• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP ALAT KAMPANYE CALON ANGGOTA LEGISLATIF TAHUN 2014 (Studi kasus pada alat kampanye luar ruang calon legislatif di Kota Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP ALAT KAMPANYE CALON ANGGOTA LEGISLATIF TAHUN 2014 (Studi kasus pada alat kampanye luar ruang calon legislatif di Kota Bandar Lampung)"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

RESPONSE ANALYSIS OF COMMUNITY CAMPAIGN TOOL CANDIDATE FOR LEGISLATIVE 2014

(Case Study on the appliance outdoor campaign in the city of Bandar Lampung candidates)

By:

Dirga Setiawan

This study aims to determine the community's response to the outdoor campaign tool in legislative elections in 2014 in the city of Bandar Lampung. This type of research uses qualitative research with interviews as the primary means of data collection and documentation as supporting data collection tool. Informants purposively determined based on criteria (1) the people that live in Bandar Lampung, either as ordinary citizens and the people that have become a political observer. However, researchers did not intend to discriminate informant capacity but rather to enrich or complementary information in order to answer the research problem. There are as many as five (5) informants as ordinary citizens and 4 (four) informant citizens who have a political observer capacity. Data analysis was performed by means of data reduction, data presentation, and conclusion. The results showed that the public response to the billboard as a medium of outdoor campaign is very diverse. Among them is the outdoor campaign tool as a means of political strategy and ideology of candidates shows, as a trick, as transmitter of identity, a tool to win votes and sympathy from the public.

(2)

ABSTRAK

ANALISIS TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP ALAT KAMPANYE CALON ANGGOTA LEGISLATIF TAHUN 2014

(Studi kasus pada alat kampanye luar ruang caleg di Kota Bandar lampung)

Oleh : Dirga Setiawan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap alat kampanye luar ruang pada pemilihan calon anggota legislatif tahun 2014 di Kota Bandar Lampung. Tipe penelitian ini mengunakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara sebagai alat pengumpulan data utama dan studi dokumentasi sebagai alat pengumpul data penunjang. Informan ditentukan secara purposive berdasarkan kriteria (1) warga masyarakat yang tinggal di Bandar Lampung, baik sebagai warga masyarakat biasa maupun warga masyarakat yang selama ini menjadi pengamat politik. Namun, peneliti tidak bermaksud membedakan kapasitas informan melainkan untuk memperkaya atau saling melengkapi informasi guna menjawab masalah penelitian. Ada sebanyak 5 (lima) informan sebagai warga masyarakat biasa dan 4 (empat) informan warga masyarakat yang memiliki kapasitas pengamat politik. Analisis data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tanggapan masyarakat terhadap baliho sebagai media kampanye luar ruang sangat beragam. Diantaranya adalah alat kampanye luar ruang sebagai cara dan strategi politik caleg menunjukkan ideologi, sebagai trik, sebagai penyampai identitas, alat untuk merebut suara dan simpati dari masyarakat.

(3)
(4)

ANALISIS TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP ALAT KAMPANYE CALON ANGGOTA LEGISLATIF TAHUN 2014

(Studi kasus pada alat kampanye luar ruang caleg di Kota Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

DIRGA SETIAWAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar. 1 Skema Kerangka Pikir Alat Kampanye Luar Ruang . ... 19

Gambar. 2 ... 52

Gambar. 3 ... 53

Gambar. 4 ... 53

(6)
(7)

2.2.3. Kategori kampanye... 14

2.3 Tinjauan tentang tanggapan... 15

2.4 Tinjauan tentang masyarakat ... 16

2.5 Skema Kerangka Pikir ... 19

III.METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 20

3.2 Fokus Penelitian ... 21

3.3 Teknik pengumpulan data ... 21

3.3.1. Wawancara mendalam ... 21

3.3.2. Dokumentasi ... 22

3.3.3. Observasi ... 22

3.4 Teknik penentuan informan... 22

3.5 Lokasi penelitian ... 25

3.6 Teknik Analisis Data ... 26

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran umum pileg ... 28

4.2 Sejarah singkat pemilihan umum ... 31

4.3 Daftar pemilih tetap kota Bandar Lampung ... 47

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 alat kampanye luar ruang yang digunakan oleh calon anggota legislative ... 50

5.1.1. Lewat banner alat kampanye luar ruang ... 51

5.2 Tanggapan masyarakat terhadap alat kampanye luar ruang ... 55

5.2.1. Alat kampanye luar ruang dikonsep sesuai kepribadian calon anggota legislative ... 55

5.2.2. Alat kampanye luar ruang sebagai cara dan strategi politik caleg Yang berideologi ... 56

5.2.3. Alat kampanye luar sebagai trik oleh caleg... 57

5.2.4. Alat kampanye luar ruang sebagai identitas oleh caleg ... 59

(8)

5.2.6. Alat kampanye luar ruang untuk meraih suara dan simpati ... 63

5.2.7. Alat kampanye luar ruang sebagai kepentingan politik ... 64

5.2.8. Alat kampanye luar ruang sebagai cara, dan trik pendekatan Masyarakat ... 64

5.2.9. Alat kampanye luar ruang sebagai alat memperoleh dukungan Massa ... 65

5.3 Pembahasan ... 66

5.3.1. Penggunaan dan fungsi alat kampanye luar ruang ... 66

5.3.2. kontestasi alat kampanye luar ruang ... 69

5.4 Analisis ... 70

5.4.1. Alat kampanye luar ruang: kontestasi caleg ... 70

VI.KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 73

6.2 Saran ... 74

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel. 1 Penjelasan Nama Informan penelitian . ... 23

Tabel. 2 Penjelasan Nama Informan Pengamat politik ... 23

Tabel. 3 Nomor Urut Partai ... 30

Tabel. 4 Nama Partai ... 42

Tabel 5 Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung ... 48

(10)
(11)
(12)

MOTO

“Pengetahuan tentang apa pun, karena segala sesuatu memiliki sebab, tidak diperboleh atau tidak akan lengkap kecuali diketahui

penyebabnya” (Ibnu Sina)

“Jangan Mencintai Sesuatu Hal Secara Berlebihan Sebab Dia Akan

Menggulingmu Atau Menghancurkanmu“

(Syamsi)

“MENGHARGAI, MENGHORMATI, MEMAHAMI DAN

MENGERTI SEBAB ITU JALAN MENUJU KEBAHAGIAAN“

(13)
(14)

PERSEMBAHAN

Untuk-Mu segala puji Dzat yang Maha Dahsyat dan segala-galanya bagiku Tiada Tuhan selain Allah SWT

Kupersembahkan karya kecil ini

Abak dan Mak tercinta :

SYAMSI dan EMI YULIAR

yang selalu mendidik dan membesarkanku dengan kasih sayang dan selalu

memberikan doa tak pernah henti. Terima kasih atas kesabaran dan

keikhlasannya Kalian adalah semangat hidupku

Untuk kakak & Adikku

Sertu Aldino Pratama Putra dan si kembar Mardi Yuda Prabowo dan Marni Emiar Pratiwi terima kasih segala motivasi dan dukungan kalian semoga kita bisa membanggakan kedua orang tua

Dan Keluargaku besar ku

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan Di Desa Tebat Ijuk, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi pada tanggal 25 pebruari 1991, sebagai anak kedua dari empat bersauadara pasangan Bapak Syamsi dan Ibu Emi Yuliar.

Pendidikan yang pernah ditempuh dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 264/III Desa Tebat Ijuk

Kecamatan Depati VII Kabupaten Kerinci yang diselesaikan pada tahun 2003 Dilanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Sungai Penuh di Kota Sungai Penuh yang diselesaikan pada tahun 2006. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menegah Atas (SMA) 1 Sungai Penuh di Kota Sungai Penuh yang diselesaikan pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

(16)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya. Tiada daya dan upaya serta kekuatan yang penulis miliki untuk menyelesaikan skripsi ini, selain berkat daya, upaya dan kekuatan yang dianugerahkan-Nya. Shalawat serta salam senantiasa

tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang syafa’atnya selalu kita nanti hingga

hari akhir kelak.

Skripsi dengan judul “Analisis Tanggapan Masyarakat terhadap Alat Kampanye Calon Anggota Legislatif Tahun 2014 (Studi kasus pada alat kampanye luar ruang caleg di Kota Bandar Lampung)” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas lampung

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

(17)

4. Bapak Drs. Ikram, M.Si selaku Dosen Pembimbing, terima kasih atas waktu, motivasi, bimbingan, saran dan kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini. Sehingga saya dapat meraih gelar Sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Bintang Wirawan, M.Hum selaku Dosen Pembahas seminar usul dan hasil serta dosen penguji penulis yang telah mengoreksi, memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen di Jurusan Sosiologi dan FISIP Unila yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengetahuan salama menjalani masa perkuliahan.

7. Seluruh staff administrasi dan karyawan FISIP Unila yang membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi.

8. Untuk Bapakku syamsi dan Ibuku Emi yuliar terima kasih atas dukungannya baik moril maupun materil serta kesabarannya menunggu saya menyelesaikan kuliah ini sampai selesai.

9. Buat kakakku Sertu Aldino Pratama Putra terima kasih atas dukungan dan tempat selama ini dan semoga menjadi keluarga yang bahagia dengan istrinya kakak Bribda Mila Novika.

10.Buat adik kembarku Mardi Yuda Prabowo dan Marni Emiar Pratiwi semoga kita bisa membahagiakan dan membanggakan kedua orang tua kita terus semangat dan ingat selalu pesan orang tua kita.

11.Buat alm Mamuk Aris Wanto dan Alm abang Frank Aplinas terimakasih kalian sudah

memberi canda tawa kalian semoga tenang dialam sana kami selalu mendo’akan kalian.

(18)

13.Buat PUARI saya Mares Ersan, Dody dwi wijaya, Dedi Kurniawan, Deni Eko Purnomo, Heman Sodik, Andrian Maiputra, Risky Pratama, Rikawati dan Ferdy Pratama sahabat dekat penulis satu jurusan yang selalu menjadi tempat cerita berbagai macam hal baik dikampus maupun di luar kampus. Terima kasih atas motivasinya, dukungannya, doanya serta saran-saran yang sangat bermanfaat dari kalian semua. Sukses selalu buat puari kita. 14.Teman-teman keluarga besar sosiologi 2009 Tahta, Rio, Anaz, Adi, Dauzan, Dayu,

Danial Nuril Fajri, Gandha Pradista Putra, Toni Darmawan, Bobby Rahman, Ongki Satrio Sumantri, Isma Riskawati, Irma wahyuni, Umi Inayah, Umi Zakiyah Sri Subekti, Dewi Aprilia, Elfira Susanti, Endik, Roby, Mezi, Riki, Dian, Yuri, Reno, Ari, Ridho, Cindar, Nova, Susan, Nurul, Puji, Yusrina, Yosefin, rezza, Vani, Iis, Windy, Devi, Mutia, Nisa, Yolanda, Gita,Alm. Tri Aprian Saleh Dan Alm. Chaca. Dan teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu, semuanya terima kasih atas kebaikan kalian selama kita menjadi mahasiswa bersama. Semoga kita semua bisa menjadi orang yang berguna dan bermanfaat.

15.Buat abang-abang sosiologi dan jurusan lain terimakasih atas dukungan dan pandangannya serta saran-sarannya selama penulis mengikuti masa perkuliahan ini. 16.Buat adik-adik sosiologi terimakasih atas dukungan dan jeri payahnya dalam

mejalankkan dunia perkuliahan selama ini.

17.Untuk temen-temen KKN UNILA (Rani, Riskhy, Ridho, Tria, Yunita) dan UNSRI (Ary, Taros, Eci) Kecamatan Negeri Agung Desa Pulau Batu Kabupaten Way Kanan terima kasih banyak atas semuanya semoga kita selalu sukses dan saling jaga silaturahmi ya temen-temen.

(19)

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga menjadi lebih baik dan berguna serta bermanfaat bagi kita semua. Amien

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandar Lampung, 22 Desember 2014 Penulis

(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang dihasilkan dari Pemilu diharapkan menjadi pemerintahan yang mendapat legitimasi yang kuat dan amanah. Sehingga, diperlukan upaya dan seluruh komponen bangsa untuk menjaga kualitas Pemilu. Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu.

(21)

2

Didalam Pemilu legislatif selalu diwarnai dengan maraknya beragam atribut media kampanye milik calon legislatif. Alat peraga baliho dan baliho paling digemari para calon legislatif. Kampanye calon legislatif sering juga terjadi dalam bentuk kampanye melalui media dan pemasangan atribut. Kondisi ini terlalu banyak memenuhi ruang-ruang dalam masyarakat kita. Intensitas kegiatan berbentuk media kampanye semakin meningkat, apalagi di Kota Bandar Lampung,

Dalam tahapan pemilihan calon legislatif, pemasangan baliho bertebar di mana-mana. Seakan tak ada ruang lagi, untuk kegiatan masyarakat. Baliho yang menampilkan gambar-gambar calon legislatif menjadi pesan kampanye agar mendapat simpati politik dari rakyat pemilih. Kampanye politik merupakan hal lumrah yang seringkali ditemukan dalam proses pertarungan politik dalam suatu negara. Tidak bisa di sangkal lagi bahwa melalui kampanye tersebut, aktor politik bisa dengan leluasa untuk mencari seluruh segmen pemilih untuk mendapatkan dukungan nantinya. (Zakaria, 2012)

(22)

3

kekuasaan. Kepentingan-kepentingan kampanye politik para kontestan, baik parpol ataupun perseorangan masih sebatas “yang penting terpilih, soal bagaimana

caranya itu belakangan”. Kampanye politik yang dipahami sedemikian rupa, pada

akhirnya tidak diikuti dengan konsistensi para politisi untuk menjaga kontinuitas.

Tahapan kampanye tanpa pemahaman yang baik dari kontestan ataupun masyarakat hanya akan terlihat seperti pesta umbul-umbul, baliho, baliho, poster, stiker dengan berbagai slogan dan janji-janji kampanye. Semua atribut kampanye ini begitu banyak bertebaran di waktu masa Pemilu. Bahkan dalam bentuk kalender, souvenir dan bentuk lainnya masuk sampai ke rumah-rumah warga.

Oleh karena itu alat peraga kampanye yang ada di masyarakat seperti baliho, baliho, kalender, kartu nama, surat selebaran, poster, stiker dan bentuk lainnya yang diperuntukan untuk media sosialisasi oleh calon legislatif bagi masyarakat hanya dilihat dan diterima saja oleh masyarakat. Akan tetapi masyarakat belum mengetahui esensi yang ada didalam alat kampanye calon legislatif tersebut.

Beberapa temuan kasus, jika dilihat dari aspek penyampaikan politik merupakan hal yang wajar. Tapi, tidak sedikit juga masyarakat menganggap bahwa kampanye politik yang dilakukan dalam lima tahunan pada pemilihan calon legislatif, disebut juga sebagai pesta rakyat. Pesta rakyat, karena rakyatlah yang berdaulat, rakyat juga menentukan sepenuhnya dalam memilih calon legislatif.

(23)

4

cita-cita. Sebagai sosok yang dikagumi maka masyarakat akan mendukung orang-orang yang meneruskan cita-citanya itu. Dari sinilah maka dukungan bisa mengalir. Kalau diselusuri, penggunaan sosok tokoh besar dalam atribut kampanye oleh partai politik sebenarnya itu menunjukkan ketidakberhasilan partai politik itu saat hadir di masyarakat. Sehingga mereka memerlukan sesosok pemimpin yang mampu mendongkrak perolehan suara. (Ikbal, 2013)

Secara visual para calon legislatif memulai kampanyenya dengan tebaran senyuman yang mengaku berpendidikan tinggi, berwibawa, ramah, santun, dan agamis. Mereka mendandani dirinya sesempurna mungkin, seperti malaikat penebar berita damai. Seolah calon legislatif bagaikan Sinterklas yang bagikan beragam hadiah. Calon legislatif memosisikan dirinya seperti Superman sang pembela kebenaran, menolong si lemah dan si miskin.

(24)

5

Akan tetapi sejauh ini masyarakat belum mengetahui efektivitas dari alat kampanye luar ruang calon legislatif yang ada di masyarakat seperti dalam hal penyampaian esensi yang ada didalam alat kampanye calon legislatif. Masyarakat seakan tidak peduli terhadap slogan-slogan dan kata-kata yang umbar-umbarkan di alat kampanye calon legislatif luar ruang tersebut. Oleh karena itu, dalam berkampanye dengan alat kampanye luar ruang seperti baliho, baliho, kalender, stiker, poster, ataupun yang lainnya yang ada di masyarakat hanya ajang tebebar pesona bagi calon legislatif. Alat kampanye luar ruang yang di berikan calon legislatif ke masyarakat yang diperuntukan untuk media sosialisasi calon legislatif dalam berkampanye hanya dilihat dan diterima saja oleh masyarakat tetapi tidak tau esensi yang terkandung dalam alat media kampanye tersebut. (Anwar, 2011)

Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang analisis tanggapan masyarakat terhadap alat kampanye luar ruang pada pemilihan calon anggota legislatif tahun 2014 di Kota Bandar Lampung ?

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap alat kampanye luar ruang pada pemilihan calon anggota legislatif tahun 2014 di kota Bandar Lampung?

1.3. Tujuan Penelitian

(25)

6

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan sosial, khususnya dalam bidang ilmu yang mempelajari tentang sosial politik.

(26)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Pemilu

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata pemilihan lebih sering digunakan.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasi (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.

(27)

8

Pemilihan Umum merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang dihasilkan dari Pemilu diharapkan menjadi pemerintahan yang mendapat legitimasi yang kuat dan amanah. Sehingga, diperlukan upaya dan seluruh komponen bangsa untuk menjaga kualitas Pemilu. (Kemendagri, 2013)

2.1.1. Asas-asas Pemilu

Bentuk-bentuk asas-asas pemilu:

A. Langsung berarti rakyat (pemilih) mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

B. Umum berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warganegara yang sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun berhak di-pilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, kampanye, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.

(28)

9

haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.

D. Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan papun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.

E. Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

F. Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun, sehingga dengan adanya pemerataan hak atas persamaan pemilihan diharapkan mampu membangun dan menciptakan pemilihan umum yang adil.

2.1.2. Tujuan Pemilu

a. Memilih presiden dan wakil presiden b. Memilih DPR, DPRD I, DPRD II c. Memilih DPD

(29)

10

2.1.3. Sistem pemilu

Sistem pemilu adalah seperangkat aturan yang mengatur cara pemilih memberikan pilihan dan mentransfer suara menjadi kursi. Sistem Pemilu menjadi sangat penting karena, mempengaruhi hasil pemilu, mempengaruhi sistem kepartaian, mempengaruhi perilaku politik masyarakat dan mempengaruhi stabilitas politik, demikian dipaparkan oleh Ketua Divisi Sosialisasi Komis Pemilihan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Drs. H. Darmansyah, M.Si. dalam acara sosialisasi UU No. 8 Tahun 2012.

Lebih jauh, Darmansyah menyebutkan bahwa unsur-unsur dalam Pemilu antara lain: Daerah Pemilihan, Mekanisme Pencalonan, Proses Pemberian Suara, Penghitungan dan Penetapan Kursi serta Penetapan calon terpilih.

Kriteria untuk menilai sistem Pemilu dapat dilihat melalui berbagai aspek yaitu dari segi akuntabilitas, keterwakilan, keadilan, persamaan hak untuk setiap pemilih, menciptakan pemerintahan yang efektif dan akomodatif, perkembangan partai-partai dan perwakilan yang kuat dan sistem yang menyediakan kemudahan akses dan sederhana.

Dijelaskan pula, saat ini terdapat 3 jenis Sistem Pemilu yang berkembang didunia, yaitu:

1.Pluralitas-Mayoritas atau Sistem Distrik

(30)

11

2. Semi-Proporsional atau Sistem Campuran

Yaitu sistem pemilu yang menggabungkan Sistem Distrik dan Sistem Proporsional.

3. Sistem Proporsional

Yaitu sistem pemilu yang menjamin adanya derajat keseimbangan antara perolehan suara dengan perolehan kursi oleh partai politik dalam pemilu.

Sesuai UU No. 8 tahun 2012, maka Pemilu 2014 masih tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Memang disini terdapat resiko, kata Darmansyah, yaitu sulitnya mengontrol tiap calon karena secara individu memiliki tujuan masing-masing. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengontrol adalah seleksi di setiap parpol ketika mengajukan daftar calon ke KPU.

Mengenai Parliamentary Threeshold, Darmansyah menjelaskan, antara lain menjelaskan bahwa Parliamentary Threeshold sebesar 3,5% berlaku secara nasional. Meskipun penambahan besaran ini mungkin tidak signifikan, namun setidaknya merupakan salah satu upaya untuk melakukan penyederhanaan sistem kepartaian. Pemberlakuan Parliamentary Threeshold secara nasional, disatu sisi memiliki nilai terciptanya sistem kepartaian yg bersifat nasional, namun di sisi lain berdampak bagi partai politik yang memang memiliki basis terbatas di beberapa daerah, namun unggul di daerah tersebut.

2.1.4. Tugas KPU

(31)

12

b. Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum.

c. Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS. d. Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk

setiap daerah pemilihan.

e. Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II.

f. Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum.

g. Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

2.1.5. Hak Pilih dalam Pemilu

a. Hak pilih aktif, yaitu hak untuk memilih dalam pemilu. Jadi warga yang sudah memenuhi syarat-syaratnya, dapat memberikan suaranya untuk memilih jagoannya dan mensukseskan pemilu.

b. Hak pilih pasif, yaitu hak untuk dipilih dalam pemilu. Jadi warga yang sudah memenuhi syarat-syarat menjadi kandidat dalam pemilu, dapat mencalonkan dirinya.

2.2. Tinjauan Kampanye

(32)

13

yang timbul dari calon anggota legislatif itu sendiri maupun masyarakat sebagai pemilih.

2.2.1. Definisi Kampanye

Rogers dan Storey (1987:7) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada jumlah khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”. Merujuk pada definisi ini maka setiap aktivitas kampanye komunikasi

setidaknya harus mengandung empat hal yakni:

1. Tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu.

2. Jumlah khalayak sasaran yang besar.

3. Biasanya dipusatkan dalam kurun waktu tertentu.

4. Melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi.

5. Dalam jenis-jenis kampanye pada prinsipnya adalah membicarakan motivasi yang melatar belakangi diselenggarakanya sebuah program kampanye. Motivasi tersebut pada akhirnya akan menentukan kearah mana kampanye akan digerakkan dan apa tujuan yang akan dicapai.

2.2.2. Ciri-ciri Kampanye

(33)

14

a. Sumber kampanye selalu dapat diidentifikasi secara jelas. Nama lembaga yang menjadi penyelenggara kampanye biasanya tercantum atau disebutkan dalam berbagai saluran komunikasi yang digunakan.

b. Dalam hal ini kampanye senantiasa dilakukan dalam periode waktu tertentu. Kapan dan berapa lama sebuah program kampanye dilakukan selalu dinyatakan dengan jelas.

c. Sifat gagasan-gagasan kampanye terbuka untuk diperdebatkan.

d. Tujuan kampanye selalu jelas dan spesifik. Sebagian besar program kampanye memiliki tujuan yang dapat diukur dengan mudah. Tujuan kampanye juga sangat bervariasi bergantung pada jenisnya.

e. Kampanye sangat menekankan kesukarelaan dan menghindari pendekatan koersif.

f. Kampanye memiliki kode etik yang mengatur cara dilakukannya kegiatan. g. Dalam kampanye tujuan kedua belah pihak perlu diperhatikan agar tujuan

dapat dicapai.

2.2.3. Kategori Kampanye

Menurut Charles U. Larson (1992:11) jenis kampanye dibagi kedalam 3 (tiga) kategori yaitu:

(34)

15

b. Candidate-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk menarik kekuasaan politik.Jenis kampanye ini dapat disebut pula sebagai political campaigns.

c. Ideological or cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi perubahan sosial. Jenis kampanye ini biasa disebut juga social change campaigns. Kampanye ini ditujukan unutk menangani masalah-masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang tekait.

Dari perbedaan-perbedaan jenis-jenis kampanye di atas, pada prakteknya ketiga macam kampanye tersebut hampir tidak berbeda. Ketiganya dapat menggunakan strategi komunikasi yang sama untuk menjual produk, kandidat atau gagasan mereka kepada masyarakat. Jadi alat media kampanye semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, atau informasi lainnya yang dipasang untuk keperluan kampanye.

2.3. Tinjauan tentang Tanggapan

Tanggapan adalah suatu tindakan atau tingkah laku yang dialami setelah mendapat rangsangan. Tanggapan masyarakat dapat dilihat melalui persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat dan tanggapan lambat-laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang (Dzamarah, 2002:23).

(35)

16

menyatakan bahwa tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami, jika perangsang sudah tidak ada. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa sedemikian disebut tanggapan.

2.4. Tinjauan tentang Masyarakat

Masyarakat adalah golongan masyarakat kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. (Hasan Shadily 1984:47)

Menurut JBAF Mayor Polak dalam Abu Ahmadi (2003:96), menyebutkan bahwa masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektiva-kolektiva serta kelompok dalam tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok.

Sedangkan menurut M.M. Djojodiguno tentang masyarakat adalah suatu kebulatan dari pada segala perkembangan dalam hidup bersama antar manusia dengan manusia (Abu Ahmadi 2003:97).

Pendapat lain mengenai masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat menurut Abu Ahmadi (2003):

(36)

17

b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu.

c. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama

Dari penjelasan dan cirri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia majemuk yang tinggal dalam satu teritorial tertentu dan terdiri dari beraneka ragam kelompok yang memiliki kesepakatan bersama berupa aturan-aturan ataupun adat istiadat yang timbul dan tercipta karena kebersamaan tersebut. Adanya aturan atau adat ini sangatlah bergantung dengan masyarakat itu sendiri dan juga kesepekatan bersama yang timbul setelah kehidupan itu berlangsung dalam waktu yang lama.

Konsep Masyarakat menurut Edi Suharto (2006:11) adalah arena dimaa praktek pekerjaan sosial makro beroprasi. Berbagai definisi mengenai masyarakat biasanya diterapkan berdasarkan konsep ruang, orang, interaksi dan identitas. Dalam arti sempit istilah masyarakat merujuk pada sekelompok orang yang tinggal dan berinteraksi yang dibatasi oleh wilayah geografis tertentu seperti desa, kelurahan, kampung atau rukun tetangga. Dalam arti luas, masyarakat menunjuk pada interaksi kompleks sejumlah orang yang memiliki kepentingan dan tujuan bersama meskipun tidak bertempat tinggal dalam satu wilayah geografis tertentu. Masyarakat seperti ini bisa disebut sebagai societas atau society. Misalnya, masyarakat ilmuwan, masyarakat bisnin, masyarakat global dan masyarakat dunia.

(37)

18

(38)

19

2.5. Skema Kerangka Pikir

Gambar 1. Skema kerangka pikir alat kampanye luar ruang Tanggapan masyarakat

Isi dan tampilan Kampanye luar

ruang

(39)

20

III. METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan penelitian

Penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan data kualitatif. Sebagaimana dikemukanan oleh M. Nazir (1988:63), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek suatu system pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa. Menurut Ridjal (Bungin, 2001:82), metode kualitatif ini bertujuan untuk menggali atau membangun situasi proposisi atau menjelaskan makna dibalik sebuah realita.

Menurut Kontjaraningrat (1993:30) penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan secara cermat mengenai suatu individu, keadaan gejala dan suatu kelompok.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sebuah gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode ini sangatlah relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini karena dapat memberikan gambaran keadaan objek yang ada pada masa sekarang yang diperoleh dari penelitian.

(40)

21

Dalam suatu penelitian sangatlah penting adanya sebuah fokus penelitian, karena hal ini berguna sebagai pembatas dalam pengumpulan data yang akan diteliti, sehingga data penelitian ini tidak meluas. Tanpa adanya fokus penelitian ini, peneliti akan terjebak oleh melimpahnya volume data yang diperoleh ketika terjun kelapangan.

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah tanggapan masyarakat terhadap alat kampanye luar ruang pada pemilihan calon anggota legislatif tahun 2014 di Kota Bandar Lampung.

3.3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data sebagai salah satu bagian penelitian merupakan unsur yang sangat penting yang digunakan untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tentang tanggapan masyarakat terhadap alat kampanye luar ruang pada pemilihan calon anggota legislatif tahun 2014 di Kota Bandar Lampung.

3.3.1. Wawancara mendalam

(41)

22

3.3.2. Dokumentasi

Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data – data sekunder yang ada dilapangan. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan cara atau berdasarkan catatan-catatan yang terdokumentasi (otentik/tertulis) baik berupa data statistik, arsip, gambar-gambar, buku-buku, kumpulan peraturan, dan perundang-undangan yang dapat digunakan sebagai penunjang kebenaran.

3.3.3. Observasi

Teknik observasi yaitu teknik dengan metode pengamatan langsung dan menganalisis informasi tingkah laku individu yang ada dilapangan, metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung keaadan dilapangan supaya peniliti bisa memperoleh sumber yang luas dari penelitian tersebut.

3.4. Teknik penentuan informan

Penelitian ini peneliti memelih informan masyarakat di kota Bandar Lampung

Menurut Spradley (1990) agar memperoleh informasi yang terbukti perlu adannya pertimbangan dalam menentukan informan dengan beberapa kriteria, yaitu

1. Subyek yang lama dan intensif terlibat dengan kegiatan atau medan aktifitas yang menjadi sasaran atau perhatian peneliti.

2. Subyek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran perhatian peneliti.

(42)

23

4. Subyek yang berada atau tempat tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan yang mengetahui kejadian tersebut.

Menurut penentuan kriteria informan diatas, maka penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive dimana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria tertentu. Maka sumber data informan dalam penelitian ini adalah masyarakat di kota Bandar Lampung.

Tabel 1. Penjelasan Nama Informan Penelitian

No Nama Usia Alamat Pekerjaan

1 Seno Ajie,S.Sos 30 Perum Griya Sukarame LSM

2 Aprilliati,S.H.M.H. 43 Tanjung Senang Anggota DPRD 3 Suaeb Rizal 48 Garuntang Wiraswasta 4 Mamed Riadi,S.Sos 29 Jl.Urip Sumoharjo LSM

Tabel 2. Penjelasan Nama Informan Pengamat Politik

No Nama Usia Alamat Pekerjaan

(43)

24

Penelitian ini berusaha untuk mengembangkan pernyataan yang diperlukan. Dengan menggunakan metode wawanncara diharapkan akan memperoleh data mengenai keadaan sosial yang nyata dan mendapat gambaran lebih jelas guna mempermudah dalam analisis data selanjutnya. Adapun gambaran wawancara oleh peneliti dengan informan penelitian yaitu:

a. Seno Ajie ( 30 Tahun) Merupakan informan pertama yang bekerja sebagai LSM Di Kota Bandar Lampung. Ditemui di kediamanya di Perum Griya Sukarame, adapun isntrumen wawancara terkait Alat kampanye luar ruang di konsep sesuai kepribadian anggota calon legislatif.

b. Aprilliati (43 Tahun) Merupakan Informan Penelitian Kedua yang berprofesi sebagai Anggota DPRD Provinsi Lampung, ditemui dikediamanya di Tanjung senang- Bandar Lampung. Adapun instrument wawancara mendalam terkait Alat Kampanye luar ruang sebagai trik para calon legislatif.

c. Suaeb Rizal (48 Tahun) Merupakan Informan Ketiga yang bekerja sebagai Wiraswasta. Ditemui di tempat kerja (Taman Di Garuntang – Teluk Betung Selatan. Adapun instrument wawancara terkait

Cara dan strategi alat kampanye luar rung politik Calon legislatif. d. Mamed Riady (29 Tahun) Merupakan Informan Keempat yang

(44)

25

e. Reza Pahlevi ( 25 Tahun) Merupakan Informan Pengamat Politik. Wawancara mendalam terkait alat kampanye luar ruang sebagai alat untuk merebut suara masyarakat.

f. Dayu Rinaldy (23 Tahun) Ditemui di komisariat HMI Kedaton. Merupakan Informan kedua sebagai pengamat Politik dari sudut Aktifis kampus dan organisasi luar, Wawancara terkait efektifitas alat kampanye luar ruang sebagai kepentingan politik.

g. Angga Nugraha (28 Tahun) Merupakan Informan Pengamat Politik yang ketiga. Adapun wawancara mendalam saat ditemui di kediamanya di Perum Rajabasa Permai terkait alat kampanye luar ruang untuk meraih suara dan simpati masyarakat.

h. Rengky (28 Tahun) merupakan Informan Pengamat Politik yang keempat. adapun wawancara terkait Alat kampanye Luar Ruang sebagai cara dan trik pendekatan masyarakat.

i. Risky Pratama (23 Tahun) merupakan Informan kelima sebagai pengamat politik mahasiswa, ditemui di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan melakukan wawancara terkait alat kampanye luar ruang sebagai alat memperoleh dukungan masa.

3.5. Lokasi Penelitian

(45)

26

banyak media yang siap untuk mengekpose dari para calon anggota legislatif tersebut. peneliti melihat sering terjadinya aktivitas kampanye yang dilakukan para calon legislatif selama berkampanye, dan juga dilokasi tersebut peneliti melihat banyak pemasangan alat kampanye luar ruang dilokasi tersebut.

3.6. Teknik analisis data

Dalam penelitian ini penulis menganalisis data secara deskriptif kualitatif, yang menjelaskan, menggambarkan, dan menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diteliti sehingga data yang diperoleh dapat dipahami dan tergambar oleh pembaca.

Analisis data kualitatif menurut H. Miles dan A, Michael Huberman (1997:16-19) akan melalui beberapa proses sebagai berikut;

1. Reduksi Data

(46)

27

2. Penyajian Data (display)

Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisi kualitatif yang valid

3. Penarikan Kesimpulan (verifikasi)

(47)

28

IV. GAMBARAN UMUM PILEG

4.1. Gambaran Umum Pileg

Pemilihan umum Calon Anggota Legislatif Indonesia tahun 2014, dilaksanakan pada 9 April 2014. Dalam pemilihan umum legislatif di provinsi Lampung dilaksanakan bersamaan dengan Pemilihan umum Gubernur Lampung untuk periode 2014 – 2019. Mulanya, pemilihan umum legislatif 2014 di Lampung tidak akan bersamaan penyelenggaraanya dengan PILGUB LAMPUNG dikarenakan akan menggangu proses pemilihan legislatif dan juga dilansir akan banyak menimbulkan kecurangan baik secara kampanye maupun hasil akhir perhitungan suara nantinya karena antara Pemilihan umum legislatif dengan PILGUB tentu berbeda prosedurnya.

(48)

29

Pada tanggal 7 September 2012, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan daftar partai politik yang telah mendaftarkan diri untuk mengikuti Pemilu 2014, dimana beberapa partai diantaranya merupakan partai politik yang baru pertama kali mengikuti pemilu ataupun baru mengganti namanya. 9 partai lainnya merupakan peserta Pemilu 2009 yang berhasil mendapatkan kursi di DPR periode 2009-2014. Pada tanggal 10 September 2012, KPU meloloskan 34 partai yang memenuhi syarat pendaftaran minimal 17 buah dokumen. Selanjutnya pada tanggal 28 Oktober 2012, KPU mengumumkan 16 partai yang lolos verifikasi administrasi dan akan menjalani verifikasi faktual. Pada perkembangannya, sesuai dengan keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum, verifikasi faktual juga dilakukan terhadap 18 partai yang tidak lolos verifikasi administrasi.

(49)

30

Berikut daftar Partai Politik yang lolos verivikasi dalam pemilihan umum legislatif. Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014.

Tabel 3. Nomor Urut Partai

No Urut

Lambang dan Nama Partai

1 Partai NasDem

2 Partai Kebangkitan Bangsa

3 Partai Keadilan Sejahtera

4 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

5 Partai Golongan Karya

6 Partai Gerakan Indonesia Raya

7 Partai Demokrat

8 Partai Amanat Nasional

9 Partai Persatuan Pembangunan

(50)

31

11 Partai Bulan Bintang

12 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia

Sumber : Komisi Pemilihan Umum 2012.

4.2. Sejarah Singkat pemilihan umum

Sepanjang sejarah Republik Indonesia, telah terjadi 9 kali pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004 (pemilu anggota DPD pertama), 2009.

Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004.

Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah pemilu lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.

(51)

32

khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.

(52)

33

anggota DPR dan memilih anggota Dewan Konstituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.

Periode Demokrasi Terpimpin. Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun berikutnya, meskipun pada 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia, yang meminjam istilah Prof Ismail Sunny– sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by decree.

Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.

(53)

34

Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.

Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu.

Malah pada 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.

Pemilu 1971 Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971.

(54)

35

Pada praktiknya pemilu kedua baru bisa diselenggarakan 5 Juli 1971, yang berarti setelah empat tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.

UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU Nomor 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.

Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.

(55)

36

Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemilihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient. Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.

Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling gamblang adalah bias perolehan kursi antara PNI dan Parmusi. PNI yang secara nasional suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit dibandingkan Parmusi.

Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 (ORDE BARU)

(56)

37

itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata perbedaannya dengan pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.

Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara langsung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.

(57)

38

kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.

PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.

Hasil Pemilu 1982, Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi.

(58)

39

Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka’bah kepada Bintang dan terjadinya

penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini.

Hasil Pemilu 1997, Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.

(59)

40

Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.

Pemilu 1999, Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie.

Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.

(60)

41

Sebelum menyelenggarakan pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Ketiga draf UU ini disiapkan sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof Dr M Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).

Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah.

Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.

Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan setelah menjadi perdana menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelumnya.

(61)

42

lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial, dan penegakan hukum serta tekanan internasional.

Hasil Pemilu 1999, Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa daerah tingkat II di Sumatra Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa diundur suara satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan atas datangnya perlengkapan pemungutan suara.

Tetapi tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap penghitungan suara dan pembagian kursi pada pemilu kali ini sempat menghadapi hambatan. Pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan dalih pemilu belum jurdil (jujur dan adil). Sikap penolakan tersebut ditunjukkan dalam sebuah rapat pleno KPU. Ke-27 partai tersebut adalah sebagai berikut:

Partai yang Tidak Menandatangani Hasil Pemilu 1999. Nomor Nama Partai

(62)

43

Karena ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU kepada presiden. Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut kemudian diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang berkeberatan tadi. Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomendasi bahwa pemilu sudah sah. Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut keberatan-keberatannya. Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu sah. Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat pada 26 Juli 1999.

Setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung melakukan pembagian kursi. Pada tahap ini juga muncul masalah. Rapat pembagian kursi di PPI berjalan alot. Hasil pembagian kursi yang ditetapkan Kelompok Kerja PPI, khususnya pembagian kursi sisa, ditolak oleh kelompok partai Islam yang melakukan stembus accoord.

Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi. Sementara Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa.

(63)

44

12 suara yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43 suara. Lebih dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord.

Berbekal keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan pembagian kursi hasil pemilu pada 1 September 1999. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.

Sebagai pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau 33,74 persen dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758 suara atau 22,44 persen sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997. PKB dengan 13.336.982 suara atau 12,61 persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11.329.905 suara atau 10,71 persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31 kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen, mendapatkan 34 kursi. Di luar lima besar, partai lama yang masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997.

(64)

45

adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.

1. Pemilu 1955

Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu: Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu, Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

2. Pemilu 1971

(65)

46

menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.

3. Pemilu 1977 – 1997

Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.

4. Pemilu 1999

(66)

47

5. Pemilu 2004

Pemilu 2004 Adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan juga memilih presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden).

6. Pemilu 2009

Tepatnya pada tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan memberikan suara mereka untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan langsung kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998.

4.3. Daftar Pemilih Tetap Kota Bandar Lampung

(67)

48

dari hasil pleno 1 November yakni 634.588 pemilih.Angka ini diperoleh karena pemilih dicoret dalam DPT itu karena sudah meninggal dunia dan ada yang menjadi anggota Polri maupun TNI.

Tabel.5. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung

No Kecamatan Jumlah DPT

1 Teluk Betung Utara 62.011 2 Teluk Betung Barat 35.951 3 Teluk Betung Sselatan 49.916 4 Teluk Betung Timur 52.763 5 Tanjung Karang Barat 74.157 6 Tanjung Karang Pusat 72.195 7 Tanjung Karang Timur 56.294 8 Tanjung Senang 54.873

(68)

49

Tabel 6. Data DPT Kota Bandar Lampung

No Kecamatan Jumlah

(69)

73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan dalam berbagai hal terkait dengan tanggapan masyarakat terhadap alat kampanye luar ruang dalam praktik politik khususnya pileg 2014.

1. Calon legislatif menggunakan isu sosial dalam bentuk alat kampanye luar ruang yang dimuat dalam kontestasi alat kampanye luar ruang sedemikian mungkin agar dapat mempengaruhi opini publik untuk kepentingan politik memperoleh kekuasaan.

2. Penggunaan alat kampanye luar ruang dibagi menjadi alat kampanye luar ruang sebagai konseptual dan alat kampanye luar ruang sebagai praktis konseptual alat kampanye luar ruang dijadikan alat untuk kepentingan memperoleh kekuasaan praktis alat kampanye luar ruang dijadikan alat dalam rangka mempengaruhi masyarakat dalam memilih.

(70)

74

4. Kekuasaan (modal sosial yang dimiliki oleh seorang atau kelompok serta jabatan) mempengaruhi keberadaan alat kampanye luar ruang dalam fungsi kepentingan.

5. penggunaan alat kampanye luar ruang diantaranya dengan menggunakan alat kampanye luar ruang untuk tujuan yaitu:

a. Alat kampanye luar ruang sebagai alat untuk membangun pencitraan. b. Alat kampanye luar ruang sebagai alat untuk memperoleh simpati dan

dukungan massa.

c. Alat kampanye luar ruang sebagai alat komunikasi politik

d. Alat kampanye luar ruang sebagai alat politik yaitu sebagai cara,trik, dan strategi politik.

6.2. Saran

Berdasarkan memberikan rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi referensi pemikiran terkait penggunaan alat kampanye luar ruang dalam praktik politik. Terkait penggunaan alat kampanye luar ruang dalam pernyataan tersebut.

1. Bagi masyarakat diharapkan dapat membedakan penggunaan kepentingan umum dalam kepentingan politik, dengan kalimat kampanye yang bermakna sesungguhnya karena tingkat pengetahuan seorang tidak tergantung pada penampilan, masyarakat agar lebih cermat lagi untuk menilai kebenaran akan suatu makna yang terkandung di dalam alat kampanye luar ruang calon legislatif.

(71)

75

kampanye luar ruang merupakan hal yang sakral didalam proses kampanye politik agar tidak terjadi hal yang merugikan bagi masyarakat.

(72)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1982, Sosiologi Pendidikan: Membahas Gejala Pendidikan Dalam Konteks Struktur Sosial Masyarakat, Jakarta: Bina Ilmu

Bungin, Burhan, 2001. Metodologi Penelitian Kualiitatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Iqbal, A Fanani. 2013. Tugas Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Menjaga Martabat dan Perilaku para Anggota DPR Republik Indonesia. Jember: Universitas Negeri Jember.

Koentjaraningrat, 2003. Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Moleong, Lexi J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.

Mujtahid, M. 2013. Pendidikan Politik Terpadu bagi Masyarakat Menuju Pemilu 2014 Sesuai Dengan Prinsip Transparansi. Jakarta: Pustaka UI.

Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian, Ghalia Indonesia: Pajetan Barat, Jakarta . . 2003, Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

. . 1998, Metode Penelitian , Galih Indonesia, Jakarta.

Pawito. 2009. Komunikasi Politik: Media Massa Dan Kampanye Pemilihan, Edisi Pertama. Jalasutra: Yogyakarta

Riastuti, Frensi. 2009. Simbol-Simbol Etnis Dalam Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Lampung. Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Simamora, H, Ns. Roymond. 2008. Buku Ajar Pendidikan Dalam Keperawatan. Buku Kedokteran Egc , Jakarta

Saifulddin, Ahmad Fedyani. 2011. Antropologi Sosial Budaya, Institute Antropologi Indonesia: Depok

Gambar

Gambar 1. Skema kerangka pikir alat kampanye luar ruang
Tabel 1. Penjelasan Nama Informan Penelitian
Tabel 3.  Nomor Urut Partai
Tabel 4. Nama Partai
+3

Referensi

Dokumen terkait

Model Multilevel ZIP merupakan salah satu model yang dapat mengatasi masalah pada data respon count yang mengandung banyak nilai nol (excess zeros) dan mempunyai struktur

Hasil akhir menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di SMA Stella Duce II Yogyakarta sudah berjalan dengan baik dan membantu peserta didik dalam mengembangkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman benih dengan H 2 SO 4 70% berpengaruh meningkatkan persentase kecambah normal dan indeks vigor tetapi tidak

 Tahapan dan car a pelaksanaan tidak menggambarkan penguasaan penyelesaian peker jaan dar i aw al sampai dengan akhir dan tidak dapat diper tanggung jaw abkan

Pembangunan transportasi diarahkan pada terwujudnya transportasi yang handal, berkemampuan tinggi serta tertib, lancar, aman, nyaman dan efisisen

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes sp. Puskesmas Oebobo dengan jumlah

Karena nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi dalam konseling dengan pelaksanaan pelayanan ANC

Setelah mevalidasi dan memperbaiki reaksi perawat terhadap perilaku pasien, perawat dapat melengkapi proses disiplin dengan tindakan keperawatan, Orlando menyatakan