• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEBAGAI

PELAKU KEJAHATAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh: BILL CLINTON

NIM 110200182

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEBAGAI

PELAKU KEJAHATAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (Studi Putusan Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh: BILL CLINTON

NIM 110200182

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan S.H M.H NIP. 195703261986011001

Dosen Pembimbing I DosenPembimbing II

Prof.Dr. Edi Warman S.H. M.Hum Dr. Marlina S.H M.Hum

NIP. 195405251981031003 NIP.19750307200122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang wajib dibuat sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini Penulis menyadari bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian demi kesempurnaan skripsi ini dan juga penulis berharap bahwa dengan penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati:

(4)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H, M.Hum, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K Saidin S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Chairul Bariah, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Bapak Dr. M. Hamdan S.H M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Liza Erwina S.H M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Prof.Dr. Edi Warman SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang dengan ketulusan dan kesabarannya telah banyak memberikan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini.

9. Ibu Dr.Marliana SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang selalu bersedia menyediakan waktu dan pikiran nya untuk membantu penulis didalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

memberikan motivasi dan pengorbanannya baik dari segi moril, materi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas segalanya.

12. Kepada kakak kandung Citra Dewi Pasaribu dan kedua adik kandung Pratiwi Pasaribu dan Christine Pasaribu, terimakasih atas doa dan semangatnya selama proses penulisan skripsi ini.

13. Kepada seluruh keluarga besar penulis baik dari pihak Ayah maupun Ibu yang penulis sayangi dan tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala doa dan dukungannya selama ini

14. Berbagai pihak yang telah memberikan doa serta dukungan kepada penulis selama ini yang juga tidak dapat penulis disebutkan satu persatu.

Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan dan jasa semua pihak yang telah membantu penulis secara tulus dan ikhlas. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.Penulis menyadari penulisan skripsi ini sangatlah jauh dari kesempuranaan, dengan segala kerendahan hati penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan skripsi ini.

Medan, Juni 2015 Penulis

(6)

ABSTRAK

Bill Clinton

Edi Warman

Marlina

Kenakalan anak atau remaja semakin meningkat seiring dengan perkembangan saat ini, banyak anak yang terjerat berbagai tindak pidana yang merugikan orang lain yang salah satunya pencurian dengan pemberatan dan memiliki alasan-alasan yang mempengaruhi anak melakukan tindak pidana tersebut dengan berbagai latar belakang bermacam-macam baik dalam hal untuk pemenuhan kebutuhan hidup maupun hanya memperkaya diri sendiri padahal bangsa Indonesia mempunyai tujuan untuk mencerdaskan kehidupan dan memajukan kesejahteraan umum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.Kurangnya pengawasan dan perhatian serta kasih sayang terhadap anak merupakan awal mula terjadinya kenakalan. Keadaan ini yang dapat merusak mental anak Indonesia sebagai generasai penerus cita-cita bangsa dan tentunya menjadi pokok pemikiran dan tanggung jawab pemerintah serta masyarakat sebagai pemerhati perkembangan anak pada umumnya.

Masalah dalam pembahasan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengertian tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan , faktor yang mempengaruhi anak melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan serta penerapan kebijakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap anak. Adapun metode penilitian dilakukan dengan dengan cara yuridis-normatif yaitu suatu penilitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penilitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapannya dalam prakteknya (studi putusan)

Hasil penilitan ini adalah pengertian tindak pidana tentang pencurian dengan pemberatan serta mengungkapkan bahwa faktor ekonomi, keluarga, dan lingkungan yang memperanguhi anak sebagai pelaku kejahatan pencurian dengan pemberatan. Pembahasan skripsi ini juga menerangkan bahwa penerapan hukum yang dijatuhkan kepada anak bersifat kebijakan penal. Di dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 21/PID.SUS-ANAK/2014/PN.MDN menerangkan bahwa Hakim memberikan putusan pemidanan kepada terdakwa dengan tujuan sebagai perbaikan diri kepada terdakwa tanpa merusak masa depan terdakwa anak.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 

Dosen Pembimbing I 

(7)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

ABSTRAK DAFTAR ISI

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Keaslian Penulisan ... 7

D. Tujuan Penulisan ... 8

E. Manfaat Penulisan ... 9

F. Tinjauan Kepustakaan ... 10

1. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian ... 10

Dengan Pemberatan 2. Faktor-faktor yang menyebabkan anak melakukan tindak ... 16

Pidana pencurian dengan pemberatan 3. Penerapan Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana ... 23

Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Krimonologi. G. Metode Penelitian ... 27

a. Spesifikasi Penelitian ... 27

b. Metode Pendekatan ... 28

c. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel ... 28

(8)

e. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data... 28 f. Analisis Data... 29

BAB II.Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan

Pemberatan

A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pencurian Biasa... 30 B. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pencurian

Dengan Pemberatan ... 33 C. Sanksi ... 38

BAB III. Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Pencurian Dengan

Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi

A. Faktor Internal Yang Menyebabkan Anak Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan ... 55 B. Faktor Eksternal Yang Menyebabkan Anak Melakukan Tindak

Pidana Pencurian Dengan Pemberatan... 57

BAB IV. PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK

PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG

DILAKUKAN OLEH ANAK SEBAGAI PELAKU KEJAHATAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGIS

A. Kebijakan Penal ... 64 B. Kebijakan Non-Penal ... 80 C. Penerapan Sanksi Pidana Dalam Putusan No.

21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN

(9)

2. Pertimbangan Hukum ... 94 3. Penerapan Hukum ... 103 4. Analisis Kasus ... 104

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 109 B. Saran ... 111

(10)

ABSTRAK

Bill Clinton

Edi Warman

Marlina

Kenakalan anak atau remaja semakin meningkat seiring dengan perkembangan saat ini, banyak anak yang terjerat berbagai tindak pidana yang merugikan orang lain yang salah satunya pencurian dengan pemberatan dan memiliki alasan-alasan yang mempengaruhi anak melakukan tindak pidana tersebut dengan berbagai latar belakang bermacam-macam baik dalam hal untuk pemenuhan kebutuhan hidup maupun hanya memperkaya diri sendiri padahal bangsa Indonesia mempunyai tujuan untuk mencerdaskan kehidupan dan memajukan kesejahteraan umum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.Kurangnya pengawasan dan perhatian serta kasih sayang terhadap anak merupakan awal mula terjadinya kenakalan. Keadaan ini yang dapat merusak mental anak Indonesia sebagai generasai penerus cita-cita bangsa dan tentunya menjadi pokok pemikiran dan tanggung jawab pemerintah serta masyarakat sebagai pemerhati perkembangan anak pada umumnya.

Masalah dalam pembahasan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengertian tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan , faktor yang mempengaruhi anak melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan serta penerapan kebijakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap anak. Adapun metode penilitian dilakukan dengan dengan cara yuridis-normatif yaitu suatu penilitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penilitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapannya dalam prakteknya (studi putusan)

Hasil penilitan ini adalah pengertian tindak pidana tentang pencurian dengan pemberatan serta mengungkapkan bahwa faktor ekonomi, keluarga, dan lingkungan yang memperanguhi anak sebagai pelaku kejahatan pencurian dengan pemberatan. Pembahasan skripsi ini juga menerangkan bahwa penerapan hukum yang dijatuhkan kepada anak bersifat kebijakan penal. Di dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 21/PID.SUS-ANAK/2014/PN.MDN menerangkan bahwa Hakim memberikan putusan pemidanan kepada terdakwa dengan tujuan sebagai perbaikan diri kepada terdakwa tanpa merusak masa depan terdakwa anak.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 

Dosen Pembimbing I 

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Arus globalisasi yang diikuti oleh perkembangan ekonomi, imu pengetahuan dan teknologi menimbulkan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif pesatnya perkembangan antara lain terciptanya berbagai macam produk yang berkualitas dan berteknologi, terbukanya informasi yang diperoleh melalui satelit dan meningkatnya krisis nilai moral di masyarakat yang berpotensi meningkatnya jumlah orang melawan hukum pidana berbagai bentuk.1

Sejak dahulu sampai sekarang, permasalahan pidana telah menyerap banyak energi para anak bangsa untuk membangun rekonstruksi sosial. Peningkatan aktivitas kriminal dalam berbagi bentuk menuntut kerja keras dalam membangun pemikiran-pemikiran baru mengenai arah kebijakan . Proses sosial di kota-kota besar mengakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial yang ditimbulkan karena berbagai masalah urbanisasi, industrialitasi kemajuan teknologi yang mengakibatkan adanya mobilitas horizontal dan vertikal yang tinggi, sedangkan kesemuanya itu akan memmpertemukan manusia manusia dari berbagai masyarakat, suku, dan bangsa.Masing-masing dengan membawa ikatan norma-norma / nilai-nilai hidup yang saling berbeda atau bertentangan satu sama lain. Suasana ini selain menimbulkan culture conflict, juga bisa menimbulkan suasana samarpola (dubicus patters of life) dimana orang karena banyaknya norma dan nilai hidup yang sekaligus berlaku di suatu tempat, menjadi bingung,

1

(12)

sehingga berpegangan kepada norma dan nilai hidup mana yang akhirnya pola hidup menjadi samar-samar2

Maka usaha adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan mengadakan adaptasi dapat menyebabkan banyak kebimbangan, kebingungan, kecemasan dan konflik, baik konflik eksternal yang terbuka, maupun internal yang ada dalam batin sendiri tersembunyi dan tertutup sifatnya. Dampaknya, orang lalu mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, dengan jalan berbuat semau sendiri demi keuntungan sendiri dan kepentingan pribadi, kemudia mengganggu dan merugikan orang lain.

Hal-hal tersebut menimbulkan tingginya angka tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa maupun anak dalam suatu interaksi sosial. Hal ini didukung oleh beberapa teori teori yang ada dalam kajian ilmu kriminologi dimana kejahatan yang dilakukan berpusat dari pengaruh kelompok atau kebudayaan yaitu kejahatan sebagai tingkah laku yang dipelajari secara normal karena mencerminkan sesuatu dari kepribadiannya dan kecakapan-kecakapnnya namun berlawanan dengan hukum dan bertentangan dengan kesusilaan dalam masyarakat.

Seiring dengan tingkat kemajuan dan peradaban kehidupan manusia menimbulkan berbagai ragam bentuk tindak pidana atau kejahatan baru maupun perkembangannya pada hal tersebut.Perubahan ini juga menjadikan anak sebagai

2

(13)

salah satu subjek yang dapat melakukan sesuatu ditentang oleh nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Salah satu tindak pidana yang dilakukan dalam masyarakat adalah pencurian.pencurian masuk dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai kejahatan. Tindak pidana pencurian ini dikualifikasikan dari pencurian biasa, ringan, pemberatan bahkan dengan kekerasan

Motivasi anak dalam melakukan pencurian itu sendiri sudah beragam mulai dari permasalahan ekonomi, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kurangnya pengawasan orang tua dan pergaulan dari lingkungan anak sendiri. Fenomena tindak pidana pencurian ini pun sudah ada sejak dahulu sampai sekarang baik di tingkat penduduk di pedesaan maupun perkotaan.

Salah satu kejahatan yang sering dilakukan oleh anak dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yaitu pencurian yang sesuai dengan pasal 363 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana meliputi melakukan tindak pidana pencurian pada saat waktu malam di rumah atau perkarangan tertutup, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih, dan mengambil barang yang diambilnya dengan jalan membongkar,memecah, memanjat dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu.

Contoh nyata Anak melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dilihat dari berita sebagai berikut :3

Usianya baru 13 tahun, ES, warga Desa Tangkilsari Kecamatan Tajinan, tapi sudah berani melakukan pencurian. Dia ditangkap Unit Perlindungan

3

(14)

Perempuan dan Anak (UPPA) Satrekrim Polres Malang di rumahnya kemarin, karena terbukti melakukan di rumah tetangganya bernama mashudi yang berusia 35 tahun.

Kanit UPPA Satrezkrim Polres Malang Iptu Sutyo SH Mhum, kepada Malang Post mengatakan bahwa tersangka ES ditangkap dari hasil pengembangan terhadap tersangka Rizki, yang sebelumnya sudah tertangkap terlebih dahulu.

Dijelaskannya, aksi pencurian tersebut dilakukannya pada pertengahan bulan Februari yang lalu. Ide pencurian itu berasal dari temannya bernama Rizki, 19 tahun, warga Desa Jatisari, Kecamatan Tajinan. Keduanya melakukan pencurian pada malam hari, saat penghuni rumah tersebut sedang tidur terlelap. Modus yang dilakukan, yakni mencongkel jendela samping rumah korban dengan menggunakan obeng.

Kanit UPPA Satrezkrim Polres Malang Iptu Sutyo SH Mhum mengatakan bahwa tersangka ES merupakan orang yang menjadi eksekutor sedangkan tersangka Rizki mengawasi kejauhan,

(15)

Kasus ini dapat terungkap, saat ada salah seorang warga yang memergoki mereka keluar dari halaman rumah tersebut. Hal itu diketahui, saat petugas mengumpulkan keterangan dari warga sekitar, setelah identitas tersangka diketahui, kemudian petugas menangkap Rizki di rumahnya

Rizki yang ditangkap, ikut mencatat nama ES.Sementara itu, ES di hadapan penyidik yang memeriksannya, mengaku hanya dapat bagian Rp 400.000. ES mengatakan bahwa Kedua barang curian itu, mereka jual dengan harga Rp.1000.000, Rizki mendapatkan Rp 600.000. sedangkan ia mendapatkan Rp 400.000.

Uang tersebut digunakan keduanya untuk menyewa vila di Songgoriti Kota Batu. Kemudian, sebagian uangnya diberikan makanan dan rokok. Tersangka menyatakan bahwa mereka hanya bermaksud untuk menyewa vila di Songgoriti dan membeli rokok, untuk pesta minuman keras dan pesta seks

Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik,emosional sosial dan intelektualnya. Bila kesemuanya ini berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya (mentally health). Pengertian yang cukup mengenai fase fase perkembangan manusia pada umumnya merupakan hal yang sangat penting untuk dapat membantu anak dalam mengembangkan dirinya agar dapat mencapai perkembangan yang harmonis dan optimal4

Keberadaan anak sebagai pelaku kejahatan yang melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan di Indonesia saat ini merambah dalam segi-segi

4

(16)

kriminal yang secara yuridis formal menyalahi ketentuan ketentuan yang termuat di dalam Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) atau perundang-undangan pidana diluar KUHP. Kondisi ini jauh lebih rumit daripada sekedar kondisi destruktif falam perspektif norma-norma sosial dan susila.

Maraknya pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak pasti memiliki alasan-alasan yang menyebabkan ia menjadi pelaku kejahatan padahal Indonesia yang merupakan negara menjunjung nilai-nilai dan norma sebagai negara hukum sudah sepatutnya dapat mengurangi peluang tindak pidana yang dilakukan oleh anak karena anak bukan tanggung jawab orang tua dan keluarga semata tetapi juga merupakan tanggung jawab negara.

Anak merupakan salah satu asset pembangunan nasional, patut dipertimbangkan dan diperhitungkan dari segi kualitas dan masa depannya. Tanpa kualitas yang handal dan masa depan yang jelas bagi anak, pembangunan nasional akan sulit dilaksanakan dan nasib bangsa akan sulit pula dibayangkan5

Berdasarkan uraian-uraian latar belakang diatas maka timbul ketertarikan penulis untuk meniliti lebih lanjut tentang penulisan ini dan dituangkan dalam

bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana

Pencuiran Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku

Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Medan No. 21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

5

(17)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut, yaitu:

1. Bagaimana Pengaturan Pencurian Dengan Pemberatan Dalam Sistem Kitab Undang-Undang Hukum Pidana?

2. Bagaimana Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan?

3. Bagaimana Penerapan Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilalukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Berdasarkan Studi Putusan Pengadilaan Negeri Medan No. 21/ Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn?

C. Keaslian Penulisan

(18)

Kriminologis Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 21 /Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn” belum ada yang mengangkatnya, atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini.

D. Tujuan Penulisan

Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas. Tujuan penelitian ini adalah memberi arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penilitian. Adapun tujuan yang ingin hendak dicapai oleh penulis dalam penilitian ini sebagai berikut :

1) Tujuan Praktis

a. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pencurian dengan pemberatan dan perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan.

c. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilalukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan berdasarkan studi putusan pengadilan negeri medan No. 21/ Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn?

2) Tujuan Teoritis

a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(19)

lapangan hukum, khususnya bidang hukum pidana yang sangat berarti bagi penulis.

c. Untuk memberikan gambaran dan membangun pemikiran bagi ilmu hukum.

E. Manfaat Penulisan

1) Manfaat Secara Teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan digunakan sebagai penambahan ilmu pengetahuan dari segi hukum dan kriminologi, dalam rangka membahas anak yang seharusnya tidak pantas dalam melakukan perbuatan tindak pidana pencurian dengan pemberatan, mengingat seharusnya di usia muda dapat menjadi generasi penerus bangsa. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada dunia pendidikan ilmu hukum Indonesia bahwa anak sewaktu-waktu dapat berperilaku diluar batas kewajaran dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya baik itu datang dari luar dirinya maupun dari dalam dirinya. Hasil penulisan ini juga sebagai sumbangan pemikiran kepada pemerintah agar dapat memberikan bantuan kepada anak-anak untuk dapat memperoleh pendidikan.penulisan ini juga merupakan sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2) Manfaat Secara Praktis

(20)

masuk ke dalam instansi penegak hukum maupun untuk praktisi hukum yang senantiasa.

Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan member masukan serta tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan

Pemberatan.

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “straafbaar feit”, di

dalam Kitab Undang –Undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnnya yang dimaksud dengan straafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik yang berasal dari bahasa latin yakni kata

delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut :6

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikarenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang undang tindak pidana"

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidan, di mana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif ( tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum)

Unsur-unsur tindak pidana yaitu :7

6

Prasetyo Teguh. 2010. Hukum Pidana (edisi revisi). Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, halaman.47

7

(21)

a) Unsur objektif.

Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keaadaan yaitu dalam keadaan-keadaan dimana tindakn-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Terdiri dari :

1. Sifat melanggar hukum 2. Kualitas dari si pelaku. 3. Kausalitas

b) Unsur subyektif.

Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari :

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa) 2. Maksud pada suatu percobaan

3. Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan pencurian,penipuan dan sebagainya.

4. Merencanakan terlebih dahulu,yaitu seperti tercantum dalam pasal 340 KUHP 5. Perasaan takut seperti di dalam pasal 308 KUHP

Dalam KUHP kita yang berlaku sekarang ini, jenis-jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pengadilan (hakim) terhadap pelaku tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 10, di bagi dalam dua jenis yaitu, hukuman pokok dan hukuman tambahan :8

a. Hukuman Pokok

8

(22)

1. Hukuman mati 2. Hukuman penjara 3. Hukam kurungan 4. Hukuman denda b. Hukuman tambahan

1. Pencabutan beberapa hak tertentu 2.Perampasan barang-barang tertentu 3.Pengumuman

Ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap kekayaan orang lain dengan maksud untuk memilikinya yaitu tindak pidana pencurian diatur di Buku II dalam BAB XXII memiliki kualifikasi tentang tindak pidana pencurian yaitu :

a) Pencurian biasa

Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman penjara, selama -lamanya lima tahun atau sebanyak-banyaknya Rp.900- (K.U.H.P. 35, 364, 366, 486)9

b) Pencurian Dengan Pemberatan

Pengaturan hukum tentang pencurian dengan pemberatan dapat dilihat dalam pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu :

9

(23)

(1) hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum :10 1.Pencurian hewan (K.U.H.P.101)

2. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, letusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau kesengsaraan di masa perang.

3. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan yang tertutup yang ada dirumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau bertentangan dengan kemauan orang yang berhak (yang punya). (K.U.H.P. 98, 167, 365)

4. Pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. (K.U.H.P. 364)

5. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ke tempat kejahatan itu atau dapat mencapai barang yang diambilnya dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu

(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan salah satu hal yang tersebut dalam No. 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun.

c) Pencurian Ringan

Pasal 364 menamakan pencurian ringan bagi suatu pencurian biasa, atau yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama atau disertai hal-hal tersebut dalam pasal 363 nomor 5, apabila tidak dilakukan dalam suatu rumah

10

(24)

kediaman atau di perkarangan tertutup di mana ada rumah kediaman, dan lagi apabila barang yang dicuri berharga tidak lebih dari dua puluh lima rupiah; dan hukumannya hanya maksimal tiga bulan penjara atau denda enam puluh rupiah11 d) Pencurian Dengan Kekerasan

Pengaturan hukum pencurian dengan kekerasan dapat dilihat dari pasal 365 KUHP yaitu :12

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun dihukum pencurian yang didahului kekerasan terhadap orang lain, dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan pencurian itu, atau si pencuri jika tertangkap basah, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap tinggal di tangannya.

(2) Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan :13

ke-1: Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau di perkarangan tertutup di mana ada rumah kediaman, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

ke-2: Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama; ke-3: Jika yang bersalah telah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu

dengan jalan membongkar atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;

11

Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung : PT Refika Aditama, halaman.26.

12

Ibid, halaman.20.

13

(25)

ke-4: Jika perbuatan itu berakibat luka berat;

(3) Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat matinya orang.

(4) Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamnya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati, dan lagi perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih, dan lagi pula diseertai salah satu dari hal-hal yang disebutkan dalam nomor 1 dan nomor 2.

e) Pencurian Dalam Kalangan Keluarga

Pengaturan tentang pencurian dalam kalangan keluarga diatur dalam pasal 367, yaitu :14

(1) Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (istri) orang yang kena kejahatan itu, yang tidak, bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai hasrat benda, maka pembuat, atau pembantu itu tak dapat dituntut hukuman.

(2) Jika suaminya (istrinya) yang sudah diceraikan meja makan tempat tidur, atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam keturunan yang lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat, dalam derajat yang kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.

14

(26)

(3) Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapa dilakukan oleh orang lain dari bapak kandung, maka ketentuan dalam ayat kedua berlaku juga bagi orang itu (K.U.H.P. 55s, 72s, 9, 370, 376, 394, 404, 141)

2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Anak Melakukan Tindak Pidana

Pencurian Dengan Pemberatan.

Berdasarkan Kamus Bahasa Besar Indonesia (KBBI), anak adalah keturunan kedua. Dalam konsideran Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat dan martabat sebagai manusia utuhnya.15

Apa yang dimaksud tentang anak? Batasan tentang anak sangat penting dilakukan untuk melaksanakan kegiatan perlindungan anak dengan benar dan tearah, semata-mata untuk mempersiapkan generasi mendatang yang tanguh dan dapat menghadapi segala tantangan dunia. Dalam kaitan itu, pengaturan tentang batasan anak dapat dilihat pada :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

KUHP tidak merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi dapat dijumpai antara lain dalam beberapa pasal yaitu :

1) Pasal 72 berbunyi :16

(1) Jika kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dilakukan pada orang yang umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum

15

M. Nasir DJamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta : Sinar Grafika, halaman.8.

16

(27)

dewasa, atau kepada orang yang dibawah penilikan (curetele) orang bukan dari sebab keborosan, maka selama dalam keadaan-keadaan itu, yang berhak mengadu ialah wakilnya yang sah dalam perkara sipil.

(2) Jika tidak ada wakil, atau dia sendiri yang harus diadukan, maka penuntutan boleh dilakukan atas pengaduan wali yang mengawasi atau

curator (penilik) atau majelis yang menjalankan kewajiban wali pengawas atau yang menjalankan kewajiban curator itu, atas pengaduan istri, seorang kaum keluarga dalam turunan yang lurus, atau kalau tidak ada atas pengaduan kaum keluarga dalam turunan yang menyimpang sampai derajat ketiga.

2) Pasal 283 yang memberi batasan 17 tahun, yaitu:17

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 9.000,- dihukum barangsiapa menawarkan, menyerahkan buat selama-lamanya atau buat sementara waktu, menyampaikan di tangan atau mempertunjukkan kepada orang yang belum dewasa yang diketahuinya atau patut diketahuina bahwa orang itu belum berumur 17 tahun sesuatu tulisan, gambar, atau sesuatu barang yang menyinggung perasaan kesopanan, atau sesuatu cara dipergunakan untuk mencegah kehamilan, jika isi surat itu diketahuinya atau jika gambar, barang dan cara itu diketahuinya.

17

(28)

(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum barangsiapa di hadapan serorang yang belum dewasa seperti yang tersebut dalam ayat diatas memperdengarkan isi surat (tulisan) yang melanggar perasaan kesopanan. (3) Dengan hukuman penjara lamanya 4 bulan atau kurangan

selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.9000,- dihukum barangsiapa menawarkan, menyerahkan buat selama-lamanya atau sementara waktu, menyampaikan di tangan atau memperlihatkan kepada orang yang belum dewasa sebagai tersebut dalam ayat pertama, isi surat yang menyinggung perasaan kesopanan, jika ia ada alasan yang cukup untuk menyangka, bahwa Tulsan, gambar, atau barang itu melanggar perasaan kesopanan atau cara itu ialah cara untuk mencegah kehamilan b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-undang ini tidak secara eksplisit mengatur tentang batas usia pengertian anak, namun dalam pasal 153 ayat 5 menyatakan bahwa memberi wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang belum mencapai usia 17 tahun untuk menghadiri sidang.18

c) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Menurut ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak , maka anak adalah belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.19

d) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

18

Ibid, halaman.6.

19

(29)

Dalam pasal 1 sub 5 dinyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah umur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.20 e) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Dalam pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak didalam kandungan.21 f) Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Menurut ketentuan pasal 1 angka 2 bahwa anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.22

Proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase yang bisa digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi tiga fase, yaitu :23

1. Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7 (tujuh) tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental, pengembangan fungsi-fungsi tubuh, perkembangan kehidupan emosional, bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, maka kritis (trozalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak.

20

Ibid ,halaman.7.

21

Ibid

22

Republik Indonesia. Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak.Bab I.Ketentuan Umum. Pasal 1.

23

(30)

2. Fase kedua adalah dimulai pada usia 7 sampai 14 tahun disebut sebagai masa kanak-kanak, dimana dapat digolngkan ke dalam 2 periode, yaitu :

a) Masa anak sekolah dasar mulai dari usia 7–12 tahun adalah periode intelektual.

Periode intelektual ini adalah masa belajar awal dimulai dengan memasui masyarakat di luar keluarga, yaitu lingkungan sekolah kemudian teori pengamatan anak dan hidupnya perasaan, kemauan serta kemampuan anak dalam berbagai macam potensi, namun masih bersifat tersimpan atau masa latensi (masa tersembunyi)

b) Masa remaja/pra-pubertas atau pubertas awal yang dikenal dengan sebutan periode pueral.

Pada periode ini, terdapat kematangan fungsi jasmaniah ditandai dengan berkmebangnya tenaga fisik yang melimpah-limpah yang menyebaban tingkah laku anak kelihatan kasar, canggung, brandal, kurang sopan, liar dan lain-lain.

c) Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai 21 tahun yang dinamakan masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase pubertas dan adolescent, dimana terdapat masa penghubung danmasa peralihan dari anak menjadi orang dewasa. Masa remaja pubertas bisa dibagi dalam 4 (empat) fase yaitu : 1.Masa awal pubertas, disebut pula sebagai masa pueral/pra-pubertas.

(31)

3.Masa pubertas sebenernya, mulai kurang lebih 14 tahun. Masa pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih awal dari masa pubertas laki-laki

4.Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17 tahun sampai sekitar 19 hingga 21 tahun.

Juvenile delinquency ialah perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah-laku yang menyimpang.Juvenile berasal dari bahasa latin juvenlis artinya anak-anak,anak muda,cirri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Delinquent berasal dari kata latin

“delinquere” yang berarti : terabaikan, mengabaikan yang kemudian diperluas

artinya menjadi jahat,a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki, durjana, dursila, dan lain-lain. Deliquency itu selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda dibawah usia 22 tahun.24

Dalam pendekatan psikologis,menekankan sebab-sebab tingkah laku delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain faktor intelegnsia, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi,rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecendurangan psikopatologis, dan lain-lain.25

24

Dr.Kartini Kartono. 2002. Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja.Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, halaman.6.

25

(32)

Pendekatan sosiologis, para sosiologis berpendapat tingkah-laku delinkuen pada anak-anak remaja ini adalah murni sosiologis atau sosial-psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh pengaruh struktur sosial, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru. Maka faktor-faktor kultural dan sosial itu sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi struktur lembaga-lembaga sosial dan peranan sosial setiap individu di tengah masyarakat, status individu di tengah kelompoknya partisipasi sosial, dan pendefinisian-diri atau konsep dirinya. Dalam proses penentuan konsep-diri tadi, yang penting ialah

simbolasi diri atau ”penamaan diri” disebut pula sebagai pendefinisian-diri atau peranan-diri. Proses simbolasi diri pada umumnya berlangsung tidak sadar dan berangsur-angsur, untuk kemudian menjadi bentuk kebiasaan jahat delinkuen pada diri anak. Semua berlangsung sejak usia sangat muda, mulai di tengah keluarga sendiri yang berantakan, sampa pada masa remaja dan masa dewasa di tengah masyarakat ramai, berlangsunglah kini pembentukan pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma umum yang progresif sifatnya, kemudian dirasionalisasikan dan dibenarkan sendiri oleh anak lewat mekanisme negatif dan proses pembiasaan diri.26

Oleh sebab itu, faktor-faktor yang menyebabkan anak melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang diantaranya :

a) Faktor Internal

Yaitu faktor yang berasal bathin dari anak itu sendiri dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

26

(33)

b) Faktor Eksternal

Yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak dalam melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan seperti keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pengaruh massa dan lain-lain.

Maka dari itu,pembahasan selanjutnya mengenai faktor-faktor mengenai tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.

3. Penerapan Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan

Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologis.

Menurut E.Utrecht hukum adalah dihimpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah itu.

(34)

tidak mempunai kesalahan dan orang yang tidak mempunyai kesalahan tidak mungkin dipidana.27

J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastriparnoto mengungkapkan bahwa hukum adalah peraturan-peraturan bersifat memaksa yang dibuat oleh badan-badan resmi, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan hukuman.28

Hukum pidana atau the Criminal Law sering disebut sebagai hukum kriminil, karena memang persoalan yang dibicarakan dan yang diaturnya mengenai kejahatan-kejahatan dan hal-hal yang bersangkut paut dengan kejahatan perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian hukum pidana menurut Prof. Moeljatno, S.H. adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :29

1. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

27

I Made Widnyana.2010. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : PT Fikahati Aneska, halaman.75.

28

Chainur Arrasjid. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.halaman.21.

29

(35)

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidan, di mana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif ( tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

Pengertian kebijakan kriminal atau politik kriminal (criminal policy) merupakan usaha rasional dan terorganisasi dari suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Menurut Sudarto :30

1. Dalam arti sempit, mempunyai arti keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.

2. Dalam arti luas, mempunyai pengertian keseluruahan fungsi dari aparat penegak hukum, termasuk di dalamnya cara bekerja dari pengadilan dan polisi.

3. Dalam arti yang paling luas, mempunyai arti keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dari masyarakat.

Kebijakan dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk dala kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal tidak terlepas dari kebijakan sosial (social policy) yang terdiri kebijakan/upaya untuk kesejahteraan sosial (social-welfare policy) dan kebijakan/upaya untuk

30

Widiada Gunakaya dan Petrus Irianto. 2012. Kebijakan Kriminal Penanggulangan

(36)

perlindungan masyarakat (soial-defence policy), dilihat dari sudut politik kriminal.31

Kebijakan paling strategis adalah melalui sarana non-penal karena lebih bersifat preventif dan karena kebijakan penal sebagai sarana kebijakan kriminal, yaitu :32

1. Sebab-sebab yang demikian kompleks berada di jangkauan hukum pidana. 2. Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub-sistem) dari sarana kontrol

sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusian dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai masalah sosio-psikologis, sosio-politik, sosio-kutural, dsb).

3. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan

“kurieren am symptom”, oleh karena itu hanya merupakan “pengobatan

simptomatik” dan pengobatan kausatif.

4. Sanski hukum pidana merupakan “remidium” yang mengandung sifat

kontradiktif/paoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif.

5. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan indvidu/personal, tidak bersifat struktural/fungsional.

6. Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif.

7. Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukan saran pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut biaya tinggi.

31

Ibid, halaman.22.

32

(37)

Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindasan/pemberantasan/penumpasan) setelah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat prventif (pencegahan/penangkalan) sebelum kejahatan terjadi.33

Di dalam sistem peradilan pidana anak memiliki kekhususan dalam melakukan penerapan hukum akibat tindak pidana yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan yaitu ada 2 (dua) sanksi yang diberikan ialah pidana dan tindakan serta batasan umur anak yang berkonflik dengan hukum.

Pembahasan penerapan kebijakan hukum terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilalukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan dalam perspektif kriminologi berdasarkan studi putusan Pengadilaan Negeri Medan No. 21/ Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn akan dibahas di bab selanjutnya.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian hukum yang Yuridis Normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier. Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada :34

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum. b. Penelitian terhadap sistematika hukum.

33

Ibid, halaman.23.

34

(38)

c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum. d. Penelitian terhadap sejarah hukum. e. Penelitian terhadap perbandingan hukum.

Dalam hal penelitian hukum normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini.

2. Metode Pendekatan

Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.

3. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel

Lokasi penelitian penulis dalam menyusun skripsi ini adalah Pengadilan Negeri Medan.

4. Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan pendekatan dan data dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data yang dipakai adalah studi kepustakaan, yaitu menelaah bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan dalam perpektif kriminologis.

5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

(39)

diperoleh penulis dari internet yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku kejahatan dalam perspektif kriminologis.

6. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara kualitatif, yaitu dengan menganalisis melalui data lalu diorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

(40)

BAB II

Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pencurian dengan pemberatan, maksudnya adalah pencurian biasa yang diatur dalam pasal 362 disertai dalam keadaan memberatkan.

Pencurian biasa yang diatur dalam pasal 362 KUHP memiliki pengertian yaitu :35

“Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman penjara, selama-lamanya lima tahun atau sebanyak-banyaknya Rp.900- (K.U.H.P. 35, 364, 366, 486)”

Pasal 362 ini merupakan bentuk pokok dari pencurian, dengan unsur-unsur yaitu :36

1. Obyektif a) Mengambil b) Barang

c) Yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain 2. Subyektif

a) Dengan maksud b) Untuk memiliki

c) Secara melawan hukum. A.d.1. Mengambil

35

R.Soesilo, Loc.Cit.

36

(41)

Mengambil semula diartikan memindahkan barang dari tempat semula ke tempat lain. Ini berarti membawa barang dibawah kekuasaannya yang nyata. Perbuatan mengambil berarti perbuatan yang mengakibatkan barang dibawah kekuasaan yang melakukan atau yang mengakibatkan barang berada diluar kekuasaan pemiliknya.37

A.d.2. Barang yang seluruhnya atau sebahagiankepunyaan orang lain.

Pengertian barang telah mengalami juga proses perkembangannya. Dari arti barang yang berjudul menjadi setiap barang menjadi bagian dari kekayaan. Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat dipindahkan (barang bergerak). Tetapi kemudian ditafsirkan sebagai setiap bahagian dari harta benda seorang.

Dengan demikian barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai didalam kehidupan ekonomi dari seseorang.

Perubahan pendapat ini disebabkan dengan peristiwa pencurian aliran listrik, dimana aliran listrik termasuk pengertian barang yang dapat menjadi obyek pencurian.

Barang harus selurunya atau sebahagian kepunyaan orang lain. Barang tidak perlu kepunyaan orang lain pada keseluruhannya, sedangkan sebahagian dari brang saja dapat menjadi obyek pencurian. Jadi sebahagian lagi adalah kepunyaan pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat dijadikan obyek pencurian, yaitu barang-brang dalam keadaan res nullius dan res derelictae.38

37

Ibid

38

(42)

A.d.3. Dengan Maksud Untuk Memiliki Barang Bagi Diri Sendiri Secara Melawan Hukum Dengan Maksud.

Istilah ini terwujud dalam kehendak, keinginan atau tujuan dari pelaku untuk memiliki barang secara melawan hukum.39

A.d.4. Melawan Hukum.

Perbuatan memiliki yang dikehendaki tanpa hak atau kekuasaan sendiri dari pelaku. Pelaku harus sadar, bahwa barang yang diambilnya adalah milik orang lain.40

A.d.5. Memiliki Barang Bagi Diri Sendiri.

Memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya, sedangkan ia bukan pemiliknya.

Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan, yaitu menjual, memakai, memberikan kepada orang lain, menggadaikan, menukarkan, merubahnya, dan sebagainya. Pendeknya setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakan-akan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik.

Maksud untuk memiliki barang itu tidak perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu, karena kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbuatan mengambil barang.41

39

Ibid, halaman.19.

40

Ibid

41

(43)

B. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pencurian dengan pemberatan memiliki unsur-unsur pencurian biasa yang pokok, pencurian dengan pemberatan merupakan (gequalificeerde diefstal) yang diterjemahkan sebagai pencurian husus dimaksudnka sebagai suatu pencurian dengan cara tertentu dan bersifat lebih berat.42

Pencurian dengan pemberatan diatur dalam pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu :

1. Dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun :43 (1) Pencurian ternak.

(2) Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam terdampar, kecelakaan kereta-api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang.

(3) Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di perkarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak.

(4) Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.

(5) Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.

42

Wirjono Prodjodikoro¸ Op.Cit., halaman.19.

43

(44)

2. Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan salah satu hal yang diterangkan dalam No. 4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selama -lamanya Sembilan tahun.

Dengan begitu pencurian dalam pasal tersebut dinamakan “pencurian

berat” dan ancaman hukumannya pun lebih berat.

(1) Pencurian ternak, hewan sebagaimana diatur diterangkan dalam pasal 101 ialah semua jenis binatang yang memamah biak (kerbau lembu, kambing dan sebagainya), binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi. Anjing, kucing ayam, itik dan angsa tidak termasuk hewan, karena tidak memamah biak, tidak berkuku satu dan bukan pula sejenis babi44

(2) Jika dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam bencana, seperti kebakaran, peletusa, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kecelakaan kereta api, huru-hara pemberontakan atau bahaya perang.pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti ini diancam hukuman lebih berat, karena pada waktu semua sedang menyelamatkan jiwa dan raganya serta harta bendanya, si pelaku mempergunakan kesempatan itu untuk melakukan kejahatan, yang menandakan bahwa orang itu adalah rendah budinya.45

Pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti ini perlu dibuktikan, bahwa antara terjadinya bencana dengan pencurian itu ada kaitan yang erat, sehingga dapat dikatakan bahwa pencuri tersebut mempergunakan kesempatan itu untuk mencuri, berbeda halnya seorang pencuri di dalam sebuah rumah

44

Ibid, halaman.378.

45

(45)

bagian kota, yang kebetulan saja di bahagian kota itu terjadi kebakaran. Tindak pidana ini tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksud oleh pasal ini, karena disini pencuri tidak sengaja menggunakan kesempatan peristiwa kebakaran yang terjadi waktu itu.

(3) Pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya dilakukan oleh orang yang berada di situ tanpa setahu atau tanpa izin yang berhak.

a) Waktu malam sebagaimana dimaksud oleh pasal 98, adalah waktu antara matahari terbenam dan terbit kembali.

b) Pengertian rumah di sini ialah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat-tinggal siang dan malam. Gudang dan toko yang didiami pada waktu siang dan malam, tidak termasuk pengertian rumah. Sebaliknya gubug, garbing, kereta-api dan petak-petak kamar di dalam perahu, apabila didiami siang dan malam, termasuk dalam pengertian rumah. c) Perkarangan tertutup disini ialah dataran tanah yang pada disekelilingnya

ada pagarnya (tembok, bambu, pagar tumbuh-tumbuhan yang hidup) dan tanda-tanda lain yang dapat dianggap sebagai batas.

Untuk dapat dituntut dengan pasal ini si pelaku pada waktu melakukan pencurian itu harus masuk ke dalam rumah atau perkarangan tersebut. Apabila hanya menggaet saja dari jendela, tidak dapat digolongkan dengan pencurian dimaksud di sini.46

46

(46)

(4) Jika dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Supaya dapat dituntut menurut pasal ini, maka dua orang (atau lebih) itu harus bertindak bersama-sama sebagaiana dimaksud oleh pasal 55, dan tidak seperti halnya yang dimaksud oleh pasal 56, yakni yang seorang bertindak, sedang seorang lainnya hanya sebagai pembantu saja.47

(5) Masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu, pencurian tersebut dilakukan dengan jalan membongkar, memecah, memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu. a) Membongkar ialah mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya

membongkar tembok, pintu dan jendela dan sebagainya. Dalam hal ini harus ada sesuatu yang rusak, pecah dan sebagainya. Apabila pencuri hanya mengangkat daun pintu dari engselnya dan tidak terdapat kerusakan apa-apa, tidak dapat diartikan “membongkar”.

b) Memecah ialah membuat kerusakan yang agak ringan, misalnya memcah kaca jendela dan sebagainya.

c) Memanjat, dalam pasal 99 KUHP adalah ke dalam rumah dengan melalui lubang yang sudah ada tetapi tidak untuk tempat orang lalu, atau dengan melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali, demikian juga melalui selokan atau parit, yang gunanya sebagai penutup jalan.

d) Anak kunci palsu , dalam pasal 100 KUHP adalah segala macam anak kunci yang tidak diperuntukan membuka kunci dari sesuatu barang yang dapat dikunci, seerti lemari, peti dan sebagainya, oleh yang berhak atas

47

(47)

barang itu. Demikian juga anak kunci duplikat yang penggunaannya bukan oleh yang berhak, dapat dikatakan anak kunci palsu. Anak kunci asli yang telah hilang dari tangan yang berhak, apabila orang yang berhak itu telah membuat anak kunci lain untuk membuka kunci tersebut, dapat dikatakan pula anak kunci palsu. Dalam sebutan anak kunci palsu menurut pasal 100 ini, termasuk juga sekalian perkakas, walaupun bentuk tidak menyerupai anak kunci, misalnya kawat atau paku yang lazimnya tidak untuk membuka kunci, apabila alat itu digunakan oleh pencuri untuk membuka kunci, masuk pula dalam sebutan anak kunci palsu.

e) Perintah palsu ialah perintah yang dibuat sedemikian rupa, seolah-olah perintah itu asli dan dikeluarkan oleh yang berwajib, padahal tidak asli.Pakaian palsu ialah pakaian yang dikenakan oleh orang yang tidak berhak itu. Misalnya seorang pencuri yang mengenakan pakaian seragam polisi dapat masuk ke dalam rumah seseorang, kemudian mencuri barang.

f) Pakaian palsu di sini tidak saja pakaian jabatan pemerintah, tetapi boleh juga pakaian seragam perusahaan swasta.48

(6) Dalam ayat 1 sub (5) pasal ini antara lain dikatakan bahwa untuk dapat masuk ke tempat kejahatan itu pencuri tersebut melakukan perbuatan dengan jalan membongkar. Bukan yang diartikan jalan untuk ke luar. Jadi apabila si pencuri di dalam rumah sejak petang hari ketika pintu-pintu rumah itu sedang dibuka, kemudian ke luar pada malam harinya, setelah para penghuni rumah itu tidur

48

(48)

nyenyak, dengan jalan membongkar, tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksudkan di sini.49

C. Sanksi

Dari pengertian hukum pidana (pemidanaan) yang lebih sempit menjadi pidana di samping penindakan dan kebijaksanaan maka hukum pidana dapat disebut sebagai Hukum Sanksi. Pengertian sanksi dalam pembahasan ini adalah yang berupa penderitaan, nestapa, atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan secara badani. Penjatuhan tentang penderitaan, nestapa atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan tadi, akan dirasakan kepada setiap orang yang karena perbuatannya telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain yang sudah barang tentu penentuan apakah seseorang itu telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain dinyatakan di dalam putusan hakim. Mengenai putusan hakim yang melegalkan sesuatu tidak legal itu sering disebut sebagai putusan yang condemnatoir, yaitu putusan hakim yang berisi penghukuman kepada salah satu pihak.50

Menurut Sudarto, sanksi atau pemidanaan itu kerap kali kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.51

49

Ibid, halaman.381.

50

Waluyadi. 2003. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta : Djambatan, halaman.29.

51

(49)

Ada 3 teori tentang pemidanaan yaitu :52 a) Teori Absolut

dasar dari pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan umum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memperhatikan masa depan, baik terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu -satunya penderitaan bagi penjahat.

b) Teori Relatif atau Teori Tujuan

Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib itu diperlukan pidana.

Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara. Ditinjau dari sudut pertahanan

52

(50)

masyarakat itu tadi, pidana merupaan suatu terpaksa perlu (noodzakelijk) diadakan.

Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu :53

1. Bersifat menakuti-nakuti 2. Bersifat memperbaiki 3. Bersifat membinasakan

Oleh sebab itu terbagi jadi 2 (dua) macam yaitu :54 a) Teori pencegahan umum

Pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar orang-orang (umum) menjadi takut untuk berbuat kejaatan. Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadian contoh oleh masyarakat agar masyarakat tidak meniru dan melakukan pebuatan yang serupa dengan penjahat itu.

b) Teori pencegahan khusus

Tujuan pidana ialah mencegah oelaku kejahatan yang dipidana agar ia tidak mengulang lagi kejahatan, dan mencegah agar orang yang telah berniat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan menjatuhkan pidana, yang sifatnya 3 (tiga) macam, yaitu :55

1. Menakuti-nakutinya 2. Memperbaikinya, dan

3. Membuatnya menjadi tidak berdaya

53

Ibid, halaman.162.

54

Ibid

55

(51)

Menakut-nakuti ialah bahwa pidana harus dapat memberi rasa takut bagi orang-orang tertetnu yang masih ada rasa takut agar ia tidak lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga orang-orang tertentu yang tidak lagi merasa takut untuk mengulangi kejahatan yang pernah dilakukannya, pidana yang dijatuhkan kepada orang yang seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya. Sementara itu, orang-orang yang ternyata tidak dapat diperbaiki lagi, pidana yang dijatuhkan terhadapnya haruslah bersifat membuatnya tidak berdaya atau bersifat membinasakan.

c) Teori Gabungan

Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :56

1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan tidak boleh melampuibatas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya dipertahankanya tata tertib masyarakat.

2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.

Ted Honderich berpendapat, bahwa pemidanaan harus memuat tiga unsur berikut :57

56

Ibid. halaman.166

57

(52)

a) Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan (deprivation) atau kesengsaraan (distress) yang biasanya secara wajar dirumuskan dari tindakan pemidanaan.unsur pertama ini pada dasarnya merupakan kerugian atau kejahatan yang diderita subjek yang menjadi korban sebagai akibat dari tindakan sadar subjek lain. Secara actual, tindakan subjek lain dianggap salah bukan saja karena mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, tetapi juga karena melawan hukum yang berlaku secara sah.

b) Setiap pemidanaan harus datang dari instuisi yang berwenang secara hukum pula. Jadi, pemidanaan tidak merupakan konsekuensi alamiah suatu tindakan, melainkan sebagai hasil keputusan pelaku-pelaku personal suatu lembaga yang berkuasa. Karenanya, pemidanaan bukan merupakan tindakan balas dendam dari korban terhadap pelanggar hukum yang mengakibatkan penderitaan.

c) Penguasa yang berwenang, berhak untuk menjatuhkan pidana hanya kepada subjek yang telah terbuti secara sengaja melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Unsur yang ketiga ini memang mengandung

pertanyaan tentang “hukuman kolektif”, misalnya embargo ekonomi yang

(53)

Lebih lanjut, sanksi atau hukuman mengenai pencurian dengan pemberatan terdapat dalam KUHP dimana menurut pasal 363 ayat (1) yang

menyebutkan : “Dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun apabila :58 1. Pencurian ternak.

2. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilakukan penelitian spesifik pada tiap komponen teknologi, atau pada komponen teknologi yang mempunyai gap terendah atau nilai intensintas kontribusi terbesar, untuk

Ayat (1) pasal 9 model UN menyebutkan tentang pemberian wewenang kepada salah satu negara untuk melakukan verifikasi atas transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa,

• Sebelum kita mempelajari setiap kalkulasi, kita perlu m Sebe u ta e pe aja set ap a u as , ta pe u engembangkan model dinamik umum untuk sistem lup tertutup – yaitu proses

Berdasarkan hasil analisis teknologi laboratoris tembikar (fisik dan kimia), maka dapat dijelaskan tentang kualitas dari tembikar- tembikar yang ditemukan di Situs Gua

Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri,

Beberapa tahun kemudian Desa Parakan mendapat bantuan dari pihak PERKIMSIH (Dinas Permukiman Bersih) berupa pembangunan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) setelah

Kepala Seksi Bina Satuan Linmas atau Kepala Seksi Bina Potensi Masyarakat membuat nota dinas dan konsep surat pemberitahuan Pembinaan dan Pemberdayaan Satuan Linmas atau

Inverter menerima perintah dari PLC dan Kontrol untuk menghasilkan daya yang berubah-ubah nilai frekuensinya untuk disalurkan ke motor tiga-fase, berubah- ubahnya frekuensi inilah