ANALISA STRUKTUR BETON BERTULANG PADAPROYEK
PEMBANGUNAN GEDUNG SOPOTORNAULI PARAPAT
BERDASARKAN SK SNI 03-2002
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
ELY SANTA ROSA BARUS NIM : 080424029
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PROYEK
PEMBANGUNAN GEDUNG SOPO TORNAULI PARAPAT
BERDASARKAN SK SNI 03-2002
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan Oleh:
ELY SANTA ROSA BARUS NIM : 080424029
Dosen Pembimbing
Ir. Sanci Barus, MT NIP : 1952090119811211 001
Penguji I Penguji IIPenguji III
Ir. Besman Surbakti, MTIr. Daniel Rumbi Teruna,MTRahmi Karolina, ST, MT
NIP:19541012 198003 1 004NIP:19590707 198710 1 001 NIP:198203182008122001
Mengesahkan:
Koordinator PPE Ketua
Departemen Teknik Sipil Departemen Teknik Sipil
Ir. Zulkarnain Abdul Muis, Meng’Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP : 19560326 198103 1 003 NIP:19561224 198103 1 002
ABSTRAK
Peraturan struktur bangunan harus menetapkan syarat minimum yang berhubungan dengan segi keamanan. Dengan demikian perlu disadari bahwa suatu peraturan bangunan bukanlah hanya diperlakukan sebagai petunjuk praktis yang disarankan untuk dilaksanakan, bukan hanya merupakan buku pegangan pelaksana, bukan pula dimaksudkan untuk menggantikan pengetahuan, pertimbangan teknik, serta pengalaman-pengalaman dimasa lalu.
Suatu peraturan bangunan jadi pedoman pihak perencana untuk menghasilkan struktur bangunan yang ekonomis dan yang lebih penting adalah aman. Baik dari perhitungan maupun teknik pelaksanaan struktur perlu diperhatikan demi kelancaran pelaksanaan, keefektifan, dan mutu yang dihasilkannya. Inilah yang mendorong penulis memilih topik pembahasan dalam tugas akhir ini. Pembahasan dititik beratkan pada konstruksi beton bertulang yaitu balok, kolom, dan pondasi. Yang menjadi sampel dalam penyusunan Tugas Akhir adalah gedung Sopo Tornauli Parapat.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas anugerah Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, karunia dn
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan pada program studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Judul tugas akhir ini adalah “ANALISA STRUKTUR BETON BERTULANG
PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG SOPO TORNAULI PARAPAT
BERDASARKAN SK SNI 03-2002”.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, tugas akhir ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih rasa hormat kepada:
1. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, MEng’Sc, selaku Koordinator Program Pendidikan
Sarjana Ekstension Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil;
3. BapakIr. Sanci Barus, MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan kritik dan
saran untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini;
4. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan
kritik dan saran untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini;
5. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan
kritik dan saran untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini;
6. Ibu Rahmi Karolina, ST, MT, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan kritik
dan saran untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini;
8. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar departemen teknik sipil Universitas Sumatera Utara serta
seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam
penyelesaian administrasi;
9. Orang tua dan keluarga yang mendukung penyusun baik berupa moral maupun materiil.
10. Indrawandy Sinaga, untuk dukungan dan semangatnya;
11. Rekan-rekan mahasiswa yang turut membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Akhir kata penulis berharap kiranya tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus2011
Hormat saya, Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…….………...…i
ABSTRAK………..… iii
DAFTAR ISI………...iv
DAFTAR TABEL………ix
DAFTAR GAMBAR………... x
DAFTAR NOTASI………...…... xi
BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………...1
1.2 Tujuan………...5
1.3 Permasalahan………. 5
1.4 Batasan Masalah.………... 5
1.5 Metode Penulisan……….. 6
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Perencanaan Struktur Beton Bertulang……… 8
2.1.1Umum……….. 8
2.1.2 Perencanaan Kuat Batas ( Ultimite Strength Design)……….. 9
2.1.2.1 Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas …….……… 11
2.1.2.2 Keruntuhan Akibat Geser………...………...……. 16
2.1.2.3 Pengaruh Keruntuhan Geser Terhadap Jumlah Tulangan Memanjang………....……….. 17
2.2.1Umum……….. 18
2.2.2Balok Beton Bertulang………..19
2.2.3Kuat Lentur Penampang Balok Persegi ……….... 22
2.2.4Kondisi Penulangan Seimbang ………..…... 24
2.2.5Persyaratan Kekuatan ……….……….….…26
2.2.6Rasio Penulangan………....………..…... 27
2.2.5Analisis Balok Terlentur Bertulangan Rangkap………..…. 27
2.3Struktur Kolom……….….... 29
2.3.1Umum ……….……....……... 29
2.3.2Hubungan Beban Aksial dan Momen ……….…. 30
2.3.3Penampang Kolom Bertulangan Seimbang ….………. 34
2.3.4Faktor Reduksi Kekuatan Untuk Kolom………... 35
2.4 Pondasi………..……... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Proyek... 38
3.2 Tinjauan Perencanaan... 40
3.2.1 Deskripsi Model Struktur... 40
3.2.2 Data Geometri Struktur... 42
3.2.4.1 Beban Mati... 44
3.2.4.2 Beban Hidup Pada Pelat Lantai...45
3.2.4.3 Beban Hidup Pada Atap...45
3.2.4.4 Beban Gempa... 45
3.2.5 Ketentuan Perencanaan Pembebanan... 46
3.2.6 Pembebanan ... 47
3.2.7 Deskripsi Pembebanan ... 47
3.2.7.1 Beban Mati... 47
3.2.7.2 Beban Hidup...48
3.2.7.3 Beban Gempa... 48
3.2.7.4 Arah Pembebanan Gempa……….… 51
3.2.8 Kombinasi Pembebanan ...51
3.3 Tinjauan Struktur Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002...52
3.3.1Persyaratan Untuk sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)... 53
3.3.1.1 Komponen Struktur Lentur Pada SRPMK... 53
3.3.1.2 Tulangan Longitudinal... 53
3.3.1.3 Tulangan Transversal... 54
3.3.1.4 Persyaratan Kuat Geser...56
3.3.2 Komponen Struktur Yang menerima Kombinasi Lentur dan Beban Aksial Pada SRPMK...…...57
3.3.2.1 Kuat Lentur Minimum Kolom... 57
3.3.2.2 Tulangan Memanjang... 58
3.3.2.3 Tulangan Transversal... 58
3.4 Tulangan Daktalitas Berdasarkan SK SNI 2002
3.4.1 Daktalitas struktur bangunan dan pembebanan
gempa nominal………...….. 61
BAB IV APLIKASI PERHITUNGAN 4.1 Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus…... 64
4.1.1 Perencanaan Struktur Lantai 1...64
4.1.1.1 Perencanaan Beban Gempa... 64
4.1.1.2 Perencanaan Tulangan Balok Akibat Momen Lentur... 70
4.1.1.3 Perencanaan Tulangan Balok... 73
4.1.1.4 Desain Tulangan Geser Balok...77
4.1.1.5Penulangan Memanjang Kolom………. 78
4.1.1.6 Pengekangan Kolom (Tulangan Confinement) …………... 81
4.1.1.7 Penulangan Transversal……….…. 82
4.1.2 Perencanaan Struktur Lantai 2... 82
4.1.2.1 Perencanaan Tulangan Balok Akibat Momen Lentur... 82
4.1.2.2 Perencanaan Tulangan Balok... 84
4.1.2.3 Desain Tulangan Geser Balok... 88
4.1.2.4 Penulangan Memanjang Kolom... 89
4.1.2.5 Pengekangan Kolom (Tulangan Confinement)…………...…. 91
4.1.2.6 Penulangan Transversal... 92
4.5.3.1 Perencanaan Tulangan Balok Akibat Momen
Lentur... 92
4.5.3.2 Perencanaan Tulangan Balok... 93
4.5.3.3 Desain Tulangan Geser Balok... 95
4.2Perencanaan Pondasi……… 96
4.2.1 Perencanaan Pondasi Telapak... 96
4.2.2 Perencanaan Penulangan Pondasi …... 97
4.2.3 Perencanaan Pondasi Sumuran... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 100
5.2 Saran... 102
DAFTAR PUSTAKA ... xiv
LAMPIRAN 1
DAFTAR NOTASI
A adalah percepatan puncak gempa rencana pada taraf pembebanannominal sebagai
gempa masukan untuk analisis respons dinamik liniear riwayat waktu struktur gedung.
Ac adalah luasan daerah tekan beton akibat lenturan, (mm2).
Ag adalah luas bruto penampang, (mm2).
As adalah luas tulangan tarik non-prategang, (mm2).
Ash adalah luas penampang total tulangan transversal (termasuk sengkangpengikat)
dalam rentang spasi s dan tegak lurus terhadap dimensi he, (mm2).
b adalah lebar efektif flens tekan dari komponen struktur, (mm).
bw adalah lebar badan dari komponen struktur (mm).
C adalah Faktor Respons Gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi yang
nilainya bergantung pada waktu getar alami struktur gedung dan kurvanya
ditampilkan dalam Spektrum Respons Gempa Rencana.
d adalah tinggi efektif penampang, (mm)
db adalah diameter batang tulangan, (mm)
E adalah pengaruh beban gempa, atau gaya dan momen dalam yang berhubungan
dengan beban tersebut.
Fi adalah Beban gempa nominal static ekivalen yang menangkap pada pusat massa
pada taraf lantai tingkat ke-i struktur atas gedung.
f’c adalah kuat tekan beton yang disyaratkan, (MPa).
fy adalah kuat leleh tulangan yang disyaratkan, (MPa).
g adalah Percepatan gravitasi.
he adalah dimensi inti kolom diukur dari sumbu ke sumbu tulangan pengekang, (mm).
I adalah Faktor keutamaan gedung, factor pengali dari pengaruh Gempa Rencana
pada berbagai kategori gedung.
Ig adalah Momen inersia bruto dari penampang kolom, (mm4)
ld adalah panjang penyaluran batang tulangan lurus, (mm).
ldh adalah panjang penyaluran batang tulangan dengan kait standar, (mm).
ln adalah bentang bersih yang diukur dari muka ke muka tumpuan, (mm).
lo adalah panjang minimum, diukur dari muka join sepanjang sumbu komponen
struktur,dimana harus disediakan tulangan transversal, (mm).
Mn adalah Momen nominal suatu penampang, (KNm)
Mpr adalah Kuat momen lentur mungkin dari suatu komponen struktur, dengan atau
tanpa beban aksial, (KNm).
Mu adalah Momen terfaktor, (KNm).
Pn adalah beban aksial nominal, (KN).
Pu adalah beban aksial terfaktor yang terjadi pada suatu elemen, (KN).
Q adalah nilai yang disebut indeks stabilitas.
R a dalah faktor reduksi gempa.
s adalah spasi tulangan transversal, (mm).
smax adalah spasi maksimum tulangan transversal, (mm).
sx adalah spasi longitudinal tulangan transversal dalam rentang panjang lo,(mm).
T adalah Waktu getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik yang
menentukan besarnya Faktor Respon Gempa struktur gedung dan kurvanya
ditampilkan dalam Spektrum Respons Gempa Rencana.
V adalah Beban (gaya) geser dasar nominal static ekivalen akibat pengaruh Gempa
tingkat daktalitas umum, dihitung berdasarkan waktu getar alami fundamental
struktur gedung beraturan tersebut, (KN).
Vc adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, (KN).
Vn adalah kuat geser nominal (KN).
Vu adalah total geser horizontal berfaktor dari lantai yang ditinjau, (KN).
Wi adalah Berat lantai tingkat ke-i struktur atas gedung, termasuk beban hidup yang
sesuai.
Wt adalah Berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Nilai Koefisien ζ ... ……….….. 46
3.2 Klasifikasi Sistem Rangka Pemikul Momen Beserta faktor R dan Oo ... …………... 50
3.3 Faktor Keutamaan I ... ……….….. 50
3.4 Parameter daktalitas struktur gedung………...…. 63
4.1 Berat Struktur untuk SRPMK ... ………….. 69
4.2 Gaya gempa untuk struktur rangka pemikul momen khusus ... ………….. 69
4.3 Resume gaya-gaya dalam pada B507 ... ………….. 70
4.4 Resume gaya-gaya dalam pada B511 ... ………….. 71
4.5 Resume gaya-gaya dalam pada K535 ... ………….. 71
4.6 Resume gaya-gaya dalam pada K555 ... …………... 72
4.7 Resume gaya-gaya dalam pada K568 ... …………...72
4.8 Resume gaya-gaya dalam pada B431 ... …………...82
4.9 Resume gaya-gaya dalam pada B465 ... …………... 83
4.10 Resume gaya-gaya dalam pada K533 ... …………...83
4.11 Resume gaya-gaya dalam pada K554 ... …………..84
4.12 Resume gaya-gaya dalam pada B479 ... …………..92
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Balok yang dibebani sampai runtuh ... ………….. 12
2.2 Kurva momen – kelengkungan balok ... ………….. 13
2.3 Perilaku keruntuhan balok ... ………….. 15
2.4 Ciri-ciri keruntuhan penampang... ………….. 15
2.5 Balok dengan keruntuhan geser ... ………….. 16
2.6 Rasio tulangan memanjang dan kapasitas geser ... ………….. 17
2.7 Perilaku lentur pada beban kecil ... ………….. 20
2.8 Perilaku lentur pada beban sedang ... ………….. 21
2.9 Perilaku lentur pada beban ultimit... ………….. 22
2.10 Analisis Balok Persegi ... ………….. 23
2.11 Keadaan Seimbang Regangan ... ………….. 25
2.12 Analisis Balok Bertulangan Rangkap ... ………….. 29
2.13 Hubungan Beban Aksial-Momen-Eksentrisitas ... ………….. 31
2.14 Kolom Memikul Beban Aksial ... ………….. 32
3.1 Denah lantai 1 ... …………... 40
3.2 Denah lantai 2 ... ……… 41
3.3 Denah ring balok ... ……… 41
3.4 Respons Spektrum Gempa Rencana……… 49
3.5 Contoh Sengkang Tertutup yang dipasang bertumpuk……… 55
3.6 Perencanaan geser untuk balok-kolom……… 56
ABSTRAK
Peraturan struktur bangunan harus menetapkan syarat minimum yang berhubungan dengan segi keamanan. Dengan demikian perlu disadari bahwa suatu peraturan bangunan bukanlah hanya diperlakukan sebagai petunjuk praktis yang disarankan untuk dilaksanakan, bukan hanya merupakan buku pegangan pelaksana, bukan pula dimaksudkan untuk menggantikan pengetahuan, pertimbangan teknik, serta pengalaman-pengalaman dimasa lalu.
Suatu peraturan bangunan jadi pedoman pihak perencana untuk menghasilkan struktur bangunan yang ekonomis dan yang lebih penting adalah aman. Baik dari perhitungan maupun teknik pelaksanaan struktur perlu diperhatikan demi kelancaran pelaksanaan, keefektifan, dan mutu yang dihasilkannya. Inilah yang mendorong penulis memilih topik pembahasan dalam tugas akhir ini. Pembahasan dititik beratkan pada konstruksi beton bertulang yaitu balok, kolom, dan pondasi. Yang menjadi sampel dalam penyusunan Tugas Akhir adalah gedung Sopo Tornauli Parapat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peraturan dan standar persyaratan struktur bangunan pada hakekatnya ditujukan untuk
kesejahteraan umat manusia, untuk mencegah korban manusia. Oleh karena itu, peraturan
struktur bangunan harus menetapkan syarat minimum yang berhubungan dengan segi
keamanan. Dengan demikian perlu disadari bahwa suatu peraturan bangunanan bukanlah
hanya diperlakukan sebagai petunjuk praktis yang disarankan untuk dilaksanakan, bukan
hanya merupakan buku pegangan pelaksanaan, bukan pula dimaksudkan untuk menggantikan
pengetahuan, pertimbangan teknik, serta pengalaman-pengalaman di masa lalu. Suatu
peraturan bangunan tidak membebaskan tanggung jawab pihak perencana untuk
menghasilkan struktur bangunan yang ekonomis dan yang lebih penting adalah aman.
Di Indonesia, peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan
palaksanaan bangunan beton bertulang telah beberapa kali mengalami perubahan dan
pembaharuan, sejak Peraturan Beton Indonesia 1955 (PBI 1955) kemudian PBI 1971, Standar
Tata Cara Penghitungan Struktur Beton SK SNI T-15-1991-03dan yang terakhir adalah
Standart Tata Cara Perhitungan Beton Bertulang Gedung SK SNI 03-2002. Pembaharuan
tersebut tiada lain ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya mengimbangi
pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang berhubungan
dengan beton dan beton bertulang.
PBI 1955 merupakan terjemahan dari GBVI (Gewapend Beton Voorschriften in
Indonesia) 1935, ialah suatu peraturan produk pemerintah penjajahan Belanda di Indonesia.
perhitungan lentur dengan cara n, dengan menggunakan nilai banding modulus elastisitas
baja dan beton, n, yang bernilai tetap untuk segala keadaan bahan dan pembebanan. Batasan
mutu bahan di dalam peraturan baik untuk beton maupun tulangan baja masih rendah
disamping peraturan tata cara pelaksanaan yang sederhana sesuai dengan taraf teknologi yang
dikuasai pada waktu itu. PBI 1971 NI-2 diterbitkan dengan memberikan beberapa
pembaharuan terhadap PBI 1955, diantaranya yang terpenting adalah :
1. Di dalam perhitungan menggunakan metode elastik atau disebut juga sebagai
perhitungan lentur dengan cara “n” atau metoda tegangan kerja, menggunakan
nilai n yang variabel tergantung pada mutu beton dan waktu (kecepatan)
pembebanan, serta keharusan untuk memasang tulangan rangkap bagi balok-balok
yang ikut menentukan kekuatan struktur.
2. Diperkenalkannya perhitungan metode kekuatan (ultimit) yang meskipun belum
merupakan keharusan untuk memakai, ditengahkan sebagai alternatife.
3. Diperkenalkannya dasar-dasar perhitungan bangunan tahan gempa.
Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton nomor: SK SNI-T-15-1991-03
memberikan ketentuan-ketentuan baru, antara lain yang terpenting untuk diperhatikan adalah
:
1. Perhitungan perencanaan lebih diutamakan serta diarahkan untuk menggunakan
metode kekuatan (ultimit).
2. Konsep hitungan keamanan dan beban yang lebih realistik dihubungkan dengan
tingkat daktilitas struktur.
4. Menggunakan satuan SI dan notasi disesuaikan dengan yang dipakai di kalangan
internasional.
5. Ketentuan-ketentuan detail penulangan yang lebih rinci untuk beberapa komponen
struktur.
6. Mengetengahkan beberapa ketentuan yang belum tersedia pada peraturannya
sebelumnya, misalnya mengenai struktur bangunan tahan gempa, beton
prategangan, pracetak, komposit, cangkang, plat lipat, dan lain-lain.
Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton nomor: SK SNI 03-2002 memberikan
ketentuan-ketentuan, antara lain yang terpenting untuk diperhatikan adalah :
1. Diperkenalkannya perhitungan perencanaan menggunakan analisis komputer
dengan persyaratan tertentu, tanpa meninggalkan analisis struktur dengan
menggunakan mekanika teknik yang baku.
2. Konsep analisis harus dilakuakan dengan model-model matematis yang
mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi bahan dan
kekakuan unsur-unsurnya.
3. Tata cara hitungan geser dan puntir dibedakan atas komponen struktur non
prategang dan prategang.
Di Indonesia terletak di daerah rawan gempa, untuk mengurangi resiko akibat
bencana gempa tersebut perlu direncanakan struktur bangunan tahan gempa. Berdasarkan
SNI 1726 tahun 2002. Kota Parapat telah diklasifikasikan kedalam daerah yang memiliki
resiko gempa kuat (zona yang berwarna merah) yang memiliki percepatan gempa 0.30
Jika bangunan tahan gempa tidak direncanakan dengan baik dapat mengakibatkan
kerugian jiwa dan materi yang sangat besar. Perencanaan tahan gempa umumnya didasarkan
pada analisa elastic yang diberi factor beban untuk simulasi kondisi ultimit (batas).
Sampai dengan saat sekarang, penguasa pengetahuan dan teknologi yang berkaitan
dengan sifat dan perilaku struktur beton terus menerus mengalami perkembangan sehingga
standar dan peraturan yang mengatur tata cara perencanaan dan pelaksanaannya juga
menyesuaikan untuk selalu diperbarui. Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton
nomor: SK SNI 03-2002 disusun dengan sepenuhnya berdasarkan pertimbangan tersebut.
Sehingga Panitia Penyusun memandang perlu untuk menggunakan acuan
peraturan-peraturan dan standar dari berbagai negara, terutama ASTM, guna menyesuaikan dengan
penguasaan teknologi mutakhir tetapi tetap tanpa meniggalkan pertimbangan kondisi
Semua Peraturan dan Pedoman Standar tersebut diatas diterbitkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan diberlakukan sebagai peraturan standar resmi.
Dengan sendirinya apabila suatu dokumen mencantumkannya sebagai peraturan resmi yang
harus diikuti, maka sesuai dengan prosedur yang berlaku peraturan tersebut berkekuatan
hukum dalam pengendalian perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton bertulang lengkap
dengan segala yang diberlakukan.
1.2Tujuan
Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Mengetahui kebutuhan tulangan balok dan kolom khusus pada gedung pertemuan
yang dibutuhkan dengan perencanaan berdasarkan SK SNI 03-2002.
2. Mengetahui apakah Proyek Pembangunan Gedung Sopo Tornauli telah sesuai dengan
peraturan SK SNI 03-2002.
1.3 Permasalahan
Semakin banyaknya masalah yang terjadi pada perencanaan dan pembangunan suatu
gedung dengan material beton bertulang diantaranya adalah:
• Dimensi bangunan yang tidak sesuai dengan beban yang dipikul oleh bangunan;
• Pondasi yang tidak sesuai dengan jenis tanah dan bangunan;
• Bangunan yang direncanakan tidak memperhitungkan pengaruh gempa;
• Tidak sesuainya desain dan analisis struktur pada daerah yang rawan gempa.
1.4Batasan Masalah
1. Struktur portal yang dianalisa adalah bangunan struktur beton bertulang dengan
dua lantai.
2. Komponen struktur yang di tinjau adalah balok dan kolom.
3. Bangunan yang dianalisa difungsikan untuk gedung pertemuan.
4. Peraturan yang dipakai adalah SK SNI 03-2002.
5. Analisa beban gempa yang digunakan adalah analisa beban statik ekivalen.
1.5Metode Penulisan
Analisa kekuatan bangunan struktur beton bertulang dilakukan denganmenggunakan
program Computer and Structure, Inc. yaitu progam Structure Analysis Program( SAP ).
Adapun perencanaan struktur yang ditinjau adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan struktur balok berdasarkan SK SNI 03-2002.
2. Perencanaan struktur kolom berdasarkan SK SNI 03-2002.
Proyek Pembangunan Gedung Sopo Tornauli Parapat berada di Kabupaten Toba Samosir,
Provinsi Sumatera Utara.
Data-data perencanaan Gedung Sopo Tornauli Parapat adalah sebagai
berikut :
Bangunan gedung terletak pada wilayah gempa (WG 6) berdasarkan peta wilayah
gempa SNI 03 – 1726 – 2002.
Bangunan digunakan sebagai gedung pertemuan.
Jenis struktur Sistim Rangka Pemikul Momen Menengah Beton Bertulang.
Mutu beton adalah f’c = 250 kg/cm².
Mutu baja adalah fy = 2400 kg/cm².
Berat isi beton adalah = 2400 kg/m3.
Dimensi kolom K2 adalah = 40 x 60 cm.
Dimensi kolom K3 adalah = 40 x 40 cm
Dimensi balok B1 adalah = 20 x 40 cm.
Dimensi balok B2 adalah = 20 x 20 cm.
Dimensi balok B6 adalah = 40 x 65 cm
Dimensi balok S1 adalah = 20 x 20 cm.
Tebal dinding = 15 cm.
Beban hidup atap = 100 kg/m².
Atap terbuat dari tegola.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Metode Perencanaan Struktur Beton Bertulang
2.1.1 Umum
Ada dua metode yang umum digunakan untuk perencanaan struktur beton bertulang ,
yaitu metode beban kerja (working stress design) dan metode kekuatan batas (ultimate
strength design). Metode beban kerja sangat popular pada masa lampau, yaitu sekitar awal
sampai pertengahan abad 19. Penelitian mengenai metode kekuatan batas mulai banyak
dilakukan pada tahun 1950-an. Sedangkan di Indonesia mulai diperkenalkan metode
kekuatan batas pada tahun 1955 dengan peraturan atau pedoman standar yang mengatur
perencanaan dan palaksanaan bangunan beton bertulang yaitu Peraturan Beton Indonesia
1955 (PBI 1955) kemudian PBI 1971.
Pada Peraturan Beton Indonesia 1971( PBI 1971) metode kuat batas diperkenalkan
sebagai metode alternative (masih mengandalkan metode beban kerja). Kemudian mulai 1991
dengan dikeluarkannya peraturan SK SNI T-15-1991-03 tentang “Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung” telah mengacu pada kuat batas yang
merujuk pada peraturan perencanaan struktur beton Amerika (ACI 318-89). Sedangkan yang
edisi yang terbaru yaitu SK SNI 03-2847-2002 mengacu pada ACI 318-99 dan ACI 318-02.
Dalam tugas akhir akan digunakan metode kuat batas sebagai perencanaan struktur beton
03-2847-2002 sebagai metode utama dalam perencanaan struktur beton bertulang, Sedangkan metode
beban kerja (working stress design) sebagai metode alternatif.
2.1.2 Perencanaan Kuat Batas ( Ultimite Strength Design)
Penampang struktur direncanakan dengan mempertimbangkan kondisi regangan
in-elastis saat mencapai kondisi batasnya (kondisi struktur yang stabil sesaat sebelum runtuh).
Beban yang menimbulkan kondisi seperti itu disebut beban batas (ultimate). Untuk mencari
beban batas untuk setiap struktur sangat variatif sekali, sehingga dibuat kesepakatan bahwa
beban batas adalah sama dengan kombinasi beban layan dikalikan faktor beban yang
ditentukan.
Dalam menentukan beban batas, aksi redistribusi momen negatif dapat dimasukkan
sebagai hasil dari aksi nonlinear yang ada antara gaya dan deformasi penampang batang pada
pembebanan maksimum, dimana pada kondisi tersebut struktur mengalami deformasi akibat
pelelehan tulangan maupun terjadi retak-retak pada bagian beton tarik.
Beberapa alasan digunakannya metode kuat batas (ultimate strength design) sebagai trend
perencanaan struktur beton adalah:
• Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori elastis tidak dapat
secara akurat menghitung kekuatan batasnya. Untuk struktur yang direncanakan dengan
metode beban kerja (working stress design) maka faktor beban (beban atas/beban kerja) tidak
diketahui dan dapat bervariasi dari struktur yang lainnya.
• Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor beban rendah untuk
struktur dengan pembebanan yang pasti, sedangkan faktor beba tinggi untuk pembebanan
yang fluaktif (berubah-berubah).
• Kurva tegangan-regangan beton adalah non liner dan tergantung dari waktu, missal regangan
awal. Oleh karena itu nilai rasio modulus ( yang digunakan dapat menyimpang dari
kondisi sebenarnya. Regangan rangkak dapat memberikan redistribusi tegangan yang
lumayan besar pada penampang struktur beton, artinya tegangan sebenarnya yang terjadi pada
struktur tersebut bisa berbeda dengan tegangan yang diambil dalam perencanaan. Contoh,
tulangan baja desak pada kolom beton dapat mencapai leleh selama pembebanan tetap,
meskipun kondisi tersebut tidak terlihat pada saat direncanakan dengan metode beban kerja
yang memakai nilai modular ratio sebelum creep. Metode perencanaan kuat batas tidak
memerlukan rasio modulus.
• Metode perencanaan kuat batas memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan dari distribusi
tegangan yang lebih efisien yang memungkinkan oleh adanya regangan in-elastis. Sebagai
contoh, penggunanaan tulangan desak pada penampang dengan tulangan ganda dapat
menghasilkan momen kapasitas yang lebih besar karena pada tulangan desaknya dapat didaya
gunakan sampai mencapai tegangan leleh pada beban batasnya, sedangkan dengan teori
elastis tambahan tulangan desak tidak terlalu terpengaruh karena hanya dicapai tegangan yang
rendah pada baja.
• Metode perencanaan kuat batas menghasilkan penampang struktur beton yang lebih efisien
jika digunakan tulangan baja mutu tinggi dan tinggi balok yang rendah dapat digunakan tanpa
perlu tulangan desak.
• Metode perencanaan kuat batas dapat digunakan untuk mengakses daktilitas struktur di luar
batas elastisnya. Hal tersebut penting untuk memasukkan pengaruh redistribusi momen dalam
perencanaan terhadap beban gravitasi, perencanaan tahan gempa dan perencanaan terhadap
beban ledak (blasting).
2.1.2.1 Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas (Ultimite)
Menurut catatan sejarah sebenarnya perencanaan kuat batas adalah yang
A
momen batas (Ultimite) dapat dicari secara langsung berdasarkan percobaan uji beban tanpa
perlu mengetahui besaran atau distribusi tegangan internal pada penampang struktur yang
diuji.
Untuk menjelaskan definisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan kuat
batas atau kuat ultimate, maka akan ditinjau struktur balok beton bertulang yang diberi beban
terpusat secara bertahap sampai runtuh (tidak kuat menerima tambahan beban lagi).
Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh suatu keruntuhan
lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban terpusat yang diletakkan simetri
sehingga ditengah bentang struktur tersebut hanya timbul momen lentur saja ( tidak ada gaya
geser).
Gambar 2.1 Balok yang dibebani sampai runtuh
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
C
Penampang ditengah diberi sensor-sensor regangan untuk mengetahui tegangan yang
terjadi. Beban diberikan secara bertahap dan dapat dilakukan pencatatan lendutan ditengah
bentang sehingga dapat diperoleh kurva hubungan momen dan kelengkungan untuk setiap
tahapan beban sampai beban maksimum sebelum balok tersebut runtuh.
Dari kurva Momen-Kelengkungan Balok terlihat bahwa sebelum runtuh, tulangan
baja leleh terlebih dahulu (titik D). Jika beban terus ditingkatkan, meskipun besarnya
peningkatan relatif kecil akan tetapi lendutan yang terjadi cukup besar dibanding tulangan
leleh. Akhirnya pada suatu titik tertentu beton desak mengalami rusak (pecah atau spalling)
sedemikian sehingga jika beban dan akhirnya runtuh. Beban batas/maksimum yang masih
dapat dipikul oleh balok dengan beban tetap berada pada kondisi keseimbangan disebut
beban batas (ultimate) yang ditunjukkan oleh titik E.
Gambar 2.2 Kurva Momen – Kelengkungan Balok
Keruntuhan yang didahului oleh lendutan atau deformasi yang besar seperti yang
diperlihatkan pada balok diatas disebut keruntuhan yang bersifat daktail. Sifat seperti itu
dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan akan adanya keruntuhan sehingga
pengguna struktur bangunan mempunyai waktu untuk menghindari struktur tersebut sebelum
benar-benar runtuh, dengan demikian jatuhnya korban jiwa dapat dihindari.
Keruntuhan akibat lentur yang terjadi pada balok ternyata tidak semua berperilaku
sama seperti yang diperlihatkan pada balok uji yang dibahas. Hal itu tergantung dari banyak
atau sedikitnya jumlah tulangan tarik yang ditempatkan pada penampang balok.
Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda:
• Keruntuhan Tarik, terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga tulangan tersebut
akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu apabila regangan baja (εs) lebih
besar dari regangan beton(εy). Penampang seperti itu disebut penampang under-reinforced,
perilakunya sama seperti yang diperlihatkan pada balok uji yaitu daktail (terjadinya deformasi
yang besar sebelum runtuh ). Semua balok yang direncanakan sesuai peraturan diharapkan
berperilaku seperti itu.
• Keruntuhan Tekan, karena jumlah tulangan baja relatif banyak maka keruntuhan dimulai dari
beton sedangkan tulangan bajanya masih elastis, yaitu apabila regangan baja (εs) lebih kecil
dari regangan beton(εy). Penampang seperti itu disebut penampang over-reinforced, sifat
keruntuhannya adalah getas (non-daktail). Suatu kondisi yang berbahaya karena penggunaan
bangunan tidak melihat adanya deformasi yang besar yang dapat dijadikan pertanda bilamana
struktur tersebut mau runtuh sehingga tidak ada kesempatan untuk menghindarinya terlabih
dahulu.
• Keruntuhan Balans, jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya, yaitu apabila regangan baja (εs) sama besar dengan regangan beton(εy). Jumlah penulangan yang menyebabkan
keruntuhan balans dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah tulangan relatif sedikit
Gambar 2.3 Perilaku Keruntuhan Balok
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Gambar 2.4 Ciri-Ciri Keruntuhan Penampang
2.1.2.2 Keruntuhan Akibat Geser
Keruntuhan akibat geser pada pembebanan balok, diketahui bahwa transfer beban
ketumpuan melampaui mekanisme momen lentur dan gaya geser yang terjadi secara
bersamaan. Pola keruntuhan (retak) yang terjadi akibat kedua mekanisme tersebut terlihat
berbeda (lihat Gambar 2.5) dari komponen tegangan utama yang terjadi.
Gambar 2.5 Balok dengan Keruntuhan Geser
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Bagian yang menerima lentur dan geser, materialnya mengalami tergangan utama
biaksial dengan orientasi diagonal, sehingga retaknya pun terbentuk diagonal pada daerah
yang mengalami tegangan tarik. Perhatikan pada daerah lentur murni, retak yang terjadi
cenderung berorientasi vertikal. Keruntuhan balok akibat geser (akibat tegangan biaksial)
daktail, didahului dengan timbulnya lendutan besar yang dapat digunakan sebagai “pertanda”.
Oleh karena itu, dalam perencanaan struktur, semua elemen harus didesain sedemikian agar
kekuatan gesernya lebih besar dari yang diperlukan sehingga dapat dijamin bahwa
keruntuhan lentur akan terjadi lebih dahulu.
2.1.2.3 Pengaruh Keruntuhan Geser Terhadap Jumlah Tulangan Memanjang
Dari gambar 2.6 terlihat bahwa balok mempunyai rasio tulangan memanjang yang
kecil akan runtuh pada tegangan geser yang rendah. Dan juga memperlihatkan bahwa
pengurangan kapasitas geser diakibatkan oleh bertambahnya lebar retak, sehingga bidang
temu (interface) transfer geser juga berkurang. Hal yang sama juga berlaku jika lentur ( retak
vertikal) semakin panjang sehingga mengurangi bidang temu gaya tekan.
(Sumber:Wiryanto Dewobroto, Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang)
Gambar 2.6 juga membandingkan pengaruh jumlah tulangan memanjang dari
sejumlah rumus empiris. Kapasitas lentur ditunjukkan juga untuk berbagai mutu tulangan
memanjang. Kurva diatas juga mengikuti fakta yang umum dikenal bahwa keruntuhan lentur
akan dominan dibanding keruntuhan geser untuk balok dengan rasio bentang geser terhadap
tinggi, a/d > 5 dengan jumlah tulangan memanjang yang rendah (ρ < 1%), yang dipasang
konstan sepanjang balok.
2.2 Struktur Balok
2.2.1 Umum
Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
timbul retak berlebihan pada penampang sewaktu mendukung beban kerja dan masih
mempunyai cukup keamanan serta cadangan kekuatan untuk menahan beban dan tegangan
lebih lanjut tanpa mengalami runtuh. Timbulnya tegangan-tegangan lentur akibat terjadinya
momen karena beban luar, dan tegangan tersebut merupakan faktor yang menentukan dalam
menetapkan dimensi geometris penampang komponen struktur. Proses perencanaan atau
analisis umumnya dimulai dengan memenuhi persyaratan terhadap lentur, kemudian baru
segi-segi lainnya, seperti kapasitas geser, defleksi retak, dan panjang penyaluran, dianalisis
sehingga keseluruhannya memenuhi syarat.
2.2.2 Balok Beton Bertulang
Suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan
timbulnya momen lentur, akan terjadi dformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut.
dibawah penampang. Regangan - regangan tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan –
tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan diatas dan tegangan tarik dibawah.
Agar stabilitas terjamin, batang balok sebagai bagian dari system yang menahan lentur harus
kuat untuk menahan teganngan tekan dan tarik tersebut. Untuk memperhitungkan
kemampuan dan kapasitas dukungan komponen struktur beton terlentur (balok, pelat, dinding
dan sebagainya). Sifat utama bahwa bahan beton kurang mampu menahan tegangan tarik
akan menjadi dasar pertimbangan. Dengan cara memperkuat dengan batang tulangan baja
pada daerah dimana tegangan tarik bekerja akan didapat apa yang dinamakan struktur beton
bertulang. Apabila dirancang dan dilaksanakan dengan cara yang seksama struktur beton
bertulang dengan susunan bahan seperti tersebut diatas akan memberikan kemampuan yang
dapat diandlkan untuk melawan lenturan.
Karena tulangan baja dipasang di daerah tegangan tarik, di dekt serat terbawah, maka
secara teoritis balok disebut sebagai bertulangan baja tarik saja. Dibagian tekan suatu
pempang umumnya juga dipasang perkuatan tulangan, akan tetapi dengan pengertian
mekanisme yang berbeda seperti yang akan dibahas lebih lanjut. Kecuali, agar penulangan
membentuk suatu kerangka kokoh yang stabil umumnya pada masing-masing sudut
komponen perlu dipasang tulangan baja.
Pada beban kecil dengan menganggap belum terjadi retak beton, secara bersama-sama
beton dan baja tulangan bekerja menahan gaya-gaya dimana gaya tekan ditahan oleh beton
saja. Distribusi tegangan akan tampak seperti pada Gambar 2.7 dibawah ini dimana distribusi
tegangan linier bernilai nol pada garis netral dan sebanding dengan regangan yang terjadi.
Kasus demikian ditemui bila tegangan maksimum yang timbul pada serat tarik cukup rendah,
Gambar 2.7 Perilaku lentur pada beban kecil
Pada beban sedang, kuat tarik beton dilampaui dan beton mengalami retak rmbut
seperti pada Gambar 2.8. Karena beton tidak dapat meneruskan gaya tarik melintasi daerah
retak dan terputus-putus, baja tulangan akan mengambil alih memikul seluruh gaya tarik yang
timbul. Distribusi tegangan untuk penampang pada atau dekat bagian yang retak tampak
seperti Gambar 2.8 dan hal yang demikian diperkirakan akan terjadi pada nilai tegangan
beton sampai dengan ½ f’c. Pada keadaaan tersebut tegangan beton tekan masih dianggap
bernilai sebanding dengan nilai regangannya. Pada beban yang lebih besar lagi, nilai
regangan serta tegangan tekan akan meningkat dan cenderung untuk tidak lagi sebanding
antara keduanya, dimana tegangan beton tekan akan membentuk kurva nonlinier. Kurva A
A
h
b
d garis netral
ε’c (tekan)
ε’c (tarik)
ƒ’c (tekan)
ƒ’c (tarik) NT (tarik)
ND (tekan)
tegangan di atas garis netral (daerah tekan) berbentuk sama dengan tegangan – rregangan
beton seperti pada gambar 2.8
Gambar 2.8 Perilaku lentur pada beban sedang
Pada Gambar 2.9 dapat dilihat distribusi tegangan dan regangan yang timbul pada
atau dekat keadaan pembebanan ultimit, dimana apabila kapasitas batas kekuatan beton
terlampaui dan tulangan baja mencapai luluh, maka balok mengalami hancur. Sampai dengan
tahap ini, tampak bahwa tercapainya kapasitas ultimit merupakan proses yang tidak dapat
berulang. Komponen struktur telah retak dan tulangan baja meluluh, terjadi lendutan yang
besar dan tidak akan dapat kembali ke panjanng semula. Bila komponen lain dari sistem
mengalami hal yang sama, mencapai kapasitas ultimitnya, struktur secara keseluruhan akan
remuk dalam strata runtuh atau setengah runtuh meskipun belum hancur secara keseluruhan.
Walaupun tidak dapat dijamin sepenuhnya untuk dapat terhindar dari keadaan tersebut, A
A b
d
h garis netral
ε’c (tekan)
ε’c (tarik)
ƒ’c (tekan)
ND (tekan)
NT (tarik)
namun dengan menggunakan beberapa faktor aman maka tercapainy keadaan ultimitnya dan
diperhitungkan serta dikendalikan.
Gambar 2.9 Perilaku lentur pada beban ultimit
2.2.3 Kuat Lentur Penampang Balok Persegi
Pengujian terhadap balok beton bertulang memberikan suatu hasil bahwa regangan
bervariasi menurut jarak garis pusatnya ke serat tarik bahkan pada saat beban mendekati
beban batas. Tegangan tekan bervariasi hampir menurut suatu garis lurus hingga tekanannya
mencapai sekitar 0.5f’c. Pada saat beban batas tercapai, variasi tegangan dan regangan
kira-kira akan menjadi seperti yang terlihat pada gambar 2.10 berikut. A
A
Potongan A - A b
h d
garis netral
ε’c (tarik)
ε’c (tekan) ƒ’c (tekan) 0,85ƒ’c
NT (tarik) NT (tarik) a
1/ 2 a
Gambar 2.10 Analisis Balok Persegi
(Sumber:Wiryanto Dewobroto, Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang)
Tegangan tekan bervariasi mulai dari nol pada garis garis netral hingga mencapai nilai
maksimum pada suatu titik yang dekat dengan serta terluar sisi tekan. Walaupun distribusi
tegangan yang sebenarnya merupakan suatu hal yang penting, beberapa bentuk asumsi dapat
digunakan secara praktis jika hasil perbandingan hasil analisa sesuai dengan hasil pengujian.
Bentuk yang umum digunakan adalah bentuk persegi, parabola, dan trapesium.
Berdasarkan anggapan-anggapan tersebut, dapat dilakukan pengujian regangan,
tegangan, dan gaya-gaya yang timbul pada penampang balok yang berkerja menhan momen
batas, yaitu momen akibat beban luar yang timbul tepat pada saat terjadi hancur. Momen ini
mencerminkan kekuatan dan dimasa lalu disebut sebagai kuat lentur ultimit balok. Kuat
dalam yang timbul didalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya
dalam
2.2.4 Kondisi Penulangan Seimbang
Meskipun rumus lenturan tidak berlaku lagi dalam metode perencanaan kekuatan
akan tetapi prinsip-prinsip dasar teori lentur masih digunakan pada analisis penampang.
Untuk letak garis netral tertentu, perbandingan antara regangan baja dengan regangan beton
maksimum dapat ditetapkan bedasarkan distribusi tegangan linear. Sedangkan letak garis
netral tergantung pada jumlah tulangan baja tarik yang dipasang dalam suatu penampang
sedemikian sehingga blok tegangan tekan beton mepunyai kedalaman cukup agar dapat
tercapai keseimbangan gaya-gaya, dimana resultan tegangan tekan seimbang dengan resultan
tegangan tarik (ΣH=0).
Apabila penampang tersebut luas tulangan baja tariknya ditambah, kedalaman blok
tegangan beton akan bertambah pula dan oleh karenanya letak garis netral akan bergeser
kebawah lagi. Apabila jumlah tulangan baja tarik sedemikian sehingga letak garis netral pada
posisi dimana akan terjadi secara bersamaan regangan luluh pada baja tarik dan regangan
beton tekan maksimum 0,003, maka penampang tersebut bertulangan seimbang. Kondisi
keseimbangan regangan menempati posisi penting karena merupakan pembatas antara dua
keadaan penampang balok beton bertulang yang berbeda cara hancurnya.
Apabila penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan baja tarik
banyak dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang balok
demikian disebut bertulangan lebih (over-reinforced). Berlebihnya tulangan baja tarik
mengakibatkan garis netral bergeser kebawah. Hal yang demikian pada gilirannya akan
tariknya luluh. Apabila penampang balok tersebut dibebani momen yang lebih besar lagi,
yang berarti regangannya akan semakin besar sehingga kemampuan regangan beton
terlampaui, maka akan berlangsung keruntuhan dengan beton hancur secara mendadak tanpa
diawali dengan gejala-gejala peringatan terlebih dahulu.
Gambar 2.11 Keadaan Seimbang Regangan
(Sumber: Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)
Sedangkan apabila suatu penampang balok beton bertulang mengandung jumlah
tulangan tarik kurang dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan,
penampang demikian disebut bertulangan kurang (under-reinfoced). Letak garis netral akan
lebih naik sedikit daripada keadaan seimbang, dan tulangan baja tarik akan mendahului
mencapai regangan luluhnya (tegangan luluhnya) sebelum beton mencapai regangan
maksimum 0,003. Pada tingkat keadaan ini, bertambahnya beban akan mengakibatkan
tulangan baja memanjang cukup banyak sesuai dengan perilaku bahan baja, dan berarti
bahwa regangan beton maupun baja terus bertambah tetapi gaya tarik yang bekerja pada
tulangan baja tidak bertambah besar. Dengan demikian berdasarkan keseimbangan gaya-gaya
horizontal ΣH = 0,gaya tekan beton tidak mungkin bertambah sedangkan tegangan tekannya
beton pada penampang menyusut (berkurang) yang berarti posisi garis netral akan berubah
bergerak naik. Proses tersebut diatas terus berlanjut sampai suatu daerah beton berkurang
tidak mampu lagi menahan gaya tekan dan hancur sebagi efek sekunder. Cara hancur
demikian yang sangat dipengaruhi oleh peristiwa meluluhnya tulangan baja tarik berlangsung
meningkat secara bertahap. Segera setelah baja mencapai titik luluh, lendutan balok
meningkat tajam sehingga dapat merupakan tanda awal kehancuran. Meskipun tulangan baja
berperilaku daktail (liat), tidak akan tertarik lepas dari beton sekalipun pada waktu terjadi
kehancuran.
2.2.5 Persyaratan Kekuatan
Penerapan faktor keamanan dalam struktur bangunan disatu pihak bertujuan untuk
mengendalikan kemunkinan terjadinya runtuh yang membahayakan bagi penghuni, dilain
pihak harus juga mempehitungkan faktor ekonomi bangunan. Sehingga untuk mendapatkan
faktor keamanan yang sesuai, perlu ditetapkan kebutuhan relatif yang ingin dicapai untuk
dipakai sebagai dasar konsep faktor keamanan tersebut. Struktur bangunan dan
komponen-komponen harus direncanakan untuk mampu memikul beban lebih diatas beban yang
diharapkan bekerja.
Kriteria dasar kuat rencana dapat diungkapkan sebagai berikut:
Kriteria yang tersedia ≥ kekuatan yang dibutuhkan
2.2.6 Rasio Penulangan
Suatu komponen struktur beton bertulang terdiri dari dua buah komponen yaitu beton
dan tulangan baja. Hubungan antara kedua komponen ini dinyatakan ke dalam suatu nilai
jumlah luas penampang tulangan baja As terhadap luas efektif penampang (lebar b x tinggi
efektif d).
2.2.7 Analisis Balok Terlentur Bertulangan Rangkap
Pada lapangan, kita lihat bahwa suatu balok yang bertulangan tunggal jarang dijumpai
dilapangan. Hal ini disebabkan karena pada perencanaan suatu bangunan, gaya gempa yang
arahnya bolak-balik juga diperhitungkan. Sehingga bidang momen pada suatu bentang
kadang bias bernilai positif maupun negatif. Sehingga balok bertulangan rangkap.Penulangan
rangkap juga dapat memperbesar momen tahanan pada balok. Apabila suatu penampang
dikehendaki untuk menopang beban yang lebih besar dari kapasitasnya, sedangkan dilain
pihak sering kali pertimbangan teknis pelaksanaan dan arsitektural membatasi penampang
balok yang sudah tertentu dimensinya disebut.
Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan tulangan tarik hingga melebihi batas
nilai ρ maksimum bersamaan dengan penambahan bahan baja didaerah tekan penampang
balok. Hasilnya adalah balok dengan penulangan rangkap dimana tulangan baja tarik
dipasang didaerah tarik dan tulangan tekan didaerah tekan. Pada keadaan demikian berarti
tulangan baja tekan bermanfaat untuk memperbesar kekuatan balok.Akan tetapi dari berbagai
penggunaan tulangan tekan dengan tujuan peningkatan kuat lentur suatu penampang terbukti
merupakan cara yang kurang efisien terutama dari segi ekonomi baja tulangan dan
pelaksanaannya dibandingkan dengan manfaat yang dicapai. Dengan usaha mempertahankan
dimensi balok tetap kecil pada umumnya akan mengundang masalah lendutan dan perlunya
menambah jumlah tulangan geser pada daerah tumpuan, sehingga akan memperumit
memperbesar kuat lentur penampang umumnya jarang dilakukan kecuali apabila sangat
terpaksa.
Dalam analisis balok bertulangan rangkap akan dijumpai dua jenis kondisi yang
umum. Yang pertama yaitu bahwa tulangan tekan luluh bersamaan dengan luluhnya tulangan
tarik saat beton mencapai regangan maksimum 0,003. Sedangkan kondisi kedua yaitu dimana
tualngan tekan masih belum luluh saat tulangan tarik telah luluh bersama dengan tercapainya
regangan 0,003 oleh beton.Jika regangan tekan baja tekan (’ s) sama atau lebih besar dari
regangan luluhnya (y), maka sebagai batas maksimum tegangan tekan baja tekan diambil
sama dengan tegangan luluhnya (fy). Sedangkan apabila regangan tekan baja yang terjadi
kurang dari regangan luluhnya, maka tegangan tekan baja adalah f’s = ’ s.Es, dimana Es
adalah modulus elastisitas baja. Tercapainya masing-masing keadaan (kondisi) tersebut
tergantung dari posisi garis netral penampang.
Gambar 2.12 Analisis Balok Bertulangan Rangkap
(Sumber: Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)
2.3.1 Umum
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban
aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi
lateral terkecil. Sedangkan komponen struktur yang menahan beban aksial vertikal dengan
rasio bagian tinggi dengan dimensi lateral terkecil kurang dari tiga dinamakan pedestal.
Sebagai bagian dari suatu kerangka bangunan dengan fungsi dan peran seperti
tersebut, kolom menempati posisi penting di dalam system struktur bangunan. Kegagalan
kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan
dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan. Pada
umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan
yang jelas, bersifat mendadak.
Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom harus memperhitungkan secara
cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi daripada untuk komponen
sturuktur lainnya. Selanjutnya, karena penggunaan di dalam praktek umumnya kolom tidak
selalu bertugas menahan beban aksial vertikal, defenisi kolom memperluas dengan mencakup
juga tugas menahan kombinasi beban aksial dan momen lentur. Atau dengan kata lain, kolom
harus diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.
Secara garis besar ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat dengan sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton
yang ditulangi dengan batang tulangan memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat
dengan pengikat sengkang kearah lateral, sedemikian rupa hingga pengulangan keseluruhan
membentuk kerangka.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja
sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling
3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah
memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan
pokok memanjang.
2.3.2 Hubungan Beban Aksial dan Momen
Kesepadanan statika antara beban aksial eksentrisitas dengan kombinasi beban aksial
momen dapat dilihat pada gambar.
Gambar 2.13 Hubungan Beban Aksial-Momen-Eksentrisitas.
(Sumber: Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)
Apabila gaya dari beban Pu bekerja pada penampang kolom berjarak e terhadap
sumbu seperti terlihat pada gambar, akibat yang ditimbulkan akan sama dengan apabila suatu
pasangan yang terdiri dari gaya beban aksial Pu pada sumbu dan momen Mu =Pu e, bekerja
serentak bersama-sama seperti tampak pada gambar
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila suatu pasangan momen rencana
terfaktor Mu dan beban rencana terfaktor Pu bersama-sama pada suatu komponen struktur
u u
P M e=
Untuk suatu penampang tententu, hubungan tersebut di atas bernilai konstan dan
memberikan variasi kombinasi beban lentur dan beban aksial dalam banyak cara. Apabila
dikehendaki eksentriliasitas yang semakin besar, beban aksial Pu harus berkurang sampai
suatu nilai sedemikian rupa sehingga kolom tetap mampu menopang kedua beban, beban
aksial Pu dan momen Pu e. Sudah barang tentu, besar atau jumlah pengurangan Pu yang
diperlukan sebanding dengan peningkatan besarnya eksentrisitas.
Tergantung kepada besarnya momen Mu relatif terhadap beban aksial Pu, terdapat
beberapa cara dimana suatu tampang akan hancur. Gambar 2.1 menunjukkan suatu kolom
yang memikul suatu beban aksial Pu, dengan letak eksentrisitas yang berbeda-beda hingga
dari tidak bereksentrisitas hingga memiliki eksentrisitas yang sangat besar hingga beban Pu
dapat diabaikan. Kehancuran pada kolom diasumsikan terjadi ketika regangan tekan
Gambar 2.14 Kolom Memikul Beban Aksial
(Sumber: Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)
Berikut ini adalah sedikit penjelasan terhadap gambar 2.11 :
a) Beban aksial besar tanpa momen. Dalam situasi ini, kehancuran akan terjadi dengan
hancurnya beton dengan seluruh tulangan dalam kolom berada dalam kondisi luluh akibat
tekanan.
b) Beban aksial besar dengan model kecil sedemikian sehingga seluruh tampang masih berada
dalam keadaan tertekan. Ketika suatu kolom diberikan momen lentur yang kecil (dimana
eksentrisitas kecil), seluruh kolom akan dalam keadaan tertekan tetapi tekanan akan lebih
besar pada salah satu sisi lainnya. Tegangan tekanan maksimum pada kolom akan mencapai
0.85f c dan kehancuran akan terjadi dengan kehancuran hacurnya beton dengan seluruh
tulangan dalam keadaan tertekan.
c) Beban aksial dengan momen yang lebih besar daripada keadaan (b) sedemikian sehingga
tegangan tarik mulai muncul pada salah satu sisi kolom. Jika eksentrisitas mengikat terus,
tegangan tarik akan mulai terjadi pada salah satu sisi kolom dan tulangan baja pada sisi itu
akan tertarik tetapi masih belum meluluh. Sedangkan pada sisi lainnya, tulangan baja akan
berada dalam keadaan tertekan. Kehancuran akan terjadi dengan hancurnya beton pada sisi
yang tertekan.
d) Kondisi pembebanan seimbang. Seiring dengan semakin bertambahnya eksentrisitas, suatu
kondisi akan tercapai dimana tulangan baja pada daerah tarik akan mencapai tegangan
luluhnya pada saat beton sisi lainnya mencapai tegangan maksimumnya sebesar 0.85 f c.
kondisi ini dinamakan kondisi pembebanan seimbang.
e) Momen besar dengan beban aksial kecil.Jika eksentrisitas terus ditambah, kehancuran akan
ditentukan oleh luluhnya tulangan tarik pada kolom.
f) Momen besar tanpa beban aksial. Untuk kondisi ini, kehancuran akan terjadi seperti yang
Dengan demikian kekuatan suat penampang kolom dapat diperhitungkan terhadap
banyak kemungkinan kombinasi beban aksial dan momen. Kuat lentur penampang kolom
dapat direncanakan untuk beberapa kemungkinan kuat beban aksial yang berbeda, dengan
masing-masing mempunyai pasangan kuat momen tersendiri.
2.3.3 Penampang Kolom Bertulangan Seimbang
Dalam praktek perencanaan kolom pada umumnya digunakan penulangan simetris,
dimana penulangan pada sisi kedua yang berhadapan sama jumlahnya. Tujuan utamanya
mencegah kesalahan atau kekelirian penempatan tulangan yang dipasang. Penulangan
simetris juga diperlukan apabila ada kemungkinan terjadinya gaya bolak-balik pada struktur
misalnya karena arah gaya angin atau gempa seperti diketahui, kuat beban aksial sentris
nominal atau teoritis untuk suatu penampang kolom pada hakekatnya adalah merupakan
penjumlahan kontribusi kuat beton (Ag-Ast) 0.85 fc’ dan kuat tulangan baja Astfy.
Luas penampang tulangan baja Ast adalah jumlah seluruh tulangan pokok memanjang.
Karena yang bekerja adalah beban sentris, dianggap keseluruhan penampang termasuk
tulangan pokok memanjang menahan gaya desak secara merata. Dengan sendirinya pada
penampang seperti ini seperti ini tidak terdapat garis netral yang memisahkan daerah tarik
dan daerah tekan. Apabila beban aksial tekan bekerja eksentris pada sumbu kolom barulah
timbulah tegangan yang tidak merata pada penampang, bahkan pada nilai eksentritas tertentu
dapat mengakibatkan timbulkan tegangan tarik, Dengan demikian penampang kolom terbagi
menjadi daerah tekan dan tarik, demikian pula tugas penulangan baja dibedakan sebagai
tulangan baja tekan (As’) yang dipasang di daerah tekan dan tulangan baja tarik (As) yang
Berdasarkan regangan yang terjadi pada batang tulangan baja, awal kehancuran atau
keruntuhan penampang kolom dapat dibedakan menjadi dua kondisi, yaitu :
1. Kehancuran karena tarik, diawali dengan luluhnya batang tulangan tarik
2. Kehancuran karena tekan diawali dengan kehancuran beton tekan.
Jumlah tulangan baja tarik sedimikian sehingga letak garis netral tepat pada posisi
saat mana akan terjadi secara bersamaan regangan luluh pada tulangan baja tarik dan
regangan beton dekat maksimum 0,003. Kondisi keseimbangan regangan tersebut menempati
posisi penting karena merupakan pembatas karena merupakan pembatas antara kedua
keadaan penampang kolom beton bertulang yang berbeda dalam cara hancurnya. Setiap
penampang kolom akan seimbang pada suatu beban Pb tertentu dikombinasikan dengan suatu
eksentrisis eb tertentu. Maka pada penulangan baja berlainan akan diperoleh beban seimbang
berdasarkan
keseimbangan regangan yang berlainan pula, meskipun untuk penampang kolom beton yang
sama.
2.3.4 Faktor Reduksi Kekuatan Untuk Kolom
Persyaratan pembatasan tulangan untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi
lentur dan aksial tekan. Persyaratan tersebut selaras dengan konsep daktilitas komponen
struktur yang menahan momen lentur dengan meluluhnya batang tulangan.
Sejalan dengan hal tersebut, untuk komponen dengan beban aksial kecil diijinkan
untuk memperbesar factor reduksi kekuatannya, lebih besar dari nilai yang digunakan bila
komponen yang bersangkutan hanya menahan beban aksial tekan sentries. Seperti diketahui,
untuk komponen yang menahan lenturan murni, tanpa beban aksial, digunakan factor reduksi
kekuatan Ø = 0,70 untuk kolom dengan pengikat spiral, dan Ø =0,65 untuk kolom dengan
Namun seperti diketahui, kolom yang dibebani eksentris akan menahan beban aksial
meupun momen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk kasus dimana kolom menahan
beban aksial kecil tetapi pasangan momennya besar dapat diberlakukan seperti komponen
struktur lentur, atau balok pada umumnya.
2.4 Pondasi
Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam/tanggul
dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungny. Istilah pondasi digunakan dalam
teknik sipil untuk mendefinisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang
bangunan dan meneruskan beban bangunan diatasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup
kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin
kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti
tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi
batas yang diijinkan.
Berdasarkan struktur beton bertulang, pondasi berfungsi untuk:
1. Mendistribusikan dan memindahkan beban – beban yang bekerja pada struktur bangunan
diatasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur tersebut;
2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada struktur;
3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat angin, gempa dan
lain – lain.
Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal (shallow
foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan
dengan lebar (D ≤ B) dan dapat digunakan jika lapisan tanah kerasnya terlekat dekat dengan
permukaan tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh dari
permukaan tanah.
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwasanya pondasi dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi
dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu pondasi
telapak, pondasi cakar ayam, pondasi sarang laba – laba, pondasi gasing, pondasi grid dan pondasi
hypaar (pondasi berbentuk parabola – hyperbola). Sedangkan pondasi dalam terdiri dari pondasi
sumuran, pondasi tiang dan pondasi kaison. Pada laporan Tugas Akhir ini, Penulis memfokuskan
pembahasan terhadap pondasi sumuran.
Pondasi Sumuran (pier foundation) yang merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal
dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam.
Peck, dkk. (1953) membedakan pondasi sumuran dengan pondasi dangkal dari nilai kedalaman (Df)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tinjauan Proyek
Adapun data-data yang didapat dari lapangan yaitu :
1. Data Non Teknis
a. Nama Proyek : Pembangunan gedung pertemuan
SopoTornauli HKBP
b. Lokasi : Parapat
c. Jenis Bangunan : Permanen (terbuat dari Beton Bertulang)
d. Pemilik Proyek : Yayasan HKBP
e. Pimpinan Proyek : Elbiner Silitonga, MBA
f. Konsultan Perencana : PT. Pangripta Cons.
Dan Pelaksana
g. Waktu Pelaksanaan : 120 Hari
h. Luas Bangunan : 364,80 m²
i. Nilai Kontrak : 1.200.000.000
2. Data Teknis
- Mutu Beton : K - 250
- Mutu Baja : Baja Tulangan Polos Mutu BJTP-24
- Ukuran Balok : 20 cm x 20 cm; 20 cm x 40 cm dan 40 cm x 65 cm
- Ukuran Kolom : 40 cm x 40 cm; 40 cm x 60 cm dan 80 cm x 80 cm
- Ukuran Sloof : 20 cm x 20 cm
- Tebal Plat Lantai : 12 cm
- Tulangan : D 8 mm ( tulangan begel )
D 12 mm dan D 14 mm ( tulangan lentur )
- Material : Semen PC Type I, Agregat yang digunakan :
Pasir ( Agregat Halus ) dan Batu Pecah
(Agregat Kasar), menggunakan ready Mix dan
Zat Aditif
- Dinding : Pasangan Dinding Bata
- Pondasi : Pondasi Sumuran ( Pasir urug dipadatkan)
- Peralatan yang digunakan : - Waterpass
- Vibrator Electric
- Barbender (pembengkok tulangan)
- Bar Cutter (pemotong tulangan)
- Trafo las
- Schafolding
K2
3.2.1 Deskripsi Model Struktur
Dalam Tugas Akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen untuk sistem struktur
yang menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah. Struktur dimodelkan tiga
dimensi (portal ruang) sebagai portal terbuka dengan bantuan program SAP 2000.
Dimensi dari struktur bangunan yang akan direncanakan adalah 16 m x 22,8 m,
dengan arah sumbu x bangunan memiliki 4 segmen dan sumbu y bangunan memiliki 5
segmen dengan masing-masingbentang yang bervariasi sedangkan tinggi lantai pertama
sebesar 2 meterdan lantai selanjutnya adalah 4 meter. Model yang direncanakan adalah
struktur bangunan gedung dengan 2 lantai.
Perencanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan – ketentuan sebagai berikut :
1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) .
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung(SNI-1726-2002).
3. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung(SNI-1726-2002) .
3.2.2 Data Geometri Struktur
Pada Tugas Akhir ini akan dimodelkan suatu struktur bangunan pertemuan 2 lantai
dengan lokasi wilayah gempa 6. Data karakteristik geometri bangunanadalah sebagai berikut
:
1. Bangunan pertemuan 2 lantai.
2. Tinggi lantai dasar adalah 2 meter dan tinggi antar lantai tipikal selanjutnyaadalah 4 meter.
3. Lokasi pembangunan terletak pada wilayah gempa Zona 6 dengan kondisi tanah keras.
4. Struktur utama direncanakan dengan sistem portal terbuka, konstruksi kolomdanbalok
menggunakan struktur beton bertulang, pelat atap dan pelat lantai menggunakan pelat
beton bertulang dengan tebal 120 mm.
3.2.3 Preliminari Struktur
Komponen Struktur yang terdapat pada bangunan ini meliputi balok, kolom,pelat, dan
pondasi akan direncanakan terlebih dahulu dimensi awal dari komponen struktur bangunan
(Pra Perencanaan).
3.2.3.1 Material
Material yang akan digunakan dalam merencanakan dan membangunstruktur
bangunan ini adalah material beton bertulang. Pendefinisian material akandilakukan pada
program SAP 2000 Ver.8.Material beton bertulang yang akan digunakan pada struktur
bangunan inimempunyai mutu f’c= 25 MPa dan fy= 240 MPa.
3.2.3.2 Balok dan Kolom
Komponen struktur balok dan kolom dihubungkan dengan sambungan yangkaku
sehingga tempat terjadinya sendi plastis adalah pada kedua ujung balok danpada ujung bawah
kolom lantai dasar. Balok dan Kolom dibuat dari beton bertulang.Dengan dimensi yang akan
disesuaikan untuk menahan beban yang diberikan padabangunan ini.
Adapun dimensi balok dan kolom adalah :
1. Dimensi kolom K1 adalah = 80 x 80 cm.
2. Dimensi kolom K2 adalah = 40 x 60 cm.
3. Dimensi kolom K3 adalah = 40 x 40 cm.
4. Dimensi balok B1 adalah = 20 x 40 cm.
5. Dimensi balok B2 adalah = 20 x 20 cm.
6. Dimensi balok B6 adalah = 40 x 65 cm.
3.2.3.3 Pelat
Pelat yang digunakan pada model struktur bangunan ini menggunakan Pelatbeton
bertulang. Pelat beton bertulang kombinasi dengan metal deck digunakansebagai pelat untuk
pelat lantai dengan ketebalan masing-masing 120mm.
3.2.3.4 Pondasi
Pondasi yang direncanakan menggunakan Pondasi Sumuran (pier foundation) yang
merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah
dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam. Peck, dkk. (1953) membedakan
pondasi sumuran dengan pondasi dangkal dari nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B).
Untuk pondasi sumuran Df/B>4, sedang untuk pondasi dangkal Df/B>1. Perhitungan gaya
gempa, diasumsikankondisi tanah diatas pondasi adalah tanah keras dan tidak mengalami
pergerakan.
3.2.4 Pembebanan Struktur
Perencanaan pembebanan adalah pendefinisian beban-beban yang bekerjapada
struktur sesuai dengan Pedoman Perencanaan untuk Rumah dan Gedung(SNI-1726-2002).
Seluruh beban yang telah didefinisikan akan bekerja padamodel struktur bangunan ini.
Beban-beban yang akan bekerja pada strukturbangunan ini antara lain :
3.2.4.1 Beban Mati
Beban mati adalah seluruh bagian dari komponen struktur bangunan yang bersifat
tetap dan tidak terpisahkan dari bangunan tersebut selama masa layannya.