• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP PREVALENSI PENYAKIT TB PARU, DEMAM BERDARAH DENGUE, DAN MALARIA DI KABUPATEN TANGGAMUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP PREVALENSI PENYAKIT TB PARU, DEMAM BERDARAH DENGUE, DAN MALARIA DI KABUPATEN TANGGAMUS"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

STUDY OF MACRO ECOLOGICAL:

IMPACT OF THE LAND-COVER CHANGES IN THE PREVALENCE OF THE DISEASE OF TUBERCULOSIS, DENGUE AND MALARIA IN

TANGGAMUS REGENCY

By ZULHAIDIR

Research has been conducted prevalences of the disease of tuberculosis, dengue, and malaria caused by land-cover change of Tanggamus Regency. Research taked in five sub-district Wonosobo, Bandar Negeri Semuong, Semaka, Kotaagung, and Kotaagung Barat .

Research carried out by two methods: landsat ETM7+ satellite imagery analysis aims to interpret the land-cover change in ten years and statistical analysis that aims to interpret prevalleces of tuberculosis, dengue, and malaria. Based on image analysis results revealed that there is a trend change in the closure of land in Tanggamus is forest area reduce by -23.56%, mix garden increased by 11.47%, settlements increased by 40.89%, wetland reduce by 35.12%, dry land farming area increased by 14.37%, scrub area increased by 58.72%, whereas swamp area relatively there is no change in space. There is a statistical relationship between land-cover changes in forest area, mix garden, dry land farming area, and the total area of scrub with respect to the prevalence of the disease dengue fever in Tanggamus Regency

(2)

ABSTRAK (INTISARI)

STUDI EKOLOGIS MAKRO:

DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP PREVALENSI PENYAKIT TB PARU, DEMAM BERDARAH DENGUE,

DAN MALARIA DI KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh ZULHAIDIR

Telah dilakukan penelitian mengenai prevalensi penyakit TB Paru, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Malaria sebagai dampak dari perubahan Penutupan lahan di Kabupaten Tanggamus. Daerah yang dijadikan lokasi penelitian adalah lima kecamatan yaitu Wonosobo, Bandar Negeri Semuong, Semaka, Kotaagung, dan Kotaagung Barat. Penelitian dilakukan dengan dua metode yaitu metode analisis citra satelit yaitu Citra Landsat 7ETM+ yang bertujuan untuk mengetahui jenis Penutupan lahan dan perubahannya selama sepuluh tahun. Metode analisis statistika yaitu menggunakan regresi yang bertujuan untuk melihat pengaruh atau dampak dari perubahan penutupan lahan yang dilakukan dengan mengambil data jumlah penderita penyakit TB Paru, DBD, dan Malaria di lokasi penelitian. Berdasarkan hasil analisis citra diketahui bahwa terdapat tren perubahan Penutupan lahan di Kabupaten Tanggamus yaitu luasan hutan (Ht) berkurang sebesar -23,56%, Kebun Campuran (Kc) bertambah sebesar 11,47%, Pemukiman (Pm) bertambah sebesar 40,89%, Pertanian Lahan Basah (Pb) berkurang sebesar -35,12%, Pertanian Lahan Kering bertambah sebesar (Pk) 14,37%, dan Semak Belukar (Sb) bertambah sebesar 58,72%; sedangkan luas Rawa (Rw) relatif tidak terdapat perubahan luasan. Secara statistika terdapat hubungan antara perubahan luasan Hutan (Ht), luasan Kebun Campuran (Kc), luasan Pertanian Lahan Kering (Pk), dan luasan Semak Belukar (Sb) terhadap prevalensi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Tanggamus.

(3)

STUDI EKOLOGIS MAKRO:

DAMPAK PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP PREVALENSI PENYAKIT TB PARU, DEMAM BERDARAH DENGUE,

DAN MALARIA DI KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh ZULHAIDIR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kedondong pada tanggal 29 April 1972; anak ketiga dari enam bersaudara dari Bapak Hi. Zubaidi (Alm.) dan Ibu Hj. Fatimah Ali (Almh.).

Penulis memasuki Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Branti tahun 1979, dan lulus pada tahun 1985. Tahun 1985 melanjutkan ke SMP Negeri 1 Tanjung Karang dan lulus pada tahun 1988. Tahun 1988 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Tanjung Karang dan lulus pada tahun 1991. Penulis diterima di Universitas Lampung pada tahun 1992 pada Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi dan lulus pada tahun 1997. Tahun 2000 penulis mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus.

(8)

Kususun karya tulis ini untuk yang kucintai Yuharnida Mauli sebagai tanda kasihku padanya

Kupersembahkan tesis ini dan kebahagiaan yang mengikutinya untuk yang kukasihi Atah Zubaidi Zaini dan Mami Fatimah Ali

(9)

SAN WACANA

Puji dan syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis dengan judul Studi Ekologis Makro: Dampak Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Prevalensi Penyakit Tb Paru, Demam Berdarah Dengue, dan Malaria Di Kabupaten Tanggamus sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Lampung.

Terselesaikannya penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si selaku Pembimbing Utama atas segala ketersediaan waktu, bimbingan, bantuan dan saran dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si selaku Pembimbing Pembantu atas segala bantuan, bimbingan, motivasi, saran dan kepercayaan yang diberikan dalam penulisan tesis.

(10)

4. Ibu Dyah Indriana Kusumastuti, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen Pembimbing Akademik atas segala bantuan, bimbingan, motivasi, saran selama penulis menempuh pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan. 5. Bapak Dr. Ir. Henrie Buchari, M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Lingkungan, atas segala bantuan, bimbingan, motivasi, saran dan kepercayaan yang diberikan.

6. Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Lingkungan. 7. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Ilmu Lingkungan.

8. Bapak Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus yang telah memberikan izin kepada penulis untuk meneruskan kuliah.

9. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus yang telah memberikan izin kepada penulis untuk pengambilan data.

10. Istriku Yuharnida Mauli, SE, atas perhatian, kesabaran, keikhlasan, dan doanya yang telah diberikan selama ini.

11. Bapak Drs. Syafri Adi, M.Si yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penulisan tesis.

12. Serta pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis selama penyusunan tesis ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bandar Lampung,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR iii I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3 9 1.4 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5 Kegunaan Hasil Penelitian ... 7

1.6 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Penutupan Lahan dan Perubahannya ... 8

2.2 Pemetaan Penutupan Lahan ... 10

2.3 Proses Terjadinya Penyakit ... 12 9 2.4 Tuberkulosis (TB Paru) ... 17

2.5 Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 19

2.6 Malaria ... 21

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Bahan dan Peralatan yang Digunakan ... 25

3.3 Model yang Digunakan ... 25

3.3.1 Variabel Model dan Metode Pengumpulan Datanya ... 26

3.3.2 Bentuk Model dan Uji Hipotesis ... 29

3.4 Tahapan Penelitian ... 30

(12)

3.4.2 Pengumpulan Data ... 31

4.3 Perubahan Penutupan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit TB Paru, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Malaria ... 47

4.3.1 Perubahan Luas Hutan dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit TB Paru ... 51

4.3.2 Perubahan Luas Hutan dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 53 4.3.3 Perubahan Luas Hutan dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Malaria ... 55

4.3.4 Perubahan Luas Kebun Campuran (Kc) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit TB Paru . 56 4.3.5 Perubahan Luas Kebun Campuran (Kc) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 58

4.3.6 Perubahan Luas Kebun Campuran (Kc) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Malaria 60

4.3.7 Perubahan Luas Pemukiman (Pm) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit TB Paru ... 61

4.3.8 Perubahan Luas Pemukiman (Pm) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 64

4.3.9 Perubahan Luas Pemukiman (Pm) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Malaria ... 66

4.3.10 Perubahan Luas Pertanian Lahan Basah (Pb) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit TB Paru . 67 4.3.11 Perubahan Luas Pertanian Lahan Basah (Pb) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 69

4.3.12 Perubahan Luas Pertanian Lahan Basah (Pb) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Malaria .. 70

4.3.13 Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering (Pk) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit TB Paru . 71 4.3.14 Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering (Pk) dan Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 73

(13)

Terhadap Prevalensi Penyakit TB Paru ... 76 4.3.17 Perubahan Luas Rawa (Rw) dan Pengaruhnya

Terhadap Prevalensi Penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) ... 77 4.3.18 Perubahan Luas Rawa (Rw) dan Pengaruhnya

Terhadap Prevalensi Penyakit Malaria ... 78 4.3.19 Perubahan Luas Semak Belukar (Sb) dan

Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit TB Paru 80 4.3.20 Perubahan Luas Semak Belukar (Sb) dan Pengaruhnya

Terhadap Prevalensi Penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) ... 81 4.3.21 Perubahan Luas Semak Belukar (Sb) dan

Pengaruhnya Terhadap Prevalensi Penyakit Malaria 83 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88 5.1 Kesimpulan ... 88 5.2 Saran ... 89

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Variabel Terikat, Jenis dan Sumber Data serta Metode Ekstraksinya 26 2. Variabel bebas, Jenis Data, Sumber dan Metode Metode Ekstraksinya 28 3. Pedoman Interpretasi Koefiasien Korelasi ... 35 4. Jumlah penduduk di lima kecamatan lokasi penelitian ... 40 5. Luas Penutupan Lahan di Wilayah Penelitian Tahun 2002—2010 ... 45 6. Jumlah Penderita TB Paru di Wilayah Penelitian Tahun 2002—2010 48 7. Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah

Penelitian Tahun 2002—2010 ... 49 8. Jumlah Penderita Malaria di Wilayah Penelitian Tahun 2002—2010 50 9. Tabel Kontingensi (Tabel Silang) Antara Jenis Penyakit dan Tahun

(15)

i

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran dalam Penelitian ... 6

2. Pengungkit Seimbang atau Masyarakat Sehat ... 13

3. Empat Kemungkinan Sakit ... 14

4. Diagram alir tahapan penelitian ... 30

5. Peta Lokasi Penelitian ... 39

6. Peta Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Tahun 2002 ... 42

7. Peta Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Tahun 2004 ... 42

8. Peta Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Tahun 2006 ... 43

9. Peta Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Tahun 2008 ... 43

10. Peta Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Tahun 2010 ... 44

11. Luas masing-masing penutupan lahan di lokasi penelitian Tahun 2002—2010 ... 46

12. Jumlah Penderita TB Paru di lokasi penelitian Tahun 2002—2010 . 48 13. Jumlah Penderita DBD di lokasi penelitian Tahun 2002—2010 ... 49

14. Jumlah Penderita Malaria di lokasi penelitian Tahun 2002—2010 .. 50

15. Grafik Persamaan Kuadratik antara Luas Hutan dan Penyakit TB Paru 52

16. Grafik Persamaan Linear antara Luas Hutan dan Penyakit BDB ... 54

17. Grafik Persamaan Linear antara Luas Hutan dan Penyakit Malaria . 56 18. Grafik Persamaan Linear antara Luas Kebun Campuran dan Penyakit TB Paru ... 58

(16)

ii

20. Grafik Persamaan Linear Luas Kebun Campuran dan Penyakit Malaria 61 21. Grafik Persamaan Linear antara Luas Pemukiman dan penyakit

TB Paru ... 62 22. Grafik Persamaan Linier antara luas pemukiman dan penyakit DBD 65 23. Grafik Persamaan Linier antara Luas Pemukiman dan Penyakit

Malaria ... 67 24. Grafik Persamaan Linier antara Luas Pertanian Lahan Basah dan

Penyakit TB Paru ... 68 25. Grafik Persamaan Linier antara Luas Pertanian Lahan Basah dan

penyakit DBD ... 69 26. Grafik Persamaan Linier antara Luas Pertanian Lahan Basah dan

penyakit Malaria ... 71 27. Grafik Persamaan Linier antara Luas Pertanian Lahan Kering dan

penyakit TB Paru ... 72 28. Grafik Persamaan Linier antara luas pertanian lahan kering dan

penyakit DBD ... 73 29. Grafik Persamaan Linier antara Luas Pertanian Lahan Kering dan

penyakit Malaria ... 75 30. Grafik Persamaan Linier antara Luas Rawa dan penyakit TB Paru ... 77 31. Grafik Persamaan Linier antara Luas Rawa dan penyakit DBD ... 78 32. Grafik Persamaan Linier antara Luas Rawa dan Penyakit Malaria .... 79 33. Grafik Persamaan Linier antara Luas Semak Belukar dan Penyakit

TB Paru ... 81 34. Grafik Persamaan Linier antara Luas Semak Belukar dan Penyakit DBD ... 82 35. Grafik Persamaan Linier antara Luas Semak Belukar dan Penyakit

(17)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Sitorus (2001) mendefinsikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Penutupan lahan adalah berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi seperti bangunan perkotaan, danau, salju dan lain-lain (Lillesand dan Kiefer, 1997). Penggunaan lahan merupakan suatu bentuk pemanfaatan atau fungsi dari perwujudan suatu bentuk penutup lahan. Istilah penggunaan lahan didasari pada fungsi kenampakan penutup lahan bagi kehidupan, baik itu kenampakan alami atau buatan manusia.

(18)

2 Perubahan penutupan lahan dapat mempengaruhi sistem ekologi setempat diantaranya pencemaran air, polusi udara, perubahan iklim lokal, berkurangnya keanekaragaman hayati, dinamika aliran nitrat, serta penghancuran lapisan ozon sebagai akibat dari penglepasan nitrat oksida dari lahan pertanian (http://www.eoearth.org/view/article/154143/, 2014).

Faktor lingkungan tersebut sangat erat kaitannya dengan kesehatan manusia, karena udara, air, tanah, dan hewan yang ada di dalam lingkungan merupakan faktor yang dapat menyebabkan penyakit. Lingkungan yang kurang baik dapat memberikan dampak yang buruk dan merugikan kesehatan (Achmadi, 2011).

Pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap kesehatan masyarakat dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan penutupan lahan dapat mengakibatkan perubahan iklim yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan suhu, perubahan ekologi. Dampak lain adalah frequensi timbulnya penyakit seperti malaria dan demam berdarah meningkat. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan (Patz and Norris, 2004).

(19)

3 Mungkinkah timbulnya kejadian penyakit tersebut ada kaitannya perubahan penutupan lahan yang terjadi dan mengingat dampak dari perubahan penutupan lahan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat dan aspek kesehatan merupakan aspek yang bertalian erat dalam peningkatan produktivitas masyarakat di setiap wilayah, maka dipandang mendesak untuk dilakukan penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut di atas maka masalah yang mendesak untuk disingkapkan melalui penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dinamika perubahan penutupan lahan yang terjadi di wilayah Kabupaten Tanggamus.

2. Bagaimana pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap prevalensi penyakit TB Paru, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Malaria di Kabupaten Tanggamus?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dinamika perubahan penutupan lahan yang terjadi di wilayah Kabupaten Tanggamus.

(20)

4 1.4 Kerangka Pemikiran

Suatu ekosistem berkembang dari satu atau beberapa organisme pionir yang berkembang selama ratusan tahun atau ribuan tahun yang mengalami pergantian satu komunitas oleh komunitas yang lain (suksesi ekologi) dan berkembang dari yang sederhana menjadi komunitas yang kompleks atau diversitasnya tinggi. Suksesi ini berakhir dalam suatu komunitas kompleks yang stabil dan mampu bereproduksi secara indefinitif dalam kondisi tertentu. Ekosistem yang stabil ini sangat dinamik. Komunitasnya selalu berubah sesuai dengan perubahan kualitas lingkungan, seperti kebakaran, erosi, banjir, pertanian, industrialisasi, dan seterusnya (Soemirat, 1996).

Dalam pencapaiannya menuju kestabilan, lingkungan memerlukan waktu yang lama dan mudah sekali terkacaukan oleh aktivitas manusia. Setiap kali terjadi perubahan kulitas lingkungan, maka biosfer akan berubah baik dalam kualitas maupun kuantitas. Tetapi, bila waktu cukup dan kondisi memungkinkan, maka akan pulih kembali mencapai keseimbangan (equilibrium). Meningkatnya aktivias manusia dalam eksploitasi sumber daya alam, dan pembukaan hutan untuk pertanian, pemukiman, dan lainnya menyebabkan hilangnya hábitat, berkurangnya keanekaragaman ekosistem, dan keanekaragaman hayati dan gen (Soemirat, 2010).

(21)

5 penyakit. Sedangkan komponen lingkungan yang dikenal memiliki potensi bahaya penyakit apabila dalam komponen lingkungan tersebut terkandung suatu kimia toksik maupun energi yang diradiasikan. Komponen lingkungan yang senantiasa berintraksi dengan manusia dan memiliki potensi di’tumpangi’ oleh

agen penyakit dan/atau manusia itu sendiri (Achmadi, 2011).

Sebagaimana juga menurut H.L. Bloom (1974) dalam Anonim (2011), bahwa status kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik. Lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap status kesehatan. Sedangkan menurut John Gordon dalam Anonim (2011), penyakit dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu Host (tuan rumah), Agent, dan Environment (lingkungan). Memang penyebab utama penyakit adalah bakteri, virus atau jasad renik yang lain. Tetapi bakteri, virus atau jasad renik yang lain tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan merupakan pengendali dari host dan agent. Dengan demikian, untuk mencegah munculnya ketidakseimbangan host dan agent, maka lingkungan harus tetap dijaga dengan baik.

(22)

6 Sebagai contoh bahwa perubahan penutupan lahan pertanian dan pemukiman mendasari penyebaran pathogen penyakit dari hewan-hewan liar ke populasi manusia (Jones et al, 2013 dalam Linch, 2014). Merebaknya wabah demam kuning (yellow fever) dan Virus Ebola di Afrika disebabkan oleh ekspansi manusia ke kawasan hutan dan membawa bibit penyakit dalam tubuhnya (Wolfe et al, 2005).

Gambar 1. Kerangka Pemikiran dalam Penelitian

FAKTOR-FAKTOR EKOLOGI

KEANEKARAGAMA N HAYATI

HABITAT EKOSISTEM

- HUTAN - PERTANIAN LAHAN BASAH

- PERTANIAN LAHAN KERING - KEBUN CAMPURAN

- SAWAH - TAMBAK/RAWA

- PEMUKIMAN - BELUKAR, dsb

DAMPAK EKOLOGI

KEANEKA-RAGAMAN

HAYATI

HABITAT EKOSISTEM

IKLIM

KEHADIRAN PATOGEN DAN DINAMIKANYA

PATOGENITAS CARA

PENULARAN

KERENTANAN POPULASI (Terhadap Infeksi dan Penyakit)

(23)

7 1.5 Kegunaan Hasil Penelitian

Beberapa kegunaan penelitian ini antara lain:

(1) Bagi peneliti dan instansi terkait, diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan acuan dalam pengambilan kebijakan penggunaan lahan dan pemanfaatan sumberdaya lahan khususnya untuk peningkatan kesehatan masyarakat di Kabupaten Tanggamus.

(2)

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap khasanah ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Lingkungan, serta dapat menjadi landasan dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam yang lestari dan berkesinambungan.

1.6 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan antara perubahan penutupan lahan terhadap prevalensi penyakit Tuberkulosis di Kabupaten Tanggamus.

2. Terdapat hubungan antara perubahan penggunaan lahan terhadap prevalensi penyakit Demam Berdarang Dengue (DBD) di Kabupaten Tanggamus.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penutupan Lahan dan Perubahannya

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2001) mendefinsikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather, 1986).

(25)

9 sebagian lahan tak ditanami dimana vegetasi yang umum dijumpai adalah padi gogo,singkong, jagung, kentang, kedelai dan kacang tanah; (4) sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman hingga beberapa hari sebelum panen; (5) hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun dikelola manusia dengan tajuk yang rimbun, besar serta lebat; (6) lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia; (7) semak belukar adalah daerah yang ditutupi oleh pohon baik alami maupun yang dikelola dengan tajuk yang relative kurang rimbun (Heikal, 2004 dalam Sinaga, 2007:13 dalam Widyaningsih, 2008).

(26)

10 merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat.

2.2 Pemetaan Penutupan Lahan

Penafsiran citra visual dapat didefiniskan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya (Ali dan Tesgaya, 2010 dalam Yulita 2011). Penafsiran citra merupakan kegiatan yang didasarkan pada deteksi dan identifikasi obyek dipermukaan bumi pada citra satelit Landsat dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur utama spektral dan spasial serta kondisi temporalnya.

Teknik penafsiran citra penginderaan jauh diciptakan agar penafsir dapat melakukan pekerjaan penafsiran citra secara mudah dengan mendapatkan hasil penafsiran pada tingkat keakuratan dan kelengkapan yang baik. Menurut Sutanto (1996) dalam Yulita (2011), teknik penafsiran citra penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan komponen penafsiran yang meliputi (1) data acuan, (2) kunci interpretasi citra atau unsur diagnostik citra, (3) metode pengkajian, dan (4) penerapan konsep multispektral.

1. Data acuan

(27)

11 2. Kunci interpretasi citra atau unsur diagnostik citra

Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Untuk itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik obyek pada citra dapat digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan unsur interpretasi. Unsur interpretasi yang dimaksud disini adalah (a) rona/warna, (b) bentuk, (c) ukuran, (d) tekstur, (e) pola, (f) bayangan, (g) situs, (h) asosiasi dan (i) konvergensi bukti.

3. Metode pengkajian

Penafsiran citra lebih mudah apabila dimulai dari pengkajian dengan pertimbangan umum ke pertimbangan khusus/lebih spesifik dengan metode konvergensi bukti.

4. Penerapan konsep multispektral

Konsep ini menganjurkan untuk menggunakan beberapa alternative penggunaan beberapa band secara bersamaan. Kegunaannya adalah untuk meningkatkan kemampuan interpretasi dengan mempertimbangkan kelebihan masing masing penerapan komposit band tersebut.

(28)

12 (RGB), mempunyai kelebihan mudah untuk membedakan obyek yang mempunyai kandungan air atau kelembapan tinggi. Obyek dengan tingkat kelembapan atau kandungan air tinggi akan dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap secara kontras. Contohnya obyek tambak akan tampak berwarna biru kehitaman dengan bentuk kotak teratur. Komposit ini membantu dalam pembedaan hutan rawa dengan hutan lahan kering, sawah dengan padi tua ataupun sawah dengan awal penanaman.

2.3 Proses Terjadinya Penyakit

Menurut Soemirat (2010) pada hakikatnya interaksi manusia dengan alam (lingkungan) dimaksudkan untuk mendapat keuntungan, tetapi apabila sumber daya alam tidak mendukung kesehatan manusia, maka bias terjadi sebaliknya, yang antara lain adalah terjadinya penyakit. Hal ini dimungkinkan, karena di alam, selain banyak hal yang menguntungkan (faktor eugenik) kehidupan manusia, juga banyak yang merugikan (faktor disgenik). Di alam banyak terdapat kuman penyakit, serangga pembawa/penyebar penyakit, hewan besar yang membahayakan manusia, terdapat banyak zat kimia-fisika yang bersifat racun bagi tubuh manusia.

(29)

13 A : - jumlahnya bila hidup, konsentrasinya bila tidak hidup

- kemampuan menginfeksi/patogenitas/virulensi bila A (Agent) hidup dan toksisitasnya bila A (Agent) tidak hidup

H : - derajat kepekaan

- imunitas Host terhadap A (Agent) bila hidup, toleransi terhadap A (Agent) bila tidak hidup,

- status gizi, pengetahuan, pendidikan, perilaku, dan seterusnya.

L : - kualitas dan kuantitas berbagai kompartemen lingkungan, yang utamanya berperan sebagai faktor yang menentukan terjadi atau tidak terjadinya transmisi agent (A) ke host (H). Kompartemen lingkungan dapat berupa udara, tanah, air, makanan, perilaku dan hygiene perseorangan, kuantitas dan kualitas serangga vektor/penyebar penyakit, dan lain-lain.

Model ini mengatakan bahwa apabila pengungkit tadi berada dalam keseimbangan, maka dikatakan bahwa masyarakat berada dalam keadaan sehat, seperti tampak pada Gambar 2. Pada hakekatnya, keadaan seimbang ataupun tidak seimbang ini merupakan resultan daripada interaksi antara ketiga element tersebut.

Gambar 2. Pengungkit Seimbang atau Masyarakat Sehat Sumber: Soemirat, 2010

A H

(30)

14 Sebaliknya, apabila resultan daripada interaksi ketiga unsur tadi menghasilkan keadaan tidak seimbang, maka didapat keadaan yang tidak sehat atau sakit. Dengan demikian didapat empat buah kemungkinan terjadinya penyakit seperti tampak di Gambar 3. berikut ini.

Gambar 3. Empat Kemungkinan Keadaan Sakit Sumber: Soemirat, 2010

(31)

15 Keadaan ke-1 : Kasus ini terjadi apabila H atau penjamu memberatkan

keseimbangan, sehingga pengungkit miring ke arah H. Keadaan seperti ini dimungkinkan apabila H menjadi peka terhadap suatu penyakit. Misalnya apabila jumlah penduduk menjadi muda atau proporsi jumlah penduduk balita bertambah besar, maka sebagian besar populasi menjadi relatif peka terhadap penyakit anak, dan terdapat ‘banyak’ (lebih dari normal, dalam waktu relatif singkat) penyakit anak, atau keseimbangan terganggu (Soemirat, 2010).

Keadaan ke-2 : Pada kasus ini dikatakan bahwa A memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit miring ke arah A. Contoh bagi kasus ini, pemberatan A terhadap keseimbangan diartikan sebagai agent/penyebab penyakit mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada host, misalnya terjadi mutasi pada Virus Influenza. Virus Influenza sudah dikenal suka bermutasi dalam periode tertentu. Oleh karenanya ia menjadi virus baru, sehingga semua populasi belum mengenalnya atau belum punya atau belum pernah membuat zat imun terhadapnya, dan bila terinfeksi kemungkinan besar sebagian besar (banyak) masyarakat akan sakit, atau keseimbangan terganggu (Soemirat, 2010).

(32)

16 sehingga H memberatkan keseimbangan atau H menjadi sangat peka terhadap A. Contohnya ialah terjadinya pencemaran udara dengan SO2 yang menyebabkan saluran udara paru-paru populasi menyempit (agar tidak banyak racun yang masuk), tetapi akibatnya ialah bahwa tubuh kekurangan oksigen, dan menjadi lemah, dan kelainan paru-paru yang telah ada menjadi parah karenanya; ataupun kelainan jantung yang telah ada menjadi parah karena terjadi konstriksi/penyempitan pembuluh darah paru-paru, yang mengharuskan jantung memompa darah dengan lebih kuat/keras karena tahanan yang bertambah. Apabila jantung sudah lemah, maka keadaan ini dapat memperberat keadaan penyakit yang ada, dan dapat terjadi gagal jantung (Soemirat, 2010).

(33)

17 pada kenyataannya, penyakit/wabah bawaan air selalu dapat dipastikan akan terjadi pada populasi yang kebanjiran (Soemirat, 2010).

Model Gordon ini selain memberikan gambaran yang umum tentang penyakit yang ada di masyarakat, dapat pula digunakan untuk melakukan analisis, dan mencari solusi terhadap permasalahan yang ada.

2.4 Tuberkulosis (TB Paru)

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat masuk melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit (Sylvia et al, 2006 dalam Ramadhon, 2009).

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. (Utama, 2007 dalam Ramadhon, 2009).

(34)

18 dan terhisap masuk saat seseorang menarik nafas. Habitat asli bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri adalah paru-paru manusia. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di dalam paru-paru (Anonim a, 2010 dalam http://dweeja.wordpress.com/2010/05/21/mycobacterium-tuberculosis-sebagai-penyebab-penyakit-tuberculosis/).

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis (http://epidemiologiunsri.blogspot.com/2011/11/tuberkulosis-paru.html).

(35)

19 Lingkungan hidup yang sangat padat dan permukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei. Khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung Basil Tahan Asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi (http://epidemiologiunsri. blogspot.com/2011/11/tuberkulosis-paru.html).

2.5 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam dengue disebabkan oleh virus dengue. Dalam sistem ilmiah yang menamakan dan mengklasifikasikan virus, virus dengue tersebut merupakan bagian dari famili Flaviviridae dan genus Flavivirus. Virus lainnya juga merupakan bagian dari famili yang sama dan menyebabkan penyakit pada manusia. Contohnya, virus yellow fever, West Nile virus (Achmadi, 2011).

(36)

20 perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada di permukiman dengan air yang relatif jernih. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat penampungan air buatan antara lain: bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan; sedangkan Aedes albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah. Aedes aegypti merupakan nyamuk yang biasanya dijumpai di dalam rumah dan nyamuk Aedes albopictus pula selalu dijumpai di luar kawasan rumah (Sahani et al. 2012).

Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, disamping itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali. Sifat tersebut meningkatkan risiko penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang (Sukowati, 2010).

(37)

21 dengan Aedes albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas) (http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti, 2014).

Salah satu peran lingkungan dalam penyebaran DBD adalah sebagai reservoir. Secara umum lingkungan dibedakan atas lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alamiah yang terdapat disekitar manusia, sedangkan lingkungan non fisik adalah lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi antar manusia. Terjadinya penularan DBD berkaitan erat dengan faktor lingkungan. Lingkungan yang padat dan tidak bersih merupakan tempat bersarangnya nyamuk sehingga penularannya mudah terjangkit. Dalam upaya untuk mengurangi tingkat penularan DBD yang lebih besar, maka masyarakat dalam hal ini perlu menjaga kebersihan lingkungan dan menjaga hidup sehat. Dengan demikian, diharapkan bahwa tingkat penularan dapat dikurangi dan pada tempat-tempat yang endemis dilakukan pengasapan yang teratur

(http://cahyadiblogsan.blogspot.com/2012/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html).

2.6 Malaria

(38)

22 Malaria vivax disebabkan oleh Plasmodium vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. Plasmodium malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. Plasmodium ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh (Harijanto, 2000).

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000).

Untuk terjadi penularan penyakit malaria harus ada empat faktor yaitu: 1) Parasit (agent / penyebab penyakit malaria).

(39)

23 4) Lingkungan (environment) (http://kuplukluntur.blogspot.com/2012/11/

ekologi-hewan-aedes-aegypti.html, 2014).

Sedangkan menurut Irianto (2013), faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit malaria antara lain:

1) Suhu; mempengaruhi perkembangan parasit dalam tubuh nyamuk. Suhu yang optimal antara 20—30oC. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

2) Kelembapan; kelembapan yang rendah memperpendek umur nyamuk meskipun tidak berpengaruh terhadap parasit. Tingkat kelembapan 63% (yang terdapat di Punjab, India) merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembapan yang lebih tinggi nyamuk akan lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga penularannya akan semakin meningkat.

3) Hujan; pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan akan mudah terjadi epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh hujan terhadap perkembangan nyamuk tergantung dari derasnya hujan, jenis vector dan jenis tempat perindukannya.

4) Ketinggian; secara umum transmisi malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah, hal ini disebabkan turunnya suhu rata-rata. Akan tetapi hal ini dapat berubah jika terjadi pemanasan bumi dan pengaruh elnino. 5) Angin; kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk

(40)

24 6) Sinar matahari; berpengaruh terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda tergantung spesiesnya Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh, sedangkan Anopheles barbirostris dapat hidup dengan baik pada tempat yang teduh maupun yang terang.

7) Arus air; Anopheles barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya mengalir lambat atau statis, sedangkan spesies lainnya ada yang menyukai aliran air yang deras dan ada yang menyukai air yang tergenang.

(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini terdiri atas penelitian lapangan dan analisis di laboratorium. Penelitian lapangan dilakukan di Kabupaten Tanggamus. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kebumian Universitas Lampung dan Inventarisasi & Laboratorium Perencanaan Hutan, Fakultas Pertanian Unila. Penelitian ini memerlukan waktu sekitar 6 bulan, dimulai Bulan September 2011 sampai Bulan Februari 2012.

3.2 Bahan dan Peralatan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan meliputi Citra Satelit Landsat ETM7+ yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Tanggamus, kertas A3, CD, kertas HVS dan tinta untuk plotter. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah: seperangkat komputer, printer, plotter, Software GIS (yaitu ArcGIS), Program Minitab 15, dan alat GPS (Global Positioning System).

3.3 Model yang Digunakan

(42)

26 3.3.1 Variabel Model dan Metode Pungumpulan Datanya

(A) Variabel Terikat

Variabel terikat berupa tiga penyakit di Kabupaten Tanggamus yaitu (1) TB PARU= Tuberkulosis, (2) DBD= Demam Berdarah Dengue, dan (3) MALARIA = Penyakit Malaria di Kabupaten Tanggamus. Adapun metode pengumpulan data untuk ketiga variabel terikat beserta sumbernya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel Terikat, Jenis dan Sumber Data serta Metode Ekstraksinya

No Variabel

1 Tuberkulosis TB PARU Data seri sepuluh besar penyakit per

3 Malaria MALARIA Data seri sepuluh besar penyakit per

Ket: sda = Sama dengan diatasnya

(B) Variabel Bebas

(43)

27 yang lebih produktif seperti pertanian, pemukiman, perkebunan kopi ataupun lainnya secara teoritis. Oleh karena itu dalam penelitian ini faktor-faktor tersebut perlu dimasukkan dalam model sehigga dapat diketahui apakah semua variabel bebas tersebut nyata ataukah tidak dalam mempengaruhi ketiga indikator penyakit (TB PARU, DBD, dan MALARIA) tersebut.

Dengan demikian maka variable bebas yang digunakan dalam model adalah : (1) luasan tutupan hutan [Ht], (2) luasan kebun campuran [Kc], (3) luasan pemukiman [Pm], (4) luasan pertanian lahan basah [Pb], (5) luasan pertanian lahan kering [Pk], (6) luasan rawa (Rw), dan (7) luasan semak belukar [Sb]. Sedangkan untuk tutupan Awan (Aw) merupakan kelas tersendiri dan tidak dapat dihitung atau merupakan data pencilan.

(44)

28 Tabel 2. Variabel bebas, Jenis Data, Sumber dan Metode Metode Ekstraksinya

No Variabel

(45)

29 3.3.2 Bentuk Model dan Uji Hipotesis

Mengingat pengaruh variabel bebas (dampak perubahan penutupan lahan) terhadap variabel terikat tidak mungkin seketika, tetapi memerlukan tenggang waktu. Oleh Karena itu model regresi linear yang digunakan dimasukkan tenggang waktu (time lag) sebesar n tahun. Dengan demikian didapatkan persamaan pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap prevalensi penyakit TB Paru, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Malaria sebagai berikut:

Penyakit-n = α1 + α2[Ht]i-n + α3[Kc]i-n + α4[Pm]i-n + α5[Pb]i-n + α6[Pk]i-n + α7[Rw]i-n + α8[Sb]i-n +

ε

-n

Dalam Persamaan

Penyakit : Penyakit TB Paru, DBD, dan Malaria Ht : Luasan tutupan hutan

Kc : Luasan kebun campuran

Pm : Luasan pemukiman

Pb : Luasan pertanian lahan basah Pk : Luasan pertanian lahan kering

Rw : Luasan rawa

(46)

30 Uji F pada taraf nyata 5% dan 10% digunakan untuk menguji kesesuaian model. Sedangkan Uji t pada taraf nyata digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing parameter dalam model tiap model.

3.4 Tahapan Penelitian

Agar memudahkan dalam pelaksanaan penelitian, maka pada bagian ini perlu diuraikan tahapan penelitian dengan langkah-langkah yang secara skematik dilukiskan pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian (Modifikasi Saripin, 2003)

(47)

31 3.4.1 Persiapan

Seperti dapat dilihat pada Gambar 2, bahwa kegiatan dimulai dengan langkah persiapan. Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan konsultasi dengan pihak terkait baik di Kabupaten Tanggamus maupun dengan para dosen di Universitas Lampung serta menyelesaikan surat menyurat dan izin penelitian.

3.4.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data ditujukan untuk mendapat informasi kondisi umum lokasi penelitian dan karakteristik daerah. Data yang dikumpulkan berupa peta topografi, peta sistem lahan, dan citra satelit (Landsat ETM 7+).

Kegiatan pengumpulan data berupa data statistik, peta dasar (peta administrasi kabupaten dan data pendukung lainnya). Untuk pengumpulan data tersebut dilakukan kunjungan ke beberapa instansi dalam lingkup Kabupaten Tanggamus, seperti Bappeda, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus.

Citra Landsat ETM7+ diperoleh dari SEAMEO BIOTROP di Bogor untuk yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Tanggamus untuk kurun waktu

“pemotretan” dari tahun 2002 sampai tahun 2010 (perubahan penutupan lahan

selama 9 tahun). Namun karena alasan keterbatasan dana dan agar diperoleh proses perkembangan perubahan penutupan lahan yang cukup nyata, maka dipilih

“citra” per 2 tahunan saja, yang masing-masing tahun dipilih satu hari (satu event)

“citra” yang mempunyai kualitas citra terbaik dengan kriteria ketika tutupan awan

(48)

32 terakhir di Kabupaten Tanggamus banyak terjadi perubahan administrasi baik kabupaten maupun kecamatan sehingga diambil beberapa kecamatan yang sebagian besar wilayah administrasinya tidak banyak berubah. Sehingga dalam penelitian ini digunakan citra digital sebanyak: 1 Scenes X 5 events = 5 Scenes

(“lembar”) citra digital yaitu pada path/row 124/64.

Setiap variabel bebas diakuisisi melalui interpretasi citra landsat ini yang meliputi (a) luasan tutupan hutan [Ht], (b) luasan kebun campuran [Kc], (c) luasan pemukiman [Pm], (d) luasan pertanian lahan basah [Pb], (e) luasan pertanian lahan kering [Pk], (f) luasan rawa (Rw), dan (g) luasan semak belukar [Sb]. Dalam penelitian ini jumlah tahun data ini diberi simbol n yaitu=5.

Sedangkan untuk ke 3 (tiga) variabel terikat (TB Paru, DBD, dan Malaria) juga memerlukan ukuran data sebesar n=5 juga dilakukan dengan ekstraksi dari data kesehatan sebanyak 5 tahun data.

3.4.3 Interpretasi Citra Satelit

Interpretasi citra satelit merupakan proses pengenalan objek gambar (citra). Interpretasi citra satelit terdiri atas beberapa tahapan yaitu deteksi (mengenal objek yang mempunyai karakteristik tertentu oleh sensor), identifikasi (mencirikan objek dengan menggunakan data rujukan), dan analisis (mengumpulkan keterangan lebih lanjut secara terperinci).

(49)

33 Tanggamus. Langkah ini diperlukan selain sebagai strategi untuk memudahkan dalam teknis interpretasi tetapi juga untuk mengelompokkan unit analisis secara makro kedalam subwilayah kecamatan. Overlaying dengan menggunakan formula RGB (Red-Blue-Green) 542 ataupun 321. Kedua RGB ini umum digunakan untukk interpretasi citra landsat ETM5 ataupun ETM7+ apabila digunakan untuk mendeliniasi penampakan obyek-obyek seperti: badan air (misalnya danau, waduk, sungai, rawa-rawa, sawah basah dsb), pemukiman, hutan alam, hutan rakyat, lahan kering, lahan gundul, semak, belukar, tegalan, agroforestry, padang rumput dan sejenisnya.

Hasil interpretasi diberi simbol warna untuk setiap obyek yang sama dengan sendirinya memiliki simbol warna yang sama, yang dibatasi oleh poligon-poligon tertutup. Dengan begitu pula luasan masing-masing obyek dapat diketahui. Hasil dicetak pada kertas ukuran A3 untuk setiap seri. Selanjutnya cetak Peta

Intepretasi/Peta Penutupan Lahan Sementara ini merupakan bahan utama pengecakan lapang.

3.4.4 Pengecekan lapangan

(50)

34 Kecuali itu area yang ditutup awan juga harus dicek di beberapa tempat utamanya untuk mengetahui apakah area-area yang tertutup awan dapat digabungkan ke area-area sekitarnya ataukah memang itu merupakan obyek yang berbeda. Memang tidak mungkin untuk mengecek setiap obyek yang berada di bawah tutupan awan, dan itu juga tidak urgent untuk dilakukan.

Hasil pengecekan lapangan ini digunakan untuk menetapkan setiap poligon tertutup (setiap obyek) sebagai obyek yang sebenarnya untuk kemudian dipergunakan dalam perbaikan interpretasi citra dengan menggunakan data-data yang didapat dari pengecekan di lapangan.

Hasil dari perbaikan tersebut digunakan untuk membuat peta penutupan lahan final berupa perubahan penutupan lahan dalam kurun waktu 10 tahun. Peta penutupan lahan final yang dihasilkan berjumlah 5 peta yang merupakan series dari perubahan penutupan lahan. Peta-peta inilah yang menjadi acuan luasan untuk variabel-variabel bebas dalam pemodelan penelitian ini yaitu khususnya (a) luasan tutupan hutan [Ht], (b) luasan kebun campuran [Kc], (c) luasan pemukiman [Pm], (d) luasan pertanian lahan basah [Pb], (e) luasan pertanian lahan kering [Pk], (f) luasan rawa (Rw), dan (g) luasan semak belukar [Sb].

3.4.5 Optimasi Parameter Model

(51)

35 1. Regresi Linier Berganda

Analisis ini digunakan untuk meramalkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dengan kata lain analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya kejadian penyakit bila variabel bebas khususnya (a) luasan tutupan hutan [Ht], (b) luasan kebun campuran [Kc], (c) luasan pemukiman [Pm], (d) luasan pertanian lahan basah [Pb], (e) luasan pertanian lahan kering [Pk], (f) luasan rawa (Rw), dan (g) luasan semak belukar [Sb] berubah.

2. Uji R2

Langkah awal yang ditemukan pada analisis regresi adalah koefisien korelasi yang menunjukkan korelasi/hubungan antara variabel dependen dengan variabel independennya. Korelasi (r) adalah hubungan keterikatan antara dua variabel atau lebih variabel. Hasil korelasi positif mengartikan bahwa makin besar nilai variabel 1 menyebabkan makin besar pula nilai variabel 2. Korelasi negatif mengartikan bahwa makin besar nilai variabel 1 makin kecil variabel 2, sedangkan korelasi nol mengartikan bahwa tidak ada atau tidak menentunya hubungan dua variabel . Interpretasi dari nilai koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :

Tebel 3. Pedoman Interpretasi Koefiasien Korelasi

(52)

36 Berdasarkan nilai korelasi tersebut, ditemukan nilai koefisien determinasi (R2) yang merupakan pengkuadratan dari nilai korelasi. Uji R2 (koefisien determinasi) digunkan untuk menunjukkan besarnya kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen (Supranto, 2009).

3. Uji t

Uji t digunakan untuk menguji signifikasi konstanta dari setiap variabel independen. Dengan rumus sebagai berikut (Supranto, 2009) :

r √ n -2 t =

√ 1 – r2

Keterangan :

r = korelasi parsial yang ditemukan n = jumlah sampel

t = t hitung yang selanjutnya dibandingkan dengan t tabel

Hipotesis yang diajukan adalah :

H0 : Koefisien regresi tidak signifikan H1 : Koefisien regresi signifikan

Pengujian ini dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan 5% dengan df=(n-k-1).

4. Uji F

(53)

37 R2 ( ∑ y2 )

m

F = (1 – R2) ( ∑ y2) N-m – 1

Keterangan :

N : Jumlah subjek

m : jumlah variabel prediktor

∑ y2

: jumlah kuadrat variabel kriterium R2 : korelasi ganda

(54)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian yang telah dilakukan tentang Studi Ekologis Makro: Dampak Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Prevalensi penyakit TB Paru, Demam Berdarah Dengue, dan Malaria di Kabupaten Tanggamus, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat tren perubahan penutupan lahan di Kabupaten Tanggamus yaitu luasan hutan (Ht) berkurang sebesar -23,56%, Kebun Campuran (Kc) bertambah sebesar 11,47%, Pemukiman (Pm) bertambah sebesar 40,89%, Pertanian Lahan Basah (Pb) berkurang sebesar -35,12%, Pertanian Lahan Kering sebesar (Pk) bertambah sebesar 14,37%, dan Semak Belukar (Sb) bertambah sebesar 58,72%; sedangkan luas Rawa (Rw) relatif tidak terdapat perubahan luasan.

2. Secara statistika tidak terdapat hubungan antara perubahan luas masing-masing penutupan lahan dengan prevalensi penyakit TB Paru di Kabupaten Tanggamus.

(55)

89 4. Secara statistika tidak terdapat hubungan antara perubahan luas masing-masing penutupan lahan dengan prevalensi penyakit Malaria di Kabupaten Tanggamus.

5.2 Saran

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin. Z, Karbito. 2008. Faktor Resiko Masalah Kesehatan untuk Penyakit Berbasis Lingkungan di Provinsi Lampung Tahun 2008. Jurnal Penelitian Ruwa Jurai. Vol. 2, No. 2. Pp. 27—41. Bandar Lampung.

Achmadi, U.F. 2011. Penyakit-penyakit Berbasis Lingkungan. Rajawali Pers. Ed.1—1. Jakarta. 165 hlm.

Anonim. 2011. Penyakit Berbasis Lingkungan. http://id.shvoong.com/medicine- and-health/epidemiology-public-health/2185368-dasar-dasar-penyakit-berbasis-lingkungan/#ixzz1XcfUyl3G

As-syakur, A.R. 2011. Perubahan Penggunaan Lahan Di Provinsi Bali. Jurnal Ecotrophic, Vol 6, No 1. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana. 14 Halaman.

BPS. 2011. Tanggamus dalam Angka. Kerjasama Badan Pusat Statistik dan Bappeda Kabupaten Tanggamus. Kotaagung.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus. 2011. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2010. Pemerintah Kabupaten Tanggamus. Kotaagung.

Ernamaiyanti, Kasry, A., Abidin, Z. 2010. Faktor-Faktor Ekologis Habitat Larva Nyamuk Anopheles Di Desa Muara Kelantan Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2009. Journal Of Environment Science. ISSN 1978-5283. Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau. Riau.

Harijanto, P.N. 2000. Gejala Klinik Malaria Berat. Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan Malaria. Penerbit EGC. Jakarta, l66-- 84

Irianto, K. 2013. Mikrobiologi Medis (Medical Microbiology). Alfabeta. Cetakan kesatu. ISBN 978-602-7825-70-3. 712 hlm.

(57)

91 Linch, A. 2014. Effects of Climate and Land-Cover Change on Human Infectious Disease Outbreaks. Paper. Institute for the Study of Environment and Society.

Martini E, Tata HL, Mulyoutami E, Tarigan J dan Rahayu S. 2010. Membangun Kebun Campuran: Belajar dari Kobun Pocal di Tapanuli dan Lampoeh di Tripa. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. 43p

Mather, A.S. 1986. Land Use. Longman Group U.K. Limited. New York. 286 p Pattanayak, S.K., Yasouka, J.. 2007. Deforestation and Malaria: Revisiting the Human Ecology Perspective. In CJP Colfer (ed.), People, Health, and Forests: A Global Interdisciplinary Overview. Earthscan. 19pp.

Patz, J.A., Norris, D.E. 2004. Land Use Change and Human Health. Ecosystems and Land Use Change, Geophysical Monograph Series 153. The American Geophysical Union.

Patz, J.A., Peter D, Gary M. T., Alonso A.A., Mary P, Jon E, Nathan D.W., Kilpatrick A.M., Johannes F, David M, David J.B. 2004. Unhealthy Landscapes: Policy Recommendations on Land Use Change and Infectious Disease Emergence. The National Institute of Environmental Health Sciences National Institutes of Health U.S. Department of Health and Human Services.

Patz, J.A., Olson, S.H., Uejio C.K, Gibbs, H.K. 2008. Disease Emergence from Global Climate and Land Use Change. Elsevier Inc. p 1473—1491. Ramadhon, N. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian TB

Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Blambangan Kabupaten Lampung Utara Tahun 2009. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Lampung. Bandar Lampung.

Roose, A. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sahani M., Othman H., Nadia Atiqah Mohd. Nor, Rozita Hod, Zainudin Mohd. Ali, Mohamad Naim Mohamad Rasidi, Er Ah Choy. 2012. Kajian Ekologi Nyamuk Aedes di Senawang Negeri Sembilan, Malaysia (Ecology Survey on Aedes Mosquito in Senawang, Negeri Sembilan). Sains Malaysiana 41(2)(2012): 261–269

(58)

92 Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 138 Halaman

Soemirat, J. 1996. Kesehatan Lingkungan. Cetakan Ke-tiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soemirat, J. 2010. Epidemiologi Lingkungan. Edisi Ke-dua. Cetakan ke-tiga (revisi). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sukowati, S. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Pengendaliannya di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi. Volume 2. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Kementerian Keseharan RI. Jakarta.

Supranto, J. 2009. Statistik, Teori dan Aplikasi. Edisi KE-tujuh. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Suwito, Upik K.H., Singgih H.S., Supratman S. 2010. Hubungan Iklim, Kepadatan Nyamuk Anopheles, dan Kejadian Penyakit Malaria. Jurnal Entomologi Indonesia Edisi April 2010, Vol 7, No. 1. Perhimpunan Entomologi Indonesia. Hal 42—53.

Vanwambeke, S.O., Lambin,E.F., Eichhorn, M.P., Flasse,S.P., Harbach, R.E., Oskam, L., Somboon, P., Stella van Beers, Birgit H. B. van Benthem, Walton, C., Butlin, R.K. 2007. Impact of Land Use Change on Dengue and Malaria in Northern Thailand. EcoHealth Journal Consortium. 15 p Widyaningsih, I.W. 2008. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Di Sub Das

Keduang Ditinjau Dari Aspek Hidrologi. Thesis. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Wolfe N, Daszak P, Kilpatrick A, Burke D. 2005. Bushmeat Hunting, Deforestation, and Prediction of Zoonotic Disease Emergence. Emerging Infectious Diseases 11:1822–27

Yasouka, J., Levins, R. 2007. Impact of Deforestation dan Agricultural Development on Anopheline Ecology and Malaria Epidemiology. Journal.

The American Society of Tropical Medicine and Hygiene. pp 450—460.

http://dweeja.wordpress.com/2010/05/21/mycobacterium-tuberculosis-sebagai-penyebab-penyakit-tuberculosis/

(59)

93 http://www.eoearth.org/view/article/154143/

http://epidemiologiunsri.blogspot.com/2011/11/tuberkulosis-paru.html http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti, 2014

http://cahyadiblogsan.blogspot.com/2012/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

Gambar

Gambar  Halaman
Gambar 1.  Kerangka Pemikiran dalam Penelitian
Gambar 2.  Pengungkit Seimbang atau Masyarakat Sehat Sumber:  Soemirat, 2010
Gambar 3.  Empat Kemungkinan Keadaan Sakit Sumber:  Soemirat, 2010
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan segenap puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan

Hasil belajar IPA pada siklus I meningkat menjadi 77 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (70%) dan siklus II sebesar 86 dengan ketuntasan belajar pada kategori

Suatu tinjauan ulang internal konsultasi harus dikerjakan dengan INGO dan NGO lokal untuk mengembangkan pendekatan baru menuju keberhasilan: ( a) penyajian yang cukup di

Penulis ingin lebih mendalami bagaimana pelaksanaan evaluasi hasil belajar PAI pada anak berkebutuhan khusus yang merupakan suatu pelaksanaan yang wajib

Tujuan dibuatnya call center oleh perusahaan adalah untuk melayani pelanggan, mengatasi panggilan pelanggan, untuk melayani dan sebagai sarana penjualan kepada pelanggan, untuk

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Mengetahui, Mana Adil, lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat, taufik

Hama kumbang tanduk (Oryctes rhinocerus) merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit dan ditemukan menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam di

a) Manusia: Penyebab sulitnya menentukan program sertifikasi yang tepat untuk dipilih, yaitu karena kurangnya pengetahuan para peserta mengenai kriteria uji sertifikasi