MELALUI PENDEKATAN SERBA FUNGSI DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
Firham Ramadinata
Penelitian bertujuan untuk mengetahui efisiensi pemasaran duku Lampung : (1) dilihat dari fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan dan (2) dilihat dari producer share, marjin pemasaran dan ratio profit margin. Penelitian dilakukan di
Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, sebagai sentra produksi duku terbesar di Lampung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013. Penentuan sampel dilakukan dengan metode alur pemasaran,terdiri dari 50 orang petani produsen, 12 orang pedagang pengumpul, 5 orang pedagang besar dan 5 orang pedagang pengecer. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif (pendekatan serba fungsi) dan kuantitatif (producer share, marjin pemasaran dan ratio profit margin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran duku Lampung, dilihat dari pendekatan serba fungsi, sudah efisien, tetapi berdasarkan producer share (< 50%), marjin pemasaran (cenderung besar, bahkan lebih dari 2 kali lipat harga jual petani), dan ratio profit margin di antara lembaga pemasaran (tidak merata) tidak efisien.
EFFICIENCY THROUGH MULTIFUNCTION APPROACH IN SOUTH LAMPUNG DISTRICT
By
Firham Ramadinata
The objectives of this research were to find out Lampung duku marketing efficiency viewed from: (1) functions served by each of marketing agencies in Katibung Sub-district of South Lampung District; (2) producer share, marketing margin and margin profit ratio. This research was conducted in Katibung Sub- district as the production center and the biggest production site of Lampung duku in Lampung. The location was selected purposively. Data were collected from May to June 2013. Consist to taken by marketing channel method. Samples were 50 farmers, 12 small collector traders, 5 big traders, and 5 groceries. Data were analyzed using descriptive qualitative method (with multifunction approach) and quantitative method (producer share, marketing margin and margin profit ratio). The results showed that: Based of approach multifunction, Lampung duku marketing was efficient; Based of producer share < 50%, marketing margin was so high, that over 2 times average of farmer selling price, and the margin profit ratio of each marketing agency showed various and uneven values, so that unefficient.
Oleh
FIRHAM RAMADINATA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 30 Maret 1991 sebagai anak kedua
dari dua bersaudara, pasangan Bapak Idar Darmana dan Ibu Karnela Wahyuni.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Taruna Jaya
pada tahun1997, pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Azhar 2 pada tahun
2003, pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 9 Bandar
Lampung pada tahun 2006, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di
SMA Utama 2 Bandar Lampung pada tahun 2009. Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada
tahun 2009 melalui jalur Ujian Mandiri (UM).
Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) pada tahun 2012 selama 30 hari di
PT. Indokom Samudra Persada. Pada tahun yang sama penulis melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Way Suluh Kecamatan Krui
Selatan Kabupaten Lampung Barat. Pada semester Genap 2013/2014, penulis
vii SANWACANA
Allhamdulilahirobbil’alamin, puji syukur bagi Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita, Rasulullah
Muhammad SAW, teladan seluruh umat manusia. Dalam penyelesaian skripsi
yang berjudul “ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PRODUK DUKU
LAMPUNG MELALUI PENDEKATAN SERBA FUNGSI DI
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN” tidak terlepas dari adanya dukungan, partisipasi, bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S., selaku Dosen Pembimbing Pertama, atas segala bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan dalam membantu
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ir. Suriaty Situmorang, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Kedua, atas segala
bimbingan, bantuan, saran, nasihat dan pengarahan yang telah diberikan
dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
3. Ir. Eka Kasymir, M.Si., selaku Dosen Pembahas, atas segala saran, kritik, dan pengarahan yang telah diberikan.
4. Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si., selaku Pembimbing Akademik, yang telah
memberikan nasehat dan masukan yang berharga selama penulis menjalani
viii 6. Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
7. Seluruh Dosen di Fakultas Pertanian, atas ilmu dan nasehat yang diberikan
selama masa perkuliahan.
8. Seluruh staf administrasi Jurusan Agribisnis, Mbak Iin, Mas Boim, Pak
Margono, Mas Kardi, Mbak Aii, dan Mas Bukhori, atas bantuan yang telah
diberikan.
9. Bapak-bapak dan ibu-ibu petani, pedagang pengumpul, pedagang besar serta
pedagang pengecer duku Lampung di Kecamatan Katibung Kabupaten
Lampung Selatan, atas ketersediaanya menjadi sampel dan responden dalam
penelitian saya, serta atas bantuan informasi dan berbagi pengalaman selama
melakukan penelitian.
10. Kedua orang tua saya : Ayahanda Idar Darmana dan Ibunda Karnela Wahyuni
tercinta, yang mendoakan, mendukung, dan selalu mengorbankan segalanya,
membimbing dengan penuh ketabahan dan kasih sayang demi keberhasilan
penulis, serta kakak terkasih Listya Darmala Resti yang selalu menjadi teman
berdiskusi dan memberikan motivasi.
11. Seluruh keluarga besar, atas doa dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi
ini.
12. Queen Tia Mona Agusta, S.P., yang telah mengisi hari-hari saya, susah
ix Yesica, S.P., Aris, S.P., Novi, S.P., Eka,S.P., Rendi, Feli, S.P., Riska, S.P.,
Desty, S.P., Maftuha, atas bantuan, kerjasama, dan persahabatan selama ini.
14. Teman-teman 2009, terimakasih atas kerjasama dan kebersamaan selama ini,
semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.
15. Seluruh teman-teman Agribisnis, abang-abang, mbak-mbak, adik-adik serta
rekan-rekan Fakultas Pertanian Unila, terima kasih atas kerjasamanya.
16. No Idea Art Team, Elephant Street Bike, Avanza Xenia Organization, Avanza
Xenia Indonesia Club Cabang Lampung dan Manchester City Supporter Club
Indonesia Branch Lampung, terima kasih atas kebersamaannya selama ini
telah menjadi tempat saya untuk berkreatifitas, menjalin persahabatan,
persaudaraan bahkan keluarga.
17. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga seluruh amal baik yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab
itu penulis meminta maaf jika terdapat kesalahan dan kepada Allah penulis
memohon ampun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak serta almamater tercinta. Amin ya Robbal’alamin.
Bandar Lampung, Juli 2014
x DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 12
C. Kegunaan Penelitian ... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 14
A. Landasan Teori ... 14
1. Produk Duku ... 14
2. Teori Pemasaran ... 17
a. Fungsi Pemasaran ... 17
b. Lembaga Pemasaran ... 19
c. Efisiensi Pemasaran ... 20
3. Kajian Penelitian Terdahulu ... 25
B. Kerangka Pemikiran ... 29
III. METODE PENELITIAN ... 33
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 33
B. Penentuan Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 40
C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 41
D. Metode Analisis Data ... 42
1. Fungsi-Fungsi Lembaga Pemasaran ... 42
2. Struktur Pasar ... 45
3. Perilaku Pasar ... 45
4. Keragaan Pasar ... 46
xi
F. Kondisi Umum Pasca Panen dan Perdagangan Duku di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan ... 58
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Responden Penelitian ... 60
B. Karakteristik Duku ... 60
C. Karakteristik Pemasaran Duku Lampung ... 61
xii DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produk Domestik Bruto Indonesia atas dasar harga berlaku,
2010 – 2011 (Milyar Rupiah) ... 2
2. Luas panen dan produksi duku di Indonesia, 2006 – 2011 ... 5
3. Produksi duku menurut kabupaten di Provinsi Lampung, 2006 – 2010 (ton) ... 5
4. Produksi buah-buahan terpopuler menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan 2011 (ton) ... 7
5. Kajian Penelitian Terdahulu ... 25
6. Jenis dan luas penggunaan lahan lahan Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, 2011 ... 51
7. Sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Katibung, 2011 ... 52
8. Sebaran petani responden berdasarkan kelompok umur, 2012 ... 62
9. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan, 2012 ... 62
10. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan, 2012 ... 63
11. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusaha tani, 2012 ... 64
12. Jumlah tanggungan setiap keluarga petani responden, 2012 ... 64
13. Sebaran usia, pengalaman dan pendidikan responden pedagang pengumpul (pedagang kecil) di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, 2012 ... 66
14. Sebaran usia, pengalaman dan pendidikan pedagang Pengumpul (pedagang kecil) ke luar daerah Lampung, 2012 ... 68
15. Sebaran usia, pengalaman dan pendidikan pedagang besar responden di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, 2012 ... 70
16. Sebaran usia, pengalaman dan pendidikan pedagang pengecer di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, 2012 ... 71
xiii
18. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran pada setiap saluran pemasaran duku Lampung, 2012 ... 80
19. Pangsa produsen pada saluran pemasaran duku di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, 2012 ... 94
20. Analisis marjin pemasaran duku pada saluran I (petani – pedagang pengumpul/pedagang kecil – pedagang besar) di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, 2012 ... 95
21. Analisis marjin pemasaran duku pada saluran II (petani – pedagang pengumpul/pedagang kecil ke luar daerah) di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, 2012 ... 97
22. Analisis marjin pemasaran duku pada saluran III (petani - pedagang besar ke luar daerah) di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, 2012 ... 98
23. Analisis marjin pemasaran duku pada saluran IV (petani – pengecer) di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, 2012 ... 99
24. Identitas responden petani ... 107
25. Identitas responden pedagang pengumpul (ped. kecil) ... 110
26. Identitas responden pedagang besar ... 111
27. Identitas responden pedagang pengecer ... 112
28. Volume dan tempat penjualan serta harga jual duku petani ke pedagang pengumpul (ped. kecil) ... 113
29. Volume dan tempat penjualan serta harga jual duku petani ke
32. Volume dan tempat penjualan serta harga duku pedagang pengumpul (ped. kecil) ke luar daerah ... 116
33. Volume dan tempat penjualan serta harga duku pedagang besar ke luar daerah ... 116
34. Volume dan tempat penjualan serta harga duku pedagang pengecer ke konsumen ... 116
xiv
36. Volume pembelian dan biaya pemasaran pedagang pengumpul (ped. kecil) dari petani ... 118
37. Volume pembelian dan biaya pemasaran pedagang pengumpul (ped. kecil) ke luar daerah dari petani ... 119
38. Volume pembelian dan biaya pemasaran pedagang besar ... 120
39. Volume pembelian dan biaya pemasaran pedagang pengecer ... 122
40. Marjin pemasaran duku dan share saluran pertama ... 123
41. Marjin pemasaran duku dan share saluran kedua ... 123
42. Marjin pemasaran duku dan share saluran ketiga ... 124
x DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka pemikiran analisis efisiensi pemasaran produk duku Lampung melalui pendekatan serba fungsi di Kabupaten Lampung
Selatan, 2012 ... 32 2. Saluran pemasaran duku di Kecamatan Katibung Kabupaten
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kepulauan daratan yang luas
sehingga sebagian besar penduduknya memilih bekerja pada sektor pertanian. Selain
itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai
penopang pembangunan dan sebagai sumber mata pencaharian penduduknya.
Pembangunan sangat mengandalkan sektor pertanian karena memiliki peranan penting
dan merupakan penopang perekonomian. Dapat dikatakan bahwa sektor pertanian
memiliki proporsi yang sangat besar dalam menyediakan lapangan pekerjaan sehingga
menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan juga sebagai penghasil devisa negara.
Sektor pertanian terdiri dari beberapa sektor, antara lain tanaman bahan makanan,
tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan.
Sektor tanaman bahan makanan adalah salah satu yang memiliki peran penting dalam
menyumbang devisa negara khususnya pada Produk Domestik Bruto Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) tanaman
bahan makanan pada tahun 2011 tumbuh sebesar 10,00% dari Rp 482.377,10Milyar
pada tahun 2010 menjadi Rp 530.603,70 Milyar pada tahun 2011 (Badan Pusat
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia atas dasar harga berlaku, 2010 – 2011 3. Industri Pengolahan 1.595.779,40 24,79 1.803.486,30 24,28 13,02 4. Listrik, Gas, dan Air Total 6.436.270,80 100,00 7.427.086,10 100,00 15,39
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2011
Salah satu kegiatan usaha di subsektor bahan makanan yang sekarang mengalami
perkembangan pesat adalah tanaman bahan makanan hortikultura, khususnya
buah-buahan. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas yang cukup banyak dikomsumsi
dan mempunyai peranan besar dalam pemenuhan gizi dan kesehatan tubuh.
Buah-buahan merupakan sumber utama vitamin dan mineral serta berbagai zat penting
lainnya yang berperan sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Beberapa
penyebaran sel kanker, menyembuhkan luka lambung dan sebagai antibiotik (Astawan,
2007).
Di Indonesia buah mempunyai nilai ekonomi yang sangat baik, termasuk di dalamnya
buah duku. Buah duku merupakan salah satu buah yang tumbuh di daerah tropis dan
sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Buah duku termasuk salah satu jenis
buah unggulan di Indonesia. Tanaman duku pada umumnya ditanam oleh para petani
Indonesia di sekitar halaman rumah dan pekarangan atau dapat juga diperoleh di hutan.
Akan tetapi ada juga petani yang sudah melakukan penanaman secara intensif.
Duku memiliki nama latin (Lansium domesticum Corr) merupakan buah tropika yang berasal dari Asia Tenggara. Pohon duku banyak tersebar di negara Malaysia, Indonesia
dan Thailand. Tanaman duku telah dikenal dan ditanam oleh penduduk Indonesia sejak
ratusan tahun yang lalu. Supriatna dan Suparwoto (2009) menjelaskan bahwa sentra
produksi duku di Indonesia berada di Sumatera Selatan (Ogan Komering, Gunung
Megang, Muara Enim dan Prabumulih), Sumatera Barat (Sijunjung dan Air Haji),
Sumatera Utara (Rantau Prapat dan Padang Sidempuan), Riau (Bangkinang), Jambi
(Jambi), Lampung (Katibung, Padang Cermin, Krui, Merbau Mataram), DKI Jakarta
(Pasar Minggu), Jawa Tengah (Lebaksiu, Branti, Kaligondang, Mrebet, Kejombang,
Kutosari, Sigaluh, Sleman, Kaligesing, Matesih), Jawa Timur (Singosari) dan Sulawesi
Utara (Aermadidi, Tondano, Pinaleng, Bolaang Mongondow). Sedikitnya ada lima
jenis duku komersial di tanah air. Kelimanya adalah duku Palembang, duku Matesih,
Duku Palembang adalah salah satu jenis duku yang terkenal di kalangan masyarakat
luas. Di Palembang, tanaman duku banyak tersebar di Kabupaten Lahat, Muba, Mura
dan Bangka. Sentra terluas dan yang terbaik jenisnya berasal dari Ogan Komering Ilir,
Ogan Komering Ulu dan Muaraenim. Oleh karena itu, duku Palembang sering juga
disebut dengan duku Komering (Anonim, 2013).
Buah duku banyak kita temui di pasar sekitar bulan Febuari – April setiap tahunnya dan
hampir selalu habis berapa pun banyaknya, diduga disebabkan oleh buah duku banyak
penggemarnya karena rasanya yang manis dan aromanya tidak menyengat atau tidak
menusuk di hidung, juga tidak perlu memakai alat bantu khusus tertentu dalam
mengkonsumsinya. Selain itu, diduga penawarannya masih lebih kecil (sedikit)
daripada permintaannya. Permintaan duku terus meningkat, namun produksinya justru
menurun karena tanaman banyak yang telah tua, ada yang berumur lebih dari 100 tahun
karena tanaman duku sudah turun temurun dan petani hanya merawat yang sudah ada
saja (Supriatna dan Suparwoto, 2009).
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa perkembangan luas panen dan produksi duku di
Indonesia berfluktuasi. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa produktivitas pada tahun
Tabel 2. Luas panen dan produksi duku di Indonesia, 2006-2011
Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas
(ha) r (%) (ton) r (%) (ton/ha) r (%)
2006 13.656 - 157.655 - 11,54 -
2007 22.021 61,26 178.026 12,92 8,08 -29,97 2008 19.041 -13,53 158.649 -10,88 8,33 3,06 2009 20.547 7,91 195.364 23,14 9,51 14,12 2010 28.283 37,65 228.816 17,12 8,09 -14,91 2011 21.282 -24,75 171.113 -25,22 8,04 -0,62 Ket : r = pertumbuhan
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2011
Tanaman duku terdapat di beberapa provinsi di Indonesia, dengan luas dan produksi
yang bervariasi, salah satunya terdapat di Provinsi Lampung dan juga merupakan salah
satu sentra produksi duku di Indonesia. Sentra duku tersebar di berbagai kabupaten di
Lampung, sebagai sentra tanaman duku dengan produksi yang baik, seperti disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi duku menurut kabupaten di Provinsi Lampung, 2006-2010 (ton)
Lokasi 2006 2007 2008 2009 2010 Lampung Barat 687 9.423 2.639 3.172 4.416 Tanggamus 1.131 4.881 2.667 23.650 11.443
Lampung Selatan 17.201 11.025 10.696 4.797 12.153
Lampung Timur 2.982 3.799 8.358 1.992 8.262 Lampung Tengah 467 751 939 316 550 Lampung Utara 4.628 5.876 9.069 5.062 16.880 Way Kanan 1.396 7.927 8.254 4.740 4.457 Tulang Bawang 78 153 47 19 11 Bandar Lampung 489 334 2.229 1.190 440 Metro 0 1 1 0 0
Produksi duku Lampung lebih banyak di Lampung Selatan, dimana pada tahun 2009
produksi duku Lampung Selatan adalah 4.797 ton dan meningkat menjadi 12.153 ton
pada tahun 2010, ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi duku di
Lampung Selatan. Lampung Selatan tidak mengalami adanya musim peralihan
(pancaroba) antara musim kemarau dan musim hujan. Iklim yang demikian menjadikan
Lampung Selatan sangat cocok untuk berkebun ataupun bertani, sehingga Lampung
Selatan adalah penghasil duku terbesar di Lampung pada tahun 2006 sampai tahun
2008. Duku dari Lampung Selatan memiliki sebutan ‘ Duku Lampung’ yang tak asing
di telinga masyarakat dan tak kalah dari duku Sumatera Selatan di pasar nasional
dengan sebutan ‘Duku Palembang’ atau di pasar lokal dengan sebutan ‘Duku Komering’.
Dari informasi yang diperoleh pada saat pra survey diketahui bahwa duku Lampung
sudah dikenal khususnya di Provinsi Lampung sendiri. Masyarakat mengenal duku ini
dengan sebutan duku Lampung. Menurut Bapak Roni (selaku tokoh pertanian sekaligus
sebagai salah satu pedagang pengumpul buah duku di Kecamatan Katibung Kabupaten
Lampung Selatan, 2013), wilayah pemasaran duku Lampung sudah sampai di pasar
Pulau Jawa, seperti Jakarta, Tangerang, Cirebon dan Bandung. Duku Lampung
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat sehingga menjadikannya
sebagai komoditi yang potensial sebagai sumber penghasilan penduduk. Selanjutnya,
Tabel 4 menunjukkan bahwa Kecamatan Katibung merupakan penghasil terbesar
Tabel 4. Produksi buah-buahan terpopuler menurut kecamatan di Kabupaten Lampung Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan, 2011
Kecamatan Katibung memiliki kondisi iklim yang cocok bagi tanaman duku tersebut,
sehingga tanaman duku dapat tumbuh dengan baik di daerah tersebut. Tanaman duku
dapat tumbuh optimal pada intensitas cahaya matahari yang tinggi. Kelembaban udara
yang tinggi juga dapat mempercepat pertumbuhan tanaman duku. Sebaliknya, jika
kelembaban udara rendah, maka dapat menghambat pertumbuhan tanaman duku. Angin
tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan tanaman duku, tetapi duku tidak dapat tumbuh
optimal di daerah yang kecepatan anginnya tinggi. Umumnya tanaman duku dapat
tumbuh di daerah yang curah hujannya tinggi dan merata sepanjang tahun. Tanaman
duku tumbuh secara optimal di daerah dengan iklim basah sampai agak basah, dengan
Hasil pra survey juga menunjukkan bahwa duku di Lampung memiliki produksi yang
baik dan tidak kalah populer dengan duku Palembang. Produk duku Lampung memiliki
nilai ekonomi yang baik dan menyumbang pendapatan bagi daerah Lampung. Produk
duku Lampung telah mendapat perhatian dari pemerintah maupun para pengamat
perekonomian. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa masih sulit untuk mendapatkan
data mengenai produk duku Lampung serta belum banyak penelitian terkait komoditi ini
di Lampung. Sistem usahatani duku di Lampung masih tradisional. Tanaman duku
tumbuh secara alami, sebagian besar petani hanya melakukan pemeliharaan, seperti
memberi pupuk, walaupun dalam jumlah yang tidak mencukupi kebutuhan pohon dan
dilakukan sesekali saja. Selain itu, petani juga melakukan kegiatan membasmi hama
yang mengganggu tanaman duku.
Umur simpan buah duku adalah pendek. Terjadi pencoklatan kulit buah duku pada dua
sampai tiga hari pasca panen, menyebabkan penampilan buah duku tidak menarik dan
harga menjadi turun. Umur simpan duku yang pendek menjadi kendala dalam sistem
pemasarannya. Selain itu, posisi tawar petani rendah, karena produksi buah duku
musiman dan tidak ada kepastian produksinya, bahkan beberapa tahun pohon duku
tidak berproduksi atau produksinya sangat rendah, sedangkan jarak antara kebun dan
pasar cukup jauh (Roni, 2013).
Penurunan produksi duku disebabkan oleh terjadinya penurunan luas panen di lapangan
sebagai akibat dari pengalihan fungsi lahan dari komoditi hortikultura ke komoditi
lainnya dan cuaca yang sulit untuk diprediksi. Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi
2010 produksi mencapai 228.816 ton dengan persentase penurunan produksi pada tahun
2011 mencapai 25,22 %. Penurunan luas lahan pun terjadi pada tahun 2011 menjadi 21.282 ha sedangkan pada tahun sebelumnya mencapai 28.283 ha dengan persentase
terjadinya penurunan luas lahan pada 2011 mencapai 24,75 %. Penurunan produktivitas ini terjadi karena ada beberapa gelombang proses pembuahan, sebagian ada yang sudah
masak, namun ada juga yang masih mentah. Penyebab utama dari permasalahan ini
adalah kondisi cuaca yang tidak menentu sehingga buah duku juga sulit diprediksi
(Widyastuti dan Kristiawati, 2000). Para petani duku di Kecamatan Katibung hanya
merawat, memelihara dan memanen saja, karena tanaman duku di sana sudah turun
temurun dan tidak ada lagi keinginan para petani untuk membuka lahan baru untuk
menanam tanaman duku yang baru.
Bila dipetakan secara umum mulai dari mata rantai produksi hingga pemasaran, posisi
petani amat rentan mengalami berbagai kesulitan. Di rantai produksi, mereka harus
membeli pupuk dan obat pembasmi hama. Harga-harga input tersebut membuat petani
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit serta kerapkali terjadi kelangkaan input tersebut
pada masa tertentu akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut
semakin memperburuk posisi usaha tani yang dimiliki oleh para petani, selama ini peran
petani kebanyakan hanya berada dalam proses produksi saja, hanya sebagian kecil saja
yang sampai mengambil peran pada proses pengolahan dan grading apalagi pemasaran
(Anonim, 2010a).
Dengan anggapan bahwa peningkatan produksi secara tidak langsung akan
bantuan penyuluhan dan pendampingan tentang bagaimana cara bercocok-tanam yang
paling baik, sedangkan proses pengolahan dan pemasaran hasil-hasil pertanian
diserahkan ke lembaga pemasaran selain petani atau produsen, karena pembagian kerja
seperti itu seringkali merugikan petani. Pada umumnya petani kurang memiliki daya
tawar dalam menjual hasil produksi mereka. Secara tidak langsung pembagian kerja
tersebut sesungguhnya telah mendiskriminasi petani dari pendapatan yang layak.
Akibatnya petani duku hanya menjadi kuli di kebunnya sendiri, sehingga tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa berbagai data masih menunjukkan sebagian petani di pedesaan
berada dalam atau mendekati jurang kemiskinan (Anonim, 2010b).
Dalam kenyataannya, harga jual duku selalu berfluktuasi. Fluktuasi tersebut terjadi di
tingkat lokal karena permainan harga yang dilakukan tengkulak dan pedagang. Kondisi
tersebut menyebabkan petani duku berada pada posisi kesejahteraan yang tidak
menentu, sebab pendapatan mereka ditentukan oleh keadaan pasar secara menyeluruh
yang aksesnya sama sekali tidak terjangkau oleh petani duku. Selain itu, fluktuasi
harga juga terjadi pada saat duku sedang mengalami panen, karena di sana terjadi
permainan harga, yaitu harga yang diterima oleh para petani tidak cukup ideal dengan
harga lebih rendah dari harga potensialnya yang seharusnya diterima oleh mereka.
Akibat dari harga yang rendah, keuntungan yang diterima petani lebih sedikit
dibandingkan dengan lembaga sistem pemasaran lainnya pada rantai pemasaran yang
ada, karena harga yang terjadi di tingkat konsumen jauh lebih tinggi (Anonim, 2010b).
Lembaga pemasaran berperan dalam memasarkan komoditas pertanian hortikultura
yang dapat mencakup petani, pedagang pengumpul, pedagang perantara/grosir dan
pedagang pengecer. Permasalahan yang timbul dalam sistem pemasaran hortikultura
antara lain adalah kegiatan pemasaran yang belum berjalan efisien (Mubyarto, 1994),
dalam artian belum mampu menyampaikan hasil pertanian dari produsen kepada
konsumen dengan biaya yang murah dan belum mampu mengadakan pembagian balas
jasa yang adil dari keseluruhan harga konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut
serta di dalam kegiatan pemasaran komoditas pertanian tersebut. Pembagian yang adil
dalam konteks tersebut adalah pembagian balas jasa fungsi-fungsi pemasaran sesuai
kontribusi masing-masing kelembagaan pemasaran yang berperan sangat penting dan
menjadi perhatian dalam sistem pemasaran yang efisien adalah bagaimana
masing-masing lembaga niaga yang terlibat memperoleh imbalan yang adil. Dengan demikian
hubungan antara harga, produksi dan pemasaran mempunyai kaitan yang erat, di mana
petani sebagai produsen dan lembaga perantara pemasaran dengan fungsi pemasaran
yang dilakukannya masing-masing mempunyai peranan yang menentukan dan saling
mempengaruhi (Setyawati, et al,. 1990).
Efisensi pemasaran dapat dilihat melalui pendekatan serba fungsi yang terdapat dalam
sistem pemasaran tersebut. Fungsi-fungsi tersebut terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi
fisik, fungsi fasilitas. Dengan demikian, efisiensi sistem pemasaran dapat dianalisis
melalui fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga dalam saluran pemasaran duku
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka masalah penelitian dapat dirumuskan, yaitu :
1. Bagaimanakah efisiensi pemasaran duku dilihat dari fungsi yang dilakukan oleh
masing-masing lembaga pemasaran di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung
Selatan?
2. Bagaimanakah efisiensi pemasaran duku dilihat dari keragaan pasar melalui
producer share, marjin pemasaran dan ratio profit margin di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah, maka penelitian bertujuan untuk
mengetahui :
1. efisiensi pemasaran duku dilihat dari fungsi yang dilakukan oleh masing-masing
lembaga pemasaran di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan.
2. efisiensi pemasaran duku dipandang dari keragaan pasar melalui producer share, marjin pemasaran dan ratio profit margin di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memperoleh fakta yang bermanfaat sebagai :
1. Penambah informasi bagi pelaku pemasaran duku Lampung pada tiap lembaga
pemasaran yang ada.
2. Informasi bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan untuk
3. Peneliti lain, diharapkan dapat menjadikan penelitian sebagai pengembangan ilmu
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Produk Duku
Duku merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Indonesia. Sekarang
populasi duku sudah tersebar secara luas di seluruh pelosok nusantara. Selain itu, ada
yang menyebutkan bahwa duku berasal dari Asia Tenggara bagian Barat, Semenanjung
Thailand di sebelah Barat sampai Kalimantan di sebelah Timur. Jenis ini masih
dijumpai tumbuh dengan bebas atau masih liar di wilayah tersebut dan merupakan salah
satu buah-buahan unggulan (Direktorat Bina Produksi Hortikultura, 2000).
Jenis duku yang banyak ditanam di Indonesia adalah jenis duku unggul seperti duku
komering, duku metesih dan duku condet. Manfaat utama tanaman duku sebagai
makanan buah segar atau makanan olahan lainnya. Bagian lain yang bermanfaat adalah
kayunya yang berwarna coklat muda keras dan tahan lama, digunakan untuk tiang
rumah, gagang perabotan dan sebagainya. Kulit buah dan bijinya dapat pula
dimanfaatkan sebagai obat anti diare dan obat menyembuhkan demam. Sedangkan kulit
kayunya yang rasanya sepet digunakan untuk mengobati disentri, sedangkan tepung
Duku termasuk tanaman tahunan (parennial crop) yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Tanamannya berbentuk pohon, rindang, berukuran
sedang. Pohon duku berbatang kuat dan besar, dengan penampang 30-40 cm, dapat
mencapai tinggi 15-20 meter. Batang bercabang, kulit batang tipis berwarna coklat
kehijauan atau keabuan dan agak sukar dilepas dari kayunya. Batang menghasilkan
cairan seperti susu, sepanjang kulit batang terdapat celah-celah dangkal yang
memanjang. Mahkota tanaman terbuka, teratur dan atau tidak teratur, berbentuk bulat
(Departemen Pertanian, 2000).
Daun tanaman duku berselang-seling bersirip ganjil dengan 5-7 anak daun. Panjang
rakhis 30-50 cm, dengan pangkal yang membesar. Helaian daun bertangkai berbentuk
elips, bulat panjang atau lonjong. Pangkal daun sempit, agak meruncing dan agak
miring (tidak simetris). Warna helaian daun sisi atas hijau tua dan mengkilat sedangkan
sisi bawah daun tidak mengkilat berwarna hijau muda. Kedua permukaan daun licin.
Panjang helaian daun 12-15 cm dan lebar daun 7-12,5 cm. Panjang tangkai daun
0,8-1,2 cm dan membesar pada pangkalnya (Anonim, 2011).
Duku biasa diperbanyak dengan biji, yang sengaja disemaikan atau dengan
mengumpulkan cabutan semai yang tumbuh spontan di bawah pohon induknya. Akan
tetapi menunggu hingga pohon baru ini menghasilkan, memakan waktu yang lama (20–
25 tahun) dan belum pasti pula kualitasnya sama dengan induknya. Cara lain yang juga
populer adalah dengan mencangkoknya. Meskipun proses mencangkok ini memakan
waktu yang relatif lama (8-9 bulan, akar keluar setelah 134 hari) namun pohon baru
hasil cangkokan sudah dapat berbuah pada umur sekitar dua tahun. Lagi pula
dilakukan adalah dengan sambung pucuk (grafting). Teknik ini memungkinkan
sifat-sifat genetik batang atas anakan yang dihasilkan sama dengan induknya, sementara
waktu tunggunya dipersingkat menjadi 5–6 tahun. Anakan hasil sambung pucuk ini
juga lebih kuat perakarannya daripada anakan hasil cangkokan (Anonim, 2011).
Kebun dan pertanaman duku umumnya merupakan tanaman tradisional hasil warisan.
menunjukkan bahwa pohon-pohon duku yang ada saat ini berasal dari biji dan telah
berumur rata-rata 40-60 tahun, bahkan beberapa sudah berumur 80 tahun atau lebih.
Petani duku pada umumnya tidak melakukan pemeliharaan terhadap pohon-pohon duku
mereka, kecuali pembersihan sekeliling tegakan pohon pada saat menjelang panen.
Selain itu, teknologi budidaya, mulai dari pembibitan, pemeliharaan (yang meliputi
pemupukan, pengairan, pemangkasan dan pengendalian organisme pengganggu) belum
banyak dilakukan, sehingga pohon-pohon duku tidak berbuah setiap tahun. Tidak
jarang pohon berbuah berselang tiga tahun (Deroes, 2003).
Waktu panen berbeda antar sentra produksi. Selain itu, pergeseran musim panen juga
terjadi bila keadaan cuaca berubah, seperti pergeseran musim hujan. Cara panen yang
dilakukan petani mempengaruhi umur simpan buah duku. Buah-buah yang dipanen
hanya dapat bertahan tetap segar dalam waktu tiga hari, setelah itu warna kulit buah
duku mulai berubah kecoklatan. Metoda panen juga mempengaruhi kualitas buah duku.
Buah duku yang dipanen dengan tangkainya mempunyai daya simpan yang lebih
panjang daripada buah duku yang dipanen tanpa tangkai. Kondisi yang diuraikan di
atas merupakan kendala-kendala yang berdampak pada proses pemasaran buah duku
Silitonga (1994) mengemukakan bahwa masalah yang paling kronis dalam pemasaran
hasil pertanian, khususnya buah-buahan adalah ketidakadilan (unfairness) antara harga yang diterima petani dan harga yang harus dibayar konsumen. Ketidakadilan tersebut
antara lain, disebabkan oleh posisi tawar petani yang rendah dan belum adanya
kelembagaan petani yang kuat dalam proses pemasaran.
2. Teori Pemasaran
(a) Fungsi Pemasaran
Fungsi pemasaran merupakan kegiatan pokok yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan proses pemasaran. Proses pemasaran meliputi beberapa fungsi yang
harus dilaksanakan oleh produsen dan lembaga-lembaga yang terlibat dalam mata
rantai pemasaran. Fungsi pemasaran ini harus diakomodasikan oleh produsen dan
rantai saluran barang dan jasa, lembaga-lembaga lain yang berperan dalam proses
pemasaran (Hasyim, 2012).
Hasyim (2012) mengemukakan bahwa secara teoritis, fungsi-fungsi tataniaga itu
dapat digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu fungsi pertukaran (exchange functional), fungsi fisik (physical functional) dan fungsi fasilitas(facilitating functional). Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi penjualan adalah proses pemasaran yang telah berubah dari orientasi produksi
ke orientasi penjualan. Produsen bukan lagi yang menentukan apa yang harus dijual,
melainkan penjualan yang menentukan apa yang harus diproduksi. Penjualan
permintaan konsumen (pelanggan) dari produk yang dihasilkan. Fungsi pembelian
adalah merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemindahan dan atau pemilikan
sejumlah barang untuk memenuhi kebutuhan pengguna.
Selanjutnya Hasyim (2012) menyatakan bahwa fungsi fisik meliputi penyimpanan,
pengolahan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan adalah menahan barang-barang
selama jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dengan dijual. Dengan
demikian penyimpanan menciptakan kegunaan waktu, disamping bertendensi
meratakan harga. Fungsi penyimpanan juga dimaksudkan untuk menyeimbangkan periode panen dan periode paceklik.
Fungsi pengolahan diperlukan untuk mengelola produk terutama untuk
produk-produk pertanian sangat strategis. Hal ini dapat meningkatkan nilai guna karena
perubahan bentuk (form utility) akan memberikan keuntungan dan manfaat, sedangkan fungsi pengangkutan dimaksudkan untuk menjadikan suatu produk
berguna dengan memindahkan produk-produk pertanian dari daerah produsen ke
konsumen.
Fungsi fasilitas meliputi fungsi standarisasi dan grading, standarisasi adalah
justifikasi kualitas yang seragam antara penjual dan pembeli, antar tempat, dan antar
waktu. Artinya penentuan atau penetapan standar golongan (kelas atau derajat)
untuk komoditas pemasaran. Grading berarti memilah dan memilih produk-produk untuk dikelompokkan ke dalam satuan atau unit atau kelas atau derajat tertentu yang
menyederhanakan dan mempermudah serta meringankan biaya pemindahan
komoditas melalui saluran pemasaran.
Risiko diartikan sebagai ketidakpastian dalam hubungannya dengan biaya.
Sepanjang pergerakan produk-produk pertanian dari sentra produksi ke sentra
konsumen senentiasa menghadapi kerusakan, kerugian, kehilangan, dan risiko-risiko
lainya. Risiko ini pada dasarnya digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (a) risiko
karena sifat fisik, (b) risiko karena perubahan kondisi pasar dan (c) risiko karena
alam, manusia, dan pemerintah. Pembiayaan merupakan bagian dari fungsi fasilitas
yang tugasnya adalah memperlancar kegiatan fungsi-fungsi lain dalam proses
pemasaran. Fungsi informasi pasar dimaksudkan untuk menginformasikan ke
konsumen apa yang tersedia untuk dibeli dan untuk mengubah permintaan atas suatu
produk. Sebagai suatu sistem, informasi pasar adalah serangkaian fasilitas informasi
dan desain prosedur untuk memberikan informasi tentang pasar, lingkungan dan
kinerja yang telah dicapai kepada manajemen perusahaan.
(b) Lembaga Pemasaran
Lembaga pemasaran adalah badan-badan atau lembaga-lembaga yang berusaha
dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen
melalui penjualan (Limbong dan Sitorus,1987). Lembaga tataniaga sebagai suatu
lembaga perantara yang berperan dalam kegiatan penyaluran barang dan jasa dari
produsen ke konsumen. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran
barang mulai dari titik produsen sampai titik konsumen dikelompokkan menjadi
pertukaran seperti pengecer, grosir, pedagang pengumpul, tengkulak dan lembaga
perantara lainnya, (b) lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan fisik seperti
pengolahan, pengangkutan dan penggudangan dan (c) lembaga pemasaran yang
menyediakan fasilitas-fasilitas pemasaran seperti informasi pasar, Kredit Desa, KUD,
Bank Unit Desa dan lain-lain (Limbong dan Sitorus, 1987).
(c) Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran adalah maksimisasi dari ratio input dan output. Input
merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat
dalam memasarkan hasil pertanian, sedangkan output adalah kepuasan dari
konsumen. Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan
konsumen akan meningkatkan efisiensi, sedangkan perubahan yang mengurangi
biaya input tetapi mengurangi kepuasan konsumen akan menurunkan efisiensi
pemasaran. Beberapa perusahaan telah membentuk jabatan pengontrol pemasaran
untuk membantu staf pemasaran meningkatkan efisiensi pemasaran. Pengontrol
pemasaran bekerja di luar kantor pengontrol dan berspesialisasi dalam bidang
pemasaran perusahaan (Kotler, 2002).
Kohl dan Uhl (1990) dalam Nalurita (2008) menjelaskan bahwa efisiensi merupakan
rasio antara output dan input. Dengan demikian, efisiensi pemasaran berarti
maksimisasi rasio input dan output dari kegiatan pemasaran. Input pemasaran
meliputi sumberdaya (tenaga kerja, mesin, energi, dll) yang digunakan dalam fungsi
pemasaran. Output pemasaran meliputi kegunaan waktu, kegunaan bentuk,
Dengan kata lain, sumberdaya merupakan biaya dan kegunaan merupakan
keuntungan dari pemasaran yang diperhitungkan dalam efisiensi rasio.
Struktur pasar
Struktur pasar sangat diperlukan dalam analisis sistem pemasaran karena melalui
analisis struktur pasar, secara otomatis akan menjelaskan bagaimana perilaku
partisipan yang terlibat dan akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari
struktur dan perilaku pasar yang ada dalam pemasaran tersebut. Struktur pasar
merupakan karakteristik dari produk maupun institusi atau lembaga yang terlibat
pada pasar tersebut yang mempengaruhi marketconduct (perilaku pasar) dan market performance (keragaan pasar). Struktur pasar juga dapat diartikan sebagai tipe atau jenis-jenis pasar (Kotler, 1989).
Struktur pasar adalah karakteristik organisasi dari suatu pasar, yang untuk
prakteknya, adalah karakteristik yang menentukan hubungan antara para pembeli dan
para penjual, antara penjual satu dengan lainnya dan hubungan antara penjual di
pasar dengan para penjual yang lain dan hubungan antara penjual di pasar dengan
para penjual potensial yang masuk ke dalam pasar. Unsur-unsurnya adalah tingkat
konsentrasi, diferensiasi produk dan rintangan masuk pasar (Hasyim, 2012).
Stuktur pasar paling banyak digunakan dalam menganalisis sistem pemasaran,
karena melalui analisis struktur pasar maka secara otomatis akan dapat dijelaskan
bagaimana perilaku lembaga yang terlibat dan akhirnya akan menunjukkan keragaan
yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem pemasaran
Perilaku pasar
Dahl dan Hammond (1977) dalam Nalurita (2008) menyatakan bahwa perilaku pasar
merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan
dengan struktur pasar di mana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan
pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam
menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar mengarah pada strategi yang
dilakukan perusahaan dalam menyesuaikan dengan pasar yang dihadapi. Perilaku
pasar menyangkut proses dalam menentukan harga dan jumlah produk, keputusan
untuk meningkatkan penjualan, keputusan untuk mengubah sifat produk yang dijual,
serta berbagai strategi penjualan yang dilakukan untuk mencapai tujuan pasar
tertentu.
Perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur dari harga, biaya,
marjin pemasaran dan jumlah barang yang diperdagangkan. Perilaku pasar dapat
diketahui melalui pengamatan terhadap penjualan dan pembelian yang dilakukan
oleh setiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta
kerjasama di antara berbagai lembaga pemasaran. Perilaku pasar juga menentukan
strategi yang dilakukan oleh para pelaku pasar dalam menghadapi pesaing. Pelaku
pasar harus memahami penampilan pasar agar dapat mengetahui secara jelas
Keragaan pasar
Hammond dan Dahl (1977) dalam Widiyanti (2008) menyatakan bahwa keragaan
pasar merupakan keadaan sebagai akibat dari struktur pasar dan perilaku pasar dalam
kenyataan yang ditunjukan dengan harga, biaya dan volume produksi, yang pada
akhirnya akan memberikan baik atau tidaknya suatu sistem pemasaran. Keragaan
pasar adalah hasil akhir yang dicapai sebagai akibat dari penyesuaian pasar yang
dilakukan oleh lembaga pemasaran. Deskripsi keragaan pasar dapat dilihat dari
tingkat harga dan bentuk-bentuk harga, penyebarannya di tingkat produsen dan
tingkat konsumen, persaingan, margin pemasaran dan penyebarannya pada setiap
tingkat pasar.
Saluran pemasaran
Arus barang yang melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara pemasaran akan
membentuk saluran pemasaran. Saluran pemasaran adalah serangkaian lembaga
yang melakukan semua fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status
kepemilikannya dari produsen ke konsumen. Perbedaan saluran pemasaran yang
dilalui oleh suatu jenis barang akan berpengaruh pada bagian pendapatan yang di
terima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya. Hal ini
berarti bahwa saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang
berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan
pemasaran tersebut. Saluran pemasaran dari suatu komoditas perlu diketahui untuk
dapat menentukan jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur
mencari besarnya marjin pemasaran yang diterima tiap lembaga yang terlibat (Kotler,
1989).
Pangsa produsen (Producer share)
Marjin pemasaran bukanlah satu-satunya indikator yang menentukan efisiensi
pemasaran suatu komoditas. Salah satu indikator lain adalah dengan
membandingkan harga yang dibayar oleh konsumen akhir atau yang biasa disebut
dengan Producer share (bagian harga yang diterima produsen) dan sering dinyatakan dalam suatu persentase. Producer share mempunyai hubungan yang negatif dengan marjin pemasaran, sehingga semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang
akan diperoleh produsen akan semakin rendah. Producer share digunakan untuk mengetahui bagian-bagian harga yang telah diterima produsen, yang telah dinyatakan
dalam suatu presentase. Semakin tinggi suatu pangsa produsen, maka kinerja pasar
semakin baik dari sisi produsen (Limbong dan Sitorus, 1987).
Marjin pemasaran
Secara umum yang dimaksudkan dengan marjin pemasaran adalah perbedaan
harga-harga pada berbagai tingkat sistem pemasaran atau dengan perkataan lain marjin
pemasaran adalah perbedaan harga di antara tingkat lembaga dalam sistem
pemasaran atau perbedaan antara jumlah yang dibayar konsumen dan jumlah yang
Azzaino (1982) mengemukakan bahwa alat-alat untuk mempelajari efisensi sistem
tataniaga dalam struktur pasar tertentu dapat dipakai konsep-konsep statistik
sederhana, di antaranya analisa biaya dan marjin pemasaran. Informasi marjin dan
biaya tataniaga secara tidak langsung dapat memberi petunjuk apakah struktur pasar
komoditi tertentu berada pada pasar persaingan sempurna atau persaingan tidak
sempurna. Perbedaan perlakuan atau kegiatan pemasaran suatu komoditi oleh setiap
lembaga pemasaran akan menyebabkan perbedaan harga jual. Semakin banyak
lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik
konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik
produsen dengan harga yang dibayar konsumen. indikator lain untuk menilai
efisiensi sistem pemasaran Ratio Profit Margin (RPM) atau marjin keuntungan masing-masing lembaga pemasaran adalah perbandingan antara tingkat keuntungan
lembaga pemasaran dengan biaya yang telah dikeluarkan.
3. Penelitian Terdahulu
Analisis efisiensi pemasaran duku Lampung di Kecamatan Katibung Kabupaten
Lampung Selatan merujuk pada penelitian terdahulu yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kajian penelitian terdahulu
keuntungan biaya.
terhadap informasi pasar, yaitu harga jual karet setiap harinya. 3. Untuk mengatasi permasalahan ini, pada satu sisi, petani
sebaiknya meningkatkan kualitas sesuai dengan permintaan
pasar agar mendapatkan harga yang lebih tinggi.
B. Kerangka Pemikiran
Tanaman perkebunan memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap PDB pertanian
Indonesia sebagai sektor utama karena merupakan negara agraris. Salah satu komoditi
yang berasal dari Asia Tenggara adalah duku. Duku merupakan komoditi yang
potensial karena memiliki nilai ekonomi yang dapat menunjang pendapatan masyarakat.
Sentra produksi duku terbesar yang ada di Indonesia adalah Sumatera Selatan dengan
nama komersial ‘Duku Komering’. Selain di Sumatera Selatan, terdapat juga sentra
duku lainnya di Indonesia yang tidak kalah besar produksinya, salah satunya adalah
Provinsi Lampung. Duku yang berasal dari Provinsi Lampung dikenal dengan ‘Duku
Lampung’.
Sebelumnya, tanaman duku Lampung kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan
pengamat ekonomi, sehingga produk ini kalah populer dengan duku komering. Padahal
daerah pemasaran duku Lampung sudah mencapai luar Sumatera, yaitu Jakarta,
Tangerang, Cirebon dan Bandung. Melihat adanya pangsa pasar yang baik, maka
pemerintah Provinsi Lampung terus mendukung kegiatan pemasaran dalam
penghasil duku di Lampung. Pengenalan produk duku Lampung di pasaran tidak
terlepas dari campur tangan para pelaku pemasaran, seperti petani, pedagang pengumpul
(pedagang kecil), pedagang besar, dan pedagang pengecer. Pelaku pemasaran harus
selalu memperhatikan sistem proses pemasaran duku hingga ke tangan konsumen, yaitu
bagaimana pemasaran duku yang terjadi di pasar, yang melibatkan sejumlah lembaga.
Penetapan harga pada tiap lembaga berbeda-beda, baik dari petani, pedagang
pengumpul, pedagang besar maupun pedagang pengecer. Perbedaan penetapan harga
umumnya merugikan petani sebagai produsen duku karena posisi tawarnya yang lemah.
Bentuk perilaku dari masing-masing lembaga yang berinteraksi dalam proses pemasaran
membentuk sebuah sistem yang biasa disebut saluran pemasaran.
Dari saluran pemasaran tersebut dapat dilakukan analisis efisiensi pemasaran. Analisis
Analisis pemasaran terdiri dari beberapa pendekatan, seperti pendekatan serba fungsi,
lembaga, produk, dan teori ekonomi. Penelitian ini hanya menganalisis efisiensi
pemasaran yang ada dari dua pendekatan saja, yaitu pendekatan serba fungsi diimbangi
dengan teori ekonomi. Telah banyak penelitian terkait dengan pemasaran melalui
pendekatan teori ekonomi untuk melihat seberapa adil balas jasa yang diterima oleh tiap
pelaku pemasaran, namun penelitian ini mencoba melihat fenomena pemasaran dari
fungsi pemasaran apa saja yang telah dilakukan. Fungsi pemasaran yang ada secara
tidak langsung akan menambah nilai jual produk yang diperdagangkan. Fungsi-fungsi
pemasaran tersebut terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Fungsi pertukaran merupakan semua kegiatan yang memperlancar perpindahan produk
duku dari petani ke konsumen melalui pedagang perantara. Fungsi pertukaran terdiri
secara fisik terhadap produk duku meliputi pengangkutan, pengolahan dan
penyimpanan. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang berhubungan dengan
kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dengan konsumen. Fungsi fasilitas
terdiri dari pembiayaan, penanggungan resiko, standardisasi & grading dan informasi
pasar.
Analisis efisiensi pemasaran juga berhubungan langsung dengan struktur pasar, perilaku
pasar dan keragaan pasar. Struktur pasar dapat menggambarkan hubungan antara
penjual dan pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran, diferensiasi
produk dan kondisi keluar masuk pasar. Stuktur pemasaran paling banyak digunakan
dalam menganalisis sistem pemasaran, karena melalui analisis struktur pasar, secara
langsung akan dapat dijelaskan bagaimana karakteristik bentuk pasar yang ada.
Perilaku pasar menggambarkan tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran dalam
melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk
keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar yang ada pada sistem
pemasaran duku di Lampung Selatan.
Analisis efisiensi pemasaran melalui keragaan pasar dapat dianalisis secara kuantitatif
yang meliputi aspek pangsa produsen, marjin pemasaran, dan ratio profit margin. Analisis pangsa produsen digunakan untuk mengetahui persentase bagian harga
konsumen yang diterima oleh petani, semakin tinggi pangsa produsen maka kinerja
pasar semakin baik dari sisi produsen. Marjin pemasaran merupakan suatu metode
analisis dengan memperhitungkan selisih harga yang terjadi pada setiap lembaga
pemasaran akibat dari perilaku pemasaran yang terjadi. Nilai RPM merupakan nilai
lembaga pemasaran. Jika RPM antar lembaga pemasaran tidak sama dengan nol, maka
sistem pemasaran tidak efisien. Kerangka pemikiran penelitian diringkas dalam bentuk
bagan seperti disajikan pada Gambar 1.
Ket : = bagian dari pemasaran yang tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis efisiensi pemasaran produk duku Lampung melalui pendekatan serba fungsi di Kabupaten Lampung Selatan, 2012
Pendekatan
Pelaku pemasaran, terdiri dari : - Petani
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini
menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian ini adalah meneliti
setiap anggota atau setiap individu yang terdapat dalam populasinya dan digunakan
sebagai sumber informasi. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka
penelitian ini akan mengemukakan analisis efisiensi pemasaran produk (duku) melalui
pendekatan analisis serba fungsi di Kabupaten Lampung Selatan. Konsep dasar dan
batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data
yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan penelitian, mencakup :
Usahatani duku adalah usaha dengan melakukan kegiatan bercocok tanam pada suatu
wilayah tertentu dengan cara mengalokasikan sumberdaya yang ada yaitu perkebun
duku guna meningkatkan pendapatan rumah tangga petani.
Petani duku adalah individu atau kelompok yang melakukan kegiatan usahatani duku
untuk memenuhi sebagian atau keseluruhan kebutuhan hidupnya dengan pendapatan
yang diperoleh dari hasil usahataninya.
Luas lahan garapan adalah luas lahan duku yang dipelihara oleh petani dan digunakan
Produksi duku adalah jumlah produksi duku pada satu periode produksi (Kg).
Produktivitas adalah hasil produksi duku per hektar, yang diukur dalam satuan kilogram
per hektar (Kg/ha), dihitung per tahun, yang terdiri dari sekali musim panen dalam satu
tahun.
Harga duku di tingkat petani adalah nilai tukar duku di tingkat petani (Rp/Kg).
Penerimaan Petani adalah jumlah produksi total duku dikalikan dengan harga duku di
tingkat petani selama musim panen per tahun (Rp/tahun).
Lembaga pemasaran adalah badan-badan atau lembaga-lembaga yang berusaha dalam
bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui
penjualan.
Saluran pemasaran merupakan sistem untuk menyampaikan produk yang dihasilkan
oleh produsen kepada konsumen.
Pedagang pengumpul (pedagang kecil) adalah individu atau kelompok yang melakukan
kegiatan pembelian produk hanya dari petani, dan memberikan harga jual yang paling
rendah di tingkat petani. Pedagang pengumpul (pedagang kecil) terdiri dari pedagang
pengumpul (pedagang kecil) yang menjual produk duku ke pedagang besar, dan
pedagang pengumpul (pedagang kecil) yang menjual produk duku ke luar daerah.
Volume pembelian pedagang pengumpul (pedagang kecil) adalah jumlah duku yang
dibeli pedagang pengumpul (pedagang kecil) dari petani dalam satu tahun, diukur dalam
Volume penjualan pedagang pengumpul (pedagang kecil) adalah jumlah duku yang
dijual pedagang pengumpul (pedagang kecil) ke pedagang besar maupun ke luar daerah
dalam satu tahun, diukur dalam satuan kg/tahun.
Kehilangan di tingkat pedagang pengumpul (pedagang kecil) adalah selisih volume
penjualan dan volume pembelian di tingkat pedagang pengumpul (pedagang kecil). Hal
ini disebabkan oleh kondisi produk duku yang rusak, busuk, atau mentah pada saat
penyortiran di tingkat pedagang pengumpul (pedagang kecil). Terdapat juga kehilangan
di tingkat pedagang pengumpul (pedagang kecil) ke luar daerah, yang disebabkan oleh
jatuhnya produk duku pada saat pengangkutan, dan pencurian selama perjalanan, diukur
dalam satuan kg/tahun.
Harga duku di tingkat pedagang pengumpul (pedagang kecil) adalah nilai tukar duku di
tingkat pedagang pengumpul (pedagang kecil), diukur dalam satuan Rp/Kg.
Penerimaan pedagang pengumpul (pedagang kecil) adalah volume penjualan produk
duku dikali dengan harga duku di tingkat pedagang pengumpul (pedagang kecil)
selama musim panen per tahun, diukur dalam satuan Rp/tahun.
Pedagang besar adalah pedagang yang membeli duku, baik dari petani maupun dari
pedagang pengumpul (pedagang kecil), dengan volume perdagangan yang lebih besar
dan harga beli yang lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya.
Pedagang besar melakukan penjualan ke luar daerah.
Volume pembelian pedagang besar adalah jumlah duku yang dibeli pedagang besar dari
petani dan pedagang pengumpul (pedagang kecil) dalam satu tahun, diukur dalam
Volume penjualan pedagang besar adalah jumlah duku yang dijual pedagang besar ke
luar daerah dalam satu tahun, diukur dalam satuan kg/tahun.
Kehilangan di tingkat pedagang besar adalah selisih volume penjualan dan volume
pembelian di tingkat pedagang besar. Hal ini disebabkan oleh kondisi produk duku
yang rusak, busuk, atau mentah pada saat penyortiran, serta jatuhnya produk duku pada
saat pengangkutan, dan pencurian selama perjalanan, diukur dalam satuan kg/tahun.
Harga duku di tingkat pedagang besar adalah nilai tukar duku di tingkat pedagang besar,
diukur dalam satuan Rp/Kg.
Penerimaan pedagang besar adalah volume penjualan produk duku dikali dengan harga
duku di tingkat pedagang besar selama musim panen per tahun, diukur dalam satuan
Rp/tahun.
Pedagang pengecer adalah individu atau kelompok yang melakukan kegiatan pembelian
produk duku dari pengumpul. Pedagang pengecer duku berasal dari daerah Kecamatan
Katibung, yang pangsa pasarnya adalah konsumen akhir di daerah tersebut (lokal).
Volume penjualan pedagang pengecer relatif rendah dan terbatas karena dijual per
satuan kilogram.
Volume pembelian pedagang pengecer adalah jumlah duku yang dibeli pedagang
pengecer dari petani dalam satu tahun, diukur dalam satuan kg/tahun.
Volume penjualan pedagang pengecer adalah jumlah duku yang dijual pedagang besar
Kehilangan di tingkat pedagang pengecer adalah selisih volume penjualan dan volume
pembelian di tingkat pedagang pengecer. Hal ini disebabkan oleh kondisi produk duku
yang rusak saat penyortiran, dan busuk sebelum laku terjual dalam satu tahun, diukur
dalam satuan kg/tahun.
Harga duku di tingkat pedagang pengecer adalah nilai tukar duku di tingkat pedagang
pengecer, diukur dalam satuan Rp/Kg.
Penerimaan pedagang pengecer adalah volume penjualan produk duku dikali dengan
harga duku di tingkat pedagang pengecer selama musim panen per tahun, diukur dalam
satuan Rp/tahun.
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga
pemasaran pada saluran pemasaran duku dalam pengelolaan produk sebelum sampai ke
tangan konsumen. Hal ini terkait dengan fungsi-fungsi yang diterapkan pada tiap
lembaga.
Fungsi pemasaran adalah fungsi-fungsi yang diusahakan oleh padagang perantara agar
pembeli atau konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada kegunaan bentuk,
kegunaan tempat, kegunaan waktu dan harga yang tepat.
Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari
produk duku yang dipasarkan. Fungsi pertukaran berkaitan erat dengan fungsi
Fungsi penjualan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengusahakan agar
mendapatkan pembeli sehingga terjadi permintaan pasar terhadap produk duku yang
cukup menguntungkan di tingkat harga yang berlaku.
Fungsi pembelian adalah suatu kegiatan pembelian produk duku pada lembaga
pemasaran tertentu untuk diolah dan dijual kembali kepada lembaga pemasaran
berikutnya pada saluran pemasaran.
Fungsi fisik adalah semua kegiatan atau tindakan pada saluran pemasaran duku
sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu pada
produk duku. Fungsi fisik meliputi fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan dan
fungsi pengolahan.
Fungsi pengangkutan adalah fungsi yang dilakukan tiap lembaga pemasaran untuk
menyediakan produk duku ke daerah tujuan konsumen berada sesuai dengan kebutuhan
konsumen, baik menurut waktu, jumlah dan kualitas.
Fungsi penyimpanan adalah kegiatan penyimpanan produk duku yang dilakukan oleh
pelaku pemasaran sebelum diolah, dikirim maupun dijual ke pelaku pemasaran
selanjutnya atau konsumen akhir.
Fungsi pengolahan adalah kegiatan perubahan bentuk produk sehingga dapat
meningkatkan nilai guna.
Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran
yang terjadi antara produsen dengan konsumen untuk memperlancar penyediaan produk
Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko, fungsi
informasi pasar, fungsi standardisasi dan grading.
Fungsi pembiayaan adalah penyediaan sejumlah dana untuk keperluan transaksi jual
beli produk duku meliputi pembelian barang atau jasa dan penyediaan kredit bagi para
pelaku pemasaran.
Fungsi penanggungan resiko adalah strategi dalam menghadapi banyaknya resiko yang
dihadapi oleh para produsen maupun lembaga perantara pada saluran pemasaran duku.
Fungsi standardisasi adalah ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan
menggunakan berbagai ukuran seperti warna, bentuk, ketahanan, tingkat kematangan,
dan rasa pada buah duku yang akan dipasarkan.
Fungsi grading adalah tindakan klasifikasi produk duku menurut standar yang
diinginkan untuk mempermudah proses jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan
menekan resiko dalam pengangkutan serta memperluas pasaran duku.
Fungsi informasi pasar merupakan kegiatan pengumpulan informasi pasar serta
menafsirkan data mengenai produk duku yang diperlukan meliputi perkembangan
harga, jenis dan kualitas duku pada setiap lembaga pemasaran yang diinginkan
konsumen. Selain itu informasi lain yang membantu pemasaran seperti lokasi produksi,
lokasi konsumen, waktu dan jumlah barang yang diinginkan konsumen dan informasi
Struktur pasar merupakan karakteristik pasar duku yang menggambarkan hubungan
antara penjual dan pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran,
diferensiasi produk duku dan kondisi pedagang untuk keluar masuk pasar.
Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran pada saluran pemasaran
duku dalam menghadapi struktur pasar tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya.
Keragaan pasar merupakan keadaan dimana akibat dari struktur pasar dan perilaku pasar
dalam kenyataan yang ditunjukkan dengan harga, biaya dan volume produksi duku.
Pada akhirnya akan memberikan baik atau tidaknya suatu sistem pemasaran. Keragaan
pasar berhubungan dengan saluran pemasaran, producer share, marjin pemasaran dan Ratio Profit Margin.
Producer share adalah bagian dari harga konsumen yang diterima oleh petani duku sebagai produsen dan diukur dalam satuan persentase (%).
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga pada tingkat produsen atau petani duku
dengan harga di tingkat eceran (pengumpul dan pedagang) sampai konsumen, diukur
dalam satuan Rp/Kg.
Nilai Ratio Profit Margin adalah nilai perbandingan keuntungan pada masing-masing lembaga dengan biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan pada lembaga tersebut, diukur
B. Penentuan Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) mengingat bahwa Kecamatan Katibung merupakan sentral produksi duku di Kabupaten Lampung Selatan
dengan produksi sebesar 396,0 ton pada tahun 2011 (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Lampung Selatan, 2011). Kecamatan Katibung memiliki 12 desa, dari 12 desa di
Kecamatan Katibung dipilih dua desa sebagai lokasi penelitian, yaitu : Desa Babatan
dan Desa Pardasuka. Desa tersebut dipilih karena memiliki produksi dan luas lahan
areal duku terluas di Kecamatan Katibung (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung
Selatan, 2011).
Responden penelitian adalah petani duku dan pedagang duku dalam berbagai tingkatan.
Dari informasi prasurvey diketahui bahwa jumlah petani duku di Desa Babatan dan
Desa Pardasuka adalah 50 petani duku, informasi ini didapatkan dari hasil wawancara
dengan tokoh pertanian sekaligus sebagai salah satu pedagang pengumpul buah duku di
Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Selanjutnya, untuk lembaga
pemasaran yang diambil adalah yang terlibat secara langsung dalam kegiatan pemasaran
duku di dua desa penelitian. Cara pengambilan sampel pedagang mengikuti alur
pemasaran walaupun informasi didapatkan dari antar pedagang. Dalam pelaksanaannya
dilakukan wawancara terhadap (pedagang duku), selanjutnya yang bersangkutan
diminta untuk menyebutkan calon responden lainnya (petani). Hal ini dilakukan
sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu rantai pemasaran. Pengumpulan data
C. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara pengumpulan data-data melalui wawancara dengan
menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan sebelumnya, hasil
pengamatan langsung di lapangan dan sumber data primer adalah petani responden dan
pedagang responden. Data sekunder diperoleh dari literatur pada berbagai
lembaga/instansi yang terkait, di antaranya Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian,
kantor kecamatan dan desa, hasil penelitian terdahulu dan sumber pustaka yang relevan.
D.Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif (deskriptif) dan kuantitatif. Analisis
kualitatif (deskriptif) digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan kedua. Tujuan
pertama dianalisis dengan menggunakan pendekatan fungsi-fungsi lembaga pemasaran,
sedangkan tujuan kedua dianalisis secara kualitatif (deskriptif) dan kuantitatif, melalui
pendekatan organisasi pasar. Analisis kualitatif (deskriptif) digunakan untuk
mengetahui struktur pasar dan perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan
untuk mengetahui efisiensi pemasaran melalui analisis producer share, marjin pemasaran dan ratio profit marjin (merupakan bagian dari keragaan pasar).
1. Fungsi-Fungsi Lembaga Pemasaran
Fungsi pemasaran merupakan pengusahakan agar pembeli atau konsumen memperoleh
barang yang diinginkan pada tempat, waktu dan harga yang tepat. Penelaahan