• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Spasial Degradasi Dan Deforestasi Kawasan Hutan Untuk Perencanaan Penggunaan Ruang Di Kabupaten Toba Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Spasial Degradasi Dan Deforestasi Kawasan Hutan Untuk Perencanaan Penggunaan Ruang Di Kabupaten Toba Samosir"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SPASIAL DEGRADASI DAN DEFORESTASI KAWASAN HUTAN UNTUK PERENCANAAN PENGGUNAAN RUANG

DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TESIS

Oleh

POLEN SILITONGA 087003054/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011 S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

(2)

ANALISIS SPASIAL DEGRADASI DAN DEFORESTASI KAWASAN HUTAN UNTUK PERENCANAAN PENGGUNAAN RUANG

DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

POLEN SILITONGA 087003054/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS SPASIAL DEGRADASI DAN DEFORESTASI KAWASAN HUTAN UNTUK PERENCANAAN PENGGUNAAN RUANG DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

Nama Mahasiswa : Polen Silitonga Nomor Pokok : 087003054

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D Ketua

)

(

Anggota

Ir. Supriadi, M.S) (Agus Purwoko, S.Hut., MSi Anggota

)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. Ir. Supriadi, M.S

(5)

ANALISIS SPASIAL DEGRADASI DAN DEFORESTASI KAWASAN HUTAN UNTUK PERENCANAAN PENGGUNAAN RUANG

DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR ABSTRAK

Analisis Spasial Degradasi dan Deforestasi Kawasan Hutan untuk Perencanaan Penggunaan Ruang di Kabupaten Toba Samosir merupakan judul tesis di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D (sebagai Ketua), Ir. Supriadi, MS dan Agus Purwoko, S.Hut. Msi (masing-masing sebagai Anggota).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui degradasi kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir melalui penafsiran citra satelit (dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009), untuk mendapatkan data informasi deforestasi kawasan hutan dan penyusunan arahan rencana penggunaan ruang berdasarkan perubahan peruntukan kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah memakai teknik overlay dari Sistem Informasi Geografis (SIG) dipadukan dengan spasial analisis data vektor dan raster digital.

Wilayah administrasi Kabupaten Toba Samosir 76,95% merupakan kawasan hutan berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Sumatera Utara. Seiring dengan laju pertambahan jumlah penduduk maka kebutuhan lahan juga semakin meningkat. Kondisi existing kawasan hutan yang ditunjuk sesuai SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005 sebagian besar adalah pemukiman, areal pertanian/perkebunan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial. Perubahan kondisi kawasan hutan tersebut dapat disebabkan degradasi dan deforestasi. Data dan informasi degradasi, deforestasi serta perubahan tutupan lahan yang terjadi pada kawasan hutan akan dijadikan sebagai dasar untuk penyusunan perencanaan penggunaan ruang di Kabupaten Toba Samosir.

Hasil penelitian menunjukkan kawasan hutan yang terdegradasi di Kabupaten Toba Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 seluas 4.534,09 Ha (2,83% dari luas kawasan hutan). Sedangkan luas deforestasi di Kabupaten Toba Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 adalah 3.002,49 Ha (1,87% dari luas kawasan hutan). Perencanaan penggunaan ruang disesuaikan dengan kondisi tutupan kawasan hutan terakhir (tahun 2009) dipadukan dengan kawasan hutan register. Luas kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir berdasarkan SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005 sebelumnya seluas 159.780,15 Ha direncanakan menjadi 88.599,59 Ha (42,69% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Toba Samosir). Kawasan hutan yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005 diarahkan menjadi Pertanian Lahan Kering seluas 42.454,47 Ha, Semak Belukar 22.262,24 Ha, Sawah seluas 2.865,08 Ha, Tanah Terbuka seluas 1.634,54 Ha, Pemukiman seluas 970,34 Ha, Perkebunan seluas 805,43 Ha dan Tubuh Air seluas 116,46 Ha.

(6)

SPATIAL ANALYSIS OF FOREST DEGRADATION AND DEFORESTATION FOR THE USE OF SPACE PLANNING IN THE TOBA SAMOSIR REGENCY

ABSTRACT

Spatial Analysis of Forest Degradation and Deforestation for the Use of Space Planning in the Toba Samosir regency is a thesis title under supervision of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D (as Chairman), Ir. Supriadi, MS and Agus Purwoko, S.Hut. M.Si (each Member).

This study aims to determine the forest degradation in Toba Samosir regency through satellite imagery interpretation (from 2000 until 2009), to obtain deforestation information and arranged of space using plans directives based on the allocation changing of forest region in Toba Samosir regency. The method of analysis used is overlay techniques of Geographic Information Systems (GIS) combined with spatial analysis of vector and raster digital data.

Toba Samosir administration regency is 76,95% of forest region based on Minister of Forestry Decree Number: 44/Menhut-II/2005 about designation of Forest Region in North Sumatra Province. Along with the rate of population growth then the land needs have also increased. Condition of existing forest region are designated according to Minister of Forestry Decree Number: 44/Menhut-II/2005 is largely residential, agricultural land/plantation as well as public and social facilities. Conversion forest region can be caused by degradation and deforestation. Data and information of degradation, deforestation and land cover changes occurring in forest region will serve as the basis for the preparation the use of space planning in Toba Samosir regency.

The results showed that degraded forest region in Toba Samosir regency from 2000 until 2009, is 4.534,09 hectares (2,83% of the total forest region). While the extensive deforestation in Toba Samosir regency from 2000 until 2009 is 3.002,49 hectares (1,87% of the total forest region). The use of space planning adapted to forest cover last conditions (in 2009) combined with the forest register. Forest region in Toba Samosir regency by Forestry Minister Decree Number: 44/Menhut-II/2005 is 159.780,15 hectares previously planned to be 88.599,59 hectares (42,69% of the region Toba Samosir administration regency). Forest region designated according to Minister of Forestry Decree Number: 44/Menhut-II/2005 is directed into Dryland Agriculture area 42.454,47 hectares, 22.262,24 hectares become bush area, 2.865,08 hectares become rice field area, 1.634,54 hectares become Open Land area, 970,34 hectares become Residential area, 805,43 hectares become Plantation area and Body Water area is 116,46 hectares.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala limpahan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan judul Analisis Spasial Degradasi dan Deforestasi Kawasan Hutan untuk Perencanaan Penggunaan Ruang di Kabupaten Toba Samosir.

Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan penulis sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Atas bimbingan dan bantuan berbagai pihak dalam penyelesaian tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ketua dan Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) beserta seluruh dosen dan staf.

2. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D sebagai Pembimbing Utama. 3. Bapak Ir. Supriadi, M.S. sebagai Pembimbing Akademis.

4. Bapak Agus Purwoko, S.Hut., MSi. sebagai Pembimbing Akademis.

5. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir sebagai instansi yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

6. Ayahanda Pantho Silitonga dan Ibunda Merry Sirait tersayang yang telah memberikan dorongan mental dan spiritual yang tak ternilai harganya.

7. Abang, Kakak, dan Adik - adik tercinta serta adik tersayang Rolies Febrisa Wirdasari Tampubolon yang selalu setia memberikan dorongan semangat membuat hidup jauh lebih berarti.

(8)

Penulis menyadari dalam penyusunan tulisan ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua yang terkait dalam penulisan ini.

Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak, semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberi yang terbaik untuk kita semua.

Medan, Agustus 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis Lahir di Parapat tanggal 15 Maret 1982, sebagai anak kedua dari 5 (lima) bersaudara dari Ayah Pantho Silitonga dan Ibu Merry Sirait.

Pendidikan formal penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Inpres tahun 1994 di Parapat, Sekolah Menengah Pertama Cinta Rakyat 1 tahun 1997 di Pematang Siantar, Sekolah Menengah Atas Negeri 4 tahun 2000 di Pematang Siantar, serta tahun 2000 masuk di Universitas Sumatera Utara pada Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan dan lulus pada tahun 2005. Penulis menjadi pegawai pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir sejak tahun 2006.

Selanjutnya tahun 2009 penulis melanjutkan Studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Konsentrasi Perencanaan Pembangunan dengan judul tesis Analisis Spasial Degradasi dan Deforestasi Kawasan Hutan untuk Perencanaan Penggunaan Ruang di Kabupaten Toba Samosir, menggunakan Sistem Informasi Geografis dengan metode spasial analisis.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I . PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Degradasi Hutan ... 6

2.2. Deforestasi ... 7

2.3. Penataan Ruang ... 9

2.4. Interpretasi Citra Penginderaan Jauh ... 11

2.5. Sistem Informasi Geografis ... 13

2.6. Penelitian Terdahulu ... 18

2.7. Kerangka Berpikir ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Lokasi Penelitian ... 23

3.2. Peralatan ... 24

3.3. Pengumpulan Data ... 24

(11)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir ... 33

4.1.1. Sejarah Singkat ... 33

4.1.2. Lokasi dan Keadaan Geografis ... 34

4.1.3. Iklim ... 35

4.1.4. Pemerintahan ... 35

4.1.5. Kependudukan ... 36

4.1.6. Tenaga Kerja ... 39

4.2. Gambaran Umum Kawasan Hutan Kabupaten Toba Samosir ... 42

4.3. Hasil Analisis Spasial Degradasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 ... 44

4.3.1. Luas Degradasi Berdasarkan Fungsi Hutan ... 44

4.3.2. Luas Degradasi Berdasarkan Wilayah Kecamatan ... 46

4.3.3. Luas Degradasi Berdasarkan Perubahan Tutupan ... 51

4.4. Hasil Analisis Deforestasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 ... 55

4.4.1. Luas Deforestasi Berdasarkan Fungsi Hutan ... 55

4.4.2. Luas Deforestasi Berdasarkan Wilayah Kecamatan ... 56

4.4.3. Luas Deforestasi Berdasarkan Perubahan Tutupan ... 58

4.5. Perubahan Tutupan Kawasan Hutan (SK. Menhut No. 44/Menhut-II/2005) di Kabupaten Toba Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 ... 61

4.6. Rencana Penggunaan Ruang Kawasan Hutan (SK. Menhut No. 44/Menhut-II/2005) di Kabupaten Toba Samosir ... 69

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 76

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Sistem Klasifikasi yang Digunakan untuk Penafsiran Citra

Resolusi Sedang ..………... 27 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan

Kepadatan Penduduka Menurut Kecamatan di Kabupaten

Toba Samosir Tahun 2009……… 36 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009…..……. 37 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

Tahun 2009……… 38

4.4. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Kegiatan Utama selama Seminggu yang Lalu dan Jenis

Kelamin Tahun 2009………. 39 4.5 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke atas yang Bekerja

Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun

2009……… 40

4.6 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis

Kelamin Tahun 2009……….. 42 4.7 Luas Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara………. 43 4.8 Luas Kawasan Hutan Kabupaten Toba Samosir……… 44 4.9 Luas Degradasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba

Samosir dari tahun 2000 sampai dengan Tahun 2009

Berdasarkan Fungís Hutan ………... 45 4.10 Luas Degradasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba

Samosir dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2009 per

(13)

Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan………... 4.12 Luas Tanaman dan Produksi Karet Tanaman Perkebunan

Rakyat Menurut Kecamatan………... 50 4.13 Luas Degradasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba

Samosir dari tahun 2000 sampai dengan Tahun 2009

Menurut Kelas Perubahan Tutupan……… 52 4.14 Luas Deforestasi pada Kawasan Hutan Kabupaten Toba

Samosir dari tahun 2000 sampai dengan Tahun 2009

Berdasarkan Fungís Hutan……….. 55 4.15 Luas Deforestasi pada Kawasan Hutan Kabupaten Toba

Samosir dari tahun 2000 sampai dengan Tahun 2009 per

Kecamatan……... 57 4.16 Luas Deforestasi pada Kawasan Hutan Kabupaten Toba

Samosir dari tahun 2000 sampai dengan Tahun 2009

Menurut Kelas Perubahan Tutupan……… 59 4.17 Tutupan Kawasan Hutan di Kabupaten Toba Samosir Tahun

2000 dan 2009 (Berdasarkan SK. Menhut No.

44/Menhut-II/2005)………... 61

4.18 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung Tahun 2009 63 4.19 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Tahun

2009………. 64

4.20 Jumlah Desa/Kelurahan Dirinci Menurut Kecamatan Tahun

2009………. 65

4.21 Tutupan Kawasan Hutan Berdasarkan Hasil Interpretasi

Citra Landsat Tahun 2009………... 69 4.22 Rencana Penggunaan Ruang di Kabupaten Toba Samosir

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1 Peta Administrasi Lokasi Penelitian ... 23 3.2 Diagram Alur Pengolahan Data Citra Landsat untuk

Memperoleh Data Penutupan Kawasan Hutan Tahun

2000 dan Tahun 2009... 31 3.3 Diagram Alur Proses Penghitungan Degradasi dan

Deforestasi pada Kawasan Hutan dan Arahan

Penggunaan Ruang………. 32

4.1 Grafik Degradasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009

Berdasarkan Fungsi Hutan... 46 4.2 Grafik Degradasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba

Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 per

Kecamatan... 51 4.3 Grafik Degradasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba

Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009

Menurut Kelas Perubahan Tutupan Lahan... 53 4.4 Peta Degradasi Kawasan Hutan (SK Menhut No.

44/Menhut-II/2005) Kabupaten Toba Samosir (dari tahun

2000 sampai dengan tahun 2009)... 54 4.5 Grafik Deforestasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba

Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009

berdasarkan Fungsi Hutan... 56 4.6 Grafik Deforestasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba

Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 per

Kecamatan... 58 4.7 Grafik Deforestasi Kawasan Hutan di Kabupaten Toba

(15)

Menurut Kelas Perubahan... 4.8 Peta Deforestasi Kawasan Hutan (SK Menhut No.

44/Menhut-II/2005) Kabupaten Toba Samosir (dari tahun

2000 sampai dengan tahun 2009)... 60 4.9 Grafik Tutupan Kawasan Hutan Kabupaten Toba

Samosir Tahun 2000... 66 4.10 Grafik Tutupan Kawasan Hutan Kabupaten Toba

Samosir Tahun 2009... 66 4.11 Peta Tutupan Kawasan Hutan (SK Menhut No.

44/Menhut-II/2005) Kabupaten Toba Samosir Tahun

2000... 67 4.12 Peta Tutupan Kawasan Hutan (SK Menhut No.

44/Menhut-II/2005) Kabupaten Toba Samosir Tahun

2009... 68 4.13 Peta Arahan Penggunaan Ruang di Kabupaten Toba

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Peta Kawasan Hutan Register Kabupaten Toba Samosir …….. 79 2 Peta Kawasan Hutan (SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005) di

(17)

ANALISIS SPASIAL DEGRADASI DAN DEFORESTASI KAWASAN HUTAN UNTUK PERENCANAAN PENGGUNAAN RUANG

DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR ABSTRAK

Analisis Spasial Degradasi dan Deforestasi Kawasan Hutan untuk Perencanaan Penggunaan Ruang di Kabupaten Toba Samosir merupakan judul tesis di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D (sebagai Ketua), Ir. Supriadi, MS dan Agus Purwoko, S.Hut. Msi (masing-masing sebagai Anggota).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui degradasi kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir melalui penafsiran citra satelit (dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009), untuk mendapatkan data informasi deforestasi kawasan hutan dan penyusunan arahan rencana penggunaan ruang berdasarkan perubahan peruntukan kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah memakai teknik overlay dari Sistem Informasi Geografis (SIG) dipadukan dengan spasial analisis data vektor dan raster digital.

Wilayah administrasi Kabupaten Toba Samosir 76,95% merupakan kawasan hutan berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Sumatera Utara. Seiring dengan laju pertambahan jumlah penduduk maka kebutuhan lahan juga semakin meningkat. Kondisi existing kawasan hutan yang ditunjuk sesuai SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005 sebagian besar adalah pemukiman, areal pertanian/perkebunan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial. Perubahan kondisi kawasan hutan tersebut dapat disebabkan degradasi dan deforestasi. Data dan informasi degradasi, deforestasi serta perubahan tutupan lahan yang terjadi pada kawasan hutan akan dijadikan sebagai dasar untuk penyusunan perencanaan penggunaan ruang di Kabupaten Toba Samosir.

Hasil penelitian menunjukkan kawasan hutan yang terdegradasi di Kabupaten Toba Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 seluas 4.534,09 Ha (2,83% dari luas kawasan hutan). Sedangkan luas deforestasi di Kabupaten Toba Samosir dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 adalah 3.002,49 Ha (1,87% dari luas kawasan hutan). Perencanaan penggunaan ruang disesuaikan dengan kondisi tutupan kawasan hutan terakhir (tahun 2009) dipadukan dengan kawasan hutan register. Luas kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir berdasarkan SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005 sebelumnya seluas 159.780,15 Ha direncanakan menjadi 88.599,59 Ha (42,69% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Toba Samosir). Kawasan hutan yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005 diarahkan menjadi Pertanian Lahan Kering seluas 42.454,47 Ha, Semak Belukar 22.262,24 Ha, Sawah seluas 2.865,08 Ha, Tanah Terbuka seluas 1.634,54 Ha, Pemukiman seluas 970,34 Ha, Perkebunan seluas 805,43 Ha dan Tubuh Air seluas 116,46 Ha.

(18)

SPATIAL ANALYSIS OF FOREST DEGRADATION AND DEFORESTATION FOR THE USE OF SPACE PLANNING IN THE TOBA SAMOSIR REGENCY

ABSTRACT

Spatial Analysis of Forest Degradation and Deforestation for the Use of Space Planning in the Toba Samosir regency is a thesis title under supervision of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D (as Chairman), Ir. Supriadi, MS and Agus Purwoko, S.Hut. M.Si (each Member).

This study aims to determine the forest degradation in Toba Samosir regency through satellite imagery interpretation (from 2000 until 2009), to obtain deforestation information and arranged of space using plans directives based on the allocation changing of forest region in Toba Samosir regency. The method of analysis used is overlay techniques of Geographic Information Systems (GIS) combined with spatial analysis of vector and raster digital data.

Toba Samosir administration regency is 76,95% of forest region based on Minister of Forestry Decree Number: 44/Menhut-II/2005 about designation of Forest Region in North Sumatra Province. Along with the rate of population growth then the land needs have also increased. Condition of existing forest region are designated according to Minister of Forestry Decree Number: 44/Menhut-II/2005 is largely residential, agricultural land/plantation as well as public and social facilities. Conversion forest region can be caused by degradation and deforestation. Data and information of degradation, deforestation and land cover changes occurring in forest region will serve as the basis for the preparation the use of space planning in Toba Samosir regency.

The results showed that degraded forest region in Toba Samosir regency from 2000 until 2009, is 4.534,09 hectares (2,83% of the total forest region). While the extensive deforestation in Toba Samosir regency from 2000 until 2009 is 3.002,49 hectares (1,87% of the total forest region). The use of space planning adapted to forest cover last conditions (in 2009) combined with the forest register. Forest region in Toba Samosir regency by Forestry Minister Decree Number: 44/Menhut-II/2005 is 159.780,15 hectares previously planned to be 88.599,59 hectares (42,69% of the region Toba Samosir administration regency). Forest region designated according to Minister of Forestry Decree Number: 44/Menhut-II/2005 is directed into Dryland Agriculture area 42.454,47 hectares, 22.262,24 hectares become bush area, 2.865,08 hectares become rice field area, 1.634,54 hectares become Open Land area, 970,34 hectares become Residential area, 805,43 hectares become Plantation area and Body Water area is 116,46 hectares.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan data resmi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan (Tahun 2009) bahwa laju deforestasi di Indonesia diperkirakan 1,08 juta ha per tahun (2000-2005). Laju deforestasi ini dikelompokkan berdasarkan kelompok hutan primer, hutan sekunder dan hutan lainnya (hutan hasil budidaya manusia termasuk hutan tanaman baik hutan tanaman industri maupun reboisasi dan penghijauan). Angka laju kerusakan pada hutan primer diperkirakan mencapai 52.271,40 Ha, pada hutan sekunder 620.218,50 Ha dan pada hutan lainnya diperkirakan mencapai 88.707,60 Ha. Dan untuk angka laju degradasi hutan pada pada periode tahun 2000 – tahun 2006 tercatat 1,19 juta ha /tahun.

Tingginya angka laju degradasi dan deforestasi hutan tersebut tidak lepas dari pengaruh perkembangan penduduk. Jumlah penduduk yang semakin banyak mengakibatkan naiknya kebutuhan akan produk yang berbahan dasar kayu, yang berasal dari kayu hutan, sehingga menimbulkan berbagai tekanan terhadap hutan, baik secara legal maupun illegal. Pertambahan penduduk juga mengakibatkan meningkatnya permintaan konversi hutan untuk dijadikan lahan perkebunan, pertanian maupun untuk tempat pemukiman dan pembukaan jalan.

(20)

menjadi tren dengan tujuan guna meningkatkan kesejahteraan seluruh elemen masyarakat. Luas wilayah konstan, tidak bertambah dan terbatas dimana berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Hal ini secara otomatis mempengaruhi tingkat kebutuhan lahan bagi masyarakat semakin meningkat untuk pemenuhan ekonomi penduduk, sehingga mengkonversi hutan menjadi lahan perkebunan, pertanian dan pemukiman.

Daerah Kabupaten Toba Samosir yang memiliki luas wilayah 207.524,34 Ha (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS) dengan luas kawasan hutan menurut SK. Menteri Kehutanan No. 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Sumatera Utara adalah seluas 159.780,15 Ha (76,99% dari luas wilayah kabupaten) memiliki penduduk yang mayoritas mata pencahariannya pada sektor pertanian dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 487,52 jiwa/km² (BPS, 2010).

Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Sumatera Utara tersebut bahwa kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir dibagi sesuai fungsi yaitu Hutan Suaka Alam seluas 22.224,91 Ha, Hutan Lindung seluas 114.522,98 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 17.573,00 Ha, dan Hutan Produksi Tetap seluas 5.387,26 Ha. Sementara kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kawasan hutan sudah berubah fungsi dan peruntukan menjadi non hutan, sehingga dipandang perlu untuk meninjau ulang fungsi kawasan hutan sesuai dengan kondisi sosial di lapangan.

(21)

Mandailing Natal. Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 6 kecamatan di wilayah Kabupaten Toba Samosir dan 5 kecamatan di wilayah Kabupaten Samosir yang telah dimekarkan pada tahun 2003. Saat ini Kabupaten Toba Samosir sudah dimekarkan menjadi 16 kecamatan, 281 desa serta 19 kelurahan (BPS, 2010).

Data tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk dengan jumlah pembagian wilayah yang relatif cukup banyak akan berdampak bagi kebutuhan lahan dan sesuai dengan persentase luas kawasan hutan maka tekanan dan gangguan terhadap kawasan hutan akan semakin bertambah, sehingga tidak dapat dielakkan degradasi dan deforestasi hutan menjadi faktor penyebab bagi perubahan tutupan lahan di Kabupaten Toba Samosir.

Menurut Puntodewo, A., dkk., (2003) bahwa untuk mengetahui informasi yang memadai tentang perubahan tutupan hutan yang disebabkan oleh degradasi dan deforestasi hutan agar informasi tersebut bisa dipakai dalam penyusunan perencanaan, pengelolaan sumber daya hutan dan acuan dalam melaksanakan rehabilitasi maka dapat digunakan informasi spasial. Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh merupakan teknologi spasial yang sudah mulai berkembang saat ini.

(22)

terpotong-potong/terfragmentasi memberikan hanya sedikit informasi visual mengenai penyebabnya, meskipun menggunakan citra resolusi tinggi. Untuk itu diperlukan demi keakuratan hasil yang diperoleh kajian sosial juga diperlukan untuk memahami penyebab perubahan tutupan hutan.

Kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir mempunyai keanekaragaman tipe ekosistem yang mempunyai peranan sangat penting sebagai sistem penyangga kehidupan dan pendukung pembangunan. Untuk mengetahui besarnya degradasi dan deforestasi yang terjadi pada kawasan hutan serta perubahan tutupan kawasan hutan berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 44/Menhut-II/2005 sekaligus sebagai gambaran dan arahan terhadap perencanaan penggunaan ruang maka perlu dilakukan monitoring tutupan lahan pada kawasan hutan melalui interpretasi citra satelit sehingga memberikan informasi dasar yang sangat berguna bagi pengelolaan hutan lestari secara berkelanjutan.

1.2. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari masalah yang tersirat pada latar belakang penelitian tadi, permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Seberapa besar degradasi pada kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir (dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009)?

(23)

c. Bagaimana arahan rencana penggunaan ruang di Kabupaten Toba Samosir berdasarkan perubahan peruntukan kawasan hutan?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui degradasi kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir melalui penafsiran citra satelit (dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009). 2. Untuk mendapatkan data informasi deforestasi kawasan hutan berdasarkan

hasil penafsiran citra satelit (dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009). 3. Penyusunan arahan rencana penggunaan ruang berdasarkan perubahan

peruntukan kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Menyediakan informasi dasar berupa gambaran objektif dan mutakhir mengenai kondisi kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Degradasi Hutan

Menurut Lamb (1994), degradasi hutan memiliki arti yang berbeda tergantung pada suatu kelompok masyarakat. Rimbawan memiliki persepsi yang bervariasi terhadap arti degradasi. Sebagian mengatakan bahwa hutan yang terdegradasi adalah hutan yang telah mengalami kerusakan sampai pada suatu point/titik dimana penebangan kayu maupun non kayu pada periode yang akan datang menjadi tertunda atau terhambat semuanya. Sedangkan sebagian lainnya mendefinisikan hutan yang terdegradasi sebagai suatu keadaan dimana fungsi ekologis, ekonomis dan sosial hutan tidak terpenuhi.

Sedangkan menurut Oldeman (1992) mengatakan bahwa degradasi adalah suatu proses dimana terjadi penurunan kapasitas baik saat ini maupun masa mendatang dalam memberikan hasil (product). Penebangan hutan yang semena-mena merupakan degradasi lahan. Selain itu tidak terkendali dan tidak terencananya penebangan hutan secara baik merupakan bahaya ekologis yang paling besar. Kerusakan lahan atau tanah akan berpengaruh terhadap habitat semua makhluk hidup yang ada di dalamnya dan kerusakan habitat sangat berpengaruh terhadap kelangsungan makhluk hidup yang disangganya.

(25)

menurunkan kemampuannya untuk menyediakan berbagai barang atau jasa. Dalam hal Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD), degradasi paling mudah diukur dalam hal berkurangnya cadangan karbon di hutan yang dipertahankan sebagai hutan.

Menurut Tryono, Slamet (2010), ada dua faktor penyebab terjadinya degradasi hutan, pertama penyebab yang bersifat tidak langsung dan kedua penyebab yang bersifat langsung. Faktor penyebab tidak langsung merupakan penyebab yang sangat dominan terhadap kerusakan lingkungan, sedangkan yang bersifat langsung, terbatas pada ulah penduduk setempat yang terpaksa mengeksploitasi hutan secara berlebihan karena desakan kebutuhan. Faktor penyebab bersifat tidak langsung antara lain: 1) pertambahan penduduk, 2) kebijakan pemerintah yang berdampak negatif terhadap lingkungan, 3) dampak industrialisasi perkayuan, perumahan dan industri kertas, 4) reboisasi dan reklamasi yang gagal, 5) meningkatnya penduduk miskin di pedesaan, 6) lemahnya penegakan hukum dalam sektor kehutanan dan lingkungan, 6) tingkat kesadaran masyarakat yang rendah terhadap pentingnya pelestarian hutan.

2.2. Deforestasi

(26)

tajuk berupa hutan (vegetasi pohon dengan kerapatan tertentu) menjadi bukan hutan (bukan vegetasi pohon atau bahkan tidak bervegetasi).

Masih menurut Nawir, A.A., dkk. (2008), bahwa faktor penyebab deforestasi di Indonesia tidak jauh berbeda dengan penyebab degradasi hutan. Penyebab deforestasi ada 2 yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi: 1) kebakaran hutan, 2) banjir, 3) kondisi morfologi dan curah hujan yang tinggi, 4) penebangan untuk pembukaan lahan perkebunan, 5) perambahan hutan, 6) program transmigrasi, 7) pengelolaan lahan dengan teknik konservasi tanah dan air yang tidak sesuai, serta 8) pertambangan dan pengeboran minyak.

Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain: 1) kegagalan pasar akibat harga kayu hasil hutan yang terlalu rendah, 2) kegagalan kebijakan dalam memberikan ijin pengusahaan hutan dan program transmigrasi, 3) kelemahan pemerintah dalam penegakan hukum, 4) penyebab sosial ekonomi dan politik yang lebih luas, seperti: krisis ekonomi, era reformasi, kepadatan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan penyebaran kekuatan ekonomi dan politik yang tidak merata.

(27)

Sebagaimana adanya issue perubahan iklim pencegahan deforestasi menjadi alternatif utama dengan maksud untuk menurunkan emisi gas yang dapat mengurangi pemanasan global. Badan Ilmiah dari Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UnitedNation Framework Convention on Climate

Change/UNFCCC) membuat konsep dengan memberi kompensasi kepada

pemerintah. sektor swasta, dan para pemilik hutan untuk melindungi hutan akan mendatangkan nilai ekonomi yang positif untuk mempertahankan hutan dan menekan penggundulan hutan untuk kepentingan lain untuk penurunan Emisi dari Deforestasi (“Reduced Emissions fromDeforestation”/RED).

UnitedNation Framework Convention on Climate Change/UNFCCC dalam

(28)

2.3. Penataan Ruang

Dalam Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dijelasakan bahwa penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dengan lainnya. Hal ini harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang, sehingga dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Selanjutnya tidak mengakibatkan terjadinya pemborosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang.

Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antardaerah, antara pusat dan daerah, antarsektor, dan antarpemangku kepentingan.

(29)

Penataan kawasan hutan, menurut pasal 5 ayat (2) Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa “Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya”. Dengan demikian, penataan ruang ini mengacu pada fungsi utama kawasan. Antara lain meliputi komponen dalam penataan ruang yang berdasar pada wilayah administrasi, kegiatan kawasan, maupun dalam nilai strategis kawasan.

Untuk penataan kawasan lindung terdiri atas a) kawasan yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya; b)kawaaan perlindungan setempat; c) kawasan suaka alam dan cagar alam; d) kawasan rawan bencana; dan e) kawasan hutan lindung.

Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dijelaskan bahwa kawasan hutan lindung tersebut merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai pengatur sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.

Masih pada Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa pengelolaan untuk hutan meliputi: a)tata hutan dan penyusunan

rencana pengelolaan hutan; b) pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan; c)rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan d) perlindungan hutan dan konservasi alam.

(30)

bagian dari pengelolaan hutan yang terdiri dari 3 fungsi pokok hutan yaitu: a) hutan konservasi; b) hutan lindung; dan c) hutan produksi.

2.4. Interpretasi Citra Penginderaan Jauh

Menurut Sutanto (1992), Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Ada tiga hal penting yang perlu dilakukan dalam proses interpretasi, yaitu deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi citra merupakan pengamatan tentang adanya suatu objek, misalkan pendeteksian objek disebuah daerah dekat perairan. Identifikasi atau pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, misalnya mengidentifikasikan suatu objek berkotak - kotak sebagai tambak di sekitar perairan karena objek tersebut dekat dengan laut. Sedangkan analisis merupakan pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan deduksi, seperti penambahan informasi bahwa tambak tersebut adalah tambak udang dan dklasifikasikan sebagai daerah pertambakan udang.

(31)

tentang informasi spektral yang disajikan pada citra. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra pixel berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam pengklasifikasian citra secara digital, mempunyai tujuan khusus untuk mengkategorikan secara otomatis setiap pixel yang mempunyai informasi spektral yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan (spasial) tertentu.

2.5. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Sedangkan menurut Supriadi (2007), Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem informasi yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geografis di bumi (georeference). Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.

(32)

tingkat ketelitian yang tinggi dan biaya yang relative murah dengan segala keunggulannya, serta memberikan kemungkinan untuk meningkatkan keakurasian dan efisiensi dalam penyediaan data dan informasi dengan dukungan frekuensi yang cukup tinggi. Hal ini merupakan sebuah terobosan dalam aspek inventori dan monitoring. Akan tetapi di negara berkembang praktek inventori dan monitoring dengan menggunakan SIG masih sangat jauh dari optimal. Perlindungan hutan dari akibat kegiatan manusia, api, gulma dan penyakit adalah aspek penting dalam kehutanan tropis.

Pengertian GIS/SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. SIG sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Sedangkan Burrough, 1986 mendefinisikan Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan. Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam 4 komponen utama yaitu: perangkat keras (digitizer, scanner, Central

(33)

pemakai (user). Kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan Sistem Informasi Geografis.

Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama data yang diolah memiliki refrensi geografi, maksudnya data tersebut terdiri dari fenomena atau objek yang dapat disajikan dalam bentuk fisik serta memiliki lokasi keruangan.

Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Ciri utama data yang bisa dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi.

Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.

(34)

garis yang membentuk suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas penggunaan lahan, pulau dan lain sebagainya.

Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon) (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Sistem informasi geografi menyajikan informasi keruangan beserta atributnya yang terdiri dari beberapa komponen utama yaitu: 1) masukan data, 2) penyimpanan data dan pemanggilan kembali (data storage dan retrieval), 3) manipulasi data dan analisis, serta 4) pelaporan data. Dan masih menurut Barus dan Wiradisastra (2000), dijelaskan bahwa bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka: teks di atas kertas atau media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file elektronik).

(35)

unsur-unsur yang ada dipermukaan bumi kedalam beberapa layer atau coverage data spasial, 5) SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial berikut atributnya, 6) semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif, 7) SIG dengan mudah menghasilkan peta-peta tematik, 8) semua operasi SIG dapat di

costumize dengan menggunakan perintah-perintah dalam bahasa script, 9) perangkat

lunak SIG menyediakan fasilitas untuk berkomunikasi dengan perangkat lunak lain, 10) SIG sangat membantu pekerjaan yang erat kaitannya dengan bidang spasial dan geoinformatika.

Barus dan Wiradisastra (2000) juga mengungkapkan bahwa SIG adalah alat yang handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, tabel atau dalam bentuk konvensional lainnya yang akhirnya akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan.

(36)

pada cara penanganan dan pengolahan data yang akan mengubahnya menjadi informasi yang berguna.

Pemodelan hutan secara spasial menggunakan SIG sangat membantu dalam perencanaan dan strategi pengelolaan. Dalam rehabilitasi hutan, terutama untuk mengetahui besarnya luasan hutan yang rusak, pemetaan lokasi, pemilihan species yang cocok, lokasi pembibitan dan infrastruktur lain dan juga untuk tahap monitoring dan evaluasi penggunaan ruang.

Menurut Prahasta (2001), Sistem Informasi Geografis bukan sekedar sebagai

tools pembuat peta. Dan, walaupun produk SIG paling sering disajikan dalam bentuk

peta, kekuatan SIG yang sebenarnya terletak pada kemampuannya dalam melakukan analisis. Salah satu fungsi tools SIG yang paling powerful dan mendasar adalah integrasi data dengan cara baru. Salah satu contohnya adalah overlay, dengan memadukan layers data yang berbeda. SIG juga dapat mengintegrasikan data secara matematis dengan melakukan operasi – operasi terhadap atribut –atribut tertentu dari datanya. Sebagai contoh, sungai dan saluran air dapat diprioritaskan untuk memaksimumkan keuntungan pengembangan dan usaha – usaha manajemen.

2.6. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah menggunakan aplikasi SIG terutama Penginderaan Jauh antara lain adalah sebagai berikut:

1. Suwarsono, Herry dan Totok (2009), Pemanfaatan Data Modis dan Spot 4

(37)

Berita Inderaja Lembaga Penerbangan dan Antariksa. Lapan sudah lebih dari satu dekade secara konsisten melakukan pemantauan titik panas (hotspot) sebagai indikasi kebakaran hutan dan lahan menggunakan data satelit penginderaan jauh di wilayah Indonesia, khususnya Sumatera dan Kalimantan. Pemanfaatan teknologi satelit penginderaan jauh untuk pemantauan kebakaran hutan dan lahan telah memberikan andil yang nyata terutama sejak pertengahan tahun 90-an seiring dengan terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan paling parah dalam sejarah yang pernah terjadi di Indonesia pada musim kemarau tahun 1997. Untuk lebih meningkatkan kualitas hasil pemantauan hotspot, disamping data NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang pemanfaatannya sudah operasional, LAPAN tahun 2004 mulai mengkaji pemanfaatan data MODIS (Moderate Imanging Resolution Spectroradiometer) untuk mendeteksi hotspot. Informasi yang dihasilkan sudah mendekati informasi tepat waktu (realtime). Dan dikombinasikan dengan SPOT-4 yang dapat melihat kebakaran hutan lebih akurat, sehingga mampu mengidentifikasi dan memetakan daerah – daerah kebakaran hutan dan lahan secara lebih akurat meskipun keberadaan awan menjadi suatu kendala tersendiri.

2. Mulyanto (2004), Pemodelan Spasial Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan

Citra Landsat TM dan Sistem Informasi Geografis. Studi Kasus di HPH PT. Duta

(38)

data citra Landsat TM tahun 1999 dan tahun 2002, sedangkan SIG dipergunakan untuk menganalisa data spasial lain untuk mengidentifikasi dan memetakan penutupan lahan. Hasil perubahan tutupan lahan dari tahun 1999 ke tahun 2002 setelah dilakukan klasifikasi, deteksi perubahan dan pengamatan lapangan bahwa di seluruh areal HPH PT. Duta Maju Timber diketahui terjadi degradasi hutan (hutan primer ke hutan bekas tebangan) peningkatan luasan kebun, pemukiman, sawah dan semak belukar.

3. Hermawan (2001), Analisis Perubahan Penutupan Hutan di Areal Paska

Pengelolaan HPH Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh. Studi Kasus Bekas

HPH di Batas TNKS Propinsi Bengkulu. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penggunaan citra Landsat TM dapat membantu kegiatan evaluasi perubahan penutupan lahan di areal paska pengelolaan HPH dengan dapat membedakan 5 (lima) penutupan hutan yaitu hutan primer, hutan bekas tebangan, tanaman perkebunan dan kebun rakyat, semak belukar dan tanah terbuka. Citra satelit dapat digunakan pula untuk mengetahui perubahan penutupan hutan akibat perambahan hutan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengetahui perubahan penutupan hutan akibat penebangan illegal.

4. Doddy dan Suprajaka (2003), Analisis Perubahan Kawasan Hutan di

Kabupaten Blora dengan Pendekatan Kajian Spatio – Temporal. Dengan

(39)

overlay peta penggunaan lahan kawasan hutan dapat diperoleh kelas-kelas

penggunaan lahan yang berubah fungsi. Perubahan hutan yang terjadi dalam kawasan hutan Kabupaten Blora cukup signifikan. Perubahan terbesar terjadi pada lahan hutan yang berubah menjadi lahan tegalan. Sedangkan perubahan terkecil terjadi pada perubahan hutan menjadi lahan semak. Fenomena penting yang perlu dijelaskan adalah adanya pola perubahan hutan yang semakin besar jika lokasinya semakin dekat dengan jalan.

5. Rahman, A dan Adnyana, S (2008), Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan

Citra Alos/Avnir-2 dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Evaluasi Tata

Ruang Kota Denpasar. Luas tutupan vegetasi di Kota Denpasar pada tahun 2006

adalah 4.789,55 Ha atau 38,027% dari luas Kota Denpasar dimana peruntukkan tata ruang pemukiman merupakan daerah terluas memiliki vegetasi, sedangkan peruntukan tata ruang Tahura adalah daerah terluas yang masih terjaga tutupan vegetasinya yaitu 70,82% dari luas area peruntukan tata ruangnya. Peruntukan tata ruang untuk kawasan pemukiman mendominasi daerah yang memiliki tutupan vegetasi dengan persentase vegetasi kurang dari 25%. Peruntukan tata ruang untuk ruang terbuka hijau KDB 0% didominasi oleh vegetasi dengan persentase vegetasi 25-50% dan 50-75% sedangkan peruntukan tata ruang kota untuk Tahura didominasi oleh vegetasi yang memiliki persentase vegetasi lebih dari 75%.

6. Dahlan, Nengah Surati dan Istomo (2005), Estimasi Karbon Tegakan Acacia

(40)

BPKH Parung Panjang KPH Bogor. Citra Landsat ETM+ mempunyai

kemampuan yang baik untuk menduga kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan A. Mangium, sedangkan citra SPOT-5 tidak baik untuk menduga kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan A. Mangium. Kandungan karbon diatas permukaan tanah tegakan A. Mangium di areal BPKH Parung panjang berdasarkan citra Landsat ETM+ sebesar 16,52 ton/ha.

2.7. Kerangka Berpikir Penelitian

Pertambahan penduduk semakin lama semakin meningkat, sementara luas wilayah dan lahan konstan/terbatas untuk dijadikan sebagai tempat tinggal dan melanjutkan hidup. Tidak terelakkan lagi kawasan hutan menjadi sasaran dengan alih fungsi lahan yang tidak terkontrol. Perubahan fungsi hutan menjadi non hutan mengakibatkan degradasi dan deforestasi meningkat setiap tahun.

Polemik saat ini yang menjadi permasalahan di Propinsi Sumatera Utara dan di Kabupaten Toba Samosir adalah Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Sumatera Utara. Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Toba Samosir sesuai SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005 adalah ± 79,21% dari luas wilayah Kabupaten Toba Samosir.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian

[image:41.612.137.501.262.674.2]

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara, (Gambar 3.1).

(42)

Kabupaten Toba Samosir berada diantara lima kabupaten yaitu : sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Asahan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Samosir.

3.2. Peralatan

Pengolahan citra dan analisis spasial GIS dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (sotfware) GIS Arc GIS versi 9.3, Sotfware pengolah citra ENVI

Versi 4.0, Erdas versi 9.0. Perangkat kerasnya (Hardware) menggunakan satu set

laptop termasuk printer, scanner dan plotter cetak warna. Alat bantu lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning Satellite (GPS), dan seperangkat alat – alat pengamatan lapangan yang terdiri dari kompas, kamera foto, alat tulis menulis dan lain – lain.

3.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan identifikasi data primer dan sekunder yang diperlukan sesuai tujuan analisis degradasi dan deforestasi kawasan hutan. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian (ground checking), meliputi kondisi sekarang dilapangan, foto dokumentasi, koordinat hasil ceking lapangan, pengecekan kebenaran data dan pemetaan lokasi pengecekan.

(43)

sebagai alat bantu penelitian, dalam bentuk laporan instansi (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir), data statistik (Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir), data sebaran lahan kritis (BPDAS Asahan Barumun Pematang Siantar), data RTRWK (Dinas Tarukim Kabupaten Toba Samosir), data Tata Guna Hutan Kesepakatan (Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Medan) dan data informasi pendukung lainnya.

3.5. Pengolahan dan Analisis Data

Penghitungan degradasi dan deforestasi kawasan hutan di Kabupaten Toba Samosir dilakukan dengan analisis data penutupan lahan pada kawasan hutan Kabupaten Toba Samosir berdasarkan SK Menhut No. 44/Menhut-II/2005 menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis. Tahap penghitungan dan penyajian data degradasi dan deforestasi kawasan hutan adalah sebagai berikut:

1. Interpretasi citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2000 dan Tahun 2009 untuk mendapatkan peta digital penutupan lahan Tahun 2000 dan 2009

2. Overlay data digital penutupan lahan hasil penafsiran citra Landsat 7 ETM+ Tahun 2000 dengan Tahun 2009.

(44)

4. Penghitungan luas dan angka degradasi dan deforestasi kawasan hutan pada setiap fungsi kawasan hutan. Penghitungan menggunakan proyeksi Mercator, Datum WGS 84.

5. Batasan dalam penghitungan degradasi, deforestasi serta tutupan lahan pada kawasan hutan berdasarkan SK. Menhut No. 44/Menhut-II/2005 guna perencanaan penggunaan ruang adalah sebagai berikut :

a. Penghitungan degradasi dilakukan dengan menganalisis perubahan penutupan kawasan hutan pada citra Landsat Tahun 2000 yang menurun kualitasnya pada citra Landsat Tahun 2009.

b. Penghitungan deforestasi dilakukan dengan menganalisis penutupan lahan yang berhutan dalam kawasan hutan pada citra Landsat Tahun 2000 yang berubah menjadi tidak berhutan pada citra Landsat Tahun 2009.

c. Penutupan lahan kategori hutan lainnya berdasarkan penafsiran citra dilakukan pada seluruh lokasi hutan tanaman baik HTI/IUPHHK-HT, PIR/IUPHHK-HT maupun hutan tanaman hasil reboisasi yang berada pada kawasan hutan berdasarkan SK. Menhut No. 44/Menhut-II/2005.

d. Penghitungan tutupan kawasan hutan citra Landsat Tahun 2009 dipadukan dengan hasil perhitungan degradasi dan deforestasi menjadi arahan penggunaan ruang di Kabupaten Toba Samosir.

6. Penyajian sebaran dan luas degradasi, deforestasi dan tutupan lahan sesuai citra

(45)
[image:45.612.114.530.255.685.2]

Sistem klasifikasi penutupan lahan yang digunakan adalah sistem rancangan pengembangan klasifikasi penutupan lahan yang dikeluarkan oleh Dirjen Planologi Kehutanan, masing-masing kelas dibagi menjadi subkelas (pendetilan) sebagai berikut :

Tabel 3.1. Sistem Klasifikasi yang Digunakan untuk Penafsiran Citra Resolusi Sedang

Kelas Kode Layer /

Toponimi Keterangan

1 2 3

Hutan Lahan Kering Primer

Hp/2001 Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang belum menampakkan bekas penebangan

Hutan Lahan Kering Sekunder

Hs/2002 Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan, dan pegunungan yang telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas tebang). Bekas tebangan parah bukan areal HTI, perkebunan atau pertanian dimasukkan lahan terbuka

Hutan Rawa Primer

Hrp/2005 Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut yang belum menampakkan bekas penebangan.

Hutan Tanaman Ht/2006 Seluruh kawasan hutan tanaman baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi lokasi dapat diperoleh dengan Peta Persebaran Hutan Tanaman

(46)

Lanjutan Tabel 3.1.

Kelas Kode Layer /

Toponimi Keterangan

1 2 3

Perkebunan Pk/2010 Seluruh kawasan hutan tanaman baik yang sudah ditanami maupun yang belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi lokasi dapat diperoleh dengan Peta Persebaran Perkebunan. Perkebunan rakyat yang biasanya berukuran kecil akan sulit diidentifikasikan dari citra maupun peta persebaran, sehingga memerlukan informasi lain termasuk data lapangan.

Permukiman Pm/2012 Kawasan pemukiman, baik perkotaan, pedesaan, industri dll. Yang memperlihatkan pola alur rapat.

Lahan Terbuka T/2014 Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai), lahan terbuka bekas kebakaran, dan lahan terbuka yang ditumbuhi alang-alang/rumput. Kenampakan lahan terbuka untuk pertambangan dikelaskan pertambangan, sedangkan lahan terbuka bekas pembersihan lahan-land clearing dimasukan kelas pertanian, perkebunan atau hutan tanaman.

Hutan Rawa Sekunder

Hrs/20051 Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut yang telah menampakkan bekas penebangan. Bekas tebangan parah jika tidak memperlihatkan tanda genangan (liputan air) digolongkan tanah terbuka sedangkan jika memperlihatkan bekas genangan atau tergenang digolongkan tubuh air (rawa)

Semak Belukar Rawa

(47)

Lanjutan Tabel 3.1.

Kelas Kode Layer /

Toponimi Keterangan

1 2 3

Savana/Padang Rumput

S/3000 Kenampakan non hutan alami berupa padang rumput, kadang-kadang dengan sedikit semak atau pohon. Kenampakan ini merupakan kenampakan alami di sebagian Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur dan bagian selatan Papua.

Pertanian Lahan Kering

Pt/20091 Semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan, kebun campuran dan ladang.

Pertanian Lahan Kering Campur Semak

Pc/20092 Semua jenis pertanian lahan kering yang berselang-seling dengan semak, belukar dan hutan bekas tebangan. Sering muncul pada areal perladangan berpindah, dan rotasi tanam lahan karst.

Sawah Sw/20093 Semua aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang.

Tambak Tm/20094 Aktivitas perikanan darat atau penggaraman yang tampak dengan pola pematang di sekitar pantai. Transmigrasi Tr/20095 Seluruh kawasan, baik yang telah diusahakan

maupun yang belum, termasuk areal pertanian, perladangan dan pemukiman di dalamnya.

(48)

Lanjutan Tabel 3.1.

Kelas Kode Layer /

Toponimi Keterangan

1 2 3

Tubuh Air A/5001 Semua kenampoakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun dll. Kenampakan tambak, sawah dan rawa-rawa digolongkan tersendiri.

Rawa Rw/50011 Kenampakan lahan rawa yang sudah tidak berhutan

Hutan Rawa Primer

Hrp/2005 Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut yang belum menampakkan bekas penebangan

Hutan Rawa Sekunder

Hrs/20051 Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa, termasuk rawa payau dan rawa gambut yang telah menampakkan bekas penebangan. Bekas tebangan parah jika tidak memperlihatkan tanda genangan (liputan air) digolongkan tanah terbuka sedangkan jika memperlihatkan bekas genangan atau tergenang digolongkan tubuh air (rawa)

Hutan Mangrove Primer

Hmp/2004 Hutan bakau, nipah, dan nibung yang berada di sekitar pantai yang belum menampakkan bekas penebangan. Pada beberapa lokasi, hutan mangrove berada lebih ke pedalaman

Hutan Mangrove Sekunder

Hms/20041 Hutan bakau, nipah, dan nibung yang berada di sekitar pantai yang telah memperlihatkan bekas penembangan dengan pola alur, bercak, dan genangan. Khusus untuk bekas tebangan yang telah berubah fungsi menjadi tambak/sawah digolongkan menjadi tambak/sawah

(49)
[image:49.612.90.553.62.653.2]

Gambar 3.2. Diagram Alur Pengolahan Data Citra Landsat untuk Memperoleh Data Penutupan Kawasan Hutan Tahun 2000 dan Tahun 2009 RBI/PDTK

GROUND CHECK

INFORMASI TUTUPAN LAHAN SEMENTARA KUNCI

INTERPRETASI

PENGGABUNGAN BAND DAN PENGGABUNGAN ANTAR SCENE ATAU DIKERJAKAN PER SCENE

KENDALI MUTU

INFORMASI PENDUKUNG :

- DATA KAWASAN HUTAN,

- DATA DIGITAL SEBARAN

KEGIATAN KEHUTANAN,

- DATA DIGITAL IUPHHK-HT

PT. TPL

- DATA DIGITAL IUPHHK-HT

PT. PIR

EDITING & REVISI

INTERPRETASI CITRA KOREKSI GEOMETRI

PENAJAMAN CITRA/ ENHANCEMENT CITRA RESOLUSI SEDANG

LANDSAT ETM+ TAHUN 2000 DAN 2009

(50)

Gambar 3.3. Diagram Alur Proses Penghitungan Degradasi dan Deforestasi pada Kawasan Hutan dan Arahan Penggunaan Ruang

Kawasan Hutan Kab. Toba Samosir

Data Digital Penutupan Lahan Dari Penafsiran Landsat 7 ETM+

Kab. Toba Samosir Tahun 2000

Data Digital Pernutupan Lahan Multitemporal

Overlay

Analisis Dergradasi dan Deforestasi

Data Digital Penutupan Lahan Dari Penafsiran Landsat 7 ETM+

Kab. Toba Samosir Tahun 2009

Overlay

Hasil Analisis Degradasi dan Deforestasi Tabel dan Diagram

Peta Arahan Perencanaan Penggunaan Ruang Kabupaten Toba Samosir

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir 4.1.1. Sejarah Singkat

Kabupaten Toba Samosir dibentuk dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal. Kabupaten Toba Samosir merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara yang diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 oleh Menteri Dalam Negeri.

Pada saat dibentuk Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 13 Kecamatan dan 4 perwakilan kecamatan, 281 desa serta 19 kelurahan. Pada tahun 2002 berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Toba Samosir, Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kecamatan Ajibata, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kecamatan Uluan, dan Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Toba Samosir, 4 perwakilan kecamatan ditetapkan menjadi kecamatan definitif yaitu: Kecamatan Ajibata, Pintu Pohan Meranti, Uluan dan Ronggur Nihuta serta Perda Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kecamatan Borbor.

(52)

Kabupaten Samosir berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003. Setelah dimekarkan Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 10 kecamatan.

Berdasarkan Perda Kabupaten Toba Samosir Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan Sigumpar Kabupaten Toba Samosir, Kecamatan Silaen dimekarkan menjadi Kecamatan Silaen dan Sigumpar. Berdasarkan Perda Kabupaten Toba Samosir Nomor 5 Tahun 2006, terbentuklah tiga kecamatan baru yaitu Kecamatan Tampahan sebagai pemekaran dari Kecamatan Balige, Kecamatan Nassau pemekaran dari Kecamatan Habinsaran, dan Kecamatan Siantar Narumonda pemekaran dari Kecamatan Porsea. Tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Toba Samosir kembali mengeluarkan Perda No. 5 Tahun 2008 tentang pembentukan dua kecamatan baru, yairu Kecamatan Parmaksian dan Kecamatan Bonatua Lunasi. Dengan demikian jumlah wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Toba Samosir mulai tahun 2008 terdiri dari 16 kecamatan dengan 203 desa dan 13 kelurahan.

4.1.2. Lokasi dan Keadaan Geografis

(53)

4.1.3. Iklim

Sesuai dengan letaknya yang berada di garis khatulistiwa, Kabupaten Toba Samosir tergolong ke dalam daerah beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C-290C dan rata-rata kelembaban udara 85,04 persen.

Rata-rata tinggi curah hujan yang terjadi di Kabupaten Toba Samosir per bulan tahun 2009 berdasarkan data pada 14 stasiun pengamatan sebesar 175 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 10 hari.

Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni dengan 228 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 5 hari. Sedangkan pada bulan April curah hujan yang turun sangat rendah sekitar 135 mm, dengan jumlah hari hujan 8 hari.

Berdasarkan stasiun pengamatan, Kecamatan Pintu Pohan Meranti merupakan daerah dengan curah hujan yang tertinggi, yaitu 293 mm.

4.1.4. Pemerintahan

Wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir tahun 2009 terdiri dari 16 kecamatan dengan 216 desa/kelurahan, yaitu 203 desa dan 13 kelurahan. Kecamatan Balige merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan terbanyak, yaitu 35 desa/kelurahan. Sedangkan Kecamatan Tampahan merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan yang paling sedikit, yaitu hanya 6 desa.

(54)

4.1.5. Kependudukan

[image:54.612.117.532.305.584.2]

Jumlah penduduk Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2009 adalah 175.325 jiwa, dengan jumlah rumah tangga (RT) 39.339 RT. Dengan luas wilayah daratan 2.021,8 Km², tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Toba Samosir tahun 2009 sebesar 86,7 jiwa/km².

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009.

No Kecamatan

Luas Wilayah (KM²) Rumah Tangga Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/KM²)

1 Balige 91,05 8.512 44.389 487,52

2 Tampahan 24,45 1.104 5.558 227,32

3 Laguboti 73,90 4.210 17.608 238,27

4 Habinsaran 408,70 3.227 13.939 34,11

5 Bor-bor 176.65 1.951 8.307 47,03

6 Nassau 335,50 1.559 6.307 18,80

7 Silaen 172,58 2.943 12.281 71,16

8 Sigumpar 25,20 1.704 6.843 271,55

9 Porsea 31,45 2.578 11.059 351,64

10 P. P. Meranti 277,27 1.449 6.911 24,93

11 S. Narumonda 22,20 1.466 5.850 263,51

12 Lumban Julu 90,90 1.766 7.341 80,76

13 Uluan 91,50 1.766 7.341 80,76

14 Ajibata 72,80 1.604 6.990 96,02

15 Parmaksian 45,98 1.983 8.164 177,56

16 Bonatua Lunasi 81,67 1.507 6.269 76,76

Jumlah 2009 2.021,80 39.339 175.325 86,7

2008 2.021,80 38.276 172.746 85,4

2007 2.021,80 37.581 171.375 84,8

Sumber: Toba Samosir Dalam Angka Tahun 2010

(55)

kemudian Kecamatan Porsea tingkat kepadatan sebesar 351,64 jiwa/km². Sedangkan Kecamatan Nassau memiliki tingkat kepadatan yang terkecil, yaitu 18,80 jiwa/km².

[image:55.612.112.520.369.625.2]

Jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Toba Samosir lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan Tahun 2009. Jumlah penduduk Kabupaten Toba Samosir yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 86.326 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 88.999 jiwa. Dengan demikian rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Toba Samosir sebesar 96,99%. Angka ini menunjukkan bahwa dari setiap 100 perempuan terdapat sekitar 96,99 orang laki-laki.

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009

Kelompok Umur (Tahun) Laki-Laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Laki-laki + Perempuan (Jiwa)

0 – 4 9.140 9.000 18140

5 – 9 10.435 10.301 20.736

10 – 14 12.046 11.921 23.967

15 – 19 12.207 11.950 24.157

20 – 24 5.507 5.410 10.917

25 – 29 4.733 4.657 9.390

30 – 34 4.231 4.669 8.900

35 – 39 4.116 4.573 8.689

40 – 44 4.516 5.023 9.539

45 – 49 4.395 4.852 9.247

50 – 54 4.580 5.064 9.644

55 – 59 2.881 3.185 6.066

60 – 64 2.786 3.094 5.880

65 + 4.753 5.300 10.053

Jumlah 2009 86.326 88.999 175.325

2008 85.239 87.507 172.746

2007 84.492 86.883 171.375

Sumber: Toba Samosir Dalam Angka Tahun 2010

(56)
[image:56.612.116.519.289.573.2]

dibandingkan dengan penduduk perempuannya, yaitu: Kecamatan Nassau dengan angka rasio jenis kelamin sebesar 100,16%. Kecamatan dengan angka sex ratio terkecil terdapat di Kecamatan Porsea sebesar 93,92%. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa kebanyakan laki-laki merantau ke luar daerah baik untuk mencari pekerjaan maupun tujuan melanjutkan pendidikan.

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2009

No Kecamatan

Jumlah Penduduk (jiwa) Ratio jenis

Kelamin

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Balige 21.786 22.630 44.389 96,39

2 Tampahan 2.772 2.786 5.558 99,50

3 Laguboti 8.585 9.023 17.608 95,15

4 Habinsaran 6.924 7.015 13.939 98,70

5 Bor-bor 4.144 4.163 8.307 99,54

6 Nassau 3.156 3.151 6.307 100,16

7 Silaen 6.007 6.174 12.281 95,74

8 Sigumpar 3.346 3.497 6.843 95,68

9 Porsea 5.356 5.703 11.059 93,92

10 P. P. Meranti 3.447 3.464 6.911 99,51

11 S. Narumonda 2.897 2.953 5.850 98,10

12 Lumban Julu 3.640 3.701 7.341 98,35

13 Uluan 3.680 3.829 7.509 96,11

14 Ajibata 3.446 3.544 6.990 97,23

15 Parmaksian 4.017 4.147 8.164 96,87

16 Bonatua Lunasi 3.122 3.147 6.269 99,21

Jumlah 2009 86.325 89.000 175.325 96,99

2008 85.239 87.507 172.746 97,41

2007 84.492 86.883 171.375 97,25

Sumber: Toba Samosir Dalam Angka Tahun 2010

4.1.6. Tenaga Kerja

(57)

bersekolah, mengurus rumahtangga, dan lainnya. Semakin tinggi tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) berarti semakin besar keterlibatan penduduk usia 15 tahun ke atas, dalam pasar kerja.

[image:57.612.119.531.315.478.2]

Persentase penduduk usia kerja di Toba Samosir yang bekerja adalah sebesar 79,04%, dimana laki-laki sebesar 82,78% dan perempuan sebesar 75,25%. Sedangkan penduduk usia kerja yang mencari kerja ada sebanyak 2,78%.

Tabel 4.4. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Kegiatan Utama Selama Seminggu Yang Lalu dan Jenis Kelamin Tahun 2009.

No Kegiatan Utama Persentase

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Angkatan kerja

- Bekerja 82,78 75,25 79,04

- Mencari kerja 3,14 2,41 2,78

2 Bukan angkatan kerja

- Sekolah 7,01 7,00 7,01

- Mengurus rumah tangga 1,87 11,79 6,81

- Lainnya 5,19 3,54 4,37

3 Jumlah 100,00 100,00 100,00

4 TPAK 85,92 77,66 81,81

5 Tingkat pengangguran terbuka 3,65 3,10 3,39

Sumber: Sakernas 2009, BPS Kabupaten Toba Samosir

TPAK Toba Samosir berdasarkan hasil Sakernas 2009 adalah sebesar 81,81%. TPAK laki-laki lebih tinggi dari TPAK perempuan, hal ini berarti bahwa penduduk laki-laki lebih besar terlibat dalam pasar kerja. Adapun TPAK laki-laki sebesar 85,92% dan TPAK perempuan 77,66%. Tingkat pengangguran terbuka penduduk laki-laki sebanyak 3,65% dan penduduk perempuan sebesar 3,10% sehingga tingkat pengangguran terbuka secara umum sebesar 3,39%.

(58)
[image:58.612.118.526.220.420.2]

(Industri, Listrik Gas dan Air serta Bangunan), serta sektor S (Angkutan, Perdagangan, Keuangan dan Jasa) atau ketiganya biasa disebut sebagai sektor Primer, sektor Sekunder dan sektor Tersier.

Tabel 4.5. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja

Gambar

Gambar 3.1. Peta Administrasi Lokasi Penelitian
Tabel 3.1.   Sistem Klasifikasi yang Digunakan untuk Penafsiran Citra Resolusi  Sedang
Gambar 3.2. Diagram Alur Pengolahan Data Citra Landsat untuk Memperoleh Data Penutupan Kawasan Hutan Tahun 2000 dan Tahun 2009
Tabel 4.1.  Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Toba Samosir Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika Rangkaian dan penyambungan anda benar, maka akan muncul tulisan seperti dibawah ini, jika masih ada error silahkan cek kondisi IC Mikro dan penyambungannya sudah betul belum..

2. Meminimumkan biaya pemesanan dan biaya pengadaan persediaan barang Pada dasarnya laporan inventori dimaksudkan untuk mengajukan informasi mengenai keadaan atau kondisi

Dengan ini mengundang Saudara yang namanya tersebut di atas untuk hadir dalam Acara Pembuktian Kualifikasi perusahaan Saudara yang sebelumnya telah dinyatakan lulus dalam tahap

Dengan bahan peraturan perundang-undangan di atas penulis akan mengupas mengenai rumusan masalah yang selanjutnya menjadi temuan penulis dalam skripsi ini yang

communion atau komunikasi fatis dalam pesan singkat atau SMS mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung kepada dosennya ditandai

Dari arah umum bidang kekar mayor dan minor, menurut R.L Ash (1967) untuk menyesuaikan arah peledakan dengan arah kekar yang ada, bidang bebas yang diambil sejajar dengan

Bersama ini kami sampaikan laporan hasil penjmbn produk PnOGIU, Pf,OS(r$C, d3r ?H}|EllC di area Sumatara Barat @a bulan Aprf, Zltli, Adapun hasil penirnhn

Hendro Gunawan, MA