ANALISIS KESESUAIAN LAHAN TAMBAK KONVENSIONAL
MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI
DENGAN BANTUAN
DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Oleh
:
NANA SUWARGANA
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
Nana Suwargana. Analisis Kesesuaian Lahan Tambak Konvensional Melalui Uji Kualitas Lahall dan Produksi dengan Bantuan Data Penginderaan Jauh dan SIG. Dibimbing oleh Sudarsono dan Vincentius P Siregar.
Wilayah pesisir pantai merupakan daerah yang sangat potensial untuk areal pengembangan budidaya tambak dan merupakan budidaya perairan air payau yang mudah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Karena luasnya budidaya tambak di Indonesia sulit untuk dilakukan evaluasi secara konvensional, maka dengan memanfaatkan teknologi remote sensing (penginderaan jauh) mampu menjawab tantangan masalah tersebut.
Penutup lahan wilayali pesisir pantai seperti bakau, pemukiman, sawah dan sebagainya merupakan factor penting dalam menentukan kesesuaian lahan pesisir. Data citra Landsat-TM (satelit) dan System Informasi Geografi (SIG) nlampu dimanfaatkan untuk nlengungkap fenomella penutup lahan tersebut, sehingga mampu membuat peta kesesuaian lahan. kkususnya untuk lahan tambak udanghkan. Penentuan kesesuaian lahan dilakukan dengan dua n~odel, pertama adalah model overlay dari beberapa peta tematik (Hansanugraha, 2000), kedua adalah model yang diajukan yaitu dengan menentukan model pendekatan parametrik dengan memasukan parameter penunjang dari setiap kualitas lahan. Dari model yang diajukan dapat diperoleh nilai tingkat kesesuaian lahan terhadap nilai produksinya.
Penentuan kesesuaian lahan dengan pembobotan parameter dari beberapa peta tematik diperoleh gambaran tentang distribusi kesesuaian lahan tambak yang terdiri atas klasifikasi sesuui, cukup sesuai, dun tidak sesuai. Distribusi lahan yang sesuai diperkirakan berkisar 22530,5 hektar dan areal cukup sesuai berkisar 20966,2 hektar. Produksi tambak berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 berkisar 12027,9 ton per tahun dari areal tambak yang dikelola seluas 15907 hektar. Sedangkan perkiraan produksi berdasarkan luasan citra Landsat-TM tahun 2001 berkisar 13564,06 ton dari areal tambak seluas 179393 hektar.
Penentuan kesesuaian lahan dengan mengikuti pemikiran Hansanugraha hasilnya hanya memberikan informasi yang bersifat spasial saja dari beberapa peta tematik tanpa memasukan parameter penunjang lainnya seperti mutu air dan mutu media, sehingga tidak cukup banyak nlemberikan informasi. Sedangkan model penentuan kesesuaian lahan yang diajukan dalam penelitian ini cukup lengkap, karena selain menganalisis data tematik juga dimasukan factor penunjang lainnya, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih baik.
Hasil pengujian menjelaskan bahwa berdasarkan data produksi yang diuperoleh dilapangan dapat menunjukan bahwa kriteria kesesuaian lahan tambak konvensional di dalam lokasi penelitian untuk tingkat sesuai dan cukup sesuai sama, namun bersyarat bergantung musim, karena parameter penunjang dari mutu air mudah dipengaruhi oleh keadaan musim.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul :
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN TAMBAK KONVENSIONAL
MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI DENGAN
BANTUAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN TAMBAK KONVENSIONAL
MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI
DENGAN BANTUAN
DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Oleh
:NANA SUWARGANA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Tanah
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : ANALISIS KESESUAIAN LAHAN TAMBAK
KONVENSIONAL MELALUI UJI KUALITAS LAHAN DAN PRODUKSI DENGAN BANTUAN DATA
PENGINDERAAN JAUH DAN SIG.
Nama Mahasiswa : Nana Suwargana
Nomor Pokok : 9981808
Program Studi : Ilmu Tanah
Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc Ketua
Dr. Ir. Vincentius P. S i w a r , DEA Anggota
2. Ketua Program Studi ram Pascasarjana IPB,
Ilmu Tanah
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1955 di Banjar Jawa Barat. Putera ke empat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Djadja Hasanmuwardi (almarhum) dan Ibu Tjutju Antinah (almarhum). Telah menikah pada tahun 1984 di Bogor dengan pasangan Mulia Siti Nurochmah dan mempunyai satu anak laki-laki Arga Mulia Qausar (17) dan dua anak perernpuan Liana Nurul Qowiyyu (12) dan Sulistia Nurul Qomuyyu (5).
Pendidikan yang telah ditempuh adalah SD Negeri I Banjar Jawa Barat lulus tahun 1967, SMP Negeri I Banjar Jawa Barat lulus tahun 1970, SMA Negeri I Banjar Jawa Barat lulus tahun 1973, dan Universitas Padjadjaran Bandung, Fakultas Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam, Jurusan Fisika lulus tahun 1982.
Penulis pernah mengajar di Universitas Ibnu Khaldun Bogor dari tahun 1983 s/d tahun 1987, di Universitas Yarsi Jakarta dari tahun 1990 s/d tahun 1998 dan ~ns'titut Teknologi Budi Utomo Jakarta dari tahun 1992 s/d tahun 1998. Sejak tahun 1984 hingga sekarang penulis bekerja di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional pada Kedeputian Penginderaan Jauh, Pusat Pengembangan Pemanfaatan Inderaja Satelit sebagai staf peneliti dalam bidang kelautan.
PRAKATA
Syukur Alharndulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sejak memulai perkuliahan hingga akhir penulisan tesis pada Program Pascasajana Institut Pertanian Bogor.
Penulisan tesis ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terirnakasih kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Sudarsono, M.Sc, pembimbing utarna, Bapak Dr.Ir. Vincentius P Siregar, DEA, anggota pembimbing atas segala saran dan waktu yang diberikan dalam membimbing penulis, kemudian kepada Bapak Drs. Bambang S Tejasukmana, Dipl. Ing selaku Deputi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antarikasa Nasional,
Pekayon Jakarta Tirnur yang telah memberikan kesempatan dan mengijinkan pehulis mengtkuti Program Magister Sains di Institut Pertanian Bogor serta saudara Syarif Budman Spi, selaku staf Pengembangan Pemanfaatan ~ndtirija Satelit, juga saudara Suhartono dan BMR Subowo selaku staf bidang Instalasi Pengolahan Data yang telah membantu penulis dalam pengolahan citra, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak ada gading yang tidak retak, oleh karena itu penulis menyadari bahwa
dalam penulisan tesis ini mungkin terdapat kekurangan, dengan dernikian segala saran
dan kritik sifatnya konstruktif sangat diharapkan untuk kesempumaan tesis ini.
Bogor, Agustus 2002
DAFTAR IS1
Halaman DAFTAR TABEL
...
x DAFTAR GAMBAR...
xii...
DAFTAR LAMPIRAN
...
xlll PENDAHULUAN...
1...
Latar Belakang 1
Permasalahan
...
3...
Tuj uan 3
...
Hipotesis 4
Kegunaan
...
4 TINJAUAN PUSTAKA...
5 Keadaan Daerah...
5 Budidaya Tambak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya...
6...
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG)
...
Penginderaan j auh
...
Sistem Informasi Geografi (SIG)
...
Evaluasi Lahan
...
BAHAN DAN METODE
...
Tempat dan Waktu
...
Bahan dan Alat
Metode
...
Interpretasi citra Landsat-TM...
Basis Data dan Integrasi Citra Landsat-TM dalam SIG...
...
Pengamatan Lapangan
...
Kesesuaian Lahan dan Analisis Spasial
Penentuan Kesesuaian Lahan Model Harsanugraha
...
Penentuan Kesesuaian Lahan Model yang Diajukan...
...
Uji Kesesuaian lahan dengan Produksi dan Studi Bandingnya HASIL DAN PEMBAHASAN
...
...
Identifikasi Lahan
Perbandingan antara Model Hansanugraha dengan Model yang Diajukan
..
KESIMPULAN DAN SARAN...
...
DAFTAR PUSTAKADAFTAR TABEL
Tabel 1 . Kriteria Kualitas Air untuk Udang dan Bandeng ... 12
Tabel 2 . Klasifikasi Perairan Berdasarkan Salinitas ... 13
Tabel 3 . Pengaruh pH Terhadap Spesies Ikan ... 16
Tabel 4 . Hubungan Antara Tekstur Tanah dengan Pertumbuhan Klekap di
Tambak ... 22
Tabel 5 . Kriteria Kesesuaian Lahan Tambak ... 39
. .
Tabel 6 . Parameter Faktor Pembobot dan Nilai Kesesuaian Lahan Tambak ... 41
Tabel 7 . Klasifikasi Bobot Nilai untuk Kesesuaian Lahan Tambak ... 42
Tabel 8 . Pembobotan Parameter untuk Kualitas Lahan (Data pendukung) ... 44
Tabel 9
.
Data Curah Hujan Rata-rata bulanan dan tahunan selama 10 tahununtuk daerah Kabupaten Indrarnayu
...
55Tabel 10 . Karakteristik Tanah Hasid Analisis
...
61Tabel 1 1 . Hasil Pengukuran Kualitas Air di beberapa Sungai pada Bulan kering
( Tanggal 20-24 Oktober 2001) dan Bulan Bsah (Tanggal 29-3 1
Januari 2002) ... 64
Tabel 12 . Jadwal Pola Budidaya Udang Windu dan Bandeng ... 76
Tabel 13 . Perkembangan Produksi Tambak Udanflkan Dirinci menurut Cabang
Usaha di Kabupaten Indramayu dan kabupaten Cirebon ... 77
Tabel 14 Produksi Panen Tambak dan bandeng Berdasarkan Wawancara Langsung dengan Petani Tambak di Kabupaten Indramayu dan
Cirebon ... 79
Tabel 15 . Perhitungan Model Pendekatan Parametrik dengan Pembobotan dan
Nilai Skornya ... 81
Tabel 16 . Hasid Perhitungan Produksi dengan Perkiraan & A d a n Citra Satelit
[image:143.591.74.528.59.764.2]DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 . Peta Wdayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon
...
Gambar 2 . Layer Data Infomasi Geograti ...Gambar 3 . Tahapan Overlay masing-masing Peta Ternatik ...
Gambar 4 . Diagram Alir Proses Pengolahan Kesesuaian Lahan Tambak ...
Gambar 5 . Citra Komposit Warna Kana1 542 ... .-. ...
Gambar 6
.
Citra Hasil Klasifikasi ...Gambar 7
.
Pola Musim Basah dan Keringdi
Kabupaten Indramayu...
Gambar 8a.
Pola Prubahan Suhu...
...
Gambar 8b
.
Pola Penrbahan KecerahanGambar 8c
.
Pola Perubahan Oksigen Terlmt...
...
Gambar 8d
.
Pola Perubahan pH...
...
.
Gambar 8e Pola Perubahan Salinitas
.
.
66Gambar 9 . Peta Kesesuaian Lahan Tambak Model Hansanugraha
...
69Gambar 10 . Pola Produksi Berdasarkan Kesesuaian (Wawancara dengan Patani ) 80
Gambar 1 1 . Luas Kawasan Tambak
...
86Gambar 12 . Pola Produksi Tambak Per tahun ... 86
Gambar 13
.
Peta Kesesuaian Lahan Tambak Model yang Diajukan...
92-C - .
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Usaha pemerintah untuk meningkatkan devisa nonmigas dan meningkatkan pendapatan petani tambak pada khususnya telah tertuang dalam Program Pemerintah pada Pola Umum Jangka Panjang dan Pola Umum Jangka Pendek yang menjabarkannya tertuang dalam Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Ekonomi Pertanian. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN,
1993), menetapkan bahwa pola pembangunan perikanan lebih diarahkan pada upaya peningkatan pendapatan dan taraf hidup nelayan dan memajukan kualitas kehidupan desa pantai melalui peningkatan produksi ikan guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta meningkatkan nilai ekspor. Agribisnis perikanan dikembangkan melalui pola perikanan inti rakyat dengan memperkuat koperasi, melalui pembangunan serta penerapan teknologi maju dalam berbagai usaha budidaya ikan di daerah pantai, tambak, dan air kawar, serta usaha penangkapan ikan di daerah pantai dan daerah lepas pantai. Upaya tersebut sangat realistis karena sebagian besar wilayah Repubilk Indonesia merupakan wilayah perairan laut yang sangat luas, mempunyai sumber daya alam yang berlimpah dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, perlu dikelola secara terpadu agar memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat khususnya petani tambak dan menjaga kelestarian linglcungannya tetap terjaga.oleh program pemerintah juga dorongan faktor ekonomi dan bisnis, karena pengelolaan
tambak udang memberikan keuntungan yang relatif besar. Akan tetapi, pesatnya
pembukaan kawasan budidaya tambak udang ternyata banyak menimbullcan kerusakan
ekosistem di wilayah pesisir, seperti kerusakan hutan bakau. Hal ini banyak terjadi di
wilayah pesisir timur Provinsi Lampung, wiiayah pantai utara Pulau Jawa, beberapa lokasi
di wilayah pesisir Pulau Bali, dan di Provinsi Sulawesi Selatan ( Harsanugraha &
Budiman ,2000).
Sejalan dengan perkembangan tambak yang sangat pesat perlu diwaspadai pola
pengembangan teknik pengelolaan usaha tambak tersebut secara terkontrol dan terpadu,
demi untuk mempertahankan kelestarian lingkungannya Apabila dalam pengelolaannya
tidak dilakukan secara benar maka akan berdampak negatif dan berbahaya bagi
kelangsungan hidup biologis pantai. Maka dari itu perlu diperhatikan persyaratan dan
kesesuaian lahan yang dapat menguntungkan bagi kelangsungan budidaya tambak untuk
masa jangka panjang dan berkelanjutan dengan menjaga prinsip kelestarian lingkmgannya.
Informasi kesesuaian lahan di wilayah pesisir sangat membantu dalam ha1
memformulasikan berbagai kebijakan dalam perencanaan program-program pengelolaan
sumberdaya lahan pantai secara optimal dan lestari. Untuk mengamb'il kebijakan tersebut
diperlukan adanya informasi yang cepat, lengkap dan akurat. Salah satu upaya untuk
memperoleh informasi tentang kesesuaian lahan untuk pengembangan budidaya tambak
yang berpotensi secara ekstensif dan terpadu dapat dianalisis melalui penerapan teknologi
penginderaan jauh (Citra Landsat-TM) dan penerapan sistem informasi geografi (SIG), serta
Citra Landsat-TM mempunyai potensi pemanfaatan untuk mengaji jenis dan kondisi
obyek di permukaan bumi yang terbarukan serta dapat d i t k a n untuk menentukan
lokasi dan luasan areal pembangunan tambak. Sedangkan sistem informasi geografi (SIG)
diterapkan untuk menentukan sistem kesesuaian lahannya dan penentuan pendekatan
parametric untuk menentukan penilaian produktivitas terhadap setiap tingkat kesesuaian
lahannya.
Daerah yang dipilih sebagai obyek peneiitian adalah wilayah pesisir pantai kabupaten
Indramayu hingga kabupaten Ciebon. Dengan dasar pertimbangan daerah tersebut
mempunyai areal yang relatif luas untuk wilayah Jawa Barat, lingkungan pesisir yang
beragam yakni; banyak pemukiman, laju sedimentasi cukup tinggi, dan dekat dengan
wilayah pemsahaan migas Pertamina (unit pengolahan minyak).
Tambak udang merupakan budidaya perikana. air payau di pesisiu pantai yang
rentan terhadap lingkungan. Banyak budidaya tambak konvensional yang dikembangkan
di Indonesia belum mendapat hasil yang optimum, karena terbentur oleh beberapa faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas lahannya. Karena luasnya budidaya tambak
di Indonesia sulit untuk dilakukan evaluasi secara konvensional, maka dengan teknologi
penginderaan jauh dan SIG serta dengan cara penentuan model pendekatan parametrilk dari
pengujian kualitas lahan, merupakan alternatif yang tepat dalam mengatasi permasalahan di
atas.
Dengan menggunakan data penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan untuk
parametrik dapat diperoleh informasi nilai kesesuaian lahan tambak yang sesuai terhadap
nilai produksinya.
Tuiuan
1. Mengevaluasi kesesuaian lahan tambak konvensional yang dipetakan berdasarkan pengolahan citra satelit dan SIG.
2. Mengkaji kelas kesesuaian lahan tambak konvensional terhadap nilai produktivitasnya
.
3. Menguji kriteria kualitas lahan ke dalam kelas kesesuaian lahan tambak konvensional.
Hiwtesis
1. Kriteria kesesuaian lahan tambak udang konvensional di dalam lokasi penelitian untuk
tingkat sesuai dan cukup sesuai sama.
2. Produktivitas tambak konvensional di dalam lokasi penelitian bergantung pada sistem pengendalian manajemennya
Kegunaan
1. Untuk memberikan informasi berupa model kesesuaaian lahan tambak konvensional yang dikaitkan dengan nilai produktivitasnya.
TINJAUAN PUSTAKA
w a n Daerah
Wilayah Kabupaten Indramayu terletak di Pantai Utara Laut Jawa, let& geografisnya
antara 107' 52'
-
108' 36' Bujur Timur dan 6' 14' - 6' 40' Lintang Selatan. Luas wilayahnya sekitar 2.000,99 l d dengan jumlah penduduk tahun 2000 sebanyak 1.563.390 jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 18.607 jiwa bermata-pencaharian dalam bidangperikanan tambak. Pengembangan budidaya perikanan di Kabupten Indramayu sesuai
dengan potensinya yang berada di sepanjang 114 km Pantai Utara Jawa, dengan kondisi sumberdaya alam lainnya serta sumberdaya manusia yang ada, merupakan daerah yang
potensial bagi kegiatan perikanan. Kabupaten Indramayu terdii dari 22 wilayah
kecamatan. Berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 yang tennasuk Sentra Usaha
Budidaya Air Payau (Tambak) hanya 9 kecamatan dan tercatat seluas 15.080 hektar, namun
dari luas tersebut telah dimanfaatkan seluas 13.497 hektar, yang dikelola oleh 4.939 RTP,
yaitu kecamatan Sukra (137,s hektar), kecamatan Kandanghaw (451 hektar), kecamatan
Losarang (4143,s hektar), kecamatan Lohbener (545,3 hektar), kecamatan Indramayu
(2391,4 hektar), kecamatan Balongan(80,6 hektar), kecamatan Sindang (4754,5 hektar),
kecamatan Krangkeng (975,5 hektar) dan kecamatan Juntinyuat (49,2 hektar).
Wilayah kabupaten Cirebon memiliki luas wilayah sekitar 960,O lad dengan panjang
pantai 54,O km dan merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di
bagian timur serta merupakan batas sekaligus sebagai pintu gerbang antara Propimi Jawa
Barat dan Jawa Tengah. Letak geografisnya antara 108' 40'
-
108' 48' Bujur Timur dan 6'terdiri dari 23 kecamatan dan berdasarkan Dinas Perikanan tahun 2000 yang termasuk
Sentra Usaha Budidaya Air Payau (tambak) hanya 6 kecamatan dan tercatat seluas 7500
hektar tetapi yang dikelola hanya seluas 2410 hektar tersebar di 6 kecamatan pantai yaitu kecamatan Kapetakan (212,75 hektar), Cirebon Utara (135 hektar), kecamatan Mundu (4,5
hektar), kecamatan Astanajapura (141,lO hektar), kecamatan Babakan (112 hektar), dan
Kecamatan Losari(168,15 hektar). Peta Wiayah kabupaten Indramayu dan kabupaten
Cirebon di sajikan pada Gambar 1.
Budidava Tambak dan Fakto~faktor vanv Memaenearuhinva
Pengertian tambak adalah kolam ikan yang dibuat pada lahan pantai laut dan
menggunakan air laut (bercampur dengan sungai) sebagai penggenangannya. Tambak
berasal dari kata "nambak'' yang berarti membendung air dengan pematang sehingga terkumpul pada suatu tempat. Bentuk tambak umumnya persegi panjang dan tiap petalcan
dapat meliputi areal seluas 0,5 sampai 2 ha. Deretan tambak dapat mulai dari tepi laut terus
ke pedalaman sejauh 1-3 km (bahkan ada yang sampai 20 km) tergantung dari sejauh mana
air pasang laut dapat mencapai daratan. Sika dilihat dari jauh daerah pertambakan akan
nampak seperti petak-pet& sawah yang tergenang air.
Kegiatan budidaya tambak merupakan kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan
lingkungan perairan untuk membesarkan biota air m a optimal. Agar kegiatan budidaya
tambak dapat berkelanjutan dan optimal maka pemilihan lokasi harus dilakukan secara
benar dan menurut kaidah-kaidah ekologis dan ekonomis. Menurut Hardjowigeno &
Widiatmaka ( 2001), berdasarkan atas letak tambak terhadap laut dan muara sungai yang
Peta Adrnlnlmasl
Kabupaten lndrarnayu
Kabupaten Cirebon
Surnber data:
Peta Kabupsten (Pernda lndramrrju dan Cjrebon]
Sistem Koordinat UTM. zone 48
(a) tambak Lanyah , adalah tambak yang terletak dekat sekali dengan laut atau
lebih jauh, tetapi air laut masih dapat menggenangi tambak tanpa mengurangi
salinitas yang menyolok, sehingga tambak tersebut berisi air laut yang berkadar
garam setinggi 30 o/oo
Air
tambak lanyah cenderung untuk senantiasa berkadar garam tinggi, karena air yang mas& adalah air laut yang memang tinggi kadargaramnya dan sebagai &bat penguapan sehari-hari sesudah
air
ditahan dalampetakan tambak Campuran dengan air tawarlair sungai sangat sedikit atau
bahkan tidak ada. Air tambak sangat meningkat saliitasnya pada musii
kemarau karena penguapannya lebii tinggi dan kurangnya air hujan yang masuk
pada petakan tambak tersebut Keadaan ini akan menurunkan produktivitas
tambak, dan hanya dapat diperbaiki bila air laut pasang baru dapat dialirkan
ke dalam petakan tambak, atau terjadi hujan
(b) tambak Biasa ; adalah tambak yang terletak di belakang tambak lanyah dan
selalu terisi campuran
air
asin dari laut danair
tawar dari sungai. Setelah keduamacam air tersebut ditahan dalam petakan tambak (petakan air ditutup setelah
petakan penuh air), maka terciptalah air payau dengan kadar garam sekitar 15
Oleo
Sebelum pintu tambak ditutup, yaitu waktu tambak belum digunakan untukmemelihara ikan, airnya menjadi asin biia tambak terisi dengan air pasang laut,
dan menjadi tawar jika terisi air sungai waktu lautnya surut. Dalam musim
kemarau kadang-kadang hanya parit k e l i g dalam petakan tambak saja yang
terisi air
(c) tambak darat ; adalah tambak yang terletak jauh dari pantai laut. Kebanyakan
pantai maka letaknya menjadi jauh dari pantai sehingga menjadi tambak darat.
Persediaan air dapat dipertahankan cukup selama musim hujan saja. Kalau
hujan berkurang maka, sebagaian dari tambak itu menjadi kering sama sekali,
sehingga pengusahaannya kadang-kadang hanya dapat berlangsung selama 9
bulan saja setiap tahunnya. Sebagai sarana produksi
ikan
dan udang air payau, tambak darat ini kurang memenuhi syarat karena W t a s air yang terlalurendah (5-10 OIOO). Namun demikian tambak ini dapat digunakan untuk produksi
jenis ikan yang lain yang tahan terhadap salinitas yang rendah seperti ikan tawes
dan mujaer. Walaupun yang dipelihara
ikan
air tawar, tetapi tetap disebuttambak karena cara pengelolaannya masih menggunakan pengelolaan tambak.
Tambak Konvensional
Tambak konvensional adalah usaha pemeliharaan udangliian, baik udang
(monokultural) maupun udang dan bandeng (polikultural) yang sebagian besar
pengelolaannya bergantung pada iigkungan
dan
rnakanan alami tanpa bantuan peralatantambahan seperti peralatan untuk aerasi. Sedangkan untuk budidaya tambak
modernlinsentif adalah usaha pemeliharaan u d a n g / i dengan penebaran benih yang
tinggi, diberi makanan bantuan, dilengkapi perlengkapan tambahan untuk aerasi seperti
aerator, blower, kompresor, pompa
air,
kincir angin dengan kontruksi benar-benar kokohdan
Pemeliharaan Tambak
Di dalam mengkaji kesesuaian lahan tambak, perlu diketahui terlebih dahulu
parameter-parameternya yang sesuai. Parameter yang umum dipakai adalah sumber air
dan debitnya, amplitudo pasang surut, topograli, iklim, sifat tanah. Parameter-parameter
tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi budidaya tambak.
Disamping suplai air harus cukup, kualitasnyapun harus baik dan memenuhi syarat
bagi kehidupan dan p-buhan udangikan serta organisme pakan ikan seperti kelekap.
Sebelum tambak ditebari dengan benih udangikan, perlu dilakukan pengeringan dasar
tambak yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, berlangsungnya mineralisasi
bahan organik dan membuang bahan-bahan beracun seperti H2S dan amoniak. Kemudian dilanjutkan dengan pemupukan tanah dasar tambak untuk merangsang pertumbuhan
kelekap. Pupuk yang diberikan adalah pupuk organik sebanyak 0,s sampai 3,O
toniha/musim, tergantung dari kadar bahan organik tanah tersebut dan jenis pupuk kandang
yang dipakai.
Menurut S u r i a d i i a (1996), setelah dilakukan pemupukan organik, air dimasukan ke dalam tambak setinggi 3 sampai 10 cm, dan pintu air ditutup rapat. Selanjutnya air
dalam tambak dibiarkan menguap sampai keadaan dasar tambak kering seperti semula. Hal
ini dimaksudkan untuk meresapkan pupuk ke dalam tanah dan tejadinya proses
mineralisasi pupuk organik. Tambak kemudian diairi lagi sampai mencapai ketinggian 10
cm dan baru diberi pupuk anorganik yakni Urea dan TSP dengan takaran masing-masing 50
sampai 100 kgMmusim.
Pemberian pupuk dilakukan secara bertahap. Tahap pertama diberi 113 bagian, dan
tambak telah terlihat adanya pertumbuhan kelekap dengan subur (warna hijau muda), maka
tambak diairi setinggi 20
cm
dan secara bertahap dinaikkan lagi hingga mencapai tinggi air40-60 cm dari pelataran tambak. Selanjutnya tambak siap untuk ditebari benih udangtikan.
Tambak bandeng dapat dibuat dengan bentuk empat persegi panjang dengan
perbandiigan 1:2 atau 1:3. Dalam satu unit tambak sebaiknya dilengkapi dengan petak
peneneran
dan
petak pengglondongan dengan luas masing-masing 300 sampai 500 mZ dan1000 sampai 3000 mZ. Petak pengglondongan bertujuan untuk pemeliharaan nener menjadi
glondongan yaitu ikan muda yang berukuran panjang 5-12 cm, yang kemudian akan
dipelihara dalam petak pembesaran.
Sumber Air dan Kualitasnva
Air merupakan media untuk kehidupan ikan dan tempat perhunbuhan plankton yang
merupakan salah satu sumber rnakanan ikan. Air dalarn tambak umumnya kedalaman antara
40-60 cm dari d a m pelataran tambak atau 80-100 cm dari d a m parit keliling. Permukaan
air tambak dibuat sejajar dengan permukaan air pasang rata-rata.
Kondisi wilayah hutan bakau sangat erat kaitannya dengan faktor hidro oseanografis.
Faktor-faktor yang berkenaan dengan karakteristik antara lain fluktuasi pasang surut,
gelombang, kecepatan arus sungai dan elevasi lahan. Keempat komponen tersebut,
bersamaan dengan pengaruh berbagai faktor lainnya (karakteristik kimia-fisika) seperti
oksigen terlarut (DO), salinitas, suhu, kekeruhan, derajat keasaman (pH), amoniak, dan
Boyd & Claude (1991), mengemukakan bahwa produksi ikan dalam tambak
berhubungan erat dengan kualitas air. Penilaian kualitas air untuk udang dan bandeng disajikan dalam Tabel 1
Sumber : Boyd & Claude, E (1991)
Oksigen Terlarut (DO)
Pada umumnya ikan dan udang tidak dapat mengambii oksigen langsung dari udara,
oleh karena itu oksigen yang d i p untuk pernapasannya hams dalam bentuk terlarut dalam
air.
Menurut S u r i a d i a (1996), oksigen terlarut merupakan salah satu peubah mutu airyang mampu mempengaruhi peubah lain. Konsentrasi karbon dioksida dan pH harian air
tambak berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi oksigen terlarut. Perubahan pH
mempengaruhi keseimbangan reaksi amoniak dan senyawa sulfida serta senyawa lain seperti
berbagai hidroksida logam. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh peubah lain seperti suhu, dinitas, bahan organik dan kecerahan. Peningkatan suhu, dinitas, bahan
organik dan kecerahan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut. Oksigen terlarut yang
terlalu rendah dapat menghambat perhmbuhan, bahkan mematikan ikan yang dipelihmya.
Menurut Achmad (1991), oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan udang
a) Salinitas
Salinitas atau kadar garam adalah kandungan berbagai garam terutama garam NaCl
dalam air laut. Menurut Suriadikarta (1996), salinitas adalah konsentrasi ion-ion terlarut
dalam air, yang sering dinyatakan dalam
rng,
tetapi dalam bidang perikanan salinitas inisering diukur dalam &). Salinitas membedakan jenis air menjadi air tawar, air laut dan air payau. Pertambakan dibuat di daerah pantai dimana air laut dan air tawar bercampur
sehingga d i t a s n y a ditentukan oleh proporsi percampuran tersebut. Bila sungai-sungai
kecil bermuara ke laut maka kadar gardsalinitas air di daerah estuarin itu akan tinggi,
tetapi bila sungai-sungai besar yang bermuara ke laut maka salinitas air daerah estuarin itu
akan rendah. Mintardjo et al, (1984), menyatakan bahwa berdasarkan d i t a s n y a , perairan
digolongkan menjadi berbagai kelas seperti tertera pada Tabel 2.
Perairan payau pada umumnya berada pada kelas oligohaline sampai polyhaline. Di
daerah yang curah hujannya tinggi air tambak berada pada kelas oligahiline dan mesohaline,
didaerah yang curah hujannya sedang pada kelas mesohaline sampai polyhaline, sedangkan
daerah yang relatif kering (curah hujan rendah) berada pada kelas perairan laut.
Tabel 2. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Salinitas
Perairan tawar
I
3.0- 16.5
I
Mesohaline16.5 - 30.0
/
PolyhalineI
> 40.0
i
Hipersaline7
Setiap jenis ikan dan udang mempunyai kisaran toleransi salinitas yang berbeda antara spesies satu dengan spesies yang lainnya dan antar kelompok umur dalam spesies
yang sama. Salinitas terbaik untuk udang antara 12-20 'loo . Pada salinitas 2 35 'loo
pertumbuhan udang terhambat, sedangkan pada salinitas 2 50 OIOO udang mulai mati.
Menurut Achmad (1991), pada salinitas < 12 'loo udang tidak terganggu seperti pada salinitas tinggi tapi metabolisme pigmen tidak sempurna (warna udang lebii bin)dan kulit
lunak sehingga lebih mudah diserang penyakit, sedangkan untuk bandeng salinitas yang
terbaik adalah 15 -30 '10~. Pada umumnya telah disepakati bahwa salinitas 10 - 15 'Im adalah baik untuk dipertahankan di tambak.
b) Suhu
Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air,
sehingga sangat berpengamh terhadap kehidupan dan pertumbuhan hewan air (ikan dan
udang). Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu sampai
batas tertentu yang dapat menekan kehidupan ikan dan bahkan menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan selain berpengaruh langsung, suhu juga mempengaruhi kelarutan gas-gas
dalam air, termasuk oksigen.
Semakin tinggi suhu, semakin kecil kelarutan oksigen dalam air, padahal kebutuhan
oksigen bagi ikan dm udang semakin besar karena tingkat metabolisme semakin tinggi.
Achmad (1991) menyebutkan bahwa udang windu masih dapat tumbuh n o d pada suhu
35' C. Suhu air optimal bagi udang terletak antara 28' C sampai 30' C. Dibawah suhu 25' C sampai 18' C udang mash bertahan hidup tetapi nafsu makan mulai menurun. Suhu air
di antara 12 O C sampai 18' C mulai berbahaya dan pada suhu < 12' C udang windu mati
c) Kecerahan
Kekeruhan mencerminkan adanya jumlah bahan-bahan halus baik berupa bahan
organik (plankton), jasad renik, maupun berupa bahan anorganik (lurnpur dan pasir) yang
ada dalam air. Terjadinya kekeruhan dalam tambak menurut Boyd & Claude (1991),
adalah pertama dihasilkan oleh banyaknya fitoplankton dalam air dan kedua oleh
tersuspensinya partikel-partikel tanah. Kekeruhan ini menghalangi penetrasi cahaya ke
dalam tambak dan kurangnya cahaya dalam dasar tambak sehingga mengganggu
pertumbuhan algae dan tanaman
air.
Menurut Achmad (1991), kecerahan yang baik bagi budidaya udang berkisar 30
sampai 40 cm, sedangkan untuk bandeng adalah 26-40 cm. Biia kecerahan sudah mencapai
kedalaman kurang dari 25 cm, penggantian air sebaiknya segera dilakukan sebelum phitoplankton "die off' yang diikuti oleh penurunan oksigen terlarut terjadi secara dratis.
Partikel lumpur dan pasir dapat berpengaruh langsung menutupi insang ikan
sehingga menghambat pernapasan. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah menghalangi
dihsi oksigen dari udara dan mengurangi daya penetrasi matahari sehmgga produktivitas
primer perairan berkurang.
d) Derajat Keasaman (pH)
Di dalam tanah atau
air
pH menunjukan konsentrasi ion hydrogen. Bia tanah atauair mempunyai pH 7 dikatakan netral dan bila pH<7 diiatakan asam, dan p D 7 dikatakan basa. PH tambak sangat dipengaruhi tanahnya sehingga pada tambak-tambak baru yang
tanahnya asam maka pH airnya juga rendah. Ikan dan udang cukup sensitif terhadap
mengemukakan secara umum bahwa pengaruh pH terhadap spesies ikan, dijelaskan seperti
pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh pH Terhadap Spesies Ikan
Titik mati asam
-
7
4-6
I
Pertumbuhan terhambat1
6-9
I
Perhmbuhan baikI
9-11
I
Pertumbuhan lambatI
Air payau adalah baik sebagai penyangga perubahan pH, dan sangat jarang pH turun
kurang dari 6,5 atau lebih dari 9. Untuk pertumbuhan udang pH yang optimum adalah 7 - 9 (Achmad, 1991) dan untuk pertumbuhan bandeng pH yang baik adalah antara 7,5 - 8,5
(Arsyad & Samsi 1990).
e) Amoniak dan Hidrogen Sulfida >11
Sumber utama amoniak (NH3) adalah bahan organik baik dalam bentuk sisa pakan, Titik mati basa
kotoran udang, maupun dalam bentuk plankton dan bahan organik tersuspensi. Pembusukan
bahan organik yang mengandung protein menghasilkan ammonium
(NH43
dan ammoniak. umber: Achmad (1991)Bila proses lanjut dari pembusukan (nitrifikasi) tidak berlangsung lancar, maka terjadi
penumpukan ammoniak sampai konsentrasi yang membahayakan udang. Menurut Boyd &
Claude (1982), ammoniak dalam air tambak berasal dari sisa metabolisme (sekresi)
udanglikan yang dibudidayakan dan (penguraian bahan organik, sisa pakan dan
organisme mati). Amoniak dalam proses oksidasi diubah menjadi nitrat sedangkan nitrit
racun bagi udanghian, sedangkan nitrat merupakan nutrien utama bagi fitoplankton. Dalam
air, ammoniak terdapat dalam dua bentuk, yaitu ammoniak yang tidak terionisasi (N&) dan
ion ammonium
CNH43.
Pembentukan gas amonium ini meningkat sejalan peningkatan pHdari 4,s sampai 7,1 (Poerwowidodo, 1992). Karena ion
O H
meningkat sejalan pH, makapembentukan gas amoniak tergantung keseimbangan :
Temperatur juga berpengaruh dalam meningkatkan tejadinya ion ammonium namun
kurang dibandingkan dengan pengaruh pH. Menurut S u r i a d i i a (1996), pergantian
air
merupakan alternatif dalam mengatasi konsentrasi ammoniak yang tinggi. Dalam tambak,
total amoniak yang optimum untuk pertumbuhan udang adalah < 0,3 mgilt.
Bahan organik selain dapat m e n g h a s i i ammoniak juga dapat memproduksi
hidrogen sulfida (HzS). Udang bisa keracunan hidrogen sulfida pada konsentrasi 0,l-0,2
HzS~lt, dan pada konsentrasi 0,25 mgAt kematian masal bisa tejadi. Menurut Boyd &
Claude (1982) konsentrasi 0,01 sampai 0,05 HzSflt
akan
mematikan terhadap organismeperairan. Supaya tidak mengganggu pertumbuhan udang maka konsentrasi hidrogen sulfida
sebaiknya kurang dari 0,l mgilt. HzS biasanya dapat dideteksi dari lumpur dasar yang
berwarna hitam (gelap) dan berbau belerang. Penggantian
air
dan pengeringan tanah dasarwaktu persiapan adalah cara yang baik untuk menghilangkan pengaruh HzS.
Amolitudo Pasaw Surut
Pengaruh pasang surut antara lain terdapat penetrasi air laut ke sungai dan
melimpahnya ke lahan sekitarnya. Disamping itu akan menentukan jenis dan kerapatan
estuari adalah pasang surut semi diural, dengan dua kali pasang dan dua kali surut terjadi
bergantian dalam satu hari yaitu tiap 12 jam 25 menit ~ d j o w i g e n o & Widiatmaka 1996). Tingginya air pasang dan surut beruhah setiap hari dan yang tertinggi akan mencapai dua
kali setiap bulan yaitu pada waktu bulan purnama (pasang pumama) dan bulan kecil (pasang
perbani).
Tambak air payau selalu dibangun pada daerah pasang surut, yaitu di antara pasang
tertinggi dan surut terendah. Mengenai ukuran tinggi pasang surut ini, agaknya para ahli
menyetujui bahwa pasang surut sebesar 1,s - 2,s meter adalah ideal. Dengan pasang surut sebesar ini, tambak tidak usah dibuat terlalu dalam dan tanggul tidak usah terlalu tinggi,
sehingga biaya kontruksi tidak terlalu besar.
Kemirinean Lahan
Untuk perencanaan tambak yang baik hams memerlukan daerah yang datar dan
masih dapat digenangi langsung oleh pasang surut air asin dari laut. Ketinggian tempat tidak
boleh melebihi tinggi permukaan pasang tertinggi. Dan juga tidak boleh rendah daripada
tinggi permukaan air surut terendah (misalnya tempat-tempat yang merupakan cekungan-
cekungan) sekalipun dekat pantai. Sumber peta dasar kelerengan lahn dapat diperoleh dari
peta tematik.
Topografi yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah, keduanya akan mengalami
kesulitan dalam pengelolaan air. Bila terlalu tinggi, tidak dapat diairi dengan c u h p sesuai
kebutuhan, sedangkan bila terlalu rendah tidak dapat dikeringkan. Dalam survei tanah di
lapangan jangkauan air pasang surut dapat diketahui dari informasi penduduk setempat.
Iklim akan besar pengaruhnya terhadap pengelolaan tambak. Dasar tambak perlu
diieringkan secara berkala dengan tujuan untuk memperbaiki siiat fisik tanah, meningkatkan
mineralisasi bahan organik, dan rnenghilangkan bahan-bahan beracun seperti HzS, amoniak
serta metan. Oleh karena itu diperlukan adanya bulan-bulan kering tertentu pada setiap
tahun. Curah hujan tinggi sepanjang tahun tanpa bulan kering, kurang cocok untuk tambak.
Hujan terus menerus sepanjang hari selama beberapa minggu
akan
menurunkan suhu airtambak. Sebaliknya hujan yang terlalu rendah dan bulan kering yang terlalu panjang juga
kurang baik untuk daerah pertambakan. Menurut Soeseno (1988), curah hujan antara 2000- 3000 d t h dengan bulan kering 2-3 bulan cukup baik d i g u m h untuk tambak.
Tanah
-
Tanah sebagai diketahui adalah media tempat turnbuh atau lebih luas lagi suatu ruang
yang memungkinkan dapat mendukung kehidupan biologis, baik secara minimum maupun
maksimum tergantung dari kualitas tanah. Tanah me~pi3kan salah satu faktor yang
menentukan produksi. Sebagai dasar untuk menahan air budi daya tambak, tanah umumnya
merupakan endapan (alluvial), yang kesuburannya sangat ditentukan oleh kualitas material
yang diendapkan. Tanah tambak di daerah hutan bakau sering kali bersiit agak masam,
Untuk pembuatan tambak secara konvensional persyaratan tanah memegang peranan
yang sangat penting dalam menentukan baik tidaknya tanah untuk kepentingan budidaya
ikan. Sedangkan dalam pembuatan tambak dengan teknologi modern, persyaratan tanah
sudah tidak memegang peranan yang sangat penting karena dasar tambak bisa juga dari
bahan lain misalnya plastik. Tanah yang baik tidak hanya tanah yang mampu menahan air,
akan tetapi lebii penting lagi apakah tanah tersebut mampu menyediakan berbagai unsur
hara bagi makanan alami untuk ikan yang d i p e l i a .
Fungsi utama tanah dalam pembuatan tambak yaitu :
-
Menjadi tempat tumbuhnya makanan alami yang berupa klekap maupunberbagai organisme dasar lain.
-
Menahan airOleh karena itu tanah tambak h a s memenuhi kriteria di atas. Kemampuan tanah
menyediakan berbagai unsur hara yang sangat diperlukan oleh makanan alami, tergantung
pada kesuburan tanah yang berwmgkutan. Kesuburan tanah sangat tergantung pada
komposisi kimiawi tanah. Sebagai contoh pengaruh sulfat masam dari lapisan pirit, sangat
kurang produktif karena pengaruh unsur beracun dari dalam
tanah
terhadapair
tambak,sebaliknya tanah alkali (basa) akan lebii subur dan produktif.
a. Lapisan Pirit
Pengaruh unsur-unsur beracun yang berasal dari tanah misalnya sulfat masam.
Menurut Suriadikarta (1996) bahwa penyebab utama rendahnya hasil udang dan ikan pada sejumlah lahan pantai adalah adanya pirit (FeSz). Senyawa ini bila dalam keadaan kering
tumbuhnya jasad makanan alami secara langsung dapat menyebabkan stress pada udang
sehingga udang menjadi tumbuh lambat, kulit lembek dan mudah terserang penyakit.
Akibat dari kemasaman ini dapat dikurangi dengan program oksidasi dan pencucian tanah
secara ekstensif dan penggunaan kapur yang cukup besar selama periode pertumbuhan.
Menurut Suriadikarta (1996), kapur yang diperlukan untuk menetralkan kemasaman adalah
kira-kira 150 tonha. Maka dengan oksidasi dan pencucian yang cukup, tanah akhimya
secara relatif akan bebas dari pirit.
b. Kedalaman Tanah Efektif
Kedalaman tanah sampai hamparan batuan mempengmhi kedalaman tambak yang
dibuat. Karena untuk mendapatkan produktivitas tambak yang optimum diperlukan
penggalian parit keliling tambak, saluran luar dan petak pembagi
air
yang dalamnya lebihdari 60 cm. Maka batas kedalaman tersebut perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi
tambak.
e. Drainase Tanah
Tambak memerlukan genangan , karena itu drainase tanah yang cepat yaitu air yang
mudah hilang baik melalui peresapan ke dalam tanah maupun aliran permukaan, tidak cocok
untuk tambak. Dalam budidaya tambak, dasar tambak telah dibuat rata dan dibuat
pematang-pematang untuk menahan
air
sehingga aliran permukaan menjadi sangat kecil.Dengan demikian drainase tanah banyak dipengaruhi oleh peresapan air ke dalam tanah, baik
secara vertikal maupun secara horisontd atau porositas tanah seperti diuraikan sebelumnya.
sangat dipengaruhi oleh struktur tanah. Semakin kompak strukturnya, semakin kuat
menahan air.
d. Tekstur Tanah
Tekstur tanah memegang peranan sangat penting dalam menentukan apakah tanah
memenuhi syarat untuk pertambakan. Tekstur tanah sangat ditentukan oleh banyaknya
komposisi pasir, debu dan bat. Dalam Hadjowigeno (1993) dijelaskan bahwa tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm-50 p ), debu (50-2 p ), dan liat (<2 p)
di dalam tanah.
Dalam Aslan (2000) dijelaskan bahwa umumnya tanah tambak dapat dibedakan menjadi berbagai tekstur, yaitu : liat, liat berdebu, lempung liat berpasir dan pasir
berlempung. Hubungan tanah dengan kesuburannya dapat dilihat pada Tabel 4. Dari Tabel 4 diketahui bahwa makin besar kandungan liat dan debunya, makin subur tanah yang bersangkutan karena permukaan tanah halus, sehingga klekap dapat tumbuh lebat.
Sebaliknya makin tinggi kandungan pasirnya, tanah menjadi kurang subur.
Tabel 4. Hubungan antara Tekstur Tanah dengan Pemtmbuhan Klekap di Tambak.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Harsanugraha & Budiman (2000)
No
1 2 3
4
menyatakan bahwa tanah yang baik untuk tambak adalah tanah yang bertektur hat, liat
berdebu, dan lempung liat berpasir. Tanah ini sangat keras dan mengalami retak-retak
1
Sumber : Aslan (2000) (Mod~jXasi) Pasir
28% 1 4 % 63% 79%
Debu 2 2 % 44% 14% 10%
Lint 5 0 % 42% 2 2 % 11%
Tekstur tanah
Liat
Liat berdebu
Lempung liat berpasir
Pasir berlempung
Pertumbuhan klekap
Sangat lebat
Lebat
sedikit
apabila dalam keadaan kering. Sedangkan dalam keadaan basah mampu menahan air
dengan perkataan lain tidak mudah menimbulkan kebocoran.
e. Gambut
Tanah gambut (Histosol) tidak cocok untuk pembuatan tambak karena umumnya
mempunyai porositas tinggi sehingga air sukar ditahan di dalam tambak. Selain itu dalam
proses dekomposisi bahan organik (gambut) sering dihasilkan senyawa-senyawa beracun
bagi pertumbuhan organisme dalam air seperti amoniak (NH3), hidrogen sulfida (HzS) dan
methan
(CK).
Karena itu maka dalam memilih lokasi untuk tambak, tanah-tanah gambut tersebut harus dihindarkan.Jarinean S u n ~ a i
Jaringan sungai, debit sungai serta rentang pasang surut mempunyai peranan yang
sangat penting dalam sistem perairan pertambakan. Pada sisi lain jaringan sungai juga dapat
merupakan sarana pengangkut limbah (baik limbah pemukiman, pertanian maupun industri)
dan sarana banjir ke sistem pertambakan Oleh karena itu kualitas air dan kondisi debit air
untuk sistem pengaturan tambak harus dijaga dan diperhatikan, karena selain untuk
mengatur salitas juga dapat mempengamhi produksi tambak.
Trasns~ortasi
Transportasi seringkali mengetengahkan porsi kecil dari total biaya operasional
produksi. Kadangkala lokasi pertambakan udang jauh sekali dari jalan utama (propinsi)
bahkan sampai berpuluh-puluh kilometer jauhnya dan kadangkala pula untuk menuju
akan menambah biaya yang cukup besar. Aslan (2000) menjelaskan bahwa biaya per
kilogram yang diperlukan hanya 0,3 % dari biaya total. Oleh karena itu kemudahan transportasi sangat penting karena penting untuk menekan biaya operasional.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembuatan tambak,
antara lain: pertama, transport dapat diliit pada pemanfaatan kemudahan, dimana biaya
dapat ditekan dengan memilii lokasi yang banyak manfaatnya. Hal ini dilihat dalam
mudahnya akses dari tambak ke sistem jalan umum. Kedua, transportasi dapat dipandang
sebagai syarat dari fungsi pembiayaan yang dihubungkan dengan jarak antara lokasi produksi dengan pasar.
Pendnderaan Jauh dan Sistem Infomasi Gtoerafii (SIG)
Pen~inderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah suatu ilmu untuk mendapatkan informasi dari suatu objek
atau suatu wilayah tanpa melakukan kontak secara langsung. Data penginderaan jauh
memilii keunggulan dalam ha1 waktu pengamatan dibandingkan dengan cara konvensional.
Umumnya peta-peta penggunaan khan yang ada tidak sesuai dengan data sebenamya, ha1
ini dikarenakan peta-peta tersebut dalam pembuatannya menggunakan data acuan yang lama,
seperti data survey dan data satelat yang telah lama yang sudah tidak sesuai dengan
keberadaannya sekarang. Data penginderaan jauh, khususnya data satelit, mempunyai peran
yang penting dalam
SIG,
karena memberikan i n f o m i mengenai penggunaan lahan yangData penginderaan jauh selain di dapat dari satelit, ada juga yang menggunakan foto
udara. Data yang didapat dari satelit biasanya sudah merupakan data digital, sedangkan
data dari foto udara harus diubah dahulu ke dalam format digital.
Pengolahan data penginderaan jauh atau pengolahan citra digital meliputi beberapa
tahapan, yaitu memasukan data (input data), kemudian pengolahan awal untuk memperbaiki
kualitas citra secara radiometrik dan geometrik, lalu diianjutkan dengan pengolahan citra
menjadi suatu keluaran yang memberikan informasi kepada pengguna.
Tambak insentif secara kenampakan fisik umumnya berupa petak-petak persegi
panjang yang berisi
air
dan teratur menyerupai petak sawah. D i a t dari data satetit,kawasan tambak ini meberikan kenampakan berupa daerah genangan air di tepai pantai
yang berupa petak-petak persegi panjang dan umumnya teratur seperti petak sawah.
Dalam Harsanugraha & Budhiman (2000), menjelaskan bahwa tambak dapat
memberikan kenampakan yang hampir mirip dengan sawah tergenang (fase
air),
sehinggabiia ada sawah tergenang dekat dengan kawasan tambak sangat sulit mengidentifikasi
kawasan tambak dari satu data saja, sehingga diperlukan data lain yang menunjukan
keberadaan kawasan sawah tersebut. Kenampakan tambak ini juga sangat sulit dibedakan
dengan tambak garam, karena kedua jenis penutupan lahan ini memiliki kenampakan yang
sama, oleh karena itu diperlukan data sekunder (data lapangan, peta, dll) untuk dapat
membedakan kedua jenis tutupan lahan tersebut.
Disebutkan pula dalam Harsanugraha & Budhiman (2000), tambak tumpang sari
secara kenampakan fisik didominasi oleh keberadaan bakau di tambak tersebut, terutama
yang berpola empang parit. Tajuk bakau hampir menutupi badan tambak, sehingga
kenampakan air yang dominan tetapi vegetasi. Sehingga kenampakannya seperti kawasan
I
tambak yang berpetak-petak kecil. Kenampakan kawasan tambak ini mudah untuk
I
diidentifikasi, tetapi yang mungkin perlu dibuat penjelasan adalah apabila membuat
i
I
pengkelasan menjadi kelas bakau dan tambak. Bila dikelaskan menjadi kelas tambak,
I
maka luas bakau di daerah tersebut akan berkurang dan sebahknya, mungkm ini yang
I
menyebabkan luasan kawasan bakau dan tambak berbeda-beda.
Sistem Informasi Geoerafi (SIG)
Aplikasi SIG berkembang luas, mulai dari analisis dan modeling dari data-data
spasial hingga inventarisasi dan pengolahan data yang sederhana, salah satunya dalam
pengelolaan wilayah pesisir. Beberapa penelitian mengenai manfaat SIG terhadap
pengelolaan wilayah pesisir telah dilakukan. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh
Meaden dan Kapetsky (1991), tentang aplikasi SIG terhadap aquaculture di negara bagian
Johor, Malaysia. Juga penelitian yang dilakukan oleh Harsanugraha & Budhiman pada
tahun 2000 tentang aplikasi SIG terhadap Penentuan Daerah Potensi Pembangunan
Budidaya Perikanan Pantai di wilayah kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah. Hasil
yang diperoleh menyebutkan bahwa wilayah potensi tambak menjadi tiga kategori, yaitu
71 110 hektar sesuai, 33519 hektar cukup sesuai, dan 874 hektar tidak sesuai.
Ada beberapa segi yang dapat dipertimbangkan dalam aplikasi SIG ini. Segi-segi
tersebut antara lain :
Jenis dari tugas atau tujuan SIG : misalnya untuk inventarisasi sumberdaya dam,
pengkajian, pengelolaan dan pembangunan.
0 Tingkat keputusan ; kebijakan, pengelolaan, operasional, dan sebagainya.
o Luasan spasial dari masalah : ukuran daerah studi (besar, sedang, kecil)
o Jenis organisasi : pemerintah, swasta, non pemerintah dan sebagainya.
Kelima dimensi ini sangat penting bagi semua aplikasi SIG. Penggunaan SIG untuk
pengelolaan lingkungan pesisir, misalnya, mencakup k e l i i aspek ini. Pengelolaan
lingkungan mempunyai tujuan-tujuan inventarisasi, pengkajian, pengelolaan dan prediisi
dari kondisi dan nasib sumberdaya alam.
SIG merupakan suatu sistem pengolahan data (dalam hal ini menggunakan
komputer) yang dapat mengolah data-data geografis atau data-data yang memiliki informasi
yang bersifat keruangan (spasial) yang kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga
akan
didapatkan informasi baru. Semua data yang
akan
digunakan dalam SIG harus terlebihdahulu dibuat basis data spasialnya, sehingga seluruh informasi
akan
berupa layer-layerinformasi spasial, sehingga dapat ditumpang tindihkan satu dengan yang lain.
Sumber : JARS (1999)
Dari data penginderaan jauh dapat diketahui kenampakan bumi (terutama penutup
lahantpenggunaan lahan) dari data real time atau data yang sebenamya. Dari data
penginderaan jauh dapat diklasi6kasikan sesuai dengan penggunaan lahan yang sebenarnya.
Kemudian diubah ke dalam format SIG yaitu menjadi vektor. Data tersebut kemudian
diintegrasikan dengan data-data vektor lainnya hasid digitasi dari informasi-informasi
geografis laimya (sungai, jalan, kelerengan, jenis tanah, dU) (Gambar 2).
Dengan menggunakan fasilitas perangkat lunak pengolah SIG seperti ARCLNFO,
peta-peta tersebut dibuat atfribute dan informasi lainnya sehingga menjadi coverage yang
siap diintegrasikan. Sebelumnya peta-peta tersebut didigitasi menggunakan meja digitizer
dan perangkat lunak AutoCAD diubah menjadi vektor-vektor. Vektor-vektor ini kemudian
diproses lagi sehingga menjadi informasi yang berupa titik, garis atau poligon.
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah suatu proses pendugaan potensi lahan yang telah
dipertimbangkan untuk penggunaan tertentu. Evaluasi lahan merupakan proses
membandingkan dan menginterpretasikan serangkaian data tentang tanah, vegetasi, dan
iklim dengan persyaratan penggunaan tertentu. Tujuan yang ingin dicapai adalah menetapkan pilihan penggunaan lahan dalam konteks sosial ekonomi tertentu. Dengan
demikian evaluasi lahan merupakan jembatan penghubung antara komponen fisik, biologi,
dan teknologi dengan sasaran sosial ekonomi yang ingin dicapai dalam suatu bentuk
Evaluasi lahan dapat diiakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi
lahan kualitatif adalah cara menilai lahan dalam mencari pilihan penggunaan secara spesifik
yang dijelaskan secara kualitatif. Hasilnya hanya berupa kelas kesesuaian lahan secara fisii
seperti kesesuaian tinggi, sedang, dan tidak sesuai. Sedangkan evaluasi lahan kuantitatif
adalah penetapan kesesuaian lahan secara kuantitatif dari produksi atau keuntungan yang
diharapkan dari penggunaan lahan tersebut seperti produksi tanaman, ternak, ikan dan lain-
lain.
Sitorus (1995), mengemukakan bahwa kegiatan evaluasi lahan dapat meliputi
beberapa tahapan ; Tahap I, meliputi konsultasi pendahuluan untuk menetapkan sasaran yang ingin dicapai, asumsi-asumsi clan data yang dipergunakan serta perencanaan kegiatan;
Tahap 2, meliputi survei medan mencakup dua pekejaan yaitu penelaahan yang diarahkan pada diskripsi data penggunaan lahan, suwei sumberdaya alam seperti tanah, landscape, dan
iMim, yang semuanya dilaksanakan secara paralel. Tahap ini hams sudah ditetapkan
macam penggunaan lahan yang diinginkan (sesuai dengan tujuan survei dan kondisi fisik
daerah tersebut). Deskripsi macam penggunaan lahan tersebut selanjutnya d i i i t i dengan
penentuan persyaratan penggunaan lahan serta hambatan-hambatannya yang perlu
diperhatikan. Bersama