terjadi pengisian ulang limbah dan kembali naik hingga suhu incinerator mencapai titik maksimum yaitu 998ºC. Pada

titik tersebut suhu mengalami penurunan dikarenakan habisnya limbah yang dibakar karena nilai dari suhu incinerator dibantu oleh pembakaran dari limbah itu sendiri. Pada grafik tersebut terjadi penurunan suhu yang signifikan yaitu antara menit ke 85 - 115, kemudian pada menit selanjutnya suhu mengalami penurunan secara lambat dan lebih stabil dikarenakan untuk mencapai suhu ruangan dibutuhkan waktu yang lebih lama.

Pada incinerator yang ada di Industri Klor Alkali, pada proses pembakaran digunakan bahan bakar LPG agar tercapai suhu pembakaran sekitar 900°C untuk mendapatkan aktivasi abu hasil pembakaran (Sumingkrat dkk. 2014). Jika dibandingkan antara keduanya maka nilai suhu incinerator

hasil rancangan Tugas Akhir lebih tinggi yaitu mencapai 998ºC, disamping itu lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar LPG dan

(52)

35

biaya pengoperasian lebih murah karena bahan bakar menggunakan Batok Kelapa.

Pradipta (2011) melakukan penelitian unjuk kerja incinerator dengan kapasitas 0,294 m³, berat limbah 18,3 kg. Pada penelitian tersebut, suhu

incinerator hanya mencapai 478ºC. Berdasarkan data tersebut maka

incinerator hasil rancangan lebih efisien karena suhu mencapai 998ºC, disamping itu dalam proses pembakaran tidak memerlukan bahan bakar seperti minyak dan gas. Namun yang menjadi kekurangan incinerator tanpa

menggunakan bahan bakar minyak dan gas yaitu memerlukan waktu yang lebih lama agar bisa mencapai suhu tertentu sampai bisa digunakan untuk membakar limbah.

Suhu maksimum dari incinerator hasil rancangan mencapai 998ºC dengan bahan bakar yang digunakan adalah Batok Kelapa. Pada suhu tersebut

incinerator tidak bisa digunakan untuk mengolah limbah sitotoksik karena untuk mengolah limbah sitotoksik dibutuhkan suhu sekitar 1200ºC. Sedangkan suhu incinerator hasil rancangan hanya mencapai 998ºC. Untuk mencapai suhu tersebut dibutuhkan bahan bakar dengan nilai kalor tinggi. Bahan bakar tersebut adalah Batubara yang memiliki nilai kalor 23864.75 kJ/kg. Nilai kalor tersebut lebih besar dibandingkan dengan Batok Kelapa yaitu 18200 kJ/kg hingga 19338.05 kJ/kg.

4.2. Kualitas Pembakaran 4.2.1. Waktu Pembakaran

Pembakaran yaitu proses untuk merubah karbon (C) dalam suatu bahan bakar menjadi CO2 dalam selang waktu tertentu. Waktu pembakaran dipengaruhi oleh bahan yang dijadikan umpan dan kesempurnaan proses pembakaran yang terjadi. Kesempurnaan pembakaran dipengaruhi oleh jumlah udara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran. Sehingga secara umum semakin luas lubang udara,

(53)

36

Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Waktu Pengujian Pembakaran

Berdasarkan grafik Gambar 4.3. pembakaran I memerlukan watu 25 menit untuk bisa membakar habis limbah padat rumah sakit sampai berubah menjadi abu sedangkan pembakaran 2 memerlukan waktu 20 menit. Artinya, pembakaran I memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan pembakaran II. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai udara yang masuk pada pembakaran I sehingga berpengaruh terhadap lamanya waktu pembakaran sedangkan suplai udara pada pembakaran II lebih banyak. Banyaknya udara yang masuk keruang pembakaran maka sirkulasi udara semakin merata dan kebutuhan udara optimal untuk proses pembakaran terpenuhi.

4.2.2. Laju Pembakaran

Waktu yang dibutuhkan untuk proses pembakaran berpengaruh terhadap laju pembakaran pada alat pembakar limbah padat rumah sakit (incinerator). Total waktu yang dibutuhkan incinerator untuk membakar habis limbah menjadi abu yaitu 20 menit (0,333 jam). Data tersebut diambil dari pembakaran ke II. Laju pembakaran dihitung dengan membandingkan bobot sampah yang dibakar (m) dengan lamanya proses pembakaran (t).

pengujian pembakaran 1 pengujian pembakaran 2

(54)

37 RSJ. Prof. Soerojo, Magelang sebanyak 7,5 kg/jam.

4.2.3. Rendemen Limbah Sisa Pembakaran

Rendemen limbah sisa pembakaran digunakan untuk mengetahui

kesempurnaan proses pembakaran. Parameter yang diukur untuk analisis rendemen sisa pembakaran adalah parameter bobot limbah sisa pembakaran yang dihasilkan oleh proses pembakaran dan bobot limbah yang dibakar. Nilai rendemen limbah sisa pembakaran dihitung dengan presentase perbandingan bobot limbah sisa pembakaran dan bobot limbah yang dibakar. Bobot limbah sisa pembakaran pada incinerator

yaitu 0,62 kg yang dihasilkan dari pembakaran 5 kg bobot limbah dan 8 kg bobot Batok Kelapa. Perhitungan rendemen limbah sisa pembakaran adalah sebagai berikut : mesin incinerator adalah 4,76 %.

(55)

38

karena nilai rendemen limbah sisa pembakaran dari incinerator hasil rancangan adalah 4,76 % sedangkan penelitian yang dilakukan Budiman (2001) yaitu 12,16 %.

4.3. Hasil Pengujian Kandungan Abu Hasil Pembakaran

Abu incinerator hasil pembakaran limbah padat rumah sakit yang suhunya mencapai 998ºC diambil dan diuji kandungannya dengan parameter yang telah ditentukan yaitu Zn, Pb, Cu, Cr dan Cd. Hasil pengujian

kandungan abu lihat Tabel 4.4.

Tabel 4.3. Hasil Lab. Pengujian Kandungan Abu Incinerator

No. Parameter Uji Hasil

Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengujian abu seperti pada Tabel 4.3. dapat disimpulkan bahwa limbah abu sisa incinerator dapat ditimbun pada landfill kategori I dikarenakan nilai Zinc (Zn)>5000 ppm sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 4 Tahun 1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan Dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. Adapun tingginya kandungan Zn diakibatkan oleh banyaknya jarum suntik yang ada pada limbah rumah sakit.

Saragih & Herumurti (2013) melakukan penelitian unjuk kerja

incinerator di Rumah Sakit TNI Dr.Ramelan Surabaya. Pada penelitian

(56)

39

didapat kandungan abu dengan parameter Zn nilainya 9221,22 ppm. Dari data tersebut mesin Incinerator yang ada pada Rumah Sakit TNI Dr. Ramelan Surabaya lebih efisien dibandingankan dengan mesin incinerator hasil rancangan karena nilai kandungan Zn lebih kecil dibandingkan dengan

(57)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari semua yang telah diuraikan dalam Laporan Tugas Akhir dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari pengujian yang telah dilakukan didapatkan nilai laju pembakaran mesin incinerator adalah 7,5 kg/jam sedangkan nila rendemen limbah

sisa pembakaran adalah 4,76 %.

2. Suhu pada mesin incinerator mencapai 998ºC. Nilai tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh KepMenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004 yaitu pengolahan aman limbah rumah sakit pada incinerator harus mencapai suhu antara 800-1000ºC. Namun, kemampuan pada mesin yang kami buat hanya berlaku untuk limbah farmasi, limbah infeksius dan benda tajam sedangkan untuk limbah sitotoksis tidak termasuk karena dibutuhkan suhu tinggi sekitar 1200 ºC untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara. 3. Kandungan abu dengan parameter Zn (9221,2 ppm), Pb (5,08 ppm), Cu

(58)

41

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlu adanya kajian berikutnya tentang kualitas udara yang dihasilkan dari incinerator

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Bapedal 1995. Keputusan Kepala Bapedal No.3. Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Budiman, A. (2001). Modifikasi Desain dan Uji Unjuk Kerja Alat Pembakar Sampah (Incinerator) Tipe Batch (Doctoral dissertation, Bogor Agricultural university (IPB)).

Girsang, V.E. & Herumurti, W. (2013). Evaluasi Pengelolaan Limbah Padat B3 Hasil Insinerasi di RSUD Dr Soetomo Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipir dan Perencanaan ITS (Surabaya, Indonesia).

Hidayah, E.N. (2007). Uji Kemampuan Pengoperasian Insinerator Untuk Mereduksi Limbah Klinis Rumah Sakit Umum Haji Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jatim.

Lolo, D.P. (2014). Analisis Penggunaan Incinerator Pada Pengolahan Sampah di Kota Merauke: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik (Universitas Musamus Merauke)

Pradipta, A. N. G. (2011). Desain dan Uji Kinerja Alat Pembakar Sampah (Incinerator) Tipe Batch Untuk Perkotaan Dilengkapi dengan Pemanas Air: Department of Mechanical & Biosystem Engineering, Fakulty of Agricultural Technology ( IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java, Indonesia ).

Rahardjo, H.P. (2013). Karakteristik Temperatur dan Reduksi Limbah Radioaktif Padat Ruang Bakar Prototipe Tungku HK-2010: Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (Bandung).

Saragih, J. L., & Herumurti, W. (2013). Evaluasi Fungsi Insinerator Dalam Memusnahkan Limbah B3 Di Rumah Sakit NI Dr. Ramelan Surabaya. Jurnal Teknik ITS, 2(2), D138-D143.

(60)

43

Wardhani, V. I. S., & Rahardjo, H. P. ANALISIS DISTRIBUSI TEMPERATUR PEMBAKAR LIMBAH RADIOAKTIF TIPE HK-2010: Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, Badan Tenaga Nuklir Nasional

(61)
(62)
(63)

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS

Ardi Dwi Prasetiono

Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 55183, Indonesia

Dwipras.ardi@gmail.com

Abstrak

Abu hasil pembakaran mesin incinerator melebihi nilai batas maksimum baku mutu dan incinerator masih memerlukan bahan bakar minyak maupun gas sehingga menambah tingkat emisi udara yang dihasilkan dan biaya operasional sangat tinggi. Penelitian yang dilakukan yaitu menguji kemampuan incinerator dalam mengolah limbah padat medis tanpa menggunakan bahan bakar minyak maupun gas, sehingga diperoleh suatu kerja yang efektif, hemat energi, ramah lingkungan dan biaya operasional yang murah. Pengujian dilakukan pada Incinerator kapasitas 0,0381 m3 dengan bahan bahan bakar menggunakan Batok Kelapa dengan berat 8 kg serta limbah padat rumah sakit dengan berat 5 kg. Parameter pengujian meliputi suhu maksimum incinerator, laju pembakaran, rendemen arang, rendemen abu, kandungan abu hasil pembakaran. Dari pengujian tersebut didapatkan bahwa suhu incinerator mencapai 998°C dengan laju pembakaran 7,5 kg/jam, rendeman arang yang dihasilkan yaitu 2,6% dari 13 kg bahan yang dibakar termasuk limbah dan batok kelapa, sedangkan rendemen abu yaitu 2,1%. Kandungan abu dari parameter Zn yaitu 9221,22 ppm, nilai tersebut masih melebihi nilai maksimum baku mutu yaitu >5000 ppm.

Kata kunci : Incinerator, suhu incinerator, kandungan abu.

I Pendahuluan I.I. Latar Belakang

Masalah lingkungan saat ini menjadi perhatian dunia termasuk di lingkungan rumah sakit yang menghasilkan berbagai limbah yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya pengendalian dan pengawasan terhadap upaya pengelolaan limbah di rumah sakit (Djohan dan Halim, 2014) [1].

Pada pengujian kandungan parameter logam abu incinerator didapatkan bahwa parameter logam Pb dan Zn melebihi baku mutu, masing-masing kadarnya 5209,38 ppm dan 6355,31 ppm [2].

Sumingkrat dkk. (2014) melakukan penelitian pengolahan limbah cair dengan limbah padat abu hasil pembakaran incinerator. Pada proses pembakaran digunakan bahan bakar LPG agar tercapai suhu pembakaran sekitar 900°C untuk mendapatkan aktivasi abu hasil pembakaran [3].

Namun yang sering jadi masalah dalam insinerasi ialah abu yang dihasilkan dari pembakaran melebihi nilai batas maksimum baku mutu dan incinerator masih memerlukan bahan bakar minyak maupun gas sehingga menambah tingkat emisi udara yang dihasilkan dan biaya operasional sangat tinggi. Penelitian yang

menggunakan bahan bakar minyak maupun gas, sehingga diperoleh suatu kerja yang efektif, hemat energi, ramah lingkungan dan biaya operasional yang murah.

II Dasar Teori

Pengolahan dan Pemusnahan Limbah

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Untuk itu, diperlukan pengolahan lebih lanjut supaya bahan yang terdapat pada limbah tersebut dapat terurai dengan baik sehingga aman bagi kesehatan manusia. Adapun tata cara pengolahan limbah rumah sakit yang telah digolongkan sebagai berikut

(KepMenKes R.I.

No.1204/MENKES/SK/X/2004) : 1. Limbah Infeksius dan Benda Tajam

(64)

pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman.

2. Limbah Farmasi

Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolitic incinerator), rotari kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang kesarana air limbah atau inersisasi. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui incinerator pada suhu diatas 800 - 1.000 ºC.

3. Limbah Sitotoksis

Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau kesaluran limbah umum. Pembuangan harus melalui insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200ºC dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Incinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.

Tabel 2.1. Total Kadar Maksimum abu dan Tempat Penimbunannya

III METODOLOGI PENGUJIAN Diagram Alir Pengujian Alat

Penentuan Parameter Unjuk Kerja Alat Pembakar Limbah Padat Medis (Incinerator)

Parameter-parameter unjuk kerja alat pembakar limbah padat medis (Incinerator) yang diukur dalam uji unjuk kerja tersebut ditentukan berdasarkan analisa unjuk kerja alat. Analisis unjuk kerja alat meliputi

1. Penyebaran suhu 2. Laju pembakaran

3. Rendemen arang dan abu

4. Kandungan abu hasil pembakaran.

Pengukuran Suhu

Pengukuran suhu dilakukan langsung oleh peneliti. Pengukuran suhu menggunakan Termokopel dan pembacaan hasil pengukuran suhu menggunakan Termokontrol dengan ketelitian maksimum 1000ºC.

Laju Pembakaran (Bbt)

Gambar

Tabel 2.1. Total Kadar Maksimum abu dan Tempat Penimbunannya.
Gambar 2.2. Desain Incinerator limbah padat medis
Gambar 3.1. Incinerator
Gambar 3.2. Termoreader dan Termokopel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa karbon aktif yang dihasilkan dari proses pirolisis limbah lumpur minyak dapat menyerap warna pada air terproduksi yang semula berwarna

Jadi dapat dikatakan bahwa dengan penambahan kandungan limbah dan pengurangan bahan polimer epoksi dalam proses imobilisasi, maka akan dihasilkan suatu bentuk blok

Pengelolaan limbah padat medis dan nonmedis rumah sakit sangat dibutuhkan. bagi kenyamanan dan kebersihan rumah sakit, karena dapat memutuskan

PENGOLAHAN LIMBAH PLASTIK JENIS KANTONG KRESEK DAN GELAS MINUMAN MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS MENJADI BAHAN BAKAR MINYAK.. Muhrinsyah Fatimura 1 ,Rensi Sepriyanti 2

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik observasi kegiatan pengelolaan limbah padat medis sebagai upaya melengkapi data wawancara sehingga data penelitian

Hasil uji coba pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar minyak maka diperoleh kesimpulan bahwa: teknologi yang praktis digunakan adalah menggunakan metode pirolisis lambat

Gasifikasi dengan bahan bakar limbah padat aren akan menghasilkan laju kenaikan suhu yang lebih cepat dibandingkan dengan proses gasifikasi dengan bahan

Hasil uji coba pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar minyak maka diperoleh kesimpulan bahwa: teknologi yang praktis digunakan adalah menggunakan metode pirolisis lambat dengan